PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
1.2.1 Mahasiswa mampu mengetahui definisi Peritonitis
1.2.2 Mahasiswa mampu mengetahui Klasifikasi Peritonitis
1.2.3 Mahasiswa mampu mengetahui Etiologi Peritonitis
1.2.4 Mahasiswa mampu mengetahui Patofisiologi Peritonitis
1.2.5 Mahasiswa mampu mengetahui Manifestasi klinis Peritonitis
28
1.2.6 Mahasiswa mampu memahami penatalaksanaan pada pasien dengan
Peritonitis
1.2.7 Mahasiswa mampu mengetahui Pemeriksaan Penunjang yang
dibutuhkan untuk Peritonitis
1.2.8 Mahasiswa mampu mengetahui Komplikasi dari Peritonitis
1.2.9 Mahasiswa mampu membuat Asuhan Keperawatan pada Peritonitis
1.3 Manfaat
1.3.1 Agar mahasiswa mengetahui definisi Peritonitis
1.3.2 Agar mahasiswa mengetahui Klasifikasi Peritonitis
1.3.3 Agar mahasiswa mengetahui Etiologi Peritonitis
1.3.4 Agar mahasiswa mengetahui Patofisiologi Peritonitis
1.3.5 Agar mahasiswa mengetahui Manifestasi klinis Peritonitis
1.3.6 Agar mahasiswa memahami penatalaksanaan pada pasien dengan
Peritonitis
1.3.7 Agar mahasiswa mengetahui Pemeriksaan Penunjang yang dibutuhkan
untuk Peritonitis
1.3.8 Agar mahasiswa mengetahui Komplikasi dari Peritonitis
1.3.9 Agar mahasiswa dapat membuat Asuhan Keperawatan pada Peritonitis
28
BAB II
KONSEP MEDIS
2.1 Definisi
Peritonitis adalah inflamasi peritonium lapisan membran serosa rongga
abdomen dan meliputi viresela. biasanya, akibat dari infeksi bakteri:
organisme yang berasal dari penyakit saluran gastrointestinal atau pada wanita
dari organ reproduktif internal. (Brunner & Suddarth, 2002)
Peritonitis merupakan peradangan peritoneum (membrane serosa yang
melapisi rongga abdomen dan menutupi visera abdomen) yaitu penyakit
berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Keadaan ini
biasanya terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ abdomen (mis,
apendisitis, salpingitis), perforasi saluran cerna, atau dari luka tembus
abdomen. (Patofisiologi.2009)
2.2 Klasifikasi
Berdasarkan patogenesis peritonitis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Peritonitis bakterial primer
Merupakan peritonitis akibat kontaminasi bakterial secara hematogen pada
cavum peritoneum dan tidak ditemukan fokus infeksi dalam abdomen.
Penyebabnya bersifat monomikrobial, biasanya E. Coli, Sreptococus atau
Pneumococus. Peritonitis bakterial primer dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Spesifik: misalnya Tuberculosis
b. Non spesifik: misalnya pneumonia non tuberculosis dan Tonsilitis.
Faktor resiko yang berperan pada peritonitis ini adalah adanya malnutrisi,
keganasan intraabdomen, imunosupresi dan splenektomi.
Kelompok resiko tinggi adalah pasien dengan sindrom nefrotik, gagal
ginjal kronik, lupus eritematosus sistemik, dan sirosis hepatis dengan asites
28
2. Peritonitis bakterial akut sekunder (supurativa)
Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi tractusi
gastrointestinal atau tractus urinarius. Pada umumnya organisme tunggal tidak
akan menyebabkan peritonitis yang fatal. Sinergisme dari multipel organisme
dapat memperberat terjadinya infeksi ini. Bakteri anaerob, khususnya spesies
Bacteroides, dapat memperbesar pengaruh bakteri aerob dalam menimbulkan
infeksi.
Selain itu luas dan lama kontaminasi suatu bakteri juga dapat memperberat
suatu peritonitis. Kuman dapat berasal dari:
1) Luka/trauma penetrasi, yang membawa kuman dari luar masuk ke
dalam cavum peritoneal.
2) Perforasi organ-organ dalam perut, contohnya peritonitis yang
disebabkan oleh bahan kimia, perforasi usus sehingga feces keluar
dari usus.
3) Komplikasi dari proses inflamasi organ-organ intra abdominal,
misalnya appendisitis.
3. Peritonitis tersier
Peritonitis tersier, misalnya:
1) Peritonitis yang disebabkan oleh jamur.
2) Peritonitis yang sumber kumannya tidak dapat ditemukan.
Merupakan peritonitis yang disebabkan oleh iritan langsung, sepertii
misalnya empedu, getah lambung, getah pankreas, dan urine. (Selekta
Kapita Kedokteran.2000)
28
2.3 Etiologi
Peritonitis dapat disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen berupa
inflamasi dan penyulitnya misalnya perforasi appendisitis, perforasi tukak
lambung, perforasi tifus abdominalis. Ileus obstruktif dan perdarahan oleh
karena perforasi organ berongga karena trauma abdomen. (Selekta Kapita
Kedokteran.2000)
2. Infeksi bakteri
a) Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal
b) Appendisitis yang meradang dan perforasi
c) Tukak peptik (lambung/dudenum)
d) Tukak thypoid
e) Tukak disentri amuba/colitis
f) Tukak pada tumor
g) Salpingitis
h) Divertikulitis
3. Secara langsung dari luar.
a) Operasi yang tidak steril
b) Terkontaminasi talcum venetum, lycopodium, sulfonamida, terjadi
peritonitisyang disertai pembentukan jaringan granulomatosa sebagai
respon terhadap benda asing, disebut juga peritonitis granulomatosa
serta merupakan peritonitis lokal.
c) Trauma pada kecelakaan seperti rupturs limpa, ruptur hati
d) Melalui tuba fallopius seperti cacing enterobius vermikularis. Terbentuk
pula peritonitis granulomatosa.
4. Kuman yang paling sering ialah bakteri Coli, streptokokus alpha dan beta
hemolitik, stapilokokus aurens, enterokokus dan yang paling berbahaya
adalah clostridium wechii.
5. Secara hematogen sebagai komplikasi beberapa penyakit akut seperti
radang saluran pernapasan bagian atas, otitis media, mastoiditis,
glomerulonepritis. Penyebab utama adalah streptokokus atau pnemokokus.
28
2.4 Patofisiologi
Terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ abdomen, performa saluran
cerna, atau dari luka tembus abdomen. Sering menginfeksi organism yang
hidup dalam kolon yang menjakup Eschercia coli atau bacteroides.
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya
eksudat fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara
perlekatan fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan
sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila
infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrosa, yang kelak
dapat mengakibatkan obstuksi usus.
Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran
mengalami kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan
agresif, maka dapat menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator,
seperti misalnya interleukin, dapat memulai respon hiperinflamatorius,
sehingga membawa ke perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak
organ. Karena tubuh mencoba untuk mengkompensasi dengan cara retensi
cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk.
Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen
mengalami edema. Edema disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah
kapiler organ-organ tersebut meninggi. Pengumpulan cairan didalam rongga
peritoneum dan lumen-lumen usus serta oedem seluruh organ intra peritoneal
dan oedem dinding abdomen termasuk jaringan retroperitoneal menyebabkan
hipovolemia. Hipovolemia bertambah dengan adanya kenaikan suhu, masukan
yang tidak ada, serta muntah.
Terjebaknya cairan di cavum peritoneum dan lumen usus, lebih lanjut
meningkatkan tekanan intra abdomen, membuat usaha pernapasan penuh
menjadi sulit dan menimbulkan penurunan perfusi.
Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum
atau bila infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan
perkembangan peritonitis umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul
28
ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan
elektrolit hilang kedalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok,
gangguan sirkulasi dan oliguria. Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-
lengkung usus yang meregang dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan
usus dan mengakibatkan obstruksi usus.
28
2.6 Pemeriksaan Penunjang
1. Tes laboratorium
GDA : alkalosis respiratori dan asidosis mungkin ada
SDP meningkat kadang-kadang lebih besar dari 20.000
SDM mungkin meningkat, menunjukkan hemokonsentrasi
Hemoglobin dan hematokrit mungkin rendah bila terjadi
kehilangan darah.
2. Protein/albumin serum : mungkin menurun karena penumpukkan
cairan (diintra abdomen)
3. Amilase serum : biasanya meningkat
4. Elektrolit serum : hipokalemia mungkin ada
5. X-ray
Foto polos abdomen 3 posisi (anterio, posterior, lateral)
Foto dada : dapat menyatakan peninggian diagfragma
Parasentesis : contoh cairan peritoneal dapat mengandung
darah, pus/eksudat,emilase, empedu dan kretinum.
CT abdomen dapat menunjukkan pembentukkan abses.
2.7 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
a. Terapi antibiotika harus diberikan sesegera diagnosis peritonitis bakteri
dibuat. Antibiotik berspektrum luas diberikan secara empirik, dan
kemudian dirubah jenisnya setelah hasil kultur keluar. Pilihan
antibiotika didasarkan pada organisme mana yang dicurigai menjadi
penyebab. Antibiotika berspektrum luas juga merupakan tambahan
drainase bedah. Harus tersedia dosis yang cukup pada saat pembedahan,
karena bakteremia akan berkembang selama operasi.
b. Pembuangan fokus septik atau penyebab radang lain dilakukan dengan
operasi laparotomi. Insisi yang dipilih adalah insisi vertikal digaris
tengah yang menghasilkan jalan masuk ke seluruh abdomen dan mudah
dibuka serta ditutup. Jika peritonitis terlokalisasi, insisi ditujukan diatas
tempat inflamasi. Tehnik operasi yang digunakan untuk mengendalikan
28
kontaminasi tergantung pada lokasi dan sifat patologis dari saluran
gastrointestinal. Pada umumnya, kontaminasi peritoneum yang terus
menerus dapat dicegah dengan menutup, mengeksklusi, atau mereseksi
viskus yang perforasi.
c. Lavase peritoneum dilakukan pada peritonitis yang difus, yaitu dengan
menggunakan larutan kristaloid (saline). Agar tidak terjadi penyebaran
infeksi ketempat yang tidak terkontaminasi maka dapat diberikan
antibiotika ( misal sefalosporin ) atau antiseptik (misal povidon iodine)
pada cairan irigasi. Bila peritonitisnya terlokalisasi, sebaiknya tidak
dilakukan lavase peritoneum, karena tindakan ini akan dapat
menyebabkan bakteria menyebar ketempat lain.
d. Drainase (pengaliran) pada peritonitis umum tidak dianjurkan, karena
pipa drain itu dengan segera akan terisolasi/terpisah dari cavum
peritoneum, dan dapat menjadi tempat masuk bagi kontaminan eksogen.
Drainase berguna pada keadaan dimana terjadi kontaminasi yang terus-
menerus (misal fistula) dan diin dikasikan untuk peritonitis terlokalisasi
yang tidak dapat direseksi.
2. Penatalaksanaan Non medis
a. Tirah baring dalam posisi Fowler
Posisi Fowler (setengah duduk) adalah posisi tidur pasien dengan
kepala dan dada lebih tinggi dari pada posisi panggul dan kaki. Pada
posisi semi fowler kepala dan dada dinaikan dengan sudut 30-45°
sedangkan pada posisi higt fowler,posisi kepala dan dada dinaikan
hingga 45-80°. Posisi ini digunakan untuk pasien yang mengalami
masalah pernafasan dan pasien dengan gangguan jantung.
b. Therapy umum
1) Istirahat
- Tirah baring dengan posisi fowler
- Penghisapan nasogastrik, kateter
2) Diet
- Cair → nasi
28
- Diet peroral dilarang
3) Medikamentosa
- Obat pertama
Cairan infus cukup dengan elektrolit, antibiotik dan vitamin
- Obat alternatif
Narkotika untuk mengurangi penderitaan pasien
Sinar X dada dapat menunjukan udara dan kadar cairan serta lengkung
usus yang terdistensi. Pemindahan CT Abdomen dapat menunjukan
pembentukan abses. Aspirasimperitoneal dan pemeriksaan kultur serta
sensitivitas cairan teraspirasi dapat menunjukan infeksi dan
mengidentifikasi organisme penyebab.
28
2.9 Komplikasi
Komplikasi dapat terjadi pada peritonitis bakterial akut sekunder,
dimana komplikasi tersebut dapat dibagi menjadi komplikasi dini dan lanjut,
yaitu : (chushieri)
1. Komplikasi dini
a. Septikemia dan syok septic
Septikemia adalah suatu keadaan dimana terdapatnya multiplikasi
bakteri dalam darah (bakteremia), dan syok septic adalah suatu
keadaan dimana tekanan darah turun sampai tingkat yang
membahayakan nyawa sebagai akibat dari sepsis. Syok septik terjadi
akibat racun yang dihasilkan oleh bakteri tertentu dan akibat
sitokinesis (zat yang dibuat oleh sistem kekebalan untuk melawan
suatu infeksi).
b. Syok hipovolemik
Syok hipovolemik merupakan kondisi ketidakmampuan jantung
memasok darah yang cukup ke seluruh tubuh akibat volume darah
yang kurang.
c. Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan
kegagalan multi system
d. Abses residual intraperitoneal
e. Portal Pyemia (misal abses hepar)
2. Komplikasi lanjut
a. Adhesi
b. Obstruksi intestinal rekuren
Obstruksi Intestinal (Ileus) adalah gangguan pasase dari isi usus akibat
sumbatan sehingga terjadi penumpukkan cairan dan udara di bagian
proksimal dari sumbatan tersebut. Akibat sumbatan tersebut, terjadi
peningkatan tekanan intraluminer dan terjadi gangguan resorbsi usus
serta meningkatnya sekresi usus. Ditambah adanya muntah akibat
suatu refluks obstruksi maupun karena regurgitasi dari lambung yang
penuh mengakibatkan terjadi dehidrasi, febris dan syok
28
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1) Data Demografi :
Nama, umur : sering terjadi pada usia tertentu jenis kelamin, status
perkawinan, agama, suku/bagsa, pendidikan, pekerjaan, alamat, nomor,
register, keluhan utama pasien, riwayat penyakit terdahulu dan riwayat
penyakit sekarang.
2) Pemeriksaan fisik
a) Aktivitas/ Istirahat
b) Eliminasi
Gejala : Ketidakmampuan defekasi dan flatus. Diare (kadang-kadang)
Tanda : Cegukan, distensi abdomen, abdomen diam. Penurunan
haluaran urin, warna gelap.
Penurunan/tak ada bising usus (ileus); bunyi keras hilang timbul, bising
usus kasar (obstruksi); kekakuan abdomen, nyeri tekan.
Hiperresonan/timpani (ileus); hilang suara pekak di atas hati (udara
bebas dalam abdomen).
c) Makanan/ Cairan
Gejala : Anoreksia, mual/muntah; haus.
Tanda : Muntah proyektil.
Membrane mukosa kering, lidah bengkak, turgor kulit buruk
d) Nyeri/ Ketidaknyamanan
e) Interaksi Sosial
28
f) Pemeriksaan Laboratorium
28
3.3 Intervensi Keperawatan dan Rasional
Rencana Perawatan
Dx Keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
Rasional
(NOC) (NIC)
28
1.Nyeri Akut (00132) Paint Level Paint Management Paint Management
Domain 12 : kenyamanan Paint control 1. Kaji nyeri secara 1. dapat mempermudah dalam
Kelas 1 : Kenyamanan fisik Comfort level komprehensif termasuk penegakan diagnostik yang
lokasi, karakteristik, durasi, tepat dan menemukan
Tujuan : Setelah dilakukan
Definisi : pengalaman sensori dan frekuensi, kualitas dan abnormalitas.
tindakan keperawatan selama …
emosional yang tidak menyenangkan faktor presipitasi.
x24 jam Nyeri akut dapat diatasi
yang muncul akibat kerusakan 2. Observasi reaksi nonverbal 2. menemukan adanya
dengan
jaringan yang actual atau potensial dari ketidaknyamanan abnormalitas pada klien
atau di gambarkan dalam hal Kriteria Hasil : yang mngakibatkan
kerusakan sedemikian rupa ketidaknyamanan
(international association for the study 1. Tanda-Tanda vital dalam 3. gunakan teknik komunikasi 3. agar memperrmudah dalam
of paint) : awitan yang tiba-tiba atau rentang normal terapeutik untuk mengetahui pemeriksaan dan
lambat dari intensitas ringan hingga 2. Mampu mengontrol nyeri pengalaman nyeri pasien menganalisis keluhan klien.
berat dengan akhir yang dapat di 3. Melaporkan bahwa 4. kaji kultur yang 4. menemkan kelainan atau
antisipasi atau diprediksi berlangsung nyeri berkurang dengan mempengaruhi respon nyeri penyebab nyeri yang
28
< 6 bulan. menggunakan manajemen dirasakan klien
nyeri 5. evaluasi pengalaman nyeri 5. mempermudah dalam
Batasan karakteristik : 4. Mampu mengenali nyeri masa lampau pemeriksaan lanjutan atau
1. Perubahan selera makan (skala, intensitas, frekuensi mengetahui letak nyeri yang
2. Perubahan tekanan darah dan tanda nyeri) timbul yang pernah
3. Perubahan frekuensi jantung 5. Menyatakan rasa nyaman terjadpada masa lampau.
4. perubahan frekuensi jantung setelah nyeri berkurang 6. evaluasi bersama klien dan 6. mempermudah dalam
5. perubahan frekuensi pernapasan tim kesehataan lain tentang penaganan lanjutan jika
6. Diaforesis ketidakefektifan kontrol terjadi ketidakefektisan
7. perilaku distraksi (mis, berjalan nyeri masa lampau. kontrol nyeri.
mondar-mandir mencari orang lain 7. bantu klien dan keluarga 7. membantu dalam proses
atau aktivitas lain yang berulang) untuk mencari dan penyembuhan nyeri pada
8. mengekspresikkan perilku (mis, menemukan dukungan klien dengan adanya
gelisah, merengek, menangis) dukungan yang dapat
9. masker wajah (mis, mata kurang menangani nyeri klien.
bercahaya, tampak kacau, gerakan 8. kontrol lingkungan yang 8. membantu klien agar tetap
mata berpencar atau tetap pada satu dapat mempengaruhi nyeri dalam keadaan nyaman dan
fokus meringis) seperti suhu ruangan, membantu dalam proses
10. sikap melindungi area nyeri pencahayaan dan penyembuhan.
28
11. fokus menyempit (mis, gangguan kebisingan.
persepsi nyeri, hambatan proses 9. pilih dan lakukan 9. agar mempermudah dalam
berpikir, penurunan interaksi penanganan nyeri proses penyembuhan klien
dengan orang dan lingkungan) (farmakologi, dan non atau mengatasi nyeri pada
12. indikasi nyeri yang dapat diamati farmakologi dan klien.
13. perubahan posisi untuk interpersonal)
menghindari nyeri 10. evaluasi keefektifan 10. melihat adanya
14. sikap tubuh melindungi kontrol nyeri perkembangan klien dalam
15. dilatasi pupil mengatasi atau mengontrol
16. melaporkan nyeri secara verbal nyeri.
17. gangguan tidur 11. Kolabaorasi dengan dokter 11. Dapat mempermudah dalam
Faktor yang berhubungan : jika ada keluhan dan melakukan pemeriksaan
1. Agens cedera (mis, biologis, zat tindakan nyeri tidak kembali menngenai maslah
kimia) berhasil. nyeri yang belum teratasi.
2. fisik dan psikologis
Analgesic Administration Analgesic Administration
1. tentukan lokasi, 1. agar dapat membatu klien
karakteristik,kualitas, dalam proses penyembuhan.
dan derajat nyeri
28
sebelum pemberian
obat.
2. cek instruksi dokter 2. agar mengurangi adanya
tentang jenis obat, dosis, kesalahan dalam pemberian
dan frekuensi. obat.
3. cek riwayat alergi 3. mengetahui adanya alergi
obat pada klien.
4. plih analagesik yang 4. membatu dalam pemilihan
diperlukan atau obat yang berpengaruh
kombinasi dari pada klien sehingga nyeri
analgesik ketika dapat di netralisir pada saat
pemberian lebih dari pembearian lebih dari satu
satu. obat.
5. tentukan pilihan 5. membantu proses
analgesik tergantung peneebatkanan nyeri pada
tipe dan beratnya nyeri klien pada saat nyeri timbul.
6. monitor vital sign 6. melihat adanya
sebelum dan sesudah abnormalitas pada klien
pemberian analgesik pada saat pemberian obat
28
pertama kali sebelum dan sesudah
pertama kali.
7. berikan analgesik tepat 7. membantu klien pada saat
waktu terutama saat penyembuhan atau pada
waktu nyeri hebat saat nyeri hebat.
8. evaluasi efektifitas 8. melihat apakah obat nyeri
analgesik,tandadan yang diberikan pada klien
gejala. efektif atau tidak pada tanda
dan gejala yang timbul.
28
2.Hipertermia (00007) Thermoregulation Fever Treatment Fever Treatment
Domain 11 : Keamanan/ 1. Monitor suhu sesering 1. Menjaga agar suhu pasien
Tujuan : Setelah dilakukan
Perlindungan mungkin tetep dalam keadaan stabil.
tindakan keperawatan selama …
Kelas 6 : Termoregulasi 2. Monitor IWL 2. Menjaga agar cairan dalam
x24 jam Hipertermia dapat
tubuh klien tetap dalam
diatasi dengan
Definisi : Peningkatan suhu tubuh di keadaan stabil.
atas kisaran normal Kriteri Hasil : 3. Monitor warna dan suhu kulit 3. Menjaga apabila ada
abnormalitas yang terjadi
1. Suhu tubuh dalam rentang pada warna dan suhu kulit
Batasan Karakteristik : normal klien.
1. Konvulsi 2. Nadi dan RR dalam rentang 4. Monitor tekanan darah, nadi 4. Menjaga apabila ada
2. Kulit kemerahan normal dan RR kelainan atau abnormalitas
3. Peningkatan suhu tubuh di atas 3. Tidak ada perubahan warna pada TTV.
kisaran normal kulitb dan tidak ada pusing 5. Monitor WBC, HB, dan Hct 5. Menjaga WBC, Hb, dan
4. Kejang Hct tetap dalam keadaan
5. Takikardi normal.
6. Takipnea 6. Berikan anti piretik 6. Mejaga klien agar tetap
7. Kulit terasa hangat dalam keadaan suhu
normal.
28
Faktor yang berhubungan: Temperature Regulation Temperature Regulation
1. Anastesia 1. Monitor tanda-tanda 1. Mencegah apbila terjadi
2. Penurunan respirasi hipertermi dan hiportermi hipetermi dan hipotermi.
3. dehidrasi 2. Selimuti pasien untuk 2. Menjaga agar suhu klien
4. pemajanan lingkungan yang panas mencegah hilangnya tetap dalam keadaan
5. penyakit kehangatan tubuh normal.
6. pemakaian pakaian yang tiak
sesuai dengan suhu lingkungan Vital Sign Monitoring Vital Sign Monitoring
7. peningkatan laju metabolisme 1. Monitor TD, Nadi, suhu dan 1. Menjaga agar TTV klien
8. medikasi RR tetap dalam keadaan
9. trauma normal.
10. aktivitas berlebihan 2. Monitor VS saat klien 2. Mejaga VS klien tetap
berbaring, duduk atau berdiri dalam keadaan normal pada
saat berbaring,duduk atau
berdiri.
3. Monitor TD, Nadi, RR 3. Mejaga TTV klien
Sebelum, selama dan setelah sebelum,selama dan setelah
aktivitas aktivitas agar tetap dalam
keadaan stabil.
28
3.Ketidakseimbangan nutrisi Nutrition Management Nutrition Management
kurang dari kebutuhan tubuh Nutritional Status : food and 1. Kaji adanaya alergi makanan. 1. Melihat adanya alergi makanan
(00002) fruit 2. Kolaborasi dengan ahli gizi pada klien.
Domain 2 : Nutrisi Intake untuk menentukan jumlah 2. Menentukan kebutuhan gizi
Kelas 1 : Makan Nutritional status : Nutrient kalori dan nutrisi yang yang sesuai pada klien.
intake dibutuhkan klien.
Definisi : Asupan nutrisi tidak cukup Weight Control 3. Yakinkan diet yang dimakan 3. Memperbaiki Diet yang
untuk memenuhi kebutuhan metabolik mengandung tinggi serat dijalankan klien agar
Tujuan : Setelah dilakukan
untuk mencegah konstipasi. mengonsumsi makanan yang
tindakan keperawatan selama …
Batasan Karakteristik : mengandung tinggi serat untuk
x24 jam Ketidakseimbangan
1. Kram Abdomen mecegah kelainan seperti
nutrisi kurang dari kebutuhan
2. Nyeri abdomen konstipasi.
tubuh dapat diatasi dengan
3. Menghindari makanan 4. Berikan makanan yang 4. Memperbaiki gizi klien agar
4. Berat badan 20% atau lebih di Kriteria Hasil : mengandung gizi tinggi, abnormalitas yang terjadi dapat
bawah berat badan ideal (sudah di konsulatsikan pada teratasi.
5. Kerapuhan kapiler 1. Peningkatan berat badan ahli gizi).
6. Diare sesuai dengan tujuan. 5. Ajarkan klien bagaimana 5. Meningkatakan gizi klien
7. Kehilangn rambut berlebihan 2. Menunjukkan peningkatan membuat catatan makanan dengan membuat catatan
8. Bising usus hiperaktif fungsi pengecapan darn harian. makanan harian agar kebutuhan
28
9. Kurang makanan menelan. gizi klien teratasi.
10. Kurang informasi 3. Mampu mengidentifikasi 6. Monitor jumlah nutrisi dan 6. Menjaga jumlah nutrisi dan
11. Kurang minat pada makanan kebutuhan nutrisi kandungan kalori. kalori agar tetap dalam keadaan
12. Penurunan berat badan dengan 4. Tidak terjadi penurunan berat normal.
asupan makanan adekuat badan yang berarti 7. Berikan informasi tentang 7. agar klien mampu memahami
13. Kesalahan konsepsi kebutuhan nutrisi. kebutuhan nutrisinya.
14. Kesalahan informasi 8. Kaji kemampuan klien untuk
15. Membran mukosa pucat mendapatkan nutrisi yang 8. melihat apakah klien sudah
16. Ketidakmampuan memakan diperlukan. mampu dalam menangani
makanan kebutuhan nutrisinya.
17. Tonus otot menurun Nutrition Monitoring Nutrition Monitoring
18. Mengeluh gangguan sensasi rasa 1. BB klien dalam batas normal 1. Mejaga BB klien agar tetap
19. Mengeluh asupan makanan kurang dan Monitor adanya dalam
dari RDA (Recommended daily penurunan BB 2. Melihat adanya interaksi yang
allowance) 2. Monitor interaksai anak atau terjadi pada anak atau orang tua
20. Cepat kenyang setelah makan orang tua selama makan. selama makan.
21. Sariawan rongga mulut 3. Monitor lingkungan selama 3. Dapat menemukan abnormalitas
22. Steatorea makan keadaan normal yang terjadi
23. Kelemahan otot pengunyah pada klien selama makan dan
28
24. Kelemahan otot untuk menelan pengaruh lingkunagan sekitar
yang ditimbulkan.
Faktor yang berhubungan : 4. Monitor mual dan muntah. 4. Dapat menemukan
1. Faktor biologis Abnormalitas yang terjadi pada
2. Faktor ekonomi klien jika klien mengalami mual
3. Ketidakmampuan untuk 5. Monitor pertumbuhan dan dan muntah.
mengabsorbsi nutrient perkembangan . 5. Melihat adanya pertumuhan dan
4. Ketidakmampuan untuk mencerna perkembangan pada klien
makanan setelah dilakuakan tindakan atau
5. Ketidakmampuan menelan penanganan.
makanan 6. Catat adanya edema, 6. Dapat menemukan
6. Faktor psikologis hipermik, hipertonik papila Abnormalitas yang terjadi pada
lidah dan cavitas oral. saat terjadi edema, hipermik,
hipertonik papila lidah dan
cavitas oral.
28
4.(00011) Konstipasi
Bowel elimination
Domain 3: Eliminasi dan Constipation/ impaction Constipation/ impaction
Hydration
pertukaran Management Management
Kelas 2 : Fungsi gastrointestinal Tujuan : Setelah dilakukan 1. monitor tanda dan gejala 1. Menjaga klien jika tanda
28
6. penurunan frekuensi frekuensi, bentuk, volume
7. penurunan volume feses dan warna
8. distnsi abdomen 7. konsultasikan dengan dokter 7. menjaga klien jika terjadi
9. rasa tekanan rektal tenteang penurunan atau penurunan atau frekuensi bising
10. keletihan umum kenaikan frekuensi bising usus terjadi.
11. feses keras dan berbentuk usus
12. sakit kepala 8. pantau tanda-tanda dan 8. dapat mencegah terjadinya
13. bising usus hiperaktif gejala pecahnya usus dan pecahnya usus dan melakuakn
14. bising usus hiporaktif atau peritonitis pencegahan.
15. peningkatan tekanan abdomen 9. jelaskan etiologi masalah 9. membatu klien untuk
16. tidak dapat makan atau mual dan pemikiran untuk mengetahui penyebab dan tindakan
17. nyeri pada saat defekasi tindakan untuk pasien apa yang akan dilakukan.
18. tidak dapat mengeluarkan feses
19. muntah 10. mendorong meningkatkan 10. Membantu klien dalam
asupan cairan pemenuhan cairan .
Faktor yang berhubungan : 11. evaluasi profil obat untuk 11. Melihat adanya alergi obat
1. Fungsional : efek samping atau efek smping yang ditimbulkan
1.) kelemahan otot abdomen gastroinstentinal. obat pada klien.
2.) kebiasaan mengabaikan
28
dorongan defekasi 12. anjurkan klien atau keluarga 12. Melihat adanya
3.) kurang aktivitas fisik klien untuk mencatat warna, abnormalitas pada klien mengenai
4.) kebiasaan defekasi tidak teratur volume, frekuensi dan volume, frekuensi, dan konsistensi
2. Psikologis : konstitensi tinja tinja.
1.) Depresi, srres emosi 13. Agar pasien mampu
3. Farmakologis : 13. ajarkan pasien atau keluarga menjaga pola asupan nutrisi.
1.) Anti depresan bagaimana untuk menjaga 14. agar masalah klien dapat
2.) diuretik, garam besi buku harian makanan teratasidengan adanya asupan serat
3.) penyalahgunaan laksatif 14. anjurkan pasien dan yang tinggi.
4.) simpatomimemik keluarga untuk diet tinggi 15. agar klien dan keluarga
4. Mekanis : serat dapat memahami sistem proses
1.) Ketidakseimbangan elektrolit 15. ajarkan pasien atau keluarga pencernaan normal dan dapat
2.) kemoroid tentan proses pencernaan melihat adnya abnormalitas.
3.) Obesitas yang normal
4.) obstruksi pasca bedah
5.) abses rektal
6.) tumor
5. Fisiologis :
1.) perubahan pola makan
28
2.) perubahan makanan
3.) penurunan motilitas straktus
gastrointestinal
4.) dehidrasi
5.) ketidakadekuatan hygen oral
6.) asupan serat tidak cukup
7.) asupan cairan tidak cukup
8.) kebiasaan makan buruk
28
Faktor resiko : pemberian IV.
Kriteria Hasil
1. defisiensi volume cairan 5. monitor status nutrisi 5. agar status nutrisi klien
2. diare 1. tidak ada tanda dehidrasi tetap dalam rentan normal.
3. disfungsi endokrin 2. tekanan darah, nadi, suhu 6. Agar intake Oral tetap
6. dorong masukan oral
4. gangguan mekanisme regulasi dalam batasan normal dalam keadaan stabil.
5. efek samping obat 3. elastis turgor kulit baik,
7. monitor respon klien
6. muntah membran mukosa lembab 7. melihat adanya respon
terhadap penambahan
dan tidak ada rasa haus yang kliean terhadap
cairan
berlebihan penambahan cairan.
8. monitor berat badan
8. Melihat adanya
abnormalitas yang terjadi.
28
DAFTAR PUSTAKA
28