Anda di halaman 1dari 58

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ACUTE CORONARY

SYNDROME DENGAN PROSEDUR KATETERISASI JANTUNG :


PERCUTANEOUS CORONARY INTERVENTION (PCI)

Oleh :

Sairomaito Harahap 237046005

Dosen Pembimbing
Mula Tarigan, S.Kp., M.Kes., Ph.D

FAKULTAS KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2024
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis saya panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’la, dengan berkat

dan rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Asuhan Keperawatan pada

Pasien Acute Coronary Sindrome dengan Prosedur Kateterisasi Jantung : Percutaneous Coronary

Intervention (PCI).

Pada kesempatan ini saya menyampaikan rasa hormat dan ucapan terimakasih kepada

Bapak Mula Tarigan, S.Kp., M.Kes., Ph.D selaku dosen pembimbing, yang telah memberikan

waktu dan pengajaran dan bimbingan dalam mata kuliah ini. Makalah ini merupakan tugas mata

kuliah keperawatan medikal bedah lanjut I dan semoga memberikan manfaat bagi penyusun dalam

mata kuliah ini.

Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, karena itu penulis

mengharapkan kritik dan saran untuk kesempurnaannya. Saya berharap makalah ini nantinya

bermanfaat untuk kemajuan ilmu pengetahuan khususnya profesi keperawatan.

Medan, Maret 2024


Penulis

(Sairomaito Harahap)

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar………………………………………………………………………. i
Daftar Isi …………………………………………………………………………….. ii
Bab I PENDAHULUAN …………………………………………………………… 1
1.1 Latar Belakang ……………………………………………………………… 1
1.2 Tujuan Penulisan ……………………………………………………………. 3
1.3 Manfaat Penulisan …………………………………………………………… 3
Bab II LANDASAN TEORI ……………………………………………………….. 4
2.1 Konsep Sindrom Koroner Akut ……………………………………………… 4
2.2 Konsep Keperawatan ………………………………………………………… 10
2.3 Evidance Base Nursing ………………………………………………………. 35
Bab III KASUS DAN ASUHAN KEPERAWATAN ……………………………….. 39
3.1 Pengkajian …………………………………………………………………… 39
3.2 Analisa Data …………………………………………………………………. 41
3.3 Asuhan Keperawatan ………………………………………………………… 42
Bab IV PEMBAHASAN ……………………………………………………………... 48
4.1 Pengkajian …………………………………………………………………….. 48
4.2 Diagnosa Keperawatan ………………………………………………………... 48
4.3 Intervensi/Implementasi ………………………………………………………. 49
4.5 Evaluasi ……………………………………………………………………….. 50
Bab V KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………………………….. 52
5.1 Kesimpulan ……………………………………………………………………. 52
5.2. Saran…………………………………………………………………………… 52
Daftar Pustaka

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Data Riskesdas kementerian kesehatan RI menunjukkan prevalensi penyakit
kardiovaskular seperti hipertensi meningkat dari 25,8% pada tahun 2013 menjadi 34,1% pada
tahun 2018. Data Riskesdas 2018 juga melaporkan bahwa prevalensi penyakit jantung
berdasarkan diagnosis dokter di Indonesia mencapai 1,5%, dengan prevalensi tertinggi
terdapat di Provinsi Kalimantan Utara 2,2%, DIY 2%, Gorontalo 2%. Jenis penyakit
kardiovaskuler yang lebih spesifik sebagai penyebab kematian di seluruh dunia adalah
penyakit jantung coroner (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2019).
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
secara konsisten menunjukkan bahwa penyakit jantung dan pembuluh darah masih merupakan
penyebab utama kematian di negara kita dan seluruh dunia. Prevalensi penyakit jantung di
Indonesia sekitar 7.2% (Riskesdas 2007) dan angka ini diperkirakan akan terus naik seiring
dengan meningkatnya prevalensi faktor risiko, seperti hipertensi dan obesitas. Hal ini
mendorong perhatian besar terhadap penyediaan pelayanan kesehatan di bidang jantung dan
pembuluh darah dan salah satu wujudnya adalah dengan menambah jumlah kateterisasi
jantung di rumah sakit yang memadai di seluruh Indonesia. Di satu pihak, meningkatnya
jumlah kateterisasi jantung diharapkan mampu memperbaiki akses masyarakat terhadap
pelayanan kesehatan jantung dan pembuluh darah yang berkualitas, namun di lain pihak perlu
diingat bahwa teknologi ini perlu dipantau dan diatur dengan baik dan berkesinambungan.
Tindakan kateterisasi yang dilakukan sesuai kaidah dapat menolong nyawa dan memperbaiki
kualitas hidup seseorang yang memiliki penyakit jantung dan pembuluh darah, tetapi tindakan
kateterisasi jantung dan pembuluh darah juga memiliki risiko serius bahkan dapat
menyebabkan kematian. Dengan jaminan kualitas yang baik, angka kejadian risiko dapat
ditekan sampai di bawah 2%. Hal lain yang perlu menjadi perhatian adalah penggunaan sarana
radiologi sinar X sebagai suatu yang tidak dapat dipisahkan dari penyelenggaraan Kateterisasi
jantung sehingga keamanan terhadap radiasi merupakan salah satu pertimbangan utama dalam
penyelenggaraannya (Munawar et al., 2018)

1
Tindakan kateterisasi dimulai pada tahun 1929, seorang dokter berkebangsaan Jerman,
Werner Forssmann, melakukan percobaan pada dirinya sendiri dengan memasukan selang
kateter urin ke pembuluh darah lengan kirinya hingga mencapai jantung. Andre Frederic
Cournand dan Dickinson W. Richards, dua dokter dari Amerika Serikat, kemudian
menyempurnakan teknik kateterisasi tersebut menjadi alat untuk menilai fungsi kinerja pompa
jantung pada pasien dengan penyakit jantung. Ketiganya mendapatkan penghargaan Nobel di
bidang kesehatan pada tahun 1956 atas penemuan ini (Pramudita, 2022).
Kateterisasi jantung memiliki dua macam indikasi, yaitu indikasi diagnostik, seperti pada
diagnosa penyakit jantung bawaan, penyakit jantung koroner, dan gagal jantung, serta
indikasi terapeutik seperti pada tatalaksana gangguan katup jantung dan aritmia (Munawar et
al., 2018).
Acute Corony Syndrome atau Sindroma Koroner Akut membutuhkan pertolongan segera
pada fase gawat darurat yang ditandai dengan adanya ST-elevasi myocardial infarc (STEMI),
Non ST-elevasi myocardial infarc (NSTEMI) dan Angina Pectoris Tidak Stabil. (Nolan & Wei,
2009) mengatakan Premary percuteaneous coronary intervention (PCI) merupakan tindakan
yang paling efektif bagi pasien-pasien dengan Acute Coronary Syndrome (ACS) yang dapat
meningkatkan prognosis dan meminimalisasi waktu perawatan di rumah sakit.
Intervensi medis berupa tindakan percutaneous coronary intervention (PCI) pada pasien
ACS tidak mengurangi factor resiko penyebab penyakit arteri coroner dan didapati pasien
masih dalam risiko tinggi kembali mengalami ACS, dimana ditemukan data rata-rata angka
readmisi sebesar 16% (Piepoli MF, Hoes AW, Agewall S, et al. 2016). Ketaatan mengikuti
program rehabilitasi kardiovaskuler terutama perubahan perilaku pasien seperti : diet, latihan
(exercise) dan berhenti merokok setelah ACS sangat signifikan menurunkan risiko
berulangnya kegawatdaruratan kardiovaskuler. (Yusuf et al, 2004). Karena itu tindakan PCI
harus dilengkapi dengan tindakan pencegahan lanjutan yang termasuk didalamnya modifikasi
gaya hidup dan stratifikasi risiko untuk mengoptimalkan program terapi medis (Qin et al.,
2021).
(Meng et al., 2022) menyebutkan bahwa gagal jantung akut, sering berhubungan dengan
tingginya mortalitas, mengarah pada biaya pelayanan kesehatan yang besar, penurunan
aktifitas fisik individual, kesejahteraan mental dan kualitas hidup dengan latihan sejak awal
dinyatakan aman dan efektif dalam memperbaiki symptom pada kasus penyakit jantung kronis.

2
(Dalal et al., 2021) dalam sebuah artikel ilmiah mengatakan ada keterbatasan bukti ilmiah
pada pasien dengan transplantasi jantung dan bantuan peralatan ventricular, post operasi katup
jantung (open dan percutaneous), kasus-kasus kelainan jantung kongenital pada remaja dan
dewasa serta pada kasus atrial fibrilasi.
Pada akhirnya pasien akan menjalani perawatan sesuai pathway yang diharapkan,
mengurangi lama rawat di rumah sakit dan tentunya mengurangi biaya perawatan. Pemberian
asuhan keperawatan yang sesuai dengan masalah dan kebutuhan pasien paska tindakan PCI
salah satunya adalah monitoring hemodinamik, monitoring intake dan output, memperbaiki
ekspansi paru dan oksigenasi pasien. Hal inilah yang membutuhkan peran penting perawat
untuk melakukan asuhan keperawatan secara komprehensif. Keseluruhan aspek perlu dikaji,
dimonitor dan dievaluasi. Setiap intervensi yang diberikan harus dilakukan evaluasi secara
menyeluruh. Kerjasama interdisipliner diperlukan untuk dapat memberikan asuhan yang
terbaik dan maksimal kepada pasien.

1.2 Tujuan Penulisan


Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan
pada pasien acute coronary syndrome dengan prosedur kateterisasi jantung : percutaneous
coronary intervention (PCI).

1.3 Manfaat Penulisan


- Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan referensi dalam meningkatkan ilmu asuhan keperawatan pada pasien acute
coronary syndrome dengan prosedur kateterisasi jantung : percutaneous coronary
intervention (PCI).
- Bagi Keperawatan
Sebagai bahan masukan informasi dalam membantu perawat menetapkan intervensi yang
tepat pada pasien acute coronary syndrome dengan prosedur kateterisasi jantung :
percutaneous coronary intervention (PCI).

3
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. Konsep Sindrom Koroner Akut


Sindrom koroner akut (ACS) adalah situasi yang muncul ditandai dengan akut onset
iskemia miokard yang mengakibatkan kematian miokard (miokard infark). Spektrum ACS
termasuk unstable angina, NSTEMI, dan ST-segmen elevasi infark miokard (STEMI).

2.1.1 Patofisiologi
Pada unstable angina, berkurangnya aliran darah di arteri koroner, sering
disebabkan oleh pecahnya plak aterosklerotik. Gumpalan mulai terbentuk di atas coroner lesi,
tetapi arteri tidak sepenuhnya tersumbat. Ini adalah situasi akut yang dapat mengakibatkan
nyeri dada dan gejala lain yang dapat disebut sebagai preinfark angina karena pasien
kemungkinan akan mengalami MI jika intervensi yang cepat tidak dilakukan.
Dalam MI, ruptur plak dan pembentukan trombus menghasilkan oklusi arteri,
menyebabkan iskemia dan nekrosis miokardium yang dipasok oleh arteri itu. vasospasme
(penyempitan tiba-tiba) arteri koroner, penurunan suplai oksigen (misalnya kehilangan darah
akut, anemia, atau tekanan darah rendah), dan peningkatan kebutuhan oksigen (misalnya,
denyut jantung yang cepat, tirotoksikosis, atau konsumsi kokain) penyebab MI lainnya.
Dalam setiap kasus, terjadi ketidakseimbangan antara pasokan dan permintaan oksigen
miokard.
EKG 12-lead mengidentifikasi jenis dan lokasi MI, indicator EKG lainnya, seperti
gelombang Q dan riwayat pasien mengidentifikasi waktunya. Terlepas dari lokasi lokasinya,
tujuan terapi medis adalah untuk meredakan gejala, mencegah atau meminimalkan kematian
jaringan miokard dan mencegah komplikasi.

2.1.2 Manifestasi Klinis


Nyeri dada yang terjadi tiba-tiba dan berlanjut meskipun istirahat dan pemberian obat-
obatan merupakan gejala yang muncul pada pada sebagian besar pasien dengan ACS. Pasien
dapat merasakan kombinasi gejala, termasuk nyeri dada, sesak napas, gangguan pencernaan,
mual, dan kecemasan. Kulit teraba dingin, pucat dan lembab. Detak jantung dan pernapasan

4
lebih cepat dari biasanya. Tanda dan gejala ini, disebabkan oleh stimulasi system saraf
simpatik, mungkin akan terasa singkat atau menetap (Kraemer, 2022).

2.1.3 Penilaian dan Temuan Diagnostik


Diagnosis ACS umumnya didasarkan pada gejala yang muncul, EKG 12-lead dan tes
laboratorium (misalnya, biomarker jantung) dilakukan untuk memperjelas apakah pasien
unstable angina, NSTEMI, atau STEMI (Ibanez et al., 2018). Prognosis tergantung pada
tingkat keparahan kerusakan arteri coroner, letak dan luasnya kerusakan miokard.
Pemeriksaan fisik selalu dilakukan, tetapi pemeriksaan saja tidak memastikan diagnosis.

Riwayat Pasien
Riwayat pasien mencakup deskripsi gejala yang muncul (misalnya nyeri), riwayat penyakit
jantung dan penyakit sebelumnya dan riwayat penyakit jantung di keluarga. Anamnesa juga
harus mencakup informasi tentang faktor risiko pasien untuk penyakit jantung.

Elektrokardiogram
Dengan menggunakan informasi yang disajikan, pasien didiagnosis dengan salah satu bentuk
ACS berikut :
- Unstable angina : pasien memiliki manifestasi klinis coroner iskemia, tetapi EKG dan
biomarker jantung tidak menunjukkan bukti MI akut.
- STEMI : pasien memiliki bukti EKG MI akut dengan perubakan karakteristik dalam dua
lead yang berdekatan pada EKG 12-lead. Pada MI jenis ini, terjadi kerusakan signifikan
pada miokardium.
- NSTEMI : pasien mengalami peningkatan biomarker jantung (misalnya, troponin) tetapi
gambaran EKG tidak tampak MI akut. Pada MI jenis ini, kerusakan pada miokardium
mungkin lebih sedikit.

Ekokardiogram
Ekokardiogram digunakan untuk mengevaluasi fungsi ventrikel. Ini dapat digunakan untuk
membantu dalam mendiagnosis MI, terutama ketika EKG tidak diagnostik. Ekokardiogram

5
dapat mendeteksi gerakan dinding hipokinetik dan akinetik dan dapat menentukan fraksi
ejeksi.

Tes Laboratorium
Enzim dan biomarker jantung, yang meliputi troponin, creatine kinase (CK) dan mioglobin,
digunakan untuk mendiagnosis MI akut. Biomarker jantung dapat dianalisis dengan cepat,
mempercepat diagnosis yang akurat. Tes ini didasarkan pada pelepasan isi seluler ke dalam
sirkulasi ketika sel-sel miokard mati.

2.1.4 Manajemen Medis


Tujuan manajemen medis adalah untuk meminimalkan kerusakan miokard, menjaga fungsi
miokard dan mencegah komplikasi. Tujuan ini difasilitasi oleh penggunaan pedoman yang
dikembangkan oleh ACC dan AHA.

Manajemen Awal
Pasien dengan dugaan MI harus segera mendapat oksigen tambahan, aspirin, nitrogliserin dan
morfin. Morfin adalah obat pilihan untuk mengurangi rasa sakit dan kecemasan. Hal ini juga
mengurangi preload dan afterload, sehingga mengurangi kerja jantung. Respon terhadap
morfin dipantau secara hati-hati untuk menilai hipotensi atau penurunan laju pernapasan.
Perawat harus menyadari bahwa penelitian yang terus berkembang menyarankan adanya
hubungan antara morfin dan potensi dampak buruk, termasuk ukuran infark yang lebih besar,
peningkatan lama tinggal di rumah sakit dan kematian serta harus selalu mengikuti perubahan
pedoman klinis yang berdampak pada penggunaannya (McCarthy, Bhambhani, Pomerantsev,
et al., 2018; Neto, 2018). Beta-blocker juga dapat digunakan jika terjadi aritmia. Jika beta-
blocker tidak diperlukan pada periode manajemen awal, beta-blocker harus diberikan dalam
waktu 24 jam setelah masuk, setelah hemodinamik stabil dan dipastikan bahwa pasien tidak
memiliki kontraindikasi (Ibanez et al.,2018). Heparin atau LMWH juga dapat diresepkan
bersama dengan obat penghambat trombosit untuk mencegah pembentukan bekuan darah lebih
lanjut.

6
Kegawatan PCI
Pasien dengan STEMI dibawa langsung ke laboratorium kateterisasi jantung untuk dilakukan
PCI (jika cath lab ada). Prosedur ini digunakan untuk membuka arteri koroner yang tersumbat
dan meningkatkan reperfusi ke area yang telah kekurangan oksigen. PCI memberikan hasil
terbaik jika dibandingkan dengan agen trombolitik (Urden et al., 2019). Dengan demikian, PCI
lebih disukai sebagai metode pengobatan awal untuk MI akut pada semua kelompok umur
(Urden et al., 2019). Prosedur mengobati lesi aterosklerotik yang mendasarinya. Karena durasi
kekurangan oksigen menentukan jumlah sel miokard yang mati, maka waktu dari kedatangan
pasien di IGD hingga saat dilakukan PCI harus kurang dari 60 menit.

Trombolitik
Terapi trombolitik dimulai ketika primeri PCI tidak tersedia atau jarak tempuh ke rumah sakit
yang mendukung PCI terlalu lama. Agen ini diberikan secara IV sesuai dengan protokol
tertentu. Agen trombolitik yang paling sering digunakan adalah alteplase, reteplase, dan
tenecteplase. Tujuan trombolitik untuk melarutkan trombus di arteri koroner, memungkinkan
darah mengalir kembali melalui arteri koroner (reperfusi), meminimalkan ukuran infark dan
menjaga fungsi ventrikel. Meskipun trombolitik dapat melarutkan trombus, trombolitik tidak
mempengaruhi lesi aterosklerotik yang mendasarinya. Pasien dapat dirujuk untuk kateterisasi
jantung dan prosedur invasif lainnya setelah penggunaan terapi trombolitik. Trombolitik tidak
boleh digunakan jika pasien mengalami pendarahan atau memiliki kelainan pendarahan. Obat
ini harus diberikan dalam waktu 30 menit setelah timbulnya gejala untuk mendapatkan hasil
terbaik (Norris, 2019).

Manajemen Rawat Inap


Setelah PCI atau terapi trombolitik, pemantauan jantung tetap dilakukan, sebaiknya di unit
perawatan intensif jantung (ICCU). Penatalaksanaan farmakologis lanjutan meliputi aspirin,
beta-blocker dan inhibitor angiotensin-converting enzim (ACE). ACE inhibitor mencegah
konversi angiotensin I menjadi angiotensin II. Dengan tidak adanya angiotensin II, tekanan
darah menurun dan ginjal mengeluarkan natrium dan cairan (diuresis), sehingga menurunkan
kebutuhan oksigen jantung. Penggunaan ACE inhibitor pada pasien setelah MI menurunkan
angka kematian dan mencegah remodeling sel miokard yang berhubungan dengan timbulnya

7
gagal jantung. Tekanan darah, keluaran urin, dan kadar natrium, kalium dan kreatinin perlu
dipantau secara ketat. Jika ACE inhibitor tidak cocok, penghambat reseptor angiotensin (ARB)
harus diresepkan (Ibanez et al., 2018). Terapi penggantian nikotin dan konseling penghentian
merokok juga harus dimulai untuk semua perokok.

2.1.5 Konsep Kateterisasi Jantung


Kateterisasi jantung adalah prosedur di mana kateter dimasukkan ke dalam vena atau arteri
dan dimasukkan ke dalam bilik jantung, arteri koroner, atau keduanya di bawah fluoroskopi.
Pewarna kontras disuntikkan melalui kateter dan film dibuat dari struktur jantung yang
divisualisasikan. Tanda-tanda vital dan EKG dipantau selama prosedur berlangsung (Linton,
2020).
Kateterisasi jantung merupakan prosedur invasif yang digunakan untuk mengukur tekanan
ruang jantung dan menilai patensi coroner arteri. Sejauh ini kateter jantung paling sering
digunakan untuk mengkaji patensi arteri koronaria pasien dan untuk menentukan terapi yang
diperlukan misalnya percutaneous transluminal coronary angioplasty (PTCA) atau pembedahan
bypass (pintasan) coroner bila ada aterosklerosis (Kraemer, 2022)

Klasifikasi
Klasifikasi berdasarkan struktur rongga jantung yang dituju:
1. Left heart catheterization (Kateterisasi jantung Kiri) : kateter dimasukkan ke dalam arteri (arteri
femoralis atau radialis atau brakialis) dan berakhir di ventrikel kiri. Termasuk dalam kelompok
ini:
a. Arteriography (sering disebut angiography) arteri femoralis, radialis, brakialis, koroner atau
arteri lain yang dituju.
b. Aortography
c. LV-graphy (Left Ventriculography)
2. Right heart catheterization (Kateterisasi jantung Kanan) : kateter dimasukkan ke dalam vena
(vena femoralis atau subclavia atau jugularis) dan berakhir di arteri Pulmonalis. Termasuk
dalam kelompok ini :
a. Venography
b. RV-graphy (Right Ventriculography

8
c. PA-graphy (Pulmonary Arteriography)
d. Transeptal catheteterization
e. Electrophysiologic studies (EPS)
f. Temporary and Permanent Pacemaker Insertion: Pemasangan pacu jantung sementara dan
menetap

Klasifikasi berdasarkan tujuan kateterisasi:


1. Kateterisasi untuk diagnostik (Diagnostik invasif), meliputi :
a. Peripheral vascular angiography (arteri dan vena)
b. Selective vessel and heart chamber pressure recording (imaging and physiology)
c. Oximetry
d. Drug response studies
e. Cardiac output studies
f. Shunt detection studies
g. Electrophysiologic studies (EPS)
h. Selective contrast angiography
i. Fractional Flow Reserve (FFR)
j. Selective heart chamber and vessel studies for congenital heart disease
k. Biopsi miokard.
l. Intravascular Ultrasound (IVUS)
m. Optical Coherence Tomography (OCT)

2. Kateterisasi untuk terapetik (Intervensi Invasif Non-Bedah), meliputi :


a. Pemasangan pacu jantung sementara dan menetap.
b. Ablasi pada aritmia jantung
c. Pericardiocentesis
d. Balloon atrial septostomy
e. Percutaneous Transluminal Coronary Angioplasty (PTCA) yang saat ini lebih lazim disebut
sebagai Percutaneous Coronary Intervention (PCI) baik menggunakan stent maupun balon
f. Percutaneous Transluminal Peripheral Arteries Angioplasty (PTA) : baik menggunakan stent
maupun balon

9
g. Percutaneous Transluminal Venoplasty (PTV) : baik menggunakan stent maupun balon
h. Pemasangan Vena Cava Filter
i. Balloon Valvuloplasty
j. Pemasangan Intraaortic Balloon Pump Counterpulsation (IABP)
k. Thrombolytic intraarterial dan/ atau intravena (direct catheter trombolysis)
l. Evakuasi benda asing di pembuluh darah atau jantung
m. Tindakan embolisasi, oklusi defek, ablasi septum
n. Endovaskular Terapetik
o. TAVR (Transcatheter Aortic Valve Replacement)/ TAVI (Transcatheter Aortic Valve
Implantation), reparasi atau penggantian katup mitral perkutan.

Komplikasi Kateterisasi Jantung


- Emboli paru
- Respons vagal
Kateterisasi Jantung Sisi Kiri dan Arteriografi Koroner
- Infark miokard
- Stroke
- Perdarahan arteri atau tromboemboli
- Disritmia
Kateterisasi Jantung Sisi Kanan atau Sisi Kiri
- Tamponade jantung
- Hipovolemia
- Edema paru
- Hematoma atau kehilangan darah di lokasi pemasangan
- Reaksi terhadap media kontras (Munawar et al., 2018)

2.2 Konsep Keperawatan (NCP)


2.2.1 Pengkajian
Salah satu aspek terpenting dari perawatan pasien dengan ACS adalah pengkajian. Hal
ini menetapkan dasar pasien, mengidentifikasi kebutuhan pasien, dan membantu
menentukan prioritas kebutuhan tersebut. Penilaian sistematis meliputi riwayat

10
pengobatan, terutama yang berkaitan dengan gejala: nyeri dada, dispnea, jantung
berdebar, kelelahan yang tidak biasa, sinkop atau kemungkinan indikator iskemia
miokard lainnya. Setiap gejala harus dievaluasi berdasarkan waktu, durasi, dan faktor-
faktor yang memicu dan meredakan gejala, serta dibandingkan dengan gejala
sebelumnya. Penilaian fisik yang terfokus sangat penting untuk mendeteksi komplikasi
dan perubahan keadaan pasien.
Dua jalur IV biasanya dipasang untuk setiap pasien dengan ACS untuk memastikan
tersedianya akses untuk pemberian obat darurat. Pengobatan diberikan secara IV untuk
mencapai onset cepat dan memungkinkan penyesuaian yang tepat waktu. Setelah
kondisi pasien stabil, jalur IV dapat diganti dengan NaCl untuk mempertahankan akses
IV (Kraemer, 2022)

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


Berdasarkan manifestasi klinis, riwayat, dan data penilaian diagnostik, diagnosis
keperawatan utama dapat mencakup :
- Nyeri akut ditandai dengan prosedur tindakan
- Risiko gangguan fungsi jantung ditandai dengan berkurangnya aliran darah coroner
- Risiko hypovolemia
- Gangguan perfusi jaringan perifer ditandai dengan gangguan curah jantung akibat
disfungsi ventrikel kiri
- Kecemasan ditandai dengan kejadian jantung dan kemungkinan kematian
- Kurang pengetahuan tentang perawatan diri pasca ACS (Kraemer, 2022)

11
2.2.3 Intervensi Keperawatan
Intervensi atau perencanaan berdasarkan standar diagnosa keperawatan indonesia (SDKI), Standar Luaran keperawatan
indonesia (SLKI) dan standar intervensi keperawatan indonesia (SIKI)
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN LUARAN INTERVENSI
1 Nyeri akut (D.0077) Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri (I.08238)
keperawatan selama 3x24 jam, Observasi :
tingkat nyeri menurun dengan - Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
kriteria hasil : frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
1. Keluhan nyeri menurun - Identifikasi skala nyeri
2. Meringis menurun - Idenfitikasi respon nyeri non verbal
3. Sikap protektif menurun - Identifikasi faktor yang memperberat dan
4. Gelisah menurun memperingan nyeri
5. Kesulitan tidur menurun - Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
6. Frekuensi nadi membaik tentang nyeri
- Identifikasi pengaruh budaya terhadap
respon nyeri
- Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas
hidup
- Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah diberikan
- Monitor efek samping penggunaan
analgetik

12
Terapeutik:
- Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri (mis: TENS, hypnosis,
akupresur, terapi music, biofeedback,
terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin,
terapi bermain, teknik tarik nafas dalam)
- Kontrol lingkungan yang memperberat
rasa nyeri (mis: suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri

Edukasi :
- Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri

13
- Anjurkan menggunakan analgesik secara
tepat
- Ajarkan Teknik farmakologis untuk
mengurangi nyeri

Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

Pemberian Analgesik (I.08243)


Observasi
- Identifikasi karakteristik nyeri (mis:
pencetus, pereda, kualitas, lokasi,
intensitas, frekuensi, durasi)
- Identifikasi Riwayat alergi obat
- Identifikasi kesesuaian jenis analgesik
(mis: narkotika, non-narkotik, atau
NSAID) dengan tingkat keparahan nyeri
- Monitor tanda-tanda vital sebelum dan
sesudah pemberian analgesic
- Monitor efektifitas analgesic

14
Terapeutik
- Diskusikan jenis analgesik yang disukai
untuk mencapai analgesia optimal, jika
perlu
- Pertimbangkan penggunaan infus
kontinu, atau bolus opioid untuk
mempertahankan kadar dalam serum
- Tetapkan target efektifitas analgesik
untuk mengoptimalkan respons pasien
- Dokumentasikan respons terhadap efek
analgesik dan efek yang tidak diinginkan

Edukasi
Jelaskan efek terapi dan efek samping obat

Kolaborasi
Pemberian dosis dan jenis analgesik, sesuai
indikasi
2 Risiko penurunan curah jantung Setelah dilakukan tindakan Perawatan Jantung (I.02075)
(D.0011) keperawatan selama 3x24 jam, curah Observasi :
jantung meningkat dengan kriteria - Identifikasi tanda/gejala primer
hasil : penurunan curah jantung (meliputi:

15
- Kekuatan nadi perifer meningkat dispnea, kelelahan, edema, ortopnea,
- Ejection fraction (EF) meningkat PND, peningkatan CVP).
- Palpitasi menurun - Identifikasi tanda/gejala sekunder
- Bradikardia menurun penurunan curah jantung (meliputi:
- Takikardia menurun peningkatan berat badan, hepatomegaly,
- Gambaran EKG Aritmia distensi vena jugularis, palpitasi, ronkhi
menurun basah, oliguria, batuk, kulit pucat)
- Lelah menurun - Monitor tekanan darah (termasuk
- Edema menurun tekanan darah ortostatik, jika perlu)
- Distensi vena jugularis menurun - Monitor intake dan output cairan
- Dispnea menurun - Monitor berat badan setiap hari pada
- Oliguria menurun waktu yang sama
- Pucat/sianosis menurun - Monitor saturasi oksigen
- Paroximal nocturnal dyspnea - Monitor keluhan nyeri dada (mis:
(PND) menurun intensitas, lokasi, radiasi, durasi,
- Ortopnea menurun presipitasi yang mengurangi nyeri)
- Batuk menurun - Monitor EKG 12 sadapan
- Suara jantung S3 menurun - Monitor aritmia (kelainan irama dan
- Suara jantung S4 menurun frekuensi)
- Tekanan darah membaik - Monitor nilai laboratorium jantung (mis:
- Pengisian kapiler membaik elektrolit, enzim jantung, BNP, NTpro-
BNP)

16
- Monitor fungsi alat pacu jantung
- Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi
sebelum dan sesudah aktivitas
- Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi
sebelum pemberian obat (mis: beta
blocker, ACE Inhibitor, calcium channel
blocker, digoksin)

Terapeutik
- Posisikan pasien semi-fowler atau fowler
dengan kaki ke bawah atau posisi
nyaman
- Berikan diet jantung yang sesuai (mis:
batasi asupan kafein, natrium, kolesterol,
dan makanan tinggi lemak)
- Gunakan stocking elastis atau pneumatik
intermitten, sesuai indikasi
- Fasilitasi pasien dan keluarga untuk
modifikasi gaya hidup sehat
- Berikan terapi relaksasi untuk
mengurangi stress, jika perlu

17
- Berikan dukungan emosional dan
spiritual
- Berikan oksigen untuk mempertahankan
saturasi oksigen > 94%

Edukasi
- Anjurkan beraktivitas fisik sesuai
toleransi
- Anjurkan beraktivitas fisik secara
bertahap
- Anjurkan berhenti merokok
- Ajarkan pasien dan keluarga mengukur
berat badan harian
- Ajarkan pasien dan keluarga mengukur
intake dan output cairan harian

Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika
perlu
- Rujuk ke program rehabilitasi jantung

18
Perawatan Jantung Akut (I.02076)
Observasi
- Identifikasi karakteristik nyeri dada
(meliputi faktor pemicu dan Pereda,
kualitas, lokasi, radiasi, skala, durasi, dan
frekuensi)
- Monitor aritmia (kelainan irama dan
frekuensi)
- Monitor EKG 12 sadapan untuk
perubahan ST dan T
- Monitor elektrolit yang dapat
meningkatkan risiko aritmia (mis:
kalium, magnesium serum)
- Monitor enzim jantung (mis: CK, CK-
MB, Troponin T, Troponin I)
- Monitor saturasi oksigen
- Identifikasi stratifikasi pada sindrom
koroner akut (mis: skor TIMI, Killip,
Crusade)

Terapeutik
- Pertahankan tirah baring minimal 12 jam

19
- Pasang akses intravena
- Puasakan hingga bebas nyeri
- Berikan terapi relaksasi untuk
mengurangi ansietas dan stress
- Sediakan lingkungan yang kondusif
untuk beristirahat dan pemulihan
- Siapkan menjalani intervensi koroner
perkutan, jika perlu
- Berikan dukungan emosional dan
spiritual

Edukasi
- Anjurkan segera melaporkan nyeri dada
- Anjurkan menghindari manuver Valsava
(mis: mengedan saat BAB atau batuk)
- Jelaskan Tindakan yang dijalani pasien
- Ajarkan Teknik menurunkan kecemasan
dan ketakutan

Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian antiplatelet, jika
perlu

20
- Kolaborasi pemberian antianginal (mis:
nitrogliserin, beta blocker, calcium
channel blocker)
- Kolaborasi pemberian morfin, jika perlu
- Kolaborasi pemberian inotropic, jika
perlu
- Kolaborasi pemberian obat untuk
mencegah manuver Valsava (mis:
pelunak tinja, antiemetik)
- Kolaborasi pencegahan trombus dengan
antikoagulan, jika perlu
- Kolaborasi pemeriksaan x-ray dada, jika
perlu
3 Risiko Hipovolemia (D.0034) Setelah dilakukan tindakan Manajemen hipovolemia (I.03116)
keperawatan selama 3x24 jam, status Observasi
cairan membaik dengan kriteria - Periksa tanda dan gejala hipovolemia
hasil: (mis: frekuensi nadi meningkat, nadi
- Kekuatan nadi meningkat teraba lemah, tekanan darah menurun,
- Output urin meningkat tekanan nadi menyempit, turgor kulit
- Membran mukosa lembab menurun, membran mukosa kering,
meningkat volume urin menurun, hematokrit
- Ortopnea menurun meningkat, haus, lemah)

21
- Dispnea menurun - Monitor intake dan output cairan
- Paroxysmal nocturnal dyspnea
(PND) menurun Terapeutik
- Edema anasarka menurun - Hitung kebutuhan cairan
- Edema perifer menurun - Berikan posisi modified Trendelenburg
- Frekuensi nadi membaik - Berikan asupan cairan oral
- Tekanan darah membaik
- Turgor kulit membaik Edukasi
- Jugular venous pressure membaik - Anjurkan memperbanyak asupan cairan
- Hemoglobin membaik oral
- Hematokrit membaik - Anjurkan menghindari perubahan posisi
mendadak

Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis
(mis: NaCL, RL)
- Kolaborasi pemberian cairan IV
hipotonis (mis: glukosa 2,5%, NaCl
0,4%)
- Kolaborasi pemberian cairan koloid
(albumin, plasmanate)
- Kolaborasi pemberian produk darah

22
Pemantauan Cairan (I.03121)
Observasi
- Monitor frekuensi dan kekuatan nadi
- Monitor frekuensi napas
- Monitor tekanan darah
- Monitor berat badan
- Monitor waktu pengisian kapiler
- Monitor elastisitas atau turgor kulit
- Monitor jumlah, warna, dan berat jenis
urin
- Monitor kadar albumin dan protein total
- Monitor hasil pemeriksaan serum (mis:
osmolaritas serum, hematokrit, natrium,
kalium, dan BUN)
- Monitor intake dan output cairan
- Identifikasi tanda-tanda hypovolemia
(mis: frekuensi nadi meningkat, nadi
teraba lemah, tekanan darah menurun,
tekanan nadi menyempit, turgor kulit
menurun, membran mukosa kering,
volume urin menurun, hematokrit
meningkat, hasil, lemah, konsentrasi urin

23
meningkat, berat badan menurun dalam
waktu singkat)
- Identifikasi tanda-tanda hypervolemia
(mis: dispnea, edema perifer, edema
anasarca, JVP meningkat, CVP
meningkat, refleks hepatojugular positif,
berat badan menurun dalam waktu
singkat)
- Identifikasi faktor risiko
ketidakseimbagnan cairan (mis: prosedur
pembedahan mayor, trauma/perdarahan,
luka bakar, apheresis, obstruksi
intestinal, peradangan pancreas, penyakit
ginjal dan kelenjar, disfungsi intestinal)

Terapeutik
- Atur interval waktu pemantauan sesuai
dengan kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil pemantauan

Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan

24
- Dokumentasikan hasil pemantauan
4 Perfusi Perifer Tidak Efektif Setelah dilakukan tindakan Perawatan Sirkulasi (I.02079)
( D.0009) keperawatan selama 3x24 jam, Observasi
perfusi perifer meningkat dengan - Periksa sirkulasi perifer (mis: nadi
kriteria hasil : perifer, edema, pengisian kapiler, warna,
- Kekuatan nadi perifer meningkat suhu, ankle-brachial index)
- Warna kulit pucat menurun - Identifikasi faktor risiko gangguan
- Pengisian kapiler membaik sirkulasi (mis: diabetes, perokok, orang
- Akral membaik tua, hipertensi, dan kadar kolesterol
- Turgor kulit membaik tinggi)
- Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau
bengkak pada ekstremitas

Terapeutik
- Hindari pemasangan infus, atau
pengambilan darah di area keterbatasan
perfusi
- Hindari pengukuran tekanan darah pada
ekstremitas dengan keterbatasan perfusi
- Hindari penekanan dan pemasangan
tourniquet pada area yang cidera
- Lakukan pencegahan infeksi

25
- Lakukan perawatan kaki dan kuku
- Lakukan hidrasi

Edukasi
- Anjurkan berhenti merokok
- Anjurkan berolahraga rutin
- Anjurkan mengecek air mandi untuk
menghindari kulit terbakar
- Anjurkan menggunakan obat penurun
tekanan darah, antikoagulan, dan
penurun kolesterol, jika perlu
- Anjurkan minum obat pengontrol
tekanan darah secara teratur
- Anjurkan menghindari penggunaan obat
penyekat beta
- Anjurkan melakukan perawatan kulit
yang tepat (mis: melembabkan kulit
kering pada kaki)
- Anjurkan program rehabilitasi vascular
- Ajarkan program diet untuk memperbaiki
sirkulasi (mis: rendah lemak jenuh,
minyak ikan omega 3)

26
- Informasikan tanda dan gejala darurat
yang harus dilaporkan (mis: rasa sakit
yang tidak hilang saat istirahat, luka tidak
sembuh, hilangnya rasa).

Manajemen Sensasi Perifer (I.06195)


Observasi
- Identifikasi penyebab perubahan sensasi
- Identifikasi penggunaan alat pengikat,
prosthesis, sepatu, dan pakaian
- Periksa perbedaan sensasi tajam atau
tumpul
- Periksa perbedaan sensasi panas atau
dingin
- Periksa kemampuan mengidentifikasi
lokasi dan tekstur benda
- Monitor terjadinya parestesia, jika perlu
- Monitor perubahan kulit
- Monitor adanya tromboplebitis dan
tromboli vena

27
Terapeutik
- Hindari pemakaian benda-benda yang
berlebihan suhunya (terlalu panas atau
dingin)

Edukasi
- Anjurkan penggunaan thermometer
untuk menguji suhu air
- Anjurkan penggunaan sarung tangan
termal saat memasak
- Anjurkan memakai sepatu lembut dan
bertumit rendah

Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgesik, jika
perlu
- Kolaborasi pemberian kortikosteroid,
jika perlu
5 Ansietas (D.0080) Setelah dilakukan tindakan Reduksi Ansietas (I.09314)
keperawatan selama 3x24 jam, Observasi
tingkat ansietas menurun dengan - Identifikasi saat tingkat ansietas berubah
kriteria hasil : (mis: kondisi, waktu, stressor)

28
- Verbalisasi kebingungan - Identifikasi kemampuan mengambil
menurun keputusan
- Verbalisasi khawatir akibat - Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan
kondisi yang dihadapi menurun nonverbal)
- Perilaku gelisah menurun
- Perilaku tegang menurun Terapeutik
- Konsentrasi membaik - Ciptakan suasana terapeutik untuk
- Pola tidur membaik menumbuhkan kepercayaan
- Temani pasien untuk mengurangi
kecemasan, jika memungkinkan
- Pahami situasi yang membuat ansietas
- Dengarkan dengan penuh perhatian
- Gunakan pendekatan yang tenang dan
meyakinkan
- Tempatkan barang pribadi yang
memberikan kenyamanan
- Motivasi mengidentifikasi situasi yang
memicu kecemasan
- Diskusikan perencanaan realistis tentang
peristiwa yang akan datang

29
Edukasi
- Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang
mungkin dialami
- Informasikan secara faktual mengenai
diagnosis, pengobatan, dan prognosis
- Anjurkan keluarga untuk tetap Bersama
pasien, jika perlu
- Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak
kompetitif, sesuai kebutuhan
- Anjurkan mengungkapkan perasaan dan
persepsi
- Latih kegiatan pengalihan untuk
mengurangi ketegangan
- Latih penggunaan mekanisme
pertahanan diri yang tepat
- Latih teknik relaksasi

Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian obat antiansietas,
jika perlu

30
Terapi relaksasi (I.09326)
Observasi
- Identifikasi penurunan tingkat energi,
ketidakmampuan berkonsentrasi, atau
gejala lain yang mengganggu
kemampuan kognitif
- Identifikasi Teknik relaksasi yang
pernah efektif digunakan
- Identifikasi kesediaan, kemampuan, dan
penggunaan Teknik sebelumnya
- Periksa ketegangan otot, frekuensi nadi,
tekanan darah, dan suhu sebelum dan
sesudah Latihan
- Monitor respons terhadap terapi
relaksasi

Terapeutik
- Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa
gangguan dengan pencahayaan dan suhu
ruang nyaman, jika memungkinkan
- Berikan informasi tertulis tentang
persiapan dan prosedur teknik relaksasi

31
- Gunakan pakaian longgar
- Gunakan nada suara lembut dengan
irama lambat dan berirama
- Gunakan relaksasi sebagai strategi
penunjang dengan analgetik atau
Tindakan medis lain, jika sesuai

Edukasi
- Jelaskan tujuan, manfaat, Batasan, dan
jenis relaksasi yang tersedia (mis: musik,
meditasi, napas dalam, relaksasi otot
progresif)
- Jelaskan secara rinci intervensi relaksasi
yang dipilih
- Anjurkan mengambil posisi nyaman
- Anjurkan rileks dan merasakan sensasi
relaksasi
- Anjurkan sering mengulangi atau melatih
teknik yang dipilih
- Demonstrasikan dan latih Teknik
relaksasi (mis: napas dalam, peregangan,
atau imajinasi terbimbing)

32
6 Defisit Pengetahuan (D.0111) Setelah dilakukan tindakan Edukasi Kesehatan (I.12383)
keperawatan selama 3x24 jam, Observasi
tingkat pengetahuan meningkat - Identifikasi kesiapan dan kemampuan
dengan kriteria hasil : menerima informasi
- Perilaku sesuai anjuran - Identifikasi faktor-faktor yang dapat
meningkat meningkatkan dan menurunkan motivasi
- Verbalisasi minat dalam belajar perilaku hidup bersih dan sehat
meningkat
- Kemampuan menjelaskan Terapeutik
pengetahuan tentang suatu topik - Sediakan materi dan media Pendidikan
meningkat Kesehatan
- Kemampuan menggambarkan - Jadwalkan Pendidikan Kesehatan sesuai
pengalaman sebelumnya yang kesepakatan
sesuai dengan topik meningkat - Berikan kesempatan untuk bertanya
- Perilaku sesuai dengan
pengetahuan meningkat Edukasi
- Pertanyaan tentang masalah yang - Jelaskan faktor risiko yang dapat
dihadapi menurun mempengaruhi kesehatan
- Persepsi yang keliru terhadap - Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
masalah menurun - Ajarkan strategi yang dapat digunakan
untuk meningkatkan perilaku hidup
bersih dan sehat

33
2.2.4 Evaluasi
Setelah dilakukan intervensi dalam waktu yang ditentukan perawat harus mengobservasi kembali apakah :
1. Tingkat nyeri menurun
2. Curah jantung meningkat
3. Status cairan membaik
4. Perfusi perifer meningkat
5. Tingkat ansietas menurun
6. Pengetahuan meningkat

34
2.4 EBN (dijelaskan : tujuan, metodologi, hasil, kesimpulan dan saran dari artikel yang diunduh min 3 dari jurnal bereputasi
internasional menimla Q3 dan 3 tahun terakhir)
NO JUDUL TUJUAN METODOLOGI HASIL KESIMPULAN SARAN
1 Comparison of Membandingkan This single- Diantara 99 peserta yang Peneliti -
the effects of efek dari latihan center, menyelesaikan proses, menemukan
three kinds of tangan yang randomized edema telapak tangan secara bahwa latihan
hand exercises berbeda dalam clinical trial bertahap berkurang pada genggaman
on improving meningkatkan kelompok latihan pegangan tangan lebih
limb function in fungsi anggota tangan pada 2 jam (H=6,710, efektif dalam
patients after tubuh pada P=0,035) dan 4 jam mengurangi
transradial pasien setelah (H=10,060, P <0,001) setelah edema tungkai
cardiac kateterisasi intervensi. Edema jari pada daripada senam
catheterization jantung kelompok latihan jari dan pijat titik
(Zhang et al., transradial genggaman tangan jelas akupuntur.
2023) berkurang pada 2 jam
(H=9.353, P <0,001) dan 4
jam (H=10.699, P <0.001)
setelah intervensi
dibandingkan dengan 2
kelompok lainnya. Selain itu,
skor nyeri pada 4 jam
(H=7,048, P=0,029) jelas

35
menurun pada kelompok
latihan genggaman tangan.
Namun, tidak ada perbedaan
yang signifikan pada suhu
kulit tungkai yang tertusuk
(H=0,922, P=0,631) dan
derajat perdarahan (H=0,123,
P=0,940) di antara ketiga
kelompok
2 Preoperative Menilai A cross-sectional Prevalensi kecemasan pra Kecemasan pra Konseling
anxiety and its kecemasan pra study design operasi pada pasien yang operasi adalah kecemasan
associated operasi dan menjalani kateterisasi masalah secara teratur,
factors among faktor-faktor jantung adalah 70,4%. kesehatan memfasilitasi,
patients yang terkait di [95% CI (65,0-75,7%)]. masyarakat yang dan mengikuti
undergoing antara pasien Pegawai negeri [AOR, 3.38 sangat umum dan mekanisme
cardiac yang menjalani (95% CI: 1.45, 7.68)], signifikan di penanggulangan
catheterization kateterisasi pegawai swasta [AOR, 5.84 antara pasien kecemasan
at saint peter jantung di rumah (95% CI: 2,35, 14,51)], yang menjalani sebelum operasi
Specialized sakit khusus riwayat operasi sebelumnya kateterisasi merupakan hal
Hospital and Saint Peter dan [AOR, 0,47 (95% CI: 0,23, jantung di area yang protektif.
Addis Cardiac Pusat Jantung 0,94)], mencari dukungan penelitian.
Center, Addis [AOR,

36
Ababa, Ethiopia Addis, Addis 3.03 (95% CI: 1.56, 5.88)]
(Arfasa et al., Ababa, Ethiopia. dan mendengarkan musik
2022) [AOR, 0.50 (95% CI: 0.26,
0.96)] sebagai mekanisme
koping adalah secara
signifikan berhubungan
dengan kecemasan pra
operasi yang tinggi.
3 The effect of the Penelitian ini Quasi- Setelah kateter arteri Ditentukan bahwa -
application of dilakukan untuk experimental femoralis dicabut, ekimosis aplikasi dingin
cold on mengetahui efek study with a dan hematoma lebih kecil mengurangi
hematoma, penerapan dingin control group dan pembentukan
ecchymosis, pada hematoma, rasa sakit lebih sedikit pada hematoma,
and pain at the ekimosis, dan kelompok eksperimen di ekimosis, dan
catheter site in nyeri pada pasien tempat masuknya kateter nyeri pada pasien
patients yang menjalani dibandingkan dengan setelah
undergoing intervensi kelompok kontrol, dan pencabutan
percutaneous koroner perbedaannya signifikan kateter arteri
coronary perkutan. secara statistik (P <0,01). femoralis.
intervention
(Kurt &
Kaşıkçı, 2019)

37
BAB III
KASUS DAN ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
a. Data Umum
1) Identitas Klien
Nama : Tn. CB
Umur : 46 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Status Perkawinan : Kawin
Pendidikan : S1
Pekerjaan : PNS
Agama : Kristen
Suku Bangsa : Warga Negara Indonesia
Tanggal Pengkajian : 13 Maret 2024
Alamat : Jl. Dusun VI Jl. Banten Baru Gg. Bersama
Diagnosa Medis : STEMI
Terapi : - IVFD NaCl 0,9% 3B 10 gtt/i
- Aspilet 80 mg/24 jam
- CPG 75 mg/24 jam
- Atorvastatin 40mg/12 jam
- Alprazolam 0,5 mg/24 jam
- Laxadyn Syr 1 sdm/12 jam
2) Keluhan Utama
Yang dirasakn Tn. CB sebelum dilakukan tindakan PCI nyeri dada kiri muncul
± 1 jam sebelum masuk RS, mendadak , nyeri tembus ke punggung, keringat
dingin, mual dan sesak. Keluhan utama yang dirasakan setelah tindakan PCI
yaitu nyeri pada area yang dilakukan penusukan PCI, tidur takut posisi tidur
mengganggu tempat penusukan, takut berdarah pada tempat tusukan, Tn. CB
mengatakan baru pertama kali dilakukan tindakan PCI dan takut akan terulang
kembali penyakitnya.

38
3) Riwayat Penyakit Terdahulu
Tn. CB mengatakan tidak mempunyai riwayat penyakit terdahulu, pasien
mengatakan pernah di cel kolesterol dan hasilnya tinggi tetapi tidak pernah
mengkonsumsi obat kolesterol.
4) Riwayat Penyakit Keluarga
Anggota keluarga Tn. CB tidak ada yang mempunyai riwayat penyakit yang
sama dengan yang sedang dia alami
b. Pola Kesehatan fungsional
1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan : Tn. CB suka makan makanan yang
berlemak, Tn. CB tidak memeriksakan kesehatannya secara berkala kecuali saat
dirinya sakit.
2) Aktivitas/Istirahat : Tn. CB mengatakan setelah dilakukan tindakan PCI dia tidak
mau beraktifitas karena takut aktivitasnya akan membuat luka tusukan nya
berdarah, dia takut aktivitasnya dapat mengganggu akses tusukan PCI sehingga
dia akan merasakan nyeri dada lagi nantinya. Tn. CB mengatakan tidak pernah
berolahraga dan mempunyai kebiasaan merokok.
3) Pola eliminasi : Saat di rawat Tn. CB BAB 1 hari sekali dengan konsistensi
lunak, untuk BAK 3-4x sehari sekitar 1200 cc dengan urine berwarna kuning,
bau khas amoniak.
4) Pola istirahat dan tidur : selama di rawat Tn. CB tidur 6-8 jam sehari dan
beberapa kali terbangun karena merasa nyeri pada area post kateterisasi. P : nyeri
dirasakan saat melakukan aktivitas, Q : nyeri rasanya seperti ditusuk jarum, R :
nyeri dirasa pada satu titik, S : skala nyeri 3 (1-10) T : hilang timbul.
5) Pola kognitif dan perseptual : Tn. CB mengatakan tidak ada masalah dengan
penglihatan dan pendengarannya.
6) Pemeriksaan Head to toe
a) Keadaan Umum
Tekanan Darah : 121/76 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Pernafasan : 22 x/menit
Suhu Tubuh : 36 ºC

39
Kesadaran : composmentis
Nilai GCS : 15 (E=4 V=5 M=6)
b) kepala : didapatkan bentuk kepala simetris, rambut berwarna hitam dan ada
uban, tidak ada benjolan.
c) Penglihatan : didapatkan bentuk mata simetris, warna sclera tidak ikterik,
konjungtiva tidak anemis, ada reflek cahaya pada pupil
d) Hidung : tidak ada pernafasan cuping hidung, tidak ada secret dan polip.
e) Telinga : bentuk telinga pasien simetris, tidak menggunakan alat bantu
pendengaran, pendengaran normal pada kedua telinga.
f) Mulut dan Tenggorokan : hasil tidak ada gangguan bicara, gigi tampak
berwarna kekuningan, dapat mengunyah dan menelan dengan baik, tidak ada
pembesaran kelenjar tiroid.
g) Dada : pengembangan dada simetris, tidak ada lesi, tidak ada nyeri tekan,
paru-paru simetris, pergerakan dada normal, saat diauskultasi terdengar suara
vasikuler.
h) Abdomen : simetris, bising usus 10x/menit.
7) Data Penunjang tanggal 13 Maret 2024
PEMERIKSAAN HASIL NILAI NORMAL
PT 12.50 11.7 – 15.1
INR 0.85
GULA DARAH SEWAKTU 145 100-199 Belum Pasti DM
Troponin T < 10 10-20000
Ureum 30.50 < 50
Creatinin 0.91 0.6-1.3
Natrium 134 135-155
Kalium 3.50 3.5-5.0
Klorida 102 96-106
HBsAg Non Reaktif Non Reaktif
Anti HCV Non Reaktif Non Reaktif
Anti HIV (Rapid I) Non Reaktif Non Reaktif

40
8) Diet yang diperoleh
Diet jantung, pasien tidak mengalami penurunan berat badan dalam 6 bulan
terakhir. Pasien tidak mengalami penurunan nafsu makan/kesulitan menerima
makanan. BB : 67 kg, TB : 165 cm

3.2 Analisa Data


NO DATA ETIOLOGI MASALAH
1 DS : pasien mengatakan nyeri pada Terputusnya Nyeri Akut
area tusukan PCI kontuinitas jaringan
P : nyeri dirasakan saat melakukan
aktivitas Merangsang reseptor
Q : nyeri rasanya seperti ditusuk jarum nyeri
R : nyeri dirasa pada satu titik
S : skala nyeri 3 (1-10)
Nyeri Akut
T : hilang timbul.

DO :
- Pasien tampak meringis bila
melakukan aktivitas yang
melibatkan tangan, pasien sulit tidur
- Skala nyeri 3 (1-10)
- Tekanan Darah 121/76 mmHg
- Nadi 22 x/menit
- Pernafasan18 x/menit
- Suhu Tubuh 36 ºC
2 DS : Pasien mengatakan takut, bingung Belum pernah Ansietas
takut terjadi apa-apa ditempat tusukan menjalani PCI
DO :
- Pasien tampak gelisah, tegang dan
Ancaman status terkini
tidak rileks

41
Ansietas
3 DS : Pasien menanyakan masalah yang Kurang informasi Defisit Pengetahuan
sedang dihadapi tentang PCI
DO :
- Pasien mengatakan baru pertama Defisit Pengetahuan
kali dilakukan tindakan PCI
- Pasien tampak takut dan tidak mau
beraktivitas karena nantinya
aktivitasnya akan membuat luka
tusukannya berdarah

3.3 Asuhan Keprawatan (dx kep min 3) intervensi menerapkan EBN evaluasi Soap
Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan prosedur tindakan kateterisasi jantung (D.0077)
2. Ansietas berhubungan dengan kurang terpaparnya informasi (D.0080)
3. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpaparnya infromasi (D.0111)

Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Luaran (SLKI) Intervensi (SIKI)
Keperawatan
1 Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan - Identifikasi lokasi, karakteristik,
berhubungan keperawatan selama 1x24 durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
dengan jam, tingkat nyeri menurun nyeri
prosedur dengan kriteria hasil : - Identifikasi skala nyeri
tindakan 1. Keluhan nyeri menurun - Idenfitikasi respon nyeri non verbal
2. Meringis menurun - Identifikasi faktor yang memperberat
3. Sikap protektif menurun dan memperingan nyeri
4. Gelisah menurun
5. Kesulitan tidur menurun

42
6. Frekuensi nadi membaik - Berikan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi nyeri mis: teknik
nafas dalam
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Kolaborasi pemberian dosis dan jenis
analgesik, sesuai indikasi
2 Ansietas Setelah dilakukan tindakan Reduksi Ansietas (I.09314)
berhubungan keperawatan selama 1x24 - Identifikasi saat tingkat ansietas
dengan jam, tingkat ansietas berubah (mis: kondisi, waktu,
kurang menurun dengan kriteria stressor)
terpaparnya hasil : - Identifikasi kemampuan
informasi - Verbalisasi kebingungan mengambil keputusan
menurun - Monitor tanda-tanda ansietas
- Verbalisasi khawatir akibat (verbal dan nonverbal)
kondisi yang dihadapi - Jelaskan prosedur, termasuk sensasi
menurun yang mungkin dialami
- Perilaku gelisah menurun - Informasikan secara faktual
- Perilaku tegang menurun mengenai diagnosis, pengobatan,
- Konsentrasi membaik dan prognosis
- Pola tidur membaik - Anjurkan keluarga untuk tetap
bersama pasien, jika perlu
- Anjurkan melakukan kegiatan yang
tidak kompetitif, sesuai kebutuhan
3 Defisit Setelah dilakukan tindakan - Identifikasi kesiapan dan kemampuan
pengetahuan keperawatan selama 1x24 menerima informasi
berhubungan jam, tingkat pengetahuan - Sediakan materi dan media
dengan meningkat dengan kriteria pendidikan kesehatan
kurang hasil : - Jadwalkan pendidikan kesehatan
terpaparnya - Perilaku sesuai anjuran sesuai kesepakatan
informasi meningkat - Berikan kesempatan untuk bertanya

43
- Verbalisasi minat dalam - Jelaskan faktor risiko yang dapat
belajar meningkat mempengaruhi Kesehatan
- Kemampuan menjelaskan
pengetahuan tentang suatu
topik meningkat
-Kemampuan
menggambarkan
pengalaman sebelumnya
yang sesuai dengan topik
meningkat
- Perilaku sesuai dengan
pengetahuan meningkat
- Pertanyaan tentang
masalah yang dihadapi
menurun
- Persepsi yang keliru
terhadap masalah menurun

44
Intervensi dan Evaluasi
No Hari/Tanggal Jam Implementasi Evaluasi
1 Rabu/ 15.00 - Mengidentifikasi lokasi, S : pasien mengatakan
13 Maret 2024 Wib karakteristik, durasi, frekuensi, nyeri pada area tusukan
kualitas, intensitas nyeri dan sedikit berkurang, skala
skala nyeri nyeri 2, pasien
- Menjelaskan prosedur mengatakan ketakutan
tindakan yang akan dilakukan, sedikit berkurang dan
termasuk sensasi yang mungkin pasien tau apa saja yang
dialami (mengukur TTV pasien) tindakan yang boleh
15.30 - Memberikan kesempatan dilakukan dan yang tidak
Wib untuk bertanya tentang apa yang boleh dia lakukan.
mau pasien ketahui O : pasien tampak
16.00 - Mengajarkan teknik non sesekali meringis bila
Wib farmakologi untuk mengurangi tangannya beraktivitas,
rasa nyeri (Relaksasi nafas pasien tampak cemas
dalam) TD : 120/70 mmHg
18.00 - Berkolaborasi pemberian obat HR : 80 x/menit
Wib Atorvastatin 40 mg dan RR : 18 x/menit
Alprazolam 0,5 mg T : 36,5 ºC
A:
- Nyeri Sebagian teratasi
- Ansietas teratasi
Sebagian
- Defisit pengetahuan
teratasi sebagian
P : Masalah teratasi
sebagian intervensi
dilanjutkan
2 Kamis/ 15.30 - Mengidentifikasi intensitas S : pasien mengatakan
14 Maret 2024 Wib dan skala nyeri nyeri pada area tusukan

45
- Mengidentifikasi faktor berkurang, skala nyeri 1,
yang memperberat dan pasien mengatakan
memperingan nyeri ketakutan berkurang dan
17.00 - Menganjurkan memonitor pasien sudah tidak takut
Wib nyeri secara mandiri dan lagi untuk beraktivitas
mengkaji penyebab O : pasien tampak tidak
timbulnya nyeri takut dalam mengikut
- Memberikan pendidikan sertakan tangannya bila
kesehatan tentang penyakit beraktivitas, pasien
yang di derita pasien tampak tenang
- Memberikan kesempatan TD : 127/75 mmHg
untuk pasien bertanya HR : 88 x/menit
- Melatih pengalihan untuk RR : 16 x/menit
mengurangi ketegangan T : 36,5 ºC
18.00 - Berkolaborasi pemberian A :
Wib obat Atorvastatin 40 mg dan - Nyeri sebagian teratasi
Alprazolam 0,5 mg - Ansietas teratasi
sebagian
- Defisit pengetahuan
teratasi
P : Masalah teratasi
sebagian intervensi
dilanjutkan
3 Jum’at/ 15.15 - Mengidentifikasi intensitas S : pasien mengatakan
15 Maret 2024 Wib dan skala nyeri pada area tusukan tidak
- Mengajarkan perilaku hidup nyeri lagi, pasien
sehat mengatakan tidak takut
18.00 - Berkolaborasi pemberian lagi dalam melakukan
Wib obat Atorvastatin 40 mg aktivitas.
O : pasien tampak tidak
takut dalam mengikut

46
sertakan tangannya bila
beraktivitas, pasien
tampak tenang
TD : 120/75 mmHg
HR : 88 x/menit
RR : 20 x/menit
T : 36,5 ºC
A:
- Nyeri teratasi
- Ansietas teratasi
- Defisit pengetahuan
P : Masalah teratasi,
intervensi dihentikan,
pasien rencana PBJ

47
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan pengumpulan seluruh data pasien yang diperoleh dari berbagai
sumber disusun secara sistematis untuk menilai dan menentukan status kesehatan pasien (Hadinata
& Abdillah, 2022). Sesuai dengan teori yang ada penulis melakukan pengkajian pada Tn. CB
dengan mengobservasi dan melihat rekam medis untuk memperoleh informasi seperti terapi apa
saja yang diberikan, hasil laboratorium serta catatan perkembangan pasien.
Berdasarkan pengkajian yang telah dilakukan oleh penulis pada tanggal 13 Maret 2024
diperoleh hasil pengkajian masalah yang dialami Tn. CB yaitu stemi post PCI. Gejala yang
dirasakannya yaitu nyeri dada kiri muncul ± 1 jam sebelum masuk RS, mendadak , nyeri tembus
ke punggung, keringat dingin, mual dan sesak. Pada tahap pengkajian terdapat persamaan antara
kasus dan teori dimana pada teori dikatakan pasien akan merasakan nyeri dada, sesak napas,
gangguan pencernaan, mual, dan kecemasan (Kraemer, 2022)
Pada tahap pengkajian terdapat persamaan antara kasus dan teori, pasien pernah dilakukan
pengecekan kolesterol dan hasilnya tinggi, pasien suka mengkonsumsi makanan berlemak, jarang
berolahraga dan mempunyai kebiasaan merokok. Kebiasaan mengonsumsi makanan yang tidak
sehat (memiliki kadar lemak jenuh yang tinggi) seperti kuning telur, mentega, biskuit, keju, krim,
atau santan, kurang berolahraga atau beraktivitas, kebiasaan merokok dan obesitas merupakan
factor resiko terjadinya kolesterol meningkat (P2PTM Kemenkes RI, 2018). Dari hasil penelitian
yang dilakukan Torry pada tahun 2014 dengan judul penelitian faktor risiko yang berperan
terhadap terjadinya sindrom coroner akut, didapati jumlah sampel 44 orang, penderita laki-laki
lebih banyak dibandingkan dengan penderita perempuan, sebelas orang memiliki riwayat merokok
dan peningkatan kadar kolesterol (Torry et al., 2014).

4.2 Diagnosa Keperawatan


Menurut SDKI (PPNI, 2018) diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis terhadap
reaksi klien mengenai masalah kesehatan yang ada baik actual maupun potensial.
Pada teori diagnosa keperawatan yang dapat muncul adalah nyeri akut ditandai dengan
prosedur tindakan, risiko gangguan fungsi jantung ditandai dengan berkurangnya aliran darah

48
coroner, risiko hypovolemia, gangguan perfusi jaringan perifer ditandai dengan gangguan curah
jantung akibat disfungsi ventrikel kiri, kecemasan ditandai dengan kejadian jantung dan
kemungkinan kematian dan kurang pengetahuan tentang perawatan diri pasca ACS. Pada kasus
diagnose keperawatan yang muncul adalah nyeri akut berhubungan dengan prosedur tindakan
kateterisasi jantung (D.0077), ansietas berhubungan dengan kurang terpaparnya informasi
(D.0080) dan defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpaparnya infromasi (D.0111).
Diagnosa ini muncul karena pada kasus pasien telah dilakukan tindakan PCI (post PCI).

4.3 Intervensi/Implementasi
Intervensi keperawatan merupakan tindakan yang dilakukan perawat dengan
mempertimbangkan evaluasi klinis dan pengetahuan, guna memenuhi kebutuhan pasien.
Perencanaan ini dibuat sesuai dengan data pengkajian dan diagnosa yang ditegakkan tujuannya
untuk mencegah komplikasi pada pasien dan meningkatkan status kesehatan pasien (S.D. Sari,
2019).
Intervensi keperawatan untuk diagnosa nyeri akut berhubungan dengan prosedur tindakan
sesuai dengan SLKI yang dilakukan selama 3x8 jam kepada Tn. CB bertujuan untuk menurunkan
tingkat nyeri dengan kriteria hasil keluhan nyeri menurun dari 3 menjadi 0, tidak meringis, sikap
protektif menurun dan gelisah menurun. Sesuai dengan SIKI yaitu dengan manajemen nyeri.
Intervensi yang dilakukan dengan identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri, identifikasi faktor yang memperkuat dan memperingan skala nyeri, berikan dan
ajarkan teknik non farmakologi untuk mengurangi nyeri, kolaborasi pemberian analgetik dengan
tim kesehatan lain. Manajemen nyeri dapat dilakukan dengan 2 metode yaitu farmakologis dan
non farmakologis. Analgesik dapat diberikan dengan membantu penatalaksanaan farmakologis,
sedangkan penatalaksanaan non farmakologis dapat diberikan dengan massage, distraksi, dan
relaksasi napas dalam merupakan salah satu metode yang paling mudah dilakukan untuk
mengurangi nyeri (Saptri et al., 2022)

Intervensi diagnosa ansietas berhubungan dengan kurang terpaparnya informasi sesuai


dengan SLKI yang dilakukan selama 3 x 8 jam kepada Tn. CB bertujuan untuk tingkat ansietas
menurun dengan kriteria hasil verbalisasi kebingungan menurun, verbalisasi khawatir akibat
kondisi yang dihadapi menurun, perilaku gelisah menurun, perilaku tegang menurun, konsentrasi
membaik, pola tidur membaik. Sesuai dengan SIKI yaitu reduksi ansietas. Intervensi yang

49
dilakukan antara lain menjelaskan prosedur tindakan yang akan dilakukan, termasuk sensasi yang
mungkin dialami dan memberikan kesempatan untuk bertanya tentang apa yang mau pasien
ketahui tentang penyakitnya dan apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukannya.

Intervensi untuk diagnose defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpaparnya


infromasi yang dilakukan selama 3 x 8 jam kepada Tn. CB bertujuan untuk tingkat pengetahuan
meningkat dengan kriteria hasil perilaku sesuai anjuran meningkat, verbalisasi minat dalam belajar
meningkat, kemampuan menjelaskan pengetahuan tentang suatu topik meningkat, kemampuan
menggambarkan pengalaman sebelumnya yang sesuai dengan topik meningkat, perilaku sesuai
dengan pengetahuan meningkat, pertanyaan tentang masalah yang dihadapi menurun, persepsi
yang keliru terhadap masalah menurun. Sesuai dengan SIKI yaitu edukasi kesehatan. Intervensi
yang dilakukan antara lain memberikan pendidikan kesehatan tentang penyakit yang di derita
pasien dan mengajarkan perilaku hidup sehat untuk dilakukan pasien saat di rumah nantinya.

4.4 Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari proses keperawatan, evaluasi bertujuan
untuk menilai sejauh mana keberhasilan dari diagnosa, intervensi, implementasi yang sudah
dilakukan apakah dapat tercapai atau tidak.
1. Nyeri akut berhubungan dengan prosedur tindakan
Didapat data subjektif pasien mengatakan nyeri pada area tusukan PCI dari awalnya
dirasakan 3 menjadi tidak dirasakan lagi atau 0. Data objektif pasien tampak sesekali
meringis bila tangannya beraktivitas, pasien tampak cemas TD : 120/70 mmHg, HR : 80
x/menit, RR : 18 x/menit, T : 36,5 ºC, menjadi pasien tampak tidak takut dalam mengikut
sertakan tangannya bila beraktivitas, pasien tampak tenang, TD : 120/75 mmHg,HR : 88
x/menit, RR : 20 x/menit dan T : 36,5 ºC. Dapat disimpulkan masalah sudah teratasi dan
intervensi dihentikan.
2. Ansietas berhubungan dengan kurang terpaparnya informasi
Didapat data subjektif pasien mengatakan takut, bingung takut terjadi apa-apa ditempat
tusukan dan data objektif pasien tampak gelisah, tegang dan tidak rileks setelah diberikan
intervensi dan implementasi pasien tampak tidak takut dalam mengikut sertakan tangannya
bila beraktivitas, pasien tampak tenang. Dapat disimpulkan masalah sudah teratasi dan
intervensi dihentikan.

50
3. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpaparnya informasi
Didapat data subjektif pasien menanyakan masalah yang sedang dihadapi dengan data
objektif pasien mengatakan baru pertama kali dilakukan tindakan PCI, pasien tampak takut
dan tidak mau beraktivitas karena nantinya aktivitasnya akan membuat luka tusukannya
berdarah setelah dilakukan intervensi dan implementasi pasien tau apa saja yang tindakan
yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dia lakukan sekarang dan nanti pada saat di
rumah harus berprilaku hidup sehat. Dapat disimpulkan masalah sudah teratasi dan
intervensi dihentikan.

51
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Hasil dari asuhan Keperawatan yang dilakukan pada tanggal 13 Maret 2024 pada Tn. CB
dengan acute coronary syndrome post PCI di ruang cendana Rumah sakit Chairuddin P. Lubis
diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Pengkajian dilakukan secara menyeluruh yang di dapat dari berbagai sumber diperlukan
untuk memperoleh identitas pasien, keluhan yang dirasakan pasien, status kesehatan
pasien, serta ketidakmampuan yang dialami pasien selama sakit. Saat penulis melakukan
pengkajian terhadap Tn. CB ditemukan keluhan utama pasien yaitu nyeri akut dengan skala
nyeri 3, nyeri dirasakan pasien saat melalukan aktivitas, tekanan darah pasien yaitu 120/70
mmHg. Nyeri akut tersebut mengakibatkan pasien cemas.
2. Diagnosa keperawatan, masalah yang muncul pada Tn. CB dengan ACS post PCI ada 3
yaitu nyeri akut, ansietas dan deficit pengetahuan berhubungan kurang terpaparnya
informasi.
3. Intervensi Keperawatan yang akan dilakukan untuk mengatasi masalah keperawatan yang
muncul sudah sesuai SLKI meliputi tujuan dan kriteria hasil meliputi Tindakan observasi,
terapeutik, edukasi, kolaborasi.
4. Implementasi Dalam melaksanakan tindakan keperawatan sudah sesuai dengan intervensi
yang telah ditetapkan dan sesuai kondisi pasien.
5. Evaluasi yang didapatkan dari 3 masalah keperawatan yang muncul sudah teratasi karena
keluhan nyeri yang dirasakan pasien menurun, ansietas tidak terjadi lagi dan deficit
pengetahuan sudah meningkat.

5.2 Saran
1. Bagi Rumah sakit
Untuk lebih meningkatkan kualitas dalam memberikan asuhan keperawatan pada
pasien terutama pasien dengan acute coronary syndrome.

52
2. Bagi Profesi Keperawatan
Bagi tenaga kesehatan untuk menambah wawasan agar dapat menentukan diagnose,
intervensi dan implementasi yang tepat dalam memberikan asuhan keperawatan pada
pasien dengan acute coronary syndrome post percutaneous coronary intervention.

53
Daftar Pustaka

Arfasa, N., Nega Kassa, R., & Girma Legesse, T. (2022). Preoperative anxiety and its associated
factors among patients undergoing cardiac catheterization at saint peter Specialized Hospital
and Addis Cardiac Center, Addis Ababa, Ethiopia. International Journal of Africa Nursing
Sciences, 17(May), 100430. https://doi.org/10.1016/j.ijans.2022.100430
Dalal, H. M., Doherty, P., Mcdonagh, S. T. J., Paul, K., & Taylor, R. S. (2021). Virtual and in-
person cardiac rehabilitation. 1–8. https://doi.org/10.1136/bmj.n1270
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2019). Laporan Riskesdas 2018 Nasional.pdf (p.
674).
Kraemer, J. (2022). TEXTBOOK OF Medical-Surgical Nursing.
Kurt, Y., & Kaşıkçı, M. (2019). The effect of the application of cold on hematoma, ecchymosis,
and pain at the catheter site in patients undergoing percutaneous coronary intervention.
International Journal of Nursing Sciences, 6(4), 378–384.
https://doi.org/10.1016/j.ijnss.2019.09.005
Linton, A. D. (2020). Medical-Surgical Nursing Mary Ann Matteson , PhD , RN , FAAN.
Meng, Y., Zhuge, W., Huang, H., Zhang, T., & Ge, X. (2022). International Journal of Nursing
Studies The effects of early exercise on cardiac rehabilitation-related outcome in acute heart
failure patients : A systematic review and meta-analysis. International Journal of Nursing
Studies, 130, 104237. https://doi.org/10.1016/j.ijnurstu.2022.104237
Munawar, M., Soerianata, S., Manik, P., Kaoy, I. N., Firman, D., Rifqi, S., Taufiq, N., Yahya, F.,
Sunu, I., Santoso, A., Firdaus, I., Yuniadi, Y., Hanafy, D. A., Juzar, D. A., Alkatiri, A. A.,
Prakoso, R., & Wicaksono, S. H. (2018). Pedoman Laboratorium Kateterisasi Jantung Dan
Pembuluh Darah. Jurnal Kardiologi Indonesia, 10–27.
Nolan, B., & Wei, K. (2009). Contrast echocardiography in acute coronary syndromes. In
Echocardiography in Acute Coronary Syndrome: Diagnosis, Treatment and Prevention.
https://doi.org/10.1007/978-1-84882-027-2_9
Qin, H., Mayer, H., Öztürk, B., & Badr Eslam, R. (2021). Patients’ Perspectives With Acute
Coronary Syndrome After Percutaneous Coronary Intervention. Journal for Nurse
Practitioners, 17(5), 588–593. https://doi.org/10.1016/j.nurpra.2021.02.006
Torry, S. R. V., Panda, L., & Ongkowijaya, J. (2014). Gambaran Faktor Risiko Penderita

54
Sindrom Koroner Akut. E-CliniC, 2(1), 1–8. https://doi.org/10.35790/ecl.2.1.2014.3611
Zhang, X., Bao, Z., Wei, L., Zhang, Z., Hu, Y., Xu, D., Sun, W., & Xu, D. (2023). Comparison
of the effects of three kinds of hand exercises on improving limb function in patients after
transradial cardiac catheterization. International Journal of Nursing Sciences, 10(2), 182–
188. https://doi.org/10.1016/j.ijnss.2023.03.011
https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/544/mengenal-pemeriksaan-kateterisasi-dan-angiografi

55

Anda mungkin juga menyukai