Oleh:
PENDAHULUAN
Penyakit jantung koroner (PJK) atau di kenal dengan Coronary Artery Disease
(CAD) merupakan suatu penyakit yang terjadi ketika arteri yang mensuplai darah untuk
dinding jantung mengalami pengerasan dan penyempitan (Lyndon, 2014). Arteri yang
memompa sejumlah darah secara efektif untuk memenuhi perfusi darah ke organ vital dan
jaringan perifer secara adekuat. Pada saat oksigenisasi dan perfusi mengalami gangguan,
pasien akan terancam kematian. Kedua jenis penyakit jantung koroner tersebut melibatkan
arteri yang bertugas mensuplai darah, oksigen dan nutrisi ke otot jantung. Saat aliran yang
melewati arteri koronaria tertutup sebagian atau keseluruhan oleh plak, bisa terjadi iskemia
Penyakit jantung koroner merupakan pembunuh nomor satu di dunia. Tahun 2010
penyakit jantung koroner mengakibatkan kematian pada pria sebanyak 13,1 %, di prediksi
tahun 2020 menjadi 14,3 % dan 14,9% pada tahun 2030. Untuk wanita kematian akibat
penyakit jantung koroner pada tahun 2010 mencapai 13,6%, dan diprediksi pada tahun
2020 mencapai jadi 13,9 % dan 14,1% pada tahun 2030 (Rilantono, 2012).
Serikat, Negara Eropa, Jepang dan Singapura (Rao, 2011). Di negara Amerika Serikat
diperkirakan 16.300.000 orang atau 7% dari populasi penduduk Amerika Serikat yang
berumur lebih dari 20 tahun terdiagnosa penyakit jantung koroner. Dari angka tersebut
18,3% adalah pria dan 6,1% adalah wanita. Di prediksi tahun 2030, 8 juta warga Amerika
serikat lainnya akan terdiagnosa penyakit jantung koroner yang merupakan presentasi dari
peningkatan sebesar 16,6% dari tahun 2010 dan pada tahun 2011 terdapat 785.000 kasus
baru penyakit jantung koroner, sementara 470.000 merupakan kasus serangan berulang
kematian di negara – negara Asia pada tahun 2010. Untuk wilayah Asia Tenggara
ditemukan 3,5 juta kematian penyakit kardiovaskuler, 52% diantaranya disebabkan oleh
penyakit infark miokard (Indrawati, 2012). Di negara berkembang seperti Indonesia tingkat
kejadian terus meningkat setiap tahun. Hasil survei dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas,
diagnosis tenaga kesehatan dan gejala adalah sebesar 1,5% atau diperkirakan sekitar
2.650.340 orang. Angka penyakit jantung koroner di wilayah Sumatera Barat mendekati
kerugian materi, serta menyebabkan keterbatasan fisik dan sosial yang memerlukan
jantung koroner tidak hanya masalah bagi pasien tapi juga pada keluarga. Jika pasien
akan lebih besar lagi. Oleh karena itu perlu dilakukan pencegahan agar tidak terjadi
serangan berulang dan terjadi komplikasi, proses penyembuhan bisa lebih cepat lagi dan
(Vandanjani, 2013).
Menurut WHO (2007) upaya pencegahan sekunder PJK terdiri dari perubahan gaya
perubahan pola makan, pengontrolan berat badan, aktivitas fisik, dan kurangi konsumsi
menurunkan gula darah. Untuk itu pencegahan sekunder sangat diperlukan walaupun
acuan dalam penanganan pasien PJK rawat jalan, khususnya yang melakukan kontrol
berkala. Mereka tidak saja mendapatkan terapi obat – obatan yang harus teratur mereka
konsumsi, tetapi juga dianjurkan untuk melakukan tindakan pengaturan gaya hidup secara
mandiri yang bertujuan untuk meminimalisir faktor resiko yang ada pada pasien. Pasien
yang perokok aktif disarankan untuk berhenti, pasien yang obesitas dan kelebihan berat
badan dianjurkan untuk menurunkan dan mengontrol berat badannya. Pasien juga harus
mengubah pola makan menjadi lebih sehat dengan mengkonsumsi makanan rendah lemak.
serangan. Penelitian Framingham yang dimuat dalam American Heart Association tahun
2000 memprediksi resiko kejadian serangan berulang pada pasien PJK dengan
menggunakan variabel umur, tekanan darah sistolik, kadar kolesterol, status merokok, dan
ada atau tidak adanya penyakit diabetes melitus. Senada dengan Framingham, WHO juga
telah memetakan dalam sebuah grafik yang memprediksi resiko seseorang yang terkena
PJK dalam rentang waktu 10 tahun ke depan dengan variabel umur, jenis kelamin, tekanan
Upaya pencegahan sekunder meliputi berbagai aktivitas atau upaya yang dilakukan
oleh penderita guna mencegah perburukan kondisi jantungnya atau mencegah terjadinya
serangan berulang. Rehabilitasi jantung bukan hanya menjadi bagian integral dalam
menangani penderita penyakit jantung, tetapi juga merupakan aktivitas penting dalam
modifikasi faktor resiko, edukasi dan konseling disertai intervensi terhadap pola hidup
tidak sehat yang dijalani selama ini (Sani, 2012). Pada kenyataanya upaya pencegahan
tersebut belum berjalan secara optimal terutama pada pencegahan sekunder. Kurangnya
perilaku sehat dalam hal pencegahan sekunder faktor resiko PJK menjadi salah satu faktor
upaya dan penatalaksanaan telah dimasukkan pada program pencegahan oleh para
program, salah satunya adalah perilaku sehat masih sangat rendah. Ada beberapa faktor
yang mempengaruhi perilaku pasien yaitu persepsi pasien tentang penyakitnya, kurangnya
motivasi internal yang dapat merubah perilaku tertentu. Faktor – faktor yang
mempengaruhi perilaku pasien adalah motivasi, pasien harus diberitahu oleh sumber yang
terkait, dan melibatkan dukungan keluarga pasien dalam melakukan program rehabilitasi,
salah satu upaya perubahan perilaku dapat dilakukan dengan motivasi lewat pendidikan
kesehatan.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka rumusan masalah yang dirumuskan
yaitu Apakah Active Cycle Of Breathing Technique Dan Postural Drainage Dapat
Meningkatkan Ekspansi Thorax Pada Pasien Post Operasi Coronary Artery Bypass Graft
(Cabg)
Untuk membuktikan pengaruh Active Cycle Of Breathing Technique Dan Postural Drainage
Dapat Meningkatkan Ekspansi Thorax Pada Pasien Post Operasi Coronary Artery Bypass
Graft (Cabg).
Dapat digunakan sebagai referensi tambahan terkait Active Cycle Of Breathing Technique Dan
Postural Drainage Dapat Meningkatkan Ekspansi Thorax Pada Pasien Post Operasi
Coronary Artery Bypass Graft (Cabg) sehingga dapat di kembangkan dalam study ilmiah
berikutnya.
KAJIAN PUSTAKA
koroner, arteri yang menyalurkan darah ke otot jantung. Bila aliran darah melambat,
jantung tidak mendapat cukup oksigen dan zat nutrisi. Hal ini biasanya mengakibatkan
nyeri dada yang disebut angina. Bila satu atau lebih dari arteri koroner tersumbat sama
sekali, akibatnya adalah serangan jantung (kerusakan pada otot jantung).( Brunner and
Sudarth, 2001).
pada arteri koroner. Plaque terbentuk pada percabangan arteri yang ke arah ateriol kiri,
arteri koronaria kanan dan agak jarang pada arteri sirkumflex. Aliran darah ke distal dapat
mengalami obstruksi secara permanen maupun sementara yang disebabkan oleh akumulasi
sirkulasi kolateral untuk menyediakan supply oksigen yang adekuat ke sel yang berakibat
terjadinya penyakit arteri koronaria, gangguan aliran darah karena obstruksi tidak
permanen (angina pektoris dan angina preinfark) dan obstruksi permanen (miocard
infarct). Penyakit Jantung Koroner pada mulanya disebabkan oleh penumpukan lemak
pada dinding dalam pembuluh darah jantung (pembuluh koroner), dan hal ini lama
kelamaan diikuti oleh berbagai proses seperti penimbunan jaringan ikat, perkapuran,
pembekuan darah, dan lain-lain, yang kesemuanya akan mempersempit atau menyumbat
pembuluh darah tersebut. Hal ini akan mengakibatkan otot jantung di daerah tersebut
mengalami kekurangan aliran darah dan dapat menimbulkan berbagai akibat yang cukup
Coronary Artery Bypass Graft merupakan salah satu penanganan intervensi dari
CAD dengan cara membuat saluran baru melewati arteri koroner yang mengalami
Grafting adalah operasi pintas koroner yang dilakukan untuk membuat saluran baru
melewati bagian arteri koroner yang mengalami penyempitan atau penyumbatan (Medical
Coronary Artery Bypass Grafting merupakan salah satu penanganan intervensi dari
PJK dengan cara membuat saluran baru melewati arteri koroner yang mengalami
adalah operasi pintas koroner yang dilakukan untuk membuat saluran baru melewati bagian
arteri koroner yang mengalami penyempitan atau penyumbatan (Medical Surgical Nursing
vol 1, 2000) Coronary Artery Bypass Grafting atau Operasi CABG adalah teknik yang
menggunakan pembuluh darah dari bagian tubuh yang lain untuk memintas (melakukan
bypass) arteri yang menghalangi pemasokan darah ke jantung. Operasi CABG sangat ideal
untuk pasien dengan penyempitan di beberapa cabang arteri koroner (Kulick & Shiel,
2007). Rekomendasi untuk melakukan CABG didasarkan atas beratnya keluhan angina
dalam aktifitas sehari-hari. Respon terhadap intervensi non bedah PCI atau stent dan obat-
obatan serta harapan hidup pasca operasi yang didasarkan atas fungsi jantung secara umum
2.1.2 Anatomi
Arteri Koroner Kiri Utama/Left Main (LM) yang lebih popular dengan
sebutan Left Main (LM), keluar dari sinus aorta kiri kemudian segera bercabang dua
menjadi arteri Left Anterior Descending (LAD) dan Left Cirumflex (LCX). Arteri LM
berjalan diantara alur keluar ventrikel kanan (right ventricle outflow tract) yang terletak di
depannya dan atrium kiri dibelakangnya, kemudian bercabang menjadi arteri LAD dan
arteri LCX.
sampai ke apeks jantung. Arteri ini mensuplai bagian depan septum melalui cabang-cabang
septal dan bagian depan ventrikuler kiri melalui cabang-cabang diagonal, sebagian besar
ventrikel kiri dan juga berkas AntrioVentrikular. Cabang-cabang diagonal keluar dari
arteri LAD dan berjalan menyamping mensuplai dinding anterolateral ventrikel kiri,
atrium kiri dan ventrikel kiri dan mensuplai dinding samping ventrikel kiri melalui cabang-
cabang obtuse marginal yang bisa lebih dari satu (M1, M2, dan seterusnya). Pada umumnya
arteri LCX berakhir sebagai cabang obtuse marginal, namum pada 10% kasus mempunyai
sirkulasi dominan kiri maka arteri LCX juga mensuplai cabang “posterior descending
artery” (PDA).
Arteri Koroner Kanan/Right Coronary Artery (RCA) keluar dari sinus aorta
kanan dan berjalan didalam parit atrioventrikular kanan diantara atrium kanan dan ventrikel
kanan menuju ke bagian bawah dari septum. Cabang-cabang yang berjalan diagonal dan
mengarah ke depan dan mensuplai dinding depan ventrikel kanan. Selanjutnya adalah
cabang acute marginal (AM) dan berjalan di tepi ventrikel kanan diatas diafragma. RCA
node.
Coronary artery disease triple vessel disease merupakan penyumbatan pada arteri
koronaria pada ketiga cabang arteri koronaria. Faktor resiko yang sering menyebabkan
meningkatkan resiko serangan jantung atau menyumbat arteri. Tingginya kadar kolesterol
di dalam dinding arteri akan membuat suplai darah dan nutrisi berkurang ke jantung.
disebabkan oleh penyempitan arteri koronaria secara permanen atau tidak permanen.
Oksigen di perlukan oleh sel-sel miokardial, untuk metabolisme aerob dimana adenosine
triphospate dibebaskan untuk energi jantung pada saat istirahat membutuhakn 70%
oksigen. Banyaknya oksigen yang di perlukan untuk kerja jantung disebut sebagai
tuntutan tekanan oksigen dangan menambah percepatan dan kontraksi untuk menekan
volume darah ke sekat-sekat jantung. Pada jantung yang mengalami obstruksi aliran darah
miocardial, suplay darah tidak dapat mencukupi terhadap tuntutan yang terjadi. Keadaan
adanya obstruksi letak maupun sebagian dapat menyebabkan anoksia dan suatu kondisi
laktat merupakan akibat dari glikolisis aerobik yang dapat sebagai predisposisi terjadinya
menurun, gerakan dinding segmen iskemik menjadi hipokinetik. Kegagalan ventrikel kiri
ventrikel kiri pada saat tekanan akhir diastole dan tekanan desakan pada arteri pulmonalis
serta tanda-tanda kegagalan jantung. Kelanjutan dan iskemia tergantung pada obstruksi
pada arteri koronaria (permanen atau sementara), lokasi serta ukurannya. Tiga menifestasi
dari iskemia miocardial adalah angina pectoris, penyempitan arteri koronarius sementara,
preinfarksi angina, dan miocardial infark atau obstruksi permanen pada arteri coronaria.
4. Iskemik yang mengancam dan tidak respon terhadap terapi non bedah yang
maksimal
8. Satu atau dua vessel disease tanpa stenosis LAD proksimal yang signifikan
10. Pasien dengan sumbatan 3 pembuluh darah arteri (three vessel disease) dengan
angina stabil atau tidak stabil dan pada pasien dengan 2 sumbatan pembuluh
darah dengan angina stabil atau tidak stabil dan pada pasien dengan 2 sumbatan
pembuluh darah dengan angina stabil atau tidak stabil dan lesi proksimal LAD
yang berat
11. Pasien dengan stenosis (penyempitan lumen > 70%) pada 3 arteri yaitu arteri
sinistra
diakibatkan luka insisi dada atau kaki, selang dada atau peregangan iga selama
khususnya bila terjadi pembengkakan kaki. Peregangan otot punggung dan leher
saat iga diregangkan dapat menyebabkan ketidaknyamanan punggung dan leher.
Nyeri dapat merangsang sistem saraf simpatis, meningkatkan frekuensi jantung dan
keduanya. Bradikardia atau takikardi pada paska operasi dapat menurunkan curah
jantung. Aritmia sering terjadi 24 jam – 36 jam paska operasi. Takikardi menjadi
diperbaiki.
3. Perubahan cairan
Setelah operasi Coronary Bypass Grafting (CABG) volume cairan tubuh total meningkat
sebagai akibat dari hemodilusi. Peningkatan vasopressin, dan perfusi non perfusi ginjal
elektrolit pasca operasi paling umum adalah kadar kalsium abnormal. Hipokalemia dapat
diakibatkan oleh hemodilusi, diuretik dan efek-efek aldosteron yang menyebabkan sekresi
kalium ke dalam urine pada tubulus distal ginjal saat natrium diserap. Hiperkalemia dapat
terjadi sebagai akibat jumlah besar larutan kardioplegia atau gagal ginjal akut
4. Perubahan tekanan darah
mencegah atau untuk memperbaiki dengan segala tekanan darah pada rentang normotensi.
a. Hipotensi
Pada graft vena safena dapat kolaps jika tekanan perfusi terlalu rendah, vena tidak
memiliki dinding otot seperti yang di miliki oleh arteri, sehingga mengakibatkan
ventrikel yang buruk atau disritmia.Tindakan dengan pemberian cairan atau obat
kontraktilitas ventrikel.
b. Hipertensi
atau nyeri, terkadang ditemukan tanpa penyebab yang jelas. Hipertensi dapat
disebabkan oleh narkotik analgesik atau sedatif intravena. Hipertensi ini umumnya
bersifat sementara dan dapat di turunkan dalam 24 jam. Bila tidak mungkin, anti
milirinone.
hal ini merupakan kedaruratan yang mengancam hidup yang biasanya diakibatkan
oleh ruptur atau kebocoran jalur jahitan pada satu dari 3 sisi: Anastomosis
proksimal graft vena ke aorta, anastomosis distal graft vena ke arteri koroner atau
selama bypass. b. Perdarahan vena Hal ini lebih umum terjadi dan disebabkan oleh
masalah pembedahan atau koagulopati, kesalahan hemostasis dari satu atau lebih
6. Infeksi luka
Infeksi luka luka pasca operasi dapat terjadi pada kaki atau insisi sternotomi
median atau pada sisi pemasangan selang dada. Perawatan untuk mencegah infeksi
yaitu dengan mempertahankan insisi bersih dan kering dan mengganti balutan
dengan teknik aseptik. Infeksi juga dapat didukung dari keadaan pasien dengan
7. Tamponade jantung
jantung akibat kompresi jantung kanan oleh darah atau bekuan darah dan menekan
miokard. Hal ini mengancam aliran balik vena, menurunkan curah jantung dan
dilakukan.
menunjukan bahwa penurunan kognitif tidak disebabkan oleh CABG tetapi lebih
9. Disfungsi neurologi
konsentrasi ringan sampai periode agitasi dan kekacauan mental dan cedera
serebrovaskuler atau koma. Perubahan perfusi serebral dan mikro embolisme lemak
atau agregasi trombosit selama bypass dan embolisasi bekuan, bahan partikular
mempertahankan curah jantung adekuat, tekanan darah dan AGD (Analisa Gas
Osteoarthritis Genu
Guarding Blockage
Spasme Chronic
Gangguan Inflamation
Inflamation
Inflamation Vaskularisasi
Ischemic Hiperensitivita
s Nocisensorik
Instabilit
Stretched Ischemic
Tightness
Pain
kontraktur Ambang
Muscle Rasa
Weakness Hypomobility
Muscle
Imbalance
Nyeri
Stifness
Spasme Otot
Keterbatasan
gerak
2.7 Active Cycle of Breathing Technique(ACBT)
Active Cycle of Breathing Technique (ACBT) merupakan salah satu teknik chest
fisioterapi yang terdiri dari 3 subteknik yaitu Breathing Control (BC), Thoracic
Expansion Exercise (TEE) dan Forced Expiration Technique (FET) atau huffing
akumulasi mukosa karena proses patologi sehingga saluran napas akan bersih dan
pada pasien post operasi CABG dengan standar penatalaksanaan sesuai dengan prosedur
yang telah ditetapkan NHS (2009), meliputi tiga subteknik.yaitu Breathing exercise akan
huffing meningkatkan tidal volume dan membuka sistem colateral saluran napas
kembali pola pernapasan tenang dan ritmis sehingga penderita dapat menghemat energi
untuk bernapas serta penderita akan terbiasa melakukan pernapasan yang teratur ketika
serangan sesak napas. Sedangkan perpaduan dari kedua subteknik dapat dilakukan
bersama – sama dengan latihan mobilisasi sangkar torakal atau Thoracic Expansion
Breathing Technique (ACBT) juga diperoleh informasi dari penderita bahwa selain lebih
mudah mengeluarkan sputum, sesak napas menurun dan mobilisasi sangkar torak lebih
baik.
1. Breathing control
Breathing control adalah suatu teknik bernafas dengan menggunakan paru sisi
bawah dan menghindari atau meminimalkan penggunaan otot-otot bantu nafas (otot
dada atas dan otot-otot bahu) sehingga diperoleh suatu kondisi yang santai (rileks).
Breathing control cocok dan banyak diberikan pada pasien asma atau PPOK yang
sedang mengalami serangan sesak nafas. Kedua kondisi tersebut seandanya malah
diberi breathing exercise justru akan menambah derjat sesak nafasnya. Hal ini
terjadi karena breathing exercise akan meningkatkan kerja otot pernafasan atas dan
membuatnya lelah.
Posisi pasien santai dan nyaman, boleh duduk, half lying atau tidur miring.
Postural Drainage (PD) adalah teknik pengaturan posisi tertentu untuk mengalirkan
sekresi pulmonari pada area tertentu dari lobus paru dengan pengaruh gravitasi. Pembersihan
dengan cara ini dicapai dengan melakukan salah satu atau lebih dari 10 posisi yang berbeda.
Setiap posisi mengalirkan bagian khusus dari pohon trakeabronkial – bidang paru atas,
tengah, atau bawah ke dalam trakhea. Batuk atau penghisapan kemudian mendapat
dengan positioning sesuai dengan letak sputum, mengeluarkan secret yang terampung, dan
mencegah akumulasi secret agar tidak terjadi atelectasis. Indikasi postural drainage (PD)
yaitu kondisi pasien tirah baring lama dengan banyak sputum yang sulit dikeluarkan. Kontra
Indikasi postural drainage (PD) yaitu Tension pneumotoraks, Hemoptisis, Gangguan sistem
kardiovaskuler seperti hipotensi, infark miokard, Edema paru, Efusi pleura yang luas.
Untuk mengurngi lendir dengan nyaman dikursi atau sisi tempat tidur dengan
menggetarkan dengan kedua tangan di atas punggung diatas area otot antar tulang
selangka dan sangat bagian atas tulang belikat (daerah di arsir dari diagram) dikedua
sisi selama 3 sampai 5 menit. Dorong pasien untuk mengambill nafas dalam–dalam
Posisi pasien duduk dengan nyaman dikursi atau di sisi tempat tidur dan
kiri.
Pasien berbaring datar di tempat tidur atau meja dengan bantal dibawah
kepala dan kakinya untuk kenyamanan. Terapis menepuk dan menggetarkan sisi
kanan dan kiri bagian depan dada, antar tulang selangka dan putting.
Pasien berbaring miring kiri dan ditinggikan kaki tempat tidur sekitar
STATUS KLINIS
(1) ISPA
Upper 2-3 cm 1 3
(di bawah axilla)
Middle 3-5 cm 2 4
(proc. xyphoid)
Lower 5-7 cm 4 7
(level T8)
3.4. Algoritma-ICF Model
CABG
Gangguan
Chronic Vaskularisasi Functional Activity Participation
inflammation
Impairment Limitation Restriction
Inflammation
Ischemic
hypertone
Walking Sport
Tautband Hypomobility
Recreation
ADL
Nyeri
Spasme Stifness dan
tekan dan
Otot keterbatasan
nyeri
ROM
gerak
a) Berjalan
b) Naik turun tangga
c) Mengendarai motor dan mobil
3.5.3. Participation Restriction
a) Bekerja di toko
b) Keterbatasan dalam kegiatan di rumah
c) Rekreasi
d) Olahraga Jogging
3.6. ICF
a) Body structure
1) Blood vessels (b415: blood vessels functions)
b) Body function
(1) Spasme otot pernafasan (7801 : sensation of muscle spasme)
(2) Kelemahan otot abdominal (b730 : muscle power function)
(3) Retensi sputum (b440: respiration functions)
(4) Penurunan ekpansi thorax
(5) Penurunan aerobic endurance (b455: exercise tolerance functions)
c) Activities limitation
(1) Berjalan (d450 walking)
(2) Naik turun tangga (d4551 climbing)
(3) Mengendarai motor dan mobil (d4751 driving motorized vehicles)
d) Participation restriction
(1) Bekerja (d8500 Self employment)
(2) Keterbatasan dalam kegiatan di rumah (d640 Doing housework)
(3) Rekreasi (d920 Recreation and leisure)
(4) Olahraga (d9201 sport)
e) Environmental Factors
(1) Ruang Perawatan RS (e5800 health services)
f) Personal factors
(!) Mudah lelah
SKALA INTENSITAS
0 Tidak sesak sama sekali
2 Sesak ringan
3 Sesak sedang
4 Sesak kadang berat
5 Sesak berat
6
7 Sesak sangat berat
8
9
10 Sesak sangat berat sekali, hampir maksimal
b. Evaluasi
Evaluasi dilakukan setelah selesai 6x sesi program terapi. Terapi dilakukan sebanyak 6
kali.
Tanggal 1 Juni 2019
S : Pasien sulit mengeluarkan lender di tenggorokan, tiap batuk ada sedikit nyeri post operasi
CABG.
O : Pasien merasa lemah dan agak sulit mengeluarkan lendir pasca operasi CABG.
Gangguan aktivitas : berjalan lama, naik turun tangga, mengendarai motor dan mobil,
keterbatasan dalam kegiatan di rumah, rekreasi, olahraga.
A.
Impairment
a. Berjalan
b. Naik turun tangga
c. Mengendarai motor dan mobil
Participation Restriction
a. Bekerja di toko
b. Keterbatasan dalam kegiatan di rumah
c. Rekreasi
d. Olahraga Jogging
A:
Impairment
a. Berjalan
b. Naik turun tangga
c. Mengendarai motor dan mobil
Participation Restriction
a. Bekerja di toko
b. Keterbatasan dalam kegiatan di rumah
c. Rekreasi
d. Olahraga Jogging
PENUTUP
A. Simpulan
faktor yang sangat penting dimiliki oleh pasien penyakit jantung koroner dalam
melaksanakan tindakan pencegahan sekunder. Sangat penting bagi pasien PJK untuk
memiliki pengetahuan, sikap yang positif mengenai penyakit jantung koroner dan
penyakit dapat memprediksi sejumlah perilaku sehat pada pasien dengan penyakit kronik
seperti PJK. Untuk pasien PJK, persepsi terhadap sakitnya menunjukkan adanya hubungan
dengan jumlah perilaku mencari solusi penyembuhan. Pada pasien infark miokard dengan
sejumlah gejala yang khas akan berusaha mencari pertolongan untuk mengatasi gejalanya.
Setelah menyadari bahwa penyakitnya merupakan suatu hal yang serius, pasien akan
melakukan perubahan gaya hidup dan mengikuti program rehabilitasi jantung (Byrne &
Murphy, 2005).
Faktor lain yang juga sangat berpengaruh terhadap tindakan pencegahan sekunder
penyakit jantung koroner adalah dukungan keluarga, Menurut Tziallas (2010), seseorang
yang mengalami infark miokard yang dikategorikan sebagai penyakit yang berat, dapat
mempengaruhi sistem keluarga secara keseluruhan. Hal ini disebabkan oleh peran keluarga
yang berubah karena ada anggota keluarga yang sakit. Pada saat pasien PJK harus
persepsi diri, motivasi, dan dukungan keluarga merupakan faktor yang sangat mempengaruhi
terlaksananya perilaku sehat salah satunya tindakan pencegahan sekunder penyakit jantung
tipe C yang setiap tahunnya terus mengalami perkembangan dan perubahan pelayanan ke arah
yang lebih baik. Berdasarkan data rekam medik RSUD Dr Adanand WD Payakumbuh
diperoleh angka kunjungan pasien PJK dari tahun ke tahun. Angka kunjungan pasien jantung
koroner tahun 2014 sebanyak 988, tahun 2015 mengalami peningkatan menjadi 1.100 dan data
terakhir yang didapat bulan januari sampai Agustus 2016 adalah sebanyak 860 kunjungan
pasien.
B. Saran
Dari kesimpulan yang telah dikemukakan maka saran yang dapat diberikan adalah
sebagai berikut :
dan stretching dengan dosis minimal 2 kali sehari dengan 10 kali pengulangan pada 1 kali
latihan. Pasien diberikan edukasi mengenai intervensi yang akan diberikan agar menjadi
2. Pasien dianjurkan melakukan kompres hangat pada bagian leher selama 15 menit
3. Pasien diberitahukan saat mengajar menghindari posisi statis duduk yang terlalu lama 20
menit serta melakukan stretching disela-sela kegiatan mengajar, bisa dilakukan saat
istirahat.
DAFTAR PUSTAKA
De Wolf and Mens, J.M.A, 1994; Pemeriksaan Alat Penggerak Tubuh; Cetakan Kedua, Bohn
Kisner, C and Colby, L. A, 1996; Therapeutik Exercise Foundation and Thecniques; Third Edition,
Parjoto, Slamet, 2002; Assesment Fisioterapi pada Osteoarthritis Sendi Lutut; TITAFI XV,
Semarang.
Putz, R and Pabts, R, 2000; Sobota Atlas Anatomi Manusia; Jilid2, Edisi 21, ECG, Jakarta.
Sujatno dkk, 2002; Sumber Fisis; Jurusan Fisioterapi Politeknik Kesehatan, Surakarta.
Sriwidayat Ismiyati dan Soeparman, 2000; Pengaruh Traksi Elektris OA Lutut; TITAFI XV,
Semarang
Yudhi Suyono, 2000; Terapi Latihan pada OA Sendi Lutut, TITAFI Brandt,
Kenneth, 2000; Prinsip – Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Volume 4 in Osteoarthritis; Penerbit Buku
IFI, Kediri.