Anda di halaman 1dari 68

KONSEP KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

KARDIOVASKULER
MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat
Program S-1 keperawatan

Disusun Oleh :
Siti Fatimatu 2250307044

Fina Novia 2250307060

Dewi Citra 2250307056

Imam Priono 2250307065

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN S1

FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KESEHATAN

UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI

CIMAHI

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih-Nya

sehingga Penulis dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul “ Konsep

Keperawatan Gawat Darurat Kardiovaskuler”

Makalah ini merupakan Tugas yang disusun untuk memenuhi mata

perkuliahan Keperawatan Gawat Darurat pada Program S-I Ilmu Keperawatan

Dalam kesempatan ini kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak

yang secara langsung maupun tidak langsung telah membantu dalam penulisan

Kami meyadari dalam pembuatan makalah ini masih terdapat kekurangan,

untuk itu diharapkan kritik dan saran yang membangun untuk dapat

menyempurnakan makalah ini .

Akhir kata, kami ucapkan terima kasih dan semoga makalah ini dapat

bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Cimahi , Oktober 2023

Kelompok 3

I
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………………..1

1.1 Latar Belakang………………………………………………………………………………...1

1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………………………………..2

1.3 Tujuan…………………………………………………………………………………………2

1.4 Manfaat………………………………………………………………………………………..3

BAB II TINJAUAN TEORI…………………………………………………………………….4

2.1 Pengkajian ABC KGD Kardiovaskuler………………………………………………….……4

2.2 Mengatasi perdarahan dengan balut tekan, torniquet…………………………………………7

2.3 CPR pada henti jantung……………………………………………………………………...10

2.4 Mempersiapkan defibrilator………………………………………………………………….10

2.5 Pemberian obat-obat untuk penanganan kegawatan kardiovaskuler……………………...…20

2.6 Mampu memberikan asuhan keperawatan pada klien pasca henti jantung………….………27

2.7 Mengatur posisi pada pasien syok…………………………………………………………..27

2.8 Memberi tindakan terhadapCirculation Management: IV line……………………….……...28

2.9 Melakukan resusitasi cairan, elektrolit & darah……………………………………………..30

2.10 Menyiapkan memberikan obat-obatan untuk penanganan syok……………………..……..35

2.11 Melaksanakan evaluasi tindakan pada pasien gawat darurat…………………………….…35

2.12 Pendokumentasian tindakan pada pasien gawat darura………………………………….....45

BAB III PENUTUP…………………………………………………………………….………51

3.1 Kesimpulan…………………………………………………………………………………..51

3.2 Saran…………………………………………………………………………………………51

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………….…….52

II
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gawat artinya mengancam nyawa, sedangkan darurat adalah perlu mendapatkan

penanganan atau tindakan segera untuk menghilangkan ancaman nyawa korban. Jadi, gawat

darurat adalah keadaan yang mengancam nyawa yang harus dilakukan tindakan segera untuk

menghindari kecacatan bahkan kematian korban (Hutabarat & Putra, 2016).

Sistem kardiovaskuler merupakan organ sirkulsi darah yang terdiri dari jantung,

komponen darah dan pembuluh darah yang berfungsi memberikan dan mengalirkan suplai

oksigen dan nutrisi keseluruh jaringan tubuh yang di perlukan dalam proses metabolisme

tubuh. Sistem kardivaskuler memerlukan banyak mekanisme yang bervariasi agar fungsi

regulasinya dapat merespons aktivitas tubuh, salah satunya adalah meningkatkan aktivitas

suplai darah agar aktivitas jaringan dapat terpenuhi. Pada keadaan berat, aliran darah

tersebut, lebih banyak di arahkan pada organ-organ vital seperti jantung dan otak yang

berfungsi memlihara dan mempertahankan sistem sirkulasi itu sendiri.

Penyakit kardiovaskular atau yang biasa disebut penyakit jantung umumnya mengacu

pada kondisi yang melibatkan penyempitan atau pemblokiran pembuluh darah yang bisa

menyebabkan serangan jantung, nyeri dada (angina) atau stroke. Kondisi jantung lainnya

yang mempengaruhi otot jantung, katup atau ritme, juga dianggap bentuk penyakit jantung.

Menurut American Heart Association tahun (2017) dalam Oliver (2013) Penyakit

kardiovaskuler menjadi penyebab kematian sebanyak 17,3 juta penduduk dunia, sekitar 3 juta

1
dari kematian tersebut terjadi sebelum usia 60 tahun .Menurut statistik dunia, ada 9,4 juta

kematian setiap tahun yang disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler dan 45% kematian .

2
tersebut disebabkan oleh penyakit jantung koroner. Diperkirakan angka tersebut akan

meningkat hingga 23,3 juta pada tahun 2030 (Lestari , 2014).

Penyakit kardiovaskular (CVD) adalah istilah bagi serangkaian gangguan yang

menyerang jantung dan pembuluh darah, termasuk penyakit jantung koroner (CHD),

penyakit serebrovaskular, hipertensi (tekanan darah tinggi), dan penyakit vaskular perifer

(PVD). Definisi CVD juga menyangkut penyakit lain seperti rheumatic heart disease

(kerusakan jantung akibat rematik) dan penyakit jantung kongenital (kerusakan bentuk

struktur jantung sejak lahir) (Guilherme dan Kalil, 2016).

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana Pengkajian ABC KGD Kardiovaskuler ?

2. Bagaimana Mengatasi perdarahan dengan balut tekan, torniquet ?

3. Bagaimana CPR pada henti jantung ?

4. Bagaimana Mempersiapkan defibrilator ?

5. Bagaimana Pemberian obat-obat untuk penanganan kegawatan kardiovaskuler ?

6. Bagaimana memberikan asuhan keperawatan pada klien pasca henti jantung ?

7. Bagaimana Mengatur posisi pada pasien syok ?

8. Baimana Memberi tindakan terhadapCirculation Management: IV line ?

9. Bagaimana Melakukan resusitasi cairan, elektrolit & darah ?

10. Bagaimana Menyiapkan memberikan obat-obatan untuk penanganan syok ?

11. Bagaimana Melaksanakan evaluasi tindakan pada pasien gawat darurat ?

12. Bagaimana Pendokumentasian tindakan pada pasien gawat darura ?

3
1.3 Tujuan

Diharapkan mahasiswa mampu memahami konsep keperawatan gawat darurat kardiovaskular

dengan mengetahui Pengkajian ABC KGD Kardiovaskuler, Mengatasi perdarahan dengan balut

tekan, torniquet, CPR pada henti jantung, Mempersiapkan defibrilator, Pemberian obat-obat

untuk penanganan kegawatan kardiovaskuler, Mampu memberikan asuhan keperawatan pada

klien pasca henti jantung, Mengatur posisi pada pasien syok, Memberi tindakan

terhadapCirculation Management: IV line, Melakukan resusitasi cairan, elektrolit & darah,

Menyiapkan memberikan obat-obatan untuk penanganan syok, Melaksanakan evaluasi tindakan

pada pasien gawat darurat dan Pendokumentasian tindakan pada pasien gawat darura.

1.4 Manfaat

Setelah menyelesaikan makalah ini diharapkan kami sebagai mahasiswa dapat meningkatkan

pengetahuan dan wawasan mengenai kasus kegawatdaruratan kardiovaskuler dan mendapat

bahan masukan untuk melaksanakan pemeliharaan menangani dengan penanganan yang tepat

terhadap pasien yang mengalamisyok kardiogenik. Diharapkan agar pembaca dapat mengetahui

tentanginformasi betapa pentingnya penanganan terhadap pasien yang mengalamisyok

kardiogenik dan perawatan lanjutan.

4
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Pengkajian ABC KGD Kardiovaskuler

Pengkajian adalah tahap dalam keperawatan yang pertama dan bersifat berkelanjutandimana
pada fase tersebut data subjektif dan objektif dikumpulkan untuk digunakan pada tahap
selanjutnya. Dalam keperawatan gawat darurat, pengkajian ditunjukan untuk mengidentifikasi
kondisi pasien saat datang dan adakah risiko yang membahayakan atau mengancam kehidupan
dari pasien. Pengkajian dalam keperawatan gawat darurat dilakukan dengan Primary survey dan
Secondary survey (Sheehy, 2013, p. 9). Primary survey adalah penilaian yang cepat serta
sistematis yang digunakan untuk mengidentifikasi dan mengenali keadaan atau kondisi yang
mengancam kehidupan klien secepat mungkin. Primary survey ini menggunakan pendekatan
pengkajian inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi (Sheehy, 2013, pp. 9– 10).
Primary survey dilakukan dengan menggunakan langkah-langkah DRABC (Danger, Response,
Airway, Breathing, Circulation) yaitu sebagai berikut (Sheehy, 2013, p. 10):
1. Danger
Periksa situasi bahaya yang mengancam klien, pastikan lingkungan aman bagi klien dan perawat
sebelum memberikan pertolongan. Pastikan saat memberikan pertolongan pada klien lihat
sekeliling usahakan situasi aman.
2. Response
Kaji respon pasien, apakah pasien berespon saat di tanya. Gunakan AVPU (Alert, Verbal, Pain,
Unresponsive) untuk menentukan kesadaran klien.
3. Airway
Kaji keadaan jalan nafas pasien adakah sumbatan atau tidak. Jika ada sumbatan dan pasien
responsif berikan pertolongan untuk melancarkan jalan nafas, jika ada sumbatan dan pasien
tidak responsif lakukan head lift dan chin lift untuk melancarkan jalan nafas.
4. Breathing
Cek pernafasan dan cek apakah ventilasinya adekuat pertimbangkan oksigen dan assist
ventilation.
5. Circulation

5
Kaji denyut nadi apakah nadi teraba dan tentukan nadi adekuat. Cek capillary refil
pertimbangkan defibrilasi, RJP, kontrol perdarahan, elevasi kaki (kecuali pada cidera spinal).
Setelah primary survey selesai, lakukan secondary survey yang lebih terperini, yang
mencangkup pengkajian dari kepala ke kaki (head to toe). Bagian ini dari pemeriksaan untuk
mengidentifikasi semua cidera yang diderita oleh pasien. Lakukan pengkajian tanda-tanda vital
lengkap termasuk pernafasan, denyut nadi, tekanan darah, dan temperatur. Jika saat pengkajian
ada trauma dada dapatkan tekanan darah Pada kedua lengan (Williams and Wilkins, 2008, p. 13).
Secondary survey dilakukan dengan pengkajian history, vital sign dan pysical examination.
History, dilakukan menggunakan metode yang dinamakan SAMPLE, S (sign/symtoms yaitu
tanda dan gejala), A ( Allergies, alergi), M (Medications, pengobatan), P (Past medical history,
riwayat penyakit), L (Last oral intake, makanan yang dikonsumsi terakhir), E (Even prior to the
illness or injury, kejadian sebelum sakit). Poin tersebut dikembangkan menggunakan skala
OPQRS. O (onset), P ( Provocation), Q (Quality), R (Radiation), S (severity), T (Timing). Vital
sign, dilakuakan pengkajian lebih dalam , meliputi, pulse, respiration rate, blood pressure,
temperatur. Pysical examination, dilakukan dengan pemeriksaan fisik lengkap yaitu head to toe.
(Sheehy, 2013, pp. 10–11)

2.2 Mengatasi Perdarahan Dengan Balut Tekan Dan Torniquet

Perdarahan dibedakan menjadi 2 yaitu peradarahan terbuka (luar) dan perdarahan tertutup
(dalam). Kerusakan dinding pembuluh darah yang disertai kerusakan kulit sehingga darah keluar
dari tubuh dan terlihat jelas keluar dari luka tersebut dikenal dengan nama Perdarahan Luar
(terbuka).Perdarahan dalam umumnya disebabkan oleh benturan tubuh korban dengan benda
tumpul, atau karena jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor, ledakan, dan lain sebagainya. Luka
tusuk juga dapat mengakibatkan hal tersebut, berat ringannya luka tusuk bagian dalam sangat
sulit dinilai walaupun luka luarnya terlihat nyata.
Jika melihat perdarahan yang parah, segera aktifkan SPGDT dengan menghubungi ambulans.
Jika memungkinkan segera bawa ke pelayanan kesehatan terdekat. Segera setelah kita
mengetahui ada korban kecelakaan dengan perdarahan baik luar maupun dalam. Bagaimanapun
otak dan sumsum tulang belakang jika kehilangan darah dalam waktu 4-6 menit memiliki
tingkat risiko kematian yang tinggi. Sedangkan untuk perdarahan di ginjal membutuhkan waktu
kurang lebih 45 menit dan untuk tulang atau otot membutuhkan waktu 2 jam bertahan setelah

6
adanya perdarahan. Pastikan kondisi lingkungan sekitar penolong dan korban aman. Jika kondisi
tidak aman (di tengah jalan, reruntuhan, dll) segera pindahkan korban ke tempat yang aman.
Perdarahan berat maupun ringan jika tidak segera dirawat bisa berakibat fatal. Bila perdarahan
terjadi, penting bagi penlong untuk menghentikan secepat mungkin.
Ada 2 jenis perdarahan yaitu perdarahan dalam dan perdarahan luar. Perdarahan dalam lebih
berbahaya dan sulit untuk ditangani ketimbang perdarahan luar yang dapat diketahui banyaknya.
Oleh karena itu tanda-tanda berikut harus di perhatikan :
A. Cara penanganan perdarahan dalam :

1. Baringkan korban dengan nyaman dan longgarkan pakaian yang ketat


2. Angkat tekuk kakinya, kecuali ada bagian yang retak
3. Segera cari bantuan medis
4. Jangan memberi makanan atau minuman
5. Periksa korban setiap saat kalau dia mengalami syok.

B. Cara penanganan perdarahan luar :

1. Baringkan korban dalam posisi pemulihan, kecuali jika ada luka dada
2. Periksa apakah luka berisi benda asing atau tulang yang menonjol. Jika ada jangan sentuh
luka, gunakan bantalan pengikat.
3. Jika luka tidak disertai tulang yang menonjol, segera tekan bagian tubuh yang terluka. Jika
tidak ada pembalut yang steril, gunakan gumpalan kain atau baju bersih atau tangan untuk
mengontrol perdarahan sampai menemukan pembalut atau banatalan yang steril. Jika korban
dapat menekan sendiri suruh korban menekan sendiri lukanya, untuk mengurangi risiko
infeksi silang.
4. Balut luka dengan erat
5. Angkat bagian tubuh yang terluka, lebih tinggi dari posisi jantung korban
6. Jika darah membasahi pembalut, lepaskan pembalut dan gantilah bantalan. Walaupun
perdarahn telah berhenti, jangan terburu-buru melepaskan pembalut, bantalan atau perban
untuk menghindari terjadinya hal yang tak terduga
7. Jangan memberi makanan atau minuman kepada korban yang mengalami perdarahan

7
8. Periksa korban setiap saat kalau kalau dia mengalami syok
9. Segera cari bantuan medis.

Cara menghentikan perdarahan :


A. Tekanan langsung

1. Tekan daerah yang terluka dengan tangan (pastikan menggunakan sarung tangan) dan
angkat daerah yang terluka lebih tinggi dari jantung
2. Jangan pernah melepas objek yang tertancam dalam luka
3. Jaga tekanan paling tidak selama 5 menit atau sampai darahnya berhenti
4. Evaluasi ekstremitas yang berdarah kira-kira 6 menit selama melakukan tekanan langsung
5. Jangan meninggikan jika terjadi patah tulang

B. Tekanan dengan dressing

1. Letakkan dan tekan kasa diatas luka korban dan balut dengan kasa dengan erat untuk
mengontrol perdarahan (pastikan untuk selalu palpasi nadi korban)

8
2. Jangan melepas balutan sanpai dokter mengevaluasi korban
3. Biasanya perdarahan bisa berhenti karena tekanan oleh kasa lebih besar disbanding tekanan
dalam arteri
C. Tourniquet

Jika perdarahan tidak dapat teratasi menggunakan tekanan langsung dan dressing, lanjutkan
dengan menggunakan tourniquet atau kain yang sudah di lipat panjang dan digunakan untuk
menali. Bahan yang bisa di gunakan seperti : kain yang sudah dilipat atau dipelintir, ban karet
dalam. Jangan menggunakan sabuk, kawat dan sejenisnya.
1. Pasang segera jika terjadi perdarahan
2. Pasang diatas dengan jarak 5 cm atau selebar 5 jari tangan diatas luka
3. Tali pertama kemuadian gunakan kayu atau tongkat kecil diatas tali pertama kemudian di
tali lagi sebanyak 2 kali atau sekencangnya. Guna dari tongkat tersebut untuk
mengencangkan dan mengendorkan tourniquet tersebut.
4. Jangan dilepaskan sampai dokter memeriksa, jangan memasang tourniquet pas di sendi,
jangan menutup torniquet dengan balutan.
5. Kencangkan toniquet selama 10 menit dan kendorkan selama 30 detik, evaluasi daerah yang
terluka supaya tidak kebiruan karena kekurangan darah.
2.3 CPR Pada Henti Jantung
Resusitasi Jantung Paru “RJP” atau Cardiopulmonary Resuscitation “CPR” adalah suatu
tindakan darurat sebagai suatu usaha untuk mengembalikan keadaan henti nafas atau henti
jantung (kematian klinis) ke fungsi optimal, untuk mencegah kematian biologis. Kematian klinis
ditandai dengan hilangnya nadi arteri carotis dan arteri femoralis, terhentinya denyut jantung dan
pembuluh darah atau pernafasan dan terjadinya penurunan atau kehilangan kesadaran. Kematian

9
biologis dimana kerusakan otak tidak dapat diperbaiki lagi, dapat terjadi dalam 4 menit setelah
kematian klinis. Oleh karena itu, berhasil atau tidaknya tindakan RJP tergantung cepatnya
dilakukan tindakan dan tepatnya teknik yang dilakukan.
Keadaan-keadaan gagal nafas (henti nafas) ataupun henti jantung bisa juga terjadi di sekitar kita
dalam keadaan dan waktu yang tak terduga. Walaupun kita bukan tenaga kesehatan. tetapi
mengenal akan bagaimana cara memberikan bantuan hidup dasar secara umum perlu juga kita
ketahui. Karena dengan pertolongan awal dalam memberikan bantuan dasar ini akan bisa
bermakna memberikan kehidupan sebelum mendapatkan pertolongan lebih lanjut. Yang
dimaksud dengan pengertian bantuan hidup dasar ini adalah usaha yang dilakukan untuk
menjaga jalan nafas (airway) tetap terbuka, menunjang pernafasan dan sirkulasi dan tanpa
menggunakan alat-alat bantu. Usaha ini harus dimulai dengan mengenali secara tepat keadaan
tanda henti jantung atau henti nafas dan segera memberikan bantuan sirkulasi dan ventilasi.
Dalam survei primer difokuskan pada bantuan napas dan bantuan sirkulasi serta defibrilasi.
Untuk dapat mengingatkan dengan mudah tindakan survei primer dirumuskan dengan abjad A,
B, C, dan D, yaitu :
1. A : airway (jalan napas)
2. B : breathing (bantuan napas)
3. C : circulation (bantuan sirkulasi)
4. D : defibrilation (terapi listrik)
Sebelum melakukan tahapan A (airway), harus terlebih dahulu dilakukan prosedur awal pada
korban / pasien, yaitu :
a. Memastikan keamanan lingkungan bagi penolong.
b. Memastikan kesadaran dari korban / pasien.
Untuk memastikan korban dalam keadaan sadar atau tidak, penolong harus melakukan upaya
agar dapat memastikan kesadaran korban / pasien, dapat dengan cara menyentuh atau
menggoyangkan bahu korban / pasien dengan lembut dan mantap untuk mencegah pergerakan
yang berlebihan, sambil memanggil namanya atau Pak !!! / Bu !!! / Mas !!! / Mbak !!!
c. Meminta pertolongan
Jika ternyata korban / pasien tidak memberikan respon terhadap panggilan, segera minta bantuan
dengan cara berteriak “Tolong !!!” untuk mengaktifkan sistem pelayanan medis yang lebih
lanjut.

10
d. Memperbaiki posisi korban / pasien
Untuk melakukan tindakan BHD yang efektif, korban / pasien harus dalam posisi terlentang dan
berada pada permukaan yang rata dan keras. Jika korban ditemukan dalam posisi miring atau
tengkurap, ubahlah posisi korban ke posisi terlentang.
Ingat ! penolong harus membalikkan korban sebagai satu kesatuan antara kepala, leher dan bahu
digerakkan secara bersama-sama. Jika posisi sudah terlentang, korban harus dipertahankan pada
posisi horisontal dengan alas tidur yang keras dan kedua tangan diletakkan di samping tubuh.
e. Mengatur posisi penolong
Segera berlutut sejajar dengan bahu korban agar saat memberikan bantuan napas dan sirkulasi,
penolong tidak perlu mengubah posisi atau menggerakan lutut.

1. A ( Airway) Jalan Napas


Setelah selesai melakukan prosedur dasar, kemudian dilanjutkan dengan melakukan
tindakan :
a. Pemeriksaan jalan napas
Tindakan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya sumbatan jalan napas oleh benda asing.
Jika terdapat sumbatan harus dibersihkan dahulu, kalau sumbatan berupa cairan dapat
dibersihkan dengan jari telunjuk atau jari tengah yang dilapisi dengan sepotong kain, sedangkan
sumbatan oleh benda keras dapat dikorek dengan menggunakan jari telunjuk yang dibengkokkan.
Mulut dapat dibuka dengan tehnik Cross Finger, dimana ibu jari diletakkan berlawanan dengan
jari telunjuk pada mulut korban.
b. Membuka jalan napas

11
Setelah jalan napas dipastikan bebas dari sumbatan benda asing, biasa pada korban tidak sadar
tonus otot–otot menghilang, maka lidah dan epiglotis akan menutup farink dan larink, inilah
salah satu penyebab sumbatan jalan napas. Pembebasan jalan napas oleh lidah dapat dilakukan
dengan cara tengadah kepala topang dagu (Head tilt – chin lift) dan Manuver Pendorongan
Mandibula. Teknik membuka jalan napas yang direkomendasikan untuk orang awam dan
petugas kesehatan adalah tengadah kepala topang dagu, namun demikian petugas kesehatan
harus dapat melakukan manuver lainnya.
2. B ( Breathing ) Bantuan napas
Terdiri dari 2 tahap :
a. Memastikan korban / pasien tidak bernapas.

Dengan cara melihat pergerakan naik turunnya dada, mendengar bunyi napas dan merasakan
hembusan napas korban / pasien. Untuk itu penolong harus mendekatkan telinga di atas mulut
dan hidung korban / pasien, sambil tetap mempertahankan jalan napas tetap terbuka. Prosedur ini
dilakukan tidak boleh melebihi 10 detik.
b. Memberikan bantuan napas.
Jika korban / pasien tidak bernapas, bantuan napas dapat dilakukan melalui mulut ke mulut,
mulut ke hidung atau mulut ke stoma (lubang yang dibuat pada tenggorokan) dengan cara
memberikan hembusan napas sebanyak 2 kali hembusan, waktu yang dibutuhkan untuk tiap kali
hembusan adalah 1,5–2 detik dan volume udara yang dihembuskan adalah 400 -500 ml (10
ml/kg) atau sampai dada korban / pasien terlihat mengembang. Penolong harus menarik napas
dalam pada saat akan menghembuskan napas agar tercapai volume udara yang cukup.
Konsentrasi oksigen yang dapat diberikan hanya 16–17%. Penolong juga harus memperhatikan
respon dari korban / pasien setelah diberikan bantuan napas.
Cara memberikan bantuan pernapasan :
1) Mulut ke mulut
Bantuan pernapasan dengan menggunakan cara ini merupakan cara yang cepat dan efektif untuk
memberikan udara ke paru–paru korban / pasien. Pada saat dilakukan hembusan napas dari mulut
ke mulut, penolong harus mengambil napas dalam terlebih dahulu dan mulut penolong harus
dapat menutup seluruhnya mulut korban dengan baik agar tidak terjadi kebocoran saat
menghembuskan napas dan juga penolong harus menutup lubang hidung korban / pasien dengan

12
ibu jari dan jari telunjuk untuk mencegah udara keluar kembali dari hidung. Volume udara yang
diberikan pada kebanyakan orang dewasa adalah 400 - 500 ml (10 ml/kg). Volume udara yang
berlebihan dan laju inspirasi yang terlalu cepat dapat menyebabkan udara memasuki lambung,
sehingga terjadi distensi lambung.
2) Mulut ke hidung
Teknik ini direkomendasikan jika usaha ventilasi dari mulut korban tidak memungkinkan,
misalnya pada Trismus atau dimana mulut korban mengalami luka yang berat, dan sebaliknya
jika melalui mulut ke hidung, penolong harus menutup mulut korban / pasien.
3) Mulut ke Stoma
Pasien yang mengalami laringotomi mempunyai lubang (stoma) yang menghubungkan trakhea
langsung ke kulit. Bila pasien mengalami kesulitan pernapasan maka harus dilakukan ventilasi
dari mulut ke stoma.
3. C (Circulation) Bantuan sirkulasi
Terdiri dari 2 tahapan :
a. Memastikan ada tidaknya denyut jantung korban / pasien. Ada tidaknya denyut jantung korban
/pasien dapat ditentukan dengan meraba arteri karotis didaerah leher korban / pasien, dengan dua
atau tifa jari tangan (jari telunjuk dan tengah) penolong dapat meraba pertengahan leher sehingga
teraba trakhea, kemudian kedua jari digeser ke bagian sisi kanan atau kiri kira–kira 1–2 cm,
raba dengan lembut selama 5–10 detik. Jika teraba denyutan nadi, penolong harus kembali
memeriksa pernapasan korban dengan melakukan manuver tengadah kepala topang dagu untuk
menilai pernapasan korban / pasien. Jika tidak bernapas lakukan bantuan pernapasan, dan
jika bernapas pertahankan jalan napas.
b. Melakukan bantuan sirkulasi
Jika telah dipastikan tidak ada denyut jantung, selanjutnya dapat diberikan bantuan sirkulasi atau
yang disebut dengan kompresi jantung luar, dilakukan dengan teknik sebagai berikut :
1) Dengan jari telunjuk dan jari tengah penolong menelusuri tulang iga kanan atau kiri sehingga
bertemu dengan tulang dada (sternum).
2) Dari pertemuan tulang iga (tulang sternum) diukur kurang lebih 2 atau 3 jari ke atas. Daerah
tersebut merupakan tempat untuk meletakkan tangan penolong dalam memberikan bantuan
sirkulasi.

13
3) Letakkan kedua tangan pada posisi tadi dengan cara menumpuk satu telapak tangan diatas
telapak tangan yang lainnya, hindari jari–jari tangan menyentuh dinding dada korban / pasien,
jari–jari tangan dapat diluruskan atau menyilang.
4) Dengan posisi badan tegak lurus, penolong menekan dinding dada korban dengan tenaga dari
berat badannya secara teratur sebanyak 30 kali dengan kedalaman penekanan berkisar antara
1,5–2 inci (3,8–5 cm).
5) Tekanan pada dada harus dilepaskan keseluruhannya dan dada dibiarkan mengembang
kembali ke posisi semula setiap kali melakukan kompresi dada. Selang waktu yang dipergunakan
untuk melepaskan kompresi harus sama dengan pada saat melakukan kompresi. (50% Duty
Cycle).
6) Tangan tidak boleh lepas dari permukaan dada dan atau merubah posisi tangan pada saat
melepaskan kompresi.
7) Rasio bantuan sirkulasi dan pemberian napas adalah 30 : 2 dilakukan baik oleh 1 atau 2
penolong jika korban / pasien tidak terintubasi dan kecepatan kompresi adalah 100 kali permenit
(dilakukan 4 siklus permenit), untuk kemudian dinilai apakah perlu dilakukan siklus berikutnya
atau tidak. Dari tindakan kompresi yang benar hanya akan mencapai tekanan sistolik 60–80
mmHg, dan diastolik yang sangat rendah, sedangkan curah jantung (cardiac output) hanya 25%
dari curah jantung normal. Selang waktu mulai dari menemukan pasien dan dilakukan prosedur
dasar sampai dilakukannya tindakan bantuan sirkulasi (kompresi dada) tidak boleh melebihi 30
detik.

2.1 PERSIAPAN DEFIBRILATOR

2.1.1 PERSIAPAN SEBELUM PROSEDUR DEFIBRILASI


Persiapan yang dilakukan sebelum melakukan prosedur defibrilisasi harus
dipersiapkan dahulu persiapan peralatan dan persiapan pasien. Persiapan peralatan
diantaranya menyiapkan alat-alat, seperti defibrillator dengan monitor EKG dan pedalnya,
jelly, obat-obat emergency (Epinephrine, Lidocain, SA, Procainamid, dan lain-lain),
oksigen, face mask, papan resusitasi, peralatan intubasi dan suction.
Persiapan pasien diantaranya, yaitu pastikan pasien dan atau keluarga mengerti
prosedur yang akan dilakukan, letakkan pasien diatas papan resusitasi pada posisi supine,
jauhkan barang-barang yang tersebut dari bahan metal dan air disekitar pasien, lepaskan gigi

14
palsu atau protesa lain yang dikenakan pasien untuk mencegah obstruksi jalan nafas,
lakukan RKP secepatnya jika alat-alat defibrillator belum siap untuk mempertahankan
cardiac output yang akan mencegah kerusakan organ dan jaringan yang irreversible, berikan
oksigen dengan face masker untuk mempertahankan oksigenasi tetap adekuat yang akan
mengurangi komplikasi pada jantung dan otak, pastikan mode defibrillator pada posisi
asyncrone, matikan pace maker atau TPM jika terpasang (Kosasih, 2011).

2.1.2 PROSEDUR DEFIBRILASI


Prosedur defibrilasi diantaranya, yaitu oleskan jelly pada pedal secara merata,
pastikan posisi kabel defibrillator pada posisi yang bisa menjangkau sampai ke pasien,
nyalakan perekaman EKG agar mencetak gambar EKG selama pelaksanaan defibrilasi,
letakkan pedal pada posisi apeks dan sternum, charge pedal sesuai energi yang diinginkan,
pastikan semua clear atau tidak ada yang kontak dengan pasien, bed dan peralatan pada
hitungan ketiga (untuk memastika jangan lupa lihat posisi semua personal penolong),
pastikan kembali gambaran EKG adalah VT atau VF non-pulse, tekan tombol pada kedua
pedal sambil menekannya di dinding dada pasien, jangan langsung diangkat, tunggu sampai
semua energi listrik dilepaskan, nilai gambaran EKG dan kaji denyut nadi karotis, jika
kejutan kedua tidak berhasil, lakukan tahapan ACLS berikutnya, dan bersihkan jelly pada
pedal dan pasien.

2.1.3 PASCA DEFIBRILASI


Persiapan yang dilakukan pasca defibrilasi dengan cara monitoring pasien setelah
defibrilasi dan doukumentasi setelah tindakan. Persiapan yang dilakukan saat monitoring
pasien setelah defibrilasi diantaranya, yaitu evaluasi status neurologi serta orientasikan klien
terhadap orang, ruang, dan waktu, monitor status pulmonary (RR, saturasi O2), monitor
status kardiovaskuler (TD, HR, Ritme) setiap 15 menit, monitor EKG, mulai berikan obat
anti disritmia intravena yang sesuai, mengkaji apakah ada kulit yang terbakar, monitor
elektrolit (Na. K, Cl). Dokumentasi dan laporan setelah tindakan, diantaranya yaitu dengan
cara print out EKG sebelum, selama dan sesudah defibrilasi, status neurologi, respirasi dan
kardioversi sebelum dan sesudah defibrilasi, energi yang digunakan untuk defibrilasi, semua
hasil yang tidak diinginkan dan intervensi yang telah diberikan (Niemann, 2003).

15
16
OBAT-OBAT EMERGENSI

Tujuan : Untuk mengembalikan fungsi sirkulasi dan mengatasi keadaan gawat darurat lainnya dengan menggunakan obat-obatan.

Perhatian !
 Pemberian obat-obatan adalah orang yang kompeten di bidangnya (dokter atau tenaga terlatih di bidang gawat darurat)
 Mengingat banyaknya jenis-jenis kegawatdaruratan, maka pemberian obat yang disebutkan di bawah ini untuk mengatasi kegawatdaruratan
secara umum sedangkan dalam menghadapi pasien, kita harus melihat kasus per kasus.

Obat Indikasi Sediaan Dosis dan cara pemberian Perhatian


Aminofilin Menghilangkan & mencegah Ampul 10 ml a. Dosis awal : a. Perhatian
gejala-gejala asma & = 24mg/ml. 6,3 mg/kg Pasien dengan penyakit jantung berat,
bronkhospasme yang b. Anak 1-9 tahun hipoksemia (keadaan kadar oksigen
1 mg/kg/jam darah yang menurun) parah, gagal
bersifat reversibel yang
c. Anak 9-16 tahun dan
berhubungan dengan jantung kongestif, penyakit hati, usia
perokok dewasa
bronkhitis kronis & lanjut, hipertensi, atau
0,8 mg/kg/jam
emfisema hipertiroidisme.
d. Dewasa bukan perokok
0,5 mg/kg/jam b. Interaksi obat
e. Lansia dan pasien Klirens teofilin dikurangi oleh
dengan gangguan paru- eritromisin dan makrolida lainnya,
paru dan simetidin.
0,3 mg/kg/jam c. Efek samping
f. Pasien gagal jantung kongestif Gangguan saluran pencernaan,
0,1-0,2 mg/kg/jam takhikardia, berdebar, &
gemetar.

17
Amiodarone a. Henti jantung tak Ampul 3 ml a. Henti jantung a. Waktu paruh sangat panjang (sampai
respon (refrakter) = 150 mg 300 mg (dalam 20 ml – 30 ml 40 hari)
terhadap RJP, shock, D5%) IV/IO bolus, diikuti b. Interaksi obat yang kompleks
dan vasopresor satu kali 150 mg IV bolus dan multipel
b. Aritmia ventrikel dalam 3 sampai 5 menit c. Efek CV : hipotensi
berulang mengancam b. Aritmia ventrikel d. Efek CNS : gaya berjalan yang
nyawa (VF atau VT 150 mg IV dalam 10 menit abnormal/ataksia, kepeningan,
dengan hemodinamik tak (15 mg/menit) kelelahan, pusing, tidak enak badan,
stabil) c. Maintenance : gangguan ingatan, gerakan yang tidak
- 1 mg/menit IV dalam 6 disengaja, insomnia, lemah koordinasi,
jam, kemudian peripheral neuropathy, gangguan
- 0,5 mg/menit IV dalam tidur, gemetar
18 jam e. Efek Dermatologis : fotosensitivitas
- Dosis maksimal : 2,2 g/hari f. Efek GI N/V : anoreksia, konstipasi
g. Efek hati : LFT tidak normal
h. Efek Ophtha : mikrode
Atropin a. Bradikardia simtomatis Ampul 1 ml a. Asistol/PEA a. Memperburuk iskemia miokard
b. Blok av node selagi = 0,25 mg 1 mg IV/IO bolus, diulang tiap 3 b. Menyebabkan bradikardia
menunggu pemasangan – 5 menit; maksimal 3 kali paradoksal pada dosis < 0,5 mg
pacemaker pemberian (3 mg) c. Tidak berguna untuk blok AV
c. Obat pilihan kedua b. Bradikardia node derajat 2 tipe II dan derajat 3
untuk asistol atau PEA 0,5 mg IV/IO tiap 3 – 5 menit; d. Efek CV : arrhythmia,
(setelah maksimal 3 mg hipotensi, palpitasi, tachycardia
epinefrin/vasopresor) c. Endotrakeal e. Efek lainnya : anaphylaxis
d. Intoksikasi organofosfat 2 – 3 mg dilarutkan dalam 10
ml NS
d. Dibutuhkan dosis yang sangat
besar untuk intoksikasi
organofosfat

18
Cedocard a. Cedocard digunakan Ampul 10 ml a. Cedocard 5 mg a. Obat ini mengandung Isosorbide
untuk mencegah atau = 1 mg/ml - Serangan angia akut: 1 tablet Dinitrat yang merupakan vasodilator
mengobati nyeri dada - Profilaksis: 3-4 kali sehari 1- dan bekerja dengan merelaksasi
(angina). pembuluh darah ke jantung,
2 tablet.
b. Cedocard 5 mg, sehingga suplai darah dan oksigen
Cedocard 10 mg, dan - Pencegahan serangan ke jantung meningkat.
Cedocard Retard 20 mg malam: 1-2 tablet sebelum b. Obat ini merupakan tablet
- Angina pektoris tidur sublingual (dihisap dibawah lidah).
- Profilaksis serangan b. Cedocard 10 mg c. Kontraindikasi
angina pada penyakit 1-3 tablet 4 x/hari (dewasa) - Anemia
jantung koroner c. Cedocard Retard 20 mg - Hipotensi
kronis - Syok kardiogenik
1 tablet 2 x/hari
- Angina setelah infark - Pada penggunaan
miokardium (rusaknya d. Cedocard 20 mg sildenafil, tadalafil,
jaringan jantung akibat - Pencegahan serangan vardenafil
suplai darah yang angina dimalam hari: 1 d. Efek samping : Pusing, Sakit kepala
tidak adekuat) tablet
- Gagal jantung - Dosis umum: 30-160
c. Cedocard 20 mg mg/hari, dikonsumsi 3-4 kali
- Pengobatan &
sehari
pencegahan angina
pektoris - CHF tahap awal: ½ tablet
- Angina pectoris - Dosis efektif: 40-160 mg
yang parah sehari, pada kasus yang
- Refractory CHF berat hingga 240 mg sehari.
(Congenital Heart e. Cedocard IV infusion
Failure) 2-10 mg/jam
d. Cedocard IV infusion
- Unresponsive CHF,
terutama pasca
infark miokard
- mengontrol refractory
angina pectoris

19
Diazepam Digunakan untuk mengatasi Dosis dewasa 1 amp (10 mg) IV dapat Efek samping dapat menyebabkan

20
kejang-kejang, eklamsia, diulangi setiap 15 menit. depresi pernafasan
gaduh gelisah dan tetanus
Digoksin a. Gagal jantung kongestif Tablet 0,25 a. Digitalisasi cepat (24-36 jam) a. Kontra indikasi
b. Takhikardia mg 4-6 tablet, diberikan satu- - Fibrilasi & takhikardia
supraventrikular persatu sampai didapatkan hasil ventrikular
paroksismal yang diinginkan. - Blok atrio-ventrikular derajat
b. Digitalisasi lambat (3-5 hari) II dan komplit
2-6 tablet sehari dalam dosis - Henti sinus
terbagi, pemeliharaan : 1-3 tab - Bradikardi sinus yang berlebihan.
sehari. b. Perhatian
c. Digitalisasi cepat pada anak-anak - Blok jantung sebagian,
25 µg/kg berat badan diberikan miokarditis akut,
sedikit-sedikit sampai didapat hasil karditis reumatis.
yang diinginkan. - Gangguan fungsi ginjal.
- Kehamilan.
c. Interaksi obat
- Amfoterisin dan obat-obat
yang mengurangi Kalium bisa
mempertinggi kemungkinan
toksisitas Digoksin.
- Penyerapan Digoksin
bisa dihalangi oleh
antasida, Kolestiramin,
Kolestipol, Neomisin,
Sulfasalazin.
- Meningkatkan resiko aritmia
jantung dengan garam
Kalsium dan antiaritmia.
- Kadar serum bisa ditingkatkan

21
oleh Quinidin.

22
d. Efek samping
- Gangguan saluran pencernaan
& susunan saraf pusat.
- Jarang : kekacauan/kebingungan,
disorientasi, afasia, gangguan
detak, konduksi & irama
jantung.
- Reaksi alergi kulit hebat,
ginekosmatia
(pembesaran
payudara pria).

23
Diphenhy- Antihistamin, antiemetik, Ampul 10 ml Anak-anak a. Kontra indikasi
dramine anti spasmodik; = 10 mg/ml 1. Oral, i.m, i.v: Serangan asmatis
HCl / parkinsonisme, reaksi a. Reaksi alergi : akut. Bayi prematur.
Delladryl ekstrapiramidal karena obat; 5 mg/kg/hari atau 150 b. Perhatian
anak dengan gangguan mg/m2/hari dalam dosis terbagi - Glaukoma sudut sempit.
emosi tiap 6-8 jam, tidak lebih dari - Kehamilan.
300 mg/hari - Retensi urin, pembesaran prostat.
b. Alergi rhinitis ringan dan - Pasien dengan lesi fokal
mabuk perjalanan : pada korteks serebri.
- 2 sampai < 6 tahun - Hindari mengendarai
6,25 mg tiap 4-6 jam; kendaraan atau
maksimal 37,5 mg/hari mengoperasikan mesin.
- Usia 6 sampai <12 tahun - Sensitifitas silang terhadap
12,5-25 mg tiap 4-6 jam; obat- obat terkait.
maksimal 150 mg/hari c. Interaksi obat
- Usia ≥ 12 tahun Alkohol, depresan susunan saraf
25-50 mg tiap 4-6 jam, pusat, antikolinergik, MAOI
maksimal 300 mg/hari (penghambat mono amin
c. Membantu tidur dimalam hari: oksidase).
- Diminum 30 menit sebelum d. Efek samping
- Sedasi.
- Gangguan saluran pencernaan.

24
tidur - Efek antimuskarinik.
- Usia 2 sampai <12 tahun - Hipotensi, lemah otot, telinga
1 mg/kg/dosis tiap 4 jam; berdenging tanpa rangsang
maksimal 50 mg/hari dari luar, euforia (keadaan
- Usia ≥ 12 tahun : 50mg emosi yang gembira
2. Oral sebagai antitusif berlebihan), sakit kepala.
- 2 sampai < 6 tahun - Perangsangan sistem saraf pusat.
6,25 mg tiap 4 jam; maksimal - Reaksi alergi.
37,5 mg/hari - Kelainan darah.
- 6 sampai <12 tahun
12,5-25 mg tiap 4 jam; maksimal
75 mg/hari
- ≥ 12 tahun
25 mg tiap 4 jam; maksimal
150 mg/hari
3. Pemberian secara i.m dan i.v
Perawatan reaksi dystonic 0,5-
1 mg/kg/dosis

Dewasa
1. Oral :
a. 25-50 mg tiap 6-8 jam
b. Alergi rhinitis ringan dan
mabuk perjalanan :
25-50 mg tiap 4-6 jam; maksimal
300 mg/hari
c. Membantu tidur dimalam hari :
50 mg sebelum tidur
2. Pemberian secara i.m dan i.v

25
a. 10-50 mg dosis tunggal tiap 2-4
jam, tidak lebih dari 400
mg/hari
b. Reaksi dystonic :
50 mg dosis tunggal, ulang
setelah 20-30 menit jika
perlu
3. Topical
tidak boleh diberikan lebih dari
7 hari
Dobutamin Dipertimbangkan untuk kasus Ampul 10 ml a. Laju pemberian yang lazim 2 – 20 a. Cegah pemberian pada TDS <
HCl pump problems (gagal jantung = 250 mg µg/kg per menit, titrasi sehingga 100 mmHg dan ada tanda-tanda
kongestif, sembab HR tidak sampai meningkat 10 % syok
paru/congestive pulmonum) dari baseline b. Menyebabkan takiaritmia
dengan TDS 70 – 100 mmHg b. Untuk penggunaan yang optimal, c. Tidak boleh mencampur
dan tidak ada tanda-tanda disarankan memonitor dengan natrium bikarbonat
syok hemodinamik d. Kontra indikasi
c. Respon untuk pasien usia - Resisten mekanik dari pengisian
tua menurun signifikan dan atau pengosongan
d. Rumus dosis dobutamin ventrikular seperti tamponade
dalam syringe pump adalah : perikardial, perikarditis
- Sediaan dobutamine 1 ampul = konstriktif, penyumbatan
250 mg. kardiomiopati hipertrofik, &
- Karena 1 mg = 1.000 stenosis aorta berat.
mikrogram maka 1 ampul = - Hipovolemik berstatus parah.
250.000 mikrogram. - Penggunaan bersama
- Syringe pump menggunakan dengan obat-obat
spuit 50 cc. Kecepatan penghambat mono amin
pemberian dalam satuan cc/ oksidase.
jam. e. Efek samping

26
ventrikular baru & peningkatan
aritmia ventrikuler yang telah
Dosis  60xBB ada sebelumnya.
konsentras i - Kadang-kadang terjadi
Atau kemerahan pada kulit, demam,
Dosis  eosinofilia, bronkhospasme,
60xBB 5.000 tidak bisa menahan berkemih.
- Perubahan kadar gula
Contoh: pada penderita diabetes
Pasien dengan BB 50 kg.
Dosis dobutamin dimulai dari
5 mg/kgBB/menit.

5  60x50 15.000
5.000  5.000  3 cc/jam
e. Rumus hitung tetesan dobutamin
per drip :
- Faktor pengencer
250.000
500  500
- Rumus menggunakan kolf
Dosis  60xBB
500
Hasil disesuaikan makro/ mikro

f. Rumus untuk low cardiac output.


- Dosis kecil : 1 –3
μg/kg/min (Renal dose)
Menstimulir Dopaminergic
27
receptors, menyebabkan
vasodilatasi.
- Dosis sedang : 3 –10 μ g/kg
/min Menstimulir beta 1
receptor, menyebabkan
peningkatankontraktilitas
myocard, heart rate dan
konduksi.
- Dosis besar : 10 –15 μ g/kg/ min.
Menstimuliralpha receptors.
Alpha 1: vasokonstriksi arteriole
dan venulae  SVR (systemic
BP) meningkat, PVR
(pulmonary artery pressure)
meningkat.
Alpha 2: vasodilatasi
arteriole dan venulae
sertadepresi sympathic 
PenurunanSVR, PVR
danheart rate.
g. Dosis untuk CO ↓ BP ↓ (SBP < 100
mmHg) SVR ↑
Dosis : 2 –15 μg/kg/min.

28
Dopamin a. Obat pilihan kedua Ampul 5 ml a. 5 – 20 µg/kg/menit, titrasi - Turunkan bertahap (tapering)
untuk bradikardia = 200 mg sampai respon tercapai - Jangan mencampur/ melarutkan
simtomatis (setelah b. Rumus dosis dopamin dalam dengan natrium bikarbonat,
atropin) syringe pump adalah : lakukan pengenceran dengan D5%,
b. Hipotensi (TDS 70 – - Sediaan dopamine 1 ampul = D5 1/2 NS, D10 0,18 NS; RL
100 mmHg) 200 mg. - Diberikan dengan syringe pump atau
- Karena 1 mg = 1.000 mikrogram infusion pump, harus selalu
maka 1 ampul = 200.000 drip, bukan IV bolus

29
mikrogram. - Bisa menyebabkan
- Syringe pump menggunakan takiaritmia, vasokonstriksi
spuit 50 cc. Kecepatan yang eksesif
pemberian dalam satuan cc/
jam.
- Maka 1 cc cairan dalam
syringe pump :
200.000 μg
50 cc  4.000 g

Dosis  60xBB
konsentras i
atau
Dosis  60xBB
4.000

Contoh:
Pasien dengan tekanan darah 80/50
mmHg dan BB 50 kg. Dosis
dopamin dimulai dari 5
mikrogram/kgBB/menit.

5 60x50 15.000
4.000  4.000  3,75 cc/jam
c. Rumus hitung tetesan dopamin
per drip :
Contoh:
- Pasien dengan berat 80 kg
30
- Diberikan dopamin 10

31
mcg/kgbb/menit dalam 250
ml NS (mikrodrip).
- Dopamin 1 ampul : 200 mg /
10 ml
- Hitung dosis
: 10 mcg/kgbb/menit
: 10 mcg x 80 kg x 1 menit
: 800 mcg / menit
- Hitung tetesan
: 250 ml / 200 mg) x (800
mcg/1 menit) x (60 gtt / 1 ml)
: (250 ml / 200000 mcg) x
800 mcg/menit x 60 gtt/ml
: (25 / 20) x 8 x 6 gtt/menit
: 5/4 x 8 x 6 gtt / menit
: 60 gtt/menit
Epinefrin/ a. Henti jantung : fibrilasi Ampul 1 ml a. IV/IO a. Peningkatan tekanan darah dan
adrenalin ventrikel (VF), takikardi = 1 mg 1 mg diberikan/diulang setiap 3 – frekuensi nadi dapat
ventrikel tanpa denyut nadi 5 menit menyebabkan iskemia miokard,
(pulseless VT), asistol, b. Endotrakeal angina, dan peningkatan
PEA (Pulseless Electrical 2 – 2,5 mg (2 – 2,5 kali dosis kebutuhan oksigen miokard
Activity) IV/IO), dilarutkan dalam 10 ml b. Dosis besar tidak meningkatkan
b. Bradikardia simtomatis PZ/NS perbaikan kesudahan (outcome)
c. Hipotensi berat c. Infus kontinyu status neurologis, bahkan bisa
d. Anafilaksis, reaksi alergi 1 mg dilarutkan dalam 500 ml NS menyebabkan disfungsi
berat : kombinasi bersama atau D5%, kecepatan inisial 1 miokard post-resusitasi
sejumlah besar cairan, µg/menit dititrasi sampai
kortikosteroid, antihistamin mencapai efek
d. Reaksi atau syok anafilaktik

32
0,3-0,5 mg SC dapat diulang setiap

33
15-20 menit.
e. Bradikardi atau hipotensi
Diberikan perinfus dengan dosis
1mg (1 mg = 1 : 1000) dilarutkan
dalam 500 cc NaCl 0,9 %, dosis
dewasa 1 μg/mnt dititrasi sampai
menimbulkan reaksi hemodinamik,
dosis dapat
mencapai 2-10 μg/mnt
Furosemide a. Terapi ajuvan untuk Ampul 2 ml 0,5 – 1 mg/kg diberikan 1 – 2 menit, a. Dehidrasi
edema paru akut (ALO : = 20 mg jika tidak respon : 2 mg/kg diberikan b. Hipovolemia
Acute Lung Oedem) pada pelan 1 c. Hipotensi
pasien dengan TDS > 90 – 2 menit (pemberian lazim d. Hipokalemia atau gangguan
mmHg (tanpa gejala dan dengan drip/memakai syringe keseimbangan elektrolit
tanda syok) pump) lainnya
b. Hipertensi emergensi
c. Peningkatan tekanan
intrakranial
Diltiazem Hipertensi esensial ringan a. Dosis a. Kontra indikasi
HCl sampai sedang, angina - Intravena = 0,25 Gagal jantung kongestif berat, blok
pektoris, angina pektoris mg/kgbb diberikan atrio-ventrikular (AV) derajat kedua
varian. dalam 2 menit. atau ketiga atau sick sinus
- Pertetrasi disesuaikan syndrome, kehamilan.
dengan kebutuhan (5-10 b. Efek samping
mcg/kgbb/menit). Bradikardia, pusing, sakit kepala
b. Cara pemberian herbesser. bila terkena cahaya, blok AV, kulit
- 2 ampul herbesser @ 50 mg (= kemerahan, perasaan tidak enak
100 mg ), diencerkan dengan badan yang tidak jelas, sakit kepala,
PZ 0,9% 50 cc. peningkatan SGOT dan SGPT,

34
- Rumus : ruam,
Permintaan (micro) x BB x 60 / gatal-gatal, gangguan lambung-usus.

35
2000 = ml/jam.

Kalsium Digunakan untuk perbaikan 1 vial = a. Diberikan secara pelahan-lahan


gluconat/ kontraksi otot jantung, 25 mEq IV selama 10-20 menit atau
kalsium stabilisasi membran sel otot dengan menggunakan drip
klorida jantung terhadap depolarisasi. b. Dosis 4-8 mg/Kg BB untuk
Juga digunakan untuk kalsium glukonat dan 2-4 mg/Kg
mencegah transfusi masif BB untuk kalsium klorida.
atau efek transfusi akibat c. Dalam tranfusi, setiap 4 kantong
darah donor yang disimpan darah yang masuk diberikan 1
lama ampul kalsium gluconat
d. Pengenceran tiap 12,5 mEq/48 cc
e. Faktor pengenceran :
Dosis yang diminta
12,5 mEq
f. Waktu ganti :
Waktu yang diminta
Faktor pengencera n
g. Dosis per syringe pump :
48 cc
Waktu ganti

Contoh:
Pasien membutuhkan KCl 100
mEq dalam 24 jam.
- Hitung faktor pengenceran :

36
100 mEq
 8  pengencera
n 12,5 mEq

- Hitung waktu ganti :

24 jam
8  pengencera n  3 jam
- Hitung dosis per syringe pump :
48 cc
 16 cc/jam
3 jam

Lidokain a. Alternatif amiodaron pada Ampul 2 ml a. Henti jantung karena VF/VT a. Hati-hati pada penderita :
henti jantung karena = 40 mg dosis inisial 1 – 1,5 mg/kg - syok kardiogenik
VF/VT IV/IO bolus - dekompensasi kordis
b. Obat pilihan utama untuk b. VF refrakter - usia > 70 tahun
PVC (Paroxismal 0,5 – 0,75 mg/kg IV bolus, - penyakit liver
Ventrikel Contraction) diulang tiap 5 – 10 menit; b. Stop pemberian jika ada
berbahaya/mengancam maksimal 3 kali efek samping :
nyawa : pemberian (3 mg/kg) - somnolen
- Multipel c. Endotrakeal - gatal-gatal
- Multifokal 2 – 4 mg/kgBB - konvulsi
- Bigemini - bicara kabur/tak jelas
- Salvo/run
- R on T
c. VT stabil dengan
ventrikel kiri yang baik
Magnesium a. Direkomendasikan untuk Dosis untuk Torsades de pointes 1-2 gr a. Efek Samping
sulfat pengobatan Torsades de dilarutkan dengan dektrose 5% - Serum Mg lebih besar dari 1.2
pointes pada ventrikel diberikan selama 5-60 menit. Drip 0,5-1 mmol/L (3 mg/dL):
takikardi, keracunan
37
gr/jam iv Penekanan
selama 24 jam CNS; Efek GI (diare); penekanan

38
digitalis. fungsi neuromuskular.
b. Preeklamsia - Serum Mg lebih besar dari 2.1
mmol/L (5 mg/dL): Efek CNS
(somnolence/mengantuk);
Efek CV (kulit kemerah-
merahan).
- Serum Mg lebih besar dari 5.1
mmol/L (12.5 mg/dL): Efek
CV (complete heart block);
Efek berturut-turut (depresi).
b. Instruksi Khusus
- Awasi BP
- Awasi tanda-tanda
hipermagnesemia untuk
menghindari kelebihan dosis.
(Awasi diare, arrhythmias,
hipotensi, depresi CNS ketika
melakukan pemberian obat
dengan cepat dengan bolus
IV)
- Hindari penggunaan pada pasien
dengan sumbatan jantung atau
gagal ginjal akut dan jangan
melakukan pemberian obat
dalam waktu 2 jam setelah
pemberian pertama.
- Gunakan dengan hati-hati pada
pasien penderita kerusakan
ginjal akut dan pasien

39
myasthenia
gravis
Morfin a. Chest pain dengan Acute Ampul 1 ml = a. Dosis inisial : 2 – 4 mg IV dalam 1 – a. Bisa menyebabkan depresi napas

40
Coronary Syndrome 10 mg 5 menit, setiap 5 sampai 30 menit b. Menyebabkan hipotensi (pada
(ACS) yang tak respon b. Dosis ulangan : 2 – 8 mg pasien dengan deplesi volume
dengan nitrat pada interval 5 sampai 15 cairan)
b. Edema paru akut menit c. Gunakan dengan hati-hati/perhatian
kardiogenik (bila c. Masukkan pelan-pelan dan penuh pada kasus infark ventrikel
TD adekuat) titrasi sampai tercapai efek kanan
d. Antidotum : nalokson (0,4 – 2 mg
IV)
Nicardipine a. Hipertensi emergensi Ampul 10 ml a. Hipertensi emergensi a. Kontraindikasi
HCl b. Hipertensi krisis = 10 mg 0,5 – 6 mcg/kgBB/menit - Pasien yang kemungkinan
selama pembedahan (syringe pump/drip infus) memiliki hemostasis tidak
b. Hipertensi akut selama operasi lengkap dengan perdarahan
- 2 – 10 mcg/kgBB/menit intrakranial
(syringe pump/drip infus) - Pasien dengan peningkatan
- 10 – 30 mcg/kgBB (bolus IV) tekanan intrakranial saat
fase akut stroke serebral
- Pasien dengan riwayat
hipersensitif terhadap produk
ini
b. Perhatian
- Pasien dengan gangguan
fungsi hati dan ginjal
- Pasien dengan stenosis aorta
c. Efek samping
Ileus paralitik, hipoksemia,
edema paru, dyspnea,
trombositopenia, gangguan
fungsi hati, dan jaundis.
Takikardi, hipotensi, peningkatan

41
kreatinin dan BUN, sakit kepala,
nausea, muntah, mual dan
hipersensitif.

42
Natrium Diberikan untuk dugaan Dosis 1 meq/kg BB bolus dapat Jangan diberikan rutin pada pasien
bikarbonat hiperkalemia (kelas I), setelah diulang dosis setengahnya. henti jantung.
sirkulasi spontan yang timbul
pada henti jantung lama (kelas
II B), asidosis metabolik
karena hipoksia (kelas III) dan
overdosis antidepresi trisiklik.
Nitroglise-rin a. Bedah : mengontrol dengan Ampul 10 ml a. Pembedahan a. Kontra indikasi
cepat hipertensi selama = 10 mg Dosis awal 25 mcg/menit, bisa Anemia yang jelas, perdarahan
bedah jantung, ditingkatkan dengan kenaikan 25 otak berat, hipovolemia tak
mcg/menit pada jarak waktu 5 terkoreksi atau hipotensi berat.
menurunkan tekanan darah
menit sampai tekanan darah stabil. Pasien dengan kecenderungan
& menjaga hipotensi yang b. Iskemia miokardial glaukoma sudut tertutup.
terkontrol selama prosedur perioperatif Dosis awal 15-20 b. Perhatian
bedah, mengkontrol mcg/menit kenaikan berikutnya - Hipotiroidisme, hipotermia,
iskemia miokardial selama 10-15 mcg/menit sampai efek malnutrisi, penyakit ginjal
dan setelah bedah yang dibutuhkan tercapai. atau hati yang parah.
kardiovaskuler (jantung - Dibutuhkan pengawasan ketat
terhadap denyut nadi dan
dan pembuluh darah).
c. Gagal jantung tekanan darah.
b. Angina tak stabil yang kongestif unresponsif c. Efek samping
kebal terhadap pengobatan Dosis awal 20-25 mcg/menit, - Sakit kepala, mual, hipotensi,
dengan β-bloker dan Nitrat dapat diturunkan menjadi 10 takhikardia, muntah-muntah,
sublingual (di bawah mcg/menit atau ditingkatkan
pembentukan keringat yang
lidah). secara bertahap dengan
peningkatan sebesar 20-25 banyak, ketakutan pada sesuatu
c. Gagal jantung kongestif yang akan terjadi,
mcg/menit tiap 15-30 menit
sekunder yang tak keresahan/kegelisahan, otot
sampai efek yang diinginkan
responsif terhadap infark tercapai. berkedut/ bergerenyet, rasa
miokardial akut. d. Angina tak stabil tidak enak di belakang tulang
Dosis awal 10 mcg/menit dengan dada, berdebar, pusing, nyeri
peningkatan sebesar 10 mcg/menit perut.
43
yang dilakukan dengan jarak - Bradikardia paradoksikal.
waktu
sekitar 30 menit tergantung pada

44
kebutuhan pasien.
Norepine-frin Hipotensi akut, septikemia 1 vial = 4 mg a. Dosis : 0,01–0,10 μg/kg/min. a. Kontra indikasi
(keracunan darah oleh bakteri b. Start : 0,05 μg/kg/min. - Pasien yang hipotensi akibat
patogenik dan atau zat-zat c. Dosis pemberian kelipatan 25 kehilangan darah kecuali
yang dihasilkan oleh bakteri d. Rumus dosis dobutamin sebagai tindakan darurat sampai
tersebut). dalam syringe pump adalah : terapi volume darah selesai.
- Sediaan 1 vial = 4 mg. - Anestesi siklopropan dan
- Karena 1 mg = 1.000.000
halotan, trombosis
nanogram maka 1 ampul
= pembuluh darah tepi atau
4.000.000 mikrogram. mesenterik.
- Syringe pump menggunakan b. Perhatian
spuit 50 cc. Kecepatan - Hipertensi, ekstravasasi
pemberian dalam satuan cc/ (keluarnya darah dari pembuluh-
jam. pembuluh darah di dalam
- Maka 1 cc cairan dalam
badan).
syringe pump :
- Harus diberikan melalui
4.000.000 g vena besar.
 cc
50
80.000g c. Efek samping
- Adakalanya terjadi
bradikardia, kecemasan, sakit
Dosis  60xBB kepala yang bersifat
konsentras i sementara.
- Deplesi volume darah
Atau (penggunaan jangka
panjang).
Dosis  60xBB
- Kesulitan bernafas, iskemia.
5.000

45
Noradrena- Syok kardiogenik berat dan Ampul 4 ml a. Diberikan hanya melalui jalur IV a. Meningkatkan oxygen
lin secara hemodinamik : = 4 mg b. Campurkan 4 mg atau 8 mg demand miocard, TD dan HR
hipotensi signifikan (TDS < 70 noradrenalin ke dalam 250 ml b. Bisa menginduksi aritimia. Hati-
mmHg) dengan resistensi D5%, D5NS (bukan NS), jangan hati penggunaan pada pasien
perifer keseluruhan rendah memasukan pada jalur yang sama iskemia akut; monitor cardiac
dengan larutan alkalis output
c. Dibutuhkan dosis yang lebih c. Ekstravasasi obat menimbulkan
besar untuk meningkatkan perfusi nekrosis jaringan, jika terjadi :
yang adekuat pada kasus drug- campur phentolamin 5 – 10 mg
induced ke dalam 10 – 15 ml NS,
hypotension infiltrasikan
ke area ekstravasasi

46
Pethidin Nyeri sedang sampai berat, Ampul 2 ml a. Dewasa : a. Kontraindikasi
sebagai suplemen sedasi = 50 mg - 50–150 mg setiap 3-4 jam - Pasien yang menggunakan
sebelum pembedahan, nyeri - Injeksi intravena lambat 15– trisiklik antidepresan dan
pada infark miokardium 35 mg/jam (IM/SC) MAOi. 14 hari sebelumnya
walaupun tidak seefektif morfin (menyebabkan koma, depresi
sulfat, untuk menghilangkan - Sebelum pembedahan pernapasan yg parah, sianosis,
ansietas pada pasien dgn 50 – 100 mg hipotensi, hipereksitabilitas,
dispnea karena acute (IM/SC) hipertensi, sakit kepala, kejang)
pulmonary edema & acute left b. Anak-anak - Hipersensitivitas
ventricular failure 1.1–1.8 mg/kgBB setiap 3–4 jam - Pasien dengan gagal ginjal lanjut
jika perlu b. Efek Samping
- Depresi pernapasan,
- Sistem saraf : sakit kepala,
gangguan penglihatan, vertigo,
depresi, rasa mengantuk,
koma, eforia, disforia, lemah,
agitasi, ketegangan, kejang,
- Pencernaan : mual, muntah,

47
konstipasi,
- Kardiovaskular :
aritmia, hipotensi
postural,
- Reproduksi, ekskresi &
endokrin : retensi urin,
oliguria.
- Efek kolinergik :
bradikardia, mulut kering,
palpitasi, takikardia, tremor
otot, pergerakan yg tidak
terkoordinasi, delirium atau
disorintasi, halusinasi.
- Lain-lain : berkeringat, muka
merah, pruritus, urtikaria,
ruam kulit

48
Propofol Menginduksi & Ampul 5 ml a. Induksi anestesi umum : Efek samping :
mempertahankan anestesi = 20 mg/ml - Dewasa < 55 tahun - Nyeri pada tempat penyuntikan
umum, sedasi selama Diawali dengan 40 mg - Hipotensi
perawatan intensif. secara bolus intravena - Berhentinya pernafasan
lambat dalam jarak waktu 10 untuk sementara waktu
detik sampai mulai terjadi - Gerakan epilepsi, kejang
reaksi anestesi. - Reaksi distonik
- Dosis lazim - Edema paru
2-2,5 mg/kg berat badan. - Sakit kepala
- Anak > 8 tahun - Mual muntah
2,5 mg/kg berat badan secara - Henti jantung
intravena lambat sampai - Urin berwarna hijau atau
mulai terjadi reaksi anestesi. merah kecoklatan
b. Mempertahankan anestesi umum : - Perubahan prilaku seksual.
- Dewasa

49
4-12 mg/kg berat badan/jam
secara infus yang terus-
menerus (drip infusion).
- Penyuntikan ulang secara
bolus sebesar 25-50 mg
tergantung pada respon.
- Anak > 3 tahun
9-15 mg/kgBB/jam.
c. Sedasi selama perawatan intensif
1-2 mg/kg berat badan secara
injeksi bolus, dilanjutkan dengan
infus yang terus-menerus (drip
infusion) yang disesuaikan
tergantung pada tingkat
kebutuhan sedasi.
Sulfas atropin a. Merupakan a. Dosis 1 mg IV bolus dapat diulang Kontra indikasi : Bradikardi
antikolinergik, bekerja dalam 3-5 menit sampai dosis total dengan irama EKG AV blok derajat
menurunkan tonus vagal 0,03-0,04 mg/kg BB, untuk II tipe 2 atau derajat III.
dan memperbaiki sistim bradikardi 0,5 mg IV bolus setiap 3-
konduksi 5 menit maksimal 3 mg.
AtrioVentrikuler b. Dapat diberikan intratrakeal atau
b. Asistole atau PEA lambat transtrakeal dengan dosis 2–2,5
(kelas II B), bradikardi kali dosis intra vena diencerkan
(kelas II A) selain AV menjadi 10 cc
blok derajat II tipe 2 atau
derajat III (hati-hati
pemberian atropine pada
bradikardi dengan iskemi
atau infark miokard),

50
keracunan
organopospat (atropinisasi)

51
DOSIS PADA ANAK-ANAK
Obat Dosis
Epinephrin 0,01/Kg BB dapat diulang 3-5 menit dengan dosis 0,01 mg/KgBB iv (1:1000)
Atropin 0,02 mg/KgBB iv (minimal 0,1 mg) dapat diulangi dengan dosis 2 kali maksimal 1mg
Lidokain 1 mg/KgBB iv
Natrium Bikarbonat 1 meq/KgBB iv
Kalsium Klorida 20-25 mg/KgBB iv pelan-pelan
Kalsium Glukonat 60–100 mg/KgBB iv pelan-pelan

52
Asuhan Keperawatan pada cardiac arrest1.

Pengkajian

1. Identitas klien

Nama, umur, suku/bangsa, agama, pendidikan, alamat, lingkungan tempat tinggal.

2. Keluhan utama

3. Riwayat Penyakit

1. Riwayat penyakit sekarang

a. Alasan masuk rumah sakit

b. Waktu kejadian hingga masuk rumah sakit

c. Mekanisme atau biomekanik

d. Lingkungan keluarga, kerja, masyarakat sekitar

2. Riwayat penyakit dahulu

a. Perawatan yang pernah dialami

b. Penyakit lainnya antara lain DM, Hipertensi, PJK

3. Riwayat penyakit keluarga

Penyakit yang diderita oleh anggota keluarga dari anak yang mengalami penyakit

jantung.

D. Pengkajian Primer

1. Airway/Jalan Napas

Pemeriksaaan/pengkajian menggunakan metode look, listen, feel :

a) Look : lihat status mental,pergerakan/pengembangan dada, terdapa sumbatan jalan


napas/tidak,sianosis,ada tidaknya retraksi pada dinding dada,ada/tidaknya penggunaan
otot-otot tambahan.

b) Listen : mendengar aliran udara pernapasan,suara pernapasan,ada bunyi napas


tambahan seperti snoring,gurgling,atau stidor.

53
c) Feel : merasakan ada aliran udara pernapasan,apakah ada krepitasi,adanya
pergeseran/deviasi trakhea,ada hematoma pada leher,teraba nadi karotis atau tidak.

Tindakan yang harus di lakukan perawat adalah :

a. Penilaian untuk memastikan tingkat kesadaran adalah dengan menyentuh,menggoyang


dan di beri rangsangan atau respon nyeri.

b. periksa dan atur jalan napas untuk memastikan kepatenan.

c. Periksa apakah anak/bayi tersebut mengalami kesulitan bernapas.

d. Buka mulut bayi/anak dengan ibu jari dan jari-jari anda untuk memegang lidah dan
rahang bawah dan tengadah dengan perlahan.

e. identifikasi dan keluarkan benda asing (darah,muntahan,sekret,ataupun benda asing)


yang menyebabkan obstruksi jalan napas baik parsial maupun total dengan cara
memiringkan kepala pasien ke satu sisi (bukan pada trauma kepala).

f.Pasang orofaringeal airway/nasofaringeal airway untuk mempertahankan kepatenan jalan


napas.

g. Pertahankan dan lindungi tulang servikal.

2. Breathing/Pernapasan

Pemeriksaan/pengkajian menggunakan metode look, listen, feel :

a) Look : nadi karotis ada/tidak,frekuensi pernapasan tidak ada dan tidakterlihat adanya
pergerakan dinding dada, kesadaran menurun, sianosis, identifikasi pola pernapasan
abnormal,periksa penggunaan otot bantu dll.

b) Listen : mendengar hembusan napas

c) Feel : tidak ada pernapasan melalui hidung/mulut.

Tindakan yang harus dilakukan perawat adalah :

a. Atur posisi pasien untuk memaksimalkan ekspansi dinding dada.

b. Berikan therapy O2 (oksigen).

c. Beri bantuan napas dengan menggunakan masker/bag valve mask (BMV)/endo tracheal
tube (ETT) jika perlu.

d. Tutup luka jika didapatkan luka terbuka pada dada.

54
e. Kolaborasi therapy untuk mengurangi bronkhospasme/adanya edema pulmonal,dll.

3. Circulation/Sirkulasi

1. Periksa denyut nadi karotis dan brakhialis

2. Periksa perubahan warna kulit seperti sianosis

3. Disability

Pengkajian kesadaran dengan metode AVPU meliputi :

a. Alert (A) : pasien tidak berespon terhadap lingkungan sekelilingnya/tidak sadar terhadap
kejadian yang menimpa.

b. Respon verbal (V) : klien tidak berespon terhadap pertanyaan perawat.

c. Respon nyeri (P) : klien tidak berespon terhadap respon nyeri.

d. Tidak berespon (U) : tidak berespon terhadap stimulus verbal dan nyeri.

Cara pengkajian :

a) Anamnesa (tanya) : nama dan kejadian

b) Cubit daerah pundak/tepuk wajah

c) Dengan GCS (E1 M1 V1 ), pupil, kemampuan motorik

2. Diagnosa Keperawatan

1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan kemampuan pompa jantung menurun.

2. Gangguan sirkulasi spontan berhubungan dengan suplai Oksigen tidak adekuat.

3. Resiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan perubahan preload, afterload,
dan kontraktilitas.

Perencanaan

NO. SDKI SLKI SIKI

1. Penurunan curah Setelah dilakukan tindakan 1. Lakukan RJP

jantung berhubungan keperawatan selama 3 x 8 menit 2. Observasi TTV

55
dengan kemampuan dihrapkan curah jantung dapat 3. Kaji tingkat kesadaran

pompa jantung kembali normal di buktikan pasien

menurun dengan keefektifan pompa 4. Observasi EKG/ irama

jantung, status sirkulasi, perfusi jantung

jaringan (organ abdomen), dan 5. Observasi CRT

perfusi jaringan (perifer). 6. Kolaborasi dengan

dengan kriteria hasil : memberikan oksigen, IV

1. Tekanan darah line, defibrilasi / AED, inj.

sistilik,diastolik dalam batas Epinephrin dan amiodrone

normal

2. Denyut jantung dalam batas .

normal

3. Tekanan vena sentral dan

tekanan dala paru dbn

4. Hipotensi ortostatis tidak ada

5. Gas darah dbn

6. Bunyi napas tambahan tidak

ada

7. Distensi vena leher tidak ada

8. Edema perifer tidak ada

2. Gangguan sirkulasi Setelah dilakukan tindakan 1. Posisikan pasien dalam

spontan berhubungan keperawatan selama 3 x 8 menit posisi sesuai kebutuhan

56
dengan abnormalitas diharapkan Sirkulasi spontan 2. Pertahankan kepatenan

kelistrikan jantung dengan kriteria hasil : jalan napas

3. Monitor TTV

1. TTV dalam batas normal 4. Monitor SPO2

2. SPO2 95-100% 5. Monitor kekuatan nadi

3. Nadi perifer teraba kuat perifer

4. Akral hangat 4. Monitor perubahan

5. Tidak mengalami penurunan warna kulit

kesadaran 5. Monitor EKG

6. Gambaran EKG tidak 6. Anjurkan pasien dan

menunjukkan kelainan keluarga mengenai tanda-

tanda gangguan sirkulasi

8. kolaborasi memberikan

terapi oksigen sesuai

kebutuhan, AED /

defibrillator , pemberian

obat – obatan dan infuse.

3. Resiko perfusi serebral Setelah dilakukan tindakan 1. Posisikan Kaki Lebih


keperawatan selama 3 x 8 menit Tinggi Dari Jantung
tidak efektif dihrapkan sirkulasi darah 2. Pantau Adanya Pucat,
kembali normal sehingga Sianosis Dan Kulit Dingin
berhubungan dengan transport O2 kembali lancar. Atau Lembab
Dengan kriteria hasil : 3. Pantau Pengisian
perubahan preload, 1. Pasien akan memperlihatkan Kapiler (CRT)
tanda-tanda vital dalam batas 4. Kolaborasi Pemberian
afterload, dan normal O2, IV Line, Resusitasi
2. Warna dan suhu kulit normal Cairan (Atasi Penyebab)
kontraktilitas 3. CRT < 2 detik. 5. Observasi GCS
4. Tidak ada tanda – tanda 6. Observasi Pupil

57
sianosis 7. Observasi Ttv Dan Spo2
5. SPO2 normal 8. Cek Tanda – Tanda
6. Tingkat kesadaran meningkat Sianosis

Posisi Pada pasien syok

Tindakan Circulation managemen: iv line, Resusitasi Cairan elektrolit, elektrolit dan

darah

Tujuan utama dari terapi cairan adalah menambah volume untuk meningkatkan cardiac

output, tetapi pada kondisi tertentu pemberian cairan justru akan memberikan efek merugikan

bahkan dapat meningkatkan mortalitas (Benes et al., 2015; Watson dan Cecconi, 2017;

Malbrain et al., 2014). Tidak ada kepastian berapa jumlah yang harus diberikan dan kapan

dihentikan. Parameter makrosirkulasi seperti nadi, tekanan darah, atau produksi urin tidak

dapat menggambarkan secara akurat kecukupan perfusi di mikrosirkulasi. Maka sangat

penting bagi klinisi untuk mengetahui (Malbrain et al., 2014):

• kapan cairan diberikan,

• kapan cairan dihentikan,

• kapan untuk mulai membuang cairan, dan

• kapan menghentikan pengeluaran cairan

Manajemen terapi cairan terkait jumlah kumulatif yang diberikan pada pasien kritis secara

konseptual dapat dibagi dalam 4 fase ROSE/D yang dalam masing-masing fase memiliki

modalitas terapi, target, dan monitoring yang berbeda. Fase tersebut adalah ROSE/D, yaitu

(Benes et al., 2015; Malbrain et al., 2014):

58
• (R)escue adalah fase awal resusitasi, pada fase ini banyak protokol tentang jumlah cairan

yang diusulkan namun kesepakatan yang diambil di antara para ahli adalah target tekanan

darah sistolik ≥ 80 mmHg atau mean arterial pressure (MAP) ≥ 55 mmHg pada dewasa muda

dan MAP ≥ 65 mmHg pada pasien tua atau dengan banyak comorbid. Monitoring yang

digunakan antara lain parameter tanda vital standar atau lebih baik bila disertai pengukuran

fungsi jantung dengan echocardiografi.

• (O)ptimization, pada fase ini tujuan pemberian terapi cairan adalah untuk mencapai

adekuasi perfusi jaringan yang harus diselesaikan dalam waktu maksimal 24 jam. Pada fase

ini pasien masih belum stabil Bab 1 – Manajemen Terkini Penanganan Pasien Kritis 5 tetapi

sudah tidak mengalami ancaman nyawa. Terapi cairan, vasopressor, inotrope, dan vasodilator

adalah modalitas terapi utama pada fase ini. Pada fase ini target terapinya antara lain MAP >

65 mm Hg , Cardiac Index > 2.5 L min-1m-2, Pulse Pressure Variation (PPV) < 14%, Left

ventricular End-Diastolic Area Index (LVEDAI) 8−12 cm-1m-2.

• (S)tabilization, fase ini berlangsung sampai beberapa hari. Pada fase ini seharusnya

dipantau berat badan per hari sebagai monitor terjadinya kelebihan cairan. Pada fase ini

keseimbangan cairan nol atau negatif tampak memberikan outcome yang lebih baik.

• (E)vacuation / (D)eresucitation, pada fase ini terjadi pembuangan cairan dari dalam tubuh.

Namun sering kali pasien tidak mengalami pengeluaran cairan secara spontan dan

memerlukan modalitas terapi untuk meningkatkan ekskresi urin. Pemberian cairan yang

berlebihan pada fase ini dapat memberikan efek negative.

Pendokumentasian tindakan pada pasien gawat darurat

a. Dokumentasi Pengkajian

59
Dokumentasi pengkajian ditujukan pada data klinik dimana perawat dapatmengumpulkan dan

mengorganisisr dalam catatan kesehatan. Format pengkajian meliputi datadasar, flowsheet dan

catatan perkembangan lainnyayang memungkinkan seagai alat komuniksi bagi tenaga

keperawatan dan tenaga kesehatan lainnya. Petunjuk penulisan pengkajian:

1. Gunakan format yang sistematis untuk mencatat pengkajian yang meliputi :

a.Riwayat pasien masuk rumah sakit

b.Respon klien yang berhubungan dengan persepsi kesehatan klien

c.Riwayat pengobatan

d.Data pasien rujukan, pulang dan keuangan

2. Gunakan format yang telah tersususn untuk pencatatan pengkajian. Pendekatan : mayor

bodysystem :Sistem respirasi ,Sistem kardiovaskular ,Sistem persarafan, Sistem

perkemihan ,Sistem pencernaan.

3. Kelompokkan data-data berdasarkan model pendekatan yang digunakan (seperti tabel diatas)

4. Tulis data objektif tanpa bias (tanpa mengartikan), menilai memasukkan pendapat pribadi.

5.Sertakan pernyataan yang mendukung interpretasi data objektif.

6. Jelaskan oervasi dan temuan secara sistematis, termasuk devinisi karakteristiknya

7. Ikuti aturan atauran atau prosedur yang dipakai dan disepakati instansi

8. Tuliskan ecara jelas dan singkat

b. Dokumentasi diagnosa keperawatan

Petunjuk untuk penulisan diagnosa keperawatan meliputi :

60
1. Pemakaian PE dan PES : untuk format diagnosa aktual, kecuali ketika petugas yang

berbedamengambil tindakan segera (untuk contoh, tanda dan gejala pencatatan, sebelum dan

sesudahdiagnosa)

a. Yakinkan masalah penyebab utama dalam diagnosa sejalan dengan etiologi, contoh :

perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual dan muntah.

b. Tulis pernyataan supaya permasalahan dan etiologi menunjukkan spesifik dan hasil yang

berbeda

c. Jika penyebab tidak dapat ditentukan menentukan problem dan dokumentasi yang tak

dikenaletiologinya maka diagnosa keperawatan bisa dituliskan pernyataan komunikasi verbal

untuk pasien yang tidak diketahui etiologinya

2. Catat diagnosa keperawatan potensial dalam sebuah problem/format etiologi

3. Pemakaian terminologi tetap dengan diagosa keperawatan karangan Nanda sehubungandengan

(diantara problem dan etiologi ) dan dibanding dengan (diantara etiologi, sign dansympton)

tergantung bahasa, jika masalah tidak selesai menurut Nanda.

4 .Merujuk pada daftar yang dapat diterima, bentuk diagnosa keperawatan untuk catatan

standardalam saku atau ringkasan.

5. Mulai pernyataan diagnosa dengan mengubah redaksinya ke dalam keadaan

diagnosakeperawatan.

6. Pastikan data mayor dan penunjang data minor karakteristik pendefinisian

diperolehdokumentasi bagian pengkajian pasien untuk menegakkan diagnosa keperawatan.

7. Pernyataan awal dalam perencanaan keperawatan didaftar masalah dan nama

dokumentasidalam catatan perawatan. Pemakaian masing-masing diagnosa keperawatan sebagai

petunjukuntuk membuat catatan perkembangan.

61
8. Hubungkan pada tiap-tiap diagnosa keperawatan bila merujuk dan memberikan laporan

perubahan.

9. Setiap pergantian jaga perawat, gunakan dignosa keperawatan sebagai pedoman untuk

pengkajian, tindakan dan evaluasi.

10. Catat bahan perawatan adalah dasar untuk pertimbangan dari langkah-langkah

proseskeperawatan.

11. Pencatatan semua diagnosa keperawatan harus merefleksikan dimensi dalam masalah yang

berorientasi pada pencatatan perawat

12. Suatu agenda atau pencatatan mungkin memerlukan untuk membuat diagnosa

keperawatandan sistem pencatatan yang relevan

c. Dokumentasi Rencana Keperawatan

Rencana tindakan keperawatan mencakup tiga hal meliputi :

1. Diagnosa keperawatan harus merupakan prioritas untuk merawat klien. Hal tersebut

harusmenyangkut langsung kearah situasi yang mengancam kehidupan klien.

2. Kriteria hasil setiap diagnosa keperawatan harus mempunyai sedikitnya satu kriteria

hasil.Kriteria hasil dapat diukur dengan tujuan yang diharapkan mampu mencerminkan masalah

klien.

3.Rencana Tindakan keperawatan adalah memperoleh tanggung jawab mandiri, khususnya oleh

perawat yang dikerjakan bersama dengan perintah medis berdasarkan masalah klien dan

bantuanyang dterima klien adalah hasil yang diharapkan. Masing-masing masalah klien dan hasil

yangdiharapkan didapatkan paling sedikit dua rencana tindakan

62
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan di atas syok kardiogenik merupakan suatu keadaan penurunan curah
jantung dan perfusi sistemik pada kondisi volumeintravaskular yang adekuat, sehingga

63
menyebabkan hipoksia jaringan dimanaTDS <90 mmHg selama sekurangnya 1 jam dimana :
tidak respon dengan pemberian tunggal terapi cairan, akibat sekunder dari disfungsi
jantung,memiliki hubungan dengan tanda-tanda hipoperfusi atau indeks kardiak <2,2L/mnt/m
dan tekanan baji arteri pulmonalis (PAWP) >15mmHg.Penyebab syok kardiogenik tersering
adalah kegagalan ventrikel kiri akibatinfark miokard akut Revaskularisasi dini pada syok
kardiogenik memberikanharapan hidup lebih baik dibandingkan stabilisasi kondisi medis
terlebih dahulu Diagnosa syok kardiogenik dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis
dan penunjang (radiografi toraks, echocardiography dandata hemodinamik). Manajemen
syok kardiogenik meliputi penganan suportif (resusitasi danventilasi), manajemen
hemodinamik termasuk pemberian agen inotropik ataudan vasopresor, terapi farmakologi
lain (aspirin, heparin, clopidogrel), terapimekanik (IABP), terapi reperfusi (fibrinolitik, PCI,
CABG) serta alat bantusirkulasi (LVADs dan ECLS). Seluruh pasien syok kardiogenik harus
dirawat di ruang intensif.

3.2 Saran

Saran bagi mahasiswa keperawatan dan tenaga kesehatan diharapkan mampumengetahui


ciri-ciri pasien dengan syok kardiogenik serta mampu melakukan penanganan gawat darurat
terhadap pasien dengan syok kardiogenik sehingganyawa pasien dapat terselamatkan.

DAFTAR PUSTAKA

Benes, J., Kirov M., Kuzkov, V.. et al. 2015. Fluid Therapy: Double-Edged Sword during

Critical Care?. BioMed Research International.

64
Bernstein, S.L., Aronsky, D., Duseja, R., et al. 2009. The Eff ect Of Emergency Department

Crowding on Clinically Oriented Outcomes. Academic Emergency Medicine, vol. 16, no. 1,

pp. 1–10.

Kasron, 2012. Kelainan dan penyakit jantung : pencegahan serta pengobatannya. Penerbit

Nuha Medika. Yogyakarta.

Karo Karo S, Rahajoe Anna U, Sulistyo Sigit, Kosasih A. 2011. Bantuan hidup Jantung

Dasar Edisi 2011. Jakarta : Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia :10-23.

Niemann JT, Walker RG, Rosborough JP. 2003. Ischemically Induced Ventricular Fibrilasi

(VF): Sebuah Perbandingan defibrilasi Energi Tetap dan Meningkat. Acad Pgl Med : 10:

454.

65

Anda mungkin juga menyukai