Anda di halaman 1dari 26

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN HIPERTENSI

DISUSUN OLEH: KELOMPOK 4


KRISMONIKA ALFAJARIA NPM 214201446140
FIRA ULINUHA NPM 214201446168
RINA PUJU RAHAYU NPM 214201446183
PIPIT WIDOWATI NPM 214201446184
HANIFAH AMBANG FITRIANI NPM 214201446188
ASTUTI HALAWA NPM 214201446192

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS NASIONAL
JAKARTA
2022
KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah kami panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan


rahmat, taufik, serta hidayahnya, sehingga penulisan makalah yang berjudul “”
yang dibimbing oleh Ns. Tommy J. Wowor S. Kep, MM dan telah diselesaikan
sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Makalah ini merupakan materi mengenai Asuhan Keperawatan Pada
Klien dengan Hipertensi yang telah disebutkan dalam judul tugas terstruktur ini.
Penulis berusaha mendapatkan dan mengumpulkan beberapa materi dari berbagai
referensi.
Segala upaya telah dilakukan untuk menyempurnakan makalah ini.
Namun, kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat beberapa
kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, kami sangat menghargai apabila
terdapat saran maupun kritik yang membangun dari semua pihak. Kami berharap
makalah ini dapat memberikan manfaat dan wawasan bagi para pembacanya.

Jakarta, 28 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

JUDUL
KATA PENGANTAR………..……………………………………….………… i
DAFTAR ISI……………………………….……………………….….……….. ii
BAB 1 PENDAHULUAN…………...……………………………….………….
1
A. LATAR BELAKANG…………..………………………..…………... 1
B. TUJUAN PENULISAN……………………………………………….
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………………….………………. 5
A. Anatomi Fisiologi Sistem Kardiovaskuler …………………………. 5
B. Definisi……………………………………………………….....……. 10
C. Etiologi…………………………………………………………...……
11
D. Manifestasi Klinis………………………………………….….….…. 13
E. Patofisiologi…………………...……………………………..………. 13
F. Pemeriksaan Penunjang……………………………...…….....……. 14
G. Komplikasi………………………………………………………..…. 15
H. Penatalaksanaan…………...………………………………..………. 15
I. Pengkajian
…………………………………………………………….17
J. Diagnosa Keperawatan………………………………..……………. 20
K. Intervensi Keperawatan……………………………….…………….
20
BAB III PENUTUP……………………..………………………….…………. 26
A. Kesimpulan…………………………………………..……………….
26
B. Saran…………………………………………………………………. 27
DAFTAR PUSTAKA

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Initial Assessment yaitu proses penilaian yang cepat tepat untuk
menghindari kematian mendadak pada pasien. Tujuannya untuk melakukan
tidakan dan penilaian yang tepat untuk menghindari kematian pasien. Ada
beberapa proses Initial asessment, Persiapan Triase Primary Survey
(ABCDE), Resusitasi, Tambahan terhadap Primary Survey dan resusitasi,
Scondary Surevey, Tambahan terhadap Scondary Survey, Pemantauan dan re-
evaluasi berkesinambungan, Tranfer ke pusat rujukan yang lebih baik. Perawat
harus menyelesaikan pengkajian fisik dan psikososial secara cepat dan
berkelanjutan untuk melihat masalah keperawatan yang muncul dalam ruang
lingkup kegawatdaruratan. Pengkajian adalah cara yang efektif untuki
mengetahui masalah kegawatdaruratan (Wijaya, 2019)
Data dari National Center for Injuriy Prevention and Control (NCIPC),
tahun 2015 menyatakan bahwa Kecederaan (Injury) merupakan penyebab
kematian no 1 (30% dari seluruh penyebab kematian. (Coallition for National
Trauma, 2020). Kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab utama kematian
pada pasien trauma (Coallition for National Trauma, 2020). Data diseluruh
dunia menunjukkan bahwa kecelakaan lalu lintas telah menewaskan hampir
1,2 juta jiwa dan menyebabkan cedera sekitar 6 juta orang setiap tahunnya
(Ismurizzal, 2021). Dari seluruh kasus kecelakaan yang ada, 90% di antaranya
terjadi di negara-negara berkembang seperti Indonesia dan kerugian materil
yang ditimbulkan mencapai sekitar 3% dari PDB (Pendapatan Domestik
Bruto) tiap-tiap negara (Ismurrizal, 2021). Jumlah kecelakaan lalu lintas di
Indonesia selam tahun 2019 berjumlah 107.500 kasus, angka ini mengalami
peningkatan sebesar 3% dari tahun sebelumnya yang hanya 103.672 kasus
(Ismurrizal, 2021). Jumlah korban jiwa yang meninggal dunia mengalami
penurunan sekitar 6% disbanding tahun 2018 dari 27.910 korban jiwa menjadi
23.530 korban jiwa (KOMPAS, 2019).
Pertolongan pada kasus kegawatdaruratan harus dilakukan dengan cepat dan tepat

1
untuk mencegah kematian dan kecacatan. Penyebab utama kematian pada pasien
trauma adalah adanya obstruksi jalan napas, gagal napas, syok hemoragik, dan cedera
otak, perawat harus mengenal tanda dan gejala dari masalah tersebut dan juga harus
mampu menangani bila masalah itu muncul pada pasien. Oleh sebab itu, daerah-
daerah inilah yang menjadi sasaran pada initial assessment (Planas, Jason H. ;
Waseem Muhammad ; sigmon, 2021)

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menggambarkan
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu memahami
b. Mahasiswa mampu memahami
c. Mahasiswa mampu mengidentifikasi
d. Mahasiswa mampu m
e. Mahasiswa mampu menetapkan
f. Mahasiswa mampu melaksanakan
i. Mahasiswa mampu melakukan

2
ii. BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Fisiologi
1. xxxx

B. Definisi
Initial Assessment merupakan pengkajian paling awal saat korban cidera
mengalani kedaan yang sangat darurat akibat cedera multipel disinilah tiap
menitnya sangat berharga karen menyangkut nyawa seeorag hidup atau pun
mati sehingga sangat diperlukan pelayanan yang cepat saatkeadaan darurat
untuk mencegah kematian dini. Kejadian ini biasanya pasien kekurangan
oksigen yang tidak adekuat pada organ vital terutama otak dan jantung
(Wijaya, 2019). Initial assessment digunakan untuk mengetahui dan melihat
kondisi awal pasien secara tepat dan cepat sehingga dengan adanya initial
assessment penanganan pasien dapat dilaksanakan dengan efektif dan efisien.
Penilaian Initial assessment digunakan untuk penanganan gawat darurat
seperti kecelakaan atau bencana alam yang memakan korban lebih dari satu
pasien (Media Perawat, 2021).
Tindakan initial assessment dimulai dengan mengidentifikasi identitas
pasien, melakukan triase dan setelah itu dilanjutkan dengan tindakan survey
primer yaitu penilaian pada ABCDE. Pada initial assessment yang pertama
kali dilakukan adalah memeriksa kesadaran pasien kemudian melakukan
pengecekan pada jalan nafas, pemeriksaan pada breathing dan circulation
harus dilakukan dengan cepat karena jika memungkinkan dilakukan resusitasi
jantung paru secara simultan. Pada initial assessment seharusnya dilakukan
dengan cepat agar kejadian yang mengancam nyawa dapat diatasi secara
efektif (Massa, 2018).
Lima komponen yang harus dinilai dalam penilaian initial assessment,
yaitu Airway, Breathing, Circulation, Disability, Exposure. Langkahlangkah
pelaksanaan initial assessment tersebut menurut (Media Perawat, 2021)
adalah sebagai berikut:

3
1. (Airway )
Hal ini dinilai dengan mengajukan pertanyaan. Jika pasien dapat
berbicara dengan koheren, pasien responsif, dan jalan napas terbuka.
Apabila pasien mampu merespon dengan suara normal maka jalan
napas itu normal (paten). Tanda-tanda adanya obstruksi jalan napas
atau jalan napas yang terganggu adalah sebagai berikut: adanya
suara stridor, sesak napas (kesulitan bernapas), respirasi paradox,
penurunan tingkat kesadaran dan adanya suara mendengkur.
Penanganan untuk masalah Airway adalah : Head tilt and chin lift,
jaw thrust, pemberian oksigen, dan suction. Untuk membuka jalan
nafas dilakukan dengan cara head tilt chin lift atau jaw thrust jika
dicurigai adanya cedera cervical. Bila terdapat benda asing, sekret
harus dikeluarkan. Jika ada penyebab lain yang menyebabkan
obstruksi maka jalan napas definitif harus ditetapkan apakah melalui
intubasi atau pembuatan jalan napas bedah seperti krikotiroidotomi.
Selama evaluasi ini dan kemungkinan intervensi, kehati-hatian harus
digunakan untuk memastikan bahwa tulang belakang leher
diimobilisasi dan dipertahankan in-line. Tulang belakang leher harus
distabilkan dengan mempertahankan leher secara manual dalam
posisi netral, sejajar dengan tubuh. Dalam prosedur ini, teknik
stabilisasi tulang belakang dua orang direkomendasikan. Ini berarti
satu penyedia mempertahankan imobilisasi in-line, dan yang lainnya
mengelola jalan napas. Setelah pasien stabil dalam skenario ini leher
harus diamankan dengan kerah serviks.
2. (Breathing)
Penilaian yang perlu dilakukan dalam tahap penilaian pernapasan :
Frekuensi pernafasan, Adanya retraksi dinding dada, Perkusi dada,
Auskultasi paru serta Oksimetri (97%- 100%). Penanganan dalam
masalah pernapasan dengan memberikan posisi yang nyaman,
menyelamatkan jalan napas, pemberian bantuan napas dengan
oksigen serta ventilasi bag valve mask dan dekompresi dada pada
pneumothorax.

4
3. (Circulation)
Pada penilaian sikulasi ini menitikberatkan pada penilaian tentang
sirkulasi darah yang dapat dilihat dengan penilaian sebagai
berikut : warna kulit, capillary refill time<2 detik, palpasi denyut
nadi (60-100) menit, Auskultasi jantung (sistolik 100-140 mmHg)
dan Penilaian EKG. Penanganan masalah sirkulasi adalah sebagai
berikut : menghentikan pendarahan, mengangkat kaki lebih tinggi
dari kepala, Akses intravena dan pemberian cairan infuse.
4. (Disability)
Penanganan masalah disability adalah sebagai berikut : Tangani
jalan napas, Manajemen pernapasan, Manajemen sirkulasi,
Pemulihan posisi, Manajemen glukosa untuk hipoglikemia
Penilaian untuk disability adalah untuk menilai bagaimana tingkat
kesadaran, dapat dengan cepat dinilai menggunakan metode
AVPU: A (alert) Kewaspadaan, V (voice responsive) Respon
Suara, P (pain responsive) Respon Rasa Nyeri dan U
(unresponsive) Tidak Responsif.
5. (Exposure)
Penanganan masalah exposure adalah sebagai berikut: Berikan
perawatan untuk mengatasi trauma dan cari penyebab utamanya.
Dalam penilaian exposure dapat diperhatikan hal-hal sebagai
berikut: Eksposur kulit dan Keadaan suhu tubuh (Media Perawat,
2021).
C. Etiologi

D. Manifestasi Klinis
.

E. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh
darah terletak dipusat vasomotor pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor
ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut kebawah ke korda spinalis dan

5
keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan
abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk implus
yang bergerak kebawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis.
Pada titik ini, neuron pre-ganglion melepaskan asetilkolin, yang merangsang
serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan
dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah.
Berbagai factor, seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi
respons pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriktor. Klien dengan
hipertensi sangat sensitive terhadap norepineprin, meskipun tidak diketahui
dengan jelas mengapa hal tersebut dapat terjadi. Pada saat bersamaan ketika
system saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respons rangsang
emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas
vasokontriksi. Medula adrenal menyekresi epineprin, yang menyebabkan
vasokonstriksi. Korteks adrenal menyekresi kortisol dan steroid lainnya, yang
dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi
yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan
pelepasan renin. Renin yang dilepaskan merangsang pembentukan angiotensin
I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II , vasokontriktor kuat, yang
pada akhirnya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon
ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume instravaskuler. Semua factor tersebut cenderung
menyebabkan hipertensi (Aspiani, 2016).

F. Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium
a. Albuminuria pada hipertensi karena kelainan parenkim ginjal
b. Kreatinin serum dan BUN meningkat pada hipertensi karena
parenkim ginjal dengan gagal ginjal akut.
c. Darah perifer lengkap
d. Kimia darah (kalium, natrium, keratin, gula darah puasa)
2. EKG
i. Hipertrofi ventrikel kiri

6
ii. Iskemia atau infark miocard
iii. Peninggian gelombang P
iv. Gangguan konduksi
3. Foto Rontgen
1. Bentuk dan besar jantung Noothing dari iga pada koarktasi aorta.
2. Pembendungan, lebar paru
3. Hipertrofi parenkim ginjal
4. Hipertrofi vascular ginjal (Aspiani, 2016).

G. Komplikasi
Kompikasi hipertensi menurut (Triyanto, 2014):
1. Penyakit jantung
Komplikasi berupa infark miokard, angina pectoris, dan gagal jantung.
2. Ginjal
Terjadinya gagal ginjal dikarenakan kerusakan progresif akibat tekanan
tinggi pada kapiler-kapiler ginjal, glomerulus. Rusaknya glomerulus,
darah akan mengalir ke unit-unit fungsional ginjal dan nefron akan
terganggu sehingga menjadi hipoksik dan kematian. Rusaknya membrane
glomerulus , protein akan keluar melalui urin sehingga tekanan osmotic
koloid plasma berkurang dan menyebabkan edema.
3. Otak
Komplikasi berupa stroke dan serangan iskemik. Stroke dapat terjadi pada
hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami
hipertrofi dan menebal sehingga aliran darah ke daerah- daerah yang
diperdarahi berkurang.
4. Mata
Komplikasi berupa perdarahan retina , gangguan penglihatan,hingga
kebutaan
5. Kerusakan Pada Pembuluh Arteri

7
Jika hipertensi tidak terkontrol, dapat terjadi kerusakan dan penyempitan
arteri atau yang sering disebut dengan aterosklerosis dan arterosklerosis
(pengerasan pembuluh darah). Komplikasi berupa kasus perdarahan
meluas sampai ke intraventrikuler (Intra Ventriculer Haemorrhage) atau
IVH yang menimbulkan hidrosefalus obstruktif sehingga memperburuk
luaran. 1-4 Lebih dari 85% ICH timbul primer dari pecahnya pembuluh
darah otak.

H. Penatalaksanaan Medis
Tujuan deteksi dan penatalaksanaan hipertensi adalah menurunkan
risiko penyakit kardiovaskular dan mortalitas serta morbiditas yang berkaitan.
Tujuan terapi adalah mencapai dan mempertahankan tekanan sistolik dibawah
140 mmHg dan tekanan distolik dibawah 90 mmHg dan mengontrol factor
risiko. Hal ini dapat dicapai melalui modifikasi gaya hidup saja, atau dengan
obat antihipertensi (Aspiani, 2016).
Penatalaksanaan faktor risiko dilakukan dengan cara pengobatan
setara non-farmakologis, antara lain:
1. Pengaturan diet
Berbagai studi menunjukan bahwa diet dan pola hidup sehat atau
dengan obat-obatan yang menurunkan gejala gagal jantung dan dapat
memperbaiki keadaan hipertrofi ventrikel kiri. Beberapa diet yang
dianjurkan:
a. Rendah garam, diet rendah garam dapat menurunkan tekanan darah
pada klien hipertensi. Dengan pengurangan konsumsi garam dapat
mengurangi stimulasi system renin-angiotensin sehingga sangat
berpotensi sebagai anti hipertensi. Jumlah asupan natrium yang
dianjurkan 50-100 mmol atau setara dengan 3-6 gram garam per hari.
b. Diet tinggi kalium , dapat menurunkan tekanan darah tetapi
mekanismenya belum jelas. Pemberian kalium secara intravena dapat
menyebabkan vasodilatasi, yang dipercaya dimediasi oleh oksidanitrat
pada dinding vascular.
c. Diet kaya buah dan sayur

8
d. Diet rendah kolestrol sebagai pencegah terjadinya jantung koroner.
2. Penurunan Berat Badan
Mengatasi obesitas pada sebagian orang, dengan cara menurunkan
berat badan mengurangi tekanan darah, kemungkinan dengan mengurangi
beban kerja jantung dan volume sekuncup. Pada beberapa studi
menunjukan bahwa obesitas berhubungan dengan kejadian hipertensi dan
hipertrofi ventrikel kiri. Jadi, penurunan berat badan adalah hal yang
sangat efektif untuk menurunkan tekanan darah.

3. Olahraga
Olahraga teratur seperti berjalan, lari,berenang, bersepeda
bermanfaat untuk menurunkan tekanan darah dan memperbaiki keadaan
jantung.

4. Memperbaiki gaya hidup yang kurang sehat


Berhenti merokok dan tidak mengonsumsi alcohol, penting untuk
mengurangi efek jangka panjang hipertensi karena asap rokok diketahui
menurunkan aliran darah ke berbagai organ dan dapat meningkatkan kerja
jantung (Aspiani, 2016).

I. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas Klien
i. Identitas klien meliputi :
Nama, umur, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, alamat, pekerjaan,
suku/bangsa, agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit,
nomor registrasi, dan diagnose medik.
ii. Identitas Penanggung jawab
Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, serta status
hubungan dengan pasien.
2. Keluhan utama
Keluhan yang dapat muncul antara lain : nyeri kepala, gelisah, palpitasi,
pusing, leher kaku, penglihatan kabur, nyeri dada, mudah Lelah, dan
impotensi.

9
3. Riwayat Kesehatan sekarang
Pengkajian yang mendukung keluhan utama dengan memberikan
pertanyaan tentang kronologi keluhan utama. Keluhan lain yang menyerta
biasanya : sakit kepala, pusing, penglihatan buram, mual, detak jantung
tidak teratur, dan nyeri dada.
4. Riwayat Kesehatan dahulu
Kaji adanya Riwayat penyakit hipertensi, penyakit jantung, penyakit
ginjal, stroke. Penting untuk mengkaji mengenai Riwayat pemakaian obat-
obatan masa lalu dan adanya Riwayat alergi terhadap jenis obat.
5. Riwayat Kesehatan keluarga
Kaji didalam keluarga adanya Riwayat penyakit hipertensi, penyakit
metabolic, penyakit menular seperti TBC, HIV, infeksi saluran kemih, dan
penyakit menurun seperti diabetes melitus, asma dan lain-lain.
6. Aktifitas/istirahat
1) Gejala : kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton.
2) Tanda : frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung,
takipnea.
7. Sirkulasi
a) Gejala :
1) Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung coroner/
katup dan penyakit serebrovaskuler.
2) Episode palpitasi
b) Tanda
1) Peningkatan tekanan darah
2) Nadi denyutan jelas dari karotis, ugularis, radialis, takikardi
3) Murmur stenosis vulvular
4) Distensi vena jugularis
5) Kulit pucat, sianosis, suhu dingin (vasokontriksi perifer)
6) Pengisian kapiler mungkin lambat/tertunda
8. Integritas ego
a) Gejala : Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, factor stress
multiple (hubungan, keuangan, yang berkaitan dengan pekerjaan).

10
b) Tanda : letupan suasana hati, gelisah, penyempitan perhatian, tangisan
meledak, otot tegang, menghela nafas, peningkatan pola bicara.
9. Eliminasi
Gejala : gangguan ginjal saat ini (seperti obstruksi) atau Riwayat penyakit
ginjal pada masa yang lalu.
10. Makanan/cairan
a) Gejala :
1) Makanan yang disukai mencancakup makanan tinggi garam, lemak
serta kolesterol.
2) Mual, muntah dan perubahan berat badan saat ini
(meningkat/menurun).
3) Riwayat penggunaan diuretic.

b) Tanda
1) Berat badan normal atau obesitas
2) Adanya edema
3) Glikosuria
4) neurosensori
11. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : angina (penyakit arterior coroner/keterlibatan jantung), sakit
kepala.
12. Pernapasan
a) Gejala
1) Disnea yang berkaitan dari aktivitas/kerja, takipnea, ortopnea,
dispnea
2) Batuk dengan/ tanpa pementukan sputum
3) Riwayat merokok
b) Tanda
1) Distress pernapasan/penggunaan otot aksesori pernapasan
2) Bunyi napas tambahan (crakles/mengi)
3) Sianosis
13) Keamanan

11
Gejala : gangguan koordinasi/cara berjalan, hipotensi postural.
14) Pembelajaran/penyuluhan
Gejala :
a) Factor risiko keluarga : hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung,
diabetes melitus.
b) Factor lain, seperti orang afrika-amerika, asia tenggara, penggunaan pil
KB atau hormone lain, penggunaan alcohol/obat.
15) Rencana pemulangan
Bantuan dengan pemantauan diri tekanan darah/perubahan dalam terapi
obat.

J. Diagnosa Keperawatan
Berikut adalah uraian dari masalah yang timbul bagi klien menurut
(Tim pokja SDKI DPP PPNI 2017) dengan hipertensi :
1. Perfusi perifer tidak efektif (D.0009)
2. Resiko penurunan curah jantung (D.0011)
3. Nyeri akut (D.0077)
4. Hypervolemia (D.0022)
5. Intoleransi aktivitas (D.0056)
6. Defisit pengetahuan (D.0111)
7. Ansietas (D.0080)
8. Risiko jatuh (D.0143)

K. Intervensi Keperawatan
Menurut Tim pokja SDKI PPNI (2017) menguraikan intervensi
keperawatan pada pasien hipertensi yaitu :
1. Perfusi perifer tidak efektif (D.0009)
Standar Luaran Keperawatan : Perfusi perifer (L.02011)
Standar Intervensi Keperawatan :
Perawatan sirkulasi (I.02079)

12
a. Observasi
1) Periksa sirkulasi perifer
2) Identifikasi factor risiko gangguan sirkulasi
b. Terapeutik
1) Lakukan hidrasi
c. Edukasi
1) Anjurkan menggunakan obat penurun tekanan darah, antikoagulan
dan penurun kolesterol jika diperlukan
2) Anjurkan minum obat pengontrol tekanan darah secara teratur
3) Anjurkan program diet untuk memperbaiki sirkulasi
4) Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus dilaporkan
d. Kolaborasi
1) Tidak ada
2. Resiko penurunan curah jantung (D.0011)
Standar Luaran Keperawatan : Curah jantung (L.02008)
Standar Intervensi Keperawatan :
Perawatan jantung (I.02075)
a) Observasi
1) Identifikasi tanda/gejala primer penurunan curah jantung (missal :
dispnea, kelelahan, edema,ortopnea, paroxysmal nocturnal
dyspnea, peningkatan CVP)
2) Identifikasi tanda/gejala sekundur penurunan curah jantung (missal
: peningkatan berat badan, hepatomegaly, distensi vena jugularis,
palpitasi, ronchi basah, oliguria, batuk, kulit pucat)
3) Monitor tekanan darah
4) Monitor intake dan output cairan
5) Monitor keluhan nyeri dada
b) Terapeutik
1) Berikan diit jantung yang sesuai
2) Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi stress jika perlu
c) Edukasi
1) Anjurkan beraktifitas fisik sesuai toleransi

13
2) Anjurkan aktifitas fisik secara bertahap
d) Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu

3. Nyeri akut (D.0077)


Standar Luaran Keperawatan : Tingkat Nyri (L.08066)
Standar Intervensi Keperawatan :
Manajemen Nyri (I.08238)
a. Observasi
1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri
2) Identifikasi skala nyeri
3) Identifikasi respon nyeri non verbal
4) Identifikasi factor yang memperberat dan memperingan nyeri
5) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
6) Monitor efek samping penggunaan analgetic
b. Terapeutik
1) Berikan Teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
2) Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri
3) Fasilitas istirahat dan tidur
c. Edukasi
1) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
2) Jelaskan strategi meredakan nyeri
3) Anjurkan monitor nyeri secara mandiri
4) Anjurkan menggunakan analgetic secara tepat
5) Ajarkan Teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
d. Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian analgetig bila perlu

4. Hypervolemia (D.0022)
Standar Luaran Keperawatan : Keseimbangan Cairah (L.05020)
Standar Intervensi Keperawatan :

14
Manajemen Hipervolemia (I.03114)
a. Observasi
1) Periksa tanda dan gejala hypervolemia
2) Monitor status hemodinamik
3) Monitor intake dan output cairan
b. Terapeutik
1) Batasi asupan cairan dan garam
2) Tinggikan kepala tempat tidur 30-40°
c. Edukasi
1) Ajarkan cara mengukur dan mencatat asupan dan keluaran cairan
2) Ajarkan cara membatasi cairan
d. Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian diuretic
5. Intoleransi aktivitas (D.0056)
Standar Luaran Keperawatan : Toleransi aktivitas (L.05047)
Standar Intervensi Keperawatan :
Manajemen energi (I.050178)
a. Observasi
1) Monitor kelelahan fisik dan emosional
2) Monitor pola dan jam tidur
b. Terapeutik
1) Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus
2) Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
c. Edukasi
1) Anjurkan tirah baring
2) Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
3) Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan
tidak berkurang
4) Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
d. Kolaborasi
1) Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan
makanan.

15
6. Defisit pengetahuan (D.0111)
Standar Luaran Keperawatan : Tingkat pengetahuan (L.12111)
Standar Intervensi Keperawatan :
Edukasi Kesehatan (I.12383)
i. Observasi
1) Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
ii. Terapeutik
1) Sediakan materi dan media Pendidikan Kesehatan
2) Jadwalkan Pendidikan Kesehatan sesuai kesepakatan
3) Berikan kesempatan untuk bertanya
iii. Edukasi
1) Anjurkan menghilangkan bahaya lingkungan
2) Anjurkan menyediakan alat bantu (missal : pegangan tangan, keset
anti slip)
3) Informasikan nomor telepon darurat
iv. Kolaborasi
1) Kolaborasi dengan pihak lain untuk meningkatkan keamanan
lingkungan.

7. Ansietas (D.0080)
Standar Luaran Keperawatan : Tingkat ansietas (L.09093)
Standar Intervensi Keperawatan :
Reduksi ansietas (I.09314)
a. Observasi
1) Identifikasi saat tingkat ansietas berubah
2) Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
3) Monitor tanda tanda ansietas
b. Terapeutik
1) Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan
2) Gunakan pendekatan yang tenang dan menyakinkan
3) Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan

16
c. Edukasi
1) Informasikan secara factual mengenai diagnosis, pengobatan dan
prognosis
2) Latih Teknik relaksasi
d. Kolaborasi
1) Tidak ada

8. Risiko jatuh (D.0143)


Standar Luaran Keperawatan : Tingkat Jatuh (L.14138)
Standar Intervensi Keperawatan :
Pencegahan jatuh (I.14540)
a. Observasi
1) Identifikasi factor risiko (missal : usia >65 tahun, penurunan
tingkat kesadaran, deficit kognitif, hipotensi ortostatik, gangguan
keseimbangan, gangguan penglihatan, neuropati)
2) Identifikasi risiko jatuh setidaknya sekali setiap shift atau sesuai
dengan kebijakan institusi
3) Identifikasi factor lingkungan yang meningkatkan risiko jatuh
(missal : more scale, humpty dumpty)
b. Terapeutik
1) Pasang handrall tempat tidur
c. Edukasi
1) Anjurkan memanggil perawat jika membutuhkan bantuan untuk
berpindah
d. Kolaborasi
1) Tidak ada

17
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
System kardiovaskuler terdiri atas jantung, pembuluh darah (arteri,
vena, kapiler) dan sistem limfatik. Fungsi utama system kardiovaskular adalah
mengalirkan darah yang kaya oksigen ke seluruh tubuh dan memompa darah
dari seluruh tubuh (jaringan) ke sirkulasi paru untuk dioksigenasi (Aspiani,
2016).
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik sekitar 140
mmHg atau tekanan diastolik sekitar 90 mmHg. Hipertensi merupakan
masalah yang perlu diwaspadai, karena tidak ada tanda gejala khusus pada
penyakit hipertensi dan beberapa orang masih merasa sehat untuk beraktivitas
seperti biasanya. Hal ini yang membuat hipertensi sebagai silent killer
(Kemenkes, 2018). Hipertensi juga merupakan salah satu penyakit
degeneratif, umumnya tekanan darah bertambah secara perlahan dengan
seiring bertambahnya umur (Triyanto, 2014).
Manifestasi klinis meliputi nyeri kepala di daerah oksipital yang akan
hilang dalam beberapa jam, letih, konfusi, palpitasi, nyeri dada, dispnea,
epistasis, hematuria dan penglihatan kabur. Sedangkan temuan pemeriksaan
fisik antara lain nadi kuat, bunyi jantung S4, edema perifer tahap lanjut,
hemoragi, eksudat, dan edema papil pada mata, massa abdomen berdenyut
yang menandakan adanya aneurisma abdomen, bising pada aorta abdomen dan
arteri femoralis atau karotis serta adanya peningkatan tekanan darah minimal
dua kali pengukuran berturut-turut.
Pemeriksaan penunjang terdiri dari pemeriksaan laboratorium,
pemeriksaan EKG, pemeriksaan foto rontgen. Komplikasi hipertensi yaitu
penyakit jantung, ginjal, otal, mata, dan kerusakan pembuluh arteri.
Penatalaksanaan pada penderita hipertensi harus menurunkan risiko
penyakit kardiovaskular dan mortalitas serta morbiditas yang berkaitan
dengan hipertensi. Ada dua pendekatan dalam penatalaksanaan yaitu
pendekatan pertama merupakan pengobatan etiologi yang menyebabkan

18
hipertensi tinggi, sedangkan pada pendekatan yang kedua didasarkan pada
pengobatan komplikasi dari hipertensi tersebut.

B. Saran
Bagi perawat, dalam melakukan asuhan keperawatan pada kasus
hipertensi hendaknya memahami penyebab, perjalanan penyakit tanda gejala,
pemeriksaan penunjang, komplikasi serta dapat melakukan
penatalaksanaannya agar pertolongan dapat dilakukan dengan cepat dan benar
dan mencapai asuhan keperawatan yang berkualitas.
Pada saat pembuatan makalah Penulis menyadari bahwa banyak sekali
kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Dengan sebuah pedoman yang bisa
dipertanggung jawabkan dari banyaknya sumber penulis akan memperbaiki
makalah tersebut. Oleh sebab itu penulis harapkan kritik serta sarannya
mengenai pembahasan makalah dalam kesimpulan diatas.

19
DAFTAR PUSTAKA

Aspiani, R. Yuli. (2016). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Kardiovaskuler.


Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.
(2019). Laporan Nasional Riskesdas 2018. Jakarta: Lembaga
Penerbit Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (LPB).
Ekayanti, I, G,A,I. (2019). Analisis Kadar Kolesterol Total Dalam Darah Pasien
dengan Diagnosis Penyakit Kardiovaskuler. Vol 1 No 1. 2541-7207.
Kemenkes RI (2019). Hipertensi. Infodatin Pusat Data dan Informasi Kementerian
Kesehatan RI; (Hipertensi): 1-6.
Kementerian Kesehatan RI. (2018). Klasifikasi Hipertensi. Jakarta : Kemenkes
RI.
Khairunnisa, A. (2019). Asuhan Keperawatan pada Pasien Hipertensi di Ruang
Asoka RSUD Abdul Wahid Wahab Sjahranie Samarinda. (KTI
POLTEKKES KEMENKES KALTIM) Diakses dari
http://repository.poltekkes-kaltim.ac.id/386/1/Untitled.pdf.
Khasanah, D,A, & Naufal, A, F. (2020). Pengaruh Terapi Relaksasi Otot
Progresif terhadap Tekanan Darah Wanita Lanjut Usia dengan
Hipertensi. 13(2). 136-143.
Muhlisin, A. 2012. Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Gosyen Publishing
Musakkar & Djafar, T. (2021). Promosi Kesahatan: Penyebab Terjadinya
Hipertensi. CV. Pena Persada.
Naelal, dkk (2020). Hubungan Dukungan Keluarga Kepatuhan Minum Obat pada
Penderita Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Pamacarian
Kabupaten Ciamis tahun 2022. Kuantitatif Penelitian Kesehatan,
23(05), 291-301.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) (2018). Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementerian RI Tahun 2018.
Sidabutar, R, M. (2019). Sistem Pakar Mendiagnosa Penyakit Sistem
Kardiovaskuler pada Lansia dengan Menggunakan Metode Case Based
Reasoning. Vol. 6 No. 1. Hal: 93-99.
Sumiyati, Dina Dewi Anggraini, Lia Kartika dkk. (2021). Anatomi Fisiologi.

20
Jakarta: Yayasan Kita Menulis.
Triyanto, Endang (2014). Pelayanan Perawatan Bagi Penderita Hipertensi
Secara Terpadu. Jakarta: Bumi Aksara.
PPNI, Tim Pokja SDKI DPP. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Indikator Diagnostik (1st ed). DPP PPNI.
PPNI, Tim Pokja SIKI DPP. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
PPNI, Tim Pokja SLKI DPP. (2018). Standar Luara Keperawatan Indonesia.
Yasmara D., Nursiswati, Rosyidah Arafat (2016). Rencana Asuhan Keperawatan
Medikal Bedah:Diagnosis NANDA-1 2015-2017, Intervensi NIC, Hasil
NOC. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

21

Anda mungkin juga menyukai