Anda di halaman 1dari 46

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK DENGAN

MASALAH SISTEM KARDIOVASKULER

Disusun Oleh :

Pipit Widowati (214201446184)

Hanifah Ambang F (214201446188)

Tina Lestiana R (214201446194)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS NASIONAL

JAKARTA

2023
A. Definisi Sistem Kardiovaskuler

sistem kardiovaskuler sangat erat kaitannya dengan jantung dan pembuluh darah
dimana jantung dan pembuluh darah merupakan satu kesatuan integrasi yang mampu
memberikan oksigen dan nutrient bagi setiap sel hidup untuk bertahan hidup. Sistem ini
bertanggung jawab atas pengangkutan darah kaya oksigen dan nutrisi ke organ serta
pengangkutan produk limbah metabolic yang selanjutnya akan dibuang dari tubuh
(Touhy & Jett, 2014).

B. Perubahan yang Terjadi Pada Sistem Kardiovaskuler Lansia

1. Perubahan Miokardium

Perubahan meliputi amyloid deposits, akumulasi lipofuscin, degenerasi


basofilik, atrofi miokard atau hipertropi, katup kaku dan menebal, serta jumlah
jaringan ikat meningkat (Miller, 2012). Penuaan tidak mengakibatkan perubahan
ukuran jantung, tetapi dinding ventrikel kiri cenderung ketebalannya sedikit
meningkat. Hal ini diakibatkan oleh peningkatan densitas kolagen dan hilangnya
fungsi serat elastis, sehingga jantung menjadi mampu untuk distensi dengan kekuatan
kontraktil yang kurang efektif. Penebalan miokardium dan miokardium yang kurang
dapat diregangkan serta katup yang kaku, menyebabkan terjadi peningkatan waktu
pengisian diastolik. Peningkatan tekanan pengisian diastolik digunakan untuk
mempertahankan preload yang adekuat (Stanley & Bare, 2006). Menurut Miller
(2012) perubahan lain yang terjadi terkait usia yaitu penebalan endokardium atrium,
penebalan katup atrioventrikular, dan kalsifikasi sebagian dari anulus mitral katup
aorta.

Menurut Strait & Lakatta (2012), penebalan dinding ventrikel kiri


menyebabkan disfungsi diastolik dan peningkatan afterload. Selain itu, berhubungan
dengan produksi kolagen, ventrikel mulai menebal dan kaku, serta terjadi penurunan
jumlah sel miokard. Setiap perubahan yang terjadi akan mengganggu kemampuan
jantung untuk berkontraksi. Kontraktilitas menjadi kurang efektif, sehingga
membutuhkan lebih banyak waktu untuk menyelesaikan siklus pengisian diastolik
dan pengosongan sistolik. Kekakuan pada dasar pangkal aorta menghalangi
pembukaan katup secara lengkap, sehinga menyebabkan obstruksi parsial terhadap
aliran darah selama denyut sistol. Menurut Stanley & Beare (2006) tidak
sempurnanya pengosongan ventrikel dapat terjadi selama waktu peningkatan denyut
jantung (misalnya olahraga, stres, dan demam).

2. Perubahan Mekanisme Neuro-Conduction

Di mana miokardium menjadi semakin mudah irritable dan kurang responsif


terhadap impuls dari sistem saraf simpatik (Miller, 2012). Perubahan yang berkaitan
dengan usia menyebabkan konsekuensi fungsional, terutama melibatkan
elektrofisiologi jantung (sistem neuroconduction). Perubahan yang terjadi dalam
sistem neuroconduction yaitu penurunan jumlah sel alat pacu jantung (pacemaker
cells) dan ketidakteraturan dalam bentuk sel-sel alat pacu jantung meningkat.
Perubahan struktural memengaruhi konduksi sistem jantung melalui peningkatan
jumlah jaringan fibrosa dan jaringan ikat. Jumlah total sel pacemaker mengalami
penurunan seiring bertambahnya usia. Berkas his kehilangan serat konduksi yang
membawa impuls ke ventrikel (Stanley & Beare, 2006).

3. Perubahan Pembuluh Darah

Terlihat sama seperti pada kulit dan otot yang mempengaruhi lapisan (intima)
dari pembuluh darah, terutama arteri. Perubahan yang paling signifikan pada kulit
adalah penurunan elastisitas, sama dengan pembuluh darah juga mengalami
penurunan elastisitas yang memungkinkan darah bersirkulasi (Touhy & Jett, 2014).
Kehilangan elastisitas mengganggu aliran koroner dan dapat menyebabkan penyakit
kardiovaskular.

Dinding arteri terdiri dari tiga lapisan yaitu tunika adventitia, tunika media,
dan tunika intima (Bolton & Rajkumar, 2011). Adapun perubahan yang berkaitan
dengan usia mempengaruhi dua dari tiga lapisan pembuluh darah dan akibat yang
ditimbulkan bervariasi, tergantung pada lapisan yang terkena. Misalnya, perubahan
dalam tunika intima (lapisan terdalam) memiliki dampak yang paling serius dalam
perkembangan aterosklerosis, sedangkan perubahan dalam tunika media (lapisan
tengah), berhubungan dengan hipertensi. Tunika eksterna (lapisan terluar) tidak akan
terpengaruh dari penuaan. Lapisan ini, terdiri dari jaringan adiposa dan jaringan ikat
yang mendukung serabut saraf dan vasorum vasa, serta suplai darah untuk tunika
media (Miller, 2012).

Tunika intima terdiri dari satu lapis sel endotel pada lapisan tipis jaringan ikat.
Fungsi tunika intima yaitu mengontrol masuknya lipid dan zat lain dari darah ke
dalam dinding arteri. Sel endotel yang utuh membuat darah mengalir bebas tanpa
adanya pembekuan. Namun, ketika sel-sel endotel mengalami kerusakan, akan terjadi
pembekuan.Tunika intima dapat menebal karena fibrosis, proliferasi sel dan
akumulasi lipid juga kalsium. Selain itu, ukuran dan bentuk sel-sel endotel menjadi
tidak teratur, sehingga perubahan tersebut menyebabkan perbesaran dan pemanjangan
arteri. Akibatnya, dinding arteri lebih rentan mengalami aterosklerosis (Bolton &
Rajkumar, 2011; Miller, 2012).

Tunika media terdiri dari lapisan tunggal atau beberapa sel otot polos yang
dikelilingi oleh elastin dan kolagen. Sel-sel otot polos yang terdapat pada jaringan
berfungsi untuk memproduksi kolagen, proteoglikan, dan serat elastis. Lapisan ini
mengendalikan pengembangan dan kontraksi arteri karena struktur dari lapisan ini.
Perubahan tunika media yang terjadi akibat penuaan yaitu peningkatan kolagen dan
penipisan serta kalsifikasi serat elastin yang menyebabkan kekakuan pembuluh
darah.Selain itu, perubahan yang terjadi pada tunika media menyebabkan peningkatan
resistensi perifer, gangguan fungsi baroreseptor, dan berkurangnya kemampuan untuk
meningkatkan aliran darah ke organ vital. Perubahan tersebut dapat meningkatkan
resistensi terhadap aliran darah dari jantung, sehingga ventrikel kiri dipaksa untuk
bekerja lebih keras. Baroreseptor di arteri besar menjadi kurang efektif dalam
mengontrol tekanan darah, terutama selama perubahan postural. Secara keseluruhan,
peningkatan kekakuan pembuluh darah menyebabkan sedikit peningkatan tekanan
darah sistolik (Miller, 2012).

Pembuluh darah vena juga mengalami perubahan yang serupa dengan arteri,
tetapi pada tingkatan yang lebih rendah. Vena menjadi lebih tebal, lebih dilatasi, dan
kurang elastis seiring dengan bertambahnya usia. Katup vena besar pada kaki menjadi
kurang efisien dalam mengembalikan darah ke jantung, sehingga edema ekstremitas
bawah berkembang lebih cepat dan lansia lebih berisiko mengalami thrombosis vena
karena melemahnya sirkulasi vena. Sirkulasi perifer selanjutnya dipengaruhi oleh
penurunan massa otor dan bersamaan dengan pengurangan pada permintaan oksigen
(Miller, 2012; Touhy & Jett, 2014).

4. Adanya Mekanisme Baroreflex

Terjadi dimana sudah menjadi proses fisiologis, ketika mengatur tekanan


darah tubuh akan meningkatkan atau menurunkan denyut jantung dan resistensi
pembuluh darah perifer. Resistensi pembuluh darah perifer berfungsi untuk
mengkompensasi penurunan sementara atau peningkatan tekanan arteri. Baroreseptor
di arkus aorta dan sinus karotis sebenarnya reseptor regang. Penurunan distensi pada
reseptor ini, menyebabkan penambahan aktivitas pada sistem parasimpatik dan ihibisi
sistem aliran saraf.

Proses menua mengakibatkan perubahan mekanisme baroreflex termasuk


pengerasan arteri dan pengurangan respon kardiovaskuar terhadap stimulasi
adrenergik. Selain itu terjadi perubahan miokardium, perubahan afterload, dan
perubahan mekanisme neuro-conduction. Untuk itu perawat perlu mengerti
perubahan tersebut untuk melihat keabnormalan apa yang mungkin terjadi pada lansia
untuk memberikan intervensi terbaik bagi lansia.

Untuk memudahkan pemahaman, berikut merupakan tabel perubahan anatomi


dan fisiologis sistem kardiovaskular pada lansia:

No Organ/Jaringan Perubahan Fisiologis Efek/Dampak

Miokardium mengalami Menyebabkan gagal


1 Jantung
hipertrofi yang dapat jantung
mengubah dinding ventrikel
kiri dan septum ventrikel
perlahan menebal
Miokardium yang kurang
Struktur miokardium
dapat diregangkan
menunjukan terjadinya
menyebabkan terjadi
peningkatan kolagen dan
peningkatan waktu
jaringan ikat
pengisian diastolik.
Peningkatan tekanan
pengisian diastolik
digunakan untuk
mempertahankan preload
yang adekuat
Penurunan jumlah sel Disritmia, terutama
pacemaker, SA node dan AV fibrilasi atrial dan
node kurang efisien dalam Premature Ventricular
menghantarkan impuls Contractions (PVCs),
penurunan respon denyut
jantung terhadap stres

Inkompeten katup jantung Penurunan curah jantung


(stenosis/regurgitasi): (cardiac output), terdapat
mengalami penebalan dan bunyi jantung murmur,
kekakuan yang disebabkan hipertensi ortostatik
karena penuaan akibat
kalsifikasi dan fibrosis.
Penurunan tekanan diastolic Faktor risiko terjadinya
cerebrovascular atau
stroke
Bunyi jantung S4 semakin Kemungkinan CAD
jelas (Coronary Artery Disease),
hipertensi, stenosis aorta,
atau anemia berat
Penurunan reaksi miokardial Menurunkan aktivitas
dan pembuluh darah terhadap barorefleks (baroreseptor
stimulus β-adrenergik dan kemoreseptor) yang
berhubungan dengan
keseimbangan dalam
kontrol neuroendokrin
Penurunan sensitivitas Hipotensi postural,
baroreseptor peningkatan risiko jatuh
Peningkatan resistensi Darah sulit untuk kembali
2. Pembuluh Darah
pembuluh darah kapiler ke jantung dan paru-paru
Katup vena tidak berfungsi Varises dan pengumpulan
secara efisien darah di perifer
membentuk edema
Penurunan elastisitas Hipertensi, oksigen
(arteriosclerosis), jaringan menurun,
pembentukan plak penurunan respon
(atherosclerosis), dan dinding baroreseptor (respon
arteri perifer dan aorta terhadap panas dan dingin),
menebal karena terjadi hipertrofi ventrikel kiri,
peningkatan kolagen dan penurunan tekanan
lemak serta penurunan elastin diastolik, peningkatan
serta disfungsi endotelial tekanan sistolik, tekanan
nadi meningkat
Dinding kapiler menebal Pertukaran nutrisi dan
produk limbah antara darah
dan jaringan lambat
Darah mengalir lebih lambat Penyembuhan luka lebih
3. Darah
lama dan berpengaruh pada
metabolisme dan distribusi
obat lama
Penurunan jumlah darah yang Oksigen jaringan menurun,
dipompa di sepanjang sistem penurunan kapasitas untuk
kardiovaskuler latihan

C. Konsep Penyakit Sistem Krdiovaskuler pada Lansia

1. Hipertensi

a. Definisi

Hipertensi adalah suatu peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya


140 mmHg atau tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg. Penyakit hipertensi ini
tidak selalu beresiko pada penderita penyakit jantung, tetapi juga beresiko pada
penderita penyakit lain seperti penyakit saraf, ginjal, dan pembuluh darah dan
semakin tinggi tekanan darah, makin besar pula resikonya (Nurarif, et al., 2015).

Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami


peningkatan tekanan darah diatas normal sehingga dapat mengakibatkan
peningkatan angka morbiditas maupun mortalitas, tekanan darah sistolik 140
mmHg menunjukan fase darah yang sedang dipompa oleh jantung dan fase
diastolik 90 mmHg menunjukan fase darah yang kembali ke jantung (Triyanto,
2014).

Hipertensi pada lansia terjadi pada proses penuaan yang berhubungan


dengan umur seseorang. Manusia mengalami perubahan sesuai dengan
bertambahnya usia tersebut. Semakin bertambah umur semakin berkurang fungsi
– fungsi organ tubuh. Perubahan – perubahan fisik yang terjadi pada lansia
meliputi perubahan dari tingkat sel sampai ke semua system organ tubuh salah
satunya peningkatan tekanan darah. Hampir setiap orang mengalami kenaikan
tekanan darah ketika usianya semakin bertambah menjadi semakin tua,
kemungkinan seseorang menderita hipertensi juga semakin besar, tekanan sistolik
terus meningkat sampai usia 80 tahun dan tekanan diastolik terus naik sampai usia
55 kemudian mulai usia 60 tahun secara perlahan atau bahkan menurun secara
drastis (Waryantini, 2021).

b. Klasifikasi

Klasifikasi hipertensi pada orang dewasa menurut Joint National


Committee / JNC-7 (2013), dalam Sya‟diyah (2018) terbagi menjadi kelompok
normal, prahipertensi, hipertesi stadium I, dan hipertensi stadium II.
Tekanan Darah Tekanan Darah
Klasifikasi Tekanan Darah Sistolik Diastolik
(mmHg) (mmHg)
Normal <120 <80

Prahipertensi 120-139 80-89

Hipertensi ringan (Stadium I) 140-159 90-99

Hipertensi sedang (Stadiumt II) ≥160 ≥100

c. Etiologi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 golongan, yaitu
(Nurarif & Kusuma, 2015) :

1) Hipertensi Primer (hipertensi ensesial)

Hipertensi primer disebut juga hipertensi idiopatik karena tidak diketahui


penyebabnya. faktor yang mempengaruhinya yaitu: genetik, lingkungan,
hiperaktifitas saraf simpatis system renin, angiotensin dan peningkatan Na
+ Ca intraseluler. faktor-faktor yang meningkatkan resiko yaitu: obesitas,
merokok, alkohol polisitemia, asupan lemak jenuh dalam jumlah besar, dan
stres.

2) Hipertensi Sekunder

Penyebab dari hipertensi sekunder meliputi: penggunaan estrogen, penyakit


ginjal, sinrom cushing, dan hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan.

Penyebab hipertensi pada Lansia terjadi karena adanya perubahan pada:

1) Elastisitas dinding aorta menurun

2) Katub jantung menebal dan menjadi kaku

3) Kemampuan kemampuan jantung memompa darah menurun menyebabkan


menurunya kontraksi dan volumenya, hal ini disebabkan oleh 1% setiap
tahunnya sesudah berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah
menurun.

4) Kehilangan elastisitas pembuluh darah, hal ini terjadi karena kurangnya


efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi.

5) Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.

d. Faktor Risiko

Faktor risiko hipertensi menurut (Sya’diyah, 2018) :

1) Usia dan riwayat keluarga

2) Ras dan seks

3) Intake tinggi garam

4) Stres
5) Penggunaan obat-obat kontrasepsi oral

e. Manifestasi Klinis

Menurut (Aspiani, 2015), Gejala umum yang ditimbulkan akibat


menderita hipertensi tidak sama pada setiap orang, bahkan terkadang timbul
tanpa gejala. Secara umum gejala yang dikeluhkan oleh penderita hipertensi
sebagai berikut :

1) Sakit kepala

2) Rasa pegal dan tidak nyaman pada tengkuk

3) Perasaan berputar seperti tujuh keliling serasa ingin jatuh

4) Berdebar atau detak jantung terasa cepat

5) Telinga berdenging

Pada penderita hipertensi tidak ada gejala diawal, kalaupun ada


biasanya ringan dan tidak spesifik seperti pusing, tenguk terasa pegal, dan sakit
kepala. Gejala yang dirasakan oleh penderita hipertensi yang sudah berlangsung
lama dan tida diobati maka akan tibul gelaja antara lain: sakit kepala, pandangan
mata kabur, sesak napas dan terengah-engah, pemengkakan pada ekstremitas
bawah, denyut jantung kuat dan cepat (Pratiwi & Mumpuni, 2017). Menurut
Sutanto (2009), dalam (Nahak, 2019) gejala-gejala yang mudah diamati pada
penderitah hipertensi antara lain yaitu : gejala ringan seperti pusing atau sakit
kepala, sering gelisah, wajah merah, tengkuk teras pegal, mudah marah, telinga
berdeging, sukar tidur, sesak napas, tengkuk rasa berat, mudah lelah, mata
berkunang- kunang dan mimisan (darah keluar dari hidung).

f. Pathofisiologi

Faktor predisposisi yang saling berhubungan juga turut serta


menyebabkan peningkatan tekanan darah pada pasien hipertensi. Diantaranya
adalah faktor primer dan faktor sekunder. Faktor primer adalah faktor genetik,
gangguan emosi, obesitas, konsumsi alkohol, kopi, obat-obatan, asupan garam,
stress, kegemukan, merokok, aktivitas fisik yang kurang. Sedangkan faktor
sekunder adalah kelainan ginjal seperti tumor, diabetes, kelainan adrenal,
kelainan aorta, kelainan endokrin lainnya seperti obesitas, resistensi insulin,
hipertiroidisme dan pemakaian obat- obatan seperti kontasepsi oral dan
kartikosteroid (Wijaya & Putri, 2013).

Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh darah


terletak di pusat vasomotor pada medulla di otak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jarak saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan
keluar dari kolumna medulla spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen.
Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk implus yang bergerak ke
bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuro
preganglion melepaskan asetikolin, yang akan merangsang serabut saraf paska
ganglion ke pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan
dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokontriktor
(Nurhidayat,2015).

Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang


pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga
terangsang mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medulla adrenal
mengsekresi epinefrin yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal
mengsekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respon
vasonkonstriktor pembuluh darah.Vasokontriksi yang mengakibatkan penurunan
aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Rennin merangsang
pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu
vasokontriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh
korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus
ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua factor tersebut
cendrung pencetus keadaan hipertensi (Nurhidayat,2015).

Pada Lansia terjadi perubahan struktural dan fungsional pada sistem


pembuluh darah perifer yang bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah.
Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat,
dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang ada gilirannya
menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah.
Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam
mengakomodasi volume darah yang di pompa oleh jantung ( volume sekuncup )
mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer.
(Wijaya & Putri, 2013).
g. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi jika hipertensi tidak terkontrol, antara lain
(Sya‟diyah, 2018):

1) Krisis hipertensi.

2) Penyakit jantung dan pembuuh darah, seperti: jantung koroner dan penyakit
jantung hipertensi, gagal jantung.

3) Stroke.

4) Ensefalopati hipertensi, merupakan sindroma yang ditandai dengan


perubahan neurologis mendadak yang muncul akibat tekanan arteri
meningkat dan akan kembali norma jika tekanan darah menurun.

5) Nefrosklerosis hipertensi.

6) Retinopati hipertensi.

h. Pemeriksaan Penjang

Pemerikaan penunjang pada klien hipertensi menurut (Nurarif &


Kusuma, 2015), yaitu:

1) Pemeriksaan Laboratorium

a) Hb/Ht : untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan


(viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor resiko seperti
hipokoagubilita, anemia.

b) BUN /kreatinin : memberikaan informasi tentang perfusi / fungsi ginjal.

c) Glukosa : Hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapat


diakibatkan oleh pengeluaran kadar ketokolamin. Urinalisa : darah,
protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal dan ada DM.

2) CT scan : Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.


3) EKG : dapat menunjukkan pola rengangan, dimana luas, peninggian
gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
4) IVP : mengidentifikasi penyebab hipertensi, seperti batu ginjal, perbaikan
ginjal.
5) Photo dada : menujukkan destruksi klasifikasi pada area katup, pembesaran
jantung.
i. Penatalaksanaan
Menurut Sya‟diyah (2018) penatalaksanaan hipertensi secara garis besar dapat
dibagi menjadi dua yaitu penatalaksanaan nonfarmakologi dan penatalaksanan
farmakologi:
1) Penatalaksanaan Nonfarmakologi
Tujuan penataaksanaan hipertensi tidak hanya untuk menurunkan tekanan darah,
melaikan juga untuk mengurangi dan mencegah komplikasi. Penatalaksaan ini dapat
dilakukan dengan cara memodifikasi gaya hidup yang dapat meningkatkan faktor
resiko yaitu dengan :
a) Konsumsi gizi seimbang dan pembatasan gula, garam dan lemak.
b) Mempertahankan berat badan ideal.
c) Gaya hidup aktif/olahraga teratur.
d) Stop merokok.
e) Membatasi konsumsi alkohol (bagi yang minum).
f) Istirahat yang cukup dan kelola stres
2) Penatalaksanaan Farmakologi
Pengobatan hipertensi perlu dilakukan seumur hidup penderitannya. Dalam
pengobatan hipertensi obat standar yang dianjurkan oleh Komite Dokter Ahli
Hipertensi, antara lain obat deuretik, Penekat Betha, Antagonis kalsium, atau
penghambat ACE dapat digunakan sebagai obat tunggal awal dengan
memperhatikan keadaan penderitanya dan penyakit diderita penderita. Bila tekanan
darah tidak turun selama satu bulan, maka dosis obat dapat disesuaikan sampai
dengan dosis maksimal atau dapat pula menambah obat dengan golongan lain atau
mengganti obat pertama dengan obat golongan lain. sasaran penurunan tekanan
darah yaitu ≥ 140/90mmHg dengan efek samping minimal. Selain itu penurunan
dosis obat dapat dilakukan pada penderita dengan hipertensi ringan yang sudah
terkontrol dengan baik selama satu tahun.
j. Pathway
ASUHAN KEPERAWATAN HIPERTENSI

KASUS :

Pasien Tn. S berusia 70 tahun, jenis kelamin laki laki dating ke IGD pada tanggal 01 Maret
2023 pada pukul 20.00 WIB. Pasien datang dengan keluhan pusing dan nyeri pada bagian
tengkuk belakang leher sehingga menyebabkan susah tidur pada malam hari, Tn. S
mengatakan durasi tidur pada malam hari pukul 01.00 WIB sampai pukul 05.00 WIB dan
Tidur siang dari 12.30 WIB sampai 15.00. Tn.S mempunyai Riwayat merokok 20 tahun lalu
dan sudah berhenti, Tn.S juga mempunyai kebiasaan sering makan makanan yang asin dan
banyak lemak seperti jeroan sapi, kambing. Tn.S menderita hipertensi sejak 5 tahun yang lalu
dan pernah di rawat di Rumah Sakit, sejak mengalami hipertensi klien telah mengkonsumsi
obat captopril 1x1 dan Amlodipin 1x5 mg sesuai dengan yang diresepkan oleh dokter. Pasien
mengatakan juga merasakan nyeri hasil pengkajian nyeri di dapatkan (P) : Pusing dan nyeri
bagian punggung leher, (Q) : Seperti mencengkram, (R) : bagian punggung leher, (S) : Skala
4, (T) : hilang timbul. Saat dilakukan pengkajian oleh perawat didapatkan keadaan umum
Tn.S keadaan lemah karena pusing dan nyeri pegal bagian punggung leher, pasien tetap
kooperatif, kesadaran composmentis dengan nilai GCS : E4V5M6, hasil pengkajian Tanda-
tanda vital di dapatkan TD : 170/85 mmHg, N : 92x/menit, RR : 21x/menit, SPO2 : 98%,
Suhu : 36,0o C, CRT > 3 detik BB : 77 Kg, TB : 170 cm Nilai IMT : 26,6 kategori
Overweight. Hasil pemeriksaan penunjang di dapatkan hasil Lab pemeriksaan BUN : 21,00
Mg/dl, Kreatinin 15.48 Mg/dl.

A. Pengkajian
1. Identitas
Nama : Tn. S
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Umur : 70 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan Terakhir : SMA
Suku : Jawa Indonesia
Alamat : Kota Gedhe, Yogyakarta
No Registrasi : 123xxx
Tanggal MRS : 01 Maret 2023
Diagnosa Medis : Hipertensi

2. Riwayat Penyakit dan Kesehatan


a. Riwayat Keperawatan Sekarang
1) Keluhan Utama :
Pasien mengatakan pusing dan nyeri bagian tengkuk belakang kepala
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Tn. S berusia 70 tahun, jenis kelamin laki laki dating ke IGD pada tanggal 01 Maret
2023 pada pukul 20.00 WIB. Pasien datang dengan keluhan pusing dan nyeri pada
bagian tengkuk belakang leher sehingga menyebabkan susah tidur pada malam hari.
Pasien mengatakan juga merasakan nyeri hasil pengkajian nyeri di dapatkan (P) :
Pusing dan nyeri bagian punggung leher, (Q) : Seperti mencengkram, (R) : bagian
punggung leher, (S) : Skala 4, (T) : hilang timbul. Pasien di pindahkan ke Ruang
Kamboja pada pukul 23.00.
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Tn.S menderita hipertensi sejak 5 tahun yang lalu dan pernah di rawat di Rumah Sakit
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan mempunyai penyakit turunan keluarga yaitu hipertensi.
d. Pola Kebiasaan
Tn. S mengatakan jarang melakukan olahraga dan mempunyai kebiasaan sering
makan makanan yang asin dan banyak lemak seperti jeroan sapi, kambing. Tn.S
mempunyai Riwayat merokok 20 tahun lalu dan sudah berhenti.
e. Pola Tidur Istirahat
durasi tidur Tn. S pada malam hari pukul 01.00 WIB sampai pukul 0 5.00 WIB dan
Tidur siang dari 12.30 WIB sampai 15.00
f. Keadaan Umum
Saat dilakukan pengkajian oleh perawat didapatkan keadaan umum Tn.S keadaan lemah
karena pusing dan nyeri pegal bagian punggung leher, pasien tetap kooperatif, kesadaran
composmentis dengan nilai GCS : E4V5M6, hasil pengkajian Tanda-tanda vital di
dapatkan TD : 170/85 mmHg, N : 92x/menit, RR : 21x/menit, SPO2 : 98%, Suhu : 36,0 o
C, CRT > 2 detik BB : 77 Kg, TB : 170 cm Nilai IMT : 26,6 kategori Overweight. Hasil
pemeriksaan penunjang di dapatkan hasil Lab pemeriksaan BUN : 21,00 Mg/dl, Kreatinin
15.48 Mg/dl,
3. Pemeriksaan Fisik
a. Airway dan Breathing
Inspeksi : Bentuk dada simetris, irama nafas teratur, pola nafas normal, tidak ada
pernafasan cuping hidung, otot bantu pernafasan, Respiratory rate : 21x/menit
Palpasi : vocal permitus dan ekspansi paru anterior dan posterior dada normal
Perkusi : adanya suara sonor
Auskultasi : Suara nafas di dapatkan vesikuler
b. Circulation
Inspeksi : Mata tidak anemis, namun mata terlihat sayu dan terdapat kantung di
bawah mata
Palpasi : di dapatkan irama nadi irregular, N : 92x/menit, CRT > 2 detik , akral dingin
Perkusi : Basic jantung berada di ICS II dari lateral ke media linea , para sterna
sinistra, tidak melebar, Pinggang jantung berada di ICS III dari linea para sterna kiri,
tidak melebar, Apeks jantung berada di ICS V dari linea midclavikula sinistra, tidak
melebar.
Auskultasi : bunyi jantung I saat auskultasi terdengar bunyi jantung normal dan
regular, bunyi jantung II : saat auskultasi terdengar bunyi jantung normal dan regular,
bunyi jantung tambahan : tidak ada bunyi jantung tambahan, dan tidak ada kelainan
c. Gastrointestinal
BB : 77 Kg, TB : 170 cm Nilai IMT : 26,6 kategori Overweight
BAB 1x/hari konsistensi keras, diet lunak, jenis diet : Diet TKTP rendah garam, nafsu
makan menurun , porsi makan habis ¼ porsi.
Pemeriksaan Abdomen : Bentuk abdomen bulat dan datar, benjolan/masa tidak ada
pada perut, tidak tampak bayangan pembuluh darah pada abdomen, tidak ada luka
operasi . Tegang Tidak ada nyeri tekan, mass, Hepar Lien tidak ada kelainan Ginjal
tidak ada nyeri tekan,
Auskultasi abdomen : peristaltic 25x/menit
d. Bone dan Integumen
Pemeriksaan bone dan integument di dapatkan :
Inspeksi : Tn. S memiliki rambut beruban, kulit kepala bersih, kulit berwarna sawo
matang. Tampak kantung mata , mata sayup
Palpasi : Pada pemeriksaan palpasi turgot kulit elastis, kekuatan ROM penuh,
kekuatan otot pasien.
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Darah
Jenis Pemeriksaan Lab Hasil Normal
1. Leukosit 12,15 10e3/ uL (4.8- 10.8)
2. Eritrosit 4,53 10’6/ul (4.7-6.10)
3. Hb 11.0 g/dl (14.0 – 18.0)
4. Hematokrit 38,6% (37.0 – 54.0)
FAAL GINJAL
1. BUN 21,00 (7,8 – 20,23 mg/dL)
2. Kreatinin 15,48 ( 0,8 – 1,3 mg/dL)

b. EKG

5. Terapi
1. Amlodipin (Oral) 1x 10 mg
2. Captopril (Oral) 1x 25 mg
3. RL (IVFD) 20 tpm
B. ANALISA DATA

No. Data Fokus Masalah Keperawatan


Ds :
1 Perfusi Perifer Tidak
- Tn. S mengatakan pusing dan nyeri pada
tengkuk atau pada leher belakang Efektif (D.0009)
- Tn. S mengatakan sering makan makanan
asin dan berlemak.
- Tn. S mengatakan Riwayat merokok 20
tahun lalu namun sudah berhenti

DO :
- Tanda-tanda vital di dapatkan TD : 170/85
mmHg, N : 92x/menit, RR : 21x/menit,
SPO2 : 98%, Suhu : 36,0 o C, CRT > 3
detik, akral dingin
- hasil pemeriksaan lab leukosit 12,15
10e3/uL, Hb 11.0 g/dL, hasil BUN :
21,00 Mg/dl, Kreatinin 15.48 Mg/dl,
Ds :
2 Nyeri Akut (D.0077)
- (P) : pusing saat beraktivitas
- (Q) : nyeri terasa seperti mencengkram
- ( R) : Tn.S mengatakan nyeri di belakang
kepala
- (S) : Skala nyeri 5
- (T) : Nyeri yang di rasakan hilang timbul

Do :
- Klien tampak meringis
- TD : 170/85 mmHg, Nadi 92 ×/menit,
RR : 21x/menit
-
Ds :
3 Pola Tidur Tidak efektif
- Tn. S mengatakan jika malam hari sulit
tidur karena pusing dan pegal belakang (D.0009)
leher. Tn. S mengatakan durasi tidur pada
malam hari pukul 01.00 WIB sampai pukul
05.00 WIB dan Tidur siang dari 12.30
WIB sampai 15.00

- Tampak lingkaran di bawah mata


- TD : 170/85 mmHg, Nadi 92 ×/menit
- Mata sayup
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
No. Diagnosa keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1. Perfusi Perifer Tidak Perfusi Perifer (L.02011) dan Status Sirkulasi Pemantauan Tanda Vital (1.02060)
Efektif (D.0009) Setelah dilakukan Tindakan keperawatan selama Observasi :
3x24 jam di harapakan perfusi perifer dan status 1. Monitor tekanan darah
sirkulasi membaik dengan kriteria hasil : 2. Monitor nadi
- Tekanan darah sistolik membaik 3. Monitor pernapasan
- Tekanan darah diastolic membaik Terapeutik :
- Tekanan nadi membaik 4. Atur interval pemantauan sesuai
- Akral teraba hangat kondisi pasien
Perawatan Sirkulasi (1.02079)
Observasi :
1. Periksa sirkulasi Perifer ( Pengisian
kapiler, suhu)
Edukasi :
2. Anjurkan berolahraga rutin
3. Anjurkan menggunakan obat penurun
tekanan darah
4. Anjurkan minum obat pengontrol
tekanan darah secara teratur
5. Anjurkan Program diet ( Diet Rendah
garam)
2 Nyeri Akut Tingkat Nyeri (L.08066) Manajemen Nyeri (I.08238)
Setelah dilakukan Tindakan keperawatan selama Observasi :
3x24 jam di harapakan tingkat nyeri menurun 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
dengan kriteria hasil : frekuensi, kualitas dan intensitas nyeri
- Keluhan nyeri menurun 2. Identifikasi skala nyeri
- Meringis menurun
- Gelisah menurun Terapeutik :
- Kesulitan tidur menurun 3. Berikan Teknik non-farmakologis untuk
- Frekuensi nadi membaik mengurangi rasa nyeri
4. Fasilitasi istirahat dan tidur

Edukasi :
5. Jelaskan penyebab, periode , dan pemicu
nyeri
6. Jelaskan strategi meredakan nyeri
7. Ajarkan Teknik non farmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi :
8. Kolaborasi pemberian analgesic, jika
perlu

3. Gangguan Pola Tidur Pola Tidur (SLKI, L.05045) Dukungan Tidur (SIKI, 1.05174)
Setelah dilakukan Tindakan keperawatan selama Observasi
3x24 jam gangguan pola tidur menurun dengan 1. Identifikasi pola aktivitas dan tidur
kriteria hasil : 2. Identifikasi faktor pengganggu tidur
- Keluhan sulit tidur menurun (Fisik atau psikologis)
- Keluhan sering terjaga menurun 3. Identifikasi makanan dan minuman yang
- Keluhan istirahat tidak cukup menurun menggangur tidur
- Pola istirahat membaik Terapeutik :
4. Batasi tidur siang
5. Modifikasi lingkungan
6. Tetapkan jadwal tidur rutin
7. Jelaskan waktu tidur yang cukup
Edukasi :
8. Ajarkan factor-faktor yang
berkontribusi terhadap gangguan pola
tidur
9. Ajarkan relaksasi otot progesif
10. Anjurkan menepati waktu tidur
1) Penyakit Jantung Koroner
a. Definisi
Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah gangguan fungsi jantung karena
adanya sumbatan atau penyempitan pada pembuluh darah koroner sehingga otot
jantung tidak mendapatkan suplai makanan dan oksigen. Pada saat jantung akan
bekerja lebih keras terjadi ketidakseimbangan antara kebutuhan dan asupan
oksigen, hal ini yang menyebabkan nyeri dada. Jika pembuliuh darah mengalami
sumbatan, pemasokan darah ke jantung akan terhenti dan kejadian inilah yang
disebut dengan serangan jantung. Adanya ketidakseimbangan antara ketersediaan
oksigen dan kebutuhan jantung memicu timbulnya PJK (Wijaya, 2013).
Menurut Riset Kesehatan Dasar (Wijaya, 2013), Penyakit Jantung Koroner
(PJK) adalah gangguan fungsi jantung akibat otot jantung kekurangan darah
karena adanya penyempitan pembuluh darah koroner. Secara klinis, ditandai
dengan nyeri dada atau dada gerasa tertekan berat ketika sedang mendaki/ kerja
berat ataupun berjalan terburu-buru pada saat berjalan di jalan datar atau berjalan
jauh. Penyakit Jantung Koroner terdiri dari penyakit jantng koroner stabil tanpa
gejala, angina pectoris stabil, dan Sindrom Koroner Akut (SKA). Penyakit jantung
koroner stabil tanpa gejala biasanya diketahui dari skrining, sedangkan angina
apektoris stabil didapatkan gejala nyeri dada bila melakukan aktivitas yang
melebihi aktivitas sehari-hari.
b. Klasifikasi
Menurut Helmanu, (2015) penyakit jantung koroner dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu :
1) Chronic Stable Angina (Angina Piktoris stabil (APS)
Ini merupakan bentuk awal dari penyakit jantung koroner yang berkaitan
dengan berkurangnya aliran darah ke jantung yang ditandai dengan rasa tidak
nyaman didada atau nyeri dada, punggung, bahu, rahang, atau lengan tanpa
disertai kerusakan sel-sel pada jantung. Stress emosi atau aktivitas fisik
biasanya bisa menjadi pencetus APS namun itu bisa dihilangkan dengan obat
nitrat. Pada penderita ini gambar EKG tidak khas, melainkan suatu kelainan.
b) Acute Coronary Syndrome (ACS) Merupakan suatu sindrom klinis yang
bervariasi. ACS dibagi menjadi 3, yaitu :
a) Unstable Angina (UA) atau Angina Piktoris Tidak Stabil (APTS)
APTS meskipun hampir sama namun ada perbedaan pada sifat nyeri dan
patofisiologi dengan APS. Sifat nyeri yang timbul semakin lebih berat dari
sebelumnya atau semakin sering muncul pada saat istirahat, nyeri pada
dada yang timbul pertama kalinya, angina piktoris dan prinzmental angina
setelah serangan jantung ( myocard infaction ). Kadang akan terdapat
kelainan dan kadang juga tidak pada gambaran EKG penderita.
D. Acute Non ST Elevasi Myocardinal Infarction (NSTEMI)
Ditandai dengan sel otot jantung seperti CKMB, CK, Trop T, dan lain-lain
yang didalamnya terdapat enzim yang keluar yang merupakan tanda
terdapat kerusakan pada sel otot jantung. Mungkin tidak ada keainan dan
yang paling jelas tidak ada penguatan ST elevasi yang baru pada gambran
EKG.
E. Acute ST Elevasi Myocardina Infarction (STEMI)
Sudah ada kelainan pada gambaran EKG berupa timbulnya Bundle Branch
Block yang baru atau ST elevasi baru. Kelainan ini hampir sama denagn
NSTEMI.
c. Etiologi
Etiogi penyakit jantung koroner adalah adanya pemyempitan,
penyumbatan, atau kelainan pembuluh arteri koroner. Penyempitan atau
penyumbatan pembuluh darah tersebut dapat menghentikan aliran darah ke otot
jantung yang sering ditandai dengan nyeri. Kondisi yang parah, kemampuan
jantung memompa darah dapat hilang. Hal ini dapat merusak system pengontrol
irama jantung dan berakhir pada kematian (Wijaya, 2013).
Menurut (Wijaya, 2013) penyebab terjadinya penyakit jantung koroner
pada prinsipnya disebabkan oleh dua faktor utama yaitu:
a) Aterosklerosis
Aterosklerosis paling sering ditemukan sebagai sebab terjadinya penyakit
arteri koronaria. Salah satu yang diakibatkan steroskerosis adalah penimbunan
jaringan fibrosa atau lipid didalam arteri koronaria, sehingga mempersempit
lumen pembuluh darah secara progresif. Akan membehayakan aliran darah
miokardium jika lumen menyempit karena resistensi terhadap aliran darah
meningkat.
b) Trombosis
Gumpalan darah pada mulanya berguna untuk pencegah pendarahan
berkelanjutan pada saat terjadi luka karena merupakan bagian dari mekanisme
pertahanan tubuh. Lama kelamaan dinding pembuluh darah akan robek akibat
dari pengerasan pembuluh darah yang terganggu dam endapan lemak.
Berkumpulnya gumpalan darah dobagian robek tersebut yang bersatu dengan
kepingankepingan darah menjadi trombus. Trombus dapat menyebabkan
serangan jantung mendadak dan stroke.
Menurut (Piscilla LeMone, dkk, 2019) penyebab penyakit jantung koroner
yaitu :
1) Tidak dapat dimodifikasi
c) Usia
Sebagian besar kasus kematian terjadi pada laki-laki umur 35-44 tahun
dan meningkat seiring dengan bertambahnya umur, terutama setelah umur
40 tahun. Pada laki-laki dan perempuan kadar kolesterol mulai meningkat
di usia 20 tahun. Sebelum mengalami menopause kadar kolesterol pada
perempuan lebih rendah dari pada laki-laki yang memiliki usia hampir
sama. Kadar kolesterol perempuan setelah mengalami menopause
biasanya akan meningkat lebih tinggi dari laki-laki. Semakin tua umur
maka semakin besar kemungkinan timbulnya plak yang menempel di
dinding arteri koroner.
d) Jenis kelamin
Penyakit jantung koroner pada laki-laki resikonya 2 sampai 3 kali lebih
besar dari perempuan. Tetapi pada perempuan yang menoupose
cenderung memiliki risiko terkena PJK secara cepat sebanding dengan
laki-laki. Adanya hormon esterogen endogen pada perempuan yang
bersifat protektif membuat risiko terserang penyakit jantung bisa lebih
rendah.
e) Riwayat keluarga
Orang tua yang mengalami PJK kemungkinan anaknya juga berisiko
memiliki penyakit yang sama. Jika seorang ayah terkena serangan jantung
sebelum usia 60 tahun atau ibu terkena sebelum 65 tahun, keturunannya
akan berisiko tinggi terkena PJK. Riwayat keturunan mempunyai risiko
lebih besar untuk terkena PJK dibandingkan yang tidak mempunyai
riwayat penyakit PJK dalam keluarganya.
2) Dapat dimodifikasi
a) Hipertensi
Merupakan salah satu faktor resiko utama penyebab terjadinya penyakit
jantung koroner. Tekanan darah tinggi secara terus menerus
menyebabkan kerusakan sistem pembuluh darah dengan perlahan-lahan.
Komplikasi yang terdapat pada hipertensi esensial biasanya terjadi akibat
perubahan struktur arteri dan arterial sistemik, utamanya pada kasus yang
tak terobati. Pada awalnya terjadi hipertropi dari tunika media lalu
hialinisasi setempat serta penebalan fibrosis dari tunika intima lalu
berakhir dengan terjadinya penyemepitan pembuluh darah.
b) Diabetes
Diabetes dapat meningkatkan resiko gangguan dalam peredaran
darah,termasuk PJK. Disebabkan oleh resistensi atau kekurangan hormon
insulin yang mengontrol penyebaran glukosa melalui aliran darah ke sel-
sel diseluruh tubuh. Diabetes meningkatkan kadar lemak dalam darah,
termasuk kolesterol tinggi. Pada diabetes melitus timbul proses penebalan
membran kapiler dan arteri koronaria, sehingga terjadi penyempitan
aliran darah ke jantung. Penelitian menunjukkan penderita penyakit
diabetes militus pada laki-laki mempunyai resiko penyakit jantung
koroner 50% lebih tinggi dari pada orang normal, dan resikonya menjadi
2 kali lipat pada perempuan.
c) Hiperlipidemia
Kolestrol, fosfolipid, trigliserida, dan asam lemak yang merupakan bagian
dari lipid plasma berasal endogen dari sintesis lemak dan eksogen dari
makanan. Triglserida dan kolestrol merupakan 2 jenis lipid yang relatif
mempunyai makna klinis yang penting sehubungan dengan
arteriogenesis. Lipid terikat pada protein sabagai mekanisme transport
dalam serum. Meningkatnya kolestrol LDL sehubungan dengan
peningkatan resiko koronaria, sementara tingginya kadar kolestrol HDL
berperan sebagai faktor pelindung terhadap penyakit arteri koronaria.
d) Merokok
Merokok merupakan faktor independen untuk CHD menjadi penyebab
kematian terbesar dibandingkan dengan kanker paru ataupu penyakit paru
(Woods, Froclicher, Motzer, & Briges, 2009). Bukan hanya perokok aktif
saja tetapi perokokpasif juga dapat meningkatkan fakktor dari CHD. Cara
kerjanya yaitu karbon monoksida merusak endhothelium vascular
meningkatkan penumpukan kolesterol. Nikotin merangsang pelepasan
katekolamin, meningkatkan tekanan darah, frekuensi jantung dan
pemakaian oksigen miokardium. Nikotin juga dapat memperkecil volume
dari arteri, membatasi perfusi jaringan (pengiriman alira darah dan
oksigen). Lebih lanjut, nikotin mengurangi kadar HDL dan meningkatkan
agregasi trombosit, meningkatkan resiko pembentukan thrombus.
e) Obesitas
Obesitas merupakan kelebihan jumlah lemak pada tubuh lebih dari 19%
pada laki-laki dan lebih dari 21% pada perempuan. Obesitas sering
bebarengan dengan diabetes melitus, dan hipertensi. Obesitas juga bisa
meningkatkan kadar kolesterol dan LDL kolesterol. Penyakit jantung
koroner resikonya akan meningkat jika berat badan sudah tidak ideal.
Kolesterol tinggi pada penderita gemuk dapat ditrunkan dengan diet dan
olahraga.
f) Kurang aktivitas fisik
Latihan Kadar HDL ( High Density Lipoprotein ) kolestrol dapat
ditingkatkan dan kolesterol koroner dapat diperbaiki dengan latihan fisik (
exercise ) sehingga resiko penyakit jantung koroner dapat diturunkan.
Latihan fisik bermanfaat karena memperbaiki fungsi paru dan pemberian
oksigen menurunkan berat badan sehingga lemak tubuh yang berlebihan
berkurang bersama-sama dengan menurunkan LDL (Low Density
Lipoprotein) kolesterol, membantu menurunkan tekanan darah, dan
meningkatkan kesegaran jasmani.
g) Menopause
Pada wanita yang sudah Menopausekadar HDL akan menurun dan akan
terjadi peningkatan LDL.
h) Stress
Berdasarakan penelitian terdapat hubungan antara faktor stress psikologik
dengn penyakit jantung. Stress yang berkepanjangan akan meningkatkan
tekanan darah dan katekolamin dan dapat mengakibatkan terajdinya
penyempitan pembuluh darah arteri koroner.
d. Manifestasi Klinis
Menurut (Abata, 2014) secara umum penyakit jantung koroner ditandai
oleh beberapa gejala seperti dibawah ini :
1) Mudah Lelah
Gejala ini bukan hanya muncul pada saat beraktivitas atau bekerja berat,
bahkan pada aktivitas-aktivitas ringanpun penderita jantung gampang merasa
lelah. Pada penderita penyakit jantung, rasa lelah lebih disebabkan oleh
kurangnya pasokan oksigen ke sel-sel tubuh karena jantung tidak bisa bekerja
normal. Atau jantung itu sendiri yang kekurangan oksigen lantaran ada
ketidakberesan pada arteri koroner sebagai pembuluh darah yang bertugas
mensuplai oksigen ke otot jantung. Akibat jantung menjadi lemah dalam
bekerja.
2) Nyeri ringan di beberapa bagian badan
Rasa nyeri di dada sebelah kiri bisa sebagai pertanda awal penyakit jantung,
tetapi tidak bisa dipastikan seagai tanda gejala penyakit jantung. Selain nyeri
bagian dada kiri, juga terjadi dibagian tubuh yang lainnya seperti punggung
bagian atas, bahu, leher, dan terkadang di rahang.
3) Mudah berkeringat tanda aktivitas
Ini bisa menjadi tanda awal penyakit jantung apalagi dibarengi dengan wajah
memucat.
4) Sesak napas
Gejala ini masih terkait dengan gejala penyakit jantung yang pertama. Saat
tubuh beraktivitas agak keras, tubuh tidak bisa mendapatkan suplai oksigen
yang memadai. Akhirnya jantung terforsir bekerja sehingga terjadilah rasa
sesak di dada.
5) Susah tidur atau insomnia
6) Denyut jantung tidak normal (Aritmia)
7) Pusing atau mual
e. Pathofisiologi
Perkembangan PJK dimulai dari penyumbatan pembuluh jantung oleh plak
pada pembuluh darah (aterosklerosis). Salah satu faktor PJK adalah hiperglikemia
dalam waktu yang panjang, sehingga dapat menyebabkan disfungsi endotel berupa
spasme koroner dan oklusi. Kondisi tersebut dapat menghambat aliran darah pada
pembuluh darah koroner dan menyebabkan aterosklerosis. Langkah pertama
dalam pembentukan aterosklerosis dimulai dengan disfungsi lapisan endotel
lumen arteri, kondisi ini dapat terjadi setelah cedera pada sel endotel atau dari
stimulus lain, cedera pada sel endotel meningkatkan permeabelitas terhadap
berbagai komponen plasma, termasuk asam lemak dan triglesirida, sehingga zat
ini dapat masuk kedalam arteri, oksidasi asam lemak menghasilkan oksigen
radikal bebas yang selanjutnya dapat merusak pembuluh darah (Huether & Mc
Cance, 2017).
Aterosklerosis mengakibatkan arteri koroner tidak dapat berdilatasi
sebagai respon terhadap peningkatan kebutuhan oksigen, kemudian terjadi
iskemia (kekurangan suplai darah) miokardium dan sel-sel miokardium sehingga
menggunakan glikolisis anerob untuk memenuhi kebutuhan energinya. Proses
pembentukan energi ini sangat tidak efisien dan menyebabkan terbentuknya asam
laktat sehinga menurunkan pH miokardium dan menyebabkan nyeri yang
berkaitan dengan angina pectoris. Ketika kekurangan oksigen pada jantung dan
sel-sel otot jantung berkepanjangan dan iskemia miokard yang tidak tertasi maka
terjadilah kematian otot jantung (Ariesty, 2011).
f. Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul dari penyakit jantung koroner menurut
(Wicaksono Saputro, 2019), yaitu :
2) Syok Kardiogenik
Pada syok kardiogenik dapat ditandai dengan adanya gangguan pada fungsi
ventrikel kiri yang dapat mengakibatkan gangguan fungsi ventrikel kiri yaitu
mengakibatkan gangguan berat pada perfusi jaringan dan penghantaran
oksigen ke jaringan yang khas pada syok kardiogenik yang di sebabkan oleh
infark miokardium akut.
3) Gagal jantung kongestif
Gagal jantung kongestif merupakan gangguan pada sistem sirkulasi
miokardium gagal jantung kongestif merupakan suatu keadaan dimana jantung
tidak dapat memompa darah yang cukp untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan.
4) Disfungsi otot papilaris
Kontraksi otot papilaris di koordinasi oleh ventrikel kiri secara keseluruhan.
Penelitian dengan magnetic resonance imagine menunjukkan bahwa kontraksi
spiral pada otot papilaris diatur oleh gerakan torsional serat otot sekitar sumbu
utama dari ventrikel kiri. jika bukan karena pemendekan simulton serat otot
ventrikel yang berorientasi pada otot papilaris, panjang yang tetap dari korda
bias menyebabkan daun prolapse ke atrium kiri sebagai annulus
descenden.otot papilaris juga memiliki gerak rotasi di sekitar sumbu panjang
ventrikel.
5) Sindrom dissler (post pericardiotomy syndrome)
Sindrom postpericardiotomy ini biasanya trjadi 23 bulan setelah tindakan
pembedahan. Pada keadaan ini pericardium mengalami penipisan sebesar 0,8
mm. pada kasus ini akan muncul tanda dari inflamasi, fibrosis dan tanda
lainnya yang sesuai dengan klasifikasi pericardium intraoperative.
6) Pericarditis akut
Pericarditis akut bisa disebut juga dengan peradangan pada pericardium yang
bersifat jinak dan dapat terjadi sebagai manifestasi klinis dari penyakit
sistemik.Efek yang dapat ditimbulkan dari pericarditis adalah efusi pericardial
yang memicu tamponade jantung.
7) Aneurisme ventrikal
Aneurisme adalah dilatasi abnormal dari pembuluh darah / aorta. Terjadi suatu
perubahan pada dindin aorta, elastin dan otot polos mengalami suatu proses
dan menjadi jaringan ikat, akibatnya dinding menjadi lemah lalu
menggembung. Penggembungan yang terjadi adalah local dann dapat
mencapai lebih lebih dari 50% diameter normal.
8) Rupture miokard
Ruptur mokard adalah terjadinya robekan pada bagian – bagian jantung seperti
otot, dinding, septum, korda tendinea atau katup – katup jantung.Penyebab
terjadinyaruptur miokard bervariasi dan pada kasus ini rupture terjadi secara
spontan sebagai komplikasi dari infark miokard akut transmural akut, ini
merupakan penyebab rupture yang paling sering.Infark jenis ini 90%
berhubungan dengan thrombosis akibat atherosclerosis koroner.
g. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostic meliputi pemeriksaan EKG 12 lead yang
dikerjakan waktu istirahat pemeriksaan radiologis, pemeriksaan laboratorium
terutama untuk menemukan faktor risiko, pemeriksaan ekocardiografi dan radio
nuclide miokardial imaging (RNMI) waktu istirahat dan stress fisis ataupun obat-
obatan, sampai ateriografi koroner dan angiografi ventrikel kiri (Wijaya, 2013).
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan selama terjadinya episode nyeri adalah,
pantau takikardi atau disritmia dengan saturasi, rekam EKG lengkapT inverted,
ST elevasi atau depresi dan Q patologis, pemeriksaan laboratorium kadar enzim
jantung Creatinin Kinase (CK), Creatinin Kinase M-B (CKMB), laktat
dehydrogenase (LDH), fungsi hati serum glutamic oxaloacetic transaminase
(SGOT) dan serum glutamic pyrivate transaminase (SGPT), profil lipid Low
Desinty Lipoprotein (LDL) dan High Desinty Lipoprotein (HDL), foto thorax,
echocardiografi, kateterisasi jantung (Wijaya, 2013).
h. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada PJK menurut (LeMone, Priscilla, dkk tahun 2019)
yaitu pengobatan farmakologi, non farmakologi dan revascularisasi miokardium.
Penatalaksanaan yang perlu dilakukan meliputi :
1) Pengobatan farmakologi
a) Nitrat
Nitrat termasuk nitrogliserin dan preparat nitrat kerja lama, digunakan
untuk mengatasi serangan angina dan mencegah angina. Karena nitrat
mengurangi kerja miokardium dan kebutuhan oksigen melalui dilatasi
vena dan arteri yang pada akhirnya mengurangi preload dan afterload.
Selain itu juga dapat memperbaiki suplai oksigen miokardium dengan
mendilatasi pembuluh darah kolateral dan mengurangi stenosis.
b) Aspirin
Aspirin dosis rendah (80 hingga 325 mg/hari) seringkali diprogramkan
untuk mengurangi risiko agregasi trombosit dan pembenukan trombus.
c) Penyekat beta (bloker)
Obat ini menghambat efek perangsang jantung norepinefrin dan epinefrin,
mencegah serangan angina dengan menurunkan frekuensi jantung,
kontraktilitas miokardium, dan tekanan darah sehingga menurunkan
kebutuhan oksigen miokardium.
d) Antagonis kalsium
Obat ini mengurangi kebutuhan oksigen miokardium dan meningkatkan
suplai darah dan oksigen miokardium. Selain itu juga merupakan
vasodilator koroner kuat, secara efektif meningkatkan suplai oksigen.
e) Anti kolesterol
Statin menurunkan resiko komplikasi aterosklerosis sebesar 30% pada
pasien angina. Statin selain sebagai penurun kolesterol juga mempunyai
mekanisme lain (pleiotropic effect) yang dapat berperan sebagai anti
inflamasi , anti trombotik, dll.
2) Revaskularisasi miokardium
Coronary Artery Bypass Grafting (CABG) atau bisa disebut dengan cangkok
pintas merupakan pembedahan untuk penyakit jantung koroner melibatkan
pembukaan vena atau arteri untuk menciptakan sambungan antara aorta dan
arteri koroner melewati obstruksi. Kemudian memungkinkan darah untuk
mengaliri bagian iskemik jantung (Nurhidayat S, 2011).
3) Non farmakologi
a) Modifikasi pola hidup yang sehat dengan cara olahraga ringan.
b) Mengontrol faktor risiko yang menyebabkan terjadinya PJK, seperti pola
makan, dll.
c) Melakukan teknik distraksi, memejamkan mata untuk mengatasi rasa nyeri
dan relaksasi nafas dalam (teknik breathing exercise, slowbreathing
exercise, slow deep breathing exercise) untuk mengurangi tingkat
kelelahan.
d) Membatasi aktivitas yang memperberat aktivitas jantung.
i. Pencegahan
Menurut Mary T. Kowalski (2014) ada beberapa cara untuk mencegah
penykit kardiovaskular diantaranya:
1) Tidak merokok/berhenti merokok untuk menghindari efek yang
membahayakan dari rokok.
2) Mengurangi asupan natrium (garam).
3) Memperhatikan berat badan agar tidak terjadi obesitas.
4) Mengindari makan makanan yang mengandung kafein.
5) Berolahraga secara teratur sedikitnya 3 hari dalam 1 minggu dengan waktu 30
menit.
6) Tinggikan tungkai kaki pada pagi dan sore hari untuk beberapa menit.
7) Hindari dan meminimalkan stress lingkungan dan penyebab asietas.
8) Mengonsumsi obat yang diberikan.
9) Memperbanyak istirahat dan relaksasi jika diperlukan.
j. Pathway

Sumber : LeMone, Priscilla, Keren M. Burke, Dan Gerene Bauldoff, 2019


Asuhan Keperawatan Penyakit Jantung Koroner

KASUS :
Pasien atas nama Tn. R, Umur 65 tahun, jenis kelamin laki-laki, datang ke IGD tanggal 16
Juli 2020 pada pukul 00.50 WIB. Pasien mengeluh nyeri dada sebelah kiri tembus ke
punggung seperti ditekan benda berat, hasil pengkajian nyeri P : Serangan nyeri mendadak
Q : Seperti ditusuk-tusuk R : Di dada dan punggung S : 5 (0-10) dan T : Nyeri hilang timbul,
memberat saat beraktivitas keluar, keringat dingin dan terasa kaku, sesak napas dan merasa
Lelah. Pasien terlihat ada edema pada ekstremitas bawah, akral hangat, CRT <2 detik.
Kemudian pasien mengatakan memiliki Riwayat penyakit hipertensi sejak usia 35 tahun dan
diabetes mellitus 10 tahun yang lalu. Pasien memiliki Riwayat alegri terhadap obat penicillin
dan di RS pasien mendapatkan diit rendah garam. Saat dilakukan pengkajian oleh perawat
didapatkan keadaan umum lemah, pasien kooperatif, kesadaran composmentis dengan GCS
E4V5M6, hasil pengukuran TTV : tekanan darah: 170/90 mmHg, suhu: 36,3 0C, nadi:110
x/menit, frekuensi nafas: 29x/menit, SPO2: 96% dengan O2 nasal 3 lpm, BB: 65 Kg, TB: 160
cm, IMT: 25.39 (Berat badan lebih). Hasil pemeriksaan penunjang pada laboratorium darah
didapatkan (PH : 7.34, PCO2 : 47, POS : 164.9, HCO3 : 24, Chol : 212, Tg : 124, CKMB :
3,7), hasil EKG : Sinus Aritmia dengan PAC dan hipertrofi ventrikel kiri, hasil CTR : 58%,
Foto thorak : Terkesan Kardiomegali. Pasien mendapatkan terapi Isosorbide dinitrate, Lasix
Inj, Spironolacton, Valsartan, Clopidogrel, Arixtra inj, Aspilet dan Amiodaron.

40 Pengkajian
5. Identitas
Nama : Tn. R
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Umur : 65 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan Terakhir : Sarjana
Suku : Jawa Indonesia
Alamat : Bendul Merisi, Kota Surabaya
No Registrasi : 49-98-11
Tanggal MRS : 16 Juli 2020
Diagnosa Medis : Penyakit Jantung Koroner

6. Riwayat Penyakit dan Kesehatan


g. Keluhan Utama
Pasien mengeluh nyeri dada sebelah kiri sampai tembus ke punggung.
P : Serangan nyeri mendadak
Q : Seperti ditusuk-tusuk
R : Di dada dan punggung
S : 5 (0-10)
T : Nyeri hilang timbul, memberat saat beraktivitas
h. Riwayat Penyakit Sekarang
Berdasarkan Riwayat kejadian dan penyakit sekarang, pasien mengatakan pada
tanggal 16 Juli 2020 malam pukul 00.00 saat pasien sedang tidur tiba-tiba dada
kiri nyeri tembus ke punggung terasa berat seperti ditekan benda berat, keluar
keringat dingin dan terasa kaku, sesak napas dan merasa Lelah, kemudian pasien
di antar oleh keluarganya ke IGD RSAL Dr. Ramelan Surabaya pada pukul 00.50
WIB. Setelah dilakukan pemeriksaan oleh dokter dan perawat, klien dipindahkan
ke ruang ICCU.
i. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengatakan memiliki Riwayat hipertensi dan kolesterol sejak usia 35,
pasien juga memiliki Riwayat penyakit Diabetes mellitus sejak 10 tahun yang lalu
dan rutin mengkonsumsi obat yang diresepkan oleh dokter. Pasien mengatakan 2
tahun yang lalu pernah masuk rumah sakit karena penyakit jantung coroner.
j. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan mempunyai penyakit turunan keluarga yaitu hipertensi dan
diabetes mellitus.
k. Riwayat Alergi
Pasien mengatakan tidak punya alergi terhadap makanan namun punya alergi
terhadap obat penicillin.
l. Keadaan Umum
Pasien tampak lemah, pasien masih tampak menyeringai mengeluh nyeri dan
terkadang memegang dada kiri. Pasien tampak kooperatif saat perawat melakukan
anamnesa dan pengkajian diruangan. Kesadaran Composmentis, GCS eye 4,
verbal 5, motorik 6. Hasil pengukuran tanda vital tekanan darah: 170/90 mmHg,
suhu: 36,3 0C, nadi:110 x/menit, frekuensi nafas: 29x/menit, SPO2: 96% dengan
O2 nasal 3 lpm, BB: 65 Kg, TB: 160 cm, IMT: 25.39 (Berat badan lebih).
7. Pemeriksaan Fisik
a. Airway & Breathing
Pemeriksaan fisik Airway dan Breathing didapatkan hasil :
Inspeksi: bentuk dada normo chest, pergerakan dada simetris, terdapat penggunaan otot
bantu nafas tambahan menggunakan muskulus sternokleidomastoideus, irama nafas
pasien irreguler, pasien tampak tersengal-sengal saat berbicara, respiratori rate:
29x/menit, SPO2: 96% dengan O2 nasal 3 lpm, pasien batuk tapi jarang.
Palpasi: Pada pemeriksaan palpasi tidak didapatkan lesi, tidak ada nyeri tekan pada dada,
taktil fremitus raba normal kanan dan kiri.
Perkusi: didapatkan suara sonor.
Auskultasi: Pada pemeriksaan auskultasi didapatkan suara napas vesikuler, tidak terdapat
suara nafas tambahan.
b. Circulation
Pemeriksaan fisik sirkulasi didapatkan hasil :
Inspeksi: Mata tidak anemis tidak ada ikterus, pergerakan dada simetris, JVP ada
distensi, terdapat oedema di ekstrimitas bawah tungkai.
Palpasi: Pada pemeriksaan didapatkan irama nadi ireguler, nadi cepat teraba lemah, akral
hangat, CRT< 2 detik, nyeri di bagian dada kiri tembus sampai punggung.
Perkusi: pada pemeriksaan di dapatkan suara pekak, batas jantung atas di ics II, bawah
ics 5-6, kiri midclavikula sinistra 2 cm lateral, batas kanan para sterna dextra.
Auskultasi: pada pemeriksaan didapatkan bunyi jantung S1 S2 Irreguler S3, mur-mur (-),
gallop (-), TD 170/90 mmHg, Nadi 110 x/menit nadi ireguler cepat dan tidak teratur, CTR
58 %.
c. Neurologi
Pemeriksaan neurologi didapatkan hasil GCS 456 total 15, Refleks fisiologi: bisep +/+,
trisep +/+, patella +/+, Refleks patologis: babinski -/-, kaku kuduk -/-, chaddock -/-,
kernik -/, laseque -/-, bruzunki -/-.
pemeriksaan nervus cranial didapatkan hasil normal.
Pemeriksaan Penciuman didapatkan bentuk hidung simetris, septum berada di tengah,
tidak terdapat polip dan tidak ada gangguan penciuman , tidak ada sekret atau lendir.
Pemeriksaan wajah dan penglihatan didapatkan mata simetris, pupil isokor tidak ada
kelainan, reflek cahaya +/+, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, lapang
pandang pasien berkurang karena proses penuaan, pupil mata isokor, refleks cahaya
pasien positif dikedua matanya.
d. Urinary
Pemeriksaan urinary didapatkan hasil :
Inspeksi: tidak terdapat lesi, luka, maupun benjolan, terpasang kateter urine di IGD,
eliminasi urin SMRS frekuensi 6-7x/hari jumlah lebih kurang 1800 cc/24 jam, eliminasi
urin setelah MRS jumlah 1625 cc/24 jam. Warna urine terlihat seperti teh. Terdapat
oedema di ekstermitas bagian bawah (tungkai). SMRS minum 2000-3000 cc/hr jenis air
putih, kopi dan teh. MRS 2825 cc/hari jenis air putih.
Palpasi: Pada pemeriksaan palpasi tidak ada distensi kandung kemih, tidak ada
pembesaran kandung kemih. Balance cairan input: minum 2500 cc/24 jam, air
metabolisme (5x65kg) 325 cc/24 jam – output 650 cc/24 jam, IWL (Insensible Water
Loss) (15x65kg) 975cc/24 jam. Rumus balance cairan: Input-Output= 2825cc-1625cc =
+1200cc/24 jam.
e. Gastrointestinal
Pemeriksaan gastrointestinal didapatkan hasil :
Inspeksi: Pada pemeriksaan mulut pasien bersih, peristal mukosa lembab, tidak terdapat
gigi palsu namun ada gigi yang ompong, faring normal, diit sebelum masuk rumah sakit
tidak ada diit, frekuensi makan 3 x habis 1 porsi . Diit di rumah sakit rendah garam (nasi
biasa) frekuensi 3 x, nafsu makan pasien berkurang makan habis 2/3 porsi, pasien
mengatakan BB 3 bulan yang lalu 57 kg. SMRS minum 2000 cc/hr jenis air putih, kopi,
teh, MRS 1000cc jenis air putih.
Pemeriksaan abdomen: bentuk perut datar tidak ada kelainan, luka maupun benjolan.
Palpasi: Pada pemeriksaan palpasi tidak terdapat kelainan abdomen tidak ada nyeri tekan,
tidak ada pembesaran hepar.
Pemeriksaan auskultasi peristaltic usus 15 x/menit. Rectum dan anus normal, eliminasi
sebelum masuk rumah sakit 1x/hari, eliminasi selama masuk rumah sakit pasien BAB 1
x/hari. Pemeriksaan Glukosa darah 2jpp tanggal 16 Juni 2020: 110 (N 80-125).
f. Bone & Integumen
Pemeriksaan Bone & Integumen didapatkan hasil :
Inspeksi: pada pemeriksaan inspeksi, rambut berwarna beruban, kulit kepala bersih, kulit
berwarna sawo matang.
Palpasi: Pada pemeriksaan palpasi turgor kulit elastis, kekuatan ROM penuh, kekuatan
otot pasien.
EAS 5555 EAD
5555
EBS 5555 EBD 5555
8. Pemeriksaan Penunjang
Tanggal 17 Juli 2020
a. Darah
Jenis Hasil Normal
Pemeriksaan
Darah Lengkap WBC 8.6 4.0-10.0
Hb 12.4 11.0-16.0
Kimia Klinik PH 7,34 7,35-7,45
PCO2 47 35-45
PO2 164,9 75-100
HCO3 24 22-26
HCT 39,8 37.0-540
PLT 285 150-400
Chol 212 150-200
Tg 124 50-100
BUN 10 10-24
SGOT 23 0 – 35
SGPT 10 0-37
UA 4,9 2,4-7,0
Creat 0,7 0,5-1,5
2jpp 110 80 – 125
T. Bilirubin 0,7 0,2 – 1
LDL-C 141 65-175
Albumin 3,9 3,5 – 5
Natrium 136,5 135 –145
Kalium 3,85 3,5 – 5
Chlorida 101,1 95 – 108
Hbs A1 c 5,7 4,5-6,3%
CKMB 3,7 < 2,9

b. EKG
Sinus Aritmia dengan PAC dan hipertrofi ventrikel kiri
c. CTR
58%
d. Foto Thorak
Kesan Kardiomegali
9. Terapi Medis
Terapi Dosis Pukul Indikasi
Isosorbide dinitrat 3 x 5 mg (0ral) 06.00, 13.00, 20.00 Anti angina
Lasix inj. 3 x 20 mg (iv) 05.00, 13.00, 20.00 Diuretic
Spironolacton 1 x 25 mg (0ral) 06.00 Diuretic lemah
Valsartan 1 x 80 mg (0ral) 06.00 Anti hipertensi
Clopidogrel 1 x 75 mg (0ral) 20.00 Anti trombolitik
Arixtra inj. 1 x 2.5 mg (sc) 20.00 Anti platelet
Aspilet 1 x 80 mg (0ral) 20.00 Anti nyeri
Amiodaron 1x200 mg (oral) 20.00 Anti aritmia

41 Analisa Data
No Data Problem
1 DS: Nyeri akut (SDKI D.
Pasien mengeluh nyeri dada sebelah kiri sampai 0077)
tembus ke punggung.
P: serangan nyeri mendadak
Q: seperti di tusuk-tusuk dan tetimpa benda berat
R: di dada dan punggung
S: 5 (0-10)
T: nyeri hilang timbul, memberat saat aktivitas berat.
DO :
- Pasien tampak lemah
- pasien masih tampak menyeringai mengeluh nyeri
dan terkadang memegang dada kiri
- nafsu makan pasien berkurang makan habis 2/3 porsi
- Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan
tekanan darah: 170/90 mmHg, nadi 110 x/menit
ireguler cepat dan tidak teratur
- Hasil laboratorium tanggal 17 Juli 2020 CKMB 3,7
(< 2,9).
2 DS : Penurunan Curah
Pasien mengeluh sesak napas, merasa lelah dan keluar Jantung (SDKI D.
keringat dingin. 0008)
DO :
1. JVP ada distensi
2. Terdapat sianosis
3. Terdapat oedema di ekstermitas bagian bawah
(tungkai)
4. Bunyi jantung S1 S2 Irreguler S3.
5. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan
tekanan darah 170/90 mmHg, nadi 110 x/menit ireguler
cepat dan tidak teratur, respirasi rate 29x/menit, SPO2:
96% dengan O2 nasal 3 lpm.
6. Hasil EKG tanggal 17 Juli 2020 didapatkan Sinus
Aritmia dengan PAC dan hipertrofi ventrikel kiri.
7. Foto thorak tanggal 17 Juli 2020 didapatkan hasil
kesan kardiomegali.
8. CTR 58%
3 DS : Gangguan Pertukaran
Pasien mengeluh sesak napas dan merasa lelah Gas (SDKI No. D.
DO : 0003)
1. Pasien tampak sesak nafas
2. Pola napas takipnea
3. Irama nafas pasien irreguler
4. Terdapat penggunaan otot bantu nafas tambahan
menggunakan muskulus sternokleidomastoideus
5. Pasien tampak tersengalsengal saat berbicara
6. Tampak sianosis
7. Hasil Vital Sign: Respiratori rate: 29x/menit, SPO2:
96% dengan O2 nasal 3 lpm
Hasil laboratorium tanggal 17 Juli 2020
- PH 7,34 (7,35-7,45)
- PCO2 47 (35-45)
- PO2 164,9 (75-100)
- HCO3 24 (22-26)
4 DS : Hipervolemia (SDKI
Pasien mengeluh sesak napas dan merasa lelah, pasien No. D. 0022)
mengatakan mengalami kenaikan berat badan. Berat
badan 4 bulan yang lalu hanya 57 kg.
DO :
1. JVP ada distensi
2. Terdapat oedema di ekstermitas bagian bawah
(tungkai)
3. BB sekarang 65 Kg
4. Balance cairan
- Input: minum 2500 cc/24 jam, air metabolisme
(5x65kg) 325 cc/24 jam
- Output 650 cc/24 jam, IWL (Insensible Water Loss)
(15x65kg) 975cc/24 jam.
- Rumus balance cairan: InputOutput= 2825cc-1625cc=
+1200cc/24 jam

42 Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut (SDKI D. 0077).
2. Penurunan Curah Jantung (SDKI D. 0008).
3. Gangguan Pertukaran Gas (SDKI No. D. 0003).
4. Hipervolemia berhubungan dengan (SDKI No. D. 0022).
43 Intervensi
No SDKI SLKI SIKI
1 Nyeri akut Tujuan: Setelah dilakukan Manajemen Nyeri (I.08238)
(SDKI D. 0077). intervensi keperawatan Observasi :
selama 3x24 jam diharapkan 1. Monitor skala nyeri pasien
tingkat nyeri menurun, Terapeutik :
kontrol nyeri serta perfusi 2. Lakukan pengaturan posisi
miokard meningkat, dengan yang nyaman (fowler, semi
kriteria hasil: fowler, miring kanan, miring
1) Tingkat Nyeri (SLKI, kiri)
L.08066) Edukasi :
a. Keluhan nyeri 3. Edukasi pasien untuk
menurun skala 2-3 menggunakan teknik
b. Sikap protektif, serta pengendalian nyeri distraksi,
meringis menurun relaksasi dan mendengarkan
2) Kontrol Nyeri (SLKI, Murrotal
08063) Kolaborasi :
a. Melaporkan nyeri 4. Kolaborasi dalam pemberian
terkontrol meningkat obat anti anginal
b. Kemampuan mengenali
penyebab dan onset nyeri
meningkat
2 Penurunan Curah Tujuan: Setelah dilakukan Perawatan Jantung (I.02075)
Jantung (SDKI intervensi keperawatan Observasi :
D. 0008). selama 3x24 jam diharapkan 1. Identifikasi tanda/gejala primer
curah jantung meningkat, penurunan curah jantung
status sirkulasi serta status (meliputi dispnea, kelelahan,
cairan membaik, dengan edema)
kriteria hasil: 2. Identifikasi tanda/gejala
1) Curah Jantung (SLKI, sekunder penurunan curah
L. 02008) jantung (meliputi peningkatan
a. Takikardia menurun berat badan, distensi vena
(60-100x/menit) jugularis, CRT, batuk, kulit
b. Dispnea menurun pucat)
(14-20x/menit) 3. Monitor tanda tanda vital (TD,
c. Distensi vena N, RR)
menurun 4. Monitor hasil EKG 12 lead
d. Suara jantung S3 Terapeutik :
menurun 5. Dorongan tirah baring dengan
2) Status Sirkulasi (SLKI, tinggikan kepala 45⁰ atau
L. 02016) dengan posisi senyaman
a. Saturasi oksigen mungkin.
meningkat (95- Edukasi :
100%) 6. Anjurkan pasien beraktifitas
b. Sianosis menurun sesuai toleransi
3) Perfusi Perifer (SLKI, Kolaborasi :
L. 02011) 7. Kolaborasi dengan tim medis
a. Edema perifer dalam pemberian Valsartan,
menurun Clopidogrel, Arixtra,
Amiodaron.
3 Gangguan Tujuan: Setelah dilakukan Pemantauan Respirasi (I.01014)
Pertukaran Gas intervensi keperawatan Observasi :
(SDKI No. D. selama 3x24 jam diharapkan 1. Monitor suara napas, frekuensi
0003). pertukaran gas meningkat, kedalaman dan usaha napas
dengan kriteria hasil: 2. Monitor saturasi oksigen
1) Pertukaran Gas dengan oksimetri nadi
(SLKI, L.01003) 3. Monitor nilai AGD
a. Dispnea menurun: Terapeutik :
18-20x/menit 4. Berikan posisi semi fowler
b. Gelisah menurun 5. Latih pasien Breathing
c. PCO2 membaik (35- Exercise
45 mmHg) Kolaborasi:
d. PH arteri membaik 6. Kolaborasi dengan dokter
(7,35-7,45) dalam penentuan dosis oksigen
e. PO2 membaik (75- via sungkup sesuai kondisi
100 mmHg) pasien.
f. Sianosis membaik
4 Hipervolemia Tujuan: Setelah dilakukan Pemantauan Respirasi (I.03114)
berhubungan intervensi keperawatan Observasi :
dengan (SDKI selama 3x24 jam diharapkan 1. Monitor status hemodinamik
No. D. 0022). keseimbangan cairan dan (tekanan darah, frekuensi
curah jantung, dengan jantung)
kriteria hasil: 2. Periksa tanda dan gejala
1) Keseimbangan Cairan hipervolemia (misalnya,
(SLKI, L.03020) dispnea, edema, distensi vena
a. Haluaran Urine jugularis)
meningkat (780-1560 3. Kaji intake dan output
mL/24 jam) Terapeutik :
b. Edema menurun 4. Anjurkan kepada pasien untuk
derajat 1 melakukan pemijatan kaki 4
c. Tekanan darah mebaik kali sehari selama 5 menit
(120/80 mmHg)
Edukasi :
2) Curah Jantung (SLKI, L.
5. Ajarkan pasien cara mengukur
02008)
dan mencatat asupan dan
a. Takikardia menurun
(60-100x/menit) haluaran cairan.
b. Lelah menurun c. 6. Anjurkan pasien untuk
Suara jantung S3 membatasi cairan 550 ml per
menurun hari
Kolaborasi :
7. Kolaborasi dengan dokter
pemberian diuretik dengan
memperhatikan status cairan
pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Abata Qorry Aini, 2014. Ilmu Penyakit Dalam. Medan : PP Al-Furqon

Abdul Muhith. 2016. Pendidikan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: CV Andi


Ariesty, A. (2011). Asuhan Keperawatan Gagal Jantung (Heart Failure).

Arifin, MHBM, Weta, IW, Ratnawati, NLKA 2016, ‘Faktor-faktor yang berhubungan
dengan kejadian hipertensi pada kelompok lanjut usia di wilayah kerja upt
puskesmas petang I kabupaten badung tahun 2016’, Ejurnal Medika, Vol.5,
No.7, Juli, 2016

Aspiani, R. Y. (2015). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Kardiovaskular


Aplikasi NIC & NOC. (EGC, Ed.). Jakarta
Brunner, & Suddarth. (2013-2017). Keperawatan Medikal Bedah (12th ed) (Devi Yulianti &
Amelia Kimin, Penerjemah). Jakarta: EGC

Depkes RI. (2013). Gambaran Kesehatan Lanjut Usia di Indonesia, Buletin Lansia, Pusat
Data dan Informasi. Kemenkes RI, 2013
Helmanu, Kurniadi dan Ulfa Nurrahmani. (2015). Stop Gejala Penyakit Jantung Koroner,
Kolesterol Tinggi, Diabetes, Hipertensi. Yogyakarta : Istana Medika.

Huether, S. E., & McCance, K. L. (2017). Buku Ajar Patofisiologi (Edisi 6). Elsevier.

Kemenkes RI. 2016. Situasi Lanjut Usia (Lansia) di Indonesia. Infodatin Pusat Data dan
Informasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. ISSN 2442-7659
Kowalski, Mary, T (2014). Textbook of Basic Nursing. Philadelphia : Wolters Kluwer
Health/Lippincott Williams & Wilkins.

Kurnianto DP. 2015. Menjaga Kesehatan di Usia Lanjut. Prodi Ilmu Keolahtagaan PPS
UNY, 11(2) : 19-29
LeMone, Priscilla, dkk. (2019). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Gangguan
Kardiovaskular Edisi 5. Jakarta: EGC

Nahak, G. R. (2019). Studi Kasus Asuhan Keperawatan pada Tn.C.N dengan Hipertensi di
Wisma Kenanga UPT Panti Sosial Penyantun Lanjut Usia Budi Agung Kupang
[Politeknik Kesehatan Kemenkes Kupang].
http://repository.poltekeskupang.ac.id/1541/1/KARYA TULIS ILMIAH.pdf
Nurarif, H. K. (2015).Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
Nanda NIC-NOC. (3, Ed.). Jogjakarta: Mediaction publishing
Nurhidayat, Saiful. 2011. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskular. Ponorogo: UMPO Press.

Nurhidayat, S. (2015). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Hipertensi. In Jurnal Kesehatan.

Padila. (2013). Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha medika

Pratiwi, E., & Mumpuni, dr. Y. (2017). Tetap Sehat Saat Lansia-Pencegahan dan
Penanganan 45 Penyakit yang Sering Hinggap di Usia Lanjut (F. S. Suyantoro,
Ed.; 1st ed.). Yogyakarta: Rapha Publishing

Rahman, S. 2016. Faktor-Faktor Yang Mendasari Stres Pada Lansia. Jurnal Penelitian
Pendidikan, 16(1).

Rhosma Sofia, Dewi . (2014). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: CV Budi
Utama

Rosita. (2012). Stressor Sosial Biologi Lansia Panti Wredha Usia dan Lansia Tinggal
Bersama Kelarga. Jurnal Bio Kultur, 1(1), 43-52.
Setiyorini, E., & Wulandari, N. A. (2018). Asuhan Keperawatan Lanjut Usia dengan
Penyakit Degeneratif. Malang: Media Nusa Creative.

Suri, A. (2017). Efektivitas Senamtai Chi Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Lanjut
Usia Dengan Riwayat Hipertensi Di Puskesmas Junrejo Kota Batu (Doctoral
dissertation, University of Muhammadiyah Malang

Sya‟diyah, H. (2018). Keperawatan Lanjut Usia Teori dan Aplikasi (1st ed.). Sidoarjo:
Indomedia Pustaka.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indokator Diagnostik Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan
Tindakan Keperawatan Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Triyanto, Endang. 2014. Pelayanan Keperawatan bagi Penderita Hipertensi Secara Terpadu.
Yogyakarta : Graha Ilmu
Trijayanti, T. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Lansia Penderita Hipertensi dengan
Masalah Keperawatan Gangguan Pola Tidur di Pelayanan Sosial Tresna Werdha
(PSTW) Magetan. Jurnal Kesehatan, 17–19.

Waryantini, R. A. (2021). Pengaruh Relaksasi Otot Progresif Terhadap Tekanan Darah Pada
Lansia Dengan Hipertensi. Bandung. Jurnal Kesehatan 9(1): 11–18.
Wicaksono, Saputro Mukti. (2019). Asuhan Keperawatan Pasien Penyakit Jantung Kroner
Dengan Ketidakefekifan Manajemen Kesehatan di Wilayak Kerja Puskesmas
Sukoharjo Ponorogo. Ponorogo: Kementrian Kesehatan RI Politeknik Kesehatan
Kemenkes Malang Jurusan Keperawatan Prodi D III Keperawatan.
Wijaya, dkk, 2013, Tanda gejala Penyakit Jantung Koroner yang umum terjadi pada lansia.
Surabaya : Lite Education

Wijaya, A.S dan Putri, Y.M. 2013. Keperawatan Medikal Bedah 2, Keperawatan Dewasa
Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta : Nuha Medika

Anda mungkin juga menyukai