Disusun Oleh :
UNIVERSITAS NASIONAL
JAKARTA
2023
A. Definisi Sistem Kardiovaskuler
sistem kardiovaskuler sangat erat kaitannya dengan jantung dan pembuluh darah
dimana jantung dan pembuluh darah merupakan satu kesatuan integrasi yang mampu
memberikan oksigen dan nutrient bagi setiap sel hidup untuk bertahan hidup. Sistem ini
bertanggung jawab atas pengangkutan darah kaya oksigen dan nutrisi ke organ serta
pengangkutan produk limbah metabolic yang selanjutnya akan dibuang dari tubuh
(Touhy & Jett, 2014).
1. Perubahan Miokardium
Terlihat sama seperti pada kulit dan otot yang mempengaruhi lapisan (intima)
dari pembuluh darah, terutama arteri. Perubahan yang paling signifikan pada kulit
adalah penurunan elastisitas, sama dengan pembuluh darah juga mengalami
penurunan elastisitas yang memungkinkan darah bersirkulasi (Touhy & Jett, 2014).
Kehilangan elastisitas mengganggu aliran koroner dan dapat menyebabkan penyakit
kardiovaskular.
Dinding arteri terdiri dari tiga lapisan yaitu tunika adventitia, tunika media,
dan tunika intima (Bolton & Rajkumar, 2011). Adapun perubahan yang berkaitan
dengan usia mempengaruhi dua dari tiga lapisan pembuluh darah dan akibat yang
ditimbulkan bervariasi, tergantung pada lapisan yang terkena. Misalnya, perubahan
dalam tunika intima (lapisan terdalam) memiliki dampak yang paling serius dalam
perkembangan aterosklerosis, sedangkan perubahan dalam tunika media (lapisan
tengah), berhubungan dengan hipertensi. Tunika eksterna (lapisan terluar) tidak akan
terpengaruh dari penuaan. Lapisan ini, terdiri dari jaringan adiposa dan jaringan ikat
yang mendukung serabut saraf dan vasorum vasa, serta suplai darah untuk tunika
media (Miller, 2012).
Tunika intima terdiri dari satu lapis sel endotel pada lapisan tipis jaringan ikat.
Fungsi tunika intima yaitu mengontrol masuknya lipid dan zat lain dari darah ke
dalam dinding arteri. Sel endotel yang utuh membuat darah mengalir bebas tanpa
adanya pembekuan. Namun, ketika sel-sel endotel mengalami kerusakan, akan terjadi
pembekuan.Tunika intima dapat menebal karena fibrosis, proliferasi sel dan
akumulasi lipid juga kalsium. Selain itu, ukuran dan bentuk sel-sel endotel menjadi
tidak teratur, sehingga perubahan tersebut menyebabkan perbesaran dan pemanjangan
arteri. Akibatnya, dinding arteri lebih rentan mengalami aterosklerosis (Bolton &
Rajkumar, 2011; Miller, 2012).
Tunika media terdiri dari lapisan tunggal atau beberapa sel otot polos yang
dikelilingi oleh elastin dan kolagen. Sel-sel otot polos yang terdapat pada jaringan
berfungsi untuk memproduksi kolagen, proteoglikan, dan serat elastis. Lapisan ini
mengendalikan pengembangan dan kontraksi arteri karena struktur dari lapisan ini.
Perubahan tunika media yang terjadi akibat penuaan yaitu peningkatan kolagen dan
penipisan serta kalsifikasi serat elastin yang menyebabkan kekakuan pembuluh
darah.Selain itu, perubahan yang terjadi pada tunika media menyebabkan peningkatan
resistensi perifer, gangguan fungsi baroreseptor, dan berkurangnya kemampuan untuk
meningkatkan aliran darah ke organ vital. Perubahan tersebut dapat meningkatkan
resistensi terhadap aliran darah dari jantung, sehingga ventrikel kiri dipaksa untuk
bekerja lebih keras. Baroreseptor di arteri besar menjadi kurang efektif dalam
mengontrol tekanan darah, terutama selama perubahan postural. Secara keseluruhan,
peningkatan kekakuan pembuluh darah menyebabkan sedikit peningkatan tekanan
darah sistolik (Miller, 2012).
Pembuluh darah vena juga mengalami perubahan yang serupa dengan arteri,
tetapi pada tingkatan yang lebih rendah. Vena menjadi lebih tebal, lebih dilatasi, dan
kurang elastis seiring dengan bertambahnya usia. Katup vena besar pada kaki menjadi
kurang efisien dalam mengembalikan darah ke jantung, sehingga edema ekstremitas
bawah berkembang lebih cepat dan lansia lebih berisiko mengalami thrombosis vena
karena melemahnya sirkulasi vena. Sirkulasi perifer selanjutnya dipengaruhi oleh
penurunan massa otor dan bersamaan dengan pengurangan pada permintaan oksigen
(Miller, 2012; Touhy & Jett, 2014).
1. Hipertensi
a. Definisi
b. Klasifikasi
c. Etiologi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 golongan, yaitu
(Nurarif & Kusuma, 2015) :
2) Hipertensi Sekunder
d. Faktor Risiko
4) Stres
5) Penggunaan obat-obat kontrasepsi oral
e. Manifestasi Klinis
1) Sakit kepala
5) Telinga berdenging
f. Pathofisiologi
Komplikasi yang dapat terjadi jika hipertensi tidak terkontrol, antara lain
(Sya‟diyah, 2018):
1) Krisis hipertensi.
2) Penyakit jantung dan pembuuh darah, seperti: jantung koroner dan penyakit
jantung hipertensi, gagal jantung.
3) Stroke.
5) Nefrosklerosis hipertensi.
6) Retinopati hipertensi.
h. Pemeriksaan Penjang
1) Pemeriksaan Laboratorium
KASUS :
Pasien Tn. S berusia 70 tahun, jenis kelamin laki laki dating ke IGD pada tanggal 01 Maret
2023 pada pukul 20.00 WIB. Pasien datang dengan keluhan pusing dan nyeri pada bagian
tengkuk belakang leher sehingga menyebabkan susah tidur pada malam hari, Tn. S
mengatakan durasi tidur pada malam hari pukul 01.00 WIB sampai pukul 05.00 WIB dan
Tidur siang dari 12.30 WIB sampai 15.00. Tn.S mempunyai Riwayat merokok 20 tahun lalu
dan sudah berhenti, Tn.S juga mempunyai kebiasaan sering makan makanan yang asin dan
banyak lemak seperti jeroan sapi, kambing. Tn.S menderita hipertensi sejak 5 tahun yang lalu
dan pernah di rawat di Rumah Sakit, sejak mengalami hipertensi klien telah mengkonsumsi
obat captopril 1x1 dan Amlodipin 1x5 mg sesuai dengan yang diresepkan oleh dokter. Pasien
mengatakan juga merasakan nyeri hasil pengkajian nyeri di dapatkan (P) : Pusing dan nyeri
bagian punggung leher, (Q) : Seperti mencengkram, (R) : bagian punggung leher, (S) : Skala
4, (T) : hilang timbul. Saat dilakukan pengkajian oleh perawat didapatkan keadaan umum
Tn.S keadaan lemah karena pusing dan nyeri pegal bagian punggung leher, pasien tetap
kooperatif, kesadaran composmentis dengan nilai GCS : E4V5M6, hasil pengkajian Tanda-
tanda vital di dapatkan TD : 170/85 mmHg, N : 92x/menit, RR : 21x/menit, SPO2 : 98%,
Suhu : 36,0o C, CRT > 3 detik BB : 77 Kg, TB : 170 cm Nilai IMT : 26,6 kategori
Overweight. Hasil pemeriksaan penunjang di dapatkan hasil Lab pemeriksaan BUN : 21,00
Mg/dl, Kreatinin 15.48 Mg/dl.
A. Pengkajian
1. Identitas
Nama : Tn. S
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Umur : 70 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan Terakhir : SMA
Suku : Jawa Indonesia
Alamat : Kota Gedhe, Yogyakarta
No Registrasi : 123xxx
Tanggal MRS : 01 Maret 2023
Diagnosa Medis : Hipertensi
b. EKG
5. Terapi
1. Amlodipin (Oral) 1x 10 mg
2. Captopril (Oral) 1x 25 mg
3. RL (IVFD) 20 tpm
B. ANALISA DATA
DO :
- Tanda-tanda vital di dapatkan TD : 170/85
mmHg, N : 92x/menit, RR : 21x/menit,
SPO2 : 98%, Suhu : 36,0 o C, CRT > 3
detik, akral dingin
- hasil pemeriksaan lab leukosit 12,15
10e3/uL, Hb 11.0 g/dL, hasil BUN :
21,00 Mg/dl, Kreatinin 15.48 Mg/dl,
Ds :
2 Nyeri Akut (D.0077)
- (P) : pusing saat beraktivitas
- (Q) : nyeri terasa seperti mencengkram
- ( R) : Tn.S mengatakan nyeri di belakang
kepala
- (S) : Skala nyeri 5
- (T) : Nyeri yang di rasakan hilang timbul
Do :
- Klien tampak meringis
- TD : 170/85 mmHg, Nadi 92 ×/menit,
RR : 21x/menit
-
Ds :
3 Pola Tidur Tidak efektif
- Tn. S mengatakan jika malam hari sulit
tidur karena pusing dan pegal belakang (D.0009)
leher. Tn. S mengatakan durasi tidur pada
malam hari pukul 01.00 WIB sampai pukul
05.00 WIB dan Tidur siang dari 12.30
WIB sampai 15.00
Edukasi :
5. Jelaskan penyebab, periode , dan pemicu
nyeri
6. Jelaskan strategi meredakan nyeri
7. Ajarkan Teknik non farmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
8. Kolaborasi pemberian analgesic, jika
perlu
3. Gangguan Pola Tidur Pola Tidur (SLKI, L.05045) Dukungan Tidur (SIKI, 1.05174)
Setelah dilakukan Tindakan keperawatan selama Observasi
3x24 jam gangguan pola tidur menurun dengan 1. Identifikasi pola aktivitas dan tidur
kriteria hasil : 2. Identifikasi faktor pengganggu tidur
- Keluhan sulit tidur menurun (Fisik atau psikologis)
- Keluhan sering terjaga menurun 3. Identifikasi makanan dan minuman yang
- Keluhan istirahat tidak cukup menurun menggangur tidur
- Pola istirahat membaik Terapeutik :
4. Batasi tidur siang
5. Modifikasi lingkungan
6. Tetapkan jadwal tidur rutin
7. Jelaskan waktu tidur yang cukup
Edukasi :
8. Ajarkan factor-faktor yang
berkontribusi terhadap gangguan pola
tidur
9. Ajarkan relaksasi otot progesif
10. Anjurkan menepati waktu tidur
1) Penyakit Jantung Koroner
a. Definisi
Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah gangguan fungsi jantung karena
adanya sumbatan atau penyempitan pada pembuluh darah koroner sehingga otot
jantung tidak mendapatkan suplai makanan dan oksigen. Pada saat jantung akan
bekerja lebih keras terjadi ketidakseimbangan antara kebutuhan dan asupan
oksigen, hal ini yang menyebabkan nyeri dada. Jika pembuliuh darah mengalami
sumbatan, pemasokan darah ke jantung akan terhenti dan kejadian inilah yang
disebut dengan serangan jantung. Adanya ketidakseimbangan antara ketersediaan
oksigen dan kebutuhan jantung memicu timbulnya PJK (Wijaya, 2013).
Menurut Riset Kesehatan Dasar (Wijaya, 2013), Penyakit Jantung Koroner
(PJK) adalah gangguan fungsi jantung akibat otot jantung kekurangan darah
karena adanya penyempitan pembuluh darah koroner. Secara klinis, ditandai
dengan nyeri dada atau dada gerasa tertekan berat ketika sedang mendaki/ kerja
berat ataupun berjalan terburu-buru pada saat berjalan di jalan datar atau berjalan
jauh. Penyakit Jantung Koroner terdiri dari penyakit jantng koroner stabil tanpa
gejala, angina pectoris stabil, dan Sindrom Koroner Akut (SKA). Penyakit jantung
koroner stabil tanpa gejala biasanya diketahui dari skrining, sedangkan angina
apektoris stabil didapatkan gejala nyeri dada bila melakukan aktivitas yang
melebihi aktivitas sehari-hari.
b. Klasifikasi
Menurut Helmanu, (2015) penyakit jantung koroner dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu :
1) Chronic Stable Angina (Angina Piktoris stabil (APS)
Ini merupakan bentuk awal dari penyakit jantung koroner yang berkaitan
dengan berkurangnya aliran darah ke jantung yang ditandai dengan rasa tidak
nyaman didada atau nyeri dada, punggung, bahu, rahang, atau lengan tanpa
disertai kerusakan sel-sel pada jantung. Stress emosi atau aktivitas fisik
biasanya bisa menjadi pencetus APS namun itu bisa dihilangkan dengan obat
nitrat. Pada penderita ini gambar EKG tidak khas, melainkan suatu kelainan.
b) Acute Coronary Syndrome (ACS) Merupakan suatu sindrom klinis yang
bervariasi. ACS dibagi menjadi 3, yaitu :
a) Unstable Angina (UA) atau Angina Piktoris Tidak Stabil (APTS)
APTS meskipun hampir sama namun ada perbedaan pada sifat nyeri dan
patofisiologi dengan APS. Sifat nyeri yang timbul semakin lebih berat dari
sebelumnya atau semakin sering muncul pada saat istirahat, nyeri pada
dada yang timbul pertama kalinya, angina piktoris dan prinzmental angina
setelah serangan jantung ( myocard infaction ). Kadang akan terdapat
kelainan dan kadang juga tidak pada gambaran EKG penderita.
D. Acute Non ST Elevasi Myocardinal Infarction (NSTEMI)
Ditandai dengan sel otot jantung seperti CKMB, CK, Trop T, dan lain-lain
yang didalamnya terdapat enzim yang keluar yang merupakan tanda
terdapat kerusakan pada sel otot jantung. Mungkin tidak ada keainan dan
yang paling jelas tidak ada penguatan ST elevasi yang baru pada gambran
EKG.
E. Acute ST Elevasi Myocardina Infarction (STEMI)
Sudah ada kelainan pada gambaran EKG berupa timbulnya Bundle Branch
Block yang baru atau ST elevasi baru. Kelainan ini hampir sama denagn
NSTEMI.
c. Etiologi
Etiogi penyakit jantung koroner adalah adanya pemyempitan,
penyumbatan, atau kelainan pembuluh arteri koroner. Penyempitan atau
penyumbatan pembuluh darah tersebut dapat menghentikan aliran darah ke otot
jantung yang sering ditandai dengan nyeri. Kondisi yang parah, kemampuan
jantung memompa darah dapat hilang. Hal ini dapat merusak system pengontrol
irama jantung dan berakhir pada kematian (Wijaya, 2013).
Menurut (Wijaya, 2013) penyebab terjadinya penyakit jantung koroner
pada prinsipnya disebabkan oleh dua faktor utama yaitu:
a) Aterosklerosis
Aterosklerosis paling sering ditemukan sebagai sebab terjadinya penyakit
arteri koronaria. Salah satu yang diakibatkan steroskerosis adalah penimbunan
jaringan fibrosa atau lipid didalam arteri koronaria, sehingga mempersempit
lumen pembuluh darah secara progresif. Akan membehayakan aliran darah
miokardium jika lumen menyempit karena resistensi terhadap aliran darah
meningkat.
b) Trombosis
Gumpalan darah pada mulanya berguna untuk pencegah pendarahan
berkelanjutan pada saat terjadi luka karena merupakan bagian dari mekanisme
pertahanan tubuh. Lama kelamaan dinding pembuluh darah akan robek akibat
dari pengerasan pembuluh darah yang terganggu dam endapan lemak.
Berkumpulnya gumpalan darah dobagian robek tersebut yang bersatu dengan
kepingankepingan darah menjadi trombus. Trombus dapat menyebabkan
serangan jantung mendadak dan stroke.
Menurut (Piscilla LeMone, dkk, 2019) penyebab penyakit jantung koroner
yaitu :
1) Tidak dapat dimodifikasi
c) Usia
Sebagian besar kasus kematian terjadi pada laki-laki umur 35-44 tahun
dan meningkat seiring dengan bertambahnya umur, terutama setelah umur
40 tahun. Pada laki-laki dan perempuan kadar kolesterol mulai meningkat
di usia 20 tahun. Sebelum mengalami menopause kadar kolesterol pada
perempuan lebih rendah dari pada laki-laki yang memiliki usia hampir
sama. Kadar kolesterol perempuan setelah mengalami menopause
biasanya akan meningkat lebih tinggi dari laki-laki. Semakin tua umur
maka semakin besar kemungkinan timbulnya plak yang menempel di
dinding arteri koroner.
d) Jenis kelamin
Penyakit jantung koroner pada laki-laki resikonya 2 sampai 3 kali lebih
besar dari perempuan. Tetapi pada perempuan yang menoupose
cenderung memiliki risiko terkena PJK secara cepat sebanding dengan
laki-laki. Adanya hormon esterogen endogen pada perempuan yang
bersifat protektif membuat risiko terserang penyakit jantung bisa lebih
rendah.
e) Riwayat keluarga
Orang tua yang mengalami PJK kemungkinan anaknya juga berisiko
memiliki penyakit yang sama. Jika seorang ayah terkena serangan jantung
sebelum usia 60 tahun atau ibu terkena sebelum 65 tahun, keturunannya
akan berisiko tinggi terkena PJK. Riwayat keturunan mempunyai risiko
lebih besar untuk terkena PJK dibandingkan yang tidak mempunyai
riwayat penyakit PJK dalam keluarganya.
2) Dapat dimodifikasi
a) Hipertensi
Merupakan salah satu faktor resiko utama penyebab terjadinya penyakit
jantung koroner. Tekanan darah tinggi secara terus menerus
menyebabkan kerusakan sistem pembuluh darah dengan perlahan-lahan.
Komplikasi yang terdapat pada hipertensi esensial biasanya terjadi akibat
perubahan struktur arteri dan arterial sistemik, utamanya pada kasus yang
tak terobati. Pada awalnya terjadi hipertropi dari tunika media lalu
hialinisasi setempat serta penebalan fibrosis dari tunika intima lalu
berakhir dengan terjadinya penyemepitan pembuluh darah.
b) Diabetes
Diabetes dapat meningkatkan resiko gangguan dalam peredaran
darah,termasuk PJK. Disebabkan oleh resistensi atau kekurangan hormon
insulin yang mengontrol penyebaran glukosa melalui aliran darah ke sel-
sel diseluruh tubuh. Diabetes meningkatkan kadar lemak dalam darah,
termasuk kolesterol tinggi. Pada diabetes melitus timbul proses penebalan
membran kapiler dan arteri koronaria, sehingga terjadi penyempitan
aliran darah ke jantung. Penelitian menunjukkan penderita penyakit
diabetes militus pada laki-laki mempunyai resiko penyakit jantung
koroner 50% lebih tinggi dari pada orang normal, dan resikonya menjadi
2 kali lipat pada perempuan.
c) Hiperlipidemia
Kolestrol, fosfolipid, trigliserida, dan asam lemak yang merupakan bagian
dari lipid plasma berasal endogen dari sintesis lemak dan eksogen dari
makanan. Triglserida dan kolestrol merupakan 2 jenis lipid yang relatif
mempunyai makna klinis yang penting sehubungan dengan
arteriogenesis. Lipid terikat pada protein sabagai mekanisme transport
dalam serum. Meningkatnya kolestrol LDL sehubungan dengan
peningkatan resiko koronaria, sementara tingginya kadar kolestrol HDL
berperan sebagai faktor pelindung terhadap penyakit arteri koronaria.
d) Merokok
Merokok merupakan faktor independen untuk CHD menjadi penyebab
kematian terbesar dibandingkan dengan kanker paru ataupu penyakit paru
(Woods, Froclicher, Motzer, & Briges, 2009). Bukan hanya perokok aktif
saja tetapi perokokpasif juga dapat meningkatkan fakktor dari CHD. Cara
kerjanya yaitu karbon monoksida merusak endhothelium vascular
meningkatkan penumpukan kolesterol. Nikotin merangsang pelepasan
katekolamin, meningkatkan tekanan darah, frekuensi jantung dan
pemakaian oksigen miokardium. Nikotin juga dapat memperkecil volume
dari arteri, membatasi perfusi jaringan (pengiriman alira darah dan
oksigen). Lebih lanjut, nikotin mengurangi kadar HDL dan meningkatkan
agregasi trombosit, meningkatkan resiko pembentukan thrombus.
e) Obesitas
Obesitas merupakan kelebihan jumlah lemak pada tubuh lebih dari 19%
pada laki-laki dan lebih dari 21% pada perempuan. Obesitas sering
bebarengan dengan diabetes melitus, dan hipertensi. Obesitas juga bisa
meningkatkan kadar kolesterol dan LDL kolesterol. Penyakit jantung
koroner resikonya akan meningkat jika berat badan sudah tidak ideal.
Kolesterol tinggi pada penderita gemuk dapat ditrunkan dengan diet dan
olahraga.
f) Kurang aktivitas fisik
Latihan Kadar HDL ( High Density Lipoprotein ) kolestrol dapat
ditingkatkan dan kolesterol koroner dapat diperbaiki dengan latihan fisik (
exercise ) sehingga resiko penyakit jantung koroner dapat diturunkan.
Latihan fisik bermanfaat karena memperbaiki fungsi paru dan pemberian
oksigen menurunkan berat badan sehingga lemak tubuh yang berlebihan
berkurang bersama-sama dengan menurunkan LDL (Low Density
Lipoprotein) kolesterol, membantu menurunkan tekanan darah, dan
meningkatkan kesegaran jasmani.
g) Menopause
Pada wanita yang sudah Menopausekadar HDL akan menurun dan akan
terjadi peningkatan LDL.
h) Stress
Berdasarakan penelitian terdapat hubungan antara faktor stress psikologik
dengn penyakit jantung. Stress yang berkepanjangan akan meningkatkan
tekanan darah dan katekolamin dan dapat mengakibatkan terajdinya
penyempitan pembuluh darah arteri koroner.
d. Manifestasi Klinis
Menurut (Abata, 2014) secara umum penyakit jantung koroner ditandai
oleh beberapa gejala seperti dibawah ini :
1) Mudah Lelah
Gejala ini bukan hanya muncul pada saat beraktivitas atau bekerja berat,
bahkan pada aktivitas-aktivitas ringanpun penderita jantung gampang merasa
lelah. Pada penderita penyakit jantung, rasa lelah lebih disebabkan oleh
kurangnya pasokan oksigen ke sel-sel tubuh karena jantung tidak bisa bekerja
normal. Atau jantung itu sendiri yang kekurangan oksigen lantaran ada
ketidakberesan pada arteri koroner sebagai pembuluh darah yang bertugas
mensuplai oksigen ke otot jantung. Akibat jantung menjadi lemah dalam
bekerja.
2) Nyeri ringan di beberapa bagian badan
Rasa nyeri di dada sebelah kiri bisa sebagai pertanda awal penyakit jantung,
tetapi tidak bisa dipastikan seagai tanda gejala penyakit jantung. Selain nyeri
bagian dada kiri, juga terjadi dibagian tubuh yang lainnya seperti punggung
bagian atas, bahu, leher, dan terkadang di rahang.
3) Mudah berkeringat tanda aktivitas
Ini bisa menjadi tanda awal penyakit jantung apalagi dibarengi dengan wajah
memucat.
4) Sesak napas
Gejala ini masih terkait dengan gejala penyakit jantung yang pertama. Saat
tubuh beraktivitas agak keras, tubuh tidak bisa mendapatkan suplai oksigen
yang memadai. Akhirnya jantung terforsir bekerja sehingga terjadilah rasa
sesak di dada.
5) Susah tidur atau insomnia
6) Denyut jantung tidak normal (Aritmia)
7) Pusing atau mual
e. Pathofisiologi
Perkembangan PJK dimulai dari penyumbatan pembuluh jantung oleh plak
pada pembuluh darah (aterosklerosis). Salah satu faktor PJK adalah hiperglikemia
dalam waktu yang panjang, sehingga dapat menyebabkan disfungsi endotel berupa
spasme koroner dan oklusi. Kondisi tersebut dapat menghambat aliran darah pada
pembuluh darah koroner dan menyebabkan aterosklerosis. Langkah pertama
dalam pembentukan aterosklerosis dimulai dengan disfungsi lapisan endotel
lumen arteri, kondisi ini dapat terjadi setelah cedera pada sel endotel atau dari
stimulus lain, cedera pada sel endotel meningkatkan permeabelitas terhadap
berbagai komponen plasma, termasuk asam lemak dan triglesirida, sehingga zat
ini dapat masuk kedalam arteri, oksidasi asam lemak menghasilkan oksigen
radikal bebas yang selanjutnya dapat merusak pembuluh darah (Huether & Mc
Cance, 2017).
Aterosklerosis mengakibatkan arteri koroner tidak dapat berdilatasi
sebagai respon terhadap peningkatan kebutuhan oksigen, kemudian terjadi
iskemia (kekurangan suplai darah) miokardium dan sel-sel miokardium sehingga
menggunakan glikolisis anerob untuk memenuhi kebutuhan energinya. Proses
pembentukan energi ini sangat tidak efisien dan menyebabkan terbentuknya asam
laktat sehinga menurunkan pH miokardium dan menyebabkan nyeri yang
berkaitan dengan angina pectoris. Ketika kekurangan oksigen pada jantung dan
sel-sel otot jantung berkepanjangan dan iskemia miokard yang tidak tertasi maka
terjadilah kematian otot jantung (Ariesty, 2011).
f. Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul dari penyakit jantung koroner menurut
(Wicaksono Saputro, 2019), yaitu :
2) Syok Kardiogenik
Pada syok kardiogenik dapat ditandai dengan adanya gangguan pada fungsi
ventrikel kiri yang dapat mengakibatkan gangguan fungsi ventrikel kiri yaitu
mengakibatkan gangguan berat pada perfusi jaringan dan penghantaran
oksigen ke jaringan yang khas pada syok kardiogenik yang di sebabkan oleh
infark miokardium akut.
3) Gagal jantung kongestif
Gagal jantung kongestif merupakan gangguan pada sistem sirkulasi
miokardium gagal jantung kongestif merupakan suatu keadaan dimana jantung
tidak dapat memompa darah yang cukp untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan.
4) Disfungsi otot papilaris
Kontraksi otot papilaris di koordinasi oleh ventrikel kiri secara keseluruhan.
Penelitian dengan magnetic resonance imagine menunjukkan bahwa kontraksi
spiral pada otot papilaris diatur oleh gerakan torsional serat otot sekitar sumbu
utama dari ventrikel kiri. jika bukan karena pemendekan simulton serat otot
ventrikel yang berorientasi pada otot papilaris, panjang yang tetap dari korda
bias menyebabkan daun prolapse ke atrium kiri sebagai annulus
descenden.otot papilaris juga memiliki gerak rotasi di sekitar sumbu panjang
ventrikel.
5) Sindrom dissler (post pericardiotomy syndrome)
Sindrom postpericardiotomy ini biasanya trjadi 23 bulan setelah tindakan
pembedahan. Pada keadaan ini pericardium mengalami penipisan sebesar 0,8
mm. pada kasus ini akan muncul tanda dari inflamasi, fibrosis dan tanda
lainnya yang sesuai dengan klasifikasi pericardium intraoperative.
6) Pericarditis akut
Pericarditis akut bisa disebut juga dengan peradangan pada pericardium yang
bersifat jinak dan dapat terjadi sebagai manifestasi klinis dari penyakit
sistemik.Efek yang dapat ditimbulkan dari pericarditis adalah efusi pericardial
yang memicu tamponade jantung.
7) Aneurisme ventrikal
Aneurisme adalah dilatasi abnormal dari pembuluh darah / aorta. Terjadi suatu
perubahan pada dindin aorta, elastin dan otot polos mengalami suatu proses
dan menjadi jaringan ikat, akibatnya dinding menjadi lemah lalu
menggembung. Penggembungan yang terjadi adalah local dann dapat
mencapai lebih lebih dari 50% diameter normal.
8) Rupture miokard
Ruptur mokard adalah terjadinya robekan pada bagian – bagian jantung seperti
otot, dinding, septum, korda tendinea atau katup – katup jantung.Penyebab
terjadinyaruptur miokard bervariasi dan pada kasus ini rupture terjadi secara
spontan sebagai komplikasi dari infark miokard akut transmural akut, ini
merupakan penyebab rupture yang paling sering.Infark jenis ini 90%
berhubungan dengan thrombosis akibat atherosclerosis koroner.
g. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostic meliputi pemeriksaan EKG 12 lead yang
dikerjakan waktu istirahat pemeriksaan radiologis, pemeriksaan laboratorium
terutama untuk menemukan faktor risiko, pemeriksaan ekocardiografi dan radio
nuclide miokardial imaging (RNMI) waktu istirahat dan stress fisis ataupun obat-
obatan, sampai ateriografi koroner dan angiografi ventrikel kiri (Wijaya, 2013).
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan selama terjadinya episode nyeri adalah,
pantau takikardi atau disritmia dengan saturasi, rekam EKG lengkapT inverted,
ST elevasi atau depresi dan Q patologis, pemeriksaan laboratorium kadar enzim
jantung Creatinin Kinase (CK), Creatinin Kinase M-B (CKMB), laktat
dehydrogenase (LDH), fungsi hati serum glutamic oxaloacetic transaminase
(SGOT) dan serum glutamic pyrivate transaminase (SGPT), profil lipid Low
Desinty Lipoprotein (LDL) dan High Desinty Lipoprotein (HDL), foto thorax,
echocardiografi, kateterisasi jantung (Wijaya, 2013).
h. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada PJK menurut (LeMone, Priscilla, dkk tahun 2019)
yaitu pengobatan farmakologi, non farmakologi dan revascularisasi miokardium.
Penatalaksanaan yang perlu dilakukan meliputi :
1) Pengobatan farmakologi
a) Nitrat
Nitrat termasuk nitrogliserin dan preparat nitrat kerja lama, digunakan
untuk mengatasi serangan angina dan mencegah angina. Karena nitrat
mengurangi kerja miokardium dan kebutuhan oksigen melalui dilatasi
vena dan arteri yang pada akhirnya mengurangi preload dan afterload.
Selain itu juga dapat memperbaiki suplai oksigen miokardium dengan
mendilatasi pembuluh darah kolateral dan mengurangi stenosis.
b) Aspirin
Aspirin dosis rendah (80 hingga 325 mg/hari) seringkali diprogramkan
untuk mengurangi risiko agregasi trombosit dan pembenukan trombus.
c) Penyekat beta (bloker)
Obat ini menghambat efek perangsang jantung norepinefrin dan epinefrin,
mencegah serangan angina dengan menurunkan frekuensi jantung,
kontraktilitas miokardium, dan tekanan darah sehingga menurunkan
kebutuhan oksigen miokardium.
d) Antagonis kalsium
Obat ini mengurangi kebutuhan oksigen miokardium dan meningkatkan
suplai darah dan oksigen miokardium. Selain itu juga merupakan
vasodilator koroner kuat, secara efektif meningkatkan suplai oksigen.
e) Anti kolesterol
Statin menurunkan resiko komplikasi aterosklerosis sebesar 30% pada
pasien angina. Statin selain sebagai penurun kolesterol juga mempunyai
mekanisme lain (pleiotropic effect) yang dapat berperan sebagai anti
inflamasi , anti trombotik, dll.
2) Revaskularisasi miokardium
Coronary Artery Bypass Grafting (CABG) atau bisa disebut dengan cangkok
pintas merupakan pembedahan untuk penyakit jantung koroner melibatkan
pembukaan vena atau arteri untuk menciptakan sambungan antara aorta dan
arteri koroner melewati obstruksi. Kemudian memungkinkan darah untuk
mengaliri bagian iskemik jantung (Nurhidayat S, 2011).
3) Non farmakologi
a) Modifikasi pola hidup yang sehat dengan cara olahraga ringan.
b) Mengontrol faktor risiko yang menyebabkan terjadinya PJK, seperti pola
makan, dll.
c) Melakukan teknik distraksi, memejamkan mata untuk mengatasi rasa nyeri
dan relaksasi nafas dalam (teknik breathing exercise, slowbreathing
exercise, slow deep breathing exercise) untuk mengurangi tingkat
kelelahan.
d) Membatasi aktivitas yang memperberat aktivitas jantung.
i. Pencegahan
Menurut Mary T. Kowalski (2014) ada beberapa cara untuk mencegah
penykit kardiovaskular diantaranya:
1) Tidak merokok/berhenti merokok untuk menghindari efek yang
membahayakan dari rokok.
2) Mengurangi asupan natrium (garam).
3) Memperhatikan berat badan agar tidak terjadi obesitas.
4) Mengindari makan makanan yang mengandung kafein.
5) Berolahraga secara teratur sedikitnya 3 hari dalam 1 minggu dengan waktu 30
menit.
6) Tinggikan tungkai kaki pada pagi dan sore hari untuk beberapa menit.
7) Hindari dan meminimalkan stress lingkungan dan penyebab asietas.
8) Mengonsumsi obat yang diberikan.
9) Memperbanyak istirahat dan relaksasi jika diperlukan.
j. Pathway
KASUS :
Pasien atas nama Tn. R, Umur 65 tahun, jenis kelamin laki-laki, datang ke IGD tanggal 16
Juli 2020 pada pukul 00.50 WIB. Pasien mengeluh nyeri dada sebelah kiri tembus ke
punggung seperti ditekan benda berat, hasil pengkajian nyeri P : Serangan nyeri mendadak
Q : Seperti ditusuk-tusuk R : Di dada dan punggung S : 5 (0-10) dan T : Nyeri hilang timbul,
memberat saat beraktivitas keluar, keringat dingin dan terasa kaku, sesak napas dan merasa
Lelah. Pasien terlihat ada edema pada ekstremitas bawah, akral hangat, CRT <2 detik.
Kemudian pasien mengatakan memiliki Riwayat penyakit hipertensi sejak usia 35 tahun dan
diabetes mellitus 10 tahun yang lalu. Pasien memiliki Riwayat alegri terhadap obat penicillin
dan di RS pasien mendapatkan diit rendah garam. Saat dilakukan pengkajian oleh perawat
didapatkan keadaan umum lemah, pasien kooperatif, kesadaran composmentis dengan GCS
E4V5M6, hasil pengukuran TTV : tekanan darah: 170/90 mmHg, suhu: 36,3 0C, nadi:110
x/menit, frekuensi nafas: 29x/menit, SPO2: 96% dengan O2 nasal 3 lpm, BB: 65 Kg, TB: 160
cm, IMT: 25.39 (Berat badan lebih). Hasil pemeriksaan penunjang pada laboratorium darah
didapatkan (PH : 7.34, PCO2 : 47, POS : 164.9, HCO3 : 24, Chol : 212, Tg : 124, CKMB :
3,7), hasil EKG : Sinus Aritmia dengan PAC dan hipertrofi ventrikel kiri, hasil CTR : 58%,
Foto thorak : Terkesan Kardiomegali. Pasien mendapatkan terapi Isosorbide dinitrate, Lasix
Inj, Spironolacton, Valsartan, Clopidogrel, Arixtra inj, Aspilet dan Amiodaron.
40 Pengkajian
5. Identitas
Nama : Tn. R
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Umur : 65 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan Terakhir : Sarjana
Suku : Jawa Indonesia
Alamat : Bendul Merisi, Kota Surabaya
No Registrasi : 49-98-11
Tanggal MRS : 16 Juli 2020
Diagnosa Medis : Penyakit Jantung Koroner
b. EKG
Sinus Aritmia dengan PAC dan hipertrofi ventrikel kiri
c. CTR
58%
d. Foto Thorak
Kesan Kardiomegali
9. Terapi Medis
Terapi Dosis Pukul Indikasi
Isosorbide dinitrat 3 x 5 mg (0ral) 06.00, 13.00, 20.00 Anti angina
Lasix inj. 3 x 20 mg (iv) 05.00, 13.00, 20.00 Diuretic
Spironolacton 1 x 25 mg (0ral) 06.00 Diuretic lemah
Valsartan 1 x 80 mg (0ral) 06.00 Anti hipertensi
Clopidogrel 1 x 75 mg (0ral) 20.00 Anti trombolitik
Arixtra inj. 1 x 2.5 mg (sc) 20.00 Anti platelet
Aspilet 1 x 80 mg (0ral) 20.00 Anti nyeri
Amiodaron 1x200 mg (oral) 20.00 Anti aritmia
41 Analisa Data
No Data Problem
1 DS: Nyeri akut (SDKI D.
Pasien mengeluh nyeri dada sebelah kiri sampai 0077)
tembus ke punggung.
P: serangan nyeri mendadak
Q: seperti di tusuk-tusuk dan tetimpa benda berat
R: di dada dan punggung
S: 5 (0-10)
T: nyeri hilang timbul, memberat saat aktivitas berat.
DO :
- Pasien tampak lemah
- pasien masih tampak menyeringai mengeluh nyeri
dan terkadang memegang dada kiri
- nafsu makan pasien berkurang makan habis 2/3 porsi
- Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan
tekanan darah: 170/90 mmHg, nadi 110 x/menit
ireguler cepat dan tidak teratur
- Hasil laboratorium tanggal 17 Juli 2020 CKMB 3,7
(< 2,9).
2 DS : Penurunan Curah
Pasien mengeluh sesak napas, merasa lelah dan keluar Jantung (SDKI D.
keringat dingin. 0008)
DO :
1. JVP ada distensi
2. Terdapat sianosis
3. Terdapat oedema di ekstermitas bagian bawah
(tungkai)
4. Bunyi jantung S1 S2 Irreguler S3.
5. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan
tekanan darah 170/90 mmHg, nadi 110 x/menit ireguler
cepat dan tidak teratur, respirasi rate 29x/menit, SPO2:
96% dengan O2 nasal 3 lpm.
6. Hasil EKG tanggal 17 Juli 2020 didapatkan Sinus
Aritmia dengan PAC dan hipertrofi ventrikel kiri.
7. Foto thorak tanggal 17 Juli 2020 didapatkan hasil
kesan kardiomegali.
8. CTR 58%
3 DS : Gangguan Pertukaran
Pasien mengeluh sesak napas dan merasa lelah Gas (SDKI No. D.
DO : 0003)
1. Pasien tampak sesak nafas
2. Pola napas takipnea
3. Irama nafas pasien irreguler
4. Terdapat penggunaan otot bantu nafas tambahan
menggunakan muskulus sternokleidomastoideus
5. Pasien tampak tersengalsengal saat berbicara
6. Tampak sianosis
7. Hasil Vital Sign: Respiratori rate: 29x/menit, SPO2:
96% dengan O2 nasal 3 lpm
Hasil laboratorium tanggal 17 Juli 2020
- PH 7,34 (7,35-7,45)
- PCO2 47 (35-45)
- PO2 164,9 (75-100)
- HCO3 24 (22-26)
4 DS : Hipervolemia (SDKI
Pasien mengeluh sesak napas dan merasa lelah, pasien No. D. 0022)
mengatakan mengalami kenaikan berat badan. Berat
badan 4 bulan yang lalu hanya 57 kg.
DO :
1. JVP ada distensi
2. Terdapat oedema di ekstermitas bagian bawah
(tungkai)
3. BB sekarang 65 Kg
4. Balance cairan
- Input: minum 2500 cc/24 jam, air metabolisme
(5x65kg) 325 cc/24 jam
- Output 650 cc/24 jam, IWL (Insensible Water Loss)
(15x65kg) 975cc/24 jam.
- Rumus balance cairan: InputOutput= 2825cc-1625cc=
+1200cc/24 jam
42 Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut (SDKI D. 0077).
2. Penurunan Curah Jantung (SDKI D. 0008).
3. Gangguan Pertukaran Gas (SDKI No. D. 0003).
4. Hipervolemia berhubungan dengan (SDKI No. D. 0022).
43 Intervensi
No SDKI SLKI SIKI
1 Nyeri akut Tujuan: Setelah dilakukan Manajemen Nyeri (I.08238)
(SDKI D. 0077). intervensi keperawatan Observasi :
selama 3x24 jam diharapkan 1. Monitor skala nyeri pasien
tingkat nyeri menurun, Terapeutik :
kontrol nyeri serta perfusi 2. Lakukan pengaturan posisi
miokard meningkat, dengan yang nyaman (fowler, semi
kriteria hasil: fowler, miring kanan, miring
1) Tingkat Nyeri (SLKI, kiri)
L.08066) Edukasi :
a. Keluhan nyeri 3. Edukasi pasien untuk
menurun skala 2-3 menggunakan teknik
b. Sikap protektif, serta pengendalian nyeri distraksi,
meringis menurun relaksasi dan mendengarkan
2) Kontrol Nyeri (SLKI, Murrotal
08063) Kolaborasi :
a. Melaporkan nyeri 4. Kolaborasi dalam pemberian
terkontrol meningkat obat anti anginal
b. Kemampuan mengenali
penyebab dan onset nyeri
meningkat
2 Penurunan Curah Tujuan: Setelah dilakukan Perawatan Jantung (I.02075)
Jantung (SDKI intervensi keperawatan Observasi :
D. 0008). selama 3x24 jam diharapkan 1. Identifikasi tanda/gejala primer
curah jantung meningkat, penurunan curah jantung
status sirkulasi serta status (meliputi dispnea, kelelahan,
cairan membaik, dengan edema)
kriteria hasil: 2. Identifikasi tanda/gejala
1) Curah Jantung (SLKI, sekunder penurunan curah
L. 02008) jantung (meliputi peningkatan
a. Takikardia menurun berat badan, distensi vena
(60-100x/menit) jugularis, CRT, batuk, kulit
b. Dispnea menurun pucat)
(14-20x/menit) 3. Monitor tanda tanda vital (TD,
c. Distensi vena N, RR)
menurun 4. Monitor hasil EKG 12 lead
d. Suara jantung S3 Terapeutik :
menurun 5. Dorongan tirah baring dengan
2) Status Sirkulasi (SLKI, tinggikan kepala 45⁰ atau
L. 02016) dengan posisi senyaman
a. Saturasi oksigen mungkin.
meningkat (95- Edukasi :
100%) 6. Anjurkan pasien beraktifitas
b. Sianosis menurun sesuai toleransi
3) Perfusi Perifer (SLKI, Kolaborasi :
L. 02011) 7. Kolaborasi dengan tim medis
a. Edema perifer dalam pemberian Valsartan,
menurun Clopidogrel, Arixtra,
Amiodaron.
3 Gangguan Tujuan: Setelah dilakukan Pemantauan Respirasi (I.01014)
Pertukaran Gas intervensi keperawatan Observasi :
(SDKI No. D. selama 3x24 jam diharapkan 1. Monitor suara napas, frekuensi
0003). pertukaran gas meningkat, kedalaman dan usaha napas
dengan kriteria hasil: 2. Monitor saturasi oksigen
1) Pertukaran Gas dengan oksimetri nadi
(SLKI, L.01003) 3. Monitor nilai AGD
a. Dispnea menurun: Terapeutik :
18-20x/menit 4. Berikan posisi semi fowler
b. Gelisah menurun 5. Latih pasien Breathing
c. PCO2 membaik (35- Exercise
45 mmHg) Kolaborasi:
d. PH arteri membaik 6. Kolaborasi dengan dokter
(7,35-7,45) dalam penentuan dosis oksigen
e. PO2 membaik (75- via sungkup sesuai kondisi
100 mmHg) pasien.
f. Sianosis membaik
4 Hipervolemia Tujuan: Setelah dilakukan Pemantauan Respirasi (I.03114)
berhubungan intervensi keperawatan Observasi :
dengan (SDKI selama 3x24 jam diharapkan 1. Monitor status hemodinamik
No. D. 0022). keseimbangan cairan dan (tekanan darah, frekuensi
curah jantung, dengan jantung)
kriteria hasil: 2. Periksa tanda dan gejala
1) Keseimbangan Cairan hipervolemia (misalnya,
(SLKI, L.03020) dispnea, edema, distensi vena
a. Haluaran Urine jugularis)
meningkat (780-1560 3. Kaji intake dan output
mL/24 jam) Terapeutik :
b. Edema menurun 4. Anjurkan kepada pasien untuk
derajat 1 melakukan pemijatan kaki 4
c. Tekanan darah mebaik kali sehari selama 5 menit
(120/80 mmHg)
Edukasi :
2) Curah Jantung (SLKI, L.
5. Ajarkan pasien cara mengukur
02008)
dan mencatat asupan dan
a. Takikardia menurun
(60-100x/menit) haluaran cairan.
b. Lelah menurun c. 6. Anjurkan pasien untuk
Suara jantung S3 membatasi cairan 550 ml per
menurun hari
Kolaborasi :
7. Kolaborasi dengan dokter
pemberian diuretik dengan
memperhatikan status cairan
pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, MHBM, Weta, IW, Ratnawati, NLKA 2016, ‘Faktor-faktor yang berhubungan
dengan kejadian hipertensi pada kelompok lanjut usia di wilayah kerja upt
puskesmas petang I kabupaten badung tahun 2016’, Ejurnal Medika, Vol.5,
No.7, Juli, 2016
Depkes RI. (2013). Gambaran Kesehatan Lanjut Usia di Indonesia, Buletin Lansia, Pusat
Data dan Informasi. Kemenkes RI, 2013
Helmanu, Kurniadi dan Ulfa Nurrahmani. (2015). Stop Gejala Penyakit Jantung Koroner,
Kolesterol Tinggi, Diabetes, Hipertensi. Yogyakarta : Istana Medika.
Huether, S. E., & McCance, K. L. (2017). Buku Ajar Patofisiologi (Edisi 6). Elsevier.
Kemenkes RI. 2016. Situasi Lanjut Usia (Lansia) di Indonesia. Infodatin Pusat Data dan
Informasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. ISSN 2442-7659
Kowalski, Mary, T (2014). Textbook of Basic Nursing. Philadelphia : Wolters Kluwer
Health/Lippincott Williams & Wilkins.
Kurnianto DP. 2015. Menjaga Kesehatan di Usia Lanjut. Prodi Ilmu Keolahtagaan PPS
UNY, 11(2) : 19-29
LeMone, Priscilla, dkk. (2019). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Gangguan
Kardiovaskular Edisi 5. Jakarta: EGC
Nahak, G. R. (2019). Studi Kasus Asuhan Keperawatan pada Tn.C.N dengan Hipertensi di
Wisma Kenanga UPT Panti Sosial Penyantun Lanjut Usia Budi Agung Kupang
[Politeknik Kesehatan Kemenkes Kupang].
http://repository.poltekeskupang.ac.id/1541/1/KARYA TULIS ILMIAH.pdf
Nurarif, H. K. (2015).Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
Nanda NIC-NOC. (3, Ed.). Jogjakarta: Mediaction publishing
Nurhidayat, Saiful. 2011. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskular. Ponorogo: UMPO Press.
Pratiwi, E., & Mumpuni, dr. Y. (2017). Tetap Sehat Saat Lansia-Pencegahan dan
Penanganan 45 Penyakit yang Sering Hinggap di Usia Lanjut (F. S. Suyantoro,
Ed.; 1st ed.). Yogyakarta: Rapha Publishing
Rahman, S. 2016. Faktor-Faktor Yang Mendasari Stres Pada Lansia. Jurnal Penelitian
Pendidikan, 16(1).
Rhosma Sofia, Dewi . (2014). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: CV Budi
Utama
Rosita. (2012). Stressor Sosial Biologi Lansia Panti Wredha Usia dan Lansia Tinggal
Bersama Kelarga. Jurnal Bio Kultur, 1(1), 43-52.
Setiyorini, E., & Wulandari, N. A. (2018). Asuhan Keperawatan Lanjut Usia dengan
Penyakit Degeneratif. Malang: Media Nusa Creative.
Suri, A. (2017). Efektivitas Senamtai Chi Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Lanjut
Usia Dengan Riwayat Hipertensi Di Puskesmas Junrejo Kota Batu (Doctoral
dissertation, University of Muhammadiyah Malang
Sya‟diyah, H. (2018). Keperawatan Lanjut Usia Teori dan Aplikasi (1st ed.). Sidoarjo:
Indomedia Pustaka.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indokator Diagnostik Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan
Tindakan Keperawatan Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Triyanto, Endang. 2014. Pelayanan Keperawatan bagi Penderita Hipertensi Secara Terpadu.
Yogyakarta : Graha Ilmu
Trijayanti, T. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Lansia Penderita Hipertensi dengan
Masalah Keperawatan Gangguan Pola Tidur di Pelayanan Sosial Tresna Werdha
(PSTW) Magetan. Jurnal Kesehatan, 17–19.
Waryantini, R. A. (2021). Pengaruh Relaksasi Otot Progresif Terhadap Tekanan Darah Pada
Lansia Dengan Hipertensi. Bandung. Jurnal Kesehatan 9(1): 11–18.
Wicaksono, Saputro Mukti. (2019). Asuhan Keperawatan Pasien Penyakit Jantung Kroner
Dengan Ketidakefekifan Manajemen Kesehatan di Wilayak Kerja Puskesmas
Sukoharjo Ponorogo. Ponorogo: Kementrian Kesehatan RI Politeknik Kesehatan
Kemenkes Malang Jurusan Keperawatan Prodi D III Keperawatan.
Wijaya, dkk, 2013, Tanda gejala Penyakit Jantung Koroner yang umum terjadi pada lansia.
Surabaya : Lite Education
Wijaya, A.S dan Putri, Y.M. 2013. Keperawatan Medikal Bedah 2, Keperawatan Dewasa
Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta : Nuha Medika