Anda di halaman 1dari 11

Nama : Madyline Victorya Katipana

NIM : 1971101005

A. Fisiologi pada Geriatri


 Sistem Kardiovaskular
 Perubahan Vaskular
Sesuai dengan berjalannya usia, pembuluh darah arteri menjadi lebih kaku
sehingga meningkatkan afterload, yang juga dapat meningkatkan konsumsi
oksigen miokardium dan wall stress. Penyebabnya adalah kondisi komorbid
seperti aterosklerosis dan kemampuan vasodilatasi dari b-2 adrenergik.(1)

Perubahan struktur pada pembuluh darah besar merupakan elemen yang


penting dalam proses penuaan dan berkontribusi pada perubahan sistem
pembuluh darah pada geriatric. Pembuluh darah besar mengalami elongasi,
menjadi berkelok-kelok dan mengalami dilatasi.(2) Lapisan intima dan lapisan
media menebal menyebabkan pembuluh darah tidak dapat melebar. Tekanan
darah diastolic pada geriatric lebih rendah dibandingkan dengan usia muda.
Sehingga, pada geriatric, tekanan darah sistolik dan tekanan nadi meningkat
dan afterload ventrikel kiri meningkat.(2)

Endotelium vaskular merupakan faktor yang penting untuk respon vasomotor,


koagulasi, fibrinolysis, imunomodulasi, dan pertumbuhan serta proliferasi
vaskular itu sendiri. Perubahan usia menjadi salah satu faktor yang dapat
merubah struktur endotel dan fungsi dari endotel itu sendiri, bahkan pada
kondisi tanpa penyekit penyerta. Pada geriatric, nitric oxide yang dilepaskan
oleh endotel berkurang, sehingga respon vasodilator terhadap nitric oxide juga
berkurang.(3) Selain itu juga, respon vasodilator terhadap 2 agonist dan
respon vasokonstriksi terhadap stimulasi -adrenergik juga berubah. Maka
dapat disimpulkan bahwa endotel vaskular pada pasien geriatric mengalami
penurunan kemampuan untuk berdilatasi atau berkontraksi sebagai respon
terhadap stimulus fisiologis maupun farmakologis.(2)

 Miokardium
Ukuran jantung mengalami peningkatan sejalannya usia sebagaimana
digambarkan dengan concentric ventricular hypertrophy. Hal ini terjadi karena
adanya peningkatan afterload. Pembesaran jantung terjadi karena adanya
hipertrofi dari miosit jantung yang menambang setidaknya 30% ketebalan
dinding jantung serta mengurangi elastisitas dari miokardium. Namun, jumlah
dari miosit sendiri mengalami penurunan akibat dari proses apoptosis dan
nekrosis. Kondisi komorbid seperti hipertensi juga dapat mengeksaserbasi
hipertrofi jantung.(1,2)
Disfungsi jantung yang terjadi pada pasien lanjut usia berkaitan dengan
kegagalan fungsi ventrikel kiri yang menyebaban terjadinya gagal jantung
diastolic. Pengisian ventrikel pada geriatric bergantung pada relaksasi
diastolik, yang mana berkurang kemampuannya. Maka untuk pengisian
ventrikel jantung sangat bergantung pada kontraksi dari atrium yang dikenal
dengan ‘atrial kick’ dan akibat dari perlambatan pengisian ventrikel, pengisian
menjadi tidak lengkap pada akhir dari diastolic. Selain itu cardiac output pada
pasien geriatric juga terbatas karena laju jantung maksimal juga berkurang
sejalan dengan usia. Dimana laju jantung maksimal diestimasikan dengan HR
(kali per menit) = 220 – usia (tahun).(1,2)

Sistem konduksi nodus sinoatrial sendiri mengalami peruabhan yang progresif.


Pada sistem konduksi sendiri mengalami penimbunan jaringan ikat dan lemak,
hal ini mengakibatkan meningkatnya kejadian blok jantung derajat I dan II,
sick sinus syndrome, dan fibrilasi atrium yang paling sering terjadi.(2)

 Katup Jantung
Pada proses penuaan akan terjadi penebalan dan kalsifikasi pada katup aorta,
sehingga kondisi stenosis aorta sering terjadi pada pasien geriatric. Pada pasien
dengan stenosis aorta, maka yang harus dipertahankan dalam nilai normal
adalah volume diastolic dan ritme normal sinus untuk menjaga perfusi
miokardium.untuk mencegah terjadinya iskemik miokardium maka pasien
dengan stenosis aorta, tidak dapat mentoleransi kondisi hipotensi dan
takikardia (yang dapat memperpendek durasi diastolic)(1)

 Sistem otonom
Kemampuan respon terhadap simpatis dan sistem otonom berubah.
Menurunnya sensitivitas -adrenergik. Selain itu disfungsi baroreseptor
mengakibatkan meningkatnya insidens hipotensi ortostatik. Pada oktogenarian,
ada penurunan responsivitas terhadap katekolamin karena tingkat norepinefrin
yang tinggi yang menyebabkan penurunan regulasi reseptor .(1,4,5)

Cardiac reserve berkurang pada pasien usia lanjut sering bermanifestasi


sebagai penurunan tekanan darah yang berlebihan selama induksi anestesi
umum (GA). Penurunan responsivitas reseptor- yang disebabkan oleh efek -
blocker membatasi kemampuan pasien untuk meningkatkan curah jantung dan
merespon kehilangan darah dengan tepat. Disfungsi baroreseptor dan
berkurangnya respons terhadap angiotensin II selanjutnya membatasi respons
terhadap hipovolemia. Semua faktor ini mungkin diperparah oleh iskemia
miokard komorbid yang berhubungan dengan aterosklerosis.(6)
Gambar 1. Perubahan fisiologis dan anatomi sistem kardiovaskular.

 Sistem Respirasi
Pada pasien geriatric, dinding dada menjadi kurang komplians, akibat perubahan
pada skeleton toraks dna menurunnya mobilitas sendi kostovertebra. Kondisi
dinding dada yang tidak komplians ini menyebabkan efektivitas muskulus
interkonstalis menjadi tidak efisien, dan muskus diafragma dan muskulus
abdominal yang berperan penting pada volume tidal.(2)

Penuaan juga mengakibatkan hilangnya elastisitas paru, sehingan kemampuan


recoil paru berkurang, dan membuat alveolus lebih distensi. Selain itu, pada
pasien geriatric mengalami peningkatan tekanan intrapleural yang mengakibatkan
kecenderungan jalan napas yang kecil mengalami kolaps.(2)

Tabel 1. Perubahan Fisiologis dan Kondisi Patofisiologi(7)


Perubahan Fisiologis Kondisi Patofisiologi
Kardiovaskular Ateroskerosis
Menurunnya elastisitas arteri Penyakit jantung coroner
 Meningkatkan afterload Hipertensi esensial
 Meningkatkan tekanan darah Gagal janutng kongestif
sistolik Aritmia
 Hipertrofi ventricular kiri Stenosis aorta
Menurunnya Aktivitas adrenergik
 Menurunkan laju jantung istirahat
 Menurunkan laju jantung maksimal
 Menurunkan refleks baroreseptor
Respirasi Emfisema
Menurunnya elastisitas paru Bronchitis kronis
 Menurunnya area permukaan Pneumonia
alveolar
 Meningkatnya volume residu
 Meningkatnya closing capacity
 Ventilation/perfusion mismatch
 Menurunnya tekanan oksigen arteri
Meningkatkan rigiditas dinding dada
Menurunnya kekuatan otot
 Berkurangnya kemampuan batuk
 Menurunnya kapasitas napas
maksimal
Sistem Renalis Diabetic nephropathy
Menurunnya renal blood flow Hypertensive nephropathy
 Menurunnya aliran plasma renal Prostatic obstruction
 Menurunnya laju filtrasi Congestive heart failure
glomerulus
Berkurangnya massa ginjal
Berkurangnya fungsi tubulus
 Gangguan pengaturan sodium
 Menurunnya kemampuan
konsentrasi urin
 Menurunnya kapasitas dilusi
 Gangguan pengaturan cairan
 Menurunnya ekskresi obat
Menurunnya respon renin-aldosteron
Gangguan ekskresi kalium,

Tabel. 2 Konsekuensi Fungsional Sistem Respirasi dalam Proses Penuaan


Menurunnya kemampuan elastic recoil paru
Meningkatnya komplians paru
Menurunnya kapasitas difusi oksigen
Premature airway closing yang diakibatkan oleh V/Q mismatch dan meningkatnya
gradien oksigen alveolar-arterial
Small airway closure and gas trapping
Menurunnya laju ekspirasi

Kapasitas vital paru merupakan volume yang ditentukan Ketika terjadi inspirasi
maksimal yang diikuti dengan ekspirasi maksimal. Pada usia lanjut terjadi proses
progresif berkurangnya kapasitas vital sehingga mengakibatkan dinding dada
menjadi lebih kaku, serta menurunnya elastisitas recoil paru dan kekuatan otot
dada.(2)

Volume residu pada pasien geriatric mengalami peningkatan hingga 10% setiap
decade usia. Functionl residual capacity (FRC) merupakan volume yang
tertinggal di paru pada akhir dari ekspirasi normal. Proses penuaan berhubungan
dengan peningkatan progresif FRC akibat menurunnya kemampuan elastic recoil
dari paru. Selain itu, jalan napas yang kecil (<1 mm) dapat menutup bergantung
pada tekanan intrapleural sekitarnya yang lebih besar terutama pada daerah
dependen. Pada geriatric, tekanan intrapleuralnya meningkat, sehingga
menutupnya jalan napas lebih progresif terjadi dibangdingkan dengan volume
paru itu sendiri. Walaupun FRC meningkat sekitar 3% per decade, closing
capacity juga meningkat, sehingga mudah terjadi shunting selama pernapasan
tidal normal.(2)

Kondisi intraoperative seperti peningkatan tekanan intraabdominal akibat


insuflasi karbon dioksida atau posisi trendelenburg, dapat mengurangi FRC dan
komplians paru. Strategi untuk meminimalkan atelektasis pada periode pasca
operasi termasuk mobilisasi/ambulasi dini setelah operasi, fisioterapi dada, dan
spirometri insentif.(1) Hilangnya kemampuan elastic recoil paru dalam proses
penuaan mengakibatkan kolaps jalan napas saat manuver forced expiratory,
dimana adanya penurunan progresif volume ekshalasi dalam 1 detik (FEV1) dan
forced vital capacity (FVC). Kemampuan otot ekspirasi juga mengalami
penurunan sejalannya usia.(2)

Efisiensi pertukaran gas juga menurun karena proses penuaan sebagai akibat dari
intrapulmonal shunting dan menurunnya kapasitas difusi paru. Efek dari shunting
adalah penurunan yang signifikan PaO2. Diameter duktus alveolar bertambah dan
masing-masing alveolusnya lebih lebar dan dangkal. Perubahan arsitektur ini
secara signifikan mengurangi luas permukaan alveolar.(2)
Peningkatan detak jantung dan minute ventilation sebagai respons terhadap
peningkatan PaCO2 atau penurunan PaO2 melemah pada orang tua. Hal tersebut
multifaktorial dan mencerminkan penurunan sensitivitas kemoreseptor perifer,
penurunan aktivitas otot pernapasan, penurunan efisiensi mekanis pernapasan,
dan penurunan kondisi pernapasan secara umum.(2)

Efektivitas batuk berkurang pada geriatirk karena sensitivitas refleks yang hilang
dan fungsi otot yang terganggu. Pasien geriatric juga memiliki otot faring yang
lebih lemah, penurunan pembersihan sekret, penurunan transportasi mukosiliar,
batuk kurang efisien, penurunan motilitas esofagus, dan refleks pelindung saluran
napas bagian atas yang kurang efektif. Mekanisme gangguan refleks batuk
termasuk desensitisasi reseptor iritan pada epitel jalan napas dan gangguan
menelan.(1,2)

Empat strategi yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko aspirasi dan
komplikasi paru lainnya, antara lain : (1)
1. Penggunaan anestesi neuraksial atau regional dengan sedasi minimal
sebagai pengganti anestesi umum (bila memungkinkan) dapat
mengurangi risiko aspirasi dengan mengurangi gangguan refleks batuk
yang disebabkan oleh anestesi.
2. Hindari agen neuromuscular blocker kerja menengah dan jangka
panjang, serta memastikan reverse blokade neuromuskuler yang adekuat.
3. Obat yang memiliki efek depresi pernafasan seperti opioid dapat
menyebabkan hipoventilasi dan asidosis pernafasan, yang selanjutnya
mempotensiasi efek agen neuromuscular blocker.
4. Netralisasi asam lambung dengan antasida nonpartikulat (seperti natrium
sitrat) dapat membantu mencegah pneumonitis kimiawi dan cedera paru
jika terjadi aspirasi.

 Sistem Gastrointestinal
Proses penuaan berkaitan dengan penurunan massa hepar dan aliran darah hepar,
namun fungsi metabolisme hepatoseluler tampaknya relatif terjaga dengan baik.
Setelah usia 50 tahun, hati menurun dari 2,5% total massa tubuh menjadi 1,5%
sebagian karena lebih sedikit hepatosit dan penurunan aliran darah. Aliran darah
hati menurun seiring bertambahnya usia sehingga rata-rata usia 65 tahun memiliki
aliran darah hati 40% lebih sedikit dibandingkan usia rata-rata 25 tahun. (1,2)

Fungsi sintetik protein mungkin berkurang pada beberapa orang lanjut usia,
terutama mereka yang asupan nutrisinya buruk. Konsentrasi albumin serum yang
berkurang akan mempengaruhi pengikatan obat. Di sisi lain, konsentrasi protein
pengikat obat penting lainnya, -1-acid glycoprotein, biasanya meningkat pada
orang tua. Sintesis kolinesterase plasma hati dapat berkurang. Meskipun fungsi
enzim hepar mungkin secara kualitatif normal pada orang tua, penurunan massa
hati dan aliran darah bertanggung jawab atas penurunan yang signifikan dalam
metabolisme jalur pertama dari beberapa obat yang penting dalam populasi yang
menua. Populasi geriatrik memiliki kemampuan metabolisme obat melalui jalur
fase-1 (misalnya, oksidasi, reduksi dan hidrolisis melalui sistem sitokrom P450)
yang lebih lambat karena penurunan aliran darah hepar tetapi metabolisme fase II
(misalnya, asetilasi dan konjugasi) tampaknya tidak dipengaruhi oleh usia.(1,2)
 Sistem Renal
Proses penuaan disertai dengan penurunan jumlah nefron pada korteks dan massa
ginjal. Setelah usia 50 tahun, berat ginjal rata-rata menurun dari sekitar 250 g
menjadi 180 g, sebagian besar disebabkan oleh atrofi kortikal dari
glomerulosklerosis. Aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus (GFR)
menurun seiring bertambahnya usia. Nilai GFR menurun sekitar 1
mL/menit/tahun setelah usia 40 tahun sebagai akibat dari penurunan jumlah
nefron dan hialinisasi arteriol aferen kortikal. Jumlah nefron pada medula relatif
lebih baik, dan perubahan vaskular terkait usia di medula minimal. Meskipun
terjadi penurunan GFR yang signifikan dengan bertambahnya usia, konsentrasi
kreatinin serum meningkat minimal karena ada juga penurunan massa otot rangka
terkait usia.(1,2)

Selain GFR yang berkurang, respons renal tumpul terhadap aldostren, vasopresin,
dan renin juga mengurangi kemampuan pasien yang lebih tua untuk
menyesuaikan status volume dan dapat menyebabkan gangguan elektrolit dan
asam basa. Secara khusus, orang dewasa yang lebih tua rentan terhadap
disnatremia; hyponatremia, maupun hypernatremia. Pasien geriatric sering
mengalami gangguan ekskresi natrium, sehingga sangat rentan terhadap hipotensi
dan cedera ginjal akut dalam keadaan hipovolemia.(1)

 Sistem Muskuloskeletal
Penuaan berkaitan dengan penurunan yang signifikan pada kinerja
neuromuskuler. Hilangnya fungsi neuromuskuler menyebabkan disfungsi
fungsional. Penurunan neuromuskuler terutama dari hilangnya massa otot rangka,
yang menurun sekitar 40% antara usia 20 dan 60 tahun (sarcopenia). Penurunan
fungsi otot bersifat multifactorial. Massa otot rangka yang berkurang memiliki
implikasi yang signifikan untuk pasien lanjut usia dalam periode perioperative.(2)

Tabel 3.
Manifestasi Klinis yang Berkaitan dengan Menurunnya Massa Otot
berkaitan dengan Penuaan
Penurunan persarafan motor neuron
Aktivitas fisik menurun
Endocrine shift terjadi katabolisme ke arah (menurunnya sekresi insulin-like
growth factor 1)
Penurunan sekresi androgen (testosteron dan estrogen)
Penurunan asupan kalori total
Penurunan konsumsi protein dan sintesis protein
Mediator inflamasi dan sitokin (interleukin 1dan 6, faktor nekrosis tumor)

 Sistem Saraf Pusat


Hilangnya berat dan volume otak, dimulai pada dekade keempat dan semakin
cepat pada dekade ketujuh, dikombinasikan dengan penurunan sirkulasi
neurotransmiter (dopamin, serotonin) menyebabkan penurunan kognitif dan
motorik pasien. Perubahan neurologis ini menghasilkan peningkatan sensitivitas
terhadap agen anestesi, dengan penurunan hingga 40% dalam konsentrasi alveolar
minimum (MAC) dari anestesi volatil bila dibandingkan dengan pasien yang
lebih muda.(5)
Pada pasien geriatric menunjukkan peningkatan sensitivitas terhadap
benzodazepin, opioid, dan obat anestesi volatil. Konsentrasi minimum alveolar
(MAC) obat anestesi volatil poten menurun sekitar 25% pada usia 80 tahun jika
dibandingkan dengan nilai MAC yang diperoleh pada usia 40 tahun. Penambahan
nitrous oxide lebih efektif dalam mengurangi kebutuhan untuk obat anestesi
inhalasi.(2)

Perubahan sistem saraf pusat yang menua dapat menimbulkan sejumlah masalah
terkait usia, seperti penurunan kognitif, kehilangan memori, gangguan tidur,
demensia, gangguan gerakan, depresi, dan peningkatan risiko mengigau.
Meskipun jumlah neuron di otak tidak berkurang pada penuaan normal, otak yang
lebih tua memiliki lebih sedikit dendrit dan sinapsis, yang berkontribusi pada
penurunan volume otak dan penurunan konektivitas neuron, terutama di
hipokampus, korteks frontal / prefrontal, dan lobus temporal.(1)

Lebih lanjut, disregulasi transmisi saraf terkait usia, pembakaran saraf dasar,
metabolisme kalsium, dan ekspresi gen mengurangi konektivitas dan plastisitas.
Secara fungsional, perubahan fisiologis ini berkontribusi pada penurunan kognitif
normal terkait usia di banyak domain seperti fungsi eksekutif, kecepatan
pemrosesan kognitif, memori kerja dan spasial, dan pemeliharaan ritme sirkadian.
Pasien geriatrik berisiko mengalami delirium pasca operasi (POD) dan disfungsi
kognitif pasca operasi (POCD) yang merupakan faktor risiko yang kuat untuk
kematian. POD adalah sindrom dengan kesadaran yang berfluktuasi, kurangnya
perhatian, gangguan memori, dan kelainan persepsi yang biasanya terjadi setelah
interval lucid 1 sampai 3 hari setelah anestesi umum. Dan menurut International
Study of Postoperative Cognitive Dysfunction-1 menggambarkan POCD pada
26% dari pasien geriatrik 1 minggu setelah anestesi dan 10% setelah 3 bulan.(1,2)

Meskipun POCD dan POD merupakan sindrom yang berbeda, ada banyak faktor
risiko untuk POCD dan POD yang tumpang tindih, yang menunjukkan
patogenesis bersama. POD dapat terjadi setelah anestesi regional dan umum,
sedangkan POCD mungkin lebih umum setelah anestesi umum. Patofisiologi
POD akut pada lansia belum dapat ditentukan. Namun, respons peradangan saraf
yang diperburuk oleh gangguan pada blood-brain barrier. Trauma bedah
menginduksi respon inflamasi, yang mengarah ke kaskade inflamasi yang
dimediasi oleh sitokin dan makrofag di sistem saraf pusat yang menghasilkan
POCD.(2)

Ada banyak bukti bahwa hipertermia dan hipotermia pada lansia tidak dapat
ditoleransi dengan baik dan bahwa stress terhadap suhu dingin dan panas yang
ekstrim berhubungan dengan peningkatan mortalitas dibandingkan dengan
individu yang lebih muda. Proses penuaan berkaitan dengan variabilitas yang
lebih besar pada suhu inti. Variasi suhu sirkadian tidak berbeda secara signifikan
pada orang tua yang sehat dibandingkan dengan orang yang lebih muda.(2)

Pasien geriatrik tidak memiliki respons normal terhadap stres dingin. Respon
fisiologis yang biasa untuk stres dingin adalah untuk mengurangi kehilangan
panas oleh vasokonstriksi perifer dan untuk meningkatkan produksi panas melalui
thermogenesis menggigil dan nonshivering. Namun, pada pasien geriatric respons
vasokonstriktor menurun. Ketidakmampuan untuk menghemat panas secara
efisien pada lansia diperburuk oleh penurunan massa otot rangka terkait usia.
Hilangnya massa otot rangka bertanggung jawab atas penurunan produksi panas
basal terkait usia.(2)

B. Konsiderasi Anestesi pada Geriatri


Konsiderasi Preoperasi
Evaluasi spesifik geriatrik meliputi penilaian kemampuan kognitif pasien,
mengidentifikasi risiko delirium pasca operasi, dokumentasi status fungsional /
kelemahan / risiko jatuh, pemantauan polifarmasi, skrining untuk depresi dan
penggunaan alkohol, memahami harapan pasien, dan arahan lanjutan. Selain itu,
pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada periode preoperative didasarkan pada
kondisi komorbiditas serta penentuan risiko komplikasi pulmonal paska operasi.(1)

Demensia memiliki prevalensi 5% sampai 8% di antara orang berusia ≥ 65 tahun dan


dapat mempengaruhi lebih dari sepertiga individu> 85 tahun. Dalam pedoman ACS-
AGS terbaru untuk Penilaian Preoperatif Optimal dari Pasien Geriatri termasuk
penilaian neurokognitif pra operasi rutin sebelum operasi. Untuk pasien tanpa riwayat
gangguan kognitif, "Mini-Cog" direkomendasikan sebagai alat yang pendek, mudah
diterapkan, dan dipelajari dengan baik. Dokumentasi yang cermat dari status kognitif
pra operasi pasien sangat penting untuk mendiagnosis dan mengantisipasi pasca
operasi.(6)

Metabolic equivalent task score (METS) dari aktivitas sehari-hari adalah cara yang
berguna untuk menilai toleransi olahraga untuk pasien yang mungkin tidak
berpartisipasi dalam olahraga teratur. Idealnya, pasien usia lanjut harus menjalani tes
jantung dan stratifikasi risiko dan strategi optimisasi berbasis bukti harus diterapkan
sebelum operasi.(6)

Evaluasi kelainan pada elektrokardiogram (EKG) pra operasi adalah umum tetapi tidak
spesifik dan memiliki nilai yang terbatas dalam memprediksi komplikasi jantung pasca
operasi dibandingkan dengan keberadaan dan tingkat keparahan, komorbiditas.
Ekokardiografi dapat membantu memberikan wawasan tentang fungsi ventrikel dan
status katup; dapat dipertimbangkan pada pasien dengan komorbiditas jantung yang
signifikan seperti riwayat infark miokardi (MI), gagal jantung kongestif (CHF), atau
penyakit katup jantung. Selain itu algoritma the American College of Cardiology and
American Heart Association algorithm for patients undergoing noncardiac surgery
sebagai pedoman laboratorium yang sesuai berdasarkan komorbiditas, dan penentuan
risiko komplikasi paru pasca operasi.(6)

Konsiderasi Intraoperasi
Anestesi Umum dan Anestesi Regional keduanya berguna untuk pasien geriatrik non-
jantung yang, tetapi untuk beberapa prosedur, misalnya, operasi patah tulang pinggul,
RA tampaknya merupakan teknik pilihan. Tidak ada rekomendasi khusus mengenai
jenis anestesi yang disukai untuk pasien lansia non-jantung(8)

Anestesi regional mungkin memiliki beberapa keunggulan dibandingkan anestesi


umum, termasuk kejadian tromboemboli yang lebih sedikit, confusion dan masalah
pernapasan pasca operasi. Anestesi tungkai dan pleksus ideal untuk operasi perifer.
Hipotensi lebih sering terlihat pada pasien usia lanjut yang menjalani anestesi spinal /
epidural karena gangguan fungsi otonom dan penurunan kepatuhan pohon arteri. Pada
pasien dengan penyakit kardiovaskular berat yang memerlukan kontrol tekanan darah
yang ketat, anestesi umum mungkin lebih baik.(8)

Arm-brain circulation meningkat, dan kebutuhan dosis agen induksi berkurang. Maka
disarankan untuk mentitrasi obat dengan pelan. Dosis agen neuromuscular blocker
(NMBA) hampir tidak boleh dikurangi pada orang tua untuk intubasi, tetapi durasi
kerjanya sering berkepanjangan dan sulit untuk diprediksi seiring dengan perubahan
farmakokinetik yang diinduksi oleh usia dari NMBAs jangka panjang dan menengah
(terutama , aminosteriods termasuk rocuronia dan vecuronium), yang dapat
menyebabkan sisa blokade neuromuskuler pasca operasi dan komplikasi terkait. Oleh
karena itu, pemantauan neuromuskuler perioperatif termasuk pemantauan train-of-four
sangat dianjurkan.(6)

Untuk pemantauan intraoperative, dapat menggunakan tekanan darah intra-arteri,


konsentrasi hemoglobin, glukosa darah, pengujian gas darah arteri, dan pemantauan
tekanan darah non-invasive direkomendasikan. Batas tekanan darah yang sesuai adalah
penurunan tekanan darah sistolik lebih dari 20% dari baseline induksi pra-anestesi.(6)

Pemeliharaan suhu tubuh sebelum, intra dan pasca operasi sangat penting. Pasien lansia
mengalami penurunan laju metabolisme basal (BMR) dan rentan terhadap kehilangan
panas akibat gangguan termoregulasi. Menggigil dapat meningkatkan kebutuhan
oksigen secara signifikan sehingga harus dihindari jika memungkinkan. Konservasi
panas dengan membungkus pasien (termasuk kepala jika memungkinkan),
menggunakan penghangat cairan dan sistem udara hangat aktif jika tersedia, dan
dengan beroperasi di lingkungan sekitar yang hangat semuanya membantu menjaga
suhu tubuh dan membantu pemulihan.(8)

Konsiderasi Post-operasi
Baik untuk memberikan terapi oksigen pasca operasi untuk semua pasien lanjut usia,
dan terutama setelah operasi abdomen atau toraks, dengan adanya penyakit
kardiovaskular atau pernapasan, atau dalam situasi di mana telah terjadi kehilangan
darah yang signifikan, atau ketika analgesia opioid telah diresepkan. Terapi oksigen
dapat diberikan melalui nasal kanul atau masker.(8)

Pertimbangkan untuk meresepkan analgesik seperti parasetamol, dan gunakan NSAID


dengan hati-hati; komplikasi NSAID, termasuk gangguan ginjal dan tukak lambung,
lebih umum pada pasien yang lebih tua. Opioid intramuskular dan subkutan mungkin
tidak dapat diserap secara baik karena perfusi jaringan yang bervariasi, dan pasien
lansia yang memiliki gangguan neurokognitif mungkin mengalami kesulitan
menggunakan PCA. Teknik regional atau infus intravena opioid (dengan pengawasan
ketat yang sesuai) mungkin merupakan metode pereda nyeri yang paling tepat.(8)

C. Anestesia Regional pada Geriatrik


Epidural Anestesia
Anestesia regional merupakan komponen penting pada manajemen pasien geriatric
yang akan menjalani pembedahan, dimana kondisi geriatric merupakan kondisi yang
secara fisiologis mengalami penurunan fungsi cadangan. Perubahan anatomi tulang
belakang merupakan tantangan tersendiri pada pasien geriatric. Pasien geriatric sering
memiliki kondisi osteroartritis, kalsifikasi kartilago, penyakir degenerative diskus,
stenosis spinal, kifosis, atau perubahan pada aligment tulang belakang, serta
infeksibilitas sendi yang berkontribusi pada ruang epidural yang menjadi sulit utnuk di
akses, distorsi, dan terkompresi.(9)

Sama seperti anestesi spinal, ketinggal level efek anestesi epidural yang dicapai dengan
volume anestesi lokal yang sama lebih tinggi dari yang diharapkan. Tulang belakang
yang menua kehilangan jaringan ikat dan mucopolysaccharides di sekitar akar saraf
tulang belakang yang keluar, menghasilkan ruang epidural yang tidak sesuai dan
dengan celah yang lebih kecil di sekitar foramina intervertebralis. Peningkatan ukuran
vili arachnoid di sumsum tulang belakang juga dapat meningkatkan permeabilitas dan
penetrasi obat anestesi lokal, sehingga onset yang lebih cepat dan peningkatan
kepadatan blok dapat dilihat. Sementara penyebaran volume anestesi lokal lebih tinggi,
onsetnya lebih lambat. Pilihan obat anestesi lokal untuk epidural tergantung pada durasi
operasi: prokain dan kloroprokain untuk prosedur durasi pendek 30-60 menit, lidokain,
prilokain, dan mepivakain untuk operasi 60–90 menit, dan tetrakain, bupivakain, dan
ropivakain untuk lebih lama prosedur 180–360 menit atau lebih.(9)
Daftar Pustaka
1. Gropper MA, Cohen NH, Eriksson LI, Fleisher LA, Leslie K, Wiener-Kronish JP,
editors. Miller’s Anesthesia. 9th ed. Elsevier Inc.; 2020.
2. Stoelting RK. Pharmacology and physiology in Anaesthetic practice. 5th ed. Flood P,
Rathmell JP, Shafer S, editors. Wolters Kluwer; 2015.
3. Hines RL, Marschall KE. Stoelting’s Anesthesia and Co-Existing Disease. 7th ed.
Elsevier; 2018.
4. Marson P, Gervasi MT, Tison T, Colpo A, De Silvestro G. Therapeutic apheresis in
pregnancy: General considerations and current practice. Transfus Apher Sci [Internet].
2015;53(3):256–61. Available from: http://dx.doi.org/10.1016/j.transci.2015.11.004
5. Edelstein SB, Metry JE. Anesthesia Considerations for the Geriatric Patient. Curr
Geriatr Reports. 2017;6(3):115–21.
6. Lim BG, Lee IO. Anesthetic management of geriatric patients. Korean J Anesthesiol.
2020;73(1):8–29.
7. Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD. Morgan & Mikhail’s Clinical
Anesthesiology. 6th ed. McGraw-Hill Education; 2018.
8. Welch E. Anaesthesia for the elderly. South African J Anaesth Analg.
2018;24(3):S98–102.
9. Lin C, Darling C, Tsui BCH. Practical Regional Anesthesia Guide for Elderly Patients.
Drugs and Aging [Internet]. 2019;36(3):213–34. Available from:
https://doi.org/10.1007/s40266-018-00631-y

Anda mungkin juga menyukai