I. KONSEP MEDIS
A. Definisi
Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologi dimana jantung
gagal mempertahankan sirkulasi adekuat untuk kebutuhan tubuh
meskipun tekanan pengisian cukup (Ongkowijaya & Wantania, 2016).
Gagal jantung kongestif adalah keadaan ketika jantung tidak mampu
lagi memompakan darah secukupnya dalam memenuhi kebutuhan
sirkulasi tubuh untuk keperluan metabolisme jaringan tubuh pada
kondisi tertentu, sedangkan tekanan pengisian kedalam jantung masih
cukup tinggi (Aspani, 2016).
B. Etiologi
Menurut Kasron (2012), ada beberapa penyebab dari gagal jantung
diantaranya :
1. Kelainan Otot Jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot
jantung, disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung.Kondisi
yang mendasari penyebab kelainan fungsi otot mencakup
ateriosklerosis koroner, hipertensi arterial, dan penyakit degeneratif
atau infalamasi.
2. Aterosklerosis Koroner
Aterosklerosis Koroner mengakibatkan disfungsi otot
jantung karena terganggunya aliran darah ke otot jantung.Terjadi
hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat).Infark
miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya
gagal jantung.Peradangan dan penyakit otot jantung degenerative,
berhubungan dengan gagal jantug karena kondisi yang secara
langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas
menurun.
3. Hipertensi Sistemik atau Pulmonal
Meningkatnya beban kerja jantung dan pada akhirnya
mengakibatkan hipertrophi serabut otot jantung. Efek tersebut
(hipertrofi miokard) dapat dianggap sebagai mekanisme
kompensasi karena akan meningkatkan kontraktilitas jantung.
Tetapi untuk alasan yang tidak jelas, hipertrofi otot jantung tadi
tidak dapat berfungsi secara normal, dan akhirnya akan terjadi
CHF.
4. Peradangan dan Penyakit Miokardium Degeneratif
Sangat berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi
ini secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan
kontraktilitas menurun.
5. Penyakit Jantung Lain
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung
yang sebenarnya tidak secara langsung mempengaruhi
jantung.Mekanisme yang biasanya terlibat mencakup gangguan
aliran darah yang masuk jantung (stenosis katup semiluner),
ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah (tamponade,
pericardium, perikarditif konstriktif, atau stenosis katup AV),
peningkatan mendadak afterload akibat meningkatnya tekanan
darah sistemik (hipertensi‖malignan‖) dapat menyebabkan CHF
meskupun tidak ada hipertrofi miokardial.
6. Faktor Sistemik
Terdapat sejumlah faktor yang berperan dalam
perkembangan dan beratnya CHF meningkatnya laju metabolisme,
(demam, tirotoksikosis), hipoksia dan anemia memerlukan
peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen
sistemik.Hipoksia atau anemia juga dapat menurunkan suplai
oksigen ke jantung.Asidosis (respiratorik atau metabolik) dan
abnormalitas elektrolit dapat menurunkan kontraktilitas
jantung.Disritmia jantung juga dapat terjadi dengan sendirinya atau
secara sekunder akibat CHF menurunkan efisiensi keseluruhan
fungsi jantung.
C. Patofisiologi
Menurut Wijaya & Yessi (2013), patofisiologi CHF yaitu:
1. Mekanisme Dasar
Kelainan kontraktilitas pada gagal jantung akan
mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel. Kontraktilitas
ventrikel kiri yang menurun mengurangi cardiak output dan
meningkatkan volume ventrikel. Dengan meningkatnya EDV
(volume akhir diastolic ventrikel) maka terjadi pula peningkatan
tekanan akhir diastolik kiri (LEDV). Dengan meningkatnya LEDV,
maka terjadi pula peningkatan tekanan atrium (LAP) karena atrium
dan ventrikel berhubungan langsung kedalam anyaman vaskuler
paru-paru meningkatkan tekanan kapiler dan vena patu-paru. Jika
tekanan hidrostatik dari anyaman kapiler paru-paru melebihi
tekanan osmotik kapiler, makan akan terjadi edema interstitial.
Peningkatan tekanan lebih lanjut dapat mengakibatkan cairan
merembes ke alveoli dan terjadilah edema paru. Tekanan arteri
paru-paru dapat meningkat akibat peningkatan kronis tekanan vena
paru. Hipertensi pulmonalis meningkatkan tekanan terhadap ejeksi
ventrikel kanan. Serangkaian kejadian seperti yang terjadi pada
jantung kiri, juga akan terjadi pada jantung kanan yang akhirnya
akan menyebabkan edema dan kongesti sistemik. Perkembangan
dari edema dan kongesti sistemik atau paru dapat diperberat oleh
regurgitasi fungsional dari katup-katup trikuspidalis atau mitralis
secara bergantian. Regurgitasi fungsional dapat disebabkan oleh
dilatasi anulus katup atroventrikularis, atau perubahan orientasi
otot palpilaris dan korda tendinae akibat dilatasi ruang.
2. Respon kompensatorik
a. Meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis
Menurunnya cardiac output akan meningkatkan aktivitas
adrenergik simpatik yang dengan merangsang pengeluaran
katekolamin dan sarafsaraf adrenergik jantung dan medula
adrenal. Denyut jantung dan kekuatan kontraktilitas
akanmeningkat untuk menambah curah jantung. Selain itu juga
terjadi vasokonstriksi arteri perifer untuk menstabilkan tekanan
arteri dan redistribusi volume darah dengan mengurangi aliran
darah ke organ–organ yang metabolismenya rendah (kulit dan
ginjal) untuk mempertahankan perfusi ke jantung dan otak.
Venokonstriksi akan meningkatkan aliran balik vena ke sisi
kanan jantung, untuk selanjutnya menambah kekuatan
kontriksi.
b. Meningkatnya beban awal akibat aktivitas sistem renin-
angiotensin aldosteron (RAA)
Aktivitas sistem RAA menyebabkan retensi natrium dan
air oleh ginjal, meningkatkan volume ventrikel dan regangan
serabut. Peningkatan beban awal ini akan menambah
kontraktilitas miokardium.
c. Atropi ventrikel
Respon kompensatorik terakhir pada heart failure adalah
hidrotropi miokardium akan bertambah tebalnya dinding.
d. Efek negatif dari respon kompensatorik
Pada awalnya respon kompensatorik sirkulasi memiliki
efek yang menguntungkan, namun pada akhirnya mekanisme
kompensatorik dapat menimbulkan gejala, meningkatkan kerja
jantung, dan memperburuk derajat gagal jantung.Resistensi
jantung yang bertujuan untuk meningkatkan kekuatan
kontraktilitas dini menyebabkan terbentuknya edema dan
kongesti vena paru dan sistemik.Vasokonstriksi arteri dan
redistribusi aliran darah mengganggu perfusi jaringan pada
anyaman vaskuler yang terkena, serta menimbulkan gejala dan
tanda (kekurangan jumlah keluaran urine dan kelemahan
tubuh).Vasokonstriksi arteri juga meningkatkan beban akhir
dengan memperbesar resistensi terhadap ejeksi ventrikel, beban
akhir juga meningkat karena dilatasi ruang jantung. Akibatnya,
kerja jantung dan kebutuhan miokard akan oksigen (MVO2)
juga meningkat. Hipertrofi miokardium dan rangsangan
simpatis lebih lanjut akan meningkatkan kebutuhan oksigen
miokardium. Jika peningkatan ini tidak dapat dipenuhi dengan
meningkatkan suplai oksigen miokardium maka akan terjadi
iskemia miokard. Akhirnya dapat timbul beban miokard yang
tinggi dan serangan gagal jantung yang berulang.
D. Manifestasi Klinis
Menurut Wijaya & Putri (2013), manifestasi gagal jantung sebagai
berikut
1. Gagal jantung kiri : Menyebabkan kongestif, bendungan pada paru
dan gangguan pada mekanisme kotrol pernapasan
Gejala:
a. Dispnea
Terjadi kerena penumpukan atau penimbunan cairan dalam
alveoli yang mengganggu pertukaran gas. Dispnea bahkan
dapat terjadi saat istirahat atau di cetuskan oleh gerakan yang
minimal atau sedang
b. Orthopnea
Pasien yang mengalami orthopnea tidak akan mau
berbaring, tetapi akan menggunakan bantal agar bisa tegak di
tempat tidur atau duduk di kursi, bahkan saat tidur
c. Batuk
Hal ini di sebabkan oleh gagal ventrikel bisa kering dan
tidak produktif, tetapi yang sering adalah batuk basah yaitu
batuk yang menghasilkan sputum berbusa dalam jumlah
banyak, yang kadang disertai dengan bercak darah.
d. Mudah Lelah
Terjadi akibat curah jantung yang kurang, menghambat
jaringan dari srikulasi normal dan oksigen serta menurunya
pembuangan sisa hasil katabolisme. Juga terjadi akibat
meningkatnya energi yang di gunakan untuk bernafas dan
insomnia yang terjadi akibat distress pernafasan dan batuk
e. Ronkhi
b. Peningkatan BB
d. Hepatomegaly
e. Asites
f. Pitting edema
g. Anoreksia
h. Mual
b. Kelelahan
d. Ekstrimitas dingin
b. CHF Akut
1) Oksigenasi (ventilasi mekanik)
2) Pembatasan cairan (< 1500 cc/hari)
2. Farmakologis
a. First line drugs (diuretik)
Tujuan pemberian diuretik ini yaitu untuk mengurangi
afterload pada disfungsi sistolik dan mengurangi kongesti
pulmonal pada disfungsi diastolik. Obatnya adalah : thiazide
diuretics untuk CHF sedang, loop diuretic, metolazon
(kombinasi dari loop diuretic untuk neningkatkan pengeluaran
cairan), Kalium-Sparing diuretic.
b. Second Line drugs (ACE inhibitor)
Tujuan pemberian obat ini yaitu meningkatkan COP dan
menurunkan kerja jantung. Obatnya adalah :
1) Digoxin Untuk meningkatkan kontraktilitas. Obat ini tidak
digunakan untuk kegagalan diastolik yang mana dibutuhkan
pengembangan ventrikel untuk relaksasi.
2) Hidralazin Untuk menurunkan afterload pada disfungsi
sistolik.
3) Isobarbide dinitrat Untuk mengurangi preload dan
afterload, disfungsi sistolik, hindari vasodilator pada
disfungsi sistolik.
4) Calsium channel bloker Untuk kegagalan diastolik,
meningkatkan relaksasi dan pengisian ventrikel tetapi tidak
dianjurkan untuk CHF kronik.
5) Beta blocker Sering dikontraindikasikan karena menekan
respon miokard. Digunakan pada disfungsi diastolik untuk
mengurangi HR, mencegah iskemi miokard, menurunkan
TD, hipertrofi ventrikel kiri.
Pathway CHF
Faktor resiko
Gagal jantung
Angiostesin l Cairan
Tekanan diubah terdorong ke
darah↑ menjadi paru/ alveoli
Pembesaran Edem
angiostesin ll
vena hepar ekstermitas
D. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan
rencana asuhan keperawatan ke dalam bentuk intervensi keperawatan
guna membantu klien mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.Kemampuan yang harus dimiliki perawat pada tahap
implementasi adalah komunikasi yang efektif, kemampuan untuk
menciptakan hubungan saling percaya dan saling membantu,
kemampuan melakukan teknik psikomotor, kemampuan melakukan
observasi sistematis, kamampuan memberikan pendidikan kesehatan,
kemampuan advokasi, dan kemampuan evaluasi.( Asmadi, 2015)
E. Evaluasi keperawatan
Evaluasi merupakan kegiatan yang membandingkan antara hasil,
implementasi dengan kriteria dan standar telah ditetapkan untuk
melihat keberhasilan bila hasil dan evaluasi tidak berhasil sebagian
perlu disusun rencana keperawatan yang baru.( Asmadi, 2015)
Menurut Asmadi (2015), Metode evaluasi keperawatan terbagi atas
dua yaitu:
1. Evaluasi Formatif (Proses)
Evaluasi yang dilakukan selama proses asuhan keperawatan
dan bertujuan untuk menilai hasil implementasi secara bertahap
sesuai dengan kegiatan yang dilkukan , sistem penulisan evaluasi
formatif ini ditulis dalam catatan kemajuan atau menggunakan
sistem SOAP.
2. Evaluasi Sumatif (Hasil)
Evaluasi akhir yang bertujuan untuk menilai secara
keseluruhan, sistem penulisan evaluasi sumatif ini dalam banyak
catatan naratif atau laporan ringkasan
DAFTAR PUSTAKA