Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN CHF

Disusun Oleh:
Nama : Trisna Kurniasih Sundari
NIM : 1905061

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN BISNIS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS WIDYA HUSADA SEMARANG
2022
A. DEFINISI
Gagal jantung kongestif ( CHF ) adalah suatu tanda dimana jantung
mengalami kegagalan pada saat memompa darah secara adekuat yang
mengandung nutrient dan oksigen untuk mencukupi kebutuhan sel-sel tubuh.
Hal ini mengakibatkan peregangan pada ruang jantung ( dilatasi) untuk
menampung darah lebih banyak guna dipompakan ke seluruh tubuh atau
menyebabkan otot kaku serta menebal. Jantung hanya mampu memompa
darah untuk waktu yang singkat sedangkan dinding otot jantung yang
melemah tidak bisa memompa darah secara kuat. Hal ini mengakibatkan,
ginjal merespon dengan menahan air dan garam sehingga terjadi bendungan
cairan yang dapat terlihat bengkak di berbagai anggota tubuh seperti dikaki,
tangan, paru sariyudin, 2019.
Gagal jantung kongestif merupakan kumpulan gejala klinis akibat
kelainan struktural maupun fungsional jantung sehingga menyebabkan
gangguan pengisian ventrikel dan pemompaan darah ke seluruh tubuh (Alan
S. G, et al, 2014).
B. ETIOLOGI
Pada CHF, jantung tidak mampu memompa darah dalam jumlah
cukup untuk menjaga lancarnya sirkulasi. Akibatnya terjadi penumpukan
darah dan tekanan ekstra dapat menyebabkan akumulasi cairan ke dalam
paruparu. Gagal jantung terutama berkaitan dengan masalah-masalah
pemompaan otot jantung di bilik jantung, yang mungkin disebabkan oleh
penyakit-penyakit seperti infraktus otot jantung (serangan jantung),
endocarditis (infeksi pada jantung), hipertensi (tekanan darah tinggi), atau
valvular insufficiency.Jika penyakit mempengaruhi jantung sebelah kiri, darah
akan kembali ke paru-paru. Jika penyakit mempengaruhi jantung sebelah
kanan, sirkulasi sistemik dapat kelebihan beban. Ketika gagal jantung menjadi
signifikan, sistem sirkulasi keseluruhan dapat terpengaruh.
Menurut Kasron (2012), ada beberapa penyebab dari gagal jantung
diantaranya:
a. Kelainan Otot Jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari
penyebab kelainan fungsi otot mencakup ateriosklerosis koroner,
hipertensi arterial, dan penyakit degeneratif atau infalamasi.
b. Aterosklerosis Koroner
Aterosklerosis Koroner mengakibatkan disfungsi otot jantung
karena terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan
asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium (kematian
sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Peradangan
dan penyakit otot jantung degenerative, berhubungan dengan gagal jantug
karena kondisi yang secara langsung merusak serabut jantung,
menyebabkan kontraktilitas menurun.
c. Hipertensi Sistemik atau Pulmonal
Meningkatnya beban kerja jantung dan pada akhirnya
mengakibatkan hipertrophi serabut otot jantung. Efek tersebut (hipertrofi
miokard) dapat dianggap sebagai mekanisme kompensasi karena akan
meningkatkan kontraktilitas jantung. Tetapi untuk alasan yang tidak jelas,
hipertrofi otot jantung tadi tidak dapat berfungsi secara normal, dan
akhirnya akan terjadi CHF.
d. Peradangan dan Penyakit Miokardium Degeneratif
Sangat berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini
secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas
menurun.
e. Penyakit Jantung Lain
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang
sebenarnya tidak secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme
yang biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah yang masuk
jantung (stenosis katup semiluner), ketidakmampuan jantung untuk
mengisi darah (tamponade, pericardium, perikarditif konstriktif, atau
stenosis katup AV), peningkatan mendadak afterload akibat meningkatnya
tekanan darah sistemik (hipertensi‖malignan‖) dapat menyebabkan CHF
meskupun tidak ada hipertrofi miokardial.
f. Faktor Sistemik
Terdapat sejumlah faktor yang berperan dalam perkembangan dan
beratnya CHF meningkatnya laju metabolisme, (demam, tirotoksikosis),
hipoksia dan anemia memerlukan peningkatan curah jantung untuk
memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia atau anemia juga dapat
menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis (respiratorik atau
metabolik) dan abnormalitas elektrolit dapat menurunkan kontraktilitas
jantung. Disritmia jantung juga dapat terjadi dengan sendirinya atau secara
sekunder akibat CHF menurunkan efisiensi keseluruhan fungsi jantung.
C. Patofisiologi
Menurut Smeltzer & Bare (2013), patofisiologi CHF yaitu:
Mekanisme yang mendasari Heart Failure (HF) meliputi gangguan
kemampuan kontraktilitas jantung, yang menyebabkan curah jantung lebih
dari curah jantung normal. Konsep curah jantung yang baik dijelaskan dengan
persamaan CO = HR x SV di mana curah jantung (CO : Cardiac Output) dalah
fungsi frekuensi jantung (HR : Heart Rate) X volume sekuncup (SV : Stroke
Volume). Frekuensi jantung adalah fungsi sistem saraf otonom. Bila curah
jantung berkurang, sistem saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung
untuk mempertahankan curah jantung. Bila mekanisme kompensasi ini gagal
untuk mempertahankan perfusi jaringan yang memadai, maka volume
sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan
curah jantung. Tetapi pada CHF dengan masalah utama kerusakan dan
kekakuan serabut otot jantung, volume sekuncup berkurang dan curah jantung
normal masih dapat dipertahankan. Volume sekuncup jumlah darah yang
dipompa pada setiap kontraksi tergantung pada tiga faktor; preload;
kontraktilitas dan afterload. Preload adalah sinonim dengan hukum Starling
pada jantung yang menyatakan bahwa jumlah darah yang mengisi jantung
berbanding langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya
regangan serabut jantung. Kontraktilitas mengacu pada perubahan kekuatan
kontraktilitas yang terjadi pada tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan
panjang serabut jantung dan kadar kalsium. Afterload mengacu pada besarnya
tekanan ventrikel yang harus dihasilkan untuk memompa darah melawan
perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan arteriole. (Brunner and
Suddarth, 2013).
D. TANDA DAN GEJALA
Dari Sujono Riyadi (2011) pada gagal jantung kongestif terdapat manifestasi
gabungan gagal jantung kanan dan gagal jantung kiri.

a. Gagal jantung kiri terjadi dyspnea d’effort, fatigue, ortopnea, dispnea


nokturnal paroksismal batuk, pembesaran jantung, irama derap,
ronki dan kongesti, suara derap S3-S4, pernapasan cheyne
stokes , takikardia , pulse alternans , ronki dan kongesti vena pulmonalis.
b. Pada gagal jantung kanan ada fatigue, edema, hepatomegali,
anoreksia , dan kembung. Pada pemeriksaaan fisik bisa didapatkan
hipertrofi jantung kanan, irama derap atrium kanan, murmur, indikasi
penyakit paru kronik, tekanan vena jugularis semakin tinggi, bunyi P2
mengeras, asites, hidrothoraks, peningkatan tekanan vena, hepatomegaly
serta edema pitting.
Menurut Kasron (2012), respon tubuh terhadap perubahan yang di alami
saat terjadinya gagal jantung terbagi atas dua kategori diantaranya :
1. Gagal jantung kiri
Kongesti jantung menonjol pada ggal jantung ventrikel kiri karean
ventrikel kiri tidak mampu memompa drah yang datang dari patu.
Manifestasi klinis yang terjadi yaitunya ;
1) Dispnea
Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan
mengganggu pertukaran gas. Dapat terjadi ortopnea yang mana
beberapa pasien dapat mengalaminya pada malam hari
dinamakan Paroksimal Noktural Dispnea (PND).
2) Batuk
Batuk yang berhubungan dengan gagal ventrikel kiri bisa kering
dan tidak produktif, tetapi yang tersering adalah batuk basah,
yaitu batuk yang menghasilkan sputum berbusa dalam jumlah
banyak, yang kadang disertai bercak darah.
3) Mudah lelah
Terjadi karena curah jantung yang kurang sehingga menghambat
jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya
pembuangan sisa hasil katabolisme. Juga terjadi karena
meningkatnya energi yang digunakan untuk bernafas dan
insomnia yang terjadi karena distress pernafasan serta batuk.
4) Kegelisahan dan kecemasan
Terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stess akibat
kesakitan bernafas dan pengetahhuan bahwa jantung tidak
berfungsi dengan baik.
5) Sianosis
2. Gagal jantung kanan
1) Kongestif jaringan perifer dan viseral
2) Edema ekstremitas bawah (edema dependen), biasanya edema
pitting, penambahan berat badan.
3) Hepatomegali
nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat
pembesaran vena di hepar.
4) Anorexia dan mual
Terjadi akibat pembesaran vena dan statis dalam rongga abdomen.
5) Nokturia Nokturia atau rasa ingin BAK
Pada malam hari, terjadi karena perfusi renal didukung oleh posisi
penderita pada saat berbaring. Diuresis terjadi paling sering pada
malam hari karen acurah jantung akan membaik dengan istirahat.
6) Kelemahan
Lemah yang menyertai HF sisi kanan disebabkan kerena
menurunnya curah jantung, gangguan sirkulasi, dan pembuangan
produk sampah katabolisme yang tidak adekuat dari jantung.

E. KLASIFIKASI
Menurut New York Heart Association (NYHA) mengklasifikasikan gagal
jantung kongestif berdasarkan derajat dan beratnya gejala yang muncul (AHA,
2012)
a. NYHA 1
Pada derajat 1 ditandai dengan aktivitas fisik tidak mengalami
pembatasan. Ketika melakukan aktivitas biasa tidak timbul gejala lelah,
palpitasi, sesak napas atau angina.
b. NYHA 2
Pada derajat 2 ditandai dengan aktivitas fisik sedikit terbatas. Ketika
melakukan aktivitas biasa dapat timbul gejala lelah, palpitasi, sesak napas
atau angina tetapi akan merasa nyaman ketika beristirahat
c. NYHA 3
Pada derajat 3 ditandai dengan keterbatasan - keterbatasan dalam
melakukan aktivitas. Ketika akan melakukan aktivitas yang sangat ringan
dapat menimbulkan lelah, palpitasi, sesak napas.
d. NYHA 4
Pada derajat 4 pasien tidak dapat melakukan aktivitas dikarenakan
ketidaknyamanan. Keluhan-keluhan seperti insufisiensi jantung atau
sesak napas sudah timbul pada waktu pasien beristirahat. keluhan akan
semakin berat ketika melakukan aktivitas ringan.
F. MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN DAN KOLABORATIF
1. Pengkajian
a. Pengkajian
Asuhan keperawatan menurut (Juni Udjianti, 2011, p. 161) yaitu
sebagai berikut

1) Keluhan utama
a. Dada terasa sesak (seperti memakai baju ketat)

b. Palpitasi atau berdebar-debar

c. Paroxysmal Noctural Dyspnea (PND) atau orthpnea, sesak


napas saat beraktivitas, batu (hemopte), tidur harus memakai
bantal lebih dari dua buah.
d. Tidak nafsu makan, mual dan muntah.

e. Latergi (kelesuan) atau fatigue (kelelahan)

f. Insomnia.

g. Kaki bengkak dan berat badan bertambah.

h. Jumlah urine menurun.

i. Sering timbul mendadak atau sering kambuh.

2) Riwayat Penyakit: hipertensi renal, angina, infark, miokard


kronis, diabetes melitus, bedah jantung dan disritmia.
3) Riwayat diet: intake gula, garam, lemak, kafein, cairan, alkohol.

4) Riwayat pengobatan: toleransi obat, obat-obatan penekan fungsi


jantung, steroid, jumlah cairan per-IV, alergi terhadap obat
tertentu.
5) Pola eleminasi urine: oliguria, nokturia.

6) Merokok: perokok, jumlah cairan perbatang setiap hari, jangka


waktu.
7) Postur, kegelisahan dan kecemasan.

8) Faktor predesposis dan presipitasi: obesisas, asma, atau COPD


yang merupakan faktor pencetus peningkatan kerja dan
mempercepat perkembangan CHF.
b. Pemeriksaan Fisik
Adapun pemeriksaan fisik menurut Juni Udjianti, 2011, pp. 160–161)
adalah sebagai berikut :
1) Evaluasi status jantung: berat badan, tinggi badan, kelemahan,
toleransi aktivitas, nadi perifer, displace lateral PMI/iktus kordis,
tekanan darah, bunyi jantung, denyut jantung, pulsus alternans,
gallop’s, murmur.
2) Respirasi: dispnea, orthopnea, PND, suara napas tambahan
(Ronkhi, rales, wheezing)
3) Tampak pulsasi vena jugularis, JVP lebih dari 3 cmH2O,
hepatojugular refluksi.
4) Evaluasi faktor stress: menilai insomnia gugup atau rasa
cemas/takut yang kronis.
5) Palpasi abdomen: hepatomegali, splenomegali, asites.

6) Konjungtiva pucat, sklera ikterik

7) Capilary refill time (CRT) lebih detik, suhu akral dingin,


diaforsis, warna kulit pucat, dan pitting edema
c. Pemeriksaan diagnostik
1) Hitung sel darah lengkap: anemia berat anemia gravis atau
polisitemia vera.
2) Hitunglah sel darah putih: lekositosis (endokarditid dan
miokarditis) atau keadaan infeksi lain.
3) Analisis gas darah (AGD): menilai derajat gangguan
keseimbangan asam basa baik metabolik maupun respiratorik
4) fraksi lemak: peningkatan kadar kolesterol

5) serum katekolami: pemeriksaan untuk mengkesampingkan


penyakit adrenal.
6) Sedimentasi meningkat akibat adannya inflamasi akut.
7) EKG: menilai hipertrofi atrium/vemtrikel, iskemia, infark,
dandisritmia
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut SDKI
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera biologis
2) Ansietas berhubungan dengan krisis situasional
3) Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur

3. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Tujuan dan Intervensi


No. Rasional
Keperawatan Kriteria Hasil Keperawatan

1. Nyeri akut Setelah di lakukan Managemen nyeri - Mengetahui


b.d agen tindakan - Identifikasi skala perkembangan nyeri
pencedera keperawatan 3x24 nyeri - Untuk mengurangi
biologis jam diharapkan Terapeutik rasa nyeri
masalah dapat - Berikan tekhnik - Klien lebih merasa
teratasi dengan non farmakologis nyaman saat
kriteria hasil : (relaksasi nafas istirahat
1. Keluhan nyeri dalam) - Klien mampu
menurun - Fasilitas istirahat mengatasi nyeri
2. Meringis dan tidur dengan mandiri.
menurun Edukasi
3. Frekuensi nadi - Jelaskan strategi
membaik meredakan nyeri
4. Tekanan darah
dan respirasi
membaik
5. Pola tidur
membaik
2. Ansietas Setelah dilakukan Reduksi - Untuk mengetahui
berhubunga intervensi 3x24 jam Ansietas tanda dan gejala
n dengan maka tingkat Observasi ansietas
krisis ansietas menurun - Monitor tanda- - Untuk
situasional dengan kriteria tanda ansietas menciptakan
hasil: Terapeutik suasanan
1. Verbalisasi - Dengarkan terapeutik dan
khawatir akibat dengan penuh hubungan saling
kondisi yang perhatian percaya antara
dihadapi Edukasi klien dengan
menurun - Anjurkan perawat
2. Keluhan pusing keluarga untuk - Agar klien tidak
menurun tetap bersama merasa kesepian
3. Tekanan darah pasien
menurun

3. Gangguan Setelah dilakukan Dukungan - Mengetahui


pola tidur tindakan PolaTidur penyebab pola
berhubunga keperawatan 1×24 Observasi tidur terganggu
n dengan jam maka pola - Identifikasi - Membantu klien
kurang tidur membaik faktor memulai tidur
kontrol dengan kriteria pengganggu dengan nyaman
tidur hasil : tidur - Untuk
1. Keluhan sulit Terapeutik mengedukasi
tidur menurun - Fasilitasi klien pentingnya
2. Keluhan sering menghilangkan cukup istirahat
terjaga stres sebelum saat sakit
menurun tidur
3. Keluhan tidak Edukasi
puas tidur - Jelaskan
menurun pentingnya
tidur cukup
selama sakit
DAFTAR PUSTAKA

Ananda Putra, R. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Congestive Heart Failure
(CHF) Di Bangsal Jantung RSUP Dr.Djamil Padang. Retrieved From
Http://Pustaka.Poltekkespdg.Ac.Id/Index.Php?P=Show Detail&Id= 5245&Keywords=

Asmadi. (2008). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta.

Aspaiani,RY. (2016). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Pada pasien Gangguan Kardiovaskuler :
aplikasi nic&noc. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Dinarti, & Muryanti, Y. (2017). Bahan Ajar Keperawatan: Dokumentasi Keperawatan. 1– 172.
Retrieved from http://bppsdmk. kemkes.go.id/ pusdiksdmk /wpcontent /uploads /2017/11
/praktika-dokumen keperawatan - dafis. pdf.

Gledis, M., & Gobel, S. (2016). Hubungan Peran Perawat Dengan Tingkat Kepuasan Pasien Di
Rs Gmibm Monompia Kota Mabagu Kabupaten Bolaang Mongondow. Elektronik Keperawatan,
4(2), 1–6. https://doi.org/10.22460/infinity.v2i1.22.

Kemenkes RI. (2018). Hasil Utama Riskesdas 2018.

Mahananto, F., & Djunaidy, A. (2017). Simple Symbolic Dynamic of Heart Rate Variability
Identify Patient with Congestive Heart Failure. Procedia ComputerScience, 124, 197–
204.https://doi.org/10.1016/j.procs.2017.12.147.

Melanie, R. (2012). Analisis Pengaruh Sudut Posisi Tidur terhadap Kualitas Tidur dan Tanda
Vital Pada Pasien Gagal Jantung Di Ruang Rawat Intensif RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung.
Analisis Pengaruh Sudut Posisi Tidur Terhadap Kualitas Tidur Dan Tanda Vital Pada Pasien
Gagal Jantung Di Ruang Rawat Intensif RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung, 15.

Anda mungkin juga menyukai