A. Pengertian
Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung kongestif adalah
ketidakmampuan jantung untuk memompa darah keseluruh jaringan dan keadaan
patofisiologik dimana jantung sebagai pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah
untuk metabolisme jaringan (Ardiansyah, M, 2012).
CHF adalah sindrom yang ditandai oleh disfungsi salah satu atau kedua paru dan
vena sistemik sehingga asupan oksigen ke jaringan perifer kurang baik pada saat relaks
atau selama stressor berlangsung, yang disebabkan oleh ketidakmampuan jantung
menjalankan fungsinya (HFSA, 2010)
Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana jantung mengalami
kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel-sel tubuh akan nutrien
dan oksigen secara adekuat. Hal ini mengakibatkan peregangan ruang jantung (dilatasi)
guna menampung darah lebih banyak untuk dipompakan ke seluruh tubuh atau
mengakibatkan otot jantung kaku dan menebal. Jantung hanya mampu memompa darah
untuk waktu yang singkat dan dinding otot jantung yang melemah tidak mampu
memompa dengan kuat. Sebagai akibatnya, ginjal sering merespons dengan menahan air
dan garam. Hal ini akan mengakibatkan bendungan cairan dalam beberapa organ tubuh
seperti tangan, kaki, paru, atau organ lainnya sehingga tubuh klien menjadi bengkak
(congestive) (Udjianti, 2010).
B. Etiologi
Menurut (Ardiansyah,M, 2012) etiologi terjadinya gagal jantung antara lain :
(1) Kelainan otot jantung
Gagal jantung paling sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, yang
berdampak pada menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari
penyebab kelainan funsi otot mencangkup aterosklerosis koroner, hipertensi arterial,
dan penyakit otot degeneratif atau inflamasi.
(2) Aterosklerosis koroner
Kelainan ini mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah
ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat).
Infark miokardium biasanya mendahului terjadinya gagal jantung.
(3) Hipertensi sistemik atau hipertensi pulmonal
Gangguan ini menyebabkan meningkatnya beban kerja jantung dan pada gilirannya
juga turut mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung. Efek tersebut dapat
dianggap sebagai mekanisme kompensasi, karena akan meningkatkan kontraktilitas
jantung.
(4) Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif Gangguan kesehatan ini
berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung dapat merusak
serabut jantung dan menyebabkan kontraktilitas menurun.
(5) Penyakit jantung yang lain
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya tidak
secara langsung mempengaruhi organ jantung. Mekanisme yang biasanya terlibat
mencangkup gangguan aliran darah melalui jantung (misalnya stenosis katup
semiluner) serta ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah (misalnya tamponade
perikardium, perikarditas, konstriktif, atau stenosis katup siensi katup AV).
C. Manifestasi Klinis
Menurut Wijaya (2013), manifestasi klinis Congestive Heart Failure (CHF), yaitu :
1) Gagal jantung kiri
a) Sesak Napas atau Dispnue, akibat penimbunan cairan dalam alveoli yang
mengganggu pertukaran gas.
b) Batuk, berhubungan dengan gagal ventrikel kiri. Tersering adalah batuk basah.
c) Mudah lelah. Akibat curah jatung yang kurang sehingga darah tidak sampai
kejaringan dan organ.
d) Kegelisahan dan kecemasan, akibat gangguan oksigenasi, kesakitan saat bernapas,
dan pengetahuan yang kurang tentang penyakit.
e) Orthopnea
f) Paroxismal nocturnal dyspnea
g) Ronchi
2) Gagal jantung kanan
a) Edema, biasa pada kaki dan tumit dan secara bertahap bertambah keatas tungkai
dan paha.
b) Hepatomegali dan nyeri pada kuadran kanan, akibat pembesaran vena di hepar. Jika
tekanan dalam pembuluh portal meningkat dapat menyebabkan asites.
c) Anoreksia dan mual, akibat pembesaran vena dan stasis vena didalam rongga
abdomen.
d) Nokturia, dieresis sering terjadi pada malam hari karena curah jantung akan
membaik dengan istirahat.
e) Lemah, karena menurunnya curah jantung, gangguan sirkulasi, dan pembuangan
produk sampah katabolisme yang tidak adekuat dari jaringan.
f) Distensi vena junglaris
g) Peningkatan BB
h) Asites
D. Patofisiologi
Secara patofisiologi CHF adalah ketidakmampuan jantung untuk menyalurkan darah,
termasuk oksigen yang sesuai dengan kebutuhan metabolisme jaringan pada saat istirahat
atau kerja ringan. Hal tersebut menyebabkan respon sistemik khusus yang bersifat
patologik (selain saraf, hormonal, ginjal dan lainnya) serta adanya tanda dan gejala yang
khas.
Congestive Heart Failure (CHF) terjadi karena interaksi kompleks antara faktor-faktor
yang memengaruhi kontraktilitas, after load, preload, atau fungsi lusitropik (fungsi
relaksasi) jantung, dan respons neurohormonal dan hemodinamik yang diperlukan untuk
menciptakan kompensasi sirkulasi. Meskipun konsekuensi hemodinamik CHF berespons
terhadap intervensi farmakologis standar, terdapat interaksi neurohormonal kritis yang efek
gabungannya memperberat dan memperlama sindrom yang ada.
Sistem renin angiotensin aldosteron (RAA): Selain untuk meningkatkan tahanan
perifer dan volume darah sirkulasi, angiotensin dan aldosteron berimplikasi pada
perubahan struktural miokardium yang terlihat pada cedera iskemik dan kardiomiopati
hipertropik hipertensif.
Perubahan ini meliputi remodeling miokard dan kematian sarkomer, kehilangan
matriks kolagen normal, dan fibrosis interstisial. Terjadinya miosit dan sarkomer yang
tidak dapat mentransmisikan kekuatannya, dilatasi jantung, dan pembentukan jaringan
parut dengan kehilangan komplians miokard normal turut memberikan gambaran
hemodinamik dan simtomatik pada Congestive Heart Failure (CHF).
Sistem saraf simpatis (SNS) : Epinefrin dan norepinefrin menyebabkan peningkatan
tahanan perifer dengan peningkatan kerja jantung, takikardia, peningkatan konsumsi
oksigen oleh miokardium, dan peningkatan risiko aritmia. Katekolamin juga turut
menyebabkan remodeling ventrikel melalui toksisitas langsung terhadap miosit, induksi
apoptosis miosit, dan peningkatan respons autoimun.
Disfungsi ventrikel kiri sistolik
1) Penurunan curah jantung akibat penurunan kontraktilitas,peningkatan afterload, atau
peningkatan preload yang mengakibatkan penurunan fraksi ejeksi dan peningkatan
volume akhir diastolik ventrikel kiri (LVEDV). Ini meningkatkan tekanan akhir
diastolik pada ventrikel kiri (I- VEDP) dan menyebabkan kongesti vena pulmonal dan
edema paru.
2) Penurunan kontraktilitas (inotropi) terjadi akibat fungsi miokard yang tidak adekuat atau
tidak terkoordinasi sehingga ventrikel kiri tidak dapat melakukan ejeksi lebih dari 60%
dari volume akhir diastoliknya (LVEDV). lni menyebabkan peningkatan bertahap
LVEDV ( Left Ventricular End-Diastolic Volume) (juga dinamakan preload)
mengakibatkan peningkatan LVEDP dan kongesti vena pulmonalis. Penyebab
penurunan kontraktilitas yang tersering adalah penyakit jantung iskemik, yang tidak
hanya mengakibatkan nekrosis jaringan miokard sesungguhnya, tetapi juga
menyebabkan remodeling ventrikel iskemik. Remodeling iskemik adalah sebuah proses
yang sebagian dimediasi oleh angiotensin II (ANG II) yang menyebabkan jaringan parut
dan disfungsi sarkomer di jantung sekitar daerah cedera iskemik. Aritmia jantung dan
kardiomiopati primer seperti yang disebabkan oleh alkohol, infeksi, hemakromatosis,
hipertiroidisme, toksisitas obat dan amiloidosis juga menyebabkan penurunan
kontraktilitas. Penurunan curah jantung mengakibatkan kekurangan perfusi pada
sirkulasi sistemik dan aktivasi sistem saraf simpatis dan sistem RAA, menyebabkan
peningkatan tahanan perifer dan peningkatan afterload.
3) Peningkatan afterload berarti terdapat peningkatan tahanan terhadap
ejeksi LV. Biasanya disebabkan oleh peningkatan tahanan vaskular perifer yang umum
terlihat pada hipertensi. Bisa juga diakibatkan oleh stenosis katup aorta. Ventrikel kiri
berespon terhadap peningkatan beban kerja ini dengan hipertrofi miokard, suatu
respon yang meningkatkan massa otot ventrikel kiri tetapi pada saat yang sama
meningkatkan kebutuhan perfusi koroner pada ventrikel kiri. Suatu keadaan kelaparan
energi tercipta sehingga berpadu dengan ANG II dan respons neuroendokrinlain,
menyebabkan perubahan buruk dalam miosit, seperti semakin sedikitnya mitokondria
untuk produksi energi, perubahan ekspresi gen dengan produksi protein kontraktil yang
abnormal (aktin, miosin, dan tropomiosin), fibrosis interstisial, dan penurunan daya
tahan hidup miosit. Dengan berjalannya waktu, kontraktilitas mulai menurun
dengan penurunan curah jantung dan fraksi ejeksi, peningkatan LVEDV, dan
kongesti paru.
4) Peningkatan preload berarti peningkatan LVEDV, yang dapat disebabkan langsung oleh
kelebihan volume intravaskular sama seperti yang terlihat pada infus cairan intra vena
atau gagal ginjal. Selain itu, penurunan fraksi ejeksi yang disebabkan oleh perubahan
kontraktilitas atau afterload menyebabkan peningkatan LVEDV sehingga meningkatkan
preload. Pada saat LVEDV meningkat, ia akan meregangkan jantung, menjadikan
sarkomer berada pada posisi mekanis yang tidak menguntungkan sehingga terjadi
penurunan kontraktilitas. Penurunan kontraktilitas ini yang menyebabkan penurunan
fraksi ejeksi, menyebabkan peningkatan LVEDV yang lebih lanjut, sehingga
menciptakan lingkaran setan perburukan Congestive Heart Failure (CHF).
5) Pasien dapat memasuki lingkaran penurunan kontraktilitas, peningkatan afterload,dan
peningkatan preload akibat berbagai macam alasan (mis., infark miokard [MI],
hipertensi, kelebihan cairan) dan kemudian akhimya mengalami semua keadaan
hemodinamik dan neuro-hormonal. CHF sebagai sebuah mekanisme yang menuju
mekanisme lainnya.
6) Disfungsi ventrikel kiri diastolic
7) Penyebab dari 90% kasus
8) Didefinisikan sebagai kondisi dengan temuan klasik gagal kongestif dengan fungsi
diastolik abnormal tetapi fungsi sistolik normal; disfungsi diastolik mumi akan dicirikan
dengan tahanan terhadap pengisian ventrikel dengan peningkatan LVEDP tanpa
peningkatan LVEDV atau penurunan curah jantung.
9) Tahanan terhadap pengisian ventrikel kiri terjadi akibat relaksasi abnormal (lusitropik)
ventrikel kiri dan dapat disebabkan oleh setiap kondisi yang membuat kaku miokard
ventrikel seperti penyakit jantung iskemik yang menyebabkan jaringan parut,
hipertensi yang mengakibatkan kardiomiopati hipertrofi, kardiomiopati restriktif,
penyakit katup atau penyakit perikardium.
10) Peningkatan denyut jantung menyebabkan waktu pengisian diastolik menjadi
berkurang dan memperberat gejala disfungsi diastolik. Oleh karena itu, intoleransi
terhadap olahraga sudah menjadi umum.
11) Karena penanganan biasanya memerlukan perubahan komplians miokard yang
sesungguhnya, efektivitas obat yang kini tersedia masih sangat terbatas.
Penatalaksanaan terkini paling berhasil dengan penyekat beta yang meningkatkan fungsi
lusitropik, menurunkan denyut jantung, dan mengatasi gejala. Inhibitor ACE dapat
membantu memperbaiki hipertrofi dan membantu perubahan struktural di tingkat
jaringan pada pasien dengan remodeling iskemik atau hipertensi.
Sumber : (Elizabeth, 2009)
E. Pathway
F. Klasifikasi
Pada Guidelines Heart Failure yang dikeluarkan oleh Heart Failure Society of
America tahun 2010 maka klasifikasi CHF dari New York Heart Association (NYHA)
masih tetap digunakan dengan ditambahkan beberapa kelas baru , yaitu :
Klasifikasi CHF menurut NYHA
Kelas Definisi Istilah
I Pasien dengan kelainan jantung tetapi tanpa Disfungsi ventrikel
pembatasan aktivitas fisik kiri asimptomatik
II Pasien dengan kelainan jantung yang Gagal jantung
mengakibatkan sedikit pembatasan fisik namun ringan
hasil dari aktivitas tersebut mengakibatkan
kelelahan, pakpitasi dan dyspneu
III a. Pasien dengan kelainan jantung yang Gagal jantung
menyebabkan pembatasan aktivitas fisik, sedang
nyaman saat istirahat namun pada saat
melalukan aktivitas sehari-hari menyebabkan
kelelahan, palpitasi dan dyspnea
b. Mengalami keterbatasan aktivitas fisik. Nyaman
saat istirahat namun pada saat penggunaan
teenaga minimal dapat menyebabkan palpitasi,
kelelahan dan dyspneu
IV Pasien dengan kelainan jantung yang segala bentuk Gagal jantung berat
aktivitas fisiknya akan menyebabkan dyspneu,
palpitasi atau kelelahan
Gagal jantung secara umum juga dapat diklasifikasikan menjadi gagal jantung akut
dan gagal jantung kronik.
1) Gagal jantung akut, didefinisikan sebagai serangan cepat dari gejala atau tanda akibat
fungsi jantung yang abnormal. Dapat terjadi dengan atau tanpa adanya penyakit
jantung sebelumnya. Disfungsi jantung dapat berupa disfungsi sistolik atau disfungsi
diastolik. Irama jantung yang abnormal, atau ketidakseimbangan preload dan afterload
dan memerlukan pengobatan segera. Gagal jantung akut dapat berupa serangan baru
tanpa ada kelainan jantung sebelumnya atau dekompensasi akut dari gagal jantung
kronis.
2) Gagal jantung kronik, didefinisikan sebagai sindrom klinik yang kompleks yang
disertai keluhan gagal jantung berupa sesak nafas, lelah, baik dalam keadaan istirahat
atau aktivitas, edema serta tanda objektif adanya disfungsi jantung dalam keadaan
istirahat.
G. Penatalaksanaan Medis
Menurut Elizabeth (2009) Penatalaksanaan CHF,yaitu :
1) Penggunaan penyekat beta dan penghambat enzim pengubah angiotensin ( inhibitor
ACE ) sebagai terapi yang paling efektif untuk CHF kecuali ada kontraindikasi
khusus. Inhibitor ACE menurunkan afterload (TPR) dan volume plasma ( preload ).
Penyekat reseptor angiotensin dapat digunakan sebagai inhibitor ACE.
2) Diberikan diuretik untuk menurunkan volume plasma sehingga aliran balik vena
dan peregangan serabut otot jantung berkurang.
3) Terapi oksigen mungkin digunakan untuk mengurangi kebutuhan jantung.
4) Nitrat mungkin diberikan untuk mengurangi after load dan preload.
5) Uji coba nitric oxide boosting drug (BiDil) .
6) Penyekat aldosteron ( epleronon ) telah terbukti mengobati gagal jantung kongestif
setelah serangan jantung.
7) Digoksin (digitalis) mungkin diberikan untuk meningkatkankontraktilitas. Digoksin
bekerja secara langsung pada serabut otot jantung untuk meningkatkan kekuatan
setiap kontraksi tanpa bergantung panjang serabut otot. Hal ini akan menyebabkan
peningkatan curah jantung sehingga volume dan peregangan ruang ventrikel
berkurang. Saat ini digitalis lebih jarang digunakan untuk mengatasi CHF
dibandingkan masa sebelumnya.
Menurut HFSA (2010) Penatalaksanaan CHF, yaitu :
1) Diet dan asupan cairan
a) Instruksi diet mengenai asupan natrium disarankan pada semua pasien dengan
CHF. Pasien dengan CHF dan diabetes, dislipidemia, atau obesitas berat harus
diberi instruksi diet khusus.
b) diet pembatasan sodium (2-3 g sehari) disarankan untuk pasien dengan sindrom
klinis CHF dan fraksi ejeksi ventrikel kiri menetap (LVEF). Pembatasan lebih
lanjut
c) (2 g sehari) dapat dipertimbangkan dalam moderat untuk CHF berat.
d) Pembatasan asupan cairan harian kurang dari 2 L/hari, dianjurkan pada pasien
dengan hiponatremia (serum sodium 130 mEq / L) dan harus dipertimbangkan
untuk semua pasien yang menunjukkan retensi cairan yang sulit untuk
mengontrol meskipun dosis tinggi diuretik dan pembatasan sodium telah
diberikan.
2) Non Farmakologis
a) CHF Kronik
1) Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan
konsumsi oksigen melalui istirahat atau pembatasan aktivitas.
2) Diet pembatasan natrium
3) Menghentikan obat-obatan yang memperparah seperti NSAIDs karena efek
prostaglandin pada ginjal menyebabkan retensi air dan natrium
4) Membatasan cairan (kurang lebih 1200-1500 cc/hari)
5) Olah raga secara teratur
b) CHF Akut
1) Oksigenasi (ventilasi mekanik)
2) Pembatasan cairan
3) Farmakologis
Untuk mengurangi afterload dan preload
a) First line drugs ; diuretic
Mengurangi afterload pada disfungsi sistolik dan mengurangi kongesti
pulmonal pada disfungsi diastolic, seperti :.thiazide diuretics untuk CHF
sedang, loop diuretic, metolazon (kombinasi dari loop diuretic untuk
meningkatkan pengeluaran cairan), Kalium-Sparing diuretic
b) Second Line drugs; ACE inhibitor
Membantu meningkatkan COP dan menurunkan kerja jantung., seperti :
(1) Digoxin; meningkatkan kontraktilitas. Obat ini tidak digunakan untuk
kegagalan diastolic yang mana dibutuhkan pengembangan ventrikel
untuk relaksasi
(2) H idralazin; menurunkan afterload pada disfungsi sistolik.
(3) Isobarbide dinitrat; mengurangi preload dan afterload untuk disfungsi
sistolik, hindari vasodilator pada disfungsi sistolik.
(4) Calsium Channel Blocker; untuk kegagalan diastolic, meningkatkan
relaksasi dan pengisian dan pengisian ventrikel (jangan dipakai pada
CHF kronik).
(5) Blocker; sering dikontraindikasikan karena menekan respon miokard.
Digunakan pada disfungsi diastolic untuk mengurangi HR, mencegah
iskemi miocard, menurunkan TD, hipertrofi ventrikel kiri.
8. Intoleransi aktivitas Dalam waktu 3x8 Jam. Pasien akan Perawatan Jantung : Rehabilitatif (Selama lebih dari 1 jam)
berhubungan dengan menunjukan toleransi terhadap 1. Monitor toleransi pasien terhadap aktivitas
ketidakseimbangan antara aktivitas dengan kriteria hasil : 2. Berikan dukungan yang realistik terhadap pasien dan
suplai oksigen ke jaringan a. Frekuensi pernapasan ketika keluarga
dengan kebutuhan sekunder beraktivitas tidak terganggu 3. Intruksikan pasien dan keluarga mengenai modifikasi
penurunan curah jantung. b. Tekanan darah sistolik ketika faktor risiko jantung (misalnya, menghentikan
beraktivitas tidak terganggu kebiasaan merokok, diet dan olahraga) sebagaimana
c. Tekanan darah diastolic ketika mestinya.
beraktivitas tidak terganggu 4. Instruksikan pasien mengenai perawatan diri pada saat
Kemudahan dalam melakukan mengalami nyeri dada (minum nitrogliserin sublingual
aktivitas hidup harian tidak setiap 5 menit selama 3 kali, jika nyeri dada belum
terganggu hilang, cari pelayanan medis gawat darurat).
5. Instruksikan pasien dan keluarga mengenai aturan
berolahraga, termaksud pemanasan, peregangan, dan
pendinginan sebagaimana mestinya
6. Instruksikan pasien dan keluarga untuk membatasi
mengangkat/mendorong barang (benda berat) dengan
cara yang tepat.
7. Instruksikan pasien dan kelarga mengenai
pertimbangan khusus terkait dengan aktivitas sehari-
hari (misalnya, pembatasan aktivitas dan meluangka
waktu istirahat), jika memang tepat.
8. Instruksikan pasien dan keluarga untuk melanjutkan
perawatan
9. Instruksikan pasien dan keluarga mengenai akses
pelayanan gawat darurat yang tersedia di
komunitasnya, sebagaimana mestinya.
9. Perubahan nutrisi : kurang Dalam waktu 3 x 8 jam status 1. Jelaskan manfaat nutrisi untuk kesehatan
dari kebutuhan tubuh nutrisi adekuat 2. Anjurkan pasien mengkonsumsi makanan yang
berhubungan dengan Kriteria hasil : disediakan RS
penurunan intake, mual a. Secara subjektif pasien 3. Sajikan makanan dalam keadaan hangat, kecil dan diet
muntah dan anoreksia. termotivasi untuk TKTPRG
meningkatkanasupan nutrisi 4. Libatkan keluarga dalam pemenuhan nutrisi pasien Beri
b.Porsi makan meningkat motivasi dan dukungan psikologis
Kolaborasi :
a. Dengan nutrient tentang pemenuhan gizi pasie
Pemberian multivitamin
10. Insomnia berhubungan Setelah dilakukan intervensi Peningkatan tidur:
dengan batuk dan sesak keperawatan selama 3x8 jam pasien 1. monitor dan catat pola tidur pasien dan jumlah jam tidur.
nafas akan menunjukan tidur dengan 2. Monitor tidur pasien dan catat kondisi fisik dan atau
criteria hasil pssikologis serta keadaan yang menganggu tidur.
a. Pola tidur tidak terganggu 3. Dorong penggunaan obat tidur yang tidak mengandung
b. Kualitas tidur tidak terganggu (zat) penekan tidur (REM).
c. Tidak ada kesulitan memulai tidur 4. Bantu pasien untuk membatasi jumlah tidur siang dengan
d. Tidur tak terputus menyediakan aktivitas untuk meningkatkan kondisi tergaja
yang tepat.
d. Implementasi Asuhan Keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan tahap keempat proses
keperawatan yang dimulai setelah perawat menyusun rencana
keperawatan (Potter & Perry, 2013). Pada tahap ini perawat
akan mengimplementasikan intervensiyang telah direncanakan
berdasarkan hasil pengkajian dan penegakkan diagnosis yang
diharapkan dapat mencapai tujuan dan hasil sesuai yang
diinginkan untuk mendukung dan meningkatkan status
kesehatan klien.
Penerapan implementasi keperawatan yang dilakukan
perawat harus berdasarkan intervensi berbasis bukti atau telah
ada penelitian yang dilakukan terkait intervensi tersebut. Hai ini
dilakukan agar menjamin bahwa intervensi yang diberikan aman
dan efektif (Miller, 2012). Dalam tahap implementasi perawat
juga harus kritis dalam menilai dan mengevaluasi respon pasien
terhadap pengimplementasian intervensi yang diberikan.
e. Evaluasi Keperawatan
Hasil yang diharapkan pada proses perawatan pasien
dengan CHF
1) Tidak terjadi kegawatan sebagai akibat penurunan curah
jantung
2) Pasien terbebas dari nyeri
3) Terpenuhinya aktivitas sehari-hari
4) Menunjukkan peningkatan curah jantung
(a) TTV dalam batas normal
(b) Terhindar dari resiko penurunan perfusi perifer
(c) Tidak terjadi kelebihan volume cairan
(d) Tidak sesak
(e) Edema ekstermitas tidak terjadi
(f) Menunjukkan penurunan kecemasan
(g) Memahami penyakitnya dan tujuan perawatan
(h) Mematuhi semua aturan medis
(i) Mengetahui kapan harus meminta bantuan jika episode
nyeri atau kegawatan muncul
(j) Memahami cara mencegah komplikasi dan menunjukkan
tanda-tanda bebas komplikasi
(k) Mampu menjelaskan terjadinya gagal jantung
(l) Mematuhi dan melaksanakan perawatan diri
DAFTAR PUSTAKA