Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF)


DI RUANG BOUGENVILE RS TNI AD GUNTUR GARUT

A. Pengertian
Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung kongestif adalah
ketidakmampuan jantung untuk memompa darah keseluruh jaringan dan keadaan
patofisiologik dimana jantung sebagai pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah
untuk metabolisme jaringan (Ardiansyah, M, 2012).
CHF adalah sindrom yang ditandai oleh disfungsi salah satu atau kedua paru dan
vena sistemik sehingga asupan oksigen ke jaringan perifer kurang baik pada saat relaks
atau selama stressor berlangsung, yang disebabkan oleh ketidakmampuan jantung
menjalankan fungsinya (HFSA, 2010)
Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana jantung mengalami
kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel-sel tubuh akan nutrien
dan oksigen secara adekuat. Hal ini mengakibatkan peregangan ruang jantung (dilatasi)
guna menampung darah lebih banyak untuk dipompakan ke seluruh tubuh atau
mengakibatkan otot jantung kaku dan menebal. Jantung hanya mampu memompa darah
untuk waktu yang singkat dan dinding otot jantung yang melemah tidak mampu
memompa dengan kuat. Sebagai akibatnya, ginjal sering merespons dengan menahan air
dan garam. Hal ini akan mengakibatkan bendungan cairan dalam beberapa organ tubuh
seperti tangan, kaki, paru, atau organ lainnya sehingga tubuh klien menjadi bengkak
(congestive) (Udjianti, 2010).

B. Etiologi
Menurut (Ardiansyah,M, 2012) etiologi terjadinya gagal jantung antara lain :
(1) Kelainan otot jantung
Gagal jantung paling sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, yang
berdampak pada menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari
penyebab kelainan funsi otot mencangkup aterosklerosis koroner, hipertensi arterial,
dan penyakit otot degeneratif atau inflamasi.
(2) Aterosklerosis koroner
Kelainan ini mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah
ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat).
Infark miokardium biasanya mendahului terjadinya gagal jantung.
(3) Hipertensi sistemik atau hipertensi pulmonal
Gangguan ini menyebabkan meningkatnya beban kerja jantung dan pada gilirannya
juga turut mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung. Efek tersebut dapat
dianggap sebagai mekanisme kompensasi, karena akan meningkatkan kontraktilitas
jantung.
(4) Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif Gangguan kesehatan ini
berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung dapat merusak
serabut jantung dan menyebabkan kontraktilitas menurun.
(5) Penyakit jantung yang lain
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya tidak
secara langsung mempengaruhi organ jantung. Mekanisme yang biasanya terlibat
mencangkup gangguan aliran darah melalui jantung (misalnya stenosis katup
semiluner) serta ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah (misalnya tamponade
perikardium, perikarditas, konstriktif, atau stenosis katup siensi katup AV).
C. Manifestasi Klinis
Menurut Wijaya (2013), manifestasi klinis Congestive Heart Failure (CHF), yaitu :
1) Gagal jantung kiri
a) Sesak Napas atau Dispnue, akibat penimbunan cairan dalam alveoli yang
mengganggu pertukaran gas.
b) Batuk, berhubungan dengan gagal ventrikel kiri. Tersering adalah batuk basah.
c) Mudah lelah. Akibat curah jatung yang kurang sehingga darah tidak sampai
kejaringan dan organ.
d) Kegelisahan dan kecemasan, akibat gangguan oksigenasi, kesakitan saat bernapas,
dan pengetahuan yang kurang tentang penyakit.
e) Orthopnea
f) Paroxismal nocturnal dyspnea
g) Ronchi
2) Gagal jantung kanan
a) Edema, biasa pada kaki dan tumit dan secara bertahap bertambah keatas tungkai
dan paha.
b) Hepatomegali dan nyeri pada kuadran kanan, akibat pembesaran vena di hepar. Jika
tekanan dalam pembuluh portal meningkat dapat menyebabkan asites.
c) Anoreksia dan mual, akibat pembesaran vena dan stasis vena didalam rongga
abdomen.
d) Nokturia, dieresis sering terjadi pada malam hari karena curah jantung akan
membaik dengan istirahat.
e) Lemah, karena menurunnya curah jantung, gangguan sirkulasi, dan pembuangan
produk sampah katabolisme yang tidak adekuat dari jaringan.
f) Distensi vena junglaris
g) Peningkatan BB
h) Asites

D. Patofisiologi
Secara patofisiologi CHF adalah ketidakmampuan jantung untuk menyalurkan darah,
termasuk oksigen yang sesuai dengan kebutuhan metabolisme jaringan pada saat istirahat
atau kerja ringan. Hal tersebut menyebabkan respon sistemik khusus yang bersifat
patologik (selain saraf, hormonal, ginjal dan lainnya) serta adanya tanda dan gejala yang
khas.
Congestive Heart Failure (CHF) terjadi karena interaksi kompleks antara faktor-faktor
yang memengaruhi kontraktilitas, after load, preload, atau fungsi lusitropik (fungsi
relaksasi) jantung, dan respons neurohormonal dan hemodinamik yang diperlukan untuk
menciptakan kompensasi sirkulasi. Meskipun konsekuensi hemodinamik CHF berespons
terhadap intervensi farmakologis standar, terdapat interaksi neurohormonal kritis yang efek
gabungannya memperberat dan memperlama sindrom yang ada.
Sistem renin angiotensin aldosteron (RAA): Selain untuk meningkatkan tahanan
perifer dan volume darah sirkulasi, angiotensin dan aldosteron berimplikasi pada
perubahan struktural miokardium yang terlihat pada cedera iskemik dan kardiomiopati
hipertropik hipertensif.
Perubahan ini meliputi remodeling miokard dan kematian sarkomer, kehilangan
matriks kolagen normal, dan fibrosis interstisial. Terjadinya miosit dan sarkomer yang
tidak dapat mentransmisikan kekuatannya, dilatasi jantung, dan pembentukan jaringan
parut dengan kehilangan komplians miokard normal turut memberikan gambaran
hemodinamik dan simtomatik pada Congestive Heart Failure (CHF).
Sistem saraf simpatis (SNS) : Epinefrin dan norepinefrin menyebabkan peningkatan
tahanan perifer dengan peningkatan kerja jantung, takikardia, peningkatan konsumsi
oksigen oleh miokardium, dan peningkatan risiko aritmia. Katekolamin juga turut
menyebabkan remodeling ventrikel melalui toksisitas langsung terhadap miosit, induksi
apoptosis miosit, dan peningkatan respons autoimun.
Disfungsi ventrikel kiri sistolik
1) Penurunan curah jantung akibat penurunan kontraktilitas,peningkatan afterload, atau
peningkatan preload yang mengakibatkan penurunan fraksi ejeksi dan peningkatan
volume akhir diastolik ventrikel kiri (LVEDV). Ini meningkatkan tekanan akhir
diastolik pada ventrikel kiri (I- VEDP) dan menyebabkan kongesti vena pulmonal dan
edema paru.
2) Penurunan kontraktilitas (inotropi) terjadi akibat fungsi miokard yang tidak adekuat atau
tidak terkoordinasi sehingga ventrikel kiri tidak dapat melakukan ejeksi lebih dari 60%
dari volume akhir diastoliknya (LVEDV). lni menyebabkan peningkatan bertahap
LVEDV ( Left Ventricular End-Diastolic Volume) (juga dinamakan preload)
mengakibatkan peningkatan LVEDP dan kongesti vena pulmonalis. Penyebab
penurunan kontraktilitas yang tersering adalah penyakit jantung iskemik, yang tidak
hanya mengakibatkan nekrosis jaringan miokard sesungguhnya, tetapi juga
menyebabkan remodeling ventrikel iskemik. Remodeling iskemik adalah sebuah proses
yang sebagian dimediasi oleh angiotensin II (ANG II) yang menyebabkan jaringan parut
dan disfungsi sarkomer di jantung sekitar daerah cedera iskemik. Aritmia jantung dan
kardiomiopati primer seperti yang disebabkan oleh alkohol, infeksi, hemakromatosis,
hipertiroidisme, toksisitas obat dan amiloidosis juga menyebabkan penurunan
kontraktilitas. Penurunan curah jantung mengakibatkan kekurangan perfusi pada
sirkulasi sistemik dan aktivasi sistem saraf simpatis dan sistem RAA, menyebabkan
peningkatan tahanan perifer dan peningkatan afterload.
3) Peningkatan afterload berarti terdapat peningkatan tahanan terhadap
ejeksi LV. Biasanya disebabkan oleh peningkatan tahanan vaskular perifer yang umum
terlihat pada hipertensi. Bisa juga diakibatkan oleh stenosis katup aorta. Ventrikel kiri
berespon terhadap peningkatan beban kerja ini dengan hipertrofi miokard, suatu
respon yang meningkatkan massa otot ventrikel kiri tetapi pada saat yang sama
meningkatkan kebutuhan perfusi koroner pada ventrikel kiri. Suatu keadaan kelaparan
energi tercipta sehingga berpadu dengan ANG II dan respons neuroendokrinlain,
menyebabkan perubahan buruk dalam miosit, seperti semakin sedikitnya mitokondria
untuk produksi energi, perubahan ekspresi gen dengan produksi protein kontraktil yang
abnormal (aktin, miosin, dan tropomiosin), fibrosis interstisial, dan penurunan daya
tahan hidup miosit. Dengan berjalannya waktu, kontraktilitas mulai menurun
dengan penurunan curah jantung dan fraksi ejeksi, peningkatan LVEDV, dan
kongesti paru.
4) Peningkatan preload berarti peningkatan LVEDV, yang dapat disebabkan langsung oleh
kelebihan volume intravaskular sama seperti yang terlihat pada infus cairan intra vena
atau gagal ginjal. Selain itu, penurunan fraksi ejeksi yang disebabkan oleh perubahan
kontraktilitas atau afterload menyebabkan peningkatan LVEDV sehingga meningkatkan
preload. Pada saat LVEDV meningkat, ia akan meregangkan jantung, menjadikan
sarkomer berada pada posisi mekanis yang tidak menguntungkan sehingga terjadi
penurunan kontraktilitas. Penurunan kontraktilitas ini yang menyebabkan penurunan
fraksi ejeksi, menyebabkan peningkatan LVEDV yang lebih lanjut, sehingga
menciptakan lingkaran setan perburukan Congestive Heart Failure (CHF).
5) Pasien dapat memasuki lingkaran penurunan kontraktilitas, peningkatan afterload,dan
peningkatan preload akibat berbagai macam alasan (mis., infark miokard [MI],
hipertensi, kelebihan cairan) dan kemudian akhimya mengalami semua keadaan
hemodinamik dan neuro-hormonal. CHF sebagai sebuah mekanisme yang menuju
mekanisme lainnya.
6) Disfungsi ventrikel kiri diastolic
7) Penyebab dari 90% kasus
8) Didefinisikan sebagai kondisi dengan temuan klasik gagal kongestif dengan fungsi
diastolik abnormal tetapi fungsi sistolik normal; disfungsi diastolik mumi akan dicirikan
dengan tahanan terhadap pengisian ventrikel dengan peningkatan LVEDP tanpa
peningkatan LVEDV atau penurunan curah jantung.
9) Tahanan terhadap pengisian ventrikel kiri terjadi akibat relaksasi abnormal (lusitropik)
ventrikel kiri dan dapat disebabkan oleh setiap kondisi yang membuat kaku miokard
ventrikel seperti penyakit jantung iskemik yang menyebabkan jaringan parut,
hipertensi yang mengakibatkan kardiomiopati hipertrofi, kardiomiopati restriktif,
penyakit katup atau penyakit perikardium.
10) Peningkatan denyut jantung menyebabkan waktu pengisian diastolik menjadi
berkurang dan memperberat gejala disfungsi diastolik. Oleh karena itu, intoleransi
terhadap olahraga sudah menjadi umum.
11) Karena penanganan biasanya memerlukan perubahan komplians miokard yang
sesungguhnya, efektivitas obat yang kini tersedia masih sangat terbatas.
Penatalaksanaan terkini paling berhasil dengan penyekat beta yang meningkatkan fungsi
lusitropik, menurunkan denyut jantung, dan mengatasi gejala. Inhibitor ACE dapat
membantu memperbaiki hipertrofi dan membantu perubahan struktural di tingkat
jaringan pada pasien dengan remodeling iskemik atau hipertensi.
Sumber : (Elizabeth, 2009)
E. Pathway
F. Klasifikasi
Pada Guidelines Heart Failure yang dikeluarkan oleh Heart Failure Society of
America tahun 2010 maka klasifikasi CHF dari New York Heart Association (NYHA)
masih tetap digunakan dengan ditambahkan beberapa kelas baru , yaitu :
Klasifikasi CHF menurut NYHA
Kelas Definisi Istilah
I Pasien dengan kelainan jantung tetapi tanpa Disfungsi ventrikel
pembatasan aktivitas fisik kiri asimptomatik
II Pasien dengan kelainan jantung yang Gagal jantung
mengakibatkan sedikit pembatasan fisik namun ringan
hasil dari aktivitas tersebut mengakibatkan
kelelahan, pakpitasi dan dyspneu
III a. Pasien dengan kelainan jantung yang Gagal jantung
menyebabkan pembatasan aktivitas fisik, sedang
nyaman saat istirahat namun pada saat
melalukan aktivitas sehari-hari menyebabkan
kelelahan, palpitasi dan dyspnea
b. Mengalami keterbatasan aktivitas fisik. Nyaman
saat istirahat namun pada saat penggunaan
teenaga minimal dapat menyebabkan palpitasi,
kelelahan dan dyspneu
IV Pasien dengan kelainan jantung yang segala bentuk Gagal jantung berat
aktivitas fisiknya akan menyebabkan dyspneu,
palpitasi atau kelelahan

Klasifikasi Derajat Gagal Jantung berdasarkan American


College of Cardiology dan American Heart Association.

Tahapan Gagal Jantung berdasarkan ACC/AHA


Tahapan Gagal Jantung berdasarkan ACC/AHA
(Derajat Gagal Jantung berdasarkan struktur dan kerusakan otot
jantung)
Tahap A Risiko tinggi berkembang menjadi gagal jantung,
tidak ada dijumpai abnormalitas struktural dan
fungsional, tidak ada tanda atau gejala.
Tahap B Berkembangnya kelainan struktural jantung yang
berhubungan erat dengan perkembangan gagal
jantung, tetapi tanpa gejala atau tanda.
Tahap C Gagal jantung simptomatik berhubungan dengan
kelainan struktural jantung.
Tahap D Kelainan struktural jantung yang berat dan ditandai
adanya gejala gagal jantung saat istirahat meskipun
dengan terapi yang maksimal.

Gagal jantung secara umum juga dapat diklasifikasikan menjadi gagal jantung akut
dan gagal jantung kronik.
1) Gagal jantung akut, didefinisikan sebagai serangan cepat dari gejala atau tanda akibat
fungsi jantung yang abnormal. Dapat terjadi dengan atau tanpa adanya penyakit
jantung sebelumnya. Disfungsi jantung dapat berupa disfungsi sistolik atau disfungsi
diastolik. Irama jantung yang abnormal, atau ketidakseimbangan preload dan afterload
dan memerlukan pengobatan segera. Gagal jantung akut dapat berupa serangan baru
tanpa ada kelainan jantung sebelumnya atau dekompensasi akut dari gagal jantung
kronis.
2) Gagal jantung kronik, didefinisikan sebagai sindrom klinik yang kompleks yang
disertai keluhan gagal jantung berupa sesak nafas, lelah, baik dalam keadaan istirahat
atau aktivitas, edema serta tanda objektif adanya disfungsi jantung dalam keadaan
istirahat.

G. Penatalaksanaan Medis
Menurut Elizabeth (2009) Penatalaksanaan CHF,yaitu :
1) Penggunaan penyekat beta dan penghambat enzim pengubah angiotensin ( inhibitor
ACE ) sebagai terapi yang paling efektif untuk CHF kecuali ada kontraindikasi
khusus. Inhibitor ACE menurunkan afterload (TPR) dan volume plasma ( preload ).
Penyekat reseptor angiotensin dapat digunakan sebagai inhibitor ACE.
2) Diberikan diuretik untuk menurunkan volume plasma sehingga aliran balik vena
dan peregangan serabut otot jantung berkurang.
3) Terapi oksigen mungkin digunakan untuk mengurangi kebutuhan jantung.
4) Nitrat mungkin diberikan untuk mengurangi after load dan preload.
5) Uji coba nitric oxide boosting drug (BiDil) .
6) Penyekat aldosteron ( epleronon ) telah terbukti mengobati gagal jantung kongestif
setelah serangan jantung.
7) Digoksin (digitalis) mungkin diberikan untuk meningkatkankontraktilitas. Digoksin
bekerja secara langsung pada serabut otot jantung untuk meningkatkan kekuatan
setiap kontraksi tanpa bergantung panjang serabut otot. Hal ini akan menyebabkan
peningkatan curah jantung sehingga volume dan peregangan ruang ventrikel
berkurang. Saat ini digitalis lebih jarang digunakan untuk mengatasi CHF
dibandingkan masa sebelumnya.
Menurut HFSA (2010) Penatalaksanaan CHF, yaitu :
1) Diet dan asupan cairan
a) Instruksi diet mengenai asupan natrium disarankan pada semua pasien dengan
CHF. Pasien dengan CHF dan diabetes, dislipidemia, atau obesitas berat harus
diberi instruksi diet khusus.
b) diet pembatasan sodium (2-3 g sehari) disarankan untuk pasien dengan sindrom
klinis CHF dan fraksi ejeksi ventrikel kiri menetap (LVEF). Pembatasan lebih
lanjut
c) (2 g sehari) dapat dipertimbangkan dalam moderat untuk CHF berat.
d) Pembatasan asupan cairan harian kurang dari 2 L/hari, dianjurkan pada pasien
dengan hiponatremia (serum sodium 130 mEq / L) dan harus dipertimbangkan
untuk semua pasien yang menunjukkan retensi cairan yang sulit untuk
mengontrol meskipun dosis tinggi diuretik dan pembatasan sodium telah
diberikan.
2) Non Farmakologis
a) CHF Kronik
1) Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan
konsumsi oksigen melalui istirahat atau pembatasan aktivitas.
2) Diet pembatasan natrium
3) Menghentikan obat-obatan yang memperparah seperti NSAIDs karena efek
prostaglandin pada ginjal menyebabkan retensi air dan natrium
4) Membatasan cairan (kurang lebih 1200-1500 cc/hari)
5) Olah raga secara teratur
b) CHF Akut
1) Oksigenasi (ventilasi mekanik)
2) Pembatasan cairan
3) Farmakologis
Untuk mengurangi afterload dan preload
a) First line drugs ; diuretic
Mengurangi afterload pada disfungsi sistolik dan mengurangi kongesti
pulmonal pada disfungsi diastolic, seperti :.thiazide diuretics untuk CHF
sedang, loop diuretic, metolazon (kombinasi dari loop diuretic untuk
meningkatkan pengeluaran cairan), Kalium-Sparing diuretic
b) Second Line drugs; ACE inhibitor
Membantu meningkatkan COP dan menurunkan kerja jantung., seperti :
(1) Digoxin; meningkatkan kontraktilitas. Obat ini tidak digunakan untuk
kegagalan diastolic yang mana dibutuhkan pengembangan ventrikel
untuk relaksasi
(2) H idralazin; menurunkan afterload pada disfungsi sistolik.
(3) Isobarbide dinitrat; mengurangi preload dan afterload untuk disfungsi
sistolik, hindari vasodilator pada disfungsi sistolik.
(4) Calsium Channel Blocker; untuk kegagalan diastolic, meningkatkan
relaksasi dan pengisian dan pengisian ventrikel (jangan dipakai pada
CHF kronik).
(5) Blocker; sering dikontraindikasikan karena menekan respon miokard.
Digunakan pada disfungsi diastolic untuk mengurangi HR, mencegah
iskemi miocard, menurunkan TD, hipertrofi ventrikel kiri.

H. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


a. Pengkajian
Pengkajian pada pasien CHF ditujukan sebagai pengumpulan data dan
informasi terkini mengenai status pasien dengan pengkajian system
kardiovaskuler sebagai prioritas pengkajian. Pengkajian sistematis pada pasien
mencakup riwayat khususnya yang berhubungan dengan nyeri dada, sulit
bernafas, palpitasi, riwayat pingsan, atau keringat dingin ( diaphoresis). Masing-
masing gejala harus dievaluasi waktu dan durasinya serta factor pencetusnya.
1. Pengkajian Primer
a. Airway
- Terdapat sekret di jalan napas (sumbatan jalan napas)
- Bunyi napas ronchi
b. Breathing
- Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung
- Menggunakan otot-otot asesoris pernapasan, pernafasan cuping hidung
- Kesulitan bernapas ; lapar udara, diaporesis, dan sianosis
- Pernafasan cepat dan dangkal
c. Circulation
- Nadi lemah , tidak teratur
- Takikardi
- TD meningkat / menurun
- Akral dingin
- Adanya sianosis perifer
d. Dissability
Pada kondisi yang berat dapat terjadi asidosis metabolic sehingga
menyebabkan penurunan kesadaran
e. Exposure
Terjadi peningkatan suhu
2. Pengkajian Sekunder
1) Anamnesa
a) Keluhan Utama
Keluhan utama pada CHF sehingga pasien mencari bantuan atau
pertolongan antara lain :
(1) Dyspneu
Merupakan manifestasi kongesti pulmonalis sekunder akibat kegagalan
ventrikel kiri dalam melakukan kontraktilitas sehingga mengakibatkan
pengurangan curah sekuncup. Pada peningkatan LVDEP terjadi pula
peningkatan tekanan atrium kiri (LAP) dan masuk kedalam anyaman
vascular paru. Jika tekanan hidrostatik dari anyaman kapiler paru
melebihi tekanan onkotik vascular , maka akan terjadi transudasi cairan
kedalam intersistial. Dimana cairan masuk kedalam alveoli dan
terjadilah edema paru atau efusi pleura.
(1) Kelemahan fisik
Merupakan manifestasi utama pada penurunan curah jantung
sebagai akibat metabolism yang tidak adekuat sehingga
mengakibatkan deficit energy.
(2) Edema sistemik
Tekanan paru yang meningkat sebagai respon terhadap
peningkatan tekanan vena paru. Hipertensi pulmonal
meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel kanan sehingga
terjadi kongesti sistemik dan edema sistemik.
(3) Tekanan darah dan Nadi
Tekanan darah sistolik dapat normal atau tinggi pada HF ringan,
namun biasanya berkurang pada HF berat, karena adanya
disfungsi LV berat. Tekanan nadi dapat berkurang atau
menghilang, menandakan adanya penurunan stroke volume. Sinus
takikardi merupakan tanda nonspesifik disebabkan oleh
peningkatan aktivitas adrenergik. Vasokonstriksi perifer
menyebabkan dinginnya ekstremitas bagian perifer dan sianosis
pada bibir dan kuku juga disebabkan oleh aktivitas adrenergik
berlebih. Pernapasan Cheyne-Stokes disebabkan oleh
berkurangnya sensitivitas pada pusat respirasi terhadap tekanan
PCO2. Terdapat fase apneu, dimana terjadi pada saat penurunan
PO2 arterial dan PCO2 arterial meningkat. Hal ini merubah
komposisi gas darah arterial dan memicu depresi pusat
pernapasan, mengakibatkan hiperventilasi dan hipokapnia, diikuti
rekurensi fase apnea. Pernapasan Cheyne-Stokes dapat dipersepsi
oleh keluarga pasien sebagai sesak napas parah (berat) atau napas
berhenti sementara.
(4) Jugular Vein Pressure
Pemeriksaan vena jugularis memberikan informasi mengenai
tekanan atrium kanan. Tekanan vena jugularis paling baik dinilai
jika pasien berbaring dengan kepala membentuk sudut 300.
Tekanan vena jugularis dinilai dalam satuan cm H2O (normalnya
5-2 cm) dengan memperkirakan jarak vena jugularis dari bidang
diatas sudut sternal. Pada HF stadium dini, tekanan vena jugularis
dapat normal pada waktu istirahat namun dapat meningkat secara
abnormal seiring dengan peningkatan tekanan abdomen
(abdominojugular reflux positif). Gelombang v besar
mengindikasikan keberadaan regurgitasi trikuspid.
(5) Ictus cordis
Pemeriksaan pada jantung, walaupun esensial, seringkali tidak
memberikan informasi yang berguna mengenai tingkat keparahan.
Jika kardiomegali ditemukan, maka apex cordis biasanya berubah
lokasi dibawah ICS V (interkostal V) dan/atau sebelah lateral dari
midclavicular line, dan denyut dapat dipalpasi hingga 2 interkosta
dari apex.
(6) Suara jantung tambahan
Pada beberapa pasien suara jantung ketiga (S3) dapat terdengar
dan dipalpasi pada apex. Pasien dengan pembesaran atau
hypertrophy ventrikel kanan dapat memiliki denyut Parasternal
yang berkepanjanga meluas hingga systole.
S3 (atau prodiastolic gallop) paling sering ditemukan pada pasien
dengan volume overload yang juga mengalami takikardi dan
takipneu, dan seringkali menandakan gangguan hemodinamika.
Suara jantung keempat (S4) bukan indicator spesifik namun biasa
ditemukan pada pasien dengan disfungsi diastolic. Bising pada
regurgitasi mitral dan tricuspid biasa ditemukan pada pasien.
(7) Pemeriksaan paru
Ronchi pulmoner (rales atau krepitasi) merupakan akibat dari
transudasi cairan dari ruang intravaskuler kedalam alveoli. Pada
pasien dengan edema pulmoner, rales dapat terdengar jelas pada
kedua lapangan paru dan dapat pula diikuti dengan wheezing
pada ekspirasi (cardiac asthma). Jika ditemukan pada pasien yang
tidak memiliki penyakit paru sebelumnya, rales tersebut spesifik
untuk CHF. Perlu diketahui bahwa rales seringkali tidak
ditemukan pada pasien dengan CHF kronis, bahkan dengan
tekanan pengisian ventrikel kiri yang meningkat, hal ini
disebabkan adanya peningkatan drainase limfatik dari cairan
alveolar. Efusi pleura terjadi karena adanya peningkatan tekanan
kapiler pleura dan mengakibatkan transudasi cairan kedalam
rongga pleura. Karena vena pleura mengalir ke vena sistemik dan
pulmoner, efusi pleura paling sering terjadi dengan kegagalan
biventrikuler. Walaupun pada efusi pleura seringkali bilateral,
namun pada efusi pleura unilateral yang sering terkena adalah
rongga pleura kanan.
(8) Pemeriksaan hepar dan hepatojugular reflux.
Hepatomegali merupakan tanda penting pada pasien CHF. Jika
ditemukan, pembesaran hati biasanya nyeri pada perabaan dan
dapat berdenyut selama systole jika regurgitasi trikuspida terjadi.
Ascites sebagai tanda lanjut, terjadi sebagai konsekuensi
peningkatan tekanan pada vena hepatica dan drainase vena pada
peritoneum. Jaundice, juga merupakan tanda lanjut pada CHF,
diakibatkan dari gangguan fungsi hepatic akibat kongesti hepatic
dan hypoxia hepatoseluler, dan terkait dengan peningkatan
bilirubin direct dan indirect.
(9) Edema tungkai
Edema perifer merupakan manifestasi Cardinal pada CHF, namun
namun tidak spesifik dan biasanya tidak ditemukan pada pasien
yang diterapi dengan diuretic. Edema perifer biasanya sistemik
dan dependen pada CHF dan terjadi terutama pada daerah
Achilles dan pretibial pada pasien yang mampu berjalan. Pada
pasien yang melakukan tirah baring, edema dapat ditemukan pada
daerah sacral (edema presacral) dan skrotum. Edema
berkepanjangan dapat menyebabkan indurasi dan pigmentasi ada
kulit.
(10) Cardiac Cachexia
Pada kasus HF kronis yang berat, dapat ditandai dengan
penurunan berat badan dan cachexia yang bermakna. Walaupun
mekanisme dari cachexia pada HF tidak diketahui, sepertinya
melibatkan banyak faktor dan termasuk peningkatan resting
metabolic rate; anorexia, nausea, dan muntah akibat
hepatomegali kongestif dan perasaan penuh pada perut;
peningkatan konsentrasi sitokin yang bersirkulasi seperti TNF,
dan gangguan absorbsi intestinal akibat kongesti pada vena di
usus. Jika ditemukan, cachexia menandakan prognosis
keseluruhan yang buruk.
b) Riwayat keluhan sekarang
Akan didapatkan gejala kongesti vascular pulmonal seperti
dyspnea, ortopnea, diypnea nocturnal paroksimal, batuk dan edema
pulmonal akut. Pengkajian mengenai dyspne dikarakteristikkan pada
pernafasan cepat dan dangkal.
(1) Orthopnea
Ketidakmampuan bernafas ketika berbaring dikarenakan ekspansi
paru yang tidak adekuat
(2) Dyspnea Nokturnal paraksimal
Terjadinya sesak nafas atau nafas pendek pada malam hari yang
disebabkan perpindahan cairan dari jaringan kedalam
kompartemen intravascular.
(3) Batuk
Merupakan gejala kongesti vascular pulmonal.
Dapat produktif dan kering serta pendek.
(4) Edema pulmonal
Terjadi bila tekanan kapiler pulmonal melebihi tekanan dalam
vascular (30 mmHg). Terjadi tranduksi cairan kedalam alveoli
sehingga transport normal oksigen ke seluruh tubuh terganggu.
c) Riwayat Penaykait Dahulu
Apakah pasien pernah mengalami nyeri dada akibat Infark Moikard
akut, hipertensi, DM. Konsumsi obat yang diguakan dan alergi terhadap
makanan atau obat
1) Pemeriksaan fisik
2. Keadaan umum Didapakan kesadaran baik dan akan berubah
sesuai tingkat gangguan yang melibatkan perfusi system saraf
pusat
3. Pemeriksaan system
(1) Breathing (B1), mencari tanda dan gejala kongesti vascular
pulmonal seperti dyspnea, orthopnea, dyspnea nocturnal
paraksimal, batuk dan edema paru. Crakcles atau ronchi basah
dapat ditemukan pada posterior paru. Yang dikenali sebagai
kegagalan ventrikel kiri.
(2) Bleeding (B2)
(a) Inspeksi : adanya parut pasca bedah jantung, distensi vena
jugularis (gagal kompensasi ventrikel kanan), edema
(ekstermitas bawah), asites, anoreksia, mual, nokturia serta
kelemahan.
(b) Palpasi : perubahan nadi (cepat dan lemah) sebagai
manifestasi dari penurunan catdiac output dan vasokontriksi
perifer. Apahak ada pulsus alternans (perubahan kekuatan
denyut arteri) menunjukkan gangguan fungsi mekanis yang
berat.
(c) Auskultasi ; penurunan tekanan darah,
mendengarkan bunyi jantung 3 (S3) serta
crackles pada paru-paru. S3 atau gallop adalah tanda
penting dari gagal ventrikel kiri.
(d) Perkusi; mencari batas jantung sebagai penanda terjadinya
kardiomegali.
(3) Brain (B3), Kesadaran compos mentis namun dapat menurun
seiring perjalan atau kegawatan penyakitnya
(4) Bladder (B4), Mengukur haluaran urine yang dihubungkan pada
asupan cairan dan fungsi ginjal.
(5) Bowel (B5), didapatkan konstipasi, mual, muntah, anoreksi, nafsu
makan menurun atau terjadinya penurunan atau perubahan berat
badan
(6) Bone (B6), kulit dingin, mudah lelah sebagai akibat penurunan
curah jantung dan menghambat jaringan dari sirkulasi normal.
2) Pemeriksaan diagnostic
a) EKG; mengetahui hipertrofi atrial atau ventrikuler,
penyimpanan aksis, iskemia dan kerusakan pola, adanya sinus
takikardi, iskemi, infark/fibrilasi atrium, ventrikel hipertrofi,
disfungsi pentyakit katub jantung.
b) Echocardiography ; Mencari kelaianan katup, memperkirakan
ukuran dan fungsi ventrikel kiri serta memperkirakan kapasitas
freksi ejeksi
c) Rontgen dada ; Menunjukkan pembesaran jantung. Bayangan
mencerminkan dilatasi atau hipertrofi bilik atau perubahan
dalam pembuluh darah atau peningkatan tekanan pulnonal.
d) Scan Jantung; Tindakan penyuntikan fraksi dan
memperkirakan gerakan jantung.
e) Kateterisasi jantung; Tekanan abnormal menunjukkan indikasi
dan membantu membedakan gagal jantung sisi kanan dan kiri,
stenosis katub atau insufisiensi serta mengkaji potensi arteri
koroner.
f) Elektrolit; mungkin berubah karena perpindahan cairan atau
penurunan fungsi ginjal, terapi diuretic.
g) Oksimetri nadi; Saturasi Oksigen mungkin rendah terutama
jika CHF memperburuk PPOM.
h) AGD; Gagal ventrikel kiri ditandai alkalosis respiratorik
ringan atau hipoksemia dengan peningkatan tekanan
karbondioksida.
i) Enzim jantung; meningkat bila terjadi kerusakan jaringan-
jaringan jantung,missal infark miokard (Kreatinin
fosfokinase/CPK, isoenzim CPK dan Dehidrogenase
Laktat/LDH, isoenzim LDH).
b. Diagnosa Keperawatan
1) Penurunan cardiac output berhubungan dengan penurunan kontraktilitas
ventrikel kiri, perubahan frekuensi, irama dan konduksi elektrikal.
2) Nyeri dada berhubungan dengan penurunan suplai darah ke miokardium,
perubahan metabolism dan peningkatan prosuksi asam laktat
3) Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perembesan cairan ke
alveoli, kongesti paru sekunder, perbahan membrane kapiler alveoli dan
retensi cairan interstitial
4) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ekspansi paru tidak optimal
dan kelebihan cairan pada paru-paru.
5) Gangguan perfusi perifer berhubungan dengan penurunan curah jantung.
6) Penurunan tingkat kesadaran berhubungan dengan penurunan suplai darah
ke atak.
7) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan perfusi organ.
8) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
oksigen ke jaringan dengan kebutuhan sekunder penurunan curah jantung.
9) Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
penurunan intake, mual muntah dan anoreksia.
10) Insomnia berhubungan dengan batuk dan sesak nafas
11) Cemas berhubungan dengan rasa takut akan kematian, penurunan status
kesehatan, situasi krisis dan ancaman
c. Rencana Asuhan Keperawatan
Dx Diagnosa Keperawatan Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
1. Penurunan curah jantung Setelah di berikan tindakan Cardiac Care (selama 31-41 menit)
b.d. Gangguan kontraksi keperawatan perawatan jantung 1. Evaluasi adanya nyeri dada (intensitas,lokasi, durasi)
selama 3x8 jam, pasien akan 2. Catat adanya disritmia jantung
menunjukan : 3. Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac output
a. Cardiac Pump effectiveness 4. Monitor status kardiovaskuler
b. Circulation Status 5. Monitor status pernapasan yang menandakan gagal
c. Vital Sign S tatus jantung
Dengan Kriteria Hasil: 6. Monitor abdomen sebagai indicator penurunan perfusi
a. Tanda Vital dalam rentang 7. Monitor adanya perubahan tekanan daraMonitor
(Tekanan darah 110/80 -130/80 responpengobatan antiaritmia
mmHg, Nadi 60-100 x/mnt, 8. Atur periode latihan dan istirahat untuk menghindari
respirasi 18-23 x/mnt) kelelahan
Dapat mentoleransi aktivitas 9. Monitor balance cairan
10. Monitor toleransi aktivitas pasien
11. Monitor adanya dyspneu, fatigue, tekipneu dan ortopneu
12. Anjurkan untuk menurunkan stress

Vital Sign Monitoring


1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
2. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
3. Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
4. Auskultasi TD pada kedua lengan dan andingkan
5. Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah
aktivitas
6. Monitor kualitas dari nadi
7. Monitor adanya pulsus paradoksus dan pulsus alterans
8. Monitor jumlah dan irama jantung dan monitor bunyi
jantung
9. Monitor frekuensi dan irama pernapasan
10. Monitor suara paru, pola pernapasan abnormal
1
5

11. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit


12. Monitor sianosis perifer
13. Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi Yang
melebar, bradikardi,peningkatan sistolik Identifikasi
penyebab dari perubahan vital sign
2. Nyeri akut b.d. Setelah di berikan tindakan Manajemen nyeri (selama lebih dari 1 jam) :
Iskemia miokardium keperawatan manajemen nyeri 1. Lakukan pegkajian nyeri secara komprehensif termasuk
selama 3x8 jam, pasien akan lokasi,karakteristik,durasi,
menunjukan : 2. frekuensi, kualitas dan ontro p resipitasi.
a. Tingkat nyeri 3. Observasi reaksi nonverbal dari
b. Nyeri terkontrol ketidaknyamanan.
c. Tingkat kenyamanan 4. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
mengetahui pengalaman nyeri klien sebelumnya.
Dengan Kriteria Hasil : Kontrol lingkungan yang mempengaruhi nyeri
1. Mengontrol nyeri, dengan sepertisuhu ruangan,pencahayaan, ebisingan.
indikator : 5. Kurangi presipitasi nyeri. Pilih dan lakukan penanganan
2. Mengenal aktor-faktor nyeri (farmakologis/non farmakologis)
penyebab 6. Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi, distraksi
3. Mengenal onset nyeri dll) untuk mengatasi nyeri.
4. Tindakan pertolongan non 7. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.
farmakologi 8. Evaluasi tindakan pengurang nyeri/kontrol nyeri.
5. Menggunakan analgetik 9. Kolaborasi dengan dokter bila ada komplain tentang
6. Melaporkan gejala-gejala pemberian analgetik tidak berhasil.
nyeri 10. Monitor penerimaan klien tentang manajemennyeri
kepada tim kesehatan. Administrasi analgetik :.
7. Nyeri terkontrol 1. Cek program pemberian analogetik; jenis, dosis, dan
frekuensi.
Menunjukkan tingkat nyeri, dengan 2. Cek riwayat alergi..
indikator : Melaporkan nyeri 3. Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan dosis
a. Frekuensi nyeri (10 detik) optimal.
b. Lamanya episode nyeri 4. Monitor TTV sebelum dan sesudah pemberian analgetik.
c. Ekspresi nyeri; wajah 5. Berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri
d. Perubahan respirasi rate muncul.
e. Perubahan tekanan darah 6. Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala efek
Kehilangan nafsu makan samping
3. Pola nafas tidak efektif Setelah di berikan implementasi Manajemen jalan napas, 16-30 menit :
berhubunan dengan keperawatan Dalam waktu 3 x 8 jam 1. Monitor status pernafasan dan oksigenasi
ekspansi paru tidak optimal tidak terjadi perbahan pola nafas 2. Posisikan pasien untuk meringankan sesak nafas
dan kelebihan cairan pada a. Respiratory status : Ventilation Terapi oksigen, 15 menit atau kurang
paru-paru b. Respiratory status : Airway 1. Kolaborasi pemberian oksigen :
patency Respiratory monitoring:
c. Vital sign Status 1. monitor rata-rata irama, kedalaman dan usaha untuk
Kriteria hasil: bernafas.
a. Menunjukkan pola nafas yang 2. Catat gerakan dada, lihat kesimetrisan, penggunaan otot
efektif tanpa adanya sesak nafas Bantu dan retraksi dinding dada.
Tanda Tanda vital dalam rentang 3. Monitor suara nafas
normal (tekanan darah, nadi, 4. Monitor kelemahan otot diafragma
pernafasan) 5. Catat omset, karakteristik dan durasi batuk Catat hasil foto
rontgen
4. Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan tindakan Airway Management
b.d perubahan membran keperawatan selama 3 x 8 jam 1. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust
alveoli kapiler pertukaran gas pasien efektif bila perlu
dengan : 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
a. Respiratory Status : 3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas
Gas exchange buatan
b. Respiratory Status : 4. Pasang mayo bila perlu
ventilation 5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
c. Vital Sign Status kriteria 6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
hasil: 7. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
 Mendemonstrasikan 8. Lakukan suction pada mayo
peningkatan ventilasi dan 9. Berika bronkodilator bial perlu
oksigenasi yang adekuat 10. Barikan pelembab udara
 Mendemonstrasikan batuk 11. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
 efektif dan suara nafas yang 12. Monitor respirasi dan status O2
1
7

bersih, tidak ada sianosis Respiratory Monitoring


dan dyspnea (mampu 1. Monitor rata - rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi
mengeluarkan sputum, 2. Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan
mampu bernafas dengan otot tambahan, retraksi otot supraclavicular dan intercostal
mudah, tidak ada pursed 3. Monitor suara nafas, seperti dengkur
lips) 4. Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul,
 Tanda-tanda vital dalam hiperventilasi, cheyne stokes, biot
rentang: tekanan darah 5. Catat lokasi trakea
110/80 - 130/80 mmHg, 6. Monitor kelelahan otot diagfragma ( gerakan paradoksis )
Nadi 60-100 x/mnt, 7. Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak
pernapasan 18-20 x/mnt). adanya ventilasi dan suara tambahanTentukan kebutuhan
suction dengan mengauskultasi crakles dan ronkhi pada
jalan napas utama
8. Uskultasi suara paru setelah tindakan untuk mengetahui
hasilnya
Acid Base Managemen
1. Monitro IV line
2. Pertahankanjalan nafas paten
3. Monitor AGD, tingkat elektrolit
4. Monitor status hemodinamik(CVP, MAP, PAP)
5. Monitor adanya tanda tanda gagal nafas
6. Monitor pola respirasi
7. Lakukan terapi oksigen
8. Monitor status neurologi
9. Tingkatkan oral hygiene
5. Perfusi jaringan tidak efektif Setelah dilakukan tindakan Peripheral Sensation Management
b.d penurunan aliran darah keperawatan pada klien selama 3 x (Manajemen sensasi perifer)
sistemik 8 jam, klien dapat memiliki perfusi 1. Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap
jaringan yang efektif, status panas/dingin/tajam/tumpul
sirkulasi yang baik : 2. Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada
a. Circulation status lsi atau laserasi
b. Tissue Prefusion : cerebral 3. Gunakan sarun tangan untuk proteksi
kriteria hasil: 4. Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung
Menunjukkan perfusi jaringan 5. Kolaborasi pemberian analgeti
yang baik dengan 6. Diskusikan menganai penyebab perubahan sensasi
 tidak ada edema Circulatory care :
 Urin normal 1. Kaji secara komprehensif sensasi perifer (cek tekanan
 Tidak ada sesak nafas perifer, kapilary refil, warna dan suhu ekstremitas)
Tidak ada penggunaan otot bantu 2. Evaluasi edema dan tekanan perifer
pernafasan 3. Ubah posisi klien
4. Ajarkan kepada klien tentang cara mencegah stasis vena
6. Penurunan tingkat Dalam waktu 3 x 8 jam kesadaran 1. Kaji status mental secara periodic
kesadaran berhubungan tetap penuh dan CO adekuat 2. Observasi perubahan sensori dan tingkat kesadaran pasien
dengan penurunan suplai sebagai peningkatan perfusi yang menunjukkan penurunan perfusi otak (gelisah,
darah ke otak. jaringan otak bingung, apatis)
Kriteria hasil : 3. Anjurkan pasien mengurangi aktivitas
a. Pasien tidak mengeluh pusing 4. Catat adanya keluhan pusing
b. TD 110-120/ 70-90 mmHg 5. Pantau frekuensi dan irama jantung
c. Nadi 80-100 x/ menit
d. Tidak ada sesak, sianosis,
diaphoresis
e. Akral hangat
f. BJ tunggal kuat
g. Sinus rythme
h. Produksi urine > 30 cc/jam
GCS 15
7. Kelebihan volume cairan Dalam waktu 3 x 8 jam tidak terjadi 1. Kaji adanya edema ekstermitas
berhubungan dengan kelebihan volume cairan sistemik 2. Kaji TD secara periodic
penurunan perfusi organ. Kriteria hasil : 3. Kaji distensi vena jugularis
a. Pasien tidak sesak 4. Ukur intake dan output cairan
b. Jika ada oedema dapat 5. Kolaborasi :
c. berkurang a. Pemberian diet tanpa garam
d. Pitting edema negative b. Beri diuretic
Produksi urin > 600 cc/hari Pantau nilai elektrolit
1
9

8. Intoleransi aktivitas Dalam waktu 3x8 Jam. Pasien akan Perawatan Jantung : Rehabilitatif (Selama lebih dari 1 jam)
berhubungan dengan menunjukan toleransi terhadap 1. Monitor toleransi pasien terhadap aktivitas
ketidakseimbangan antara aktivitas dengan kriteria hasil : 2. Berikan dukungan yang realistik terhadap pasien dan
suplai oksigen ke jaringan a. Frekuensi pernapasan ketika keluarga
dengan kebutuhan sekunder beraktivitas tidak terganggu 3. Intruksikan pasien dan keluarga mengenai modifikasi
penurunan curah jantung. b. Tekanan darah sistolik ketika faktor risiko jantung (misalnya, menghentikan
beraktivitas tidak terganggu kebiasaan merokok, diet dan olahraga) sebagaimana
c. Tekanan darah diastolic ketika mestinya.
beraktivitas tidak terganggu 4. Instruksikan pasien mengenai perawatan diri pada saat
Kemudahan dalam melakukan mengalami nyeri dada (minum nitrogliserin sublingual
aktivitas hidup harian tidak setiap 5 menit selama 3 kali, jika nyeri dada belum
terganggu hilang, cari pelayanan medis gawat darurat).
5. Instruksikan pasien dan keluarga mengenai aturan
berolahraga, termaksud pemanasan, peregangan, dan
pendinginan sebagaimana mestinya
6. Instruksikan pasien dan keluarga untuk membatasi
mengangkat/mendorong barang (benda berat) dengan
cara yang tepat.
7. Instruksikan pasien dan kelarga mengenai
pertimbangan khusus terkait dengan aktivitas sehari-
hari (misalnya, pembatasan aktivitas dan meluangka
waktu istirahat), jika memang tepat.
8. Instruksikan pasien dan keluarga untuk melanjutkan
perawatan
9. Instruksikan pasien dan keluarga mengenai akses
pelayanan gawat darurat yang tersedia di
komunitasnya, sebagaimana mestinya.
9. Perubahan nutrisi : kurang Dalam waktu 3 x 8 jam status 1. Jelaskan manfaat nutrisi untuk kesehatan
dari kebutuhan tubuh nutrisi adekuat 2. Anjurkan pasien mengkonsumsi makanan yang
berhubungan dengan Kriteria hasil : disediakan RS
penurunan intake, mual a. Secara subjektif pasien 3. Sajikan makanan dalam keadaan hangat, kecil dan diet
muntah dan anoreksia. termotivasi untuk TKTPRG
meningkatkanasupan nutrisi 4. Libatkan keluarga dalam pemenuhan nutrisi pasien Beri
b.Porsi makan meningkat motivasi dan dukungan psikologis
Kolaborasi :
a. Dengan nutrient tentang pemenuhan gizi pasie
Pemberian multivitamin
10. Insomnia berhubungan Setelah dilakukan intervensi Peningkatan tidur:
dengan batuk dan sesak keperawatan selama 3x8 jam pasien 1. monitor dan catat pola tidur pasien dan jumlah jam tidur.
nafas akan menunjukan tidur dengan 2. Monitor tidur pasien dan catat kondisi fisik dan atau
criteria hasil pssikologis serta keadaan yang menganggu tidur.
a. Pola tidur tidak terganggu 3. Dorong penggunaan obat tidur yang tidak mengandung
b. Kualitas tidur tidak terganggu (zat) penekan tidur (REM).
c. Tidak ada kesulitan memulai tidur 4. Bantu pasien untuk membatasi jumlah tidur siang dengan
d. Tidur tak terputus menyediakan aktivitas untuk meningkatkan kondisi tergaja
yang tepat.
d. Implementasi Asuhan Keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan tahap keempat proses
keperawatan yang dimulai setelah perawat menyusun rencana
keperawatan (Potter & Perry, 2013). Pada tahap ini perawat
akan mengimplementasikan intervensiyang telah direncanakan
berdasarkan hasil pengkajian dan penegakkan diagnosis yang
diharapkan dapat mencapai tujuan dan hasil sesuai yang
diinginkan untuk mendukung dan meningkatkan status
kesehatan klien.
Penerapan implementasi keperawatan yang dilakukan
perawat harus berdasarkan intervensi berbasis bukti atau telah
ada penelitian yang dilakukan terkait intervensi tersebut. Hai ini
dilakukan agar menjamin bahwa intervensi yang diberikan aman
dan efektif (Miller, 2012). Dalam tahap implementasi perawat
juga harus kritis dalam menilai dan mengevaluasi respon pasien
terhadap pengimplementasian intervensi yang diberikan.

e. Evaluasi Keperawatan
Hasil yang diharapkan pada proses perawatan pasien
dengan CHF
1) Tidak terjadi kegawatan sebagai akibat penurunan curah
jantung
2) Pasien terbebas dari nyeri
3) Terpenuhinya aktivitas sehari-hari
4) Menunjukkan peningkatan curah jantung
(a) TTV dalam batas normal
(b) Terhindar dari resiko penurunan perfusi perifer
(c) Tidak terjadi kelebihan volume cairan
(d) Tidak sesak
(e) Edema ekstermitas tidak terjadi
(f) Menunjukkan penurunan kecemasan
(g) Memahami penyakitnya dan tujuan perawatan
(h) Mematuhi semua aturan medis
(i) Mengetahui kapan harus meminta bantuan jika episode
nyeri atau kegawatan muncul
(j) Memahami cara mencegah komplikasi dan menunjukkan
tanda-tanda bebas komplikasi
(k) Mampu menjelaskan terjadinya gagal jantung
(l) Mematuhi dan melaksanakan perawatan diri
DAFTAR PUSTAKA

Ardiansyah, M. 2012.”Medikal bedah Untuk Mahasiswa” Diva Press.


Yogyakarta
Heart Failure society of America (HFSA). 2010. Comprehensive Heart Failure
practice Guidelin.. Jurnal Of Cardiac Failure Vol.16. No.6 2010.
Kemenkes. 2011. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2011.
Muttaqin, Arif. 2012. Asuhan Keperawatan Kasus Kardiovaskular. Jakarta:
Salemba Medika
Padila. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha
Medika Rubenstein dkk, 2007. Lecture Notes : Kedokteran Klinis.
Jakarta: Penerbit Erlangga; 389-391.
RISKESDAS. (2013). Riset Kesehatan Dasar, 88.
Suryadipraja, mahendra. 2014. Analisis kasus congestive heart failure di daerah
perkotaan di rumah sakit DR. Cipto Mangunkusumo.
Tontora GJ of anatomy and physiology. Edisi ke 12. Hoboken NJ: John Wiley;
2012
Udjianti, Wajan J. 2011. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba medika
Wijaya, A.S. dan Putri, Y.M. 2013. KMB 1 (Keperawatan Medikal Bedah).
Nuha Medika. Yogyakarta.
Wilkinson, Judith M. & Ahern Nancy R. (2011). Buku Saku Diagnosis
Keperawatan : diagnose NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC.
Edisi 9. Alih Bahasa : Esty Wahyuningsih, Editor Bahasa Indonesia :
Dwi Widiarti. EGC, Jakarta
Ziaeian, Boback and Gregg C. Fonarow. (2016). Epidemiology and etiology of
Heart Failure. Nat Publ Gr. 1-11.
http://dx.doi.org/10.1038/nrcardio.2016. Diakses tanggal 22/12/2021

Anda mungkin juga menyukai