5
c. Spondilolistesis d. Tumor di anterior sacrococcygeal Faktor Janin
(Passenger) Faktor janin yang dapat menyebabkan CPD absolut adalah
sebagai berikut: a. Makrosomia (berat janin >4.000 gram) b. Hidrosefalus
Cephalopelvic Disproportion Relatif Cephalopelvic disproportion relatif terjadi
akibat kelainan letak, posisi, atau defleksi kepala janin sehingga kepala tidak
dapat melewati panggul dan mempersulit persalinan per vaginam. Pada
beberapa literatur, beberapa penyebab CPD relatif dikelompokkan tersendiri
sebagai malpresentasi. Faktor janin yang menyebabkan CPD relatif adalah
sebagai berikut: a. Kepala janin tidak fleksi sempurna (defleksi) b. Presentasi
occiput-posterior c. Presentasi face-brow d. Ketidakmampuan kepala janin
untuk terkompresi (mold)/ molase menyesuaikan ukuran dan bentuk pintu
pelvis dikarenakan adanya suatu sindrom/ kelainan kongenital atau karena
proses osifikasi tulang. D. Faktor Risiko Faktor risiko yang berhubungan
dengan CPD antara lain usia ibu yang muda, tinggi badan yang rendah, tipe
pelvis tertentu, malnutrisi kronis pada ibu sebelum hamil, obesitas, diabetes
gestasional, riwayat terapi fertilitas, polihidramnion, riwayat SC sebelumnya,
dan usia kehamilan >41 minggu (Tsvieli, Sergienko, & Sheiner, 2012). 1. Usia
Risiko CPD meningkat pada ibu hamil usia muda dan usia remaja pada usia
<20 tahun. Penelitian di Romania dalam kurun waktu 2007-2014 menunjukkan
bahwa CPD sangat umum ditemukan pada ibu hamil berusia remaja. Pada usia
remaja, ukuran dan bentuk panggul belum berkembang secara sempurna
(Socolov et al., 2017). 2. Tinggi Badan Tinggi badan ibu yang ≤145 cm
menandakan ukuran panggul yang lebih sempit sehingga meningkatkan risiko
terjadinya CPD. Penelitian di Thailand dan Indonesia juga menunjukkan bahwa
ibu dengan tinggi badan ≤145 cm lebih berisiko mengalami CPD dan
meningkatkan angka persalinan dengan sectio caesarea (Sihombing, Saptarini,
& Putri, 2017; Toh-Adam, Srisupundit, & Tongsong, 2012). Tinggi badan ibu
hamil dapat memberikan gambaran ukuran panggul. Ibu hamil di
negaranegara Asia Tenggara mayoritas lebih pendek dibandingkan ibu hamil
di negara barat. Walaupun ukuran janinnya lebih kecil, namun ibu hamil
dengan tinggi badan ≤145 cm tetap memiliki risiko lebih tinggi dalam
mengalami partus macet (obstructed labor). Pada penelitian lain, angka
prevalensi cephalopelvic disproportion pada kelompok ibu dengan tinggi
badan ≤145 cm adalah sebesar 16,3% dengan odds ratio 2,4, sedangkan
angka prevalensi keseluruhan SC adalah 8,1% (Sihombing et al., 2017). 3. Tipe
Pelvis Tipe pelvis android dan platipeloid memiliki risiko yang lebih tinggi
mengalami CPD. Tipe pelvis ginekoid dan antropoid yang dapat ditemukan
pada 75% perempuan merupakan bentuk pelvis yang mempermudah proses
persalinan per vaginam (Sihombing et al., 2017). E. Patofisiologi Cephalopelvic
disproportion (CPD) adalah disproporsi antara ukuran janin dan ukuran pelvis,
yakni ukuran pelvis tertentu tidak cukup besar untuk mengakomodasi
keluarnya janin tertentu melalui pelvis sampai terjadi kelahiran pervagina. Dari
sini perlu dilakukan
pembedahan yang biasa disebut dengan setio caesaria. Sectio caesaria adalah
pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka perut dan dinding
uterus atau vagina atau suatu histerektomi untuk melahirkan janin dari dalam
rahim. Dari sini klien mengalami adaptasi fisiologi dan psikologi (Pahlavi, Sari,
& Ramkita, 2017). Pada adaptasi fisiologi seperti terputusnya kontiunitas yang
dapat menyebabkan nyeri. Komplikasi, pendarahan, dan volume darah
menurun dapat menyebabkan resti kurang volume cairan serta jalan masuk
organisme dapat menyebabkan resti infeksi serta Hb turun, O2 dan nutrisi ke
sel berkurang dapat menyebabkan intoleransi aktivitas, efek anestesi
menyebabkan peristaltik usus menurun serta apabila belum flaktus tidak
boleh makan minum akibatnya pemenuhan nutrisi bertahap dapat
menyebabkan terjadinya perubahan pola makan yang akan menyebabkan
munculnya konstipasi. Penurunan hormon estrogen dan progesteron dapat
menyebabkan multimulasi hipofisis anterior dan posterior menimbulkan
sekresi prolaktin yang menimbukan laktasi yang menyebabkan pengeluaran
ASI tidak lancar yang dapat menimbulkan pembengkakan payudara (Pahlavi
et al., 2017). Adaptasi psikologi itu ada taking in, taking hold dan letting go.
Kalau taking in dapat menyebabkan ketergantungan yang mengakibatkan
mobilitas fisik menurun yang dapat menyebabkan gangguan perawatan diri
sedangkan taking hold dan letting go kurangnya informasi yang dimiliki
pasien tentang perawatan bayi dan cara menyusui bayi yang benar
menyebabkan kurang pengetahuan tentang perawatan bayi dan cara
menyusui bayi yang benar (Pahlavi et al., 2017).
Adaptasi psikologi
Adaptasi fisiologi
Taking in
Terputusnya kontuitas
Komplikasi
Nyeri
Perdarahan
Resiko hipovolemia
Resiko infeksi
Hb menurun
Sekresi prolaktin
Laktasi
Intoleransi aktivitas
Kurang informasi tentang perawatan bayi dan cara menyusui bayi dengan
benar
Defisit pengetahuan
F. Komplikasi CPD dapat menyebabkan persalinan lama, yang dapat memicu
terjadinya perdarahan postpartum dan ruptur uteri. Komplikasi Maternal
Komplikasi maternal akibat partus macet pada CPD antara lain: 1. Ruptur uteri
2. Infeksi intrauterin 3. Trauma kandung kemih atau rektum akibat penekanan
kepala janin terlalu lama selama proses persalinan yang menimbulkan
inkontinensia atau fistula vesico-vagina atau recto-vagina. 4. Perdarahan
postpartum yang dapat berakibat syok hemoragik dan kematian 5.
Hipoglikemia 6. Gangguan kontraksi rahim 7. Laserasi vagina, perineum,
serviks 8. Fraktur sakrum dan coccyx Komplikasi pada Janin Komplikasi yang
dapat ditemukan pada janin adalah: 1. Asfiksia
10
11
Seksio
juga
dapat
dilakukan
pada
kesempitan
panggul
ringan
apabila
ada
komplikasi
seperti
12
primigravida tua dan kelainan letak janin yang tak dapat diperbaiki.
Seksio sesarea sekunder (sesudah persalinan selama beberapa waktu)
dilakukan karena peralinan perobaan dianggap gagal atau ada indikasi untuk
menyelesaikan persalinan selekas mungkin sedangkan syarat persalinan per
vaginam belum dipenuhi. c. Simfisiotomi Tindakan ini dilakukan
dengan memisahkan panggul kiri dan kanan pada simfisis. Tindakan ini sudah
tidak dilakukan lagi. d. Kraniotomi dan Kleidotomi Pada janin yang
telah mati dapat dilakukan kraniotomi atau kleidotomi. Apabila panggul
sangat sempit sehingga janin tetap tidak dapat dilahirkan, maka dilakukan
seksio sesarea. Sebenarnya panggul hanya merupaka salah satu faktor yang
menentukan apakah anak dapat lahir spontan atau tidak, disamping banyak
faktor lain yang memegang peranan dalam prognosa persalinan. Bila
konjugata vera 11 cm, dapat dipastikan partus biasa, dan bila ada kesulitan
persalinan, pasti tidak disebabkan oleh faktor panggul. Untuk CV kurang dari
8,5 cm dan anak cukup bulan tidak mungkin melewati panggul tersebut. 1) CV
8,5 – 10 cm dilakukan partus percobaan yang kemungkinan berakhir dengan
partus spontan atau dengan ekstraksi vakum, atau ditolong dengan secio
caesaria sekunder atas indikasi obstetric lainnya 2) CV = 6 -8,5 cm dilakukan
SC primer 3) CV=6 cm dilakukan SC primer mutlak. Disamping hal-hal
tersebut diatas juga tergantung pada:
13
a. His atau tenaga yang mendorong anak. b. Besarnya janin, presentasi dan
posisi janin c. Bentuk panggul d. Umur ibu dan anak berharga e. Penyakit ibu I.
Diagnosa Keperawatan Diagnosis keperawatan adalah pernyataan mengenai
masalah kesehatan klien yang aktual atau potensial yang dapat dikelola
melalui intervensi keperawatan mandiri. Diagnosis keperawatan adalah
pernyaataan yang ringkas, jelas, berpusat pada klien dan spesifik pada klien
(Rosdahl & Kowalski, 2014): A. Nyeri B. Resiko hipovolemia C. Resiko infeksi D.
Intoleransi aktivitas E. Menyusui tidak efektif F. Defisit perawatan diri G. Defisit
pengetahuan
14
Sumber: (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017) J. SLKI dan SIKI No 1
SDKI Nyeri
SLKI Setelah
lokasi,
durasi,
hasil :
intensitas nyeri
- Keluhan
nyeri
cukup
menurun - Meringis
dan
kualitas,
menurun - Kesulitan
frekwensi,
karakteristik,
memperingan nyeri
music,
kompres
hangat,
lingkungan
yang
15
dalam
pemilihan
strategi
pemberian
analgetik,
bila perlu
16
Resiko
Setelah
hipovolemia
Periksa
tanda
dan
gejala
hasil :
- Turgor kulit
cukup meningkat
kering,
volume
urin
menurun,
haus, lemah)
menurun -
Terapeutik -
Edukasi
17
Kolaborasi -
Kolaborasi
pemberian
cairan
IV
Resiko infeksi
Setelah
jam
maka
resiko -
Terapeutik -
Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan
- Bengkak: menurun
pasien -
Edukasi -
18
Kolaborasi 4
Manajemen energi
Intoleransi
Setelah
aktivitas
tindakan keperawatan 3 x
Observasi
aktivitas
dilakukan
Keluhan
lelah
menurun -
Kecepatan
mengakibatkan kelelahan
meningkat
berjalan
meningkat -
Jarak
berjalan
meningkat -
Frekuensi membaik
Terapeutik -
Sediakan
lingkungan
nyaman
dan
Berikan
aktivitas
distraksi
yang
menenangkan
19
Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau berjalan
Edukasi -
dan
gejala
kelelahan
tidak
koping
untuk
berkurang -
Ajarkan
strategi
5
dilakukan Menyusui tidak Setelah tindakan keperawatan 3 x efektif 24 jam
maka status menyusui
meningkat
20
payudara ibu :
Meningkat
Edukasi
- Berikan konseling menyusui - Jelaskan manfaat menyusui bagi ibu dan bayi -
Ajarkan perawatan payudara antepartum
Setelah
dilakukan
Observasi:
21
meningkat
Defisit pengetahuan
tindakan keperawatan 3 x
Observasi
(D.0111)
pengetahuan
dilakukan
Setelah
menerima informasi
meningkat
Pertanyaan
sesuai
dan
menurunkan
sehat
tentang
menurun (5) -
Persepsi yang keliru terhadap
masalah -
22
menurun (5)
kesepakatan -
Edukasi -
Sumber: (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018; Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2019)
23
DAFTAR PUSTAKA
Cunningham, F. G., Leveno, K. J., Bloom, S. L., Spong, C. Y., Dashe, J. S.,
Hoffman, B. L., … Sheffield, J. S. (2014). Williams Obstetrics (24th ed.). United
States of America: McGraw-Hill Education. Moegni, E. dan O. (2013).
Kontrasepsi. Pelayanan Kesehatan Ibu Di Fasilitas Kesehatan Dasar Dan
Rujukan, 231–256. Munabi, I. G., Luboga, S. A., Luboobi, L., & Mirembe, F.
(2016). Association between Maternal Pelvis Height and Intrapartum Foetal
Head Moulding in Ugandan Mothers with Spontaneous Vertex Deliveries.
Obstetrics and Gynecology International, 2016, 7–9.
https://doi.org/10.1155/2016/3815295 Pahlavi, I. R., Sari, R. D. P., & Ramkita,
N. (2017). Multigravida dengan Riwayat Sectio Caesarea Atas Indikasi
Disproporsi Kepala Panggul dengan Penyerta Tumor Paru, Kekurangan Energi
Kronik dan Anemia Berat. Jurnal Medula, 7(4), 30–36. Prawirohardjo, S. (2012).
Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal (2nd ed.).
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. Rosdahl, C. B., & Kowalski, M. T. (2014). Buku
Ajar Keperawatan Dasar (10th ed.). Jakarta: EGC. Sihombing, N., Saptarini, I., &
Putri, D. S. K. (2017). The Determinants of Sectio Caesarea Labor in Indonesia
( Further Analysis of Riskesdas 2013). Jurnal Kesehatan Reproduksi, 8(1), 63–
75. https://doi.org/10.22435/kespro.v8i1.6641.63-75 Socolov, D. G., Iorga, M.,
Carauleanu, A., Ilea, C., Blidaru, I., Boiculese, L., & Socolov, R. V. (2017).
Pregnancy during Adolescence and Associated Risks: An 8-Year HospitalBased
Cohort Study (2007-2014) in Romania, the Country with the Highest Rate of
Teenage Pregnancy in Europe. BioMed Research International, 2017.
https://doi.org/10.1155/2017/9205016 Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017).
Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (1st ed.). Jakarta Selatan: DPP PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(1st ed.). Jakarta Selatan: DPP PPNI. Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar
Luaran Keperawatan Indonesia (1st ed.).