Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN INDIVIDU PROJECT BASED LEARNING

DYSTOSIA
Disusun untuk memenuhi tugas Blok Sistem Reproduksi

Oleh:
WAHYUNI
135070201111006
KELOMPOK 5 REGULER

PROGAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
2015

1. DEFINISI

Distosia berasal dari bahasa Yunani, Dys atau dus berarti buruk atau
jelek, tosia berasal dari tocos yang berarti persalinan, sehingga
distosia merupakan persalinan yang sulit, tidak ada kemajuan dalam
persalinan atau merupakan persalinan yang membawa satu akibat
buruk bagi janin maupun ibu (Winkjosastro et al, 2006).
Secara harafiah, distosia berarti persalinan sulit yang ditandai oleh
terlalu lambatnya kemajuan persalinan (Cunningham, et al., 2010).
Distosia adalah persalinan yang panjang, sulit atau abnormal yang
timbul akibat berbagai kondisi yang berhubungan dengan lima factor
persalinan (Bobak, 2004).
Distosia didefinisikan sebagai persalinan yang panjang, sulit, atau
abnormal, yang timbul akibat berbagai kondisi yang berhubungan
dengan 5 faktor persalinan sebagai berikut:
a. Persalinan disfungsional akibat kontraksi uterus yang tidak efektif
atau akibat upaya mengedan ibu (kekuatan/power)
b. Perubahan struktur pelvis (jalan lahir)
c. Sebab pada janin meliputi kelainan presentasi/kelainan posisi, bayi
besar, dan jumlah bayi
d. Posisi ibu selama persalinan dan melahirkan
e. Respons psikologis ibu terhadap persalinan yang berhubungan
dengan pengalaman, persiapan, budaya, serta sistem pendukung
2. ETIOLOGI
Distosia terjadi karena beberapa faktor, yaitu kelainan power,
passage, dan passanger:
a.) Kelainan Power
Power adalah kekuatan ibu mendorong janin, yaitu kekuatan his
dan kekuatan ibu dalam mengejan. His normal yaitu his yang
timbul dominan pada fundus uteri, simetris, kekuatannya semakin
lama semakin kuat dan sering serta mengalami fase relaksasi
yang baik. Kelainan his ini dapat berupa inersia uteri hipertonik
atau inersia uteri hipotonik. Kontraksi uterus atau his secara
normal terjadi pada awal persalinan yakni pada kala 1, pada awal
kala 1 his yang timbul masih jarang yaitu 1 kali dalam 15 menit
dengan kekuatan 20 detik, his ini semakin lama

akan timbul

semakin cepat dan sering yakni interval 2 sampai 3 kali dalam 10


menit dengan kekuatan 50 sampai 100 detik. Apabila kontraksi
tidak adekuat, maka serviks tidak akan mengalami pembukaan,
sehingga pada kondisi tersebut dilakukan induksi persalinan, dan
apabila tidak ada kemajuan persalinan maka dilakukan seksio

sesaria, namun pada persalinan kala II apabila ibu mengalami


kelelahan

maka

persalinan

dilakukan

dengan

menggunakan

vacum ekstraksi (Cuningham et al, 2010).


Persalinan kala III yaitu melahirkan plasenta, apabila placenta
belum lahir dalam waktu 30 menit maka hal ini terjadi karena
tidak ada kontraksi uterus atau karena adanya perlengketan
sehingga merangsang uterus maka di berikan pemberian induksin
dan melakukan massage uterus (Cuningham et al, 2010).
b.)Kelainan Passage
Distosia karena adanya kelainan Passage yaitu karena adanya
kelainan pada jalan lahir, jalan lahir sendiri terbagi atas jalan lahir
lunak dan jalan lahir keras. Jalan lahir keras atau tulang panggul
dapat berupa kelainan bentuk panggul, dan kelainan ukuran
panggul. Sedangkan jalan lahir lunak yang sering dijumpai karena
adanya tumor ovarium yang menghalangi jalan lahir dan adanya
edema pada jalan lahir yang dipaksakan (Winkjosastro et al,
2006).
Jenis kelainan pada jalan lahir keras berupa kelainan bentuk
yaitu bentuk panggul yang tidak normal, diantaranya gynecoid,
antropoid, android, dan platipeloid.

Terutama pada panggul

android distosia sulit diatasi, selain itu terdapat kelainan panggul


yang disertai dengan perubahan bentuk karena pertumbuhan
intrauterine yaitu panggul Naegele, robert, split pelvis dan
panggul asimilasi. Perubahan bentuk panggul juga dapat terjadi
karena adanya penyakit seperti rakhitis, osteomalasia, neoplasma,
fraktur, atrifi, karies, nekrosis maupun penyakit pada sendi
sakroiliaka dan sendi sakrokoksigea. Penyakit tulang belakang
seperti kifosis, skoliosis dan spondilolistesis serta penyakit pada
kaki seperti koksiis, luksasio koksa dan atrofi atau kelumpuhan
satu kaki merupakan termasuk penyulit dalam proses persalinan
pervaginam (Winkjosastro et al, 2006).
c.) Kelainan Passanger
Kelainan passanger merupakan kelainan pada letak, ukuran
ataupun bentuk janin, kelainan letak ini termasuk dalam kelainan
presentasi dan kelainan posisi, pada kondisi normal, kepala
memasuki pintu atas panggul dengan sutura sagitalis dalam
keadaan melintang atau oblik sehingga ubun-ubun kecil berada

dikanan atau dikiri lintang atau dikanan atau kiri belakang, setelah
kepala memasuki bidang tengah panggul (Hodge III), kepala akan
memutar ke depan akibat terbentur spina ischiadika sehingga
ubun-ubun kecil berada didepan (putaran paksi dalam), namun
terkadang tidak terjadi putaran sehingga ubun-ubun kecil tetap
berada dibelakang atau melintang, keadaaan ini disebut dengan
deep

transvere

arrest,

oksipitalis

posterior

persisten

atau

oksipitalis transversus persisten, keadaan ini akan mempersulit


persalinan (Winkjosastro et al, 2006).
Presentasi muka merupakan salah

satu

kelainan

janin,

diagnosis presentasi muka berdasarkan pemeriksaan luar yakni


dada akan teraba seperti punggung, bagian belakang kepala
berlawanan dengan bagian dada, dan daerah dada ada bagian
kecil denyut jantung janin terdengan jelas, dan berdasarkan
pemeriksaan dalam umumnya teraba mata, hidung, mulut dan
dagu atau tepi orbita. Pada presentasi dahi pada umumnya
merupakan
menjadi

kedudukan

presentasi

sementara

belakang

(Cuningham et al, 2010).


Letak sungsang merupakan

sehingga

kepala

dan

keadaan

biasanya

dapat

presentasi

muka

dimana

letak

janin

memanjang dengan kepala dibagian fundus uteri dan bokong


dibagian bawah cavum uteri hal ini pula merupakan penyulit
dalam persalinan. Selain letak sungsang, letak lintang pula cukup
sering terjadi, presentasi ini merupakan presentasi yang tidak baik
sama sekali dan tidak mungkin dilahirkan pervaginam kecuali
pada keadaan janin yang sangat kecil atau telah mati dalam waktu
yang cukup lama (Cuningham et al, 2010).
Beberapa kelainan dalam bentuk janin yaitu karena adanya
pertumbuhan janin yang berlebihan, berat neonatus pada umunya
adalah 4000 gram, makrosomia atau bayi besar apabila lebih dari
4000 gram, umumnya hal ini karena adanya faktor genetik,
kehamilan dengan diabetes mellitus, kehamilan post matur atau
pada grande multipara. Hidrocephalus pula merupakan kelainan
bentuk

janin,

hal

ini

merupakan

keadaan

dimana

cairan

serebrospinal dalam ventrikel janin berlebih sehingga kepala janin

menjadi besar dan keadaan ini dapat menyebabkan cephalo pelvic


disproportion (Winkjosastro et al, 2006).
3. EPIDEMIOLOGI
Data dari Reproductive Health Library menyatakan terdapat 180
sampai 200 juta kehamilan setiap tahun. Dari angka tersebut terjadi
585.000

kematian

maternal

akibat

komplikasi

kehamilan

dan

persalinan. Sebab kematian tersebut adalah perdarahan 24,8%,


infeksi dan sepsis 14,9%, hipertensi dan preeklampsi/eklampsi 12,9%,
persalinan macet (distosia) 6,9%, abortus 12,9%, dan sebab langsung
yang

lain

7,9%.1

Seksio sesarea di Amerika Serikat dilaporkan meningkat setiap


tahunnya, Pada tahun 2002 terdapat 27,6 % seksio sesarea dari
seluruh proses kelahiran. Dari angka tersebut, 19,1% merupakan
seksio sesarea primer. Laporan American College of Obstretician and
Gynaecologist (ACOG) menyatakan bahwa seksio sesarea primer
terbanyak pada primigravida dengan fetus tunggal, presentasi vertex,
tanpa komplikasi. Indikasi primigravida tersebut untuk seksio sesarea
adalah presentasi bokong, preeklampsi, distosia, fetal distress, dan
elektif. Distosia merupakan indikasi terbanyak untuk seksio sesarea
pada

primigravida

sebesar

66,7%.

Angka

ini

menunjukkan

peningkatan dibandingkan penelitian Gregory dkk pada 1985 dan


1994 masing-masing 49,7% dan 51,4% distosia menyebabkan seksio
sesarea.
Kasus distosia amat bervariasi tergantung kriteria diagnosis yang
digunakan.

Sebagai

mengidentifikasi

contoh,

0,9

persen

Gross
dari

dan

rekan

hampir

(1987)

11.000

berhasil

persalinan

pervaginam yang dikategorikan sebagai mengalami distosia bahu di


Toronto General Hospital. Meski demikian, distosia sejati yang baru
didiagnosis ketika diperlukan manuver lain selain traksi ke bawah dan
episiotomi

untuk

melahirkan

bahu

hanya ditemukan

pada

24

kelahiran (0,2 persen). Trauma nyata pada janin ditemukan hanya


pada distosia yang memerlukan manuver untuk melahirkan. Laporanlaporan terkini, yang membatasi diagnosis distosia bahu pada
pelahiran yang memerlukan manuver, menyatakan insidensi yang
bervariasi

antara

0,6

sampai1,4

persen

(American

College

of

Obstetricians and Gynecologists, 2000; Baskettand Allen, 1995;

McFarland et al, 1995; Nocon et al, 1993). Berkisar dari 1 per 1000
bayi dengan berat badan kurang dari 3,500g, sampai 16 per 1000
bayi yang lahir di atas 4000 g. Di samping banyak studi untuk
mengidentifikasi faktor predisposisi distosia bahu, lebih dari 50%
kasus terjadi tanpa adanya faktor risiko.
4. KLASIFIKASI
a. Persalinan disfungsional ( distosia

karena

kelainan

kekuatan)
Persalinan disfungsional adalah kontraksi uterus abnormal yang
menghambat

kemajuan

dilatasi

serviks

normal,

kemajuan

pendataran/effacement (kekuatan primer), dan atau kemajuan


penurunan (kekuatan sekunder). Kontraksi uterus abnormal terdiri
dari disfungsi kontraksi uterus primer (hipotonik) dan disfungsi
kontraksi uterus sekunder (hipertonik).
Disfungsi Hipotonik
HIS bersifat biasa dalam arti bahwa fundus berkontraksi lebih
kuat dan lebih dahulu daripada bagian lain, kelainannya
terletak dalam hal bahwa kontraksi uterus lebih aman, singkat,
dan jarang daripada biasa. Keadaan umum penderita biasanya
baik dan rasa nyeri tidak seberapa. Selama ketuban masih utuh
umumnya tidak banyak bahaya baik bagi ibu ataupun janin.
Apabila his terlampau kuat maka akan terjadi disfungsi
hipertonik
Disfungsi Hipertonik
Ibu yang mengalami kesakitan/ nyeri dan frekuensi kontraksi
tidak efektif menyebabkan dilatasi servikal atau peningkatan
effacement. Kontraksi ini biasa terjadi pada tahap laten, yaitu
dilatasi servikal kurang dari 4 cm dan tidak terkoordinasi.
Kekuatan kontraksi pada bagian tengah uterus lebih kuat dari
pada di fundus, karena uterus tidak mampu menekan kebawah
untuk

mendorong

sampai

ke

servik.

Uterus

mungkin

mengalami kekakuan diantara kontraksi (Gilbert, 2007).


Distosia servikalis sekunder disebabkan oleh kelainan
organik pada servik, misalnya karena jaringan parut atau
karsinoma. Dengan HIS kuat serviks bisa robek, dan robekan ini
bisa menjalar ke bagian bawah uterus. Oleh karena itu setiap
wanita yang pernah mengalami operasi pada serviks selalu

harus diawasi persalinannya di rumah sakit. Kondisi distosia ini


jarang ditemukan kecuali pada wanita yang tidak diberi
pengawasan yang baik waktu persalinan.
b. Distosia karena kelainan struktur pelvis
Jenis-jenis panggul:
Panggul Ginekoid
Pintu atas panggul bundar dengan diameter transversa yang
lebih panjang sedikit daripada diameter anteroposterior dan
dengan panggul tengah dan pintu bawah panggul yang cukup
luas.
Panggul Antropoid
Diameter anteroposterior yang lebih panjang dari diameter
transversa dengan arkus pubis menyempit sedikit
Panggul Android
Pintu atas panggul yang berbentuk sebagai

segitiga

berhubungan dengan penyempitan kedepan, dengan spina


iskiadika menonjol kedalam dan arkus pubis menyempit.
Panggul Platypelloid
Diameter anteroposterior yang jelas lebih pendek daripada
diameter transversa pada pintu atas panggul dengan arkus
pubis yang luas.
Distosia pelvis dapat terjadi bila ada kontraktur diameter pelvis
yang mengurangi kapasitas tulang panggul, termasuk pelvis inlet
(pintu atas panggul), pelvis bagian tengah,pelvis outlet (pintu
bawah panggul), atau kombinasi dari ketiganya.
Disproporsi pelvis merupakan penyebab umum dari distosia.
Kontraktur pelvis mungkin disebabkan oleh ketidak normalan
kongenital, malnutrisi maternal, neoplasma atau kelainan tulang
belakang. Ketidakmatangan ukuran pembentukan pelvis pada
beberapa ibu muda dapat menyebabkan distosia pelvis.
Kesempitan pada pintu atas panggul
Kontraktur pintu atas panggul terdiagnosis jika diagonal konjugata
kurang dari 11,5 cm. Insiden pada bentuk wajah dan bahu
meningkat. Karena bentuk interfere dengan engagement dan bayi
turun, sehingga beresiko terhadap prolaps tali pusat.
Kesempitan panggul tengah

Pada panggul tengah yang sempit, lebih sering ditemukan posisi


oksipitalis posterior persisten atau posisi kepaladalam posisi
lintang tetap.
Kesempitan pintu bawah panggul
Agar kepala janin dapat lahir, diperlukan ruangan yang lebih besar
pada bagian belakang pintu bawah panggul. Dengan distansi
tuberum bersama dengan diameter sagittalis posterior kurang dari
15 cm, timbul kemacetan pada kelahiran janin ukuran normal.
c. Distosia karena kelainan letak dan bentuk janin
Kelainan letak, presentasi atau posisi
Posisi oksipitalis posterior persisten
Pada persalinan persentasi belakang kepala, kepala janin turun
melalui pintu atas panggul dengan sutura sagittalis melintang
atau miring sehingga ubun-ubun kecil dapat berada di kiri
melintang, kanan melintang, kiri depan, kanan depan, kiri
belakang atau kanan belakang. Namun keadaan ini pada
umumnya tidak akan terjadi kesulitan perputarannya kedepan,
yaitu bila keadaan kepala janin dalam keadaan fleksi dan
panggul mempunyai bentuk serta ukuran normal. Penyebab
terjadinya posisi oksipitalis posterior persisten ialah usaha
penyesuaian kepala terhadap bentuk dan ukuran panggul.
Presentasi puncak kepala
Kondisi ini kepala dalam keaadaan defleksi. Berdasarkan
derajat defleksinya maka dapat terjadi presentasi puncak
kepala, presentasi dahi atau presentasi muka. Presentasi
puncak kepala (presentasi sinsiput) terjadi apabila derajat
defleksinya ringan sehingga ubun-ubun besar berada dibawah.
Keadaan ini merupakan kedudukan sementara yang kemudian
berubah menjadi presentasi belakang kepala.
Presentasi muka
Persentasi muka terjadi bila derajat defleksi kepala maksimal
sehingga muka bagian terendah. Kondisi ini dapat terjadi pada
panggul sempit atau janin besar. Multiparitas dan perut
gantung juga merupakan faktor yang menyebabkan persentasi
muka.
Presentasi dahi

Presentasi dahi adalah bila derajat defleksi kepalanya lebih


berat, sehingga dahi merupakan bagian yang paling rendah.
Kondisi ini merupakan kedudukan yang bersifat sementara
yang

kemudian

berubah

menjadi

presentasi

muka

atau

presentasi belakang kepala. Penyebab terjadinya kondisi ini


sama dengan presentasi muka.
Letak sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak
memanjang dengan kepala di fundus uteri dan bokong berada
dibawah cavum uteri. Beberapa jenis letak sungsang yakni :
Presentasi bokong
Pada presentasi bokong, akibat ekstensi kedua sendi lutut,
kedua kaki terangkat keatas sehingga ujungnya terdapat
setinggi bahu atau kepala janin. Sehingga pada pemeriksaan
dalam hanya dapat diraba bokong.
Presentasi bokong kaki sempurna
Disamping bokong dapat diraba kedua kaki.
Presentasi bokong kaki tidak sempurna
Hanya terdapat satu kaki disamping bokong sedangkan kaki
yang lain terangkat keatas.
Presentasi kaki
Pada presentasi kaki bagian paling rendah adalah satu atau
dua kaki.
Faktor- faktor yang memegang peranan terjadinya letak
sungsang adalah multiparitas, hamil kembar, hidramnion,
hidrosefalus, plasenta previa dan panggul sempit, kelainan
uterus dan kelainan bentuk uterus. Plasenta yang terletak
didaerah kornu fundus uteri dapat pula menyebabkan letak
sungsang karena plasenta mengurangi luas ruangan didaerah

fundus.
Letak lintang
Letak lintang

ialah

suatu

keadaan

dimana

janin

melintang di dalam uterus dengan kepala pada sisi yang satu


sedangkan bokong berada pada sisi yang lain. Pada umumnya
bokong berada sedikit lebih tinggi daripada kepala janin,
sedangkan bahu berada pada pintu atas panggul. Punggung
janin berada di depa, di belakang, di atas, atau di bawah.
Penyebab terpenting letak lintang ialah multiparitas
disertai dinding uterus dan perut yang lembek. Keadaan lain

yang dapat menghalangi turunnya kepala ke dalam rongga


panggul seperti misalnya panggul sempit, tumor di daerah
panggul, plasenta previa, kehamilan prematur, hidramnion dan
kehamilan

kembar,kelainan

bentuk

rahim

seperti

uterus

arkuatus/uterus subseptus.
Presentasi ganda
Keadaan dimana disamping kepala janin di dalam rongga
panggul dijumpai tangan, lengan/kaki, atau keadaan dimana
disamping bokong janin dijumpai tangan. Presentasi ganda
terjadi karena pintu atas panggul tidak tertutup sempurna oleh
kepala atau bokong, misalnya pada seorang multipara dengan

perut gantung, pada kesempitan panggul dan janin yang kecil.


Kelainan bentuk janin
Pertumbuhan janin yang berlebihan
Dinamakan bayi besar bila berat badannya lebih dari
4000 gram. Kepala dan bahu tidak mampu menyesuaikannya
ke pelvis, selain itu distensi uterus oleh janin yang besar
mengurangi

kekuatan

kontraksi

selama

persalinan

dan

kelahirannya. Pada panggul normal, janin dengan berat badan


4000-5000 gram pada umumnya tidak mengalami kesulitan
dalam melahirkannya. Janin besar dipengaruhi oleh faktor
keturunan. Selain itu janin besar dijumpai pada wanita hamil
dengan DM, postmaturitas dan grandemultipara.
Pada panggul normal, janin dengan berat badan kurang
dari 4000 gram pada umumnya tidak menimbulkan kesukaran
persalinan. Kesukaran terjadi karena kepala yang besar atau
kepala yang lebih keras (pada post maturitas) tidak dapat
memasuki pintu atas panggul, atau karena bahu yang lebar
sulit melewati rongga panggul. Menarik kepala kebawah terlalu
kuat dalam pertolongan melahirkan bahu yang sulit dapat
berakibat perlukaan pada nervus brachialis dan muskulus

sternocleidomastoideus.
Hidrosefalus
Hidrosefalus adalah keadaan dimana terjadi penimbunan
cairan serebrospinal dalam ventrikel otak, sehingga kepala
menjadi besar sehingga terjadi pelebaran sutura-sutura dan

ubun-ubun.

Hidrosefalus

akan

menyebabkan

disproporsi

sefalopelvic.
Kelainan bentuk janin yang lain
Janin kembar melekat (double master)
Torakopagus (pelekatan pada dada) merupakan janin kembar
melekat yang paling sering menimbulkan kesukaran persalinan.
Janin dengan perut besar
Pembesaran perut yang menyebabkan distocia, akibat dari
asites atau tumor hati, limpa, ginjal dan ovarium jarang sekali

dijumpai.
Prolaksus funikuli
Keadaan dimana tali pusat berada disamping atau melewati
bagian terendah janin didalam jalan lahir setelah ketuban
pecah. Pada presentasi kepala, prolaksus funikuli sangat
berbahaya bagi janin, karena setiap saat tali pusat dapat
terjepit antara bagian terendah janin dengan jalan lahir dengan
akibat gangguan oksigenasi. Prolaksus funikuli dan turunnya
tali pusat disebabkan oleh gangguan adaptasi bagian bawah
janin terhadap panggul, sehingga pintu atas panggul tidak
tertutup oleh bagian bawah janin.
d. Distosia karena kelainan posisi ibu
Posisi bisa menimbulkan dampak positif

dan

negatif

pada

persalinan, dimana efek gravitasi dan bagian tubuh memiliki


hubungan yang penting untuk kemajuan proses persalinan.
Misalnya posisi tangan dan lutut, posisi oksiput posterior lebih
efektif dari pada posisi lintang. Posisi duduk dan jongkok
membantu mendorong janin turun dan memperpendek proses kala
II (Terry et al, 2006). Posisi recumbent dan litotomy bisa
membantu pergerakan janin ke arah bawah. Apabila distosia
karena kelainan posisi ibu ini terjadi, tindakan yang harus segera
dilakukan pada proses persalinan adalah seksio sesaria atau
vakum.
e. Distosia karena respon psikologis
Stress yang diakibatkan oleh hormon dan neurotransmitter
(seperti catecholamines) dapat menyebabkan distosia. Sumber
stress pada setiap wanita bervariasi, tetapi nyeri dan tidak adanya
dukungan dari seseorang merupakan faktor penyebab stress.
Cemas yang berlebihan dapat menghambat dilatasi servik
secara normal, persalinan berlangsung lama, dan nyeri meningkat.

Cemas

juga

berkaitan

menyebabkan
dengan

peningkatan

hormon

level

(seperti:

strees

yang

endorphin,

adrenokortikotropik, kortisol, dan epinephrine). Hormon ini dapat


menyebabkan distosia karena penurunan kontraksi uterus.
f. Pola persalinan tidak normal
Pola
persalinan
yang
tidak
normal
diidentifikasi

dan

diklasifikasikan oleh Riedman (1989) berdasarkan sifat dilasi


servikal dan penurunan janin.
Persalinan normal
Dilasi (pembukaan) berlanjut
Fase laten: <4 cm dan low slope
Fase aktif: > 5 cm dan high slope
Fase deselerasi: 9 cm
Penurunan: aktif pada dilasi 9 cm
Persalinan tidak normal
Pola
Fase

Nulliparas
< 20 jam

Multiparas
> 14 jam

prolonged
Fase dilatasi aktif

<1.2 cm/jam

<1.5 cm/jam

protracted
Secondary

2 jam

2 jam

no change
Protracted descent
Arrest of descent
Persalinan

< 1 cm/jam
1 jam
>5 cm /hari

< 2 cm/jam
1/2 jam
10 cm /hari

precipitous
Failure of descent

Tidak

laten

arrest:

ada

perubahan

selama

fase

deselarasi dan kala II


g. Distosia karena kelainan traktus genitalis
Vulva
Kelainan pada vulva yang menyebabkan distosia adalah
edema, stenosis, dan tumor. Edema biasanya timbul sebagai
gejala

preeklampsia

gizi. Stenosis

pada

dan
vulva

terkadang
terjadi

karena

akibat

gangguan

perlukaan

dan

peradangan yang menyebabkan ulkus dan sembuh dengan


parut-parut

yang

menimbulkan

neoplasma

jarang

ditemukan.

kesulitan. Tumor
Yang

sering

dalam

ditemukan

kondilomata akuminata, kista, atau abses glandula bartholin.


Vagina

Pada vagina yang sering ditemukan adalah septum vagina,


dimana septum ini memisahkan vagina secara lengkap atau
tidak lengkap dalam bagian kanan dan bagian kiri. Septum
lengkap biasanya tidak menimbulkan distosia karena bagian
vagina yang satu umumnya cukup lebar, baik untuk koitus
maupun untuk lahirnya janin. Septum tidak lengkap kadangkadang menahan turunnya kepala janin pada persalinan dan
harus dipotong terlebih dahulu.
Stenosis vagina yang tetap kaku dalam kehamilan merupakan
halangan untuk lahirnya bayi, perlu dipertimbangkan seksio
sesaria. Tumor vagina dapat menjadi rintangan pada lahirnya
janin per vaginam.
Servik uteri
Konglutinasio orivisii externi merupakan keadaan dimana pada
kala I servik uteri menipis akan tetapi pembukaan tidak terjadi,
sehingga

merupakan

lembaran

kertas

dibawah

kepala

janin. Karsinoma servisis uteri, merupakan keadaan yang


menyebabkan distosia.
Uterus
Mioma

uteri

menyebabkan

merupakan
distosia

tumor

apabila

pada

uteri

yang

dapat

mioma

uteri

menghalangi

lahirnya janin pervaginam, adanya kelainan letak janin yang


berhubungan dengan mioma uteri, dan inersia uteri yang
berhubungan dengan mioma uteri.
Varium
Distosia karena tumor ovarium terjadi apabila menghalangi
lahirnya janin pervaginam. Dimana tumor ini terletak pada
cavum douglas. Membiarkan persalinan berlangsung lama
mengandung bahaya pecahnya tumor atau ruptura uteri atau
infeksi intrapartum.
5. PATOFISIOLOGI
(terlampir)
6. FAKTOR RISIKO
Ada beberapa faktor risiko seorang wanita mengalami distosia:
a. Ukuran tubuh kecil
b. Seksio sesarea sebelumnya

c. Nulipara
Tapi faktor-faktor tersebut tidak memiliki nilai yang cukup prediktif
untuk dijadikan sebagai skrining awal terjadinya distosia (Ould El
Joud & Bouvier-Colle, 2001).
Gilbert (2007) menyatakan beberapa faktor yang dicurigai dapat
meningkatkan resiko terjadinya distosia uterus sebagai berikut:
a) Bentuk tubuh (berat badan yang berlebihan, pendek)
b) Kondisi uterus yang tidak normal (malformasi kongenital,
c)
d)
e)
f)

distensi yangberlebihan, kehamilan ganda, atau hidramnion)


Kelainan bentuk dan posisi janin
Disproporsi cephalopelvic (CPD)
Overstimulasi oxytocin
Kelelahan, dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit, dan

kecemasan
g) Pemberian analgesik dan anastetik yang tidak semestinya
Faktor risiko lain untuk distosia antara lain:
Kelainan bentuk panggul, diabetes gestasional, kehamilan
postmature, riwayat persalinan dengan distosia bahu dan ibu yang
pendek.
Maternal:
Kelainan anatomi

panggul,

diabetes

gestational,

kehamilan

postmatur, riwayat distosia bahu, tubuh ibu pendek.


Fetal:
Dugaan macrosomia. Makrosomia dimana janin diperkirakan
memiliki berat > 4000 gram. Faktor resiko terjadinya makrosomia
yaitu riwayat melahirkan bayi besar sebelumnya, obesitas pada
ibu, multiparitas, kehamilan postterm, dan ibu dengan diabetes
mellitus.
7. MANIFESTASI KLINIS
a) Ibu :
Gelisah
Letih
Suhu tubuh meningkat
Nadi dan pernafasan cepat
Edema pada vulva dan servik, bisa jadi ketuban berbau
b) Janin:
DJJ cepat dan tidak teratur
Distress janin
Keracunan mekonium
8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1) X-ray : Dapat membedakan dengan presentasi kepala dan
pemeriksaan ini penting untuk menentukan jenis presentasi

sungsang

dan

jumlah

kehamilan

serta

adanya

kelainan

kongenital lain
Pelvimetri sinar X : Mengevaluasi arsitektur pelvis, presentasi
dan posisi janin
2) Ultrasonografi (USG): Menggunakan gelombang suara yang
dipantulkan

untuk

membentuk

gambaran

bayi

di

layar

komputer yang aman untuk bayi dan ibu.


Kegunaan :
Menilai pertumbuhan dan perkembangan

kandungan.
Masalah dengan plasenta. USG dapat menilai kondisi plaasenta

dan menilai adanya masalah2 seperti plasenta previa dsb.


Kehamilan ganda/ kembar. USG dapat memastikan apakah ada

1 / lebih fetus di rahim.


Kelainan letak janin. Bukan saja kelainan letak janin dalam

bayi

dalam

rahim tapi juga banyak kelainan janin yang dapat di ketahui


dengan USG, seperti: hidrosefalus, anesefali, sumbing, kelainan
jantung, kelainan kromoson (syndrome down), dll.
Dapat juga untuk menilai jenis kelamin bayi.
3) MRI: Menggunakan kekuatan magnet dan gelombang radio.
Signal dari medan magnet memantulkan gambaran tubuh dan
mengirimkannya ke computer, dimana yang kemudian akan
ditampilkan dalam bentuk gambar. Tidak seperti X-ray dan CTscan yang menggunakan radiasi.
Kegunaannya : pelvimetri yang akurat, gambaran fetal yang
lebih baik, gambaran jaringan lunak di panggul yang dapat
menyebabkan distosia
4) Tes Prenatal : Untuk memastikan penyulit persalinan seperti :
janin besar, malpresentasi
5) Palpasi dan Balotemen:

pada

Leopold

teraba

kepala

(balotemen) di fundus uteri


6) Vaginal Toucher : teraba bokong yang lunak dan iregular
9. PENATALAKSANAAN
1) Persalinan
Disfungsional
(distosia
karena
kelainan
kekuatan)
Dalam menghadapi persalinan lama oleh sebab apapun harus
diawasi dengan seksama. Tekanan darah, denyut jantung janin,
kemungkinan dehidrasi dan asidosis harus dipantau secara
berkala. Untuk mengurangi rasa nyeri perlu diberikan analgetik.
Pemeriksaan

dalam

perlu

diadakan.

Apabila

persalinan

berlangsung dalam 24 jam tanpa kemajuan yang berarti perlu


diadakan penilaian yang seksama seperti penilaian keadaan
umum, apakah persalian benar-benar sudah mulai atau masih
dalam false labour, apakah ada inersia uteri. Untuk menetapkan
hal ini perlu dilakukan pelvimetri rontgenologik/MRI.
Pada keadaan HIS terlalu kuat persalinan perlu diawasi dan
episiotomi dilakukan pada waktu yang tepat untuk menghindari
terjadinya ruptura perinei tingkat 3. Bila mana HIS terlalu kuat dan
ada rintangan yang menghalangi lahirnya janin dapat timbul
lingkaran retraksi patologik, yang merupakan tanda bahaya
terjadinya ruptura uteri. Dalam keadaan ini janin harus segera
dilahirkan dengan cara yang memberikan trauma sedikit-sedikit
nya bagi ibu dan anak.
Penatalaksanaan disfungsi uterus hipertonik dilakukan melalui
upaya istirahat terapeutik. Upaya ini dilakukan melalui pemberian
analgesik yang effektif, seperti morfin atau meperidin, untuk
mengurangi

nyeri

Penatalaksanaan
menyingkirkan

dan

menyebabkan

disfungsi

uterus

kemungkinan

wanita

hipotonik

disproporsi

tertidur.
biasanya

sefalopelvis (CPD)

dengan melakukan pemeriksaan menggunakan ultrasound atau


pemeriksaan sinar X yang diikuti dengan augmentasi disfunctional
dengan oksitosin. Kekuatan sekunder atau upaya mengejan dapat
menjadi lebih berat akibat penggunaan analgesik dalam jumlah
besar, pemberian anastesi, ibu keletihan, hidrasi yang tidak
adekuat dan posisi ibu.
2) Distosia karena kelainan struktur pelvis
Hal yang perlu diperhatikan adalah bagaimana kemajuan
pembukaan

serviks,

apakah

gangguan

pembukaan

seperti:

pemanjangan fase laten; pemanjangan fase aktif; sekunder arrest,


bagaimana kemajuan penurunan bagian terbawah janin (belakang
kepala), apakah ada tanda-tanda klinis dari ibu atau janin yang
menunjukkan adanya bahaya bagi ibu atau anak (seperti: gawat
janin, rupture uteri).
Apabila ada salah satu gangguan diatas, maka menandakan
bahwa

persalinan

pervaginam

tidak

mungkin

dan

harus

dilaksanakan seksio sesaria. Bila ada kemajuan pembukaan serta

penurunan kepala berjalan lancer, maka persalinan pervaginam


bisa dilaksanakan.
3) Distosia karena kelainan letak dan bentuk janin
Kelainan letak, presentasi atau posisi
Posisi oksipitalis posterior persisten
Pada persalinan ini sebaiknya dilakukan pengawasan
seksama,

tindakan

untuk

mempercepat

jalannya

yang

persalinan

dilakukan apabila kala II terlalu lama atau ada tanda-tanda bahaya


terhadap janin. Pada persalinan letak belakang kepala akan lebih
mudah apabila letak ubun-ubun kecil berada di depan, maka harus
diusahakan

agar

ubun-ubun

kecil

dapat

diputar

kedepan.

Perputaran kepala dapat dilakukan dengan tangan penolong yang


dimasukkan ke dalam vagina atau dengan cunam.
Presentasi puncak kepala
Penangannya hamper sama dengan posisi oksipitalis posterior
persisten. Perbedaanya ialah pada presentasi puncak kepala tidak
terjadi fleksi kepala yang maksimal.
Presentasi muka
Bila selama pengamatan kala II terjadi posisi mento posterior
persisten, maka diusahakan untuk memutar dagu kedepan dengan
satu tangan dimasukkan ke vagina. Jika usaha ini tidak berhasil
maka dilakukan secsio sesaria.
Presentase dahi
Presentasi dahi dengan ukuran panggul dan janin yang normal,
tidak akan dapat lahir spontan melalui vagina sehingga harus
dilahirkan dengan secsio sesaria. Bila persalinan mengalami
kemajuan dan ada harapan presentasi dahi dapat berubah
menjadi

presentasi

belakang

kepala

tidak

perlu

dilakukan

tindakan. Jika pada akhir kala I kepala belum masuk kedalam


rongga panggul, dapat diusahaakan mengubah presentasi dengan
perasat Thorn. Tapi jika tidak berhasil maka lakukan secsio sesaria.
Meskipun kepala sudah masuk ke rongga panggul, tetapi bila kala
II tidak mengalami kemajuan, juga dilakukan secsio sesaria. Bayi
yang

lahir

dalam

presentasi

dahi

menunjukkan

kaput

suksedaneum yang besar pada dahi yang disertai moulage kepala


yang hebat.
Letak sungsang

a. Dalam kehamilan
Mengingat bahayanya,
sungsang

sebaiknya

dihindarkan.

Untuk

persalinan

itu

dalam

sewaktu

letak

pemeriksaan

antenatal dijumpai letak sungsang terutama pada primigravida


hendaknya dilakukan versi luar menjadi presentasi kepala. Versi
luar ini sebaiknya dilakukan pada kehamilan antara 34 dan 38
minggu. Kalau pada sebelum minggu ke 34 kemungkinan besar
janin masuh dapat memutar sendiri, sedangkan setelah minggu
ke 38 versi luar akan sulit berhasil dikarenakan janin sudah
besar dan jumlah air ketuban relatif telah berkurang. Sebelum
melakukan versi luar, diagnosis letak janin harus pasti dan
denyut jantung janin harus dalam keadaan baik. Kontaindikasi
untuk versi luar adalah:
- panggul sempit
sebenarnya tidak ada gunanya melakukan versi luar karena
jika berhasil perlu juga dilkukan secsio sesaria. Jika kesempitan
panggul hanya ringan maka versi luar harus diusahakan
karena jika berhasil akan memungkinkan dilakukan partus
percobaan.
- perdarahan antepartum
tidak boleh dilakukan karena akan menambah perdarahan
akibat lepasnya plasenta.
- Hipertensi
Usaha versi luar akan dapat menyebabkan solusio plasenta.
- hamil kembar
pada hamil kembar janin yang lain dapat menghalangi versi
luar, yang lebih berbahaya jika janin terletak dalam satu
kantong amnion, kemungkinan tali pusat kedua janin akan
saling melilit.
- plasenta previa.
b. Dalam persalinan
Letak sungsang tanpa disproporsi cefalopelvic dapat diambil
sikap

menunggu

sambil

mengawasi

kemajuan

persalinan,

sampai umbilikus dilahirkan. Ekstraksi pada kaki atau bokong


hanya dilakukan apabila dalam kala II terdapat tanda-tanda

bahaya bagi ibu atau janin atau apabila kala II berlangsung


lama maka secsio sesaria perlu dilakukan.
Letak lintang
Apabila

pada

pemeriksaan

antenatal

ditemukan

letak

lintang, sebaiknya diusahakan mengubah menjadi presentasi


kepala dengan versi luar. Ibu diharuskan masuk rumah sakit lebih
dini pada permulaan persalinan, sehingga bila terjadi perubahan
letak, segera dapat ditentukan diagnosis dan penanganannya.
Pada permulaan persalinan masih dapat diusahakan mengubah
letak lintang asalkan pembukaan masih kurang dari empat
sentimeter dan ketuban belum pecah. Pada seorang primigravida
bila versi luar tidak berhasil, sebaiknya segera dilakukan seksio
sesarea. Persalinan letak lintang pada multipara bergantung
kepada riwayat obstetrik wanita yang bersangkutan baik, dapat
ditunggu dan diawasi sampai pembukaan serviks lengkap untuk
kemudian melakukan versi ekstraksi. Selama menunggu harus
diusahakan ketuban ketuban tetap utuh. Apabila ketuban pecah
sebelum pembukaan lengkap dan terdapat prolapsus funikuli,
harus segera dilakukan seksio sesarea. Jika ketuban pecah, tetapi
tidak ada prolapsus funikuli, maka bergantung kepada tekanan,
dapat ditunggu sampai pembukaan lengkap, kemudian dilakukan
versi ekstraksi/seksio sesaria.
Presentasi ganda
Pada presentasi ganda umumnya tidak ada indikasi untuk
mengambil tindakan, karena pada panggul dengan ukuran normal,
persalinan dapat spontan per vagina. Akan tetapi apabila lengan
seluruhnya menumbung disamping kepala, sehingga menghalangi
turunnya kepala dapat dilakukan reposisi lengan. Tangan penolong
dimasukkan kedalam vagina dan mendorong lengan janin keatas
melewati kepalanya, kemudian kepala didorong kedalam rongga
panggul dengan tekanan dari luar.
Apabila pada presentasi ganda ditemukan prolaksus funikuli,
maka penanganan bergantung pada kondisi janin dan pembukaan
serviks. Bila janin dalam keadaan baik dan pembukaan belum
lengkap sebaiknya dilakukan secsio sesaria, sedangkan bila

pembukaan lengkap, panggul mempunyai ukuran normal pada


multipara, dapat dipertimbangkan melahirkan janin per vagina.
Bila janin sudah meninggal, diusahakan untuk persalinan spontan,
sedangkan

tindakan

untuk

mempercepat

persalinan

hanya

dilakukan atas indikasi ibu.


Kelainan bentuk janin
Pertumbuhan janin yang berlebihan
Apabila kepala sudah lahir sedangkan bahu sulit dilahirkan,
hendaknya dilakukan episiostomi mediolateral yang cukup luas,
hidung, mulut janin dibersihkan, kemudian kepala ditarik curam
kebawah secara hati-hati dengan kekuatan yang terukur. Bila tidak
berhasil, tubuh janin diputar dalam rongga panggul, sehingga
bahu belakang menjadi bahu depan dan lahir di bawah simfifis.
Tindakan yang bisa dilakukan untuk membantu mencegah
distocia bahu adalah membantu memutar kepala janin dan
mendorongnya kebawah.(Camune& Brucher, 2007;Lanni & Seeds,
2007;Simpson 2008).
Hidrosefalus
Pada kasus hidrosefalus ini, kepala janin harus dikecilkan pada
permulaan persalinan. Pada pembukaan 3 cm cairan serebrospinal
dikeluarkan dengan pungsi pada kepala dengan menggunakan
jarum spinal. Bila janin dalam letak sungsang, pengeluaran cairan
dari kepala dilakukan dengan pungsi atau perforasi melalui
foramen oksipitalis magnum atau sutura temporalis. selain itu,
ventrikulosentesis

transabdominal

dengan

jarum spinal

juga

dianjurkan.
Prolaksus funikuli
Pada prolaksus funikuli janin menghadapi bahaya hipoksia,
karena tali pusat akan terjepit antara bagian terendah janin dan
jalan lahir. Apabila tali pusat masih berdenyut tapi pembukaan
belum lengkap tindakan yang harus dilakukan adalah reposisi tali
pusat atau seksio sesaria.

Selain itu, penatalaksanaan distosia antara lain:

Penanganan Umum
a. Nilai dengan segera keadaan umum ibu dan janin
b. Lakukan penilaian kondisi janin : DJJ
c. Kolaborasi dalam pemberian :
Infus RL dan larutan NaCL isotanik (IV)
Berikan analgesiaberupa tramandol/ peptidin 25 mg (IM)
atau morvin 10 mg (IM)
d. Perbaiki keadaan umum

Dukungan emosional dan perubahan posisi


Berikan cairan

Penanganan Khusus
a. Kelainan His

TD diukur tiap 4 jam

DJJ tiap 1/2 jam pada kala I dan tingkatkan pada kala II

Pemeriksaan dalam

b. Kelainan janin

Pemeriksaan dalam

Pemeriksaan luar

MRI

Jika sampai kala II tidak ada kemajuan dapat dilakukan


seksiosesaria baik primer pada awal persalinan maupun
sekunder pada akhir persalinan

c. Kelainan jalan lahir


Kalau konjungata vera <8 (pada VT terba promontorium)
persalinan dengan SC
10.

Komplikasi
Komplikasi Maternal

Perdarahan pasca persalinan


Fistula Rectovaginal
Simfisiolisis atau diathesis, dengan atau tanpa transient
femoral neuropathy

Robekan perineum derajat III atau IV

Rupture Uteri

Komplikasi Fetal

Brachial plexus palsy

Fraktura Clavicle

Kematian janin

Hipoksia janin , dengan atau tanpa kerusakan neurololgis


permanen

Fraktura humerus

11.
ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian Keperawatan
A. Identitas Klien (nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan,
agama, suku/ bangsa)
B. Status kesehatan saat ini
Keluhan utama : Biasanya

dalam

kehamilan

sekarang

ada

kelainan seperti kelainan letak janin (lintang, sunsang dll) apa


yang menjadi presentasi dan lain sebagainya. Serta pada saat
proses persalinan yang lama menyebabkan adanya keluhan nyeri
dan cemas.
Lama keluhan : tidak terkaji
Fakror pencetus : tidak terkaji
Faktor pemberat
: tidak terkaji
Upaya yang telah dilakukan : tidak terkaji
Diagnosa medis : Distosia
C. Riwayat kesehatan saat ini:
Klien datang ke rumah sakit mengeluh nyeri dan cemas.
D. Riwayat Kesehatan Terdahulu:
Yang perlu dikaji pada klien, biasanya klien pernah mengalami
distosia

sebelumnya,

biasanya

ada

penyulit

persalinan

sebelumnya seperti hipertensi, anemia, panggul sempit, biasanya


ada riwayat DM, biasanya ada riwayat kembar dll.
E. Riwayat Keluarga: Apakah dalam keluarga ada yang menderita
penyakit kelainan darah, DM, eklamsi dan pre eklamsi

F. Pemerikasaan Fisik
Kepala
Muka pucat
Mata
Biasanya konjungtiva anemis
Thorak

Inpeksi

pernafasan

Frekuensi,

kedalam,

jenis

pernafasan,

biasanya ada bagian paru yang tertinggal saat pernafasan


Abdomen
Kaji his (kekuatan, frekuensi, lama), biasanya his kurang semenjak
awal persalinan atau menurun saat persalinan, biasanya posisi,
letak, presentasi dan sikap anak normal atau tidak, raba fundus
keras

atau

perabaab

lembek,

pada

biasanya

simpisis

anak

biasanya

kembar/

blas

tidak,

penuh/

tidak

lakukan
untuk

mengetahui adanya distensi usus dan kandung kemih.


Vulva dan Vagina
Lakukan VT : biasanya ketuban sudah pecah atau belum, edem
pada vulva/ servik, biasanya teraba promantorium, ada/ tidaknya
kemajuan persalinan, biasanya teraba jaringan plasenta untuk

mengidentifikasi adanya plasenta previa


Panggul
Lakukan pemeriksaan panggul luar, biasanya ada kelainan bentuk

panggul dan kelainan tulang belakang


G. Pola fungsional Gordon
1) Pola persepsi-menajemen kesehatan
Klien terkadang tidak mengetahui bagaimana penatalaksaan
terhadap sakitnya ini
2) Pola nutrisi metabolik
Biasanya pada klien terdapat penurunan nafsu makan karena
sakit yang ia alami
3) Pola eliminasi
Biasanya pada klien ini distensi usus atau kandung kemih yang
mungkin menyertai
4) Pola latihan dan aktivitas
Keadaan pola latihan dan aktivitas, biasanya pada klien ini
mengalami keletihan, kurang energi, letargi, penurunan
penampilan
5) Pola istirahat dan tidur
Biasanya pada klien ini istirahatnya terganggu karena sakit
yang dirasakan
6) Konsep diri
Merasa stress dengan keadaan penyakitnya ini.
7) Pola peran dan hubungan
Biasanya ada sedikit masalah karena klien merasa rendah diri
karena selalu merasa bergantung kepada orang di sekitarnya

8) Pola reproduksi
Uterus mungkin distensi berlebihan karena hidramnion, gestasi
multipel.
9) Pola kognitif-perseptual
Biasanya tidak ada masalah dengan alat indra.
10)
Pola coping
Klien biasanya tampak cemas dan ketakutan
11)
Pola keyakinan
Pada keadaan ini klien susah menjalankan kewajibannya dalam
beribadah karena sakit yang ia alami
Analisa Data
MASALAH

DATA

O
1.

ETIOLOGI
Etiologi dan faktor risiko

DS:
Klien mengeluh nyeri
DO:

Peningkatan

tekanan darah
Wajah tegang dan
gelisah

KEPERAWATA
N
Nyeri Akut

(kelainan his, kelainan janin,


kelainan jalan lahir, kelainan
respon psikologis)

Dystosia (persalinan lama)

Pervaginam

Malposisi/malpresentasi bayi
dan bentuk panggul ibu sempit

Kontraksi uterus meningkat

Laserasi jalan lahir

2.

DS:

Nyeri Akut
Etiologi dan faktor risiko

Risiko

Pasien mengeluh

(kelainan his, kelainan janin,

gangguan

merasakan

kelainan jalan lahir, kelainan

hubungan ibu

kenceng-kenceng
Pasien mengeluh

respon psikologis)

janin

keletihan

Distosia (persalinan lama)


Hipoksia janin, dan kepala
janin menekan dasar panggul

DO:
Persalinan lama
Penekanan kepala
janin pada panggul
Laserasi jalan lahir
ibu
Prolaps organ

Dasar panggul teregang dan


melebar
Perubahan anfis, dan otot,
saraf, jaringan ikat

panggul
Hipoksia pada janin

Prolaps organ panggul


Risiko gangguan hubungan
ibu janin

3.

DS:

Etiologi dan faktor risiko

Ibu mengeluh demam

(kelainan his, kelainan janin,


kelainan jalan lahir, kelainan
respon psikologis)

DO:

Dilakukan persalinan
SC
Peningkatan
tubuh

Kelainan jalan lahir (passage)

suhu

Kelainan jalan lahir tulang

Dapat menggangggu dorongan


dan pengeluran janin

Dystosia (persalinan lama)

Dilakukan SC

Risiko Infeksi

Risiko infeksi

4.

DS:

Etiologi dan faktor risiko

Klien mengeluh

(kelainan his, kelainan janin,

badannya lemas
Klien mengatakan

kelainan jalan lahir, kelainan

Ansietas

respon psikologis)

cemas dan takut


akan terjadi hal

Persalinan lama (distosia)

buruk
Upaya mengejan yang lama
DO:
Wajah klien tampak
pucat
Wajah klien tampak
tegang

Energi ibu banyak terpakai


untuk mengejan
Ibu mengeluh badannya
lemas, wajah tampak pucat,
tegang dan takut akan terjadi
hal buruk
Ibu dan keluarga mengatakan
cemas
Ansietas

Prioritas Diagnosa
1. Nyeri akut b.d agen injuri (laserasi jalan lahir)
2. Risiko gangguan hubungan ibu janin janin ditandai dengan prolaps
organ panggul dan hipoksia janin.
3. Risiko infeksi b.d prosedur invasif (persalinan SC)
4. Ansietas b.d ancaman pada status kesehatan yang ditandai
dengan persalinan yang lama
Rencana Keperawatan
Diagnosa 1
Nyeri akut b.d agen injuri (laserasi jalan lahir)
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam,
diharapkan klien melaporkan nyeri berkurang
Kriteria Hasil : Pada evaluasi hasil didapatkan skor 4 pada indikator
NOC

NOC: Pain Level


N

INDIKATOR

O
1.
2.
3.

Melaporkan nyeri
Panjang episode nyeri
Wajah mengekspresikan

nyeri
4. Gelisah
5. Tekanan darah
Ket: 1) severe, 2) substantial, 3) moderate, 4) mild, 5) none
NOC: Comforf Status
N

INDIKATOR

O
1.
2.
3.
4.
5.

Kontrol gejala
Dukungan sosial dari keluarga
Hubungan sosial
Perawatan sesuai dengan kebutuhan
Kemampuan
mengkomunikasikan

kebutuhan
Ket: 1) severely compromised, 2) substantially compromised, 3)
moderatly compromised, 4) mildly compromised, 5) no compromised
NIC : Pain Management
1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan faktor presipitasi
2. Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan
3. Kurangi faktor presipitasi
4. Pilih dan lakukan penangan nyeri (farmakologi, nonfarmakologi,
dan interpersonal)
5. Tingkatkan istirahat

NIC: Analgetic Administration


1. Pilih analgetik yang diperlukan atau kombinasi dari analgetik
ketika pemberian lebih dari satu
2. Tentukan pilihan analgetik tergantung tipe dan beratnya nyeri
3. Berikan analgetik tepat waktu, terutama saat nyeri hebat
4. Evalusi keefektifan analgetik, tanda dan gejala (efek samping)
NIC: Exercise Therapy: Ambulation
1. Sediakan tempat tidur yang rendah
2. Meletakan tempat tidur di tempat yang mudah dijangkau

3. Membantu

pasien

duduk

di

samping

tempat

tidur

untuk

memfasilitasi penyesuaian posisi tubuh


4. Menggunakan/menyediakan alat bantu untuk ambulasi jika pasian
tidak kuat
5. Mengajarkan pasien/caregiver tentang perpindahan yang aman
dan teknik ambulasi
Diagnosa 2
Risiko gangguan hubungan ibu janin janin ditandai dengan prolaps
organ panggul dan hipoksia janin.
Tujuan : setelah dilakukan perawatan selama 1 x 24 jam persalinan
berjalan lancar dan tanpa komplikasi maternal.
Kriteria hasil : Pada evaluasi hasil didapatkan skor 4 indikator NOC
NOC : Maternal Status : Intrapartum
No
1
2
3
4

Indikator
Frekuensi kontraksi

uterus
Durasi kontraksi uterus
Intensitas kontraksi

uterus
Kemajuan dilatasi servik
Keterangan :
1) Severe deviation from normal range
2) Substantial deviation from normal range
3) Moderate deviation from normal range
4) Mild deviation from normal range
5) No deviation from normal range
NIC : Labour induction
1. Kaji riwayat kehamilan untuk informasi yang berkaitan yang dapat
mempengaruhi induksi.
2. Pantau TTV ibu dan janin sebelum induksi.
3. Lakukan atau membantu dengan farmakologi (laminaria dan
prostaglandin gel) untuk meningktakan kesiapan serviks.
4. Amati onset dan perubahan aktivitas uterus.
5. Lakukan pemberian secara IV (oksitosin) untuk merangsang aktivitas
uterus.
6. Memantau kemajuan persalinan untuk menjadi pengingat tanda dari
kemajuan persalinan normal.
7. mengevaluasi kembali status serviks dan memverifikasi presentasi
sebelum memulai langkah-langkah induksi lanjut.
Diagnosa 3
Risiko infeksi b.d prosedur invasif (persalinan SC)

Tujuan

setelah

dilakukan

tindakan

keperawatan

1x24jam,

diharapkan klien terbebas dari tanda dan gejala infeksi


Kriteria hasil : Pada evaluasi hasil didapatkan skor 4 sesuai indikator
NOC
NOC : Physical Injury Severity
N

INDIKATOR

O
1. Kulit abras
2. Panas
3. Trauma abdominal
Ket: 1) severe, 2) substantial, 3) moderate, 4) mild, 5) none
NIC: Incision Site Care
1. Inspeksi area insisi terhadap kemerahan, pembengkakan, atau
tanda dehiscence atau evisceration
2. Mencatat karakteristik setiap drainage
3. Monitor proses penyembulan area insisi
4. Membersihkan area sekitar insisi dengan solusi pembersihan yang
5.
6.
7.
8.
9.

tepat
Monitor tanda dan gejala infeksi
Membersihkan area insisi jika ada drainage
Menggunakan salep antiseptik sesuai permintaan
Mengganti balutan secara interval
Menggunakan balutan yang teapt untuk melindungi insisi

Diagnosa 4
Ansietas b.d ancaman pada status kesehatan yang ditandai dengan
persalinan yang lama
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selam 1x24 jam.
Diharapkan kecemasan dan ketakutan klien berkurang
Kriteria Hasil: Didapatkan skor 4 pada indikator NOC
NOC: Anxiety Self- Control
No

Indikator

.
1.
2.

Monitor intensitas kecemasan


Menyingkirkan tanda

3.

kecemasan
Merencanakan strategi koping

4.

untuk situasi penuh stress


Menggunakan teknik relaksasi

5.

untuk mengurangi cemas


Menurunkan stimulus

lingkungan ketika cemas


6.
Kontrol respon cemas
Keterangan: 1) Never demonsrated, 2) Rarely demonsrated, 3)
Sometimes demonsrated, 4) Often demonsrated, 5) Consistenly
demonsrated
NOC: Anxiety Level
NO
INDIKATOR
1 2
3
4
5
1
Mengatakan takut
2
Mengatakan cemas
Keterangan: 1) Severe, 2) Substantial, 3) Moderate, 4) Mild, 5) None
NIC : Anxiety Reduction
1. Gunakan pendekatan yang menenangkan
2. Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi
3.
4.
5.
6.
7.

takut
Dorong keluarga untuk menemani pasien
Identifikasi tingkat kecemasan
Bantu pasien mengenai situasi yang menimbulkan kecemasan
Instruksikan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi
Berikan obat untuk mengurangi kecemasan

DAFTAR PUSTAKA
Cuningham F G, Norman F, Kenneth J, Larry C, John C, Katharine D, et al.
2010. Abnormal

Labor. In. Williams Obstetrics 23rd Edition. Thw Mc

Graw-Hill Companies, New York.


Winkjosastro, Hanifa, 2006. Ilmu kebidanan

Yayasan Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo: Jakarta


Chandranita, ida ayu, dkk. 2009. Memahami kesehatan reproduksi wanita.
Jakarta:EGC
Farrer, Helen. 2001. Perawatan meternitas edisi II. Jakarta: EGC
Mochlar, Rustam. 1990. Synopsis Obstetric. Jakarta : EGC
Prawirohardjo S. 2006. Buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal
dan neonatal. jakarta: YBP-SP

Anda mungkin juga menyukai