Anda di halaman 1dari 17

1

BAB 1
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan implantasi terjadi
diluar rongga uterus, sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan
ektopik berumur antara 20-40 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun,
frekwensi kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan berkisar antara
0%-14,6% apabila tidak diatasi atau diberikan penanganan secara tepat
dan benar akan membahayakan bagi si penderita (Winkjosastro, H. 2005).
Kehamilan ektopik dapat mengalami abortus atau ruptur pada
dinding tuba dan peristiwa ini disebut sebagai kehamilan ektopik
terganggu. Sebagian besar kehamilan ektopik terganggu berlokasi di tuba
(90%) terutama di ampula dan isthimus sangat jarang terjadi di ovarium,
rongga abdomen, maupun uterus. Keadaan yang memungkinkan terjadinya
kehamilan ektopik adalah penyakit radang panggul, pemakaian antibiotika
pada penyakit radang panggul, pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim
IUD (Intra Uterine Device), riwayat kehamilan ektopik sebelumnya,
infertilitas, kontrasepsi yang memakai progestin dan tindakan aborsi.
Gejala yang muncul pada kehamilan ektopik terganggu tergantung lokasi
dari implantasi, dengan adanya implantasi dapat meningkatkan
vaskularisasi di tempat tersebut dan berpotensial menimbulkan ruptur
organ, terjadi perdarahan masif, infertilitas, dan kematian. Hal ini dapat
mengakibatkan meningkatnya angka mortalitas dan morbiditas Ibu jika
tidak mendapatkan penanganan secara tepat dan cepat (Fadlun, FA. 2012).
Kehamilan ektopik merupakan salah satu kehamilan yang berakhir
abortus, dan sekitar 16% kematian oleh sebab perdarahan dalam
kehamilan dilaporkan disebabkan oleh kehamilan ektopik yang pecah.
Kehamilan ektopik terjadi apabila hasil konsepsi berimplantasi, tumbuh
dan berkembang di luar endometrium normal. Kehamilan ektopik ini
merupakan kehamilan yang berbahaya bagi wanita yang bersangkutan
2

berhubung dengan besarnya kemungkinan terjadi keadaan gawat. Keadaan
gawat ini dapat terjadi apabila kehamilan ektopik terganggu (KET) dimana
terjadi abortus maupun ruptur tuba. Abortus dan ruptur tuba menimbulkan
perdarahan ke dalam kavum abdominalis yang bila cukup banyak dapat
menyebabkan hipotensi berat atau syok. Bila tidak atau terlambat
mendapat penanganan yang tepat penderita akan meninggal akibat
kehilangan darah yang sangat banyak. (Winkjosastro, H. 2005).
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengetahui tentang kehamilan ektopik
terganggu dan dapat melakukan penanganan yang sesuai dengan kejadian
yang ditemukan.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu untuk mengetahui konsep dasar kehamilan ektopik
terganggu
2. Mahasiswa mampu untuk mengetahui etiologi dari kehamilan ektopik
terganggu
3. Mahasiswa mampu untuk mengetahui patofisiologi dari kehamilan
ektopik terganggu
4. Mahasiswa mampu untuk mengetahui patologi dari kehamilan ektopik
terganggu
5. Mahasiswa mampu untuk mengetahui gejala klinik dan penanganan
dari kehamilan ektopik terganggu
6. Mahasiswa mampu untuk mengetahui diagnosis dari kehamilan
ektopik terganggu







3

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Dasar Kehamilan Ektopik Terganggu
Istilah ektopik berasal dari bahasa Inggris, ectopic, dengan akar
kata dari bahasa Yunani, topos yang berarti tempat. Jadi istilah ektopik
dapat diartikan berada di luar tempat yang semestinya. Apabila pada
kehamilan ektopik terjadi abortus atau pecah, dalam hal ini dapat
berbahaya bagi wanita hamil tersebut maka kehamilan ini disebut
kehamilan ektopik terganggu.
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan implantasi terjadi
diluar rongga uterus, tuba falopii merupakan tempat tersering untuk
terjadinya implantasi kehamilan ektopik, sebagian besar kehamilan
ektopik berlokasi di tuba, jarang terjadi implantasi pada ovarium, rongga
perut, kanalis servikalis uteri, tanduk uterus yang rudimenter dan
divertikel pada uterus.
(Sarwono, P. 2006)
Kehamilan Ektopik ialah kehamilan dimana sel telur setelah
dibuahi (fertilisasi) berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium kavum
uteri (Saifuddin, AB. 2008 ).
Kehamilan Ektopik ialah penanaman blastosit yang berlangsung di
manapun kecuali di endometrium yang melapisi ronggo uterus (Varney, H.
2007).
Kehamilan ektopik terganggu ialah kehamilan ektopik yang
mengalami abortus atau ruptur apabila masa kehamilan berkembang
melebihi kapasitas ruang implantasi misalnya tuba. (Saifuddin, AB. 2008).
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan implantasi terjadi di
luar rongga uterus. Tuba fallopi merupakan tempat tersering untuk
terjadinya implantasi kehamilan ektopik (lebih besar dari 90%) (Sarwono,
P. 2006).
Kehamilan ektopik ialah kehamilan di tempat yang luar biasa.
Tempat kehamilan yang normal ialah di dalam cavum uteri. Kehamilan
4

ektopik dapat terjadi di luar rahim misalnya dalam tuba, ovarium atau
rongga perut, tetapi dapat juga terjadi di dalam rahim di tempat yang luar
biasa misalnya dalam cervix. Kehamilan ektopik adalah implantasi dan
pertumbuhan hasil konsepsi di luar endometrium kavum uteri. (Mansjoer,
A. et, al. 2009)
2.2 Etiologi
1. Faktor dalam lumen tuba
a. Endosalpingitis dapat menyebabkan perlekatan endosalping,
sehingga lumen tuba menyempit atau membentuk kantong buntu.
b. Hipoplasia uteri, lumen tuba sempit dan berkeluk-keluk dan hal ini
sering disertai gangguan fungsi silia endosalping.
c. Operasi plastik dan stenlilasi yang tidak sempurna dapat menjadi
sebab lumen tuba menyempit.
2. Faktor pada dinding tuba
a. Endometriosis tuba (tuba tertekuk) dapat memudahkan implantasi
telur yang dibuahi dalam tuba.
b. Divertikel tuba kongenital atau ostium asesorius tubae dapat
menahan telur yang dibuahi di tempat itu.
3. Faktor diluar dinding tuba
a. Perlekatan peritubal dengan distorsi atau lekukan tuba dapat
menghambat perjalanan telur.
b. Tumor yang menekan dinding tuba dapat menyempitkan lumen
tuba.
4. Faktor lain
a. Migrasi luar ovum yaitu perjalanan dari ovarium kanan ke tuba kiri
atau sebaliknya dapat memperpanjang perjalanan telur yang
dibuahi ke uterus. Pertumbuhan yang terlalu cepat dapat
menyebabkan implantasi prematur.
b. Fertilisasi in vitro (pembuahan sel telur dalam kondisi
laboratorium, sel telur yang sudah di buahi itu kemudian
ditempatkan di dalam rahim wanita).
c. Bekas radang pada tuba
5

d. Kelainan bawaan tuba
e. Gangguan fisiologik tuba karena pengaruh hormonal
f. Operasi plastik/riwayat pembedahan pada tuba
g. Abortus buatan
h. Riwayat kehamilan ektopik yang lalu
i. Infeksi pasca abortus
j. Apendisitis
k. Infeksi pelvis
l. Alat kontrasepsi dalam rahim (IUD)
( Winkjosastro, H. 2005 ; Varney, H. 2007; Manuaba, IBG. 2010)
2.3 Patofisiologi
Proses implantasi ovum di tuba pada dasarnya sama dengan yang
terjadi di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumnar atau
interkolumnar. Pada nidasi secara kolumnar telur bernidasi pada ujung
atau sisi jonjot endosalping. Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh
kurangnya vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini dan
direabsorbsi. Pada nidasi interkolumnar, telur bernidasi antara dua jonjot
endosalping. Setelah tempat nidasi tertutup maka ovum dipisahkan dari
lumen oleh lapisan jaringan yang menyerupai desidua dan dinamakan
pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di tuba malahan kadang-
kadang sulit dilihat vili khorealis menembus endosalping dan masuk
kedalam otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah.
Perkembangan janin selanjutnya tergantung dari beberapa faktor, yaitu;
tempat implantasi, tebalnya dinding tuba dan banyaknya perdarahan yang
terjadi oleh invasi trofoblas (Winkjosastro, H. 2005).
Di bawah pengaruh hormon esterogen dan progesteron dari korpus
luteum graviditi dan tropoblas, uterus menjadi besar dan lembek,
endometrium dapat berubah menjadi desidua. Beberapa perubahan pada
endometrium yaitu; sel epitel membesar, nucleus hipertrofi, hiperkromasi,
lobuler, dan bentuknya ireguler. Polaritas menghilang dan nukleus yang
abnormal mempunyai tendensi menempati sel luminal. Sitoplasma
mengalami vakuolisasi seperti buih dan dapat juga terkadang ditemui
6

mitosis. Perubahan endometrium secara keseluruhan disebut sebagai reaksi
Arias-Stella (Winkjosastro, H. 2005).
Setelah janin mati, desidua dalam uterus mengalami degenerasi
kemudian dikeluarkan secara utuh atau berkeping-keping. Perdarahan
yang dijumpai pada kehamilan ektopik terganggu berasal dari uterus
disebabkan pelepasan desidua yang degenerative (Winkjosastro, H. 2005).
Sebagian besar kehamilan tuba terganggu pada umur kehamilan
antara enam sampai sepuluh minggu. Karena tuba bukan tempat
pertumbuhan hasil konsepsi, tidak mungkin janin tumbuh secara utuh
seperti dalam uterus. Beberapa kemungkinan yang mungkin terjadi adalah
:
1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi
Pada implantasi secara kolumna, ovum yang dibuahi cepat mati
karena vaskularisasi yang kurang dan dengan mudah diresobsi total.
2. Abortus ke dalam lumen tuba
Perdarahan yang terjadi karena terbukanya dinding pembuluh
darah oleh vili korialis pada dinding tuba di tempat implantasi dapat
melepaskan mudigah dari dinding tersebut bersama-sama dengan
robeknya pseudokapsularis. Segera setelah perdarahan, hubungan
antara plasenta serta membran terhadap dinding tuba terpisah bila
pemisahan sempurna, seluruh hasil konsepsi dikeluarkan melalui ujung
fimbrae tuba ke dalam kavum peritonium. Dalam keadaan tersebut
perdarahan berhenti dan gejala-gejala menghilang.
3. Rupture dinding tuba
Penyebab utama dari ruptur tuba adalah penembusan dinding vili
korialis ke dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritoneum. Ruptur
tuba sering terjadi bila ovum yang dibuahi berimplantasi pada isthmus
dan biasanya terjadi pada kehamilan muda. Sebaliknya ruptur yang
terjadi pada pars-intersisialis pada kehamilan lebih lanjut. Ruptur
dapat terjadi secara spontan, atau yang disebabkan trauma ringan
seperti pada koitus dan pemeriksaan vagina.
(Winkjosastro, H. 2005)
7


2.4 Patologi
1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi. Pada implantasi kolumner
ovum yang dibuahi cepat mati karena vaskularisasi kurang, dan dengan
mudah terjadi resorbsi total.
2. Abortus ke dalam lumen tuba. Perdarahan yang terjadi karena
pembukaan pembuluh darah oleh villi corialis pada dinding tuba di
tempat implantasi dapat melepaskan mudigah dari dinding tersebut
bersama-sama dengan robeknya pseudokapsularis.
3. Rupture dinding tuba. Penyebab ruptur yaitu penembusan villi coriolis
ke dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritonium.
(Winkjosastro, H. 2005)
2.5 Gejala Klinik dan Penanganan
1. Kehamilan Tuba
a. Data Subjektif
Gejala saat ini : Nyeri abdomen, terutama nyeri pelvic
unilateral maupun bilateral pada abdomen bagian bawah, pada
abdomen bagian atas atau seluruh abdomen. Perdarahan
pervaginam atau bercak pada rahim.
Riwayat haid normal yang terakhir kemungkinan yang
terjadi enam sampai delapan minggu sebelum mulai timbulnya
nyeri abdomen dan bercak perdarahan pervaginam. Sinkope atau
perubahan ortostatik. Nausea, Vomitus dan pembengkakkan
payudara. Tekanan pada rectum atau suatu urgensi atau defekasi.
Riwayat penyakit dahulu : pernah mengalami keahmilan ektopik,
riwayat kontrasepsi oral atau AKDR, riwayat operasi tuba.
(Wiknjosastro, H. 2005 dan Saifuddin, AB. 2008)
b. Data Objektif
1) Pemeriksaan Fisik
2) Pemeriksaan umum :
a) Shock Hipovolemik dan Hipotensi Ortostatik (Postural)
b) Pemeriksaan Abdomen :
8

- Rasa sakit di kuadran bawah unilateral.
- Bising usus menurun.
- Mungkin ditemukan distensi dengan perasaan seperti
adonan pada palpasi.
- Sebelum terjadi ruptur, temuan pada pemeriksaan
abdomen biasanya normal.
c) Pemeriksaan Pelvis :
- Nyeri unilateral pada pelvis dan rasa sakit yang
terlokalisir pada suatu daerah adneksa.
d) Tes Laboratorium :
- Pemeriksaan darah lengkap dengan apusan darah.
- Urinalis normal.
- Golongan darah dan rhesus untuk penggantian darah
jika ada indikasi.
(Wiknjosastro, H. 2005 dan Saifuddin, AB. 2008)
c. Penilaian
Diagnosis banding :
1) Abortus iminens atau abortus inkompletus dari kehamilan
intrauterine.
2) Inveksipelvis.
3) Korpus luteum persisten dengan perdarahan intra abdominal.
4) Kista ovarium dengan torsi atau Torsi Adneksa.
5) Apendisitisakut.
d. Rencana
1) Data diagnostic tambahan
2) Kuldosentesis
3) Cairan peritoneum di aspirasi dan kavum Douglasi Posterior
dengan menusukkan jarum ajang No.16 atau 18 melalui torniks
posterior.
4) Tes kehamilan untuk HCG.
5) Laju endap darah biasanya dalam batas-batas normal.
9

6) Penetapan hematokrit secara serial. Ultrasonografi : masa
adneksa, cairan dalam kavum douglasi.
7) Foto abdomen : cairan bebas dalam kavum peritoneum.
Laparoskopi.
8) Kuretase Endometrium.
9) Kaolpotomi atau Kuldoskopi.
e. Penatalaksanaan
Prinsip kerja umum :
1) Rawat inap segera.
2) Operasi segera setelah diagnostic di tegakkan.
3) Penggantian darah sebagai indikasi Hipovolemia atau anemia.
(Wiknjosastro, H. 2005 dan Saifuddin, AB. 2008)
2. Kehamilan Abdominal
a. Data Subjektif
Gejala saat ini : nyeri abdomen bagian bawah atau
intermitting, jika bayinya hidup, gerakan janin akan dirasakan
sangat nyeri, riwayat haid terakhir sesuai umur kehamilan.
Kehamilan abdominal aka menjadi simtomatik antara
gestasi dua belas dan empat puluh minggu. Nausea, vomitus, dan
diare merupakan gejala yang bervariasi. Riwayat penyakit dahulu :
1) Riwayat spotting.
2) Perdarahan irengular.
b. Data Objektif
1) Pemeriksaan Umum :
a) Seringkali normal.
2) Pemeriksaan Abdomen :
a) Abdomen lebih sakit daripada normal.
b) Bagian janin dapat teraba sedemikian dekat dengan dinding
abdomen.
c) DJJ seringkali tidak ada.
d) Kontraksi uterus tidak dapat di palpasi.
e) Lengkungan uterus tidak ada.
10

3) Pemeriksaan Pelvis :
a) Serviks sering berpindah tempat ke anterior dan superior.
Serviks kaku.
b) Uterus mungkin berpindah tempat ke atas dan di
identifikasi terpisah dari janin.
(Wiknjosastro, H. 2005 dan Saifuddin, AB. 2008)
c. Penilaian
Diagnosis banding : Kehamilan intrauterine.
d. Rencana
Data diagnostic tambahan :
1) Ultrasonografi : kavum uteri kosong.
2) Oxitocin Challenge Test. Adanya kontraksi uterus
menyingkirkan diagnosis kehamilan abdominal.
3) Foto abdomen.
4) Histerogram.
5) Angiografi Pelvis.
e. Penatalaksanaan
1) Rawat inap.
2) Laparotomi Eksplorasi.
(Wiknjosastro, H. 2005 dan Saifuddin, AB. 2008)
3. Kehamilan Servikal
a. Data Subjektif
1) Perdarahan pervaginam.
2) Demam dan menggigil.
b. Data Objektif
1) Pemeriksaan pelvis :
a) Serviks mengalami distensi dan berbanding tipis dengan
OUE berdilatasi sebagian.
b) Fundus uteri sedikit membesar.

c. Penilaian
Diagnosis banding :
11

1) Abortus iminens.
2) Abortus Aseptik.
3) Keganasan Servikal.
4) Plasenta Previa.
d. Penatalaksanaan :
1) Intervensi bedah.
2) Kuret.
3) Ligasi cabang desensus artei uterine.
4) Histerektomi.
4. Kehamilan Ovarial
a. Data Subjektif
1) Nyeri abdomen.
2) Perdarahan pervaginam.
3) Amenore.
b. Data Objektif
Pemeriksaan abdomen dan pelvis : memberi kesan perdarahan intra
abdominal.
c. Penilaian
Diagnosis banding :
1) Kehamilan tuba.
2) Perdarahan Korpus Luteum.
3) Tumor Ovarium.
d. Rencana
1) Tes HCG.
2) Laparoskopi Diagnostik
3) Laparotomi Eksplorasi
4) Pada waktu pembedahan, ooforektomi atau wedge resection
sebagian biasanya diperlukan.
(Wiknjosastro, H. 2005 dan Saifuddin, AB. 2008)

5. Tindakan Bidan
12

kehamilan ektopik terganggu merupakan masalah klinis yang
memerlukan penanganan spesialis, sehingga rujukan merupakan
langkah yang sangat penting. Dengan gambaran klinis kehamilan
ektopik terganggu, kiranya bidan dapat menegakkan diagnosis
kemungkinan, sehingga sikap yang diambil adalah segera merujuk
penderita ke Puskesmas, Dokter atau langsung ke Rumah Sakit.
(Wiknjosastro, H. 2005 dan Saifuddin, AB. 2008)
2.6 Diagnosis
Penegakan diagnosis pada kehamilan ektopik belum terganggu
sangat sukar, maka memerlukan alat bantu diagnostik yaitu :
1. Ultrasonografi (apabila ditemukan kantong gestasi diluar uterus yang
didalamnya tampak denyut jantung janin)
2. Laparoskopi (hanya digunakan sebagai alat bantu diagnosti terakhir
untuk kehamilan ektopik apabila hasil penilaian prosedur diagnostik
yang lain meragukan)
3. Kuldoskopi (cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam kavum
Douglas ada darah atau cairan lain).
(Wiknjosastro, H. 2005 dan Manuaba, IBG. 2010)
Sedangkan penegakan diagnosis kehamilan ektopik terganggu
dilakukan melalui :
1. Anamnesis
Bisa ditemukan haid terlambat, nyeri perut bagian bawah, nyeri
bahu, perdarahan pervaginam setelah nyeri perut bagian bawah.
2. Pemeriksaan umum
Penderita tampak kesakitan dan pucat, pada perdarahan dalam
rongga perut tanda-tanda syok dapat ditemukan.
3. Pemeriksaan ginekologi
Tanda-tanda kehamilan muda mungkin ditemukan. Pergerakan
serviks mungkin bisa nyeri. Bila uterus dapat teraba maka akan teraba
sedikit membesar dan kadang teraba tumor di samping uterus dengan
batas yang sukar ditentukan.

13

4. Pemeriksaan laboratorium
Pengukuran hemaglobin, hematokrit, dan hitung lekosit serta
kadar gonadotropin kronik dan progesteron serum.
5. Dilatasi dan kerokan
Pada umumnya dilatasi dan kerokan untuk menunjang
diagnosis kehamilan ektopik tidak dianjurkan.
6. Kuldosentesis
Adalah suatu cara pemeriksaan untuk apakah dalam cavum
douglas ada darah atau cairan lain. Cara ini untuk mengidentifikasi
hemoperitoneum.
7. Ultrasonografi
Ultrasonografi berguna dalam diagnostik kehamilan ektopik.
Diagnostik pasti ialah apabila ditemukan kantunng gestasi di luar
uterus yang di dalamnya tampak denyut janin.
8. Laparoskopi
Pemeriksaan bagian perut dengan bantuan LAPA-ROSCOPE
(alat untuk memeriksa rongga perut). Laparaskopi hanya digunakan
sebagai alat bantu diagnostik terakhir untuk kehamilan ektopik, apabila
hasil penilaian prosedur diagnostik yang lain meragukan.
9. -hCG serum kuantitatif plus sonografi
Bila kehamilan didiagnosis seorang wanita dengan
hemodinamika stabil yang dicurigai mengalami kehamilan ektopik,
penatalaksanaan berikutnya didasarkan pada nilai -hCG serum serial
dan sonografi.
10. Kuretase
Diferensiasi antara abortus imminens atau incomplet dangan
kehamilan tuba pada banyak kasus dapat dilakukan dengan kuretase
rawat jalan.
(Wiknjosastro, H. 2005 dan Manuaba, IBG. 2010)


11. Laparatomi
14

Tindakan lebih disukai jika wanita tersebut secara
hemodinamik tidak stabil, atau kalau tidak mungkin dilakukan
laparaskopi.
(Wiknjosastro, H. 2005 dan Manuaba, IBG. 2010)



15

BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kehamilan ektopik adalah suatu kehamilan dimana sel telur yang
dibuahi berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium kavum uteri.
Kehamilan ektopik dapat mengalami abortus atau ruptur pada dinding tuba
dan peristiwa ini disebut sebagai Kehamilan Ektopik Terganggu.
Sebagian besar kehamilan ektopik terganggu berlokasi di tuba (90%)
terutama di ampula dan isthmus. Sangat jarang terjadi di ovarium, rongga
abdomen, maupun uterus. Keadaan-keadaan yang memungkinkan
terjadinya kehamilan ektopik adalah penyakit radang panggul, pemakaian
antibiotika pada penyakit radang panggul, pemakaian alat kontrasepsi
dalam rahim IUD (Intra Uterine Device), riwayat kehamilan ektopik
sebelumnya, infertilitas, kontrasepsi yang memakai progestin dan tindakan
aborsi.
Gejala yang muncul pada kehamilan ektopik terganggu tergantung
lokasi dari implantasi. Dengan adanya implantasi dapat meningkatkan
vaskularisasi di tempat tersebut dan berpotensial menimbulkan ruptur
organ, terjadi perdarahan masif, infertilitas, dan kematian. Hal ini dapat
mengakibatkan meningkatnya angka mortalitas dan morbiditas Ibu jika
tidak mendapatkan penanganan secara tepat dan cepat.
Insiden kehamilan ektopik terganggu semakin meningkat pada semua
wanita terutama pada mereka yang berumur lebih dari 30 tahun. Selain itu,
adanya kecenderungan pada kalangan wanita untuk menunda kehamilan
sampai usia yang cukup lanjut menyebabkan angka kejadiannya semakin
berlipat ganda.
3.2 Saran
1. Kepada institusi
Diharapkan dapat menambah referensi untuk kelancaran dalam
pengerjaan tugas perkuliahan.

16

2. Kepada mahasiswa progam studi D III Kebidanan
Diharapkan dapat menguasai hal-hal yang berhubungan dengan
kehamilan ektopik terganggu dan dapat melakukan penanganan yang
sesuai dengan kejadian yang ditemukan.
3. Kepada pembaca
Diharapkan dengan adanya makalah ini dapat dijadikan sebagai
literatur dan dapat menambah referensi guna penelitian di masa
mendatang.



17

DAFTAR PUSTAKA
Fadlun, Feryanto Achmad. 2012. Asuhan Kebidanan Patologis. Jakarta : Salemba
Medika

Mansjoer, Arif. Kuspuji, Triyanti. 2009. Kapita Selekta Kedokteran Edisi III Jilid
I. Jakarta : Media Aesculapius FKUI

Manuaba, Ida Bagus Gede. 2010. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan KB
Edisi 2. Jakarta : EGC

Pamilih. 2006. Buku saku Manajemen Komplikasi Kehamilan dan Persalinan.
Jakarta : EGC

Saifuddin, Abdul Bari. 2008. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo

Sarwono, Prawirohardjo. 2006. Ilmu Kebidanan.Jakarta: Yayasan Bina Pustaka

Varney, Hellen. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4. Jakarta : EGC

Winkjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo

Anda mungkin juga menyukai