Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN PERSALINAN NORMAL I.

Pengertian Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar rahim ibu (DepKes RI, 2002: 8) Persalinan ialah serangkaian kejadian yang berakhir dengan pengeluaran bayi yang cukup bulan atau hampir cukup bulan disusul dengan pengeluaran plasenta dan selaput janin dari tubuh ibu (Sastrawinata, 2005). Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup, dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar (Mansjoer, 2005: 291). Proses kelahiran menuntut janin berhasil melalui pelvis keluar ke lingkungan ekstrauterin (Walsh, 2008: 243). Persalinan adalah proses pergerakan keluar janin, plasenta dan membrane dari dalam rahim melalui jalan rahim (Bobak, 2005: 245).

II.

Teori yang mempengaruhi proses persalinan

1) Teori Keregangan (1) Otot rahim mempunyai kamampuan meregang dalam batas tertentu (2) Setelah melewati batas tertentu terjadi kontraksi sehingga persalinan dapat dimulai 2) Teori Penurunan Progesteron
(1)

Proses penuaan plasenta terjadi mulai umur hamil 28 minggu, dimana terjadi penimbunan jaringan ikat, pembuluh darah mengalami penyempitan dan buntu

(2) Produksi progesteron mengalami penurunan sehingga otot rahim lebih sensitif terhadap oksitocin (3) Akibatnya otot rahim mulai berkontraksi setelah tercapai tingkat penurunan progesteron tertentu

3) Teori Oksitocin Internal

(1) (2)

Oksitocin dekeluarkan oleh kelenjar hipofisis posterior Perubahan keseimbangan estrogen dan progesteron dapat mengubah sensitivitas otot rahim, sehingga sering terjadi kontraksi Braxton Hicks

(3) Menurunnya konsentrasi progesteron akibat tuanya kehamilan

maka

oksitocin dapat meningkatkan aktivitas, sehingga persalinan dapat dimulai


4) Teori Prostaglandin (1)

Konsentrasi prostaglandin meningkat sejak umur 15 minggu yang dikeluarkan oleh decidua

(2) Pemberian prostaglandin saat hamil dapat menimbulkan kontraksi otot rahim sehingga hasil konsepsi dikeluarkan (3) Prostaglandin dapat merupakan pemicu terjadinya persalinan
5) Teori hipotalamus hipofise dan Glandula suprarenalis

(1) Teori ini menunjukkan pada kehamilan dengan anensefalus sering terjadi kelambatan persalinan karena tidak terbentuknya hipotalamus (2) Pemberian kortikosteroid yang dapt menyebabkan maturitas janin, induksi (mulainya) persalinan (3) Glandula suprarenal merupakan pemicu terjadinya persalinan

III.

Faktor Esensial Persalinan Menurut Bobak (2005: 235) ada 5 faktor yang mempengaruhi proses persalinan

dan kelahiran. Berbagai faktor ini mudah diingat sebagai 5 P yaitu passenger (janin dan plasenta), passageway (jalan lahir), powers (kekuatan), posisi ibu dan psychologic respons.
1)

Passenger (janin dan plasenta) Cara bagi penumpang (passenger) atau janin bergerak di sepanjang jalan lahir merupakan akibat interaksi beberapa faktor yaitu ukuran kepala janin, presentasi, letak, sikap dan posisi janin.presentasi janin harus mempunyai implikasi pada kemajuan persalinan (Walsh, 2007: 300)

Plasenta juga harus melewati jalan lahir, ia juga dianggap sebagai penumpang yang menyertai janin. Namun, plasenta jarang menghambat proses persalinan pada kelahiran normal.
2)

Passageway (jalan lahir) Jalan lahir terdiri dari panggul ibu yakni bagian tulang yang padat, dasar panggul, vagina dan introitus (lubang luar vagina). Meskipun jaringan lunak khususnya lapisan-lapisan otot dasar panggul ikut menunjang keluarnya bayi, tetapi panggul ibu jauh lebih berperan dalam proses persalinan. Janin harus berhasil menyesuaikan dirinya terhadap jalan lahir yang relatif kaku. Oleh karena itu ukuran dan bentuk panggul harus ditentukan sebelum persalinan dimulai. Menurut Walsh, 2007: 300 menyebutkan bahwa tipe pelvis yang memberi prognosis baik untuk kelahiran pervaginam adalah ginekoid dan anthropoid.

3)

Power (kekuatan) (1) Kekuatan primer Kekuatan primer membuat serviks menipis (efficement) dan berdilatasi sehingga janin turun. Efficement (penipisan) serviks adalah pemendekan dan penipisan serviks selama tahap pertama persalinan. Dilatasi serviks adalah pembesaran atau pelebaran muara dan saluran serviks yang terjadi pada awal persalinan. Diameter meningkat dari 1 cm sampai dilatasi lengkap (sekitar 10 cm) supaya janin aterm dapat dilahirkan. (2) Kekuatan sekunder Segera setelah bagian presentasi mencapai dasar panggul, sifat kontraksi berubah yakni bersifat mendorong keluar. Wanita merasa ingin mengedan. Usaha mendorong ke bawah (kekuatan sekunder) dibantu dengan usaha volunter yang sama dengan yang dilakukan seperti buang air besar (mengedan).

4)

Posisi Ibu

Posisi ibu mempengaruhi adaptasi anatomi dan fisiologi persalinan. Posisi tegak memberi sejumlah keuntungan. Mengubah posisi membuat rasa letih hilang, memberi rasa nyaman dan memperbaiki sirkulasi. Jangan diberikan posisi terlentang secara terus menerus. 5) Psikologis Penampilan dan perilaku wanita serta pasangannya secara keseluruhan merupakan petunjuk yang berharga tentang jenis dukungan yang ia akan perlukan. Wanita yang bersalin biasanya mengutarakan berbagai kekhawatiran, tetapi mereka jarang dengan spontan menceritakannya.

IV. 1)

Kala Persalinan Kala 1 Dimulai ketika telah tercapai kontraksi uterus dengan frekuensi, intensitas dan durasi yang cukup untuk menghasilkan pendataran dan dilatasi serviks yang progresif. Kala 1 persalinan selesai ketika serviks sudah membuka lengkap (sekitar 10 cm) sehingga memungkinkan kepala janin lewat. Kala 1 persalinan disebut stadium pendataran dan dilatasi serviks. Kala 1 dibagi menjadi 2 fase, yaitu:
(1) Fase laten : berlangsung 8 jam pembukaan terjadi sangat lambat sampai

mancapai ukuran diameter 3 cm


(2) Fase aktif

Fase aktif terjadi ketika dilatasi serviks paling besar dan bagian presentasi janin turun lebih lanjut ke dalam pelvis, Fase aktif dibagi 3 fase, yaitu: a) Fase akselerasi dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm tadi menjadi 4 cm.
b) Fase akselerasi maximal dalam waktu 2 jam. Pembukaan berlangsung

sangat cepat dari 4 menjadi 9 cm


c) Fase diselarasi pembukaan menjadi lambat kembali dalam waktu 2 jam

pembukaan 9 cm menjadi lengkap 2) Kala 2

Dimulai ketika dilatasi serviks sudah lengkap dan berakhir ketika janin sudah lahir. Kala 2 persalinan disebut juga sebagai stadium ekspulsi janin. His menjadi lebih kuat, kontraksinya 50 100 detik, datangnya tiap 2-3 menit. Ketuban biasanya pecah dalam kala ini dan ditandai dengan keluarnya cairan yang kekuning-kuningan secara sekonyong-konyong dan banyak.. Ada kalanya ketuban pecah dalam kala I dan malahan selaput janin dapat robek sebelum persalinan mulai. Pasien mulai mengejan. Tanda tanda inpartu pada ibu menurut Mochtar tahun 1989: 101 disebutkan :

Rasa sakit oleh adanya his yang datang lebih kuat, sering dan teratur Keluar lender bercampur darah (Show) yang lebih banyak karena robekan robekan kecil pada serviks.

Kadang kadang ketuban pecah dengan sendirinya Pada pemeriksaan dalam : serviks mendatar, pembukaan telah ada

Pada akhir kala II sebagai tanda bahwa kepala sudah sampai dasar panggul, perineum menonjol, vulva menganga dan rectum terbuka. Dipuncak his, bagian kecil dari kepala nampak dalam vulva, tetapi hilang lagi waktu his terhenti. Pada his berikutnya bagian kepala yang nampak lebih besar lagi, tetapi surut kembali kalau his berhenti, Kejadian ini disebut kepala membuka pintu. Maju dan

surutnya kepala berlangsung terus, sampai lingkaran terbesar dari kepala terpegang oleh vulva, sehingga tak dapat mundur lagi. Pada saat ini tonjolan tulang ubun-ubun telah lahir dan subocciput ada dibawah symphysis. Saat ini disebut kepala keluar pintu, karena pada his berikutnya dengan extensi lahirnya ubun ubun besar, dahi dan mulut pada commissural posterior. Setelah kepala lahir ia jatuh kebawah dan kemudian terjadi putaran paksi luar, sehingga kepala melintang. Sekarang vulva menekan pada leher dan dada tertekan oleh jalan lahir sehingga dari hidung anak keluar lendir dan cairan. His berikutnya bahu lahir, bahu belakang dulu kemudian bahu depan, disusul oleh seluruh badan anak dengan fleksilateral, sesuai dengan paksi jalan lahir. Sesudah anak lahir, sering keluar sisa air ketuban, yang tidak keluar waktu ketuban pecah,

kadang-kadang bercampur darah. Menurut Mochtar, 1989: 106 lama kala II pada primi : 1,5 2 jam dan pada multi : 0,5 1 jam. 3) Kala 3 Dimulai segera setelah janin lahir dan berakhir dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban janin. Kala 3 persalinan disebut juga sebagai stadium pemisahan dan ekspulsi plasenta dimana menurut Mochtar, 1989: 106 seluruh proses berlangsung 5 30 menit setelah bayi lahir namun kita dapat menunggu paling lama 1 jam. Tetapi bila perdarahan banyak atau bila pada persalinan persalinan yang lalu ada sejarah perdarahan postpartum tak boleh menunggu, sebaiknya langsung lakukan plasenta dikeluarkan dengan tangan. Juga kalau perdarahan sudah lebih dari 500cc atau satu nierbekken sebaiknya uri langsung di manual dan diberikan uterus tonika. Mekanisme pengeluaran plasenta dapat terjadi secara duncan yaitu bagian maternal dulu yang keluar dan dapat secara schulze dimana bagian janin dulu yang keluar. Setelah anak lahir his berhenti sebentar, tetapi setelah beberapa menit timbul lagi. His ini dinamakan his pelepasan uri yang melepaskan uri sehingga terletak pada segmen bawah rahim atau bagian atas dari vagina. Setelah anak lahir uterus teraba sebagai tumor yang keras, segmen atas lebar karena mengandung placenta, fundus uteri teraba sedikit kebawah pusat. Kalau placenta telah lepas bentuknya menjadi bundar dan tetap bundar hingga perubahan bentuk ini dapat diambil sebagai tanda perlepasan placenta. Jika keadaan dibiarkan, maka setelah placenta lepas fundus uteri naik sedikit hingga setinggi pusat atau lebih dan bagian tali pusat di luar vulva menjadi lebih panjang. Naiknya fundus uteri disebabkan karena placenta jatuh dalam segmen bawah rahim atau bagian atas vagina dan dengan demikian mengangkat uterus yang kontraksi; dengan sendirinya dengan lepasnya placenta bagian tali pusat yang lahir menjadi lebih panjang. Lamanya kala uri + 8,5 menit, dan pelepasan placenta hanya memakan waktu 2-3 menit (Sastrawinata, 1983: 263). Sebagai ringkasan maka tanda-tanda pelepasan placenta adalah :

1.

Uterus menjadi bundar. Perdarahan. Memanjangnya bagian tali pusar yang lahir.

2.
3.

4. Naiknya fundus uteri karena naiknya rahim ia juga lebih mudah dapat

digerakkan. Perasat yang dapat dilakukan untuk mengetahui lepasnya Uri menurut Mochtar, 1989: 120 meliputi: 1. KUSTNER Meletakkan tangan dengan tekanan pada atau diatas simfisis; tali pusat ditegangkan, maka bila tali pusat masuk berarti belum lepas; diam atau maju berarti sudah lepas. 2. KLEIN Sewaktu ada his kita dorong sedikit rahim, bila tali pusat kembali berarti belum lepas, jika tali pusat diam atau turun berarti lepas. 3. STRASSMAN Tegangkan tali pusat dan ketok pada fundus, bila tali pusat bergetar berarti belum lepas, jika tak bergetar berarti sudah lepas. 4. Rahim menonjol diatas simfisis 5. Tali pusat bertambah panjang 6. Rahim bundar dank eras 7. Keluar darah secara tiba tiba. 4) Kala 4 Kala ini penderita masih membutuhkan pengawasan yang intensif karena perdarahan atonia uteri masih mengancam. Maka dalam kala ini penderita tetap diruang bersalin tugas kita adalah:
(1) (2)

Mengawasi perdarahan postpartum Setelah plasenta lahir diperiksa dengan teliti apakah lengkap atau tidak.

(3) Fundus uteri.


(4)

Kontraksi rahim.

(5) Keadaan umum, tanda-tanda vital.

V.

Asuhan Keperawatan A. Pengkajian

1)

Anamnesis
(1) Identitas klien

(2) HPHT dan perkiraan persalinan


(3) Sejak kapan mulai sakit perut

(4) Jarak setiap rasa sakit (5) Lamanya rasa sakit


(6) Apakah sudah mengeluarkan: lendir campur darah, darah, cairan

(7) Bagaimana rasa / kesan perut bagian bawah (8) Bagaimana gerak janin dalam perut 2) Pemeriksaan fisik Meliputi keadaan umum Ibu, Tanda tanda vital, pemeriksaan Leopold, DJJ, his. Pemeriksaan dalam (vagina toucher) meliputi portio, efficement, dilatasi serviks, ketuban apakan sudah pecah atau belum, letak kepala, keadaan panggul apakah ada kelainan atau tidak, dataran, keadaan rektum apakah berisi feses atau tidak.
3)

Riwayat sakit dan kesehatan Meliputi penyakit yang pernah diderita, riwayat penyakit keluarga, riwayat alergi makanan dan obat-obatan.

4)

Psikososial spiritual Pengkajian mekanisme koping digunakan untuk menilai respon klien terhadap kondisi saat ini dan pengaruhnya terhadap keluarga.

B.

Masalah dan Intervensi Kala I

I.

1) Ansietas (1) Orientasikan klien pada ruangan staff dan rposedur

R : Pendidikan kepada klien dapat menurunkan stress dan ansietas dan meningkatkan kemajuan persalinan (2) Kaji tingkat ansietas dan penyebab ansietas, kesiapan melahirkan anak, latar belakang budaya R : Ansietas memperberat persepsi nyeri, mempengaruhi teknik koping (3) Observasi tekanan darah, nadi sesuai dengan indikasi R : Stress memacu sistem adrenokortikal yang pada akhirnya dapat meningkatakan kerja jantung (4) Anjurkan klien mengungkapkan perasaan, masalah dan rasa takut R : Stress, rasa takut, ansietas mempunyai efek pada persalinan sering memperlama fase pertama. Ungkapan perasaan dan rasa takut dapat menurunkan tingakat ansietas yang dirasakan

2) Kurang pengetahuan (1) Kaji tingkat pengetahuan dan harapan klien R : Membantu menentukan kebutuhan akan informasi/ belajar (2) Berikan informasi tentang prosedur dan kemajuan persalinan R : pendidikan sebelum persalinan dapat memudahkan persalinan dan proses kelahiran, membantu klien untuk memepertahankan kontrol selama persalinan, membantu meningkatkan sikap positif dan merununkan ketergantungan pada medikasi (3) Demostrasikan teknik pernafasan / relaksasi dengan tepat untuk setiap fase persalinan R : Klien dengan persiapan sebelumnya dapat memperoleh keuntungan dari tinjauan dan penguatan. Teknik relaksasi yang tepat dapat membantu klien dalam proses persalinan
(4) Jelaskan prosedur rutin dan kemungkinan resiko berhubungan dengan

persalinan R : Informasi yang tepat dapat membantu klien dalam membuat pilihan persetujuan

3) Resiko tinggi infeksi terhadap maternal (1) Lakukan pemeriksaan vagina awal, ulangi pada kontraksi yang menunjukkan kemajuan R : pengulangan pemeriksaan vagina berperan dalam insiden infeksi saluran asenden (2) Tekankan pentingnya mencuci tangan yang baik dan tepat sebalum melakukan tindakan R : Menurunkan resiko yang memerlukan atau menyebarkan infeksi kuman penyakit (3) Gunakan teknik aseptik selama pemeriksaan vagina R : Membantu mencegah pertumbuhan bakteri, membatasi kontaminan dari pencapaian ke vagina (4) Observasi temperatur dan nadi klien R : Dalam 4 jam setelah membran ruptur, insiden korioamnionitis meningkat secara progesif sesuai waktu ditunjukkan dengan peningkatan tanda tanda vital (5) kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotik jika diperlukan R : Antibiotik melindungi perkembangan korioamninitis pada klien yang beresiko

II.

Kala II

1)Ansietas (1)Libatkan keluarga dalam memberikan motivasi. R: Dukungan sosial dapat meningkatkan kemampuan koping individu. (2)Jelaskan apa yang sedang terjadi dan apa yang diharapkan. Berikan informasi faktual tentang penyebab, implikasi dan tujuan tindakan. R: Penjelasan yang diberikan dapat meningkatkan kesadaran klien akan situasi sehingga dapat menurunkan kecemasan. (3)Berikan informasi secara terus menerus. R: Dapat mengurangi kecemasan. (4)Observasi ulang riwayat obstetric.

R: Tingkat ansietas tergantung pada sifat situasi, riwayat kehilangan janin, pemahaman klien akan kejadian dan tujuan intervensi, perilaku koping klien baik masa lalu maupun saat ini. (5)Anjurkan penggunaan teknik relaksasi. R: Memungkinkan klien mendapat keuntungan maksimal dari periode istirahat, mencegah kelelahan otot dan memperbaiki aliran darah uterus. (6)Kolaborasi dengan sumber yang lainnya untuk konseling atau pendukung bila ansietas berlebihan atau sistem pendukung tidak adekuat. R: Dapat membantu penilaian tehadap situasi jangka panjang.

2) Nyeri (1) Bantu dalam penggunaan teknik pernafasan/ relaksasi yang tepat dan pada massase abdomen. R: Dapat memblok impuls nyeri dalam korteks serebral melalui respons kondisi dan stimulasi kutan. Memudahkan kemajuan persalinan normal. (2) Bantu tindakan kenyamanan misalnya mengubah posisi. R: Meningkkatkan relaksasi dan perasaan sejahtera, selain itu posisi miring kiri menurunkan tekanan uterus pada vena kava, tetapi perubahan posisi secara periodik mencegah iskemia jaringan dan/ atau kekakuan otot sehingga meningkatkan kenyamanan. (3) Anjurkan klien untuk berkemih setiap 1-2 jam. R: Mempertahankan kandung kemih bebas distensi, yang dapat meningkatkan ketidaknyamanan, mengurangi kemungkinan terjadi trauma, mempengaruhi penurunan janin dan memperlambat proses persalinan.
(4)

Berikan informasi tentang ketersediaan analgesic, respons/ efek samping pada klien dan janin dan durasi efek analgesic. R: Memungkinkan klien membuat pilihan persetujuan tentang cara pengontrolan nyeri. Hal ini dilakukan bila tindakan konservatif tidak efektif dan meningkatkan ketegangan otot, menghalangi kemajuan persalinan.

Penggunaan

medikasi

yang

minimal

dapat

meningkatkan

relaksasi,

memperpendek persalinan, membatasi keletihan dan mencegah komplikasi. (5) Hitung waktu dan catat frekuensi, intensitas dan durasi pola kontraksi uterus setiap 30 menit. R: Memantau kemajuan persalinan dan memberikan informasi untuk klien. (6) Berikan tindakan pengamanan (pertahankan penghalang tempat tidur). R: Analgesik yang diberikan dapat dapat mengubah persepsi dan klien dapat jatuh karena mencoba turun tempat tidur. (7) Ajarkan cara mengedan yang benar jika pembukaan sudah lengkap R : Mengurangi kelelahan dan mempercepat proses persalinan. (8) Anjurkan klien untuk istirahat miring kiri jika tidak sedang kontraksi R : Mengurangi penekanan vena cava, meminimalkan hipoksia jaringan. (9) Berikan analgesik bila diperlukan R: Memberikan kelegaan bila persalinan aktif dilakukan. (10) Kaji derajat kenyamanan dan pola pernafasan serta nadi. R: Tindakan dan reaksi nyeri adalah individual dan berdasarkan pengalaman masa lalu, pemahaman perubahan fisologis dan latar belakang budaya. Gangguan fungsi pernafasan terjadi bila analgesic terlalu tinggi sehingga menimbulkan paralisis diafragma.

III.

Kala III

1) Resiko tinggi kekurangan volume cairan

(1) Observasi tanda tanda vital R : sebagai penanda peruabahan kondisi klien (2) Palpasi uterus R : Menunjukkan relaksasi uterus dengan perdarahan ke dalam rongga uterus
(3) Pantau tanda dan gejala kehilangan cairan berlebihan atau syok

R : Hemoragi dihubungkan dengan kehingan cairan lebih besar dari 500 cc dapat diamnifestasikan oleh peningkatan nadi, penurunan TD, sianosis, disorientasi, peka rangsang dan penurunan kesadaran

(4) Massase uterus dengan perlahan setelah pengeluaran plasenta R : Miometrium berkontraksi sebagai respons terhadap rangsang taktil lembut, karenanya menurunkan aliran lokia dan menunjukkan pembekuan darah (5) Cata waktu dan mekanisme pengeluaran plasenta R : Pelepasan harus terjadi dalam waktu 5 menit setelah kelahiran, kegagalan untuk lepas memerlukan pelepasan secara manual. (6) Tempatkan bayi di payudara klien bila ia merencanakan untuk pemberian ASI R : Penghisapan merangsang oksitocin dan hipofisis posterior, meningkatkan kontrasi miometrik dan menurunkan kehilanagan darah
(7) Inspeksi permukaan plasenta maternal atau janin, perhatikan ukuran , insersi,

keutuhan tali pusat R : Membantu mendeteksi abnormalitas yang mungkin berdampak pada keadaan ibu atau bayi baru lahir (8) Kolaborasi dalam pemberian oksitocin intramuskuler R : Meningkatkan efek vasokontriksi dalam uterus untuk mengontrol perdarahan pasca partum setelah pengeluaran plasenta.

DAFTAR PUSTAKA

Bobak, dkk. (2005). Buku Ajar Keperawatan Maternitas. EGC: Jakarta. Carpenito & Moyet (2007). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC. Doenges, Marilyn. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC. Departemen Kesehatan RI. (2002). Pelatihan Asuhan Persalinan Normal. Jakarta: EGC Mansjoer, dkk. (2005). Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 1. Jakarta: Media Aesculapius. Saifuddin, Abdul Bari. (2008). Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Edisi 4. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Sastrawinata, Sulaiman, dkk. (2005). Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi. Edisi 2. Jakarta: EGC. Walsh, Linda W. (2007). Buku Ajar Kebidanan Komunitas. Alih Bahasa: Wilda Eka Handayani, dkk. Jakarta: EGC Weller, Barbara F. (2005). Kamus Saku Perawat. Jakarta: EGC. Wilkinson, Judith M. (2007). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Nic Noc. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai