PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Persalinan sectio caesarea merupakan persalinan buatan dimana janin
dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan saraf
rahim dalam keadaan utuh serta berat diatas 500 gr (Mitayani, 2009).
Seksio sesarea berarti bahwa bayi dikeluarkan dari uterus yang intak
melalui operasi abdomen. Di Negara-negara maju, angka seksio sesarea
meningkat dari 5% pada 25 tahun yang lalu menjadi 15%. Peningkatan ini
sebagian disebabkan oleh “mode” sebagian karena ketakutan timbul perkara jika
tidak dilahirkan bayi yang sempurna, sebagian lagi karena perubahan pola
kehamilan, wanita menunda kehamilan anak pertama dan membatasi jumlah anak
(Liewellin-jones, Derek. 2001).
Sectio caesarea ulangan adalah persalinan dengan sectio caesarea yang
dilakukan pada seorang pasien yang pernah mengalami sectio caesarea pada
persalinan sebelumnya, elektif maupun emergency. Umumnya section caesarea
akan dilakukan lagi pada persalinan berikutnya apabila dijumpai hal-hal seperti
penggunaan teknik sayatan melintang pada section sebelumnya, terdapat
hambatan pada persalinan pervaginam, seperti partus tidak maju, Cephalo-pelvic
disproportion, atau letak lintang.
Berdasarkan Riskesdas (2010), angka kejadian seksio sesarea di Indonesia
dalam lima tahun terakhir adalah 15,3% dari total persalinan. Dari data tersebut,
angka tertinggi terdapat di Provinsi DKI Jakarta (27,2%), Kepulauan Riau
(24,7%), dan DI Yogyakarta (20,8%).
Hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2009 menunjukkan
bahwa secara nasional Angka Kematian Ibu di Indonesia adalah 226/100.000
kelahiran hidup. Angka ini masih jauh dari target tujuan pembangunan milenium
(Millenium Development Goals/MDGs), yakni hanya 102/100.000 kelahiran
tahun 2015.
1
Hasil data dari Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) tahun 2010, angka ibu
melahirkan dengan sectio caesarea periode lima tahun terakhir di Indonesia
sebesar 15,3% dengan rentang tertinggi 27,2% di DKI Jakarta dan terendah 5,5 %
di Sulawesi Tenggara.
Seksio sesarea dapat dilakukan atas indikasi medis maupun nonmedis.
Indikasi medis yang paling sering adalah indikasi riwayat seksio sesarea
sebelumnya, distosia, gawat janin, dan presentasi bokong (Cunningham, et al.,
2005).
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2. Etiologi
Peningkatan angka sectio caesarea terus terjadi di Indonesia. Meskipun
dictum “Once a Caesarean always a Caesarean” di Indonesia tidak dianut, tetapi
sejak dua dekade terakhir ini telah terjadi perubahan tren sectio caesarea di
Indonesia. Dalam 20 tahun terakhir ini terjadi kenaikan proporsi sectio caesarea
dari 5% menjadi 20%. Menurut Depkes RI (2010) secara umum jumlah persalinan
sectio caesarea di rumah sakit pemerintah adalah sekitar 20 – 25% dari total
persalinan, sedangkan di rumah sakit swasta jumlahnya sangat tinggi, yaitu sekitar
30 – 80% dari total persalinan.
Peningkatan ini disebabkan oleh teknik dan fasilitas operasi bertambah
baik, operasi berlangsung lebih asepsis, teknik anestesi bertambah baik,
kenyamanan pasca operasi dan lama perawatan yang menjadi lebih singkat. Di
samping itu morbiditas dan mortalitas maternal dan perinatal dapat diturunkan
secara bermakna (Dewi, 2007).
Ini biasanya dilakukan jika ada gangguan pada salah satu dari tiga faktor
yang terlibat dalam proses persalinan yang menyebabkan persalinan tidak dapat
berjalan lancar dan bila dibiarkan maka dapat terjadi komplikasi yang dapat
membahayakan ibu dan janin. 3 faktor tersebut adalah:
1. Jalan lahir (passage)
2. Janin (passanger)
3. Kekuatan yang ada pada ibu (power)
3
2.1.3. Indikasi
Berdasarkan waktu dan pentingnya dilakukan sectio caesarea, maka
dikelompokkan 4 kategori (Edmonds,2007) :
Kategori 1 atau emergency
Dilakukan sesegera mungkin untuk menyelamatkan ibu atau janin.
Contohnya abrupsio plasenta, atau penyakit parah janin lainnya.
Kategori 2 atau urgent
Dilakukan segera karena adanya penyulit namun tidak terlalu mengancam
jiwa ibu ataupun janinnya. Contohnya distosia.
Kategori 3 atau scheduled
Tidak terdapat penyulit.
Kategori 4 atau elective
Dilakukan sesuai keinginan dan kesiapan tim operasi.
2.1.3.1Indikasi Ibu
a. Panggul Sempit Absolut
Oleh karena panggul sempit, kemungkinan kepala tertahan di pintu atas
panggul lebih besar, maka dalam hal ini serviks uteri kurang mengalami tekanan
kepala. Hal ini dapat mengakibatkan inersia uteri serta lambatnya pembukaan
serviks (Prawirohardjo, 2009).
4
lebih besar. Tergantung dari jenis dan besarnya tumor, perlu dipertimbangkan
apakah persalinan dapat berlangsung melalui vagina atau harus dilakukan
tindakan sectio caesarea.
c. Plasenta Previa
Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada
segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan
jalan lahir. Pada keadaan normal plasenta terdapat di bagian atas uterus. Sejalan
dengan bertambah besarnya rahim dan meluasnya segmen bawah rahim ke arah
proksimal memungkinkan plasenta mengikuti perluasan segmen bawah rahim.
d. Ruptura Uteri
Ruptura uteri baik yang terjadi dalam masa hamil atau dalam proses
persalinan merupakan suatu malapetaka besar bagi wanita dan janin yang
dikandungnya. Dalam kejadian ini boleh dikatakan sejumlah besar janin atau
bahkan hampir tidak ada janin yang dapat diselamatkan, dan sebagian besar dari
wanita tersebut meninggal akibat perdarahan, infeksi, atau menderita kecacatan
dan tidak mungkin bisa menjadi hamil kembali karena terpaksa harus menjalani
histerektomi. (Prawirohardjo, 2009).
Kausa tersering ruptur uteri adalah terpisahnya jaringan parut bekas sectio
caesarea sebelumnya. (Lydon,2001).Selain itu, ruptur uteri juga dapat disebabkan
trauma atau operasi traumatik, serta stimulus berlebihan. Namun kejadiannya
relatif lebih kecil (Cunningham, 2005).
e. Disfungsi Uterus
Mencakup kerja uterus yang tidak adekuat. Hal ini menyebabkan tidak
adanya kekuatan untuk mendorong bayi keluar dari rahim. Dan ini membuat
kemajuan persalinan terhenti sehingga perlu penanganan dengan sectio caesarea
(Prawirohardjo, 2009).
5
f. Solutio Plasenta
Disebut juga abrupsio plasenta, adalah terlepasnya sebagian atau seluruh
plasenta sebelum janin lahir. Ketika plasenta terpisah, akan diikuti pendarahan
maternal yang parah. Bahkan dapat menyebabkan kematian janin. Plasenta yang
terlepas seluruhnya disebut solutio plasenta totalis, bila hanya sebagian disebut
solutio plasenta parsialis, dan jika hanya sebagian kecil pinggiran plasenta yang
terpisah disebut ruptura sinus marginalis (Impey, 2008).
2.1.3.2Indikasi Janin
a. Kelainan Letak
1. Letak Lintang
Pada letak lintang, biasanya bahu berada di atas pintu atas panggul
sedangkan kepala berada di salah satu fossa iliaka dan bokong pada sisi yang lain.
Pada pemeriksaan inspeksi dan palpasi didapati abdomen biasanya melebar dan
fundus uteri membentang hingga sedikit di atas umbilikus. Tidak ditemukan
bagian bayi di fundus, dan balotemen kepala teraba pada salah satu fossa iliaka.
(Cunningham, 2005).
6
2. Presentasi Bokong
Presentasi bokong adalah janin letak memanjang dengan bagian
terendahnya bokong, kaki, atau kombinasi keduanya. Dengan insidensi 3 – 4%
dari seluruh persalinan aterm. Presentasi bokong adalah malpresentasi yang paling
sering ditemui. Sebelum usia kehamilan 28 minggu, kejadian presentasi bokong
berkisar antara 25 – 30%. (Decherney,2007).
b. Gawat Janin
Keadaan janin biasanya dinilai dengan menghitung denyut jantung janin
(DJJ) dan memeriksa kemungkinan adanya mekonium di dalam cairan amnion.
Disebut gawat janin, bila ditemukan denyut jantung janin di atas 160/menit atau di
bawah 100/menit, denyut jantung tak teratur, atau keluarnya mekonium yang
kental pada awal persalinan. (Prawirohardjo, 2009).
Keadaan gawat janin pada tahap persalinan memungkinkan dokter
memutuskan untuk melakukan operasi. Terlebih apabila ditunjang kondisi ibu
yang kurang mendukung. Sebagai contoh, bila ibu menderita hipertensi atau
kejang pada rahim yang dapat mengakibatkan gangguan pada plasenta dan tali
pusar. Sehingga aliran darah dan oksigen kepada janin menjadi terganggu.
Kondisi ini dapat mengakibatkan janin mengalami gangguan seperti kerusakan
otak. Bila tidak segera ditanggulangi, maka dapat menyebabkan kematian janin.
(Oxorn, 2003).
7
c. Ukuran Janin
Berat bayi lahir sekitar 4000 gram atau lebih (giant baby), menyebabkan
bayi sulit keluar dari jalan lahir. Umumnya pertumbuhan janin yang berlebihan
disebabkan sang ibu menderita kencing manis (diabetes mellitus). Bayi yang lahir
dengan ukuran yang besar dapat mengalami kemungkinan komplikasi persalinan
4 kali lebih besar daripada bayi dengan ukuran normal. (Oxorn, 2003).
Menentukan apakah bayi besar atau tidak terkadang sulit. Hal ini dapat
diperkirakan dengan cara :
Adanya riwayat melahirkan bayi dengan ukuran besar, sulit dilahirkan atau
ada riwayat diabetes melitus.
Kenaikan berat badan yang berlebihan oleh sebab lainnya (edema, dll).
Pemeriksaan disproporsi sefalo atau feto-pelvik
8
seperti bayi terlalu besar, panggul terlalu sempit, atau jalan lahir tidak mau
membuka, operasi bisa saja dilakukan. Umumnya section caesarea akan dilakukan
lagi pada persalinan berikutnya apabila dijumpai hal-hal seperti penggunaan
teknik sayatan melintang pada section sebelumnya, terdapat hambatan pada
persalinan pervaginam, seperti partus tidak maju, Cephalo-pelvic disproportion,
atau letak lintang. Selain itu, berdasarkan penelitian, kasus persalinan secara
section caesarea yang terulang kembali, kemungkinan akan terjadi robekan pada
dinding rahim.
Sectio caesarea ulangan adalah persalinan dengan sectio caesarea yang
dilakukan pada seorang pasien yang pernah mengalami sectio caesarea pada
persalinan sebelumnya, elektif maupun emergency. Hal ini perlu dilakukan jika
ditemui hal – hal seperti :
Indikasi yang menetap pada persalinan sebelumnya seperti kasus panggul
sempit.
Adanya kekhawatiran ruptur uteri pada bekas operasi sebelumnya.
Jika dipilih pengulangan sesar, sebelum tindakan elektif ini maturitas janin
harus dipastikan. American College of Obstetricians and Gynecologists (1995)
telah menyusun pedoman untuk menentukan waktu dilakukannya operasi elektif.
Menurut kriteria ini, persalinan elektif dapat dipertimbangkan pada atau setelah
39 minggu jika paling sedikit salah satu kriteria yang tercantum pada tabel
terpenuhi.
9
Pada semua kasus lain, maturitas janin harus dibuktikan dengan analisis
cairan amnion sebelum dilakukan sesar ulangan elektif. Cara lain adalah dengan
menunggu awitan persalianan spontan
10
tekanan darah mencapai 160/110 atau lebih, disebut preeklampsia
berat.Sedangkan eklampsia adalah kelainan akut pada wanita hamil, dalam
persalinan atau masa nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang (bukan karena
kelainan neurologi) dan atau koma dimana sebelumnya sudah menunjukkan gejala
preeklampsia.
2.1.3.4Indikasi Sosial
Menurut Mackenzie et al (1996) dalam Mukherjee (2006), permintaan ibu
merupakan suatu faktor yang berperan dalam angka kejadian sectio caesarea yaitu
mencapai 23%. Di samping itu, selain untuk menghindari sakit, alasan untuk
melakukan sectio caesarea adalah untuk menjaga tonus otot vagina, dan bayi
dapat lahir sesuai dengan waktu yang diinginkan. Walaupun begitu, menurut
FIGO (1999) dalam Mukherjee (2006), pelaksanaan sectio caesarea tanpa indikasi
medis tidak dibenarkan secara etik.
11
Kelebihan:
Penjahitan dan penutupan luka lebih mudah
Mencegah isi uterus ke rongga peritoneum
Kemungkinan ruptura uteri lebih kecil.
Kekurangan :
Luka dapat melebar
Keluhan kandung kemih postoperatif tinggi.
b. Sectio caesarea ekstraperitonealis:
Sectio caesarea yang dilakukan tanpa membuka peritoneum
parietalis, dengan demikian tidak membuka kavum abdominal.
12
2.1.5. Teknik Sectio Caesarea
2.1.5.1 Insisi Abdominal
Pada dasarnya insisi ini adalah insisi garis tengah subumbilikal dan insisi
abdominal bawah transversa.
a. Insisi garis tengah subumbilikal
Insisi ini mudah dan cepat. Akses mudah dengan perdarahan minimal.
Berguna jika akses ke segmen bawah sulit, contohnya jika ada kifosklerosis berat
atau fibroid segmen bawah anterior. Walaupun, bekas luka tidak terlihat, terdapat
banyak ketidaknyamanan pascaoperasi dan luka jahitan lebih cenderung muncul
dibandingkan dengan insisi transversa. Jika perluasan ke atas menuju abdomen
memungkinkan, insisi pramedian kanan dapat dilakukan.
b. Insisi transversa
Insisi transversa merupakan insisi pilihan saat ini. Secara kosmetik
memuaskan, lebih sedikit menimbulkan luka jahitan dan lebih sedikit
ketidaknyamanan, memungkinkan mobilitas pascaoperasi yang lebih baik. Insisi
secara teknis lebih sulit khususnya pada operasi berulang. Insisi ini lebih vaskular
dan memberikan akses yang lebih sedikit. Variasinya meliputi insisi Joel Choen
(tempat abdomen paling atas) dan Misvag Ladach (menekankan pada perjuangan
struktur anatomis).
13
1) Gestasi dini dengan perkembangan buruk pada segmen bawah
2) Jika akses ke segmen bawah terlarang oleh pelekatan fibroid uterus.
3) Jika janin terimpaksi pada posisi transversa.
4) Pada keadaan segmen bawah vaskular karena plasenta previa anterior.
5) Jika ada karsinoma serviks
6) Jika kecepatan sangat penting, contohnya setelah kematian ibu.
14
2.1.7. Penjahitan Abdomen
Setelah rahim telah tertutup dan memastikan tidak ada instrumen yang
tertinggal, maka dilakukan penutupan abdomen. Sewaktu melakukan penutupan
lapis demi lapis, titik-titik perdarahan diidentifikasi, diklem dan diligasi. Otot
rektus dikembalikan ke letaknya semula, dan ruang subfasia secara cermat
diperiksa.
Fasia rektus di atasnya situtup dengan jahitan interrupted. Jaringan
subkutan biasanya tidak perlu ditutup secara terpisah apabila ketebalannya 2 cm
atau kurang. Dan kulit ditutup dengan jahitan matras vertikal dengan benang
sutera 3-0 atau 4-0.
2.1.9. Komplikasi
a. Pada Ibu :
Kemungkinan yang timbul setelah dilakukan operasi ini antara lain :
1. Infeksi puerperal (Nifas)
a) Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari
b) Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi
dan perut sedikit kembung
c) Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik
15
2. Perdarahan
a) Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
b) Perdarahan pada plasenta bed
3. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila
peritonealisasi terlalu tinggi
4. Kemungkinan rupture tinggi spontan pada kehamilan berikutnya
b. Pada Anak:
Seperti halnya dengan ibunya, nasib anak yang dilahirkan dengan sectio
caesaria banyak tergantung dari keadaan yang menjadi alasan untuk melakukan
sectio caesaria. Menurut statistik di negara – negara dengan pengawasan antenatal
dan intra natal yang baik, kematian perinatal pasca sectio caesaria berkisar antara
4 dan 7% (Sarwono, 1999).
a. Infeksi Puerperal (nifas)
Ringan, kenaikan suhu beberapa hari saja
Sedang, kenaikan suhu disertai dehidrasi dan perut kembung
Berat, dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik.
b. Perdarahan, karena :
Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
Atonia Uteri
Perdarahan pada plasenta
c. Luka kandung kemih, emboli paru dan komplikasi lainnya yang jarang
terjadi.
d. Kemungkinan ruptura uteri atau terbukanya jahitan pada uterus karena
operasi sebelumnya. (Mochtar,1998).
16
kontra akan tindakan ini. Baik dalam kalangan medis ataupun masyarakat umum
selalu muncul pertanyaan, apakah VBAC aman bagi keselamatan ibu. Pendapat
yang paling sering muncul adalah “Orang yang pernah melakukan seksio harus
seksio untuk selanjutnya”. Juga banyak para ahli yang berpendapat bahawa
melahirkan normal setelah pernah melakukan seksio sesarea sangat berbahaya
bagi keselamatan ibu dan section adalah pilihan terbaik bagi ibu dan anak.
VBAC belum banyak diterima sampai akhir tahun 1970an. Melihat
peningkatan angka kejadian seksio sesarea oleh United States Public Health
Service, melalui Consensus Development Conference on Cesarean Child Birth
pada tahun 1980 menyatakan bahwa VBAC dengan insisi uterus transversal pada
segmen bawah rahim adalah tindakan yang aman dan dapat diterima dalam rangka
menurunkan angka kejadian seksio sesarea pada tahun 2000 menjadi 15%
(Cunningham FG, 2001). Pada tahun 1989 National Institute of Health dan
American College of Obstetricans and Gynecologists mengeluarkan statemen,
yang menganjurkan para ahli obstetri untuk mendukung "trial of labor" pada
pasien-pasien yang telah mengalami seksio sesarea sebelumnya, dimana VBAC
merupakan tindakan yang aman sebagai pengganti seksio sesarea ulangan
(O'Grady JP, 1995, Caughey AB, Mann S, 2001). Walau bagaimanapun, mulai
tahun 1996 jumlah percobaan partus pervaginal telah berkurang dan menyumbang
kepada peningkatan jumlah partus secara seksio sesarea ulang.
17
5. Sarana dan personil anastesi siap untuk menangani seksio sesarea darurat
Menurut Cunningham FG (2001) kriteria yang masih kontroversi adalah :
1. Parut uterus yang tidak diketahui
2. Parut uterus pada segmen bawah rahim vertikal
3. Kehamilan kembar
4. Letak sungsang
5. Kehamilan lewat waktu
6. Taksiran berat janin lebih dari 4000 gram
18
mengatur napas lebih optimal, dan mempertahankan elastisitas otot perut saat
kontraksi, sehingga ibu dapat melahirkan dengan VBAC (Santoso, 2010).
19
emergensi. Sebagai penunjangnya kamar operasi dan staf disiagakan, darah yang
telah di-crossmatch disiapkan dan alat monitor denyut jantung janin manual
ataupun elektronik harus tersedia (Caughey AB, Mann S, 2001).
Pada kebanyakan senter merekomendasikan pada setiap unit persalinan
yang melakukan VBAC harus tersedia tim yang siap untuk melakukan seksio
sesarea emergensi dalam waktu 20 sampai 30 menit untuk antisipasi apabila
terjadi fetal distress atau ruptur uteri (Jukelevics N, 2000).
20
2.2.6. Teknik operasi sebelumnya
Pasien bekas seksio sesarea dengan insisi segmen bawah rahim transversal
merupakan salah satu syarat dalam melakukan VBAC, dimana pasien dengan tipe
insisi ini mempunyai resiko ruptur yang lebih rendah dari pada tipe insisi
lainnya.Bekas seksio sesarae klasik, insisi T pada uterus dan komplikasi yang
terjadi pada seksio sesarea yang lalu misalnya laserasi serviks yang luas
merupakan kontraindikasi melakukan VBAC.(Toth PP, Jothivijayani, 1996,
Cunningham FG, 2001).
Menurut American College of Obstetricians and Gynecologists (2004),
tiada perbedaan dalam mortalitas maternal dan perinatal pada insisi seksio sesarea
transversalis atau longitudinalis.
21
Menurut Farmakides (1987) dalam Miller (1994) melaporkan 77 % dari
pasien yang pernah seksio sesarea dua kali atau lebih yang diperbolehkan
persalinan pervaginal dan berhasil dengan luaran bayi yang baik.
Menurut Cunningham (2001), American College of Obstetricians and
Gynecologists pada tahun 1999 telah memutuskan bahwa pasien dengan bekas
seksio dua kali boleh menjalani persalinan pervaginal dengan pengawasan yang
ketat. Menurut Miller (1994) melaporkan bahwa insiden ruptur uteri terjadi 2
kali lebih sering pada VBAC dengan riwayat seksio sesarea 2 kali atau lebih.
22
1. Infeksi, bila terjadi infeksi akan mengganggu proses penyembuhan luka.
2. Kesalahan teknik operasi (technical errors) seperti tidak tepatnya pertemuan
kedua sisi luka, jahitan luka yang terlalu kencang, spasing jahitan yang tidak
beraturan, penyimpulan yang tidak tepat, dan lain-lain.
Menurut Schmitz (1949) dalam Srinivas (2007) menyatakan jahitan luka
yang terlalu kencang dapat menyebabkan nekrosis jaringan sehingga merupakan
penyebab timbulnya gangguan kekuatan sikatrik, hal ini lebih dominan dari pada
infeksi ataupun technical error sebagai penyebab lemahnya sikatrik.
Pengetahuan tentang penyembuhan luka operasi, kekuatan jaringan
sikatrik pada penyembuhan luka operasi yang baik dan pengetahuan tentang
penyebab-penyebab yang dapat mengurangi kekuatan jaringan sikatrik pada bekas
seksio sesarea, menjadi panduan apakah persalinan pervaginal pada bekas seksio
sesarea dapat dilaksanakan atau tidak (Srinivas, 2007).
23
seksio sesarea klasik terjadi 5-12 % sedangkan pada seksio sesarea pada segmen
bawah rahim 0,5-1 % (Hill DA, 2002).
Tanda-tanda ruptur uteri adalah sebagai berikut: (Caughey AB, et al, 2001)
1. Nyeri akut abdomen
2. Sensasi popping ( seperti akan pecah )
3. Teraba bagian-bagian janin diluar uterus pada pemeriksaan Leopold
4. Deselerasi dan bradikardi pada denyut jantung bayi
5. Presenting parutnya tinggi pada pemeriksaan pervaginal
6. Perdarahan pervaginal
Pada wanita dengan bekas seksio sesarea klasik sebaiknya tidak dilakukan
persalinan pervaginal karena resiko ruptur 2-10 kali dan kematian maternal dan
perinatal 5-10 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seksio sesarea pada segmen
bawah rahim (Chua S, Arunkumaran S, 1997).
2.2.10. Monitoring
Ada beberapa alasan mengapa seseorang wanita seharusnya dibantu
dengan persalinan pervaginal.Hal ini disebabkan karena komplikasi akibat seksio
sesarea lebih tinggi. Pada seksio sesarea terdapat kecendrungan kehilangan darah
yang banyak, peningkatan kejadian transfusi dan infeksi, akan menambah lama
rawatan masa nifas di rumah sakit.Selain itu, juga akan memperlama perawatan di
rumah dibandingkan persalinan pervaginal. Sebagai tambahan biaya rumah sakit
akan dua kali lebih mahal (Golberg B, MD, 2000).
Walaupun angka kejadian ruptur uteri pada persalinan pervaginal setelah
seksio sesarea adalah rendah, tapi hal ini dapat menyebabkan kematian pada janin
dan ibu.Untuk antisipasi perlu dilakukan monitoring pada persalinan ini (Caughey
AB, 1999).
Persalinan bekas seksio sesarea
Motto: once a cesarean always a cesarean, kiranya perlu dilakukan evaluasi
tentang indikasi seksio tersebut. Untuk dapat melakukan “trial of labor” pada
bekas seksio sesarea, harus dapat dipenuhi beberapa kriteria sebagai berikut :
24
Perhatikan indikasi seksio sesarea yang lalu
Seksio sesarea dilakukan segera, bila indikasinya panggul sempit atau
kehamilan dengan kelainan letak, ketuban pecah dini, kepala tinggi
Irisan seksio membujur (korpore) merupakan kontraindikasi “trial of
labor”
Observasi ketat dengan kemungkinan seksio sesarea dalam waktu 30
menit
Fetal distress dan nyeri bagian bawah merupakan indikasi penting untuk
segera melakukan seksio sesarea.
Sistem Skoring
Untuk meramalkan keberhasilan penanganan persalinan pervaginam bekas
seksio sesarea, beberapa peneliti telah membuat sistem skoring.
25
Dari hasil penelitian Flamm dan Geiger terhadap skor development group
diperoleh hasil seperti tabel dibawah ini
26
BAB III
LAPORAN KASUS
27
lendir (-), riwayat mules-mules (-). BAK
(+) BAB (+) normal. Pasien mengaku
sedang hamil anak yang kedua. Pasien rutin
kontrol kehamilan ke poliklinik dokter
spesialis kandungan. Kondisi janin dalam
kandungan baik.
Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat trauma (-), riwayat perut dikusuk-
kusuk (-), jatuh terduduk (-),riwayat
tekanan darah tinggi(+) di kehamilan
pertama, riwayat preeklampsia beratdi
kehamilan pertama tahun 2017, riwayat
diabetes mellitus (-), riwayat asma (-)
Riwayat penyakit keluarga : Riwayat hipertensi (-)
Riwayat diabetes mellitus (+)
Riwayat asma (-)
Riwayat hamil muda : Mual (+), muntah (+),perdarahan (-)
Riwayat hamil tua : Pusing (-), sakit kepala (-), perdarahan (-)
Riwayat pengobatan : (-)
Riwayat Haid : Menarche :14 Tahun
Siklus Haid : 28 hari, teratur
Lama Haid : 7Hari
Jumlah darah haid: 3-4x ganti pembalut
Nyeri Haid : (-)
HPHT :02-11-2017
Perkiraan Partus: 09-08-2018
Riwayat Perkawinan : Merupakan perkawinan yang ke-1, lama
perkawinan sudah 3 tahun, usia saat
menikah 27tahun
28
Riwayat kehamilan : G2P1A0H1
b. Status Generalis
Kepala : Normocephal
Mata : Konjungtiva Anemis (-/-)
Sklera ikterik (-/-)
Leher : Pembesaran KGB (-) pembesaran tiroid (-)
Jantung : I: Ictus cordis tidak terlihat
P: Ictus Cordis teraba pada ICS 5 linea axilaris sinistra
P: Batas jantung kanan pada linea sternalis, batas jantung
29
kiri pada linea midclavikula ICS 5
A: BJ I dan II murni regular, murmur (-), gallop (-)
Paru : I: Simetris kanan dan kiri
P: Vokal fremitus simetris kanan dan kiri
P: Sonor
A: Suara napas vesikuler (+/+),wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
Ekstremitas : Superior & inferior akral hangat, CRT <2’, edema (-)
c. Status Obstetri
Pemeriksaan luar : (-)
Pemeriksaan dalam : (-)
30
V. Diagnosis Kerja
G2P1A0H1+Prev. SC+Obesitas derajat III
VII.RESUME
31
sudah berada di meja operasi. Pada pasien dilakukan tindakan pembedahan
dengan menggunakan teknik anestesi spinal dengan obat anestesi spica
(Bupivakain) yang dilakukan sekitar pukul 08.05 WIB. Tindakan pembedahan
dimulai sekitar pukul 08.15 WIB. Sekitar pukul 08.30 WIB bayi lahir dengan
keterangan:
Bayi lahir hidup secara sectio caesarean
Jenis kelamin laki-laki
Berat badan lahir 3520 gram
Panjang badan 48 cm
Lingkar kepala 36 cm
Lingkar dada 34 cm
Anus (+)
Apgar score 6
Plasenta lahir secara bimanual, lengkap
Operasi selesai sekitar pukul 08.50 WIB.
32
FOLLOW UP
Tanggal FOLLOW UP
29 Juli 2018 S : keluar air-air dari jalan lahir, perut mules (-), keluar darah dan
lendir (-)
O : TD : 130/70 mmHg
HR : 80x/i
RR : 20x/i
Suhu : 36,7oC
A : G2P1A0H1+Prev. SC+Obesitas derajat III
30 Agustus 2017 S : Nyeri bekasluka operasi pada perut (+), perdarahan (-), BAK
(+), BAB (-)
O : TD : 130/80 mmHg
HR : 87x/i
RR : 20x/i
Temp : 36,8oC
A : Post SC a/i + Prev. SC+Obesitas derajat III
P :Pasien puasa 6 jam post operasi
IVFD RL 20 gtt/i
Taxegran 2x1
Fetic sup k/p
Dansefion 2x1
33
Etopion 2x1
34
Analtram tablet 3x1
Lactamor tablet 2x1
Sore aff kateter urin
2 Agustus 2018 S : Nyeri bekasluka operasi pada perut (-), perdarahan (-), BAK
(+), BAB (-)
O : TD : 120/80 mmHg
HR : 80x/i
RR : 18x/i
Temp : 36,7oC
A : Post SC a/i + Prev. SC+Obesitas derajat III
P : Cefixime 200 gram 2x1/2 tablet
Analtram tablet 3x1
Lactamor tablet 2x1
Aff infus
GV kering
Pasien berawat jalan
Pasien kontrol ke poli KB tanggal 7 Agustus 2018
35
BAB IV
ANALISIS KASUS
1) Salah satu indikasi dilakukan sectio Pada kasus ini dijumpai pasien
caesarea adalah oleh karena faktor: wanita 30 tahun G2P1A0 dengan usia
a. Ukuran Janin kehamilan 38-39 minggu dengan
Berat bayi lahir sekitar 4000 keluhan keluar air-air dari jalan lahir
gram atau lebih (giant baby), dan riwayat persalinan:
menyebabkan bayi sulit keluar 1. Laki-laki, Rumah Sakit, Aterm,
dari jalan lahir. Umumnya SC, Sp.OG, 3800gr, sehat.
pertumbuhan janin yang 2. Hamil ini, lahir anak laki-laki
berlebihan disebabkan sang ibu secara SC dengan BB 3520gr,
menderita kencing manis PB 48cm, lingkar kepala 36cm,
(diabetes mellitus). Bayi yang lingkar dada 34cm
lahir dengan ukuran yang besar
dapat mengalami kemungkinan Pada kasus, riwayat sayatan pada
komplikasi persalinan 4 kali sectio sebelumnya tidak jelas.
lebih besar daripada bayi dengan Didapatkan riwayat ibu dengan
ukuran normal. (Oxorn, 2003). obesitas derajat III.
Menentukan apakah bayi besar
atau tidak terkadang sulit. Hal Pada kasus didapati kriteria dimana
ini dapat diperkirakan dengan usia ibu <40 tahun, tidak ada riwayat
cara melihat adanya riwayat persalinan pervaginam sebelumnya,
melahirkan bayi dengan ukuran adanya alasan seksio sesarea
besar, sulit dilahirkan atau ada sebelumnya yaitu preeklampsia berat
riwayat diabetes melitus. sehingga didapati skor = 3 dimana
b. Indikasi Ibu dan JaninRiwayat angka keberhasilan VBAC 59-60%.
Sectio Caesarea.
Umumnya section caesarea akan
dilakukan lagi pada persalinan
berikutnya apabila dijumpai hal-
36
hal seperti penggunaan teknik
sayatan melintang pada section
sebelumnya, terdapat hambatan
pada persalinan pervaginam,
seperti partus tidak maju,
Cephalo-pelvic disproportion,
atau letak lintang.
2) Menurut American College of
Obstetrians and Gynecologyst,
kriteria dilakukannya persalinan
elektif dapat dipertimbangkan pada
usia kehamilan ≥39 mingggu.
3) Untuk meramalkan keberhasilan
penanganan persalinan pervaginam
bekas seksio sesarea, beberapa
peneliti telah membuat sistem
skoring:
Usia < 40 tahun
Riwayat persalinan pervaginam
Sebelum dan sesudah seksio
sesarea, persalinan pervaginam
sesudah seksio sesarea,
persalinan pervaginam sebelum
seksio sesarea, tidak ada, alasan
lain seksio sesarea terdahulu.
Pendataran dan penipisan
serviks saat tiba di Rumah Sakit
dalam keadaan inpartu:
75%, 25–75%, <25%
Dilatasi serviks ≥4 cm
37
BAB V
KESIMPULAN
38
DAFTAR PUSTAKA
39