Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Persalinan sectio caesarea merupakan persalinan buatan dimana janin
dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan saraf
rahim dalam keadaan utuh serta berat diatas 500 gr (Mitayani, 2009).
Seksio sesarea berarti bahwa bayi dikeluarkan dari uterus yang intak
melalui operasi abdomen. Di Negara-negara maju, angka seksio sesarea
meningkat dari 5% pada 25 tahun yang lalu menjadi 15%. Peningkatan ini
sebagian disebabkan oleh “mode” sebagian karena ketakutan timbul perkara jika
tidak dilahirkan bayi yang sempurna, sebagian lagi karena perubahan pola
kehamilan, wanita menunda kehamilan anak pertama dan membatasi jumlah anak
(Liewellin-jones, Derek. 2001).
Sectio caesarea ulangan adalah persalinan dengan sectio caesarea yang
dilakukan pada seorang pasien yang pernah mengalami sectio caesarea pada
persalinan sebelumnya, elektif maupun emergency. Umumnya section caesarea
akan dilakukan lagi pada persalinan berikutnya apabila dijumpai hal-hal seperti
penggunaan teknik sayatan melintang pada section sebelumnya, terdapat
hambatan pada persalinan pervaginam, seperti partus tidak maju, Cephalo-pelvic
disproportion, atau letak lintang.
Berdasarkan Riskesdas (2010), angka kejadian seksio sesarea di Indonesia
dalam lima tahun terakhir adalah 15,3% dari total persalinan. Dari data tersebut,
angka tertinggi terdapat di Provinsi DKI Jakarta (27,2%), Kepulauan Riau
(24,7%), dan DI Yogyakarta (20,8%).
Hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2009 menunjukkan
bahwa secara nasional Angka Kematian Ibu di Indonesia adalah 226/100.000
kelahiran hidup. Angka ini masih jauh dari target tujuan pembangunan milenium
(Millenium Development Goals/MDGs), yakni hanya 102/100.000 kelahiran
tahun 2015.

1
Hasil data dari Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) tahun 2010, angka ibu
melahirkan dengan sectio caesarea periode lima tahun terakhir di Indonesia
sebesar 15,3% dengan rentang tertinggi 27,2% di DKI Jakarta dan terendah 5,5 %
di Sulawesi Tenggara.
Seksio sesarea dapat dilakukan atas indikasi medis maupun nonmedis.
Indikasi medis yang paling sering adalah indikasi riwayat seksio sesarea
sebelumnya, distosia, gawat janin, dan presentasi bokong (Cunningham, et al.,
2005).

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sectio Caesarea


2.1.1. Definisi
Sectio caesarea adalah kelahiran janin melalui insisi pada dinding
abdomen dan dinding uterus (Cunningham, 2005). Sectio caesarea juga dapat
didefinisikan sebagai suatu hysterectomia untuk melahirkan janin dari dalam
rahim (Sofian, 2011).

2.1.2. Etiologi
Peningkatan angka sectio caesarea terus terjadi di Indonesia. Meskipun
dictum “Once a Caesarean always a Caesarean” di Indonesia tidak dianut, tetapi
sejak dua dekade terakhir ini telah terjadi perubahan tren sectio caesarea di
Indonesia. Dalam 20 tahun terakhir ini terjadi kenaikan proporsi sectio caesarea
dari 5% menjadi 20%. Menurut Depkes RI (2010) secara umum jumlah persalinan
sectio caesarea di rumah sakit pemerintah adalah sekitar 20 – 25% dari total
persalinan, sedangkan di rumah sakit swasta jumlahnya sangat tinggi, yaitu sekitar
30 – 80% dari total persalinan.
Peningkatan ini disebabkan oleh teknik dan fasilitas operasi bertambah
baik, operasi berlangsung lebih asepsis, teknik anestesi bertambah baik,
kenyamanan pasca operasi dan lama perawatan yang menjadi lebih singkat. Di
samping itu morbiditas dan mortalitas maternal dan perinatal dapat diturunkan
secara bermakna (Dewi, 2007).
Ini biasanya dilakukan jika ada gangguan pada salah satu dari tiga faktor
yang terlibat dalam proses persalinan yang menyebabkan persalinan tidak dapat
berjalan lancar dan bila dibiarkan maka dapat terjadi komplikasi yang dapat
membahayakan ibu dan janin. 3 faktor tersebut adalah:
1. Jalan lahir (passage)
2. Janin (passanger)
3. Kekuatan yang ada pada ibu (power)

3
2.1.3. Indikasi
Berdasarkan waktu dan pentingnya dilakukan sectio caesarea, maka
dikelompokkan 4 kategori (Edmonds,2007) :
 Kategori 1 atau emergency
Dilakukan sesegera mungkin untuk menyelamatkan ibu atau janin.
Contohnya abrupsio plasenta, atau penyakit parah janin lainnya.
 Kategori 2 atau urgent
Dilakukan segera karena adanya penyulit namun tidak terlalu mengancam
jiwa ibu ataupun janinnya. Contohnya distosia.
 Kategori 3 atau scheduled
Tidak terdapat penyulit.
 Kategori 4 atau elective
Dilakukan sesuai keinginan dan kesiapan tim operasi.

Dari literatur lainnya, yaitu Impey dan Child (2008), hanya


mengelompokkan 2 kategori, yaitu emergency dan elective Caesarean section.
Disebut emergency apabila adanya abnormalitas pada power atau tidak
adekuatnya kontraksi uterus. ‘Passenger’ bila malaposisi ataupun malapresentasi.
Serta ‘ Passage’ bila ukuran panggul sempit atau adanya kelainan anatomi.

2.1.3.1Indikasi Ibu
a. Panggul Sempit Absolut
Oleh karena panggul sempit, kemungkinan kepala tertahan di pintu atas
panggul lebih besar, maka dalam hal ini serviks uteri kurang mengalami tekanan
kepala. Hal ini dapat mengakibatkan inersia uteri serta lambatnya pembukaan
serviks (Prawirohardjo, 2009).

b. Tumor yang dapat mengakibatkan Obstruksi


Tumor dapat merupakan rintangan bagi lahirnya janin pervaginam. Tumor
yang dapat dijumpai berupa mioma uteri, tumor ovarium, dan kanker rahim.
Adanya tumor bisa juga menyebabkan resiko persalinan pervaginam menjadi

4
lebih besar. Tergantung dari jenis dan besarnya tumor, perlu dipertimbangkan
apakah persalinan dapat berlangsung melalui vagina atau harus dilakukan
tindakan sectio caesarea.

c. Plasenta Previa
Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada
segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan
jalan lahir. Pada keadaan normal plasenta terdapat di bagian atas uterus. Sejalan
dengan bertambah besarnya rahim dan meluasnya segmen bawah rahim ke arah
proksimal memungkinkan plasenta mengikuti perluasan segmen bawah rahim.

d. Ruptura Uteri
Ruptura uteri baik yang terjadi dalam masa hamil atau dalam proses
persalinan merupakan suatu malapetaka besar bagi wanita dan janin yang
dikandungnya. Dalam kejadian ini boleh dikatakan sejumlah besar janin atau
bahkan hampir tidak ada janin yang dapat diselamatkan, dan sebagian besar dari
wanita tersebut meninggal akibat perdarahan, infeksi, atau menderita kecacatan
dan tidak mungkin bisa menjadi hamil kembali karena terpaksa harus menjalani
histerektomi. (Prawirohardjo, 2009).
Kausa tersering ruptur uteri adalah terpisahnya jaringan parut bekas sectio
caesarea sebelumnya. (Lydon,2001).Selain itu, ruptur uteri juga dapat disebabkan
trauma atau operasi traumatik, serta stimulus berlebihan. Namun kejadiannya
relatif lebih kecil (Cunningham, 2005).

e. Disfungsi Uterus
Mencakup kerja uterus yang tidak adekuat. Hal ini menyebabkan tidak
adanya kekuatan untuk mendorong bayi keluar dari rahim. Dan ini membuat
kemajuan persalinan terhenti sehingga perlu penanganan dengan sectio caesarea
(Prawirohardjo, 2009).

5
f. Solutio Plasenta
Disebut juga abrupsio plasenta, adalah terlepasnya sebagian atau seluruh
plasenta sebelum janin lahir. Ketika plasenta terpisah, akan diikuti pendarahan
maternal yang parah. Bahkan dapat menyebabkan kematian janin. Plasenta yang
terlepas seluruhnya disebut solutio plasenta totalis, bila hanya sebagian disebut
solutio plasenta parsialis, dan jika hanya sebagian kecil pinggiran plasenta yang
terpisah disebut ruptura sinus marginalis (Impey, 2008).

Gambar 2.1 Abruptio & Plasenta Previa (Sumber: Obgyn.net)

2.1.3.2Indikasi Janin
a. Kelainan Letak
1. Letak Lintang
Pada letak lintang, biasanya bahu berada di atas pintu atas panggul
sedangkan kepala berada di salah satu fossa iliaka dan bokong pada sisi yang lain.
Pada pemeriksaan inspeksi dan palpasi didapati abdomen biasanya melebar dan
fundus uteri membentang hingga sedikit di atas umbilikus. Tidak ditemukan
bagian bayi di fundus, dan balotemen kepala teraba pada salah satu fossa iliaka.
(Cunningham, 2005).

6
2. Presentasi Bokong
Presentasi bokong adalah janin letak memanjang dengan bagian
terendahnya bokong, kaki, atau kombinasi keduanya. Dengan insidensi 3 – 4%
dari seluruh persalinan aterm. Presentasi bokong adalah malpresentasi yang paling
sering ditemui. Sebelum usia kehamilan 28 minggu, kejadian presentasi bokong
berkisar antara 25 – 30%. (Decherney,2007).

3. Presentasi Ganda atau Majemuk


Presentasi ini disebabkan terjadinya prolaps satu atau lebih ekstremitas
pada presentasi kepala ataupun bokong. Kepala memasuki panggul bersamaan
dengan kaki dan atau tangan. Faktor yang meningkatkan kejadian presentasi ini
antara lain prematuritas, multiparitas, panggul sempit, kehamilan ganda
(Prawirohardjo, 2009).

b. Gawat Janin
Keadaan janin biasanya dinilai dengan menghitung denyut jantung janin
(DJJ) dan memeriksa kemungkinan adanya mekonium di dalam cairan amnion.
Disebut gawat janin, bila ditemukan denyut jantung janin di atas 160/menit atau di
bawah 100/menit, denyut jantung tak teratur, atau keluarnya mekonium yang
kental pada awal persalinan. (Prawirohardjo, 2009).
Keadaan gawat janin pada tahap persalinan memungkinkan dokter
memutuskan untuk melakukan operasi. Terlebih apabila ditunjang kondisi ibu
yang kurang mendukung. Sebagai contoh, bila ibu menderita hipertensi atau
kejang pada rahim yang dapat mengakibatkan gangguan pada plasenta dan tali
pusar. Sehingga aliran darah dan oksigen kepada janin menjadi terganggu.
Kondisi ini dapat mengakibatkan janin mengalami gangguan seperti kerusakan
otak. Bila tidak segera ditanggulangi, maka dapat menyebabkan kematian janin.
(Oxorn, 2003).

7
c. Ukuran Janin
Berat bayi lahir sekitar 4000 gram atau lebih (giant baby), menyebabkan
bayi sulit keluar dari jalan lahir. Umumnya pertumbuhan janin yang berlebihan
disebabkan sang ibu menderita kencing manis (diabetes mellitus). Bayi yang lahir
dengan ukuran yang besar dapat mengalami kemungkinan komplikasi persalinan
4 kali lebih besar daripada bayi dengan ukuran normal. (Oxorn, 2003).
Menentukan apakah bayi besar atau tidak terkadang sulit. Hal ini dapat
diperkirakan dengan cara :
 Adanya riwayat melahirkan bayi dengan ukuran besar, sulit dilahirkan atau
ada riwayat diabetes melitus.
 Kenaikan berat badan yang berlebihan oleh sebab lainnya (edema, dll).
 Pemeriksaan disproporsi sefalo atau feto-pelvik

2.1.3.3Indikasi Ibu dan Janin


a. Gemelli atau Bayi Kembar
Kehamilan kembar atau multipel adalah suatu kehamilan dengan dua janin
atau lebih. Kehamilan multipel dapat berupa kehamilan ganda (2 janin), triplet (3
janin), kuadruplet (4 janin), quintuplet (5 janin) dan seterusnya sesuai dengan
hukum Hellin. Morbiditas dan mortalitas mengalami peningkatan yang nyata pada
kehamilan dengan janin ganda. Oleh karena itu, mempertimbangkan kehamilan
ganda sebagai kehamilan dengan komplikasi bukanlah hal yang berlebihan.
Komplikasi yang dapat terjadi antara lain anemia pada ibu, durasi kehamilan yang
memendek, abortus atau kematian janin baik salah satu atau keduanya, gawat
janin, dan komplikasi lainnya. Demi mencegah komplikasi – komplikasi tersebut,
perlu penanganan persalinan dengan sectio caesarea untuk menyelamatkan nyawa
ibu dan bayi – bayinya. (Prawirohardjo, 2009).

b. Riwayat Sectio Caesarea


Sebenarnya, persalinan melalui bedah Caesar tidak mempengaruhi
persalinan selanjutnya harus berlangsung secara operasi atau tidak. Apabila
memang ada indikasi yang mengharuskan dilakukannya tindakan pembedahan,

8
seperti bayi terlalu besar, panggul terlalu sempit, atau jalan lahir tidak mau
membuka, operasi bisa saja dilakukan. Umumnya section caesarea akan dilakukan
lagi pada persalinan berikutnya apabila dijumpai hal-hal seperti penggunaan
teknik sayatan melintang pada section sebelumnya, terdapat hambatan pada
persalinan pervaginam, seperti partus tidak maju, Cephalo-pelvic disproportion,
atau letak lintang. Selain itu, berdasarkan penelitian, kasus persalinan secara
section caesarea yang terulang kembali, kemungkinan akan terjadi robekan pada
dinding rahim.
Sectio caesarea ulangan adalah persalinan dengan sectio caesarea yang
dilakukan pada seorang pasien yang pernah mengalami sectio caesarea pada
persalinan sebelumnya, elektif maupun emergency. Hal ini perlu dilakukan jika
ditemui hal – hal seperti :
 Indikasi yang menetap pada persalinan sebelumnya seperti kasus panggul
sempit.
 Adanya kekhawatiran ruptur uteri pada bekas operasi sebelumnya.
Jika dipilih pengulangan sesar, sebelum tindakan elektif ini maturitas janin
harus dipastikan. American College of Obstetricians and Gynecologists (1995)
telah menyusun pedoman untuk menentukan waktu dilakukannya operasi elektif.
Menurut kriteria ini, persalinan elektif dapat dipertimbangkan pada atau setelah
39 minggu jika paling sedikit salah satu kriteria yang tercantum pada tabel
terpenuhi.

9
Pada semua kasus lain, maturitas janin harus dibuktikan dengan analisis
cairan amnion sebelum dilakukan sesar ulangan elektif. Cara lain adalah dengan
menunggu awitan persalianan spontan

c. Preeklampsia dan Eklampsia


Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan atau
edema setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Bila

10
tekanan darah mencapai 160/110 atau lebih, disebut preeklampsia
berat.Sedangkan eklampsia adalah kelainan akut pada wanita hamil, dalam
persalinan atau masa nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang (bukan karena
kelainan neurologi) dan atau koma dimana sebelumnya sudah menunjukkan gejala
preeklampsia.

2.1.3.4Indikasi Sosial
Menurut Mackenzie et al (1996) dalam Mukherjee (2006), permintaan ibu
merupakan suatu faktor yang berperan dalam angka kejadian sectio caesarea yaitu
mencapai 23%. Di samping itu, selain untuk menghindari sakit, alasan untuk
melakukan sectio caesarea adalah untuk menjaga tonus otot vagina, dan bayi
dapat lahir sesuai dengan waktu yang diinginkan. Walaupun begitu, menurut
FIGO (1999) dalam Mukherjee (2006), pelaksanaan sectio caesarea tanpa indikasi
medis tidak dibenarkan secara etik.

2.1.4 Jenis-jenis Operasi Sectio Caesaria


2.1.4.1Abdomen (Sectio caesaria abdominalis)
a. Sectio caesarea transperitonealis:
o Sectio caesarea klasik atau korporal dengan insisi memanjang pada korpus
uteri. Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri
kira – kira sepanjang 10 cm.
Kelebihan :
 Mengeluarkan janin lebih cepat
 Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih
 Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan :
 Infeksi mudah menyebar
 Sering mengakibatkan ruptur uteri pada persalinan berikutnya.
o Sectio caesarea ismika atau profunda atau low cervical dengan insisi pada
segmen bawah rahim. Dilakukan dengan membuat sayatan melintang
konkaf pada segmen bawah rahim kira – kira 10 cm.

11
Kelebihan:
 Penjahitan dan penutupan luka lebih mudah
 Mencegah isi uterus ke rongga peritoneum
 Kemungkinan ruptura uteri lebih kecil.
Kekurangan :
 Luka dapat melebar
 Keluhan kandung kemih postoperatif tinggi.
b. Sectio caesarea ekstraperitonealis:
Sectio caesarea yang dilakukan tanpa membuka peritoneum
parietalis, dengan demikian tidak membuka kavum abdominal.

2.1.4.2Vagina (Sectio caesaria Vaginalis)


Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesarea dapat dilakukan sebagai
berikut :
a. Sayatan memanjang (vertikal) menurut Kronig
b. Sayatan melintang (transversal) menurut Kerr
c. Insisi Klasik
d. Sayatan huruf T terbalik (T-incision).

12
2.1.5. Teknik Sectio Caesarea
2.1.5.1 Insisi Abdominal
Pada dasarnya insisi ini adalah insisi garis tengah subumbilikal dan insisi
abdominal bawah transversa.
a. Insisi garis tengah subumbilikal
Insisi ini mudah dan cepat. Akses mudah dengan perdarahan minimal.
Berguna jika akses ke segmen bawah sulit, contohnya jika ada kifosklerosis berat
atau fibroid segmen bawah anterior. Walaupun, bekas luka tidak terlihat, terdapat
banyak ketidaknyamanan pascaoperasi dan luka jahitan lebih cenderung muncul
dibandingkan dengan insisi transversa. Jika perluasan ke atas menuju abdomen
memungkinkan, insisi pramedian kanan dapat dilakukan.

b. Insisi transversa
Insisi transversa merupakan insisi pilihan saat ini. Secara kosmetik
memuaskan, lebih sedikit menimbulkan luka jahitan dan lebih sedikit
ketidaknyamanan, memungkinkan mobilitas pascaoperasi yang lebih baik. Insisi
secara teknis lebih sulit khususnya pada operasi berulang. Insisi ini lebih vaskular
dan memberikan akses yang lebih sedikit. Variasinya meliputi insisi Joel Choen
(tempat abdomen paling atas) dan Misvag Ladach (menekankan pada perjuangan
struktur anatomis).

2.1.5.2 Insisi uterus


Jalan masuk ke dalam uterus dapat melalui insisi garis tengah atau insisi
segeman transversa.
a. Sectio cesaria segmen bawah
Ini adalah pendekatan yang lazim digunakan. Insisi transversa
ditempatkan di segmen bawah uterus gravid di belakang peritoneum
utero-vesikel.
b. Sectio sesaria klasik
Insisi ini ditempatkan secara vertikal di garis tengah uterus. Indikasi
penggunaanya meliputi:

13
1) Gestasi dini dengan perkembangan buruk pada segmen bawah
2) Jika akses ke segmen bawah terlarang oleh pelekatan fibroid uterus.
3) Jika janin terimpaksi pada posisi transversa.
4) Pada keadaan segmen bawah vaskular karena plasenta previa anterior.
5) Jika ada karsinoma serviks
6) Jika kecepatan sangat penting, contohnya setelah kematian ibu.

2.5.1.3 Insisi Kroning-Gellhom-Beck


Insisi ini adalah garis tengah pada segemen bawah, yang digunakan pada
pelahiran prematur apabila segmen bawah terbentuk dengan buruk atau dalam
keadaan terdapatnya perluasan ke segmen uterus bagian atas yang dilakukan
untuk memberi lebih banyak akses. Insisi ini menyebabkan lebih sedikit
komplikasi sectio caeseria klasik. Insisi ini tidak menutup kemungkianan
pelahiran pervaginam.
Insisi T terbalik atau insisi J suatu saat diperlukan jika ditemukan akses
tidak adekuat tanpa memperhatikan insisi segmen bawah. Insisi tersebut lebih
baik dihindari. Seperti halnya pada seksio sesaria klasik, kehamilan selanjutnya
akan memerlukan seksio caeseria elektif.

2.1.6. Penjahitan Uterus


Setelah plasenta lahir, uterus dapat diangkat melewati insisi dan diletakkan
di atas dinding abdomen, atau biasa disebut eksteriorisasi uterus. Keuntungan
eksteriorisasi uterus ini antara lain dapat segera mengetahui uterus yang atonik
dan melemas sehingga cepat melakukan masase. Selain itu, lokasi perdarahan juga
dapat ditentukan dengan jelas.
Insisi uterus ditutup dengan satu atau dua lapisan jahitan kontinu
menggunakan benang yang dapat diserap ukuran 0 atau 1. Penutupan dengan
jahitan jelujur mengunci satu lapis memerlukan waktu lebih singkat.

14
2.1.7. Penjahitan Abdomen
Setelah rahim telah tertutup dan memastikan tidak ada instrumen yang
tertinggal, maka dilakukan penutupan abdomen. Sewaktu melakukan penutupan
lapis demi lapis, titik-titik perdarahan diidentifikasi, diklem dan diligasi. Otot
rektus dikembalikan ke letaknya semula, dan ruang subfasia secara cermat
diperiksa.
Fasia rektus di atasnya situtup dengan jahitan interrupted. Jaringan
subkutan biasanya tidak perlu ditutup secara terpisah apabila ketebalannya 2 cm
atau kurang. Dan kulit ditutup dengan jahitan matras vertikal dengan benang
sutera 3-0 atau 4-0.

2.1.8. Penyulit Pascaoperasi


Morbiditas setelah sectio caesarea dipengaruhi oleh keadaan-keadaan
ketika prosedur tersebut dilakukan. Penyulit yang dapat terjadi mencakup
histerektomi, cedera operatif pada struktur panggul, serta infeksi dan perlunya
transfusi.
Rajasekar dan Hall (1997) secara spesifik meneliti laserasi kandung kemih
dan cedera uretra. Insidensi laserasi kandung kemih pada saat operasi sesarea
adalah 1,4 per 1000 prosedur, dan untuk cedera uretra adalah 0,3 per 1000. Cedera
kandung kemih cepat terdiagnosis. Sebaliknya diagnosis cedera uretra sering
terlambat terdiagnosis. (Cunningham, 2005).

2.1.9. Komplikasi
a. Pada Ibu :
Kemungkinan yang timbul setelah dilakukan operasi ini antara lain :
1. Infeksi puerperal (Nifas)
a) Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari
b) Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi
dan perut sedikit kembung
c) Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik

15
2. Perdarahan
a) Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
b) Perdarahan pada plasenta bed
3. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila
peritonealisasi terlalu tinggi
4. Kemungkinan rupture tinggi spontan pada kehamilan berikutnya

b. Pada Anak:
Seperti halnya dengan ibunya, nasib anak yang dilahirkan dengan sectio
caesaria banyak tergantung dari keadaan yang menjadi alasan untuk melakukan
sectio caesaria. Menurut statistik di negara – negara dengan pengawasan antenatal
dan intra natal yang baik, kematian perinatal pasca sectio caesaria berkisar antara
4 dan 7% (Sarwono, 1999).
a. Infeksi Puerperal (nifas)
 Ringan, kenaikan suhu beberapa hari saja
 Sedang, kenaikan suhu disertai dehidrasi dan perut kembung
 Berat, dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik.
b. Perdarahan, karena :
 Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
 Atonia Uteri
 Perdarahan pada plasenta
c. Luka kandung kemih, emboli paru dan komplikasi lainnya yang jarang
terjadi.
d. Kemungkinan ruptura uteri atau terbukanya jahitan pada uterus karena
operasi sebelumnya. (Mochtar,1998).

2.2.VBAC(Vaginal Birth After Cesarean-section)


2.2.1 Definisi
VBAC (Vaginal Birth After Cesarean-section) adalah proses melahirkan
normal setelah pernah melakukan seksio sesarea. VBAC menjadi isu yang sangat
penting dalam ilmu kedokteran khususnya dalam bidang obstetrik karena pro dan

16
kontra akan tindakan ini. Baik dalam kalangan medis ataupun masyarakat umum
selalu muncul pertanyaan, apakah VBAC aman bagi keselamatan ibu. Pendapat
yang paling sering muncul adalah “Orang yang pernah melakukan seksio harus
seksio untuk selanjutnya”. Juga banyak para ahli yang berpendapat bahawa
melahirkan normal setelah pernah melakukan seksio sesarea sangat berbahaya
bagi keselamatan ibu dan section adalah pilihan terbaik bagi ibu dan anak.
VBAC belum banyak diterima sampai akhir tahun 1970an. Melihat
peningkatan angka kejadian seksio sesarea oleh United States Public Health
Service, melalui Consensus Development Conference on Cesarean Child Birth
pada tahun 1980 menyatakan bahwa VBAC dengan insisi uterus transversal pada
segmen bawah rahim adalah tindakan yang aman dan dapat diterima dalam rangka
menurunkan angka kejadian seksio sesarea pada tahun 2000 menjadi 15%
(Cunningham FG, 2001). Pada tahun 1989 National Institute of Health dan
American College of Obstetricans and Gynecologists mengeluarkan statemen,
yang menganjurkan para ahli obstetri untuk mendukung "trial of labor" pada
pasien-pasien yang telah mengalami seksio sesarea sebelumnya, dimana VBAC
merupakan tindakan yang aman sebagai pengganti seksio sesarea ulangan
(O'Grady JP, 1995, Caughey AB, Mann S, 2001). Walau bagaimanapun, mulai
tahun 1996 jumlah percobaan partus pervaginal telah berkurang dan menyumbang
kepada peningkatan jumlah partus secara seksio sesarea ulang.

2.2.2. Indikasi VBAC


American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) pada tahun
1999 dan 2004 memberikan rekomendasi untuk menyeleksi pasien yang
direncanakan untuk persalinan pervaginal pada bekas seksio sesarea.
Menurut Cunningham FG (2001) kriteria seleksinya adalah berikut :
1. Riwayat 1 atau 2 kali seksio sesarea dengan insisi segmen bawah rahim.
2. Secara klinis panggul adekuat atau imbang fetopelvik baik.
3. Tidak ada bekas ruptur uteri atau bekas operasi lain pada uterus.
4. Tersedianya tenaga yang mampu untuk melaksanakan monitoring,
persalinan dan seksio sesarea emergensi.

17
5. Sarana dan personil anastesi siap untuk menangani seksio sesarea darurat
Menurut Cunningham FG (2001) kriteria yang masih kontroversi adalah :
1. Parut uterus yang tidak diketahui
2. Parut uterus pada segmen bawah rahim vertikal
3. Kehamilan kembar
4. Letak sungsang
5. Kehamilan lewat waktu
6. Taksiran berat janin lebih dari 4000 gram

Menurut Syafrida (2011) ada Beberapa persyaratan antara lain :


a. Tidak ada indikasi sectio caesarea (partus tak maju).
b. Terdapat catatan medik yang lengkap mengenai riwayat sectio
caesarea sebelumnya (operator, jenis insisi, komplikasi, lama
perawatan).
c. Segera mungkin pasien dirawat di RSU setelah persalinan mulai.
d. Tersedia darah untuk transfusi.
e. Janin presentasi verteks normal.
f. Pengawasan selama persalinan yang baik (personil, partograf,
fasilitas).
g. Adanya fasilitas dan perawatan bila dibutuhkan sectio caesarea
darurat.
h. Persetujuan tindakan medik mengenai keuntungan maupun risikonya.

Bagi ibu yang melahirkan dengan VBAC memiliki beberapa syarat,


diantaranya indikasi operasi sebelumnya bukan karena panggul sempit, letak bayi
kepala, proses penyembuhan luka operasi baik, perkiraan berat badan bayi tidak
boleh lebih dari 4 Kg, bukan kehamilan kembar, dan belahan operasi cesar
sebelumnya tidak tegak lurus (vertikal). Proses mengejan saat pembukaan lengkap
hanya boleh 2x15 menit. Elastisitas otot perut dan bekas luka operasi cesar yang
telah merapat juga menjadi hal yang dipertimbangkan. Melalui senam hamil yang
rutin dilakukan ibu hamil maka dapat membantu ibu untuk mengejan dan

18
mengatur napas lebih optimal, dan mempertahankan elastisitas otot perut saat
kontraksi, sehingga ibu dapat melahirkan dengan VBAC (Santoso, 2010).

2.2.3. Kontraindikasi VBAC


Menurut Depp R (1996) kontra indikasi mutlak melakukan VBAC adalah :
1. Bekas seksio sesarea klasik
2. Bekas seksio sesarea dengan insisi T
3. Bekas ruptur uteri
4. Bekas komplikasi operasi seksio sesarea dengan laserasi serviks
yang luas
5. Bekas sayatan uterus lainnya di fundus uteri contohnya miomektomi
6. Disproporsi sefalopelvik yang jelas.
7. Pasien menolak persalinan pervaginal
8. Panggul sempit
9. Ada komplikasi medis dan obstetrik yang merupakan kontra indikasi
persalinan pervaginal

Menurut Graber (2006) kontra indikasi VBAC antara lain :


a. Riwayat insisi uterus sebelumnya berbentuk klasik, bentuk T, atau
tidak diketahui.
b. Kehamilan multipel.
c. Perkiraan berat lahir > 4000 gr.
d. Bukan persentasi verteks.
e. Fasilitas atau petugas sectio caesarea darurat tidak mencukupi.
f. Pasien menolak.

2.2.4. Prasyarat VBAC


Panduan dari American College of Obstetricians and Gynecologists pada
tahun 1999 dan 2004 tentang VBAC atau yang juga dikenal dengan trial of scar
memerlukan kehadiran seorang dokter ahli kebidanan, seorang ahli anastesi dan
staf yang mempunyai keahlian dalam hal persalinan dengan seksio sesarea

19
emergensi. Sebagai penunjangnya kamar operasi dan staf disiagakan, darah yang
telah di-crossmatch disiapkan dan alat monitor denyut jantung janin manual
ataupun elektronik harus tersedia (Caughey AB, Mann S, 2001).
Pada kebanyakan senter merekomendasikan pada setiap unit persalinan
yang melakukan VBAC harus tersedia tim yang siap untuk melakukan seksio
sesarea emergensi dalam waktu 20 sampai 30 menit untuk antisipasi apabila
terjadi fetal distress atau ruptur uteri (Jukelevics N, 2000).

2.2.5. Faktor yang berpengaruh


Seorang ibu hamil dengan bekas seksio sesarea akan dilakukan seksio
sesarea kembali atau dengan persalinan pervaginal tergantung apakah syarat
persalinan pervaginal terpenuhi atau tidak. Setelah mengetahui ini dokter
mendiskusikan dengan pasien tentang pilihan serta resiko masing-
masingnya.Tentu saja menjadi hak pasien untuk meminta jenis persalinan mana
yang terbaik untuk dia dan bayinya (Golberg B, 2000).
Faktor-faktor yang berpengaruh dalam menentukan VBAC telah diteliti
selama bertahun-tahun. Ada banyak faktor yang dihubungkan dengan tingkat
keberhasilan persalinan pervaginal pada bekas seksio (Caughey AB, Mann S,
2001).
Selain itu, adanya riwayat penyakit terdahulu pada ibu seperti hipertensi,
diabetes melitus, asma, epilepsi, gangguan jantung, penyakit ginjal, tiroid, atau
penyakit autoimun seperti sistemik lupus eritematosus meningkatkan risiko
dilakukannya persalinan sesarea. BMI ibu di atas 30 juga menurunkan peluang
terjadinya VBAC (Cheng, et.al., 2011).
Berat badan bayi juga berpengaruh terhadap keberhasilan VBAC.
Quiñones et.al. (2005) membandingkan keberhasilan VBAC dan angka kejadian
ruptur uteri antara persalinan prematur dan aterm pada perempuan dengan riwayat
SC 1 kali sebelumnya. Dari 12.463 pasien yang menjalani VBAC, angka
keberhasilan VBAC pada persalinan preterm lebih tinggi daripada aterm (82% vs
74%, p<0,001), serta risiko ruptur uteri pada persalinan preterm lebih rendah,
meskipun tidak signifikan (p<0,08).

20
2.2.6. Teknik operasi sebelumnya
Pasien bekas seksio sesarea dengan insisi segmen bawah rahim transversal
merupakan salah satu syarat dalam melakukan VBAC, dimana pasien dengan tipe
insisi ini mempunyai resiko ruptur yang lebih rendah dari pada tipe insisi
lainnya.Bekas seksio sesarae klasik, insisi T pada uterus dan komplikasi yang
terjadi pada seksio sesarea yang lalu misalnya laserasi serviks yang luas
merupakan kontraindikasi melakukan VBAC.(Toth PP, Jothivijayani, 1996,
Cunningham FG, 2001).
Menurut American College of Obstetricians and Gynecologists (2004),
tiada perbedaan dalam mortalitas maternal dan perinatal pada insisi seksio sesarea
transversalis atau longitudinalis.

2.2.7. Jumlah seksio sesarea sebelumnya


VBAC tidak dilakukan pada pasien dengan insisi korporal sebelumnya
maupun pada kasus yang pernah seksio sesarea dua kali berurutan atau lebih,
sebab pada kasus tersebut diatas seksio sesarea elektif adalah lebih baik
dibandingkan persalinan pervaginal (Flamm BL, 1997).
Resiko ruptur uteri meningkat dengan meningkatnya jumlah seksio sesarea
sebelumnya.Pasien dengan seksio sesarea lebih dari satu kali mempunyai resiko
yang lebih tinggi untuk terjadinya ruptur uteri.Ruptur uteri pada bekas seksio
sesarea 2 kali adalah sebesar 1.8 – 3.7 %. Pasien dengan bekas seksio sesarea 2
kali mempunyai resiko ruptur uteri lima kali lebih besar dari bekas seksio sesarea
satu kali (Caughey AB, 1999, Cunningham FG, 2001).
Menurut Spaan (1997) mendapatkan bahwa riwayat seksio sesarea yang
lebih satu kali mempunyai resiko untuk seksio sesarea ulang lebih tinggi.
Menurut Jamelle (1996) menyatakan diktum sekali seksio sesarea selalu
seksio sesarea tidaklah selalu benar, tetapi beliau setuju dengan pernyataan bahwa
setelah dua kali seksio sesarea selalu seksio sesarea pada kehamilan berikutnya ,
dimana diyakini bahwa komplikasi pada ibu dan anak lebih tinggi.

21
Menurut Farmakides (1987) dalam Miller (1994) melaporkan 77 % dari
pasien yang pernah seksio sesarea dua kali atau lebih yang diperbolehkan
persalinan pervaginal dan berhasil dengan luaran bayi yang baik.
Menurut Cunningham (2001), American College of Obstetricians and
Gynecologists pada tahun 1999 telah memutuskan bahwa pasien dengan bekas
seksio dua kali boleh menjalani persalinan pervaginal dengan pengawasan yang
ketat. Menurut Miller (1994) melaporkan bahwa insiden ruptur uteri terjadi 2
kali lebih sering pada VBAC dengan riwayat seksio sesarea 2 kali atau lebih.

2.2.8. Penyembuhan luka pada seksio sesarea sebelumnya


Menurut Depp R (1996) dianjurkan VBAC, kecuali ada tanda-tanda ruptur
uteri mengancam, parut uterus yang sembuh persekundum pada seksio sesarea
sebelumnya atau jika adanya penyulit obstetrik lain ditemui.Pemeriksaan USG
trans abdominal pada kehamilan 37 minggu dapat mengetahui ketebalan segmen
bawah rahim. Ketebalan segmen bawah rahim (SBR) . 4,5 mm pada usia
kehamilan 37 minggu adalah petanda parut yang sembuh sempurna. Parut
yangtidak sembuh sempurna didapat jika ketebalan SBR < 3,5 mm. Oleh sebab itu
pemeriksaan USG pada kehamilan 37 minggu dapat sebagai alat skrining dalam
memilih cara persalinan bekas seksio sesarea. (Cheung V, 2004)
Menurut Cunningham FG (2001) menyatakan bahwa penyembuhan luka
seksio sesarea adalah suatu generasi dari fibromuskuler dan bukan pembentukan
jaringan sikatrik.Menurut Cunningham FG (1993), dasar dari keyakinan ini adalah
dari hasil pemeriksaan histologi dari jaringan di daerah bekas sayatan seksio
sesarea dan dari 2 tahap observasi yang pada prinsipnya :
1. Tidak tampaknya atau hampir tidak tampak adanya jaringan sikatrik pada
uterus pada waktu dilakukan seksio sesarea ulangan
2. Pada uterus yang diangkat, sering tidak kelihatan garis sikatrik atau hanya
ditemukan suatu garis tipis pada permukaan luar dan dalam uterus tanpa
ditemukannya sikatrik diantaranya.
Dua hal yang utama penyebab dari gangguan pembentukan jaringan
sehingga menyebabkan lemahnya jaringan parut tersebut adalah :

22
1. Infeksi, bila terjadi infeksi akan mengganggu proses penyembuhan luka.
2. Kesalahan teknik operasi (technical errors) seperti tidak tepatnya pertemuan
kedua sisi luka, jahitan luka yang terlalu kencang, spasing jahitan yang tidak
beraturan, penyimpulan yang tidak tepat, dan lain-lain.
Menurut Schmitz (1949) dalam Srinivas (2007) menyatakan jahitan luka
yang terlalu kencang dapat menyebabkan nekrosis jaringan sehingga merupakan
penyebab timbulnya gangguan kekuatan sikatrik, hal ini lebih dominan dari pada
infeksi ataupun technical error sebagai penyebab lemahnya sikatrik.
Pengetahuan tentang penyembuhan luka operasi, kekuatan jaringan
sikatrik pada penyembuhan luka operasi yang baik dan pengetahuan tentang
penyebab-penyebab yang dapat mengurangi kekuatan jaringan sikatrik pada bekas
seksio sesarea, menjadi panduan apakah persalinan pervaginal pada bekas seksio
sesarea dapat dilaksanakan atau tidak (Srinivas, 2007).

2.2.9. Komplikasi VBAC


Komplikasi paling berat yang dapat terjadi dalam melakukan persalinan
pervaginal adalah ruptur uteri.Ruptur jaringan parut bekas seksio sesarea sering
tersembunyi dan tidak menimbulkan gejala yang khas (Miller DA, 1999).
Dilaporkan bahwa kejadian ruptur uteri pada bekas seksio sesarea insisi segmen
bawah rahim lebih kecil dari 1 % (0,2 – 0,8 %). Kejadian ruptur uteri pada
persalinan pervaginal dengan riwayat insisi seksio sesarea korporal dilaporkan
oleh Scott (1997) dan American College of Obstetricans and Gynecologists
(1998) adalah sebesar 4 – 9 %. Kejadian ruptur uteri selama partus percobaan
pada bekas seksio sesarea sebanyak 0,8% dan dehisensi 0,7% (Martel MJ, 2005).
Apabila terjadi ruptur uteri maka janin, tali pusat, plasenta atau bayi
akankeluar dari robekan rahim dan masuk ke rongga abdomen. Hal ini
akanmenyebabkan perdarahan pada ibu, gawat janin dan kematian janin serta ibu.
Kadang-kadang harus dilakukan histerektomi emergensi.
Kasus ruptur uteri ini lebih sering terjadi pada seksio sesarea klasik
dibandingkan dengan seksio sesarea pada segmen bawah rahim. Ruptur uteri pada

23
seksio sesarea klasik terjadi 5-12 % sedangkan pada seksio sesarea pada segmen
bawah rahim 0,5-1 % (Hill DA, 2002).
Tanda-tanda ruptur uteri adalah sebagai berikut: (Caughey AB, et al, 2001)
1. Nyeri akut abdomen
2. Sensasi popping ( seperti akan pecah )
3. Teraba bagian-bagian janin diluar uterus pada pemeriksaan Leopold
4. Deselerasi dan bradikardi pada denyut jantung bayi
5. Presenting parutnya tinggi pada pemeriksaan pervaginal
6. Perdarahan pervaginal

Pada wanita dengan bekas seksio sesarea klasik sebaiknya tidak dilakukan
persalinan pervaginal karena resiko ruptur 2-10 kali dan kematian maternal dan
perinatal 5-10 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seksio sesarea pada segmen
bawah rahim (Chua S, Arunkumaran S, 1997).

2.2.10. Monitoring
Ada beberapa alasan mengapa seseorang wanita seharusnya dibantu
dengan persalinan pervaginal.Hal ini disebabkan karena komplikasi akibat seksio
sesarea lebih tinggi. Pada seksio sesarea terdapat kecendrungan kehilangan darah
yang banyak, peningkatan kejadian transfusi dan infeksi, akan menambah lama
rawatan masa nifas di rumah sakit.Selain itu, juga akan memperlama perawatan di
rumah dibandingkan persalinan pervaginal. Sebagai tambahan biaya rumah sakit
akan dua kali lebih mahal (Golberg B, MD, 2000).
Walaupun angka kejadian ruptur uteri pada persalinan pervaginal setelah
seksio sesarea adalah rendah, tapi hal ini dapat menyebabkan kematian pada janin
dan ibu.Untuk antisipasi perlu dilakukan monitoring pada persalinan ini (Caughey
AB, 1999).
Persalinan bekas seksio sesarea
Motto: once a cesarean always a cesarean, kiranya perlu dilakukan evaluasi
tentang indikasi seksio tersebut. Untuk dapat melakukan “trial of labor” pada
bekas seksio sesarea, harus dapat dipenuhi beberapa kriteria sebagai berikut :

24
 Perhatikan indikasi seksio sesarea yang lalu
 Seksio sesarea dilakukan segera, bila indikasinya panggul sempit atau
kehamilan dengan kelainan letak, ketuban pecah dini, kepala tinggi
 Irisan seksio membujur (korpore) merupakan kontraindikasi “trial of
labor”
 Observasi ketat dengan kemungkinan seksio sesarea dalam waktu 30
menit
 Fetal distress dan nyeri bagian bawah merupakan indikasi penting untuk
segera melakukan seksio sesarea.

Sistem Skoring
Untuk meramalkan keberhasilan penanganan persalinan pervaginam bekas
seksio sesarea, beberapa peneliti telah membuat sistem skoring.

Tabel II. Skor Flamm dan Geigeruntuk memprediksi terjadinya VBAC


No Karakteristik Skor
1 Usia < 40 tahun 2
2 Riwayat persalinan pervaginam
- sebelum dan sesudah seksio sesarea 4
- persalinan pervaginam sesudah seksio sesarea 2
- persalinan pervaginam sebelum seksio sesarea 1
- tidak ada 0
3 Alasan lain seksio sesarea terdahulu 1
4 Pendataran dan penipisan serviks saat tiba di Rumah Sakit
dalam keadaan inpartu:
- 75 % 2
- 25 – 75 % 1
- < 25 % 0
5 Dilatasi serviks ≥4 cm 1

25
Dari hasil penelitian Flamm dan Geiger terhadap skor development group
diperoleh hasil seperti tabel dibawah ini

Skor Angka Keberhasilan VBAC (%)


0–2 42-49
3 59-60
4 64-67
5 77-79
6 88-89
7 93
8 – 10 95-99
Total 74-75

26
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1. Status Pasien


I. Identitas
a. Identitas Pasien
Nama : Ny. I
MR : 402651
Umur : 30 Tahun
Agama : Kristen
Pendidikan : D3
Pekerjaan : Bidan
Alamat : Asrama Polres-Rohil
Masuk tanggal : 29-07- 2018
Pukul : 20.00 WIB
b. Identitas Suami
Nama : Leorensus Gultom
Umur : 33 Tahun
Pendidikan : Angkatan
Agama : Kristen
Pekerjaan : POLRI
Alamat : Asrama Polres-Rohil

II. Anamnesis (Autoanamnesis)

Keluhan Utama : Keluar air-air dari jalan lahir


Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien masuk ke ruang VIP A melalui
poliklinik kebidanan RSUD Dumai dengan
keluhan keluar air-air dari jalan lahir sejak
satu hari yang lalu sekitar pukul 19.00 WIB
sampai sekarang. Riwayat keluar darah dan

27
lendir (-), riwayat mules-mules (-). BAK
(+) BAB (+) normal. Pasien mengaku
sedang hamil anak yang kedua. Pasien rutin
kontrol kehamilan ke poliklinik dokter
spesialis kandungan. Kondisi janin dalam
kandungan baik.
Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat trauma (-), riwayat perut dikusuk-
kusuk (-), jatuh terduduk (-),riwayat
tekanan darah tinggi(+) di kehamilan
pertama, riwayat preeklampsia beratdi
kehamilan pertama tahun 2017, riwayat
diabetes mellitus (-), riwayat asma (-)
Riwayat penyakit keluarga : Riwayat hipertensi (-)
Riwayat diabetes mellitus (+)
Riwayat asma (-)
Riwayat hamil muda : Mual (+), muntah (+),perdarahan (-)
Riwayat hamil tua : Pusing (-), sakit kepala (-), perdarahan (-)
Riwayat pengobatan : (-)
Riwayat Haid : Menarche :14 Tahun
Siklus Haid : 28 hari, teratur
Lama Haid : 7Hari
Jumlah darah haid: 3-4x ganti pembalut
Nyeri Haid : (-)
HPHT :02-11-2017
Perkiraan Partus: 09-08-2018
Riwayat Perkawinan : Merupakan perkawinan yang ke-1, lama
perkawinan sudah 3 tahun, usia saat
menikah 27tahun

28
Riwayat kehamilan : G2P1A0H1

Tahun Tempat Umur Jenis Penolong


No. Penyulit BB Sex
Partus Partus Hamil Persalinan Persalinan
Dokter, Sp.
1. 2017 RS Aterm SC PEB 3.800 Lk
OG
2. 2018 Hamil ini

Riwayat Operasi : SC hamil pertama tahun 2017


Riwayat Alergi : Tidak ada alergi obat, makanan dan cuaca

III. Pemeriksaan Fisik


a. Tanda-tanda Vital
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Composmentis
TD : 130/80 mmHg
Suhu : 36,7oC
RR : 20x/menit
Nadi : 80x/menit
BB : 115 kg
TB : 154 cm
IMT : 36 kg/m2
Status gizi : Gizi lebih (obesitas III)

b. Status Generalis
Kepala : Normocephal
Mata : Konjungtiva Anemis (-/-)
Sklera ikterik (-/-)
Leher : Pembesaran KGB (-) pembesaran tiroid (-)
Jantung : I: Ictus cordis tidak terlihat
P: Ictus Cordis teraba pada ICS 5 linea axilaris sinistra
P: Batas jantung kanan pada linea sternalis, batas jantung

29
kiri pada linea midclavikula ICS 5
A: BJ I dan II murni regular, murmur (-), gallop (-)
Paru : I: Simetris kanan dan kiri
P: Vokal fremitus simetris kanan dan kiri
P: Sonor
A: Suara napas vesikuler (+/+),wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
Ekstremitas : Superior & inferior  akral hangat, CRT <2’, edema (-)

c. Status Obstetri
Pemeriksaan luar : (-)
Pemeriksaan dalam : (-)

IV. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium (28-07-2018)


a. Hematologi, Hemostasis, b. Faal Hati, Faal Ginjal,
Gula Darah Imuno-Serologi

Hematologi Hasil Faal Hati Hasil


Hemoglobin 13,5 gr/dl SGOT 33 mg/dL
3
Leukosit 8.700 sel/mm SGPT 16 mg/dL
3
Trombosit 268.000/mm Faal Ginjal Hasil
Hematokrit 39% Ureum 15 mg/dL
3
Eritrosit 4.230.000/mm Kreatinin 0.9 mg/dL
MCV 92 FL Imuno-
Hasil
MCH 32 PG Serologi
HbsAg Negatif
MCHC 35%
HIV Non-Reaktif
Hemostasis Hasil
Masa
2 menit
Perdarahan
Masa
3 menit
Pembekuan
Gula Darah Hasil
Gula Darah 90 mg/dL

30
V. Diagnosis Kerja
G2P1A0H1+Prev. SC+Obesitas derajat III

VI. Penatalaksanaan/Rencana Tindakan


- Observasi keadaan umum dan tanda-tanda vital
- Pasang O2 3 liter/menit
- Pasang IVFD RL 20 gtt/i
- Inj. Cefotaxime 1 gram/24 jam
- Pasang cateter urin
- Puasa 8 jam, mulai jam 24.00 WIB

- Persiapan persalinan Seksio Caesareanelektif atas indikasi previous


SC tanggal 30 Juli 2018 pukul 08.15 WIB

VII.RESUME

Ny. I 30 tahun sedang hamil yang ke 2 masuk ke ruang VIP A melalui


poliklinik kebidanan RSUD Dumai dengan keluhan keluar air-air dari jalan lahir
sejak satu hari yang lalu sekitar pukul 19.00 WIB sampai sekarang. HPHT 02-11-
2017.Riwayat tekanan darah tinggi(+) di kehamilan pertama, riwayat
preeklampsia berat (+) di kehamilan pertama tahun 2017. Riwayat SC pada
persalainan anak pertama tahun 2017. Riwayat diabetes mellitus (+) di keluarga.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak sakit sedang,
kesadaran composmentis, TD: 130/70 mmHg, suhu: 36,7oC, RR: 20x/menit, nadi:
80x/menit, BB: 115 kg, TB: 154 cm, IMT: 36 kg/m2,status gizi: gizi lebih
(obesitas III).

VIII. Laporan Pembedahan

Pasien dijadwalkan untuk melakukan tindakan pembedahan SC elektif pada


hari Senin,30 Juli 2018. Sekitar pukul 08.00 WIB pasien sudah dipersiapkan dan

31
sudah berada di meja operasi. Pada pasien dilakukan tindakan pembedahan
dengan menggunakan teknik anestesi spinal dengan obat anestesi spica
(Bupivakain) yang dilakukan sekitar pukul 08.05 WIB. Tindakan pembedahan
dimulai sekitar pukul 08.15 WIB. Sekitar pukul 08.30 WIB bayi lahir dengan
keterangan:
 Bayi lahir hidup secara sectio caesarean
 Jenis kelamin laki-laki
 Berat badan lahir 3520 gram
 Panjang badan 48 cm
 Lingkar kepala 36 cm
 Lingkar dada 34 cm
 Anus (+)
 Apgar score 6
 Plasenta lahir secara bimanual, lengkap
Operasi selesai sekitar pukul 08.50 WIB.

Terapi post SC:


- Taxegran 2x1
- Fetic sup k/p
- Dansefion 2x1
- Etopion 2x1
Rencana tindakan post SC:
- Puasakan pasien 6 jam setelah operasi
- Cek lab ulang sore
- Observasi keadaan umum, tanda-tanda vital, kontraksi uterus dan
perdarahan
Hasil Pemeriksaan Laboratorium Post SC
Hb : 14,9 gr/dL Eritrosit : 4.430.000/mm3
Leukosit : 15.300/mm3 MCH : 88 FL
Trombosit : 263.000/mm3 MCV : 33 FG
Hematokrit : 39% MCHC : 37%

32
FOLLOW UP
Tanggal FOLLOW UP
29 Juli 2018 S : keluar air-air dari jalan lahir, perut mules (-), keluar darah dan
lendir (-)
O : TD : 130/70 mmHg
HR : 80x/i
RR : 20x/i
Suhu : 36,7oC
A : G2P1A0H1+Prev. SC+Obesitas derajat III

P : - Observasi keadaan umum dan tanda-tanda vital


- Pasang O2 3 liter/menit
- Pasang IVFD RL 20 gtt/i
- Inj. Cefotaxime 1 gram/24 jam
- Pasang cateter urin
- Puasa 8 jam, mulai jam 24.00 WIB

- Persiapan persalinan Seksio Caesarean elektif atas indikasi


previous SC tanggal 30 Juli 2018 pukul 08.15 WIB

30 Agustus 2017 S : Nyeri bekasluka operasi pada perut (+), perdarahan (-), BAK
(+), BAB (-)
O : TD : 130/80 mmHg
HR : 87x/i
RR : 20x/i
Temp : 36,8oC
A : Post SC a/i + Prev. SC+Obesitas derajat III
P :Pasien puasa 6 jam post operasi
IVFD RL 20 gtt/i
Taxegran 2x1
Fetic sup k/p
Dansefion 2x1

33
Etopion 2x1

Hasil lab tanggal 30 Juli 2018


Hb : 14,9 gr/dL
Leukosit : 15.300/mm3
Trombosit : 263.000/mm3
Hematokrit : 39%
Eritrosit : 4.430.000/mm3
MCH : 88 FL
MCV : 33 FG
MCHC : 37%
31 Juli 2018 S : Nyeri bekasluka operasi pada perut (+), perdarahan (-), BAK
(+), BAB (-)
O : TD : 120/70 mmHg
HR : 82x/i
RR : 18x/i
Temp : 36,6oC
A : Post SC a/i + Prev. SC+Obesitas derajat III
P : Cefixime 200 gram 2x1/2 tablet
Analtram tablet 3x1
Lactamor tablet 2x1
Sore aff kateter urin
1 Agustus 2018 S : Nyeri bekasluka operasi pada perut (↓), perdarahan (-), BAK
(+), BAB (+)
O : TD : 120/80 mmHg
HR : 80x/i
RR : 18x/i
Temp : 36,7oC
A : Post SC a/i + Prev. SC+Obesitas derajat III
P : Cefixime 200 gram 2x1/2 tablet

34
Analtram tablet 3x1
Lactamor tablet 2x1
Sore aff kateter urin
2 Agustus 2018 S : Nyeri bekasluka operasi pada perut (-), perdarahan (-), BAK
(+), BAB (-)
O : TD : 120/80 mmHg
HR : 80x/i
RR : 18x/i
Temp : 36,7oC
A : Post SC a/i + Prev. SC+Obesitas derajat III
P : Cefixime 200 gram 2x1/2 tablet
Analtram tablet 3x1
Lactamor tablet 2x1
Aff infus
GV kering
Pasien berawat jalan
Pasien kontrol ke poli KB tanggal 7 Agustus 2018

35
BAB IV
ANALISIS KASUS

1) Salah satu indikasi dilakukan sectio Pada kasus ini dijumpai pasien
caesarea adalah oleh karena faktor: wanita 30 tahun G2P1A0 dengan usia
a. Ukuran Janin kehamilan 38-39 minggu dengan
Berat bayi lahir sekitar 4000 keluhan keluar air-air dari jalan lahir
gram atau lebih (giant baby), dan riwayat persalinan:
menyebabkan bayi sulit keluar 1. Laki-laki, Rumah Sakit, Aterm,
dari jalan lahir. Umumnya SC, Sp.OG, 3800gr, sehat.
pertumbuhan janin yang 2. Hamil ini, lahir anak laki-laki
berlebihan disebabkan sang ibu secara SC dengan BB 3520gr,
menderita kencing manis PB 48cm, lingkar kepala 36cm,
(diabetes mellitus). Bayi yang lingkar dada 34cm
lahir dengan ukuran yang besar
dapat mengalami kemungkinan Pada kasus, riwayat sayatan pada
komplikasi persalinan 4 kali sectio sebelumnya tidak jelas.
lebih besar daripada bayi dengan Didapatkan riwayat ibu dengan
ukuran normal. (Oxorn, 2003). obesitas derajat III.
Menentukan apakah bayi besar
atau tidak terkadang sulit. Hal Pada kasus didapati kriteria dimana
ini dapat diperkirakan dengan usia ibu <40 tahun, tidak ada riwayat
cara melihat adanya riwayat persalinan pervaginam sebelumnya,
melahirkan bayi dengan ukuran adanya alasan seksio sesarea
besar, sulit dilahirkan atau ada sebelumnya yaitu preeklampsia berat
riwayat diabetes melitus. sehingga didapati skor = 3 dimana
b. Indikasi Ibu dan JaninRiwayat angka keberhasilan VBAC 59-60%.
Sectio Caesarea.
Umumnya section caesarea akan
dilakukan lagi pada persalinan
berikutnya apabila dijumpai hal-

36
hal seperti penggunaan teknik
sayatan melintang pada section
sebelumnya, terdapat hambatan
pada persalinan pervaginam,
seperti partus tidak maju,
Cephalo-pelvic disproportion,
atau letak lintang.
2) Menurut American College of
Obstetrians and Gynecologyst,
kriteria dilakukannya persalinan
elektif dapat dipertimbangkan pada
usia kehamilan ≥39 mingggu.
3) Untuk meramalkan keberhasilan
penanganan persalinan pervaginam
bekas seksio sesarea, beberapa
peneliti telah membuat sistem
skoring:
 Usia < 40 tahun
 Riwayat persalinan pervaginam
Sebelum dan sesudah seksio
sesarea, persalinan pervaginam
sesudah seksio sesarea,
persalinan pervaginam sebelum
seksio sesarea, tidak ada, alasan
lain seksio sesarea terdahulu.
 Pendataran dan penipisan
serviks saat tiba di Rumah Sakit
dalam keadaan inpartu:
75%, 25–75%, <25%
 Dilatasi serviks ≥4 cm

37
BAB V
KESIMPULAN

Sectio caesarea adalah kelahiran janin melalui insisi pada dinding


abdomen dan dinding uterus (Cunningham, 2015). Sectio caesarea juga dapat
didefinisikan sebagai suatu hysterectomia untuk melahirkan janin dari dalam
rahim (Sofian, 2011).Sectio Caesarea dilakukan jika ada gangguan pada salah
satu dari tiga faktor yang terlibat dalam proses persalinan yang menyebabkan
persalinan tidak dapat berjalan lancar dan bila dibiarkan maka dapat terjadi
komplikasi yang dapat membahayakan ibu dan janin. 3 faktor tersebut adalah:
1. Jalan lahir (passage)
2. Janin (passanger)
3. Kekuatan yang ada pada ibu (power)
Sectio caesarea ulangan adalah persalinan dengan sectio caesarea yang
dilakukan pada seorang pasien yang pernah mengalami sectio caesarea pada
persalinan sebelumnya, elektif maupun emergency. Hal ini perlu dilakukan jika
ditemui hal – hal seperti, indikasi yang menetap pada persalinan sebelumnya
seperti kasus panggul sempit, adanya kekhawatiran ruptur uteri pada bekas
operasi sebelumnya.
Jika dipilih pengulangan sesar, sebelum tindakan elektif ini maturitas
janin harus dipastikan. American College of Obstetricians and Gynecologists
(1995) telah menyusun pedoman untuk menentukan waktu dilakukannya
operasi elektif. Menurut kriteria ini, persalinan elektif dapat dipertimbangkan
pada atau setelah 39 minggu jika paling sedikit salah satu kriteria yang
tercantum pada tabel terpenuhi. Pada semua kasus lain, maturitas janin harus
dibuktikan dengan analisis cairan amnion sebelum dilakukan sesar ulangan
elektif. Cara lain adalah dengan menunggu awitan persalianan spontan

38
DAFTAR PUSTAKA

Husodo L, Pembedahan dengan Laparatomi. Dalam Buku Ilmu Kebidanan


Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. 1999: 863 –75.
Cheng YW, et.al. Delivery after prior cesarean: maternal morbidity and mortality.
Clin Perinatol. 2011: 38(2): 297-309.
Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ. Cesarean Section and Postpartum
Hysterectomy. In : Williams Obstetrics. 21st Ed.. The Mc Graw-Hill
Companies. New York: 2001: 537–63.
Cunningham MD. Cesarean Section. In: Williams Obstetrics, 22nd Ed. Prentice
Hall Int. USA 2001.
Wing DA. Induction of labor in woman with prior cesarean delivery. Up ToDate
2007.
Dodd JM, Crowther CA. Elective repeat caesarean section versus induction of
labour for woman with a previous caesarean birth. The Cochrane Library
2007, Issue 4.
Welischar J, Quirk JG. Vaginal birth after cesarean delivery.Up ToDate 2007.
Rozenberg P, Goffinet F, Philippe HJ, Nisand I. Thickness of the lower uterine
segment: its influence in the management of patients with previous casarean
sections. European Journal of Obstetrics & Gynaecology and Reproductive
Biology 87(1999) 39-45.
Zelop CM, Shipp TD, Repke JT, Cohen A, Caughey AB, Lieberman E. Uterine
rupture during induced or augmented labor in gravid woman with one prior
cesarean delivery. Am J Obstet Gynecol: 1999: 181; 882-886.
Lin C, Raynor D. Risk of uterine rupture in labor induction of patients with prior
cesarean section: An inner city hospital experience. Am J Obstet Gynecol:
2004: 190; 1476-8.
Kapita Selekta. Obstetri dan Ginekologi.
Mankuta DD, Leshno MM, Menasche MM, Brezis MM. Vaginal birth after
cesarean section: Trial of labor or repeat cesarean section? A decision
analysis. Am J Obstet Gynecol: 2003: 189; 714-719.

39

Anda mungkin juga menyukai