Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN PENDAHULUAN

INTRA UTERINE FETAL DEATH (IUFD)

DISUSUN OLEH :

NAMA : RIALITA
NIM : 22222058

INSTITUT ILMU KESEHATAN DAN TEKNOLOGI MUHAMMADIYAH


PALEMBANG FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
2022
B. Definisi
Sectio Caesareaadalah
suatu pembedahan guna
melahirkan janin
lewatinsisi pada
dinding abdomen dan
uterus persalinan buatan.
Sehingga janin di lahirkan
melalui perut dan
dinding perut dan dinding
rahim agar anak lahir
dengan keadaan utuh dan
sehat (Anjarsari,
2019).

5
Sectio Caesarea adalah
suatu cara melahirkan
janin denganmembuat
sayatan pada
dinding uterus melalui
dinding depan perut
(Martowirjo, 2018). Sectio
Caesarea adalah suatu
persalinan buatan dimana
janin dilahirkan melalui
suatu insisi pada dinding
depan perut dan
dinding rahim dengan
syarat rahim dalam
keadaan utuh serta berat
janin di atas 500 gram
(Sagita, 2019).
B. Definisi
Sectio Caesareaadalah
suatu pembedahan guna
melahirkan janin
lewatinsisi pada
dinding abdomen dan
uterus persalinan buatan.
Sehingga janin di lahirkan
melalui perut dan
dinding perut dan dinding
rahim agar anak lahir
dengan keadaan utuh dan
sehat (Anjarsari,
2019).
Sectio Caesarea adalah
suatu cara melahirkan
janin denganmembuat
sayatan pada
dinding uterus melalui
dinding depan perut
(Martowirjo, 2018). Sectio
Caesarea adalah suatu
persalinan buatan dimana
janin dilahirkan melalui
suatu insisi pada dinding
depan perut dan
dinding rahim dengan
syarat rahim dalam
keadaan utuh serta berat
janin di atas 500 gram
(Sagita, 2019).
B. Definisi
Sectio Caesareaadalah
suatu pembedahan guna
melahirkan janin
lewatinsisi pada
dinding abdomen dan
uterus persalinan buatan.
Sehingga janin di lahirkan
melalui perut dan
dinding perut dan dinding
rahim agar anak lahir
dengan keadaan utuh dan
sehat (Anjarsari,
2019).
Sectio Caesarea adalah
suatu cara melahirkan
janin denganmembuat
sayatan pada
dinding uterus melalui
dinding depan perut
(Martowirjo, 2018). Sectio
Caesarea adalah suatu
persalinan buatan dimana
janin dilahirkan melalui
suatu insisi pada dinding
depan perut dan
dinding rahim dengan
syarat rahim dalam
keadaan utuh serta berat
janin di atas 500 gram
(Sagita, 2019).
Definisi
Sectio Caesareaadalah
suatu pembedahan guna
melahirkan janin
lewatinsisi pada
dinding abdomen dan
uterus persalinan buatan.
Sehingga janin di lahirkan
melalui perut dan
dinding perut dan dinding
rahim agar anak lahir
dengan keadaan utuh dan
sehat (Anjarsari,
2019).
Sectio Caesarea adalah
suatu cara melahirkan
janin denganmembuat
sayatan pada
dinding uterus melalui
dinding depan perut
(Martowirjo, 2018). Sectio
Caesarea adalah suatu
persalinan buatan dimana
janin dilahirkan melalui
suatu insisi pada dinding
depan perut dan
dinding rahim dengan
syarat rahim dalam
keadaan utuh serta berat
janin di atas 500 gram
(Sagita, 2019).
A. Definisi
Kematian janin dalam kandungan adalah kematian janin ketika
masing-masing berada dalam rahim yang beratnya 500 gram dan usia
kehamilan 20 minggu atau lebih minggu atau lebih (Achadiat, 2016).
Kematian janin dalam kandungan adalah kematian hasil konsepsi
sebelum dikeluarkan dengan konsepsi sempurna dari ibunya tanpa
memandang tuanya kehamilan. Kematian dinilai dengan fakta bahwa sesudah
dipisahkan dari ibunya janin tidak bernafas atau tidak menunjukkan tanda-
tanda kehidupan, seperti denyut jantung, pulsasi tali pusat, atau kontraksi otot
(Monintja, 2016). Sedangkan menurut WHO, kematian janin adalah kematian
janin pada waktu lahir dengan berat  badan< 1000 gram.

B. Klasifikasi
Klasifikasi Menurut Wiknjosastro (2016) dalam buku Ilmu
Kebidanan, kematian janin dapat dibagi dalam 4 golongan yaitu :
1. Golongan I : Kematian sebelum masa kehamilan mencapai 20 minggu
penuh.
2. Golongan II : Kematian sesudah ibu hamil 20 Golongan II : Kematian
sesudah ibu hamil 20 hingga 28 minggu.
3. Golongan III : Kematian sesudah masa kehamilan lebih 28 minggu (late
foetal death)
4. Golongan IV : Kematian yang tidak dapat digolongkan pada ketiga
golongan di pada ketiga golongan di atas.

C. Etiologi
Lebih dari 50% kasus, etiologi kematian janin dalam kandungan tidak
ditemukan atau belum diketahui penyebabnya dengan pasti. Beberapa
penyebab yang bisa mengakibatkan kematian janin dalam kandungan, antara
lain. (Achadiat, 2016).
1. Perdaraha Perdarahan : plasenta previa dan solusio plasenta.
2. Preeklampsi dan eklampsia.
3. Penyakit kelainan darah.
4. Penyakit infeksi dan penyakit menular.
5. Penyakit saluran kencing.
6. Penyakit endokrin: diabetes melitus.
7. Malnutrisi

D. Patofisiologi
Janin bisa juga mati di dalam kandung (IFUD) karena beberapa faktor
antara lain gangguan gizi dan anemia dalam kehamilan, hal tersebut menjadi
berbahaya karena suplai makanan yang di konsumsi ibu tidak mencukupi
kebutuhan janin. Serta anemia, karena anemia disebabkan kekurangan Fe
maka dampak pada janin adalah irefersibel. Kerja organ  –  organ maupun
aliran darah janin tidak seimbang dengan pertumbuhan janin.
E. Pathway

Kelainan plasenta Penyakit ibu Malnutrisi Infeksi


plasenta dan tali pusat

Penurunan suplai
makanan, O2 Aliran darah tergangg terganggu/insufisiensi plasenta

Nekrosis

Kematian janin

Hasil konsepsi lepas dari uterus (pengakhiran kehamilan uterus)

Uterus berkontraksi Tidak ada pembukaan servik Kematian janin dalam kandungan

Gangguan rasa nyaman


Keluarga terutama ibu mengetahui
Farmakoterapi

Nyeri akut Serviks tidak dilatasi

Kuretage

Ansietas

F. Manifestai Klinik
1. DJJ tidak terdengar (Syok, uterus tegang atau kaku, gawat janin atau Djj
tidak terdengar)
2. Uterus tidak membesar, fundus uteri turun
3. Pergerakan anak tidak teraba lagi oleh pemeriksaan
4. Palpasi anak tidak jelas
5. Reaksi biologis menjadi negative, setelah anak mati kurang lebih 10 hari
6. Pada rongen dapat dilihat adanya
a. tulang-tulang tengkorak tutup menutupi.
b. tulang punggung janin sangat melengkung
c. hiperekstensi kepala tulang leher janin
d. ada gelembung-gelembung gas pada badan janin bila janin yang mati
tertahan 5 minggu atau lebih, kemungkinan Hypofibrinogenemia 25%
(Wiknjosastro (2016).

G. Faktor yang mempengaruhi


Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kematian Janin Dalam Kandungan:
1. Faktor Ibu
a. Umur
Bertambahnya usia ibu, maka terjadi juga perubahan
perkembangan dari organ-organ tubuh terutama organ reproduksi dan
perubahan emosi atau kejiwaan seorang ibu. Hal ini dapat
mempengaruhi kehamilan yang tidak secara langsung dapat
mempengaruhi kehidupan janin dalam rahim. Usia reproduksi yang
baik untuk seorang ibu hamil adalah usia 20-30 tahun (Wiknjosastro,
2016).
Pada umur ibu yang masih muda organ-organ reproduksi dan
emosi belum cukup matang, hal ini disebabkan adanya kemunduran
organ reproduksi secara umum (Wiknjosastro, 2016).
b. Paritas
Paritas yang baik adalah 2-3 anak, merupakan paritas yang
aman terhadap ancaman mortalitas dan morbiditas baik pada ibu
maupun pada janin. Ibu hamil yang telah melahirkan lebih dari 5 kali
atau grandemultipara, mempunyai risiko tinggi dalam kehamilan
seperti hipertensi, plasenta previa, dan lain-lain yang akan dapat
mengakibatkan kematian janin (Saifuddin, 2016).
c. Pemeriksaan Antenatal
Setiap wanita hamil menghadapi risiko komplikasi yang
mengancam jiwa, oleh karena itu, setiap wanita hamil memerlukan
sedikitnya 4 kali kunjungan selama periode antenatal.
1) Satu kali kunjungan selama trimester pertama (umur kehamilan 1-
3 bulan)
2) Satu kali kunjungan selama trimester kedua (umur kehamilan 4-6
bulan).
3) Dua kali kunjungan selama trimester ketiga (umur kehamilan 7-9
bulan).
Pemeriksaan antenatal yang teratur dan sedini mungkin pada
seorang wanita hamil penting sekali sehingga kelainan-kelainan yang
mungkin terdapat pada ibu hamil dapat diobati dan ditangani dengan
segera. Pemeriksaan antenatal yang baik minimal 4 kali selama
kehamilan dapat mencegah terjadinya kematian janin dalam
kandungan berguna untuk mengetahui pertumbuhan dan
perkembangan dalam rahim, hal ini dapat dilihat melalui tinggi
fungus uteri dan terdengar atau tidaknya denyut jantung janin
(Saifuddin, 2016).
d. Penyulit / Penyakit
1) Anemia
Hasil konsepsi seperti janin, plasenta dan darah
membutuhkan zat besi dalam jumlah besar untuk pembuatan butir-
butir darah pertumbuhannya, yaitu sebanyak berat zat besi. Jumlah
ini merupakan 1/10 dari seluruh zat besi dalam tubuh. Terjadinya
anemia dalam kehamilan bergantung dari jumlah persediaan zat
besi dalam hati, limpa dan sumsum tulang.
Selama masih mempunyai cukup persediaan zat besi, Hb
tidak akan turun dan bila persediaan ini habis, Hb akan turun. Ini
terjadi pada bulan kelima sampai bulan keenam kehamilan, pada
waktu janin membutuhkan banyak zat besi. Bila terjadi anemia,
pengaruhnya terhadap hasil konsepsi salah satunya adalah
kematian janin dalam kandungan (Mochtar, 2016).
Menurut Manuaba (2016), pemeriksaan dan pengawasan
Hb dapat dilakukan dengan menggunakan alat sahli, dapat
digolongkan sebagai berikut :
a) Normal : 11 gr%
b) Anemia ringan : 9-10 gr%
c) Anemia sedang : 7-8 gr%
d) Anemia berat : <7 gr%.
2) Pre-eklampsi dan eklampsi
Pada pre-eklampsi terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan
retensi garam dan air. Jika semua arteriola dalam tubuh mengalami
spasme, maka tekanan darah akan naik, sebagai usaha untuk
mengatasi kenaikan tekanan perifer agar oksigen jaringan dapat
dicukupi. Maka aliran darah menurun ke plasenta dan
menyebabkan gangguan pertumbuhan janin dan karena kekurangan
oksigen terjadi gawat janin (Mochtar, 2004).
3) Solusio plasenta
Solusio plasenta adalah suatu keadaan dimana plasenta yang
letaknya normal terlepas dari perlekatannya sebelum janin lahir.
Solusio plasenta dapat terjadi akibat turunnya darah secara tiba-tiba
oleh spasme dari arteri yang menuju ke ruang intervirale maka
terjadilah anoksemia dari jaringan bagian distalnya. Sebelum ini
terjadi nekrotis, spasme hilang darah kembali mengalir ke dalam
intervilli, namun pembuluh darah distal tadi sudah demikian rapuh,
mudah pecah terjadinya hematoma yang lambat laun melepaskan
plasenta dari rahim. Sehingga aliran darah ke janin melalui
plasenta tidak ada dan terjadilah kematian janin (Wiknjosastro,
2016).
4) Diabetes Mellitus
Penyakit diabetes melitus merupakan penyakit keturunan dengan
ciri-ciri kekurangan atau tidak terbentuknya insulin, akibat kadar
gula dalam darah yang tinggi dan mempengaruhi metabolisme
tubuh secara menyeluruh dan mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan janin. Umumnya wanita penderita diabetes
melarikan bayi yang besar (makrosomia). Makrosomia dapat
terjadi karena glukosa dalam aliran darahnya, pancreas yang
menghasilkan lebih banyak insulin untuk menanggulangi kadar
gula yang tinggi. Glukosa berubah menjadi lemak dan bayi
menjadi besar. Bayi besar atau makrosomia menimbulkan masalah
sewaktu melahirkan dan kadang-kadang mati sebelum lahir
(Stridje, 2016).
5) Rhesus Iso-Imunisasi
Jika orang berdarah rhesus negatif diberi darah rhesus positif, maka
antigen rhesus akan membuat penerima darah membentuk antibodi
antirhesus. Jika transfusi darah rhesus positif yang kedua diberikan,
maka antibodi mencari dan menempel pada sel darah rhesus negatif
dan memecahnya sehingga terjadi anemia ini disebut rhesus
isoimunisasi. Hal ini dapat terjadi begitu saja di awal kehamilan,
tetapi perlahan- lahan sesuai perkembangan kehamilan. Dalam
aliran darah, antibodi antihresus bertemu dengan sel darah merah
rhesus positif normal dan menyelimuti sehingga pecah melepaskan
zat bernama bilirubin, yang menumpuk dalam darah, dan sebagian
dieklaurkan ke kantong ketuban bersama urine bayi. Jika banyak
sel darah merah yang hancur maka bayi menjadi anemia sampai
akhirnya mati (Llewelyn, 2016).
6) Infeksi dalam kehamilan
Kehamilan tidak mengubah daya tahan tubuh seorang ibu terhadap
infeksi, namun keparahan setiap infeksi berhubungan dengan
efeknya terhadap janin. Infeksi mempunyai efek langsung dan
tidak langsung pada janin. Efek tidak langsung timbul karena
mengurangi oksigen darah ke plasenta. Efek langsung tergantung
pada kemampuan organisme penyebab menembus plasenta dan
menginfeksi janin, sehingga dapat mengakibatkan kematian janin
in utero (Llewellyn, 2016).
7) Ketuban Pecah Dini
Ketuban pecah dini merupakan penyebab terbesar persalinan
prematur dan kematian janin dalam kandungan. Ketuban pecah
dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan,
dan ditunggu satu jam belum dimulainya tanda persalinan.
Kejadian ketuban pecah dini mendekati 10% semua persalinan.
Pada umur kehamilan kurang dari 34 mninggu, kejadiannya sekitar
4%. Ketuban pecah dini menyebabkan hubungan langsung antara
dunia luar dan ruangan dalam rahim, sehingga memudahkan
terjadinya infeksi. Salah satu fungsi selaput ketuban adalah
melindungi atau menjadi pembatas dunia luar dan ruangan dalam
rahim sehingga mengurangi kemungkinan infeksi. Makin lama
periode laten, makin besar kemungkinan infeksi dalam rahim,
persalinan prematuritas dan selanjutnya meningkatkan kejadian
kesakitan dan kematian ibu dan kematian janin dalam rahim
(Manuaba, 2016).
8) Letak lintang
Letak lintang adalah suatu keadaan dimana janin melintang di
dalam uterus dengan kepala pada sisi yang satu sedangkan bokong
berada pada sisi yang lain. Pada letak lintang dengan ukuran
panggul normal dan cukup bulan, tidak dapat terjadi persalinan
spontan. Bila persalinan dibiarkan tanpa pertolongan, akan
menyebabkan kematian janin. Bahu masuk ke dalam panggul
sehingga rongga panggul seluruhnya terisi bahu dan bagian-bagian
tubuh lainnya. Janin tidak dapat turun lebih lanjut dan terjepit
dalam rongga panggul. Dalam usaha untuk mengeluarkan janin,
segmen bawah uterus melebar serta menipis, sehingga batas antara
dua bagian ini makin lama makin tinggi dan terjadi lingkaran
retraksi patologik sehingga dapat mengakibatkan kematian janin
(Wiknjosastro, 2016).
2. Faktor Janin
a. Kelainan congenital
Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan
struktur bayi yang timbul sejak kehidupan hasil konsepsi sel telur.
Kelainan kongenital dapat merupakan sebab penting terjadinya
kematian janin dalam kandungan, atau lahir mati. Bayi dengan
kelainan kongenital, umumnya akan dilahirkan sebagai bayi berat
lahir rendah bahkan sering pula sebagai bayi kecil untuk masa
kehamilannya.
Dilihat dari bentuk morfologik, kelainan kongenital dapat
berbentuk suatu deformitas atau bentuk malformitas. Suatu kelainan
kongenital yang berbentuk deformitas secara anatomik mungkin
susunannya masih sama tetapi bentuknya yang akan tidak normal.
Kejadian ini umumnya erat hubungannya dengan faktor penyebab
mekanik atau pada kejadian oligohidramnion. Sedangkan bentuk
kelainan kongenital malformitas, susunan anatomik maupun
bentuknya akan berubah. Kelainan kongenital dapat dikenali melalui
pemeriksaan ultrasonografi, pemeriksaan air ketuban, dan darah janin
(Kadri, 2016).
b. Infeksi intranatal
Infeksi melalui cara ini lebih sering terjadi daripada cara yang
lain. Kuman dari vagina naik dan masuk ke dalam rongga amnion
setelah ketuban pecah. Ketuban pecah dini mempunyai peranan
penting dalam timbulnya plasentitis dan amnionitis. Infeksi dapat pula
terjadi walaupun ketuban masih utuh, misalnya pada partus lama dan
seringkali dilakukan pemeriksaan vaginal. Janin kena infeksi karena
menginhalasi likuor yang septik, sehingga terjadi pneumonia
kongenital atau karena kuman-kuman yang memasuki peredaran
darahnya dan menyebabkan septicemia. Infeksi intranatal dapat juga
terjadi dengan jalan kontak langsung dengan kuman yang terdapat
dalam vagina, misalnya blenorea dan oral thrush (Monintja, 2016).
c. Kelainan Tali Pusat
Tali pusat sangat penting artinya sehingga janin bebas
bergerak dalam cairan amnion, sehingga pertumbuhan dan
perkembangannya berjalan dengan baik. Pada umumnya tali pusat
mempunyai panjang sekitar 55 cm.Tali pusat yang terlalu panjang
dapat menimbulkan lilitan pada leher, sehingga mengganggu aliran
darah ke janin dan menimbulkan asfiksia sampai kematian janin
dalam kandungan.
1) Kelainan insersi tali pusat
Insersi tali pusat pada umumnya parasentral atau sentral.
Dalam keadaan tertentu terjadi insersi tali pusat plasenta
battledore dan insersi velamentosa. Bahaya insersi velamentosa
bila terjadi vasa previa, yaitu pembuluh darahnya melintasi
kanalis servikalis, sehingga saat ketuban pecah pembuluh darah
yang berasal dari janin ikut pecah. Kematian janin akibat
pecahnya vase previa mencapai 60%-70% terutama bila
pembukaan masih kecil karena kesempatan seksio sesaria terbatas
dengan waktu (Wiknjosastro, 2016).
2) Simpul tali pusat
Pernah ditemui kasus kematian janin dalam rahim akibat
terjadi peluntiran pembuluh darah umblikalis, karena selei
Whartonnya sangat tipis. Peluntiran pembuluh darah tersebut
menghentikan aliran darah ke janin sehingga terjadi kematian
janin dalam rahim. Gerakan janin yang begitu aktif dapat
menimbulkan simpul sejati sering juga dijumpai (Manuaba,
2016).
3) Lilitan tali pusat
Gerakan janin dalam rahim yang aktif pada tali pusat yang
panjang besar kemungkinan dapat terjadi lilitan tali pusat. Lilitan
tali pusat pada leher sangat berbahaya, apalagi bila terjadi lilitan
beberapa kali. Tali pusat yang panjang berbahaya karena dapat
menyebabkan tali pusat menumbung, atau tali pusat terkemuka.
Dapat diperkirakan bahwa makin masuk kepala janin ke dasar
panggul, makin erat lilitan tali pusat dan makin terganggu aliran
darah menuju dan dari janin sehingga dapat menyebabkan
kematian janin dalam kandungan (Wiknjosastro, 2016).

H. Diagnosis
1. Anamnesis
a. Ibu tidak merasakan gerakan janin dalam beberapa hari, atau gerakan
janin sangat berkurang.
b. Ibu merasakan perutnya tidak bertambah besar, bahkan bertambah
kecil atau kehamilan tidak seperti biasa.
c. Ibu merasakan belakangan ini perutnya sering menjadi keras dan
merasa sakit-sakit seperti mau melahirkan.
2. Inspeksi
Tidak kelihatan gerakan-gerakan janin, yang biasanya dapat terlihat
terutama pada ibu yang kurus.
3. Palpasi
a. Tinggi fundus lebih rendah dari seharusnya tua kehamilan, tidak
teraba gerakan-gerakan janin.
b. Dengan palpasi yang teliti, dapat dirasakan adanya krepitasi pada
tulang kepala janin.
4. Auskultasi
Baik memakai stetoskop, monoral maupun dengan doptone tidak
terdengar denyut jantung janin (DJJ)
5. Reaksi kehamilan
Reaksi kehamilan baru negatif setelah beberapa minggu janin mati dalam
kandungan.

I. Komplikasi
1. Trauma emosional yangg cukup berat terjadi bila waktu antara kematia
janin & persalinan cukup lama.
2. Dapat terjadi infeksi bila ketuban pecah.
3. Dapat terjadi koagulasi bila kematian janin berlangsung lebih dari 2
minggu.
4. Kematian janin dalam kandungan 3-4 minggu, biasanya tidak
membahayakan ibu.
Setelah lewat 4 minggu maka kemungkinan terjadinya kelainan
darah (hipofibrinogenemia) akan lebih besar. Kematian janin akan
menyebabkan desidua plasenta menjadi rusak menghasilkan
tromboplastin masuk kedalam peredaran darah ibu, pembekuan
intravaskuler yang dimulai dari endotel pembuluh darah oleh trombosit
terjadilah pembekuan darah yang meluas menjadi Disseminated
intravascular coagulation hipofibrinogenemia (kadar fibrinogen < 100
mg%).
Kadar normal fibrinogen pada wanita hamil adalah 300-700 mg%.
Akibat kekurangan fibrinogen maka dapat terjadi hemoragik postpartum.
Partus biasanya berlangsung 2-3 minggu setelah janin mati.

J. Pemeriksaan Penunjang
1. Periksaan Ultrasonograf
Tidak ditemukan DJJ (Denyut Jantung Janin) maupun gerakan
janin, seringkali tulangtulang letaknya tidak teratur, khususnya tulang
tengkorak sering dijumpai overlapping cairan ketuban berkurang.
a) Rontgen foto abdomen
b) Tanda Spalding
Tanda Spalding menunjukkan adanya tulang tengkorak yang
saling tumpang tindih (overlapping) karena otak bayi yang sudah
mencair, hal ini terjadi setelah bayi meninggal beberapa hari
dalam kandungan.
c) Tanda Nojosk
Tanda ini menunjukkan tulang belakang janin yang saling
melenting (hiperpleksi).
d) Tampak gambaran gas pada jantung dan pembuluh darah.
e) Tampak udema di sekitar tulang kepala
2. Pemeriksaan darah lengkap, jika dimungkinkan kadar fibrinogen
(Achadiat, 2016).

K. Penanganan Kematian Janin Dalam Kandungan


1. Terapi
a. Selama menunggu diagnosa pasti, ibu akan mengalami syok dan
ketakutan memikirkan bahwa bayinya telah meninggal. Pada
tahap ini bidan berperan sebagai motivator untuk meningkatkan
kesiapan mental ibu dalam menerima segala kemungkinan yang
ada.
b. Diagnosa pasti dapat ditegakkan dengan berkolaborasi dengan
dokter spesialis kebidanan melalui hasil USG dan rongen foto
abdomen, maka bidan seharusnya melakukan rujukan.
c. Menunggu persalinan spontan biasanya aman, tetapi penelitian
oleh Radestad et al (1996) memperlihatkan bahwa dianjurkan
untuk menginduksi sesegera mungkin setelah diagnosis kematian
in utero. Mereka menemukan hubungan kuat antara menunggu
lebih dari 24 jam sebelum permulaan persalinan dengan gejala
kecemasan. Maka sering dilakukan terminasi kehamilan.
1) Pengakhiran kehamilan jika ukuran uterus tidak lebih dari 12
minggu kehamilan.
a) Persiapan
 Keadaan memungkinkan yaitu Hb > 10 gr%,
tekanan darah baik.
 Dilakukan pemeriksaan laboratorium,
yaitu:pemeriksaan trombosit, fibrinogen, waktu
pembekuan, waktu perdarahan, dan waktu
protombin.
b) Tindakan:
 Kuretasi vakum
 Kuretase tajam
 Dilatasi dan kuretasi tajam
2) Pengakhiran kehamilan jika ukuran uterus lebih dari 12
minggu sampai 20 minggu
a) Misoprostol 200mg intravaginal, yang dapat diulangi 1 kali
6 jam sesudah pemberian pertama.
b) Pemasangan batang laminaria 12 jam sebelumnya.
c) Kombinasi pematangan batang laminaria dengan
misoprostol atau pemberian tetes oksitosin 10 IU dalam
500 cc dekstrose 5% mulai 20 tetes per menit sampai
maksimal 60 tetes per menit.
Catatan: dilakukan kuretase bila masih terdapat jaringan.
3) Pengakhiran kehamilan jika lebih dari 20 – 28 minggu
a) Misoprostol 100 mg intravaginal, yang dapat diulangi 1
kali 6 jam sesudah pemberian pertama.
b) Pemasangan batang laminaria selama 12 jam.
c) Pemberian tetes oksitosin 5 IU dalam dekstrose 5% mulai
20 tetes per menit sampai maksimal 60 tetes per menit.
d) Kombinasi cara pertama dan ketiga untuk janin hidup
maupun janin mati.
e) Kombinasi cara kedua dan ketiga untuk janin mati.
Catatan: dilakukakan histerotomi bila upaya melairkan
pervaginam dianggap tidak berhasil atau atas indikasi ibu,
dengan sepengetahuan konsulen.
4) Pengakhiran kehamilan jika lebih dari 28 minggu kehamilan

a) Misoprostol 50 mg intravaginal, yang dapat diulangi 1 kali


6 jam sesudah pemberian pertama.
b) Pemasangan metrolisa 100 cc 12 jam sebelum induksi
untuk pematangan serviks (tidak efektif bila dilakukan
pada KPD).
c) Pemberian tetes oksitosin 5 IU dalam dekstrose 5% mulai
20 tetes per menit sampai maksimal 60 tetes untuk primi
dan multigravida, 40 tetes untuk grande multigravida
sebanyak 2 labu.
d) Kombinasi ketiga cara diatas.
Catatan: dilakukan SC bila upaya melahirkan pervaginam
tidak berhasil, atau bila didapatkan indikasi ibu maupun
janin untuk menyelesaikan persalinan.
2. Periksa Ulangan (Follow Up)
Dilakukan kunjungan rumah pada hari ke 2, 6, 14, atau 40 hari.
Dilakukan pemeriksaan nifas seperti biasa. Mengkaji ulang tentang
keadaan psikologis, keadaan laktasi (penghentian ASI), dan
penggunaan alat kontrasepsi.

L. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (kontraksi
uterus) (D.0077)
2. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri (D.0080)
3. Berduka berhubungan dengan kematian keluarga atau orang yang
berarti (D.0081)

M. Intervensi
No. Diagnosa Luaran (SLKI) Intervensi (SIKI)
Keperawatan
1. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri (1.08238)
berhubungan keperawatan
dengan agen
selama 3x24 jam “tingkat nyeri”
pencedera Observasi
(L.08066) menurun dengan
fisiologis
kriteria hasil: - Identifikasi lokasi, karakteristik,
(kontraksi uterus)
durasi, frekuensi, kualitas,
(D.0077) 1. Keluhan nyeri menurun intensitas nyeri
2. Meringis menurun - Identifikasi skala nyeri
3. Gelisah menurun - Identifikasi respins nyeri non
4. Kesulitan tidur menurun verbal
5. Frekuensi nadi membaik - Identifikasi faktor yang
6. Pola tidur membaik memperberat dan memperingan
nyeri
- Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan
- Monitor efek samping
penggunaan analgesik

Terapeutik
- Berikan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
(mis, hipnosis, terapi musik,
aromaterapi)
- Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis.
Suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
- Fasilitas istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri

Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi
-
Kolaborasi pemberian analgesik,
jika perlu
2. Ansietas Setelah dilakukan tindakan Reduksi ansietas (I.09314)
berhubungan keperawatan selama 3x24 jam
“tingkat ansietas” (L.09093) Observasi
dengan ancaman menurun dengan kriteria hasil: - Identifikasi saat tingkat ansietas
berubah
terhadap konsep 1. Verbalisasi kebingungan - Monitor tanda-tanda ansietas
diri (D.0080) menurun (verbal dan non verbal)
2. Verbalisasi khawatir akibat
kondisi yang dihadapi Terapeutik
menurun - Ciptakan suasana terapeutik
3. Perilaku gelisah menurun untuk menumbuhkan kepercayaan
4. Perilaku tegang menurun - Temani pasien untuk mengurangi
kecemasan jika memungkinkan
- Gunakan pendekatan yang tenang
dan meyakinkan
- Motivasi mengidentifikasi situasi
yang memicu kecemasan

Edukasi
- Jelaskan prosedur, termasuk
sensasi yang mungkin dialami
- Anjurkan keluarga untuk tetap
bersama pasien, jika perlu
- Anjurkan mengungkapkan
perasaan dan persepsi
- Latih kegiatan pengalihan untuk
mengurangi ketegangan
- Latih teknik relaksasi

Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian obat
antiansietas, jika perlu
3. Berduka Setelah dilakukan tindakan Dukungan proses berduka
berhubungan keperawatan 3x24 jam (I.09274)
diharapakan ” Tingkat berduka ”
dengan kematian (L.09094) dengan kriteria hasil: Observasi
keluarga atau 1. Verbalisasi - Identifikasi kehilamgam yang
menerima
dihadapi
orang yang kehilangan meningkat
- Identifikasi proses berduka yang
2. Verbalisasi harapan
berarti (D.0081) dialami
meningkat
- Identifikasi sifat keterikatan pada
orang yang meninggal

Terapeutik
- Tunjukkan sikap menerima dan
empati
- Motivasi agar mau
mengungkapan perasaan
kehilangan
- Motivasi untuk menguatkan
dukungan keluarga atau orang
terdekat
- Fasilitasi melakukan kebiasaan
sesuai dengan budaya, agama dan
norma sosial
- Fasilitasi mengekspresikan
perasaan dengan cara yang
nyaman (mis. Membaca buku,
menulis, menggambar atau
bermain)
- Diskusikan strategi koping yang
dapat digunakan

Edukasi
- Jelaskan kepada pasien dan
keluarga bahwa sikap
mengingkari, marah, tawar
menawar, sepresi dan menerima
adalah wajar dalam menghadapi
kehilangan
- Anjurkan mengidentifikasi
ketakutan terbesar pada
kehilangan
- Anjurkan mengekspresikan
perasaan tentang kehilangan
- Ajarkan melewati proses berduka
secara bertahap.

DAFTAR PUSTAKA

Achdiat. (2016) Effect of brain age to increase cognitive function in elderly.


Jurnal keperawatan fakultas kedokteran universitas brawijaya,
malang.vol.02 No.02

Cunningham, F. Gary [et.al..]. 2016. Obstetri Williams. Jakarta : EGC

L., K. Varney, helen. (2016) Buku ajar asuhan kebidanan. Jakarta : EGC

Manuaba. (2016) Ilmu Kebidanan Buku Ajar Obstetri dan Ginekologi.


Bali: Graha Cipta.

Mochtar. (2016) Synopsis obstetri. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC.


Saifuddin, Abdul Bari. 2016. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo

Wiknjosastro. (2016). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka


Sarwono Prawirohardjo.

LAPORAN PENDAHULUAN
TAMBAHAN
DISUSUN OLEH :

NAMA : RIALITA
NIM : 22222058

INSTITUT ILMU KESEHATAN DAN TEKNOLOGI MUHAMMADIYAH


PALEMBANG FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
2022

A. Tanda dan gejala kehamilan pasti


Tanda dan gejala kehamilan pasti, antara lain:
1. Ibu merasakan gerakan kuat bayi di dalam perutnya. Sebagian besar ibu
mulai merasakan tendangan bayi pada usia kehamilan lima bulan.
2. Bayi dapat dirasakan di dalam Rahim. Semenjak umur kehamilan 6 atau
7 bulan.
3. Denyut jantung bayi dapat terdengar. Saat usia kehamilan menginjak
bulan ke5 atau ke-6 denyut jantung bayi terkadang dapat didengar
menggunakan instrument yang dibuat untuk mendengarkan, seperti
stetoskop atau fetoskop.
4. Tes kehamilan medis menunjukkan bahwa ibu hamil. Tes ini dilakukan
dengan perangkat tes kehamilan di rumah atau di laboratorium dengan
urine atau darah ibu. (Sutanto & Fitriana, 2019).

B. Tanda-tanda Persalinan
Yang merupakan tanda pasti dari persalinan adalah (Kurniarum, 2016):
1. Timbulnya kontraksi uterus
Biasa juga disebut dengan his persalinan yaitu his pembukaan yang
mempunyai sifat sebagai berikut:
a. Nyeri melingkar dari punggung memancar ke perut bagian depan
b. Pinggang terasa sakit dan menjalar kedepan
c. Sifatnya teratur, inerval makin lama makin pendek dan kekuatannya
makin besar
d. Mempunyai pengaruh pada pendataran dan atau pembukaan cervix.
e. Makin beraktifitas ibu akan menambah kekuatan kontraksi. Kontraksi
uterus yang mengakibatkan perubahan pada servix (frekuensi minimal
2 kali dalam 10 menit). Kontraksi yang terjadi dapat menyebabkan
pendataran, penipisan dan pembukaan serviks.
2. Penipisan dan pembukaan serviks
Penipisan dan pembukaan servix ditandai dengan adanya pengeluaran
lendir dan darah sebagai tanda pemula.
3. Bloody Show (lendir disertai darah dari jalan lahir)
Dengan pendataran dan pembukaan, lendir dari canalis cervicalis keluar
disertai dengan sedikit darah. Perdarahan yang sedikit ini disebabkan
karena lepasnya selaput janin pada bagian bawah segmen bawah rahim
hingga beberapa capillair darah terputus.

C. Leopold Kehamilan
1. Leopold I :
Leopold ini dilakukan untuk mengetahui usia kehamilan dan bagian janin
apa yang terdapat di bagian atas perut ibu (fundus uteri).
2. Leopod II :
Pada tahap Leopold 2, kedua telapak tangan dokter akan meraba perlahan
kedua sisi perut Bumil, tepatnya di area sekitar pusar.
3. Leopod III :
Bagian bawah perut Bumil menggunakan jempol dan jari-jari dari salah
satu tangannya saja, misalnya tangan kanan atau tangan kiri.
4. Leopold IV
Pemeriksaan Leopold iv dilakukan dengan meraba di bagian bawah perut.

D. Tahap persalinan
Tahap persalinan menurut Prawirohardjo (2012) antara lain :
1. Kala I (kala pembukaan)
Kala I persalinan adalah permulaan kontraksi persalinan sejati, yang
ditandai oleh perubahan serviks yang progresif yang diakhiri dengan
pembukaan lengkap (10 cm) pada primigravida kala I berlangsung kira-
kira 13 jam, sedangkan pada multigravida kira-kira 7 jam.
2. Kala II (kala pengeluaran janin)
Menurut Prawirohardjo (2012), beberapa tanda dan gejala persalinan kala
II yaitu :
a. Ibu merasakan ingin mengejan bersamaan terjadinya kontraksi;
b. Ibu merasakan peningkatan tekanan pada rectum atau vaginanya,
c. Perineum terlihat menonjol;
d. Vulva vagina dan sfingter ani terlihat membuka;
e. Peningkatan pengeluaran lendir darah.
3. Kala III (kala pengeluaran plasenta)
Menurut Prawirohardjo (2012) tanda-tanda lepasnya plasenta mencakup
beberapa atau semua hal dibawah ini :
a. Perubahan bentuk dan tinggi fundus.
Sebelum bayi lahir dan miometrium mulai berkontraksi, uterus
berbentuk bulat penuh (discoit) dan tinggi fundus biasanya turun
sampai dibawah pusat. Setelah uterus berkontraksi dan uterus
terdorong ke bawah, uterus menjadi bulat dan fundus berada di atas
pusat (sering kali mengarah ke sisi kanan).
b. Tali pusat memanjang
Tali pusat terlihat keluar memanjang atau terjulur melalui vulva dan
vagina (tanda Ahfeld).
c. Semburan darah tiba-tiba
Darah yang terkumpul di belakang plasenta akan membantu
mendorong plasenta keluar dan dibantu oleh gaya gravitasi. Semburan
darah yang secara tiba-tiba menandakan darah yang terkumpul
diantara melekatnya plasenta dan permukaan maternal plasenta
(maternal portion) keluar dari tepi plasenta yang terlepas.
4. Kala IV
Kala pengawasan selama 2 jam setelah plasenta lahir untuk mengamati
keadaan ibu terutama bahaya perdarahan postpartum. Perdarahan
dianggap masih normal jika jumlahnya tidak melebihi 400 cc sampai 500
cc. Observasi yang harus dilakukan pada kala IV antara lain :
a. Intensitas kesadaran penderita
b. Pemeriksaan tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi dan pernafasan
c. Kontraksi uterus
d. Terjadinya perdarahan

E. Manajemen Aktif Kala 3


Manajemen Aktif Kala III adalah manajemen dengan mengupayakan
kontraksi yang adekuat dari uterus dan mempersingkat waktu kala tiga,
mengurangi jumlah kehilangan darah, menurunkan angka kejadian retensio
plasenta (Kemenkes RI, 2015). Penatalaksanaan MAK III merupakan
kebijakan sebagai tindakan pencegahan untuk menurunkan risiko perdarahan
post partum tanpa memedulikan status risiko obstetrik ibu dengan pemberian
uterotonik profilaktik baik secara intravena, intramuscular maupun oral yang
dilakukan bersamaan dengan pengkleman tali pusat segera setelah kelahiran
bayi dan pelahiran plasenta dengan menggunakan traksi tali pusat terkontrol
(Manuaba, 2015).

F. Partograf
1. Partograf adalah alat bantu untuk memantau kemajuan kala satu
persalinan dan informasi untuk membuat keputusan klinik
(Imtihanatun,2014)
2. Tujuan pengunaan Partograf
a. Mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dengan menilai
pembukaan servik melalui pemeriksaan dalam
b. Mendeteksi apakah proses persalinan berjalan secara normal
c. Data pelengkap yang terkait dengan pemantauan kondisi ibu, kondisi
bayi, grafik kemajuan proses persalinan, membuat keputusan klinik
dan asuhan atau tindakan yang diberikan dimana semua itu dicatatkan
secara rinci pada status atau rekam medik ibu bersalin.

G. Amniotomi
Amniotomi atau pemecahan selaput ketuban secara artifisial disebut
juga dengan induksi bedah. Teknik ini dapat digunakan untuk melakukan
induksi atau augmentasi persalinan. Pemecahan ketuban buatan memicu
pelepasan prostaglandin. Amniotomi dapat dilakukan sejak awal sebagai
tindakan induksi dengan atau tanpa oksitosin. Pada uji acak, Bacos dan
Backstrom (1987) menemukan bahwa amniotomi saja atau kombinasi dengan
oksitosin lebih baik dari pada oksitosin saja. Induksi persalinan secara bedah
(amniotomi) lebih efektif jika keadaan serviks baik. Amniotomi pada dilatasi
serviks sekitar 5 cm akan mempercepat persalinan spontan selama 1 sampai 2
jam, bahkan Mercer dkk (1995) dalam penelitian acak dari 209 perempuan
yang menjalani induksi persalinan baik itu amniotomi dini pada dilatasi 1-2
cm ataupun amniotomi lanjut pada dilatasi 5 cm didapatkan awitan persalinan
yang lebih singkat yakni 4 jam (Cunningham, 2013).

H. Episiotomi
Episiotomi adalah insisi perineum dan vagina untuk mencegah perobekan
traumatik saat melahirkan. Prinsip tindakan episiotomi adalah pencegahan
kerusakan yang lebih hebat pada jaringan lunak akibat daya regang yang
melebihi kapasitas adaptasi atau elastisitas jaringan tersebut (Saifuddin,
2008).

I. Apgar score
Merupakan alat untuk mengkaji kondisi bayi sesaat setelah lahir meliputi 5
variabel pernafasan,frekuensi jantung, warna, tonus otot dan iritabilitas
refleks. Apgar dilakukan pada :
a. 1 menit kelahiran yaitu untuk memberi kesempatan pada bayi untuk
memulai perubahan
b. Menit ke-5
c. Menit ke-10, penilaian dapat dilakukan lebih sering jika ada nilai yang
rendah dan perlu tindakan resusitasi. Penilaian menit ke10 memberikan
indikasi morbiditas pada masa mendatang. Nilai yang rendah
berhubungan dengan kondisi neurologis.

J. IMD
IMD (Inisiasi Menyusi Dini) sangat penting bagi ibu dan bayi baru
lahir untuk memulai pemberian ASI eksklusif. Inisiasi Menyusui Dini (early
initiation) atau permulaan menyusu dini adalah bayi mulai menyusu segera
setelah lahir, cara bayi melakukan inisiasi dini ini dinamakan the breast crawl
atau merangkak mencari payudara. Jangka waktunya adalah sesegera
mungkin setelah melahirkan (Yulianti, 2010).

K. Kardiotokografi (CTG)
CTG adalah Alat yang dipakai untuk mencatat pola denyut jantung
janin dalam hubungannya dengan adanya kontraksi ataupun aktivitas janin
dalam rahim. CTG umumnya meliputi dua piringan kecil yang ditempelkan
ke permukaan perut menggunakan ikat pinggang elastis yang dilingkarkan di
perut ibu hamil.
L. Perawatan bayi
Perawatan bayi adalah suatu tidakan merawat dan memelihara
kesehatan bayi dalam bidang preventif dan kuratif. Pengertian dasar
mengenai perawatan bayi sehari-hari secara menyeluruh, sangat penting bagi
ibu dalam merawat bayi. Perawatan bayi baru lahir sangat penting dilakukan
setelah bayi lahir dan sangat bermanfaat baik untuk ibu maupun bayi seperti
cepatnya pemulihan organ tubuh ibu yang mengalami perubahan pada saat
kehamilan serta terbinanya hubungan kasih sayang antara ibu dan bayi
(Pricilia, 2013).

M. BBLR
Bayi berat lahir rendah (BBLR) didefinisikan sebagai bayi dengan berat
lahir kurang dari 2.500 gram (Setyarini and Suprapti, 2016). BBLR dapat
disebabkan oleh kelahiran prematur (kelahiran sebelum usia gestasi 37
minggu) dengan berat badan yang sesuai masa kehamilan (SMK), atau karena
bayi yang beratnya kurang dari berat yang semestinya atau kecil masa
kehamilan (KMK), atau keduanya.
DAFTAR PUSTAKA

Sutanto AV, Fitriana Y. Asuhan pada Kehamilan. Jogyakarta: Pustaka baru press;
2019.

Ari Kurniarum, S.SiT., M. K. (2016). asuhan kebidanan persalinan dan bb


komperhensif.

Prawirohardjo, Sarwono. 2012. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan


Maternal dan Neonatal. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Kemenkes. Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019. Jakarta:


Kementerian Kesehatan RI; 2015.
Manuaba, Ida Bagus Gde. 2015. Pengantar Kuliah Obtetri. EGC. Jakarta

Imtihanatun Najahah. 2014 : 8 (1): 20-29 Faktor Risiko Panjang Lahir Bayi
Pendek Di Ruang Bersalin Rsud Patut Patuh Patju Kabupaten Lombok
Barat. Jurnal Media Bina Ilmiah.

Cunningham. 2013. Obstetri Williams. Jakarta : EGC

Saifuddin 2008. Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Jakarta : Bina


Pustaka.

Yulianti, Lia. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta : Trans Info
Medika.

Pricilia 2013. Pengaruh Retail Mix Terhadap Keputusan Pembelian Mahasiswa


UK Petra di Circle K. Siwalankerto Surabaya. Jurnal Manajemen
Pemasaran Petra, Vol. 1, No. 2.

Setyarini, Didien Ika, Suprapti. 2016. Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan


Maternal Neonatal. Jakarta: Pusdik SDM Kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai