Anda di halaman 1dari 10

PEMBAHASAN

A. Pengertian IUFD IUFD adalah keadaan tidak adanya tanda-tanda kehidupan janin dalam kandungan baik pada kehamilan yang besar dari 20 minggu atau kurang dari 20 minggu (Rustam Muchtar, 1998) IUFD adalah kematian hasil konsepsi sebelum dikeluarkan dengan sempurna dari rahim ibunya tanpa memandang tuanya kehamilan (Sarwono, 2005) Intra Uterine Fetal death ( IUFD) adalah terjadinya kematian janin ketika masih berada dalam rahim yang beratnya 500 gram dan atau usia kehamilan 20 minggu atau lebih. IUFD atau stilbirth adalah kelahiran hasil konsepsi dalam keadaan mati yang telah mencapai umur kehamilan 28 minggu (atau berat badan lahir lebih atau sama dengan 1000gr). IUFD adalah keadaan tidak adanya tanda-tanda kehidupan janin dalam kandungan. Kematian janin dalam kandungan (KJDK) atau intra uterine fetal deadth (IUFD). Kematian janin dapat terjadi dan biasanya berakhir dengan abortus. Bila hasil konsepsi yang sudah mati tidak dikeluarkan dan tetap tinggal dalam rahim disebut missed abortion. Sesudah 20 minggu biasanya ibu telah merasakan gerakan janin sejak kehamilan 20 minggu. Apabila wanita tidak merasakan gerakan janin dapat disangka terjadi kematian dalam rahim.

B.

Etiologi IUFD

Penyebab IUFD antara lain: 1. a. b. c. d. 2. a. b. c. d. e. f. Faktor plasenta Insufisiensi plasenta Infark plasenta Solusio plasenta Plasenta previa Faktor ibu Diabetes mellitus Preeklampsi dan eklampsi Nefritis kronis Polihidramnion dan oligohidramnion Shipilis Penyakit jantung

g. h. i. j. 3. a. b. c. d. e. f. g. 4. a. b. c. d. 5. a. b. c. d.

Hipertensi Penyakit paru atau TBC Inkompatability rhesus AIDS Faktor intrapartum Perdarahan antepartum Partus lama Anastesi Partus macet Persalinan presipitatus Persalinan sungsang Obat-obatan Faktor janin Prematuritas Postmaturitas Kelainan bawaan Perdarahan otak Faktor tali pusat Prolapsus tali pusat Lilitan tali pusat Vassa praevia Tali pusat pendek

Kecuali itu, ada berbagai penyebab yang bisa mengakibatkan kematian janin di kandungan, diantaranya: 1. Ketidakcocokan rhesus darah ibu dengan janin

Akan timbul masalah bila ibu memiliki rhesus negatif, sementara bapak rhesus positif. Sehingga anak akan mengikuti yang dominan, menjadi rhesus positif. Akibatnya antara ibu dan janin mengalami ketidakcocokan rhesus. Ketidakcocokan ini akan mempengaruhi kondisi janin tersebut. Misalnya, dapat terjadi hidrops fetalis (reaksi imunologis yang menimbulkan gambaran klinis pada janin, antara

lain pembengkakan pada perut akibat terbentuknya cairan berlebih dalam rongga perut (asites), pembengkakan kulit janin, penumpukan cairan di dalam rongga dada atau rongga jantung, dan lainlain). 2. Ketidakcocokan golongan darah antara ibu dan janin.

Terutama pada golongan darah A,B,O. "Yang kerap terjadi antara golongan darah anak A atau B dengan ibu bergolongan O atau sebaliknya." Sebab, pada saat masih dalam kandungan, darah ibu dan janin akan saling mengalir lewat plasenta. Bila darah janin tidak cocok dengan darah ibunya, maka ibu akan membentuk zat antibodinya. 3. Gerakan janin berlebihan

Gerakan bayi dalam rahim yang sangat berlebihan, terutama jika terjadi gerakan satu arah saja. karena gerakannya berlebihan, terlebih satu arah saja, maka tali pusat yang menghubungkan janin dengan ibu akan terpelintir. Kalau tali pusat terpelintir, maka pembuluh darah yang mengalirkan plasenta ke bayi jadi tersumbat. 4. Berbagai penyakit pada ibu hamil

Salah satu contohnya preeklampsia dan diabetes. Itulah mengapa pada ibu hamil perlu dilakukan cardiotopografi (CTG) untuk melihat kesejahteraan janin dalam rahim. 5. Kelainan kromosom

Bisa disebut penyakit bawaan, misalnya, kelainan genetik berat trisomy. Kematian janin akibat kelainan genetik biasanya baru terdeteksi saat kematian sudah terjadi, yaitu dari otopsi bayi. 6. Trauma saat hamil

Trauma bisa mengakibatkan terjadi solusio plasenta. Trauma terjadi, misalnya, karena benturan pada perut, karena kecelakaan atau pemukulan. Benturan ini bisa mengenai pembuluh darah di plasenta, sehingga timbul perdarahan di plasenta. 7. Infeksi materna

Ibu hamil sebaiknya menghindari berbagai infeksi, seperti infeksi akibat bakteri maupun virus. Demam tinggi pada ibu hamil bisa menyebabkan janin mati. 8. Kelainan bawaan bayi

Kelainan bawaan pada bayi sendiri, seperti jantung atau paru-paru, bisa mengakibatkan kematian di kandungan.

C. Patofisiologi Janin bisa juga mati di dalam kandungan (IFUD) karena beberapa faktor antara lain gangguan gizi dan anemia dalam kehamilan, hal tersebut menjadi berbahaya karena suplai makanan yang di konsumsi ibu tidak mencukupi kebutuhan janin. Serta anemia, karena anemia disebabkan kekurangan Fe maka

dampak pada janin adalah irefersibel. Kerja organ organ maupu aliran darah janin tidak seimbang dengan pertumbuhan janin.

D. Manifestai Klinik 1. 2. 3. 4. 5. 6. DJJ tidak terdengar Uterus tidak membesar, fundus uteri turun Pergerakan anak tidak teraba lagi Palpasi anak tidak jelas Reaksi biologis menjadi negative, setelah anak mati kurang lebih 10 hari Pada rongen dapat dilihat adanya

tulang-tulang tengkorak tutup menutupi tulang punggung janin sangat melengkung hiperekstensi kepala tulang leher janin ada gelembung-gelembung gas pada badan janin bila janin yang mati tertahan 5 minggu atau lebih, kemungkinan Hypofibrinogenemia 25% E. Klasifikasi

Kematian janin dapat dibagi menjadi 4 golongan yaitu : a. b. c. d. golongan I : kematian sebelum masa kehamilan mencapai 20 minggu penuh golongan II : kematian sesudah ibu hamil 20-28 minggu golongan III : kematian sesudah masa kehamilan > 28 minggu (late fetal death) golongan IV : kematian yang tidak dapat digolongkan pada ketiga golongan diatas.

F. 1. 2. 3. 4. 5.

Faktor Resiko Status sosial ekonomi rendah Tingkat pendidikan Ibu yang rendah Usia Ibu > 30 tahun atau < 20 tahun Partus pertama dan partus kelima atau lebih Kehamilan tanpa pengawasan antenatal

6. 7. 8. a. b. c. d. e. 9. a. b. c.

Kehamilan tenpa riwayat pengawasan kesehatan Ibu yang inadekuat Riwayat kehamilan dengan komplikasi medic atau Obstetrik. Faktor ibu (High Risk Mothers) tinggi dan BB ibu tidak proporsional kehamilan di luar perkawinan ganggguan gizi dan anemia dalam kehamilan ibu dengan riwayat kehamilan / persalinan sebelumnya tidak baik seperti bayi lahir mati riwayat inkompatibilitas darah janin dan ibu Faktor Bayi (High Risk Infants) bayi dengan infeksi antepartum dan kelainan congenital bayi dengan diagnosa IUGR (Intra Uterine Growth Retardation) bayi dalam keluarga yang mempunyai problema social

10. Faktor yang berhubungan dengan kehamilan a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. abrupsio plasenta plasenta previa pre eklamsi / eklamsi polihidramnion inkompatibilitas golongan darah kehamilan lama kehamilan ganda infeksi diabetes genitourinaria

G. Diagnosa dan Diagnosa Banding 1. Anamnesis

Ibu tidak merasakan gerakan janin dalam beberapa hari, atau gerakan janin sangat berkurang. Ibu merasakan perutnya tidak bertambah besar, bahkan bertambah kecil atau kehamilan tidak seperti

biasanya. Atau wanita belakangan ini merasakan perutnya sering menjadi keras dan merasakan sakit seperti mau melahirkan.

2.

Inspeksi

Tidak terlihat gerakan-gerakan janin, yang biasanya dapat terlihat terutama pada ibu yang kurus. 3. Palpasi

Tinggi fundus lebih rendah dari seharusnya tua kehamilan, tidak teraba gerakanan janin. Dengan palpasi yang teliti, dapat dirasakan adanya krepitasi pada tulang kepala janin. 4. Auskultasi

Baik memamakai setetoskop monoral maupun dengan dopler tidak terdengar terdengar DJJ. 5. Reaksi kehamilan

Reaksi kehamilan baru negatif setelah beberapa minggu janin mati dalam kandungan. 6. Rontgen Foto Abdomen

Adanya akumulasi gas dalam jantung dan pembuluh darah besar janin Tanda Nojosk Tanda Gerhard Tanda Spalding : adanya angulasi yang tajam tulang belakang janin. : adanya hiperekstensi kepala tulang leher janin : overlaping tulang-tulang kepala (sutura) janin

Disintegrasi tulang janin bila ibu berdiri tegak Kepala janin kelihatan seperti kantong berisi benda padat.

Gejala dan tanda yang selalu ada

Gejala dan tanda yang kadang-kadang ada

Kemungkinan diagnosa

1. Gerakan janin berkurang atau hilang, timbul atau menetap, perdarahan pervaginam sesudah hamil 22 minggu 2. Gerakan janin dan DJJ tidak ada, perdarahan,

1. Syok, uterus tegang/kaku, gawat janin atau DJJ tidak terdengar

Solusio plasenta

2. Syok, perut kembung/cairan bebas intra

nyeri perut hebat

abdominal, kontraksi uterus abnormal, abdomen nyeri, bagian-bagian janin teraba, denyut nadi Ibu cepat 3. Cairan ketuban bercampur mekonium

Ruptur Uteri

3. Gerakan janin berkurang atau hilang DJJ abnormal (< 100 x/menit atau > 180 x/menit) 4. Gerakan janin atau DJJ hilang 4. Tanda-tanda kehamilan berhenti, TFU berkurang, pembesaran uterus berkurang

Gawat janin

Kematian janin

H. Penatalaksanaan a. Terapi

1. Selama menunggu diagnosa pasti, ibu akan mengalami syok dan ketakutan memikirkan bahwa bayinya telah meninggal. Pada tahap ini bidan berperan sebagai motivator untuk meningkatkan kesiapan mental ibu dalam menerima segala kemungkinan yang ada. 2. Diagnosa pasti dapat ditegakkan dengan berkolaborasi dengan dokter spesialis kebidanan melalui hasil USG dan rongen foto abdomen, maka bidan seharusnya melakukan rujukan. 3. Menunggu persalinan spontan biasanya aman, tetapi penelitian oleh Radestad et al (1996) memperlihatkan bahwa dianjurkan untuk menginduksi sesegera mungkin setelah diagnosis kematian in utero. Mereka menemukan hubungan kuat antara menunggu lebih dari 24 jam sebelum permulaan persalinan dengan gejala kecemasan. Maka sering dilakukan terminasi kehamilan.

a)

Pengakhiran kehamilan jika ukuran uterus tidak lebih dari 12 minggu kehamilan.

Persiapan: Keadaan memungkinkan yaitu Hb > 10 gr%, tekanan darah baik. Dilakukan pemeriksaan laboratorium, yaitu:pemeriksaan trombosit, fibrinogen, waktu pembekuan, waktu perdarahan, dan waktu protombin. Tindakan: Kuretasi vakum Kuretase tajam Dilatasi dan kuretasi tajam. b) Pengakhiran kehamilan jika ukuran uterus lebih dari 12 minggu sampai 20 minggu.

Misoprostol 200mg intravaginal, yang dapat diulangi 1 kali 6 jam sesudah pemberian pertama. Pemasangan batang laminaria 12 jam sebelumnya. Kombinasi pematangan batang laminaria dengan misoprostol atau pemberian tetes oksitosin 10 IU dalam 500 cc dekstrose 5% mulai 20 tetes per menit sampai maksimal 60 tetes per menit. Catatan: dilakukan kuretase bila masih terdapat jaringan. c) Pengakhiran kehamilan jika lebih dari 20 28 minggu.

Misoprostol 100 mg intravaginal, yang dapat diulangi 1 kali 6 jam sesudah pemberian pertama. Pemasangan batang laminaria selama 12 jam. Pemberian tetes oksitosin 5 IU dalam dekstrose 5% mulai 20 tetes per menit sampai maksimal 60 tetes per menit. Kombinasi cara pertama dan ketiga untuk janin hidup maupun janin mati. Kombinasi cara kedua dan ketiga untuk janin mati. Catatan: dilakukakan histerotomi bila upaya melairkan pervaginam dianggap tidak berhasil atau atas indikasi ibu, dengan sepengetahuan konsulen. d) Pengakhiran kehamilan jika lebih dari 28 minggu kehamilan.

Misoprostol 50 mg intravaginal, yang dapat diulangi 1 kali 6 jam sesudah pemberian pertama. Pemasangan metrolisa 100 cc 12 jam sebelum induksi untuk pematangan serviks (tidak efektif bila dilakukan pada KPD). Pemberian tetes oksitosin 5 IU dalam dekstrose 5% mulai 20 tetes per menit sampai maksimal 60 tetes untuk primi dan multigravida, 40 tetes untuk grande multigravida sebanyak 2 labu. Kombinasi ketiga cara diatas. Catatan: dilakukan SC bila upaya melahirkan pervaginam tidak berhasil, atau bila didapatkan indikasi ibu maupun janin untuk menyelesaikan persalinan. b. Periksa ulangan (follow up)

Dilakukan kunjungan rumah pada hari ke 2, 6, 14, atau 40 hari. Dilakukan pemeriksaan nifas seperti biasa. Mengkaji ulang tentang keadaan psikologis, keadaan laktasi (penghentian ASI), dan penggunaan alat kontrasepsi.

I.

Dampak

Kematian janin dalam kandungan 3-4 minggu, biasanya tidak membahayakan ibu. Setelah lewat 4 minggu maka kemungkinan terjadinya kelainan darah (hipo-fibrinogenemia) akan lebih besar karena itu pemeriksaan pembekuan darah harus dilakukan setiap minggu setelah diagnosis ditegakkan. Bila terjadi fibrinogenemia., bahayanya adalah perdarahan post partum. Terapinya adalah dengan pemberian darah segar atau fibrinogen. Dampak lainnya yaitu, Trauma emosional yang berat menjadi bila antara kematian janin dan persalinan cukup lama, dapat terjadi infeksi bila ketuban pecah, dapat terjadi koagulopati bila kematian janin berlangsung lebih dari 2 minggu.

J. 1.

Jenis Jenis Persalinan Untuk Janin Mati Pertolongan persalinan dengan perforasi kronioklasi

Perforasi kronioklasi merupakan tindakan beruntun yang dilakukan pada bayi yang meninggal di dalam kandunagan untuk memperkecil kepala janin dengan perforation dan selanjutnya menarik kepala janin (dengan kranioklasi) tindakan ini dapat dilakukan pada letak kepala oleh letak sungsang dengan kesulitan persalinan kepala. Dngan kemajuan pengawasan antenatal yang baik dan system rujukan ke tempat yang lebih baik, maka tindakan proferasi dan kraioklasi sudah jarang dilakukan. Bahaya tindakan proferasi dan kraniioklasi adalah perdarahan infeki, trauma jalan lahir dan yang paling berat ruptira uteri( pecah robeknya jalan lahir). 2. Pertolongan persalinan dengn dekapitasi

Letak lintang mempunyai dan merupakan kedudukan yang sulit untuk dapat lahir normal pervaginam. Gegagalan pertolongan pada letak lintang menyebabkan kematian janin, oleh karena itu kematian janin tidak layak dilkukan dengan seksio sesaria kecuali pada keadaan khusus seperti plasenta previa totalis, kesempitan panggul absolute. Perslinan di lakukan dengan jalan dekapitasi yaitu dengan memotong leher janin sehingga badan dan kepala janin dapat di lahirkan. 3. Pertolongan persalinan dengan eviserasi

Eviserasi adalah tindakan operasi dengan mengeluarkan lebih dahulu isi perut dan paru (dada) sehingga volume janin kecil untuk selanjutnya di lahirkan. Eviserasi adalah operasi berat yang berbahaya karena bekerja di ruang sempit untuk memperkecil volume janin bahaya yang selalu mengancam adalah perdarahan,infeksi dan trauma jalan lahir dengan pengawasan antalnatal yang baik, situasi kehamilan dengan letek lintang selalu dapat di atasi dengan versi luar atau seksio sesaria.

4.

Pertolongan persalinan dengan kleidotomi

Kleidotomi adalah memotong tulang klavikula (tulang selangka) sehingga volume bahu mengecil untuk dapat melahirkan bahu. Kleidotomi masih dapat dilakukan pada anak hidup, bila diperlukan pada keadaan gangguan persalinan bahu pada anak yang besar.

Anda mungkin juga menyukai