Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

IUFD (Intra Uterine Fetal Death)

OLEH :
Dina Nampi Rizki
17.30.020

PROGRAM STUDI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
KEPANJEN
1. Pengertian IUFD
Menurut WHO dan The American College of Obstetricians and
Gynecologists yang disebut kematian janin adalah janin yang mati dalam
rahim dengan berat badan 500 gram atau lebih atau kematian janin dalam
rahim pada kehamilan 20 minggu atau lebih. Kematian janin merupakan
hasil akhir dari gangguan pertumbuhan janin, gawat janin, atau infeksi
(Winkjosastro, 2009). Kematian janin merupakan hasil akhir dari
gangguan pertumbuhan janin, atau akibat infeksi yang tidak terdiagnosis
sebelumnya sehingga tidak diobati (Saifuddin,2008).
IUFD (Intra Uterine Fetal Demise) merupakan kematian janin
yang terjadi tanpa sebab yang jelas, yang mengakibatkan kehamilan tidak
sempurna (Uncomplicated Pregnancy). Kematian janin terjadi kira-kira
pada 1% kehamilan dan dianggap sebagai kematian janin jika terjadi
pada janin yang telah berusia 20 minggu atau lebih, dan bila terjadi pada
usia di bawah usia 20 minggu disebut abortus.
2. Etiologi IUFD
Penyebab dari kematian janin intra uterine yang tidak dapat
diketahui sekitar 25-60%, insiden meningkat seiring dengan peningkatan
usia kehamilan. Pada beberapa kasus yang penyebabnya teridentifikasi
dengan jelas, dapat dibedakan berdasarkan penyebab dari faktor janin,
maternal dan patologi dari plasenta (Kliman, 2000).

a. Faktor Ibu
1) Ketidakcocokan Rh darah Ibu dengan janin
Akan timbul masalah bila ibu memiliki Rh negatif, sementara ayah Rh
positif, sehingga janin akan mengikuti yang lebih dominan yaitu Rh
positif, yang berakibat antara ibu dan janin akan mengalami
ketidakcocokan Rhesus. Ketidakcocokan ini akan mempengaruhi kondisi
janin tersebut. Misalnya dapat terjadi kondisi Hidrops fetalis, yaitu suatu
reaksi imunologis yang menimbulkan gambaran klinis pada janin antara
lain berupa pembengkakan pada perut akibat terbentuknya cairan yang
berlebihan pada rongga perut (asites), pembengkakan kulit janin
penumpukan cairan di rongga dada atau rongga jantung, dan lain-lain.
Akibat dari penimbunan cairan-cairan yang berlebihan tersebut, tubuh
janin akan membengkak yang dapat berakibat pula darahnya bercampur
dengan air. Jika kondisi demikian terjadi, biasanya janin tidak akan
tertolong lagi.

2) Ketidakcocokan golongan darah Ibu dengan janin


Terutama pada golongan darah A, B, dan O yang sering terjadi adalah
antara golongan darah anak A atau B dengan ibu bergolongan darah O
atau sebaliknya. Hal ini disebabkan karena pada saat masih dalam
kandungan, darah janin tidak cocok dengan darah ibunya, sehingga ibu
akan membentuk zat antibodi.

3) Berbagai penyakit pada ibu hamil


Salah satu contohnya adalah diabetes dan preeklampsia. Hipertensi juga
sangat berbahaya pada ibu hamil, baik yang memang memiliki riwayat
hipertensi meupun yang tidak (hipertensi gravidarum). Hipertensi dapat
menyebabkan kekurangan O2 pada janin yang disebabkan oleh
berkurangnya suplai darah dari ibu ke plasenta yang disebabkan oleh
spasme dan kadang-kadang trombosis dari pembuluh darah ibu.

4) Trauma saat hamil


Trauma bisa mengakibatkan terjadinya solusio plasenta atau plasenta
terlepas. Trauma terjadi misalnya karena benturan pada perut, baik karena
kecelakaan atau pemukulan. Trauma bisa saja mengenai pembuluh darah
di plasenta, sehingga menimbulkan perdarahan pada plasenta atau plasenta
terlepas sebagian, yang pada akhirnya aliran darah ke janin pun terhambat.

5) Infeksi pada ibu hamil


Ibu hamil sebaiknya menghindari berbagai infeksi seperti bakteri maupun
virus. Bahkan demam tinggi pada ibu hamil (lebih dari 103º F) dapat
menyebabkan janin tidak tahan dengan tubuh ibunya.

6) Prolonged Pregnancy (kehamilan diatas 42 minggu)


Kehamilan lebih dari 42 minggu.Jika kehamilan telah lewat waktu,
plasenta akan mengalami penuaan sehingga fungsinya akan berkurang.
Janin akan kekurangan asupan nutrisi dan oksigen. Cairan ketuban bisa
berubah menjadi sangat kental dan hijau, akibatnya cairan dapat terhisap
masuk ke dalam paru-paru janin. Hal ini bisa dievaluasi melalui USG
dengan color doppler sehingga bisa dilihat arus arteri umbilikalis jantung
ke janin. Jika demikian, maka kehamilan harus segera dihentikan dengan
cara diinduksi. Itulah perlunya taksiran kehamilan pada awal kehamilan
dan akhir kehamilan melalui

7) Hamil pada usia lanjut


Hamil pada usia lanjut adalah kehamilan pada usia >35 tahun. Kehamilan
ini rentan dikarenakan beberapa hal, yaitu:

 Selepas usia menjangkau 35 tahun ke atas setiap wanita akan


mengalami penurunan dalam kualitas telur yang dihasilkan oleh
ovarium.
 Umur berkaitan pula dengan perubahan hormon. Jadi kemungkinan
pengeluaran telur lebih dari satu. Seterusnya boleh menyebabkan
berlaku kehamilan kembar dua atau lebih.
 Wanita yang hamil pada usia lanjut juga mudah mengalami masalah
diabetes. Ini dapat dikarenakan ibu dengan gaya hidup yang tidak
sehat, terlalu banyak konsumsi gula, dan jarang olah raga.
 Kehamilan pada usia lanjut juga mungkin sukar untuk bersalin secara
normal.
 Memiliki resiko tinggi janin mengalami syndrome Down karena
kelainan kromosom.
 Resiko tinggi keguguran.
8) Ruptur uteri
Ruptur uteri merupakan salah satu bentuk perdarahan yang terjadi
pada kehamilan lanjut dan persalinan, selain plasenta previa, solusio
plasenta, dan gangguan pembekuan darah. Batasan perdarahan pada
kehamilan lanjut berarti perdarahan pada kehamilan setelah 22 minggu
sampai sebelum bayi dilahirkan, sedangkan perdarahan pada persalinan
adalah perdarahan intrapartum sebelum kelahiran.
9) Kematian Ibu
Jika terjadi kematian ibu, sudah jelas janin juga akan mengalami
kematian, dikarenakan fungsi tubuh yang seharusnya menopang
pertumbuhan janin, tidak lagi ada.

b. Faktor Janin

1) Gerakan Sangat Berlebihan


Gerakan bayi dalam rahim yang sangat berlebihan, terutama jika
terjadi gerakan satu arah saja dapat membahayakan kondisi janin. Hal ini
dikarenakan gerakan yang berlebihan ini akan menyebabkan tali pusar
terpelintir. Jika tali pusar terpelintir, maka pembuluh darah yang
mengalirkan darah dari ibu ke janin akan tersumbat. Gerakan janin yang
sangat liar menandakan bahwa kebutuhan janin tidak terpenuhi.

2) Kelainan kromosom
Bisa juga disebut penyakit bawaan, misalnya kelainan genetik
berat (trisomi). Kematian janin akibat kelainan genetik biasanya baru
terdeteksi pada saat kematian sudah terjadi, yaitu dari hasil otopsi janin.
Hal ini disebabkan karena pemeriksaan kromosom saat janin masih dalam
kandungan beresiko tinggi dan memakan biaya banyak.

3) Kelainan bawaan bayi


Yang bisa mengakibatkan kematian janin adalah hidrops fetalis,
yakni akumulasi cairan dalam tubuh janin. Jika akumulasi cairan terjadi
dalam rongga dada bisa menyebabkan hambatan nafas bayi. Kerja jantung
menjadi sangat berat akibat dari banyaknya cairan dalam jantung sehingga
tubuh bayi mengalami pembengkakan atau terjadi kelainan pada paru-
parunya.

4) Malformasi janin
Pada janin yang mengalami malformasi, berarti pembentukan organ
janin tidak berlangsung dengan sempurna. Karena ketidaksempurnaan
inilah suplai yang dibutuhkan janin tidak terpenuhi, sehingga
kesejahteraan janin menjadi buruk dan bahkan akan menyebabkan
kematian pada janin.

5) Kehamilan multiple
Pada kehamilan multiple ini resiko kematian maternal maupun
perinatal meningkat. Berat badan janin lebih rendah dibanding janin pada
kehamilan tunggal pada usia kehamilan yang sama (bahkan perbedaannya
bisa sampai 1000-1500 g). Hal ini bisa disebabkan regangan uterus yang
berlebihan sehingga sirkulasi plasenta juga tidak lancar. Jika
ketidaklancaran ini berlangsung hingga keadaan yang parah, suplai janin
tidak terpenuhi dan pada akhirnya akan menyebabkan kematian janin.
6) Intra Uterine Growth Restriction
Kegagalan janin untuk mencapai berat badan normal pada masa
kehamilan. Pertumbuhan janin terhambat dan bahkan menyebabkan
kematian, yang tersering disebabkan oleh asfiksia saat lahir, aspirasi
mekonium, perdarahan paru, hipotermia dan hipoglikemi.

7) Infeksi (parvovirus B19, CMV, listeria)


Infeksi ini terjadi dikarenakan oleh virus, dan jika virus ini telah
menyerang maka akan menyebabkan janin mengalami gangguan seperti,
pembesaran hati, kuning, ekapuran otak, ketulian, retardasi mental, dan
lain-lain. Dan gangguan ini akan membuat kesejahteraan janin memburuk
dan jika dibiarkan terus-menerus janin akan mati.
8) Insufisiensi plasenta yang idiopatik
Merupakan bagian dari kasus hipertensi dan penyakit ginjal yang
sudah disebutkan diatas. Pada beberapa kasus, insufisiensi plasenta ini
terjadi pada kehamilan yang berturut-turut. Janin tidak mengalami
pertumbuhan secara normal.

c. Faktor Palsenta
1) Pecah secara mendadak (abruption)
2) Premature Rupture of Membrane
3) plasenta Previa
3. Manifestasi Klinik
Pada wanita yang diketahui mengalami kematian janin intra uterine
(IUFD), pada beberpa hari berikutnya mengalami penurunan ukuran
payudara. Tanda-tanda lain yang juga dapat ditemukan adalah sebagai
berikut:

1) Tidak ada gerakan janin. Pada umumnya, ibu merasakan gerakan janin
pertama pada usia kehamilan 18 minggu (pada multipara) atau 20 minggu
(pada primipara). Gerakan janin normalnya minimal 10 kali sehari.
2) Gerakan janin yang sangat hebat atau sebaliknya, gerakan janin yng
semakin pelan atau melemah.
3) Ukuran abdomen menjadi lebih kecil dibandingkan dengan ukuran pada
saat kehamilan normal dan tinggi fundus uteri menurun atau kehamilan
yang tidak kunjung besar, dicurigai bila pertumbuhan kehamilan tidak
sesuai bulan.
4) Bunyi jantung anak tidak terdengar
5) Palpasi janin menjadi tidak jelas
6) Pergerakan janin tidak teraba oleh tangan pemeriksa
7) Pada foto roentgen dapat terlihat:
 Tulang-tulang cranial saling menutupi (tanda spalding)
 Tulang punggung janin sangat melengkung (tanda naujokes)
 Ada gelembung-gelembung gas pada badan janin

4. Patofisiologi
Menurut Sastrowinata (2005), kematian janin dalam pada kehamilan yang
telah lanjut, maka akan mengalami perubahan-perubahan sebagai berikut :
1) Rigor mortis (tegang mati) berlangsung 2,5 jam setelah mati kemudian
lemas kembali.

2) Stadium maserasi I : timbulnya lepuh-lepuh pada kulit. Lepuh ini


mula-mula terisi cairan jernih, tetapi kemudian menjadi merah coklat.
3) Stadium maserasi II : timbul lepuh-lepuh pecah dan mewarnai air
ketuban menjadi merah coklat. Terjadi 48 jam setelah anak mati.

4) Stadium maserasi III : terjadi kira-kira 3 minggu setelah anak mati.


Badan janin sangat lemas dan hubungan antara tulang-tulang sangat
longgar edema di bawah kulit.

5. Klasifikasi

Kematian janin dapat dibagi menjadi 4 golongan, yaitu:

1) Golongan I: kematian sebelum massa kehamilan mencapai 20


minggu penuh

2) Golongan II: kematian sesudah ibu hamil 20-28 minggu

3) Golongan III: kematian sesudah masa kehamilan >28 minggu (late


fetal death)

4) Golongan IV: kematian yang tidak dapat digolongkan pada ketiga

golongan di atas

6. Pemeriksaan Diagnostik
DJJ (-)
test kehamilan (-)
Rontgen foto abdomen
• Adanya akumulasi gas dalam jantung dan pembuluh darah janin
• Tanda nojosk : angulasi yang tajam pada tulang belakang janin
• Tanda gernard : hiperekstensi kepala janin
• Tanda spalding : overlapping sutura
USG

7. Penatalaksanaan

Kelahiran harus segera diinduksi secepatnya setelah diagnosa dapat


ditegakkan. Pada satu penelitian, penundaan kelahiran lebih dari 24 jam
setelah terdiagnosis dihubungkan dengan peningkatan terjadinya masa
anxietas dibandingkan dengan wanita yang kelahirannya diinduksi dalam
waktu 6 jam (Kliman, 2000).

Ketika janin berada di dalam uterus selama 3-4 minggu, level


fibrinogen bisa turun yang dapat menyebabkan koagulopati. Hal ini sangat
jarang terjadi pada kehamilan tunggal karena penegakan diagnosa dan
induksi yang dilakukan lebih awal. Pada beberapa kasus kehamilan
kembar, tergantung dari tipe plasentasi, induksi setelah kematian kedua
janin mungkin dapat menghambat perkembangan janin menjadi matur.
Pada kasus ini beberapa spesialis anak tidak merekomendasikan untuk
memeriksakan koagulasi darah. Secara umum, resiko berkembangnya
disseminated intravascular coagulopathy sangat jarang (Kliman, 2000).

Kematian janin awal dapat ditangani dengan pemberian laminaria diikuti


oleh dilatasi dan ekstraksi. Pada wanita dengan kematian janin sebelum usia
kehamilan kurang dari 28 minggu, induksi dapat dilakukan dengan
menggunakan prostaglandin E2 vaginal suppositoria (10-20 mg tiap 4-6
jam), misoprostol pervaginal atau per oral (400 mcg tiap 4-6 jam), dan/atau
oxytocin (terutama bagi wanita dengan sectio caessaria). Pada wanita
dengan kematian janin pada usia kehamilan setelah 28 minggu, harus
menggunakan dosis yang lebih rendah. The American College of
Obstetricians and Gynaecologists mengatakan bahwa untuk induksi
kelahiran prostaglandin E2 dan misoprostol hendaknya tidak digunakan
pada wanita denga riwayat sectio caessaria karena resiko terjadinya ruptur
uteri (Kliman, 2000).

Penanganan rasa nyeri pada pasien dengan induksi kelahiran untuk kasus
kematian janin lebih mudah ditangani dibandingkan dengan pasien dengan
janin yang masih hidup. Narkotik dengan dosis yang lebih tinggi bermanfaat
untuk pasien, dan pemberian morfin biasanya cukup efektif untuk
pengendalian rasa nyeri (Kliman, 2000).
1. Komplikasi yang mungkin Terjadi
Komplikasi yang mungkin terjadi pada ibu hamil dengan IUFD dapat
terjadi bila janin yang sudah meninggal tidak segera dilahirkan lebih dari 2
minggu. Akan tetapi, kasus janin yang meninggal dan tetap berada di rahim ibu
lebih dari 2 minggu sangat jarang terjadi. Hal ini dikarenakan biasanya tubuh ibu
sendiri akan melakukan penolakan bila janin mati, sehingga timbullah proses
persalinan. Adapun komplikasi yang mungkin terjadi adalah sebagai berikut:

1) Disseminated Intravascular Coagulation (DIC), yaitu adanya perubahan


pada proses pembekuan darah yang dapat menyebabkan perdarahan atau
internal bleeding.
2) Infeksi
3) Koagulopati maternal dapat terjadi walaupun ini jarang terjadi sebelum 4-
6 minggu setelah kematian janin.
Oleh karena adanya komplikasi akibat IUFD, maka janin yang telah
meninggal harus segera dilahirkan. Proses kelahiran harus segera dilkukan
secara normal, karena bila melalui operasi akan terlalu merugikan ibu.
Operasi hanya dilakukan jika ada halangan untuk melahirkan normal.
Misalnya janin meninggal dalam posisi melintang atau karena ibu
mengalami preeklampsia.
ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian

 Sirkulasi
Riwayat penyakit: hipertensi essensial, penyakit vaskular.

 Integritas Ego
Secara labil, ansietas, takut, syok, tidak percaya, depresi.

 Eliminasi
Nefritis kronis.

 Intake makanan dan cairan


Status nutrisi ibu buruk.

 Keamanan
Pemajanan pada agen-agen toksis atau teratogenik.

Riwayat kejadian traumatik.

Adanya penyakit inflamasi, penyakit hubungan seksual, atau pemajanan


pada penyakit menular seperti rubella, sitomegalovirus, herpes aktif.

Ketuban pecah dini.

Abnormalitas plasenta/tali pusat yang terlihat pada kelahiran.

Inkompatibilitas ABO.

 Seksualitas
Tumor fibrosa uterus (leiomioma), atau abnormalitas lainnya dari organ
reproduktif ibu.

Kejadian kelahiran traumatic, komplikasi intrapartum.

 Penyuluhan/Pembelajaran
Melaporkan penyalahgunaan pengobatan.
Obat atau alkohol.

Riwayat keluarga tentang kondisi genetik.

Diagnosa Keperawatan

1. Berduka berhubungan dengan kematian janin/bayi.


2. Perubahan peran berhubungan dengan krisis situasi (kematian anak).
3. Harga diri rendah berhubungan dengan kegagalan yang dirasakan pada
kejadian hidup.
4. Kurang pengetahuan, mengenai kehilangan perinatal berhubungan dengan
kurangnya informasi, kesalahan interpretasi informasi.

Rencana Asuhan Keperawatan

Prioritas Keperawatan

1. Memfasilitasi proses berduka.


2. Memberikan informasi mengenai kejadian-kejadian sekitar kehilangan dan
implikasi masa datang.
Tujuan

1. Dukungan teridentifikasi dan pada tempatnya.


2. Rencana dibuat untuk pemakaman bayi.

3.4 Intervensi Keperawatan

1. Berduka berhubungan dengan kematian janin/bayi


Hasil yang diharapkan :

- Mengungkapkan tahap proses berduka yang dialami.


- Mengekspresikan perasaan dengan tepat.
- Mengidentifikasi masalah proses berduka (misalnya: masalah fisik,
makan, tidur) dan mencari bantuan yang tepat.
Tindakan/Intervensi Keperawatan :
Tindakan/Intervensi Rasional

Mandiri

Berikan ruang pribadi bila klien Tempat dimana keluarga dan teman
menginginkannya, dengan kontak yang dapat bicara dan berbagi perasaan
sering oleh perawat. Anjurkan dengan leluasa, sehingga meningkatkan
kunjungan yang tidak terbatas oleh perasaan kekeluargaan dan membantu
keluarga dan teman. menghadapi proses berduka.

Libatkan pasangan dalam perencanaan Partisipasi dalam perencanaan dan


dan perawatan. Beri kesempatan pembuatan keputusan membantu sekali
pasangan untuk bersama. dalam memilih tindakan atau keputusan
yang tepat sesuai kondisi klien.

Kaji pengetahuan klien/pasangan dan Menghindari pemahaman yang salah


interpretasi terhadap kejadian sekitar terhadap kejadian sekitar kematian
kematian janin/bayi. Berikan informasi janin/bayi.
dan perbaiki kesalahan konsep
Sering, setelah kematian anak, orang
berdasarkan kesiapan pasangan dan
tua berespon syok, menyangkal, atau
kemampuan untuk mendengarkan
tidak percaya. Reaksi ini dapat
secara efektif
mengganggu pemberian informasi.

Tentukan makna kehilangan terhadap Luas dan durasi respon berduka dapat
kedua anggota pasangan. Perhatikan tergantung pada makna kehilangan.
bagaimana kuatnya pasangan
menginginkan kehamilan ini.
Identifikasi ekspresi sesuai tahap-tahap Perawat membantu dalam menghadapi
berduka (misal: menyangkal, marah, tahap berduka dengan waktu yang
menawar, depresi, menerima). Gunakan secepat mungkin. Bila berduka tidak
ketrampilan komunikasi terapeutik segera selesai, akan mengganggu
(misal: mendengar secara aktif, kehidupan selanjutnya.
pengakuan), menghargai permintaan
klien untuk tidak bicara.

Akui apa yang telah terjadi, kuatkan Meningkatkan kemampuan dalam


realita situasi dan anjurkan diskusi dan menghadapi kenyataan/kehilangan.
ekspresi perasaan klien

Diskusikan respon antisipasi secara Membantu pasangan untuk mengenali


fisik dan emosi kehilangan. bahwa respon mereka sebelum dan
berikutnya adalah normal. Berduka
Evaluasi ketrampilan koping.
merupakan hal yang individual, dan
Perhatikan keyakinan religius dan latar luas serta sifat dari respon dipengaruhi
belakang budaya. oleh sifat kepribadian, ketrampilan
koping masa lalu, keyakinan religius,
dan latar belakang budaya.

Untuk menghindari kesalahan persepsi


dari sibling dan meminimalkan tingkat
berduka.
Diskusikan cara-cara yang tepat bagi
orang tua menyampaikan peristiwa
kehilangan pada sibling.

Kaji beratnya depresi. Adanya resiko terjadi gangguan pada


kejiwaan jika kemampuan dalam
menghadapi kehilangan tidak efektif.
Perhatikan tingkat aktivitas klien, pola Hal ini mungkin terabaikan karena
tidur, nafsu makan, dan hygiene proses berduka dan derajat depresi.
personal.
Pola tidur mungkin terganggu,
menimbulkan kelelahan dan
ketidakmampuan lanjut untuk
mengatasi distress.

Beri bantuan dalam melakukan Menunjukkan perhatian dan


perawatan fisik sesuai kebutuhan. pemeliharaan serta membantu klien
menghemat energi yang diperlukan
untuk memenuhi kebutuhan proses
berduka.

Kolaborasi

Hubungi tokoh agama, sesuai keinginan Untuk pemberian nasehat dari segi
keluarga. agama dalam membantu menghadapi
proses berduka.

Rujuk pada psikiatri jika perlu. Konseling atau terapi mungkin perlu
pada kasus berduka patologis untuk
membantu individu mengidentifikasi
kemungkinan penyebab reaksi
abnormal dan mencapai resolusi proses
berduka.

2. Perubahan peran berhubungan dengan krisis situasi (kematian anak).


Hasil yang diharapkan :

- Mengekspresikan perasaan yang tepat dan sesuai.


- Menunjukkan keterlibatan individu dalam proses pemecahan
masalah yang diarahkan pada resolusi krisis.
- Mengungkapkan pemahaman tentang harapan peran/kewajiban.
- Mengidentifikasi kebutuhan dan sumber utuk memelihara
peran/ikatan keluarga.
Tindakan / Intervensi Keperawatan :

Tindakan/Intervensi Rasional

Mandiri

Evaluasi situasi keluarga saat ini dan Anggota keluarga memberikan


status psikososial (misalnya anak lain, dukungan satu sama lain.
keluarga besar, sistem pendukung)

Tinjau ulang ketakutan keluarga, Anggota keluarga depresi, merasa


sumber koping, dan keterampilan sangat tidak adekuat, dan mungkin
koping. perlu meninjau apa yang telah terjadi
dan apa tujuan mereka dalam hidup.

Ajarkan diskusi perasaan dan Pengungkapan perasaan dapat memicu


dengarkan isyarat verbal yang pengenalan terhadap penyebabnya dan
menunjukkan perasaan kegagalan, rasa dapat digunakan untuk memastikan
bersalah atau marah. Diskusikan dapat diterimanya perasaan ini. Orang
kenormalan perasaan. tua mungkin takut untuk
menggambarkan perasaan negatif yang
mereka yakini abnormal. Realisasi
bahwa perasaan berduka, rasa bersalah,
dan marah adalah normal dapat
membantu menghilangkan rasa gagal
orang tua.

Identifikasi harapan perubahan peran Perubahan yang diantisipasi meliputi


yang diperlukan karena adanya periode disorientasi atau terpecahnya
kehilangan. pola kerja normal, diikuti periode
reorganisasi, dimana energi dengan
tepat disimpan dalam individu dan
aktivitas baru.

Berikan informasi dan bantu orang tua Kematian anak memerlukan perubahan
menghadapi situasi, keseimbangan orang tua yang tidak diantisipasi. Pada
perawatan diri dan kebutuhan berduka kematian anak pertama, fungsi orang
serta tanggung jawab menjadi orang tua yang terjadi hanya berduka. Bila
tua. ada anak lain, orang tua dapat
mengekspresikan kekhawatiran tentang
kemampuan mereka menjadi orang tua.
Perasaan tentang kegagalan atau rasa
bersalah akhirnya dapat mengarah pada
perasaan yang tidak adekuat.

3. Harga diri, rendah berhubungan dengan kegagalan yang dirasakan pada


kejadian hidup.
Hasil yang diharapkan:

 Mengidentifikasi kekuatan dan sumber-sumber yang tersedia.


 Mengekspresikan harga diri positif.
 Mendemonstrasikan adaptasi terhadap kematian bayi dan integrasi
kehilangan dalam hidup sehari-hari dengan merencanakan masa depan.
Tindakan/intervensi keperawatan:

Tindakan/Intervensi Rasional

Mandiri

Tentukan persepsi diri dan pasangan Kehilangan kehamilan sering


sebagai individu dan orang tua. dihubungkan dengan perasaan tidak
Evaluasi respon keluarga terhadap adekuat, tidak berdaya, dan tidak
kehilangan, perhatikan kesalahan yang berharga, yang secara langsung
dibuat oleh keluarga. mempengaruhi perasaan diri dan
kemungkinan menghancurkan harga
diri seseorang sebagai orang tua.
Berikan kesempatan untuk Pengungkapan kehilangan memberikan
mengungkapkan, menyalurkan emosi kesempatan untuk penerimaan yang
dan menangis. diperlukan, emmbantu orang tua untuk
menyaring dengan seksama, dan
memvalidasi perasaan normal orang tua
tentang ketidakberdayaan dan
ketidakadekuatan.

Berikan penguatan positif untuk Membantu dalam koping kesedihan


mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan terhadap situasi. Membantu orang tua
dan masalah-masalah. menerima diri mereka sendiri sebagai
manusia yang berharga.

4. Kurang pengetahuan, mengenai kehilangan perinatal berhubungan dengan


kurangnya informasi, kesalahan interpretasi informasi.
Hasil yang diharapkan:

 Membedakan penyebab kematian yang dapat diantisipasi dan yang tidak


dapat diantisipasi.
 Mengungkapkan pemahaman alasan dari kehilangan bila diketahui.
 Mendiskusikan kemungkinan efek jangka pendek dan jangka panjang dari
kehilangan.
Intervensi/tindakan keperawatan:

Tindakan/Intervensi Rasional

Mandiri

Kaji kesiapan dan kemampuan keluarga Respon emosional dapat mempengaruhi


untuk menyerap dan memahami kemampuan untuk mendengar dan
informasi. memproses informasi

Identifikasi prioritas keluarga dalam Keluarga mempunyai perbedaan


memberikan informasi. kebutuhan untuk informasi, tergantung
pada tahap perkembangan keluarga dan
penyebab kematian intra uteri, karena
faktor eksternal, atau karena masalah
genetik.

Identifikasi persepsi klien / pasangan Ketidakakuratan persepsi perlu dikaji


tentang kejadian, dan perbaiki secara kontinyu dan informasi yang
kesalahpahaman sesuai indikasi. valid diulangi.

3.5 Evaluasi
Hal terpenting yang dilakukan sebagai langkah lanjutan dari kasus kematian
janin intra uterine adalah pemeriksaan otopsi pada janin. Keputusan untuk
melakukan otopsi harus didiskusikan trelebih dahulu oleh orang tua, dalam hal ini
KIE sangat diperlukan. Pada orang tua yang tidak menginginkan otopsi lengkap
maka evaluasi kematian janin yang sangat terbatas harus didiskusikan dengan
keluarganya. Meskipun sangat jarang dapat ditawarkan penggunaan MRI yang
dapat memberikan informasi sebagai evaluasi kematian janin apabila otopsi tidak
dapat dilakukan (San, 2007).

Plasenta dan membrannya harus diperiksa juga secara teliti, termasuk kultur.
Analisa kromosom dari sample cairan amnion, darah janin dan jaringan (kulit
janin atau fascia lata) harus diketahui apakah janin dismorfik, memiliki retardasi
pertumbuhan, hidrofik atau memiliki anomali atau tanda lain dari kelainan
kromosom. Analisa kromosom terutama harus dilakukan pada kematian janin
kehamilan kembar khususnya dengan riwayat kematian janin pada trimester kedua
atau ketiga (San, 2007).
DAFTAR PUSTAKA

Achdiat, C.M.2004. Prosedur Tetap Obstetri dan Ginekologi. Jakarta:EGC

Andra. 2007. Ruptur Uteri: Uterus Robek, Nyawa Ibu dan Bayi Melayang.
http://www.kafemuslimah.com/article_detail.php?id=1161.Diakses
tanggal 3 April 2009 pukul 15.00 WIB

Cuningham, F.G. 2001. Williams Obstetrics (21st Edition). United States of


America:TheMcGraw-Hill Companies,Inc

Mochtar,R. 1998. Sinopsis Obstetri Patologi, edisi II.Jakarta:EGC

Muhaj, Khaidir. 2009. Askep Nifas Dengan Perdarahan Post Partum.


http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0004/05/UTAMA/hak01.htm.

Nie. 2008. Kehamilan Multiple/Kembar. http://www.gemari.or.id/file/


gemari7241. Diakses tanggal 3 April 2009 pukul 15.05 WIB

Wiknjosarto,H. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta:Yayasan Bina Pustaka

Anda mungkin juga menyukai