PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum
janin dapat hidup luar kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang
dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram (Prawirohardjo,
dalam eri puji 2018).
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan abortus?
2. Apa saja klasifikasi dari abortus?
3. Apa saja etiologi dari abortus?
4. agaimana patofisiologi dari abortus
1
5. Apa saja manifestasi klinis dari abortus?
6. Bagaimana kondisi kegawatan yang dilakukan pada abortus?
7. Apa saja pemeriksaan penunjang dari abortus?
8. Bagaimana penatalaksanaan dari abortus?
C. TUJUAN
1. Bagi institusi pendidikan, hasil makalah ini dapat dijadikan sebagai
bahan bacaan di bidang kesehatan sebagai bahan informasi.
2. Bagi pembaca dapat mengetahui dan memahami mengenai
keperawatan gawat darurat tentang abortus
D. MANFAAT
Manfaat disusun makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk Mahasiswa
a. Menambah pengetahuan tentang aborsi
b. Mengembangkan kreatifitas dan bakat penulis.
c. Menilai sejauh mana penulis memahami teori yang sudah di dapati.
2. Untuk Institusi Stikes Zainul Hasan Genggong
a. Makalah ini dapat menjadi audit internal kualitas pengajar.
b. Sebagai tambahan informasi dan bahan kepustakaan dalam
pemberian materi tentang abortus
3. Untuk pembaca
Pembaca dapat mengetahui, memahami dan menguasai tentang abortus.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum
janin dapat hidup luar kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang
dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram (Prawirohardjo,
dalam eri puji 2018).
B. Klasifikasi
Menurut terjadinya, (Prawirohardjo dalam wahyu zikri 2017)
membagi abortus menjadi tiga jenis yaitu:
1. Abortus provokatus
2. Abortus terapeutik
3. Abortus Spontan, terbagi menjadi :
a. Abortus Imminens
Vagina bercak atau perdarahan yang lebih berat umumnya
terjadi selama kehamilan awal dan dapat berlangsung selama
beberapa hari atau minggu serta dapa mempengaruhi satu dari
empat atau lima wanita hamil. Secara keseluruhan, sekitar setengah
dari kehamilan ini akan berakhir dengan abortus. Abortus iminens
3
didiagnosa bila seseorang wanita hamil kurang daripada 20 minggu
mengeluarkan darah sedikit pada vagina.
b. Abortus insipiens
Abortus insipiens didiagnosis apabila pada wanita hamil
ditemukan perdarahan banyak, kadang-kadang keluar gumpalan
darah yang disertai nyeri karena kontraksi rahim kuat dan
ditemukan adanya dilatasi serviks sehingga jari pemeriksa dapat
masuk dan ketuban dapat teraba.
c. Abortus inkomplit
Abortus inkompletus didiagnosis apabila sebagian dari hasil
konsepsi telah lahir atau teraba pada vagina, tetapi sebagian
tertinggal (biasanya jaringan plasenta). Perdarahan biasanya terus
berlangsung, banyak, dan membahayakan ibu. Sering serviks tetap
terbuka karena masih ada benda di dalam rahim yang dianggap
sebagai benda asing (corpus alienum). Oleh karena itu, uterus akan
berusaha mengeluarkannya dengan mengadakan kontraksi
sehingga ibu merasakan nyeri, namun tidak sehebat pada abortus
insipiens (Kemenkes RI, 2019).
d. Abortus komplit
Jika hasil konsepsi lahir dengan lengkap, maka disebut
abortus komplet. Pada keadaan ini kuretasi tidak perlu dilakukan.
Pada abortus kompletus, perdarahan segera berkurang setelah isi
rahim dikeluarkan dan selambat-lambatnya dalam 10 hari
perdarahan berhenti sama sekali karena dalam masa ini luka rahim
telah sembuh dan epitelisasi telah selesai. Serviks juga dengan
segera menutup kembali. Kalau 10 hari setelah abortus masih ada
perdarahan juga, abortus inkompletus atau endometritis pasca
abortus harus dipikirkan (Kemenkes RI, 2019)
e. Missed abortion
Abortus tertunda adalah keadaan dimana janin sudah mati,
tetapi tetap berada dalam rahim dan tidak dikeluarkan selama 2
bulan atau lebih. Pada abortus tertunda akan di jumpai amenorea,
4
yaitu perdarahan sedikit-sedikit yang berulang pada permulaannya,
serta selama observasi fundus tidak bertambah tinggi, malahan
tambah rendah. Pada pemeriksaan dalam, serviks tertutup dan ada
darah sedikit (Kemenkes RI, 2019).
f. Abortus habitualis
Anomali kromosom parental, gangguan trombofilik pada
ibu hamil, dan kelainan struktural uterus merupakan penyebab
langsung pada abortus habitualis. Abortus habitualis merupakan
abortus yang terjadi tiga kali berturut-turut atau lebih. Etiologi
abortus ini adalah kelainan dari ovum atau spermatozoa, dimana
sekiranya terjadipembuahan, hasilnya adalah patologis. Selain itu,
disfungsi tiroid, kesalahan korpus luteum dan kesalahan plasenta
yaitu tidak sanggupnya plasenta menghasilkan progesterone
sesudah korpu luteum atrofis juga merupakan etiologi dari abortus
habitualis (Kemenkes RI, 2019).
g. Abortus Septik
Abortus septik adalah keguguran disertai infeksi berat
dengan penyebaran kuman atau toksinnya ke dalam peredaran
darah atau peritoneum. Hal ini sering ditemukan pada abortus
inkompletus atau abortus buatan, terutama yang kriminalis tanpa
memperhatikan syarat-syarat asepsis dan antisepsis. Antara bakteri
yang dapat menyebabkan abortus septik adalah seperti Escherichia
coli, Enterobacter aerogenes Proteus vulgaris (Kemenkes RI, 2019)
C. Etiologi
Penyebab abortus terbanyak diantaranya adalah sebagai berikut
(Lumbanraja, 2017) :
1. Faktor genetik (kelainan kromosom janin)
2. Kelainan kongenital uterus seperti anomali duktus mulleri, septum
uterus, uterus bikornis, inkompetensi serviks uterus, mioma uteri,
sindroma asherman
3. Autoimun
5
4. Defek fase luteal berupa faktor endokrin eksternal, antibodi antitiroid
hormon, sintesis LH yang tinggi
5. Infeksi
6. Hematologik
7. Lingkungan
D. Patofisiologi
Kebanyakan abortus spontan terjadi segera setelah kematian janin
yang kemudian diikuti dengan perdarahan ke dalam desidua basalis, lalu
terjadi perubahan-perubahan nekrotik pada daerah implantasi, infiltrasi
sel-sel peradangan akut, dan akhirnya perdarahan per vaginam. Buah
kehamilan terlepas seluruhnya atau sebagian yang diinterpretasikan
sebagai benda asing dalam rongga rahim. Hal ini menyebabkan kontraksi
uterus dimulai, dan segera setelah itu terjadi pendorongan benda asing itu
keluar rongga rahim (ekspulsi). Perlu ditekankan bahwa pada abortus
spontan, kematian embrio biasanya terjadi paling lama dua minggu
sebelum perdarahan. Oleh karena itu, pengobatan untuk mempertahankan
janin tidak layak dilakukan jika telah terjadi perdarahan banyak karena
abortus tidak dapat dihindari.
Sebelum minggu ke-10, hasil konsepsi biasanya dikeluarkan
dengan lengkap. Hal ini disebabkan sebelum minggu ke-10 vili korialis
belum menanamkan diri dengan erat ke dalam desidua hingga telur mudah
terlepas keseluruhannya. Antara minggu ke-10 hingga minggu ke-12
korion tumbuh dengan cepat dan hubungan vili korialis dengan
desiduamakin erat hingga mulai saat tersebut sering sisa-sisa korion
(plasenta) tertinggal kalau terjadi abortus (Lumbanraja, 2017).
E. Manifestasi Klinis
1. Abortus Iminens
a. Terdapat keterlambatan datang bulan
b. Terdapat perdarahan, disertai sakit perut atau mules
6
c. Pada pemeriksaan dijumpai besarnya rahim sama dengan umur
kehamilan dan terjadi kontraksi otot rahim, servikalis dan kanalis
servikalis masih tertutup
d. Dapat dirasakan konraksi otot rahim, hasil pemeriksaan tes
kehamilan masih positif
2. Abortus Insipens
a. Perdarahan lebih banyak
b. Perut mules atau sakit yang lebih hebat pada pemeriksaan dijumpai
perdarahan lebih banyak
c. Kanalis servikalis terbuka dan jaringan atau hasil konsepsi dapat
diraba
3. Abortus Inkomplet
a. Perdarahan memanjang, sampai terjadi keadaan anemis
b. Perdarahan mendadak banyak menimbulkan keadaan gawat
c. Terjadi infeksi ditandai dengan suhu tinggi
d. Dapat terjadi degenerasi ganas atau kario karsinoma
4. Abortus Komplet
a. Uterus telah mengecil
b. Perdarahan sedikit
c. Canalis servikalis telah tertutup
5. Missed Abortion
a. Rahim tidak membesar, malah mengecil karena aborsi air ketuban
dan maserasi janin
b. Buah dada mengecil kembali.
7
darah yang di pompa jantung berkurang sehingga bagian tubuh lainnya
tidak mendapat pergantian asupan nutrisi dan oksigen untuk bertahan
hidup.
PENATALAKSANAAN KEGAWATDARURATAN
1. Pengkajian Airway
Tindakan pertama kali yang harus dilakukan adalah memeriksa
responsivitas pasien dengan mengajak pasien berbicara untuk
memastikan ada atau tidaknya sumbatan jalan nafas.Seorang pasien
yang dapat berbicara dengan jelas maka jalan nafas pasien terbuka.
Pasien yang tidak sadar mungkin memerlukan bantuan airway dan
ventilasi. Tulang belakang leher harus dilindungi selama intubasi
endotrakeal jika dicurigai terjadi cedera pada kepala, leher atau
dada.Obstruksi jalan nafas paling sering disebabkan oleh obstruksi
lidah pada kondisi pasien tidak sadar.Yang perlu diperhatikan dalam
pengkajian airway pada pasien antara lain :
8
5) Trauma wajah
d) Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas pasien
terbuka.
e) Lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak perlu pada
pasien yang berisiko untuk mengalami cedera tulang belakang.
f) Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas
pasien sesuai indikasi:
1) Chin lift/jaw thrust
2) Lakukan suction (jika tersedia)
3) Oropharyngeal airway/nasopharyngeal airway, Laryngeal
Mask Airway
4) Lakukan intubasi
9
b) Buka dada pasien dan observasi pergerakan dinding dada pasien
jika perlu.
c) Tentukan laju dan tingkat kedalaman nafas pasien; kaji lebih lanjut
mengenai karakter dan kualitas pernafasan pasien.
d) Penilaian kembali status mental pasien.
e) Dapatkan bacaan pulse oksimetri jika diperlukan
3. Pengkajian Circulation
Shock didefinisikan sebagai tidak adekuatnya perfusi organ dan
oksigenasi jaringan.Hipovolemia adalah penyebab syok paling umum
pada trauma. Diagnosis shock didasarkan pada temuan klinis:
hipotensi, takikardia, takipnea, hipotermia, pucat, ekstremitas dingin,
penurunan capillary refill, dan penurunan produksi urin. Oleh karena
itu, dengan adanya tanda-tanda hipotensi merupakan salah satu alasan
yang cukup aman untuk mengasumsikan telah terjadi perdarahan dan
langsung mengarahkan tim untuk melakukan upaya menghentikan
pendarahan. Penyebab lain yang mungkin membutuhkan perhatian
segera adalah: tension pneumothorax, cardiac tamponade, cardiac,
spinal shock dan anaphylaxis. Semua perdarahan eksternal yang nyata
harus diidentifikasi melalui paparan pada pasien secara memadai dan
10
dikelola dengan baik. Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap
status sirkulasi pasien, antara lain:
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
a. Darah Lengkap
Kadar hemoglobin rendah akibat anemia hemoragik;
LED dan jumlah leukosit meningkat tanpa adanya infeksi.
b. Tes Kehamilan
Terjadi penurunan atau level plasma yang rendah dari β-hCG
secara prediktif. Hasil positif menunjukkan terjadinya
kehamilan abnormal (blighted ovum, abortus spontan atau
kehamilan ektopik).
11
2. Pemeriksaaan Doppler atau USG untuk menentukan apakah
janin masih hidup
3. Pemeriksaan kadar fibrinogen darah pada missed abortion
4. Pemeriksaan ginekologi:
a. Inspeksi Vulva: perdarahan pervaginam ada atau tidak
jaringan hasil konsepsi, tercium bau busuk dari vulva
b. Inspekulo: perdarahan dari cavum uteri, osteum uteri terbuka
atau sudah tertutup, ada atau tidak jaringan keluar dari ostium,
ada atau tidak cairan atau jaringan berbau busuk dari ostium.
c. Colok vagina: porsio masih terbuka atau sudah tertutup, teraba
atau tidak jaringan dalam cavum uteri, besar uterus sesuai atau
lebih kecil dari usia kehamilan, tidak nyeri saat porsio
digoyang, tidak nyeri pada perabaan adneksa, cavum douglas
tidak menonjol dan tidak nyeri (Dr. Ratna, 2018).
H. Penatalaksanaan
Tatalaksana Umum (Dr. Ratna, 2018).
1. Lakukan penilaian secara cepat mengenai keadaan umum ibu
termasuk tanda-tanda vital (nadi, tekanan darah, pernapasan, suhu).
2. Periksa tanda-tanda shock (akral dingin, pucat, takikardi, tekanan
sistolik <90 mmHg). Jika terdapat shock, lakukan tatalaksana awal
shock. Jika tidak terlihat tanda-tanda shock, tetap pikirkan
kemungkinan tersebut saat penolong melakukan evaluasi mengenai
kondisi ibu karena kondisinya dapat memburuk dengan cepat.
3. Bila terdapat tanda-tanda sepsis atau dugaan abortus dengan
komplikasi, berikan kombinasi antibiotika sampai ibu bebas
demam untuk 48 jam:
a. Ampicillin 2 g IV/IM kemudian 1 g diberikan setiap 6 jam
b. Gentamicin 5 mg/kgBB IV setiap 24 jam
c. Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam
4. Segera rujuk ibu ke rumah sakit
12
5. Semua ibu yang mengalami abortus perlu mendapat dukungan
emosional dan konseling kontrasepsi pasca keguguran.
6. Lakukan tatalaksana selanjutnya sesuai jenis abortus.
Tatalaksana Khusus :
1. Abortus Imminens
a. Pertahankan kehamilan.
b. Tidak perlu pengobatan khusus.
c. Jangan melakukan aktivitas fisik berlebihan atau hubungan
seksual.
d. Jika perdarahan berhenti, pantau kondisi ibu selanjutnya pada
pemeriksaan antenatal termasuk pemantauan kadar Hb dan USG
panggul serial setiap 4 minggu. Lakukan penilaian ulang bila
perdarahan terjadi lagi.
e. Jika perdarahan tidak berhenti, nilai kondisi janin dengan USG.
Nilai kemungkinan adanya penyebab lain.
2. Abortus Insipiens
a. Bila ada tanda-tanda syok maka atasi dulu dengan pemberian
cairan dan transfusi darah.
b. Pada kehamilan kurang dari 12 minggu, yang biasanya disertai
perdarahan, tangani dengan pengosongan uterus memakai kuret
vakum atau cunam abortus, disusul dengan kerokan memakai
kuret tajam. Suntikkan ergometrin 0,5 mg intramuskular.
c. Pada kehamilan lebih dari 12 minggu, berikan infus oksitosin 10
IU dalam dekstrose 5% 500 ml dimulai 8 tetes per menit dan
naikkan sesuai kontraksi uterus sampai terjadi abortus komplet.
d. Bila janin sudah keluar, tetapi plasenta masih tertinggal, lakukan
pengeluaran plasenta secara digital yang dapat disusul dengan
kerokan.
e. Memberi antibiotik sebagai profilaksis.
3. Abortus Inkomplit
a. Lakukan konseling.
13
b. Jika perdarahan ringan atau sedang dan kehamilan usia kehamilan
kurang dari 16 minggu, gunakan jari atau forsep cincin untuk
mengeluarkan hasil konsepsi yang mencuat dari serviks.
c. Jika perdarahan berat dan usia kehamilan kurang dari 16 minggu,
lakukan evakuasi isi uterus. Aspirasi vakum manual (AVM). Kuret
tajam sebaiknya hanya dilakukan bila AVM tidak tersedia. Jika
evakuasi tidak dapat segera dilakukan, berikan ergometrin 0,2 mg
IM (dapat diulang 15 menit kemudian bila perlu).
14
b. Jika usia kehamilan <12 minggu: evakuasi dengan AVM atau
sendok kuret.
c. Jika usia kehamilan >12 minggu namun <16 minggu: pastikan
serviks terbuka, bila perlu lakukan pematangan serviks sebelum
dilakukan dilatasi dan kuretase. Lakukan evakuasi dengan tang
abortus dan sendok kuret
d. Jika usia kehamilan 16-22 minggu: lakukan pematangan serviks.
Lakukan evakuasi dengan infus oksitosin 20 unitdalam 500 ml
NaCl 0,9% atau Ringer laktat dengan kecepatan 40 tpm hingga
terjadi ekspulsi hasil konsepsi. Bila dalam 24 jam evakuasi tidak
terjadi, evaluasi kembali sebelum merencanakan evakuasi lebih
lanjut.
e. Lakukan evaluasi tanda vital pasca tindakan setiap 30 menit
selama 2 jam. Bila kondisi ibu baik, pindahkan ibu ke ruang
rawat.
f. Lakukan pemeriksaan jaringan secara makroskopik dan kirimkan
untuk pemeriksaan patologi ke laboratorium.
g. Lakukan evaluasi tanda vital, perdarahan pervaginam, tanda akut
abdomen, dan produksi urin setiap 6 jam selama 24 jam. Periksa
kadar hemoglobin setelah 24 jam. Bila hasil pemantauan baik dan
kadar Hb >8 g/dl, ibu dapat diperbolehkan pulang.
15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Abortus sebagai pengakhiran kehamilan sebelum masa gestasi 28 minggu
atau sebelum janin mencapai berat 1000 gram.Abortus adalah keluarnya janin
sebelum mencapai viabilitas.Dimana masa getasi belum mencapai 22 minggu
dan beratnya kurang dari 500gr.
B. Saran
Demikian isi makalah ini, kami sangat menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari kata sempurna dan banyak kekurangan baik dari segi
bentuk maupun materi yang kami uraikan.Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca untuk
memperbaiki makalah selanjutnya.
16
DAFTAR PUSTAKA
Nur D. Ssit. M.Kes, Dr. Yuni. Sst. Mph, Dwiana Estiwidani, Sst, Mph. 2018.
Modul Praktik Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal Neonatal.
Yogyakarta: Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes
Dr. Ratna D, Dr. Arif Y. Buku Ajar Perdarahan Pada Kehamilan Trimester 1.
2018. Lampung: Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
Morgan, geri & Carole hamilton. 2009. Obstetri & Ginekologi. Jakarta : EGC.
17