Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN ABORTUS

Oleh :
NI PUTU CHYNTHIA PURNA DEWI
NIM : 219012785
KELAS : B13-B

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI
DENPASAR
2022
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ABORTUS

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi/ Pengertian
a. Abortus (keguguran) merupakan pengeluaran hasil konsepsi
sebelum janin dapat hidup diluar kandungan yang menurut para ahli
ada sebelum usia 16 minggu dan 28 minggu dan memiliki BB 400-
1000 gram, tetapi jika tidak terdapat fetus hidup dibawah 400 gram
itu dianggap keajaiban karena semakin tinggi BB anak waktu lahir
makin besar kemungkinan untuk hidup terus (Nurarif, 2015)
b. Abortus adalah ancaman atau hasil pengeluaran konsepsi pada usia
kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500
gram, sebelum janin mampu hidup di luar kandungan (Nugroho,
2010).
c. Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum
janin dapat hidup di luar kandungan. WHO IMPAC menetapkan
batas usia kehamilan kurang dari 22 minggu, namun beberapa acuan
terbaru menetapkan batas usia kehamilan kurang dari 20 minggu
atau berat janin kurang dari 500 gram.
Berdasarkan pengertian dari beberapa ahli diatas dapat disimpulkan
bahwa abortus adalah berakhirnya kehamilan yang ditandai dengan
keluarnya hasil konsepsi pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu.

2. Epidemiologi/ Insiden Penyakit


Data dari beberapa Negara memperkirakan bahwa antara 10 % dan
15% yang terdiagnosis secara klinis berakhir dengan abortus. Abortus
lebih sering terjadi pada wanita berusia diatas 30 tahun dan meningkat
pada usia 35 tahun. Frekuensi meningkat bersamaan dengan
meningkatnya angka graviditas: 6% kehamilan pertama atau kedua
berakhir dengan abortus; angka ini menjadi 16% pada kehamilan ketiga
dan seterusnya. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
memperkirakan di seluruh dunia lebih dari 585.000 ibu meninggal tiap
tahun saat hamil atau bersalin. Artinya setiap menit ada satu perempuan
yang meninggal. Dilihat dari data WHO persentase kemungkinan
terjadinya abortus cukup tinggi sekitar 15%-40% angka kejadian,
diketahui pada ibu yang sudah dinyatakan positif hamil dan 60%-75%
angka abortus terjadi sebelum usia kehamilan 12 minggu.
Abortus di Indonesia masih cukup tinggi dibanding dengan Negara
negara maju di dunia, yakni 2,3 juta abortus per tahun. Sulit untuk
mengidentifikasi dengan tepat seberapa sering keguguran terjadi. Di
Indonesia, diperkirakan ada 5 juta kehamilan per-tahun, dengan
demikian setiap tahun terdapat 500.000-750.000 janin yang mengalami
abortus spontan Di Indonesia, diperkirakan sekitar 2 - 2,5 % juga
mengalami keguguran setiap tahun, sehingga secara nyata dapat
menurunkan angka kelahiran menjadi 1,7 % pertahunnya (Manuaba,
2010). Menurut Survei Demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI)
tahun 2012, rata-rata angka kematian ibu (AKI) tercatat mencapai 359
per 100 ribu kelahiran hidup.
Abortus spontan adalah setiap kehamilan yang berakhir secara
spontan sebelum janin dapat bertahan. Organisasi Kesehatan Dunia
mendefinisikan sebagai embrio atau janin seberat 500 gram atau kurang,
yang biasanya sesuai dengan usia janin (usia kehamilan) dari 20 hingga
22 minggu atau kurang. Abortus spontan terjadi sekitar 15% sampai 20%
dari seluruh kehamilan yang diakui, dan biasanya terjadi sebelum
minggu ke 13 kehamilan. Penelitian telah mampu menunjukan bahwa
sekitar 60% sampai 70% dari seluruh kehamilan (diakui dan tidak diakui)
hilang. Karena terjadi begitu awal, abortus spontan terjadi tanpa
diketahui wanita tersebut pernah hamil.
Dari abortus spontan yang terjadi sebelum minggu kedelapan, 30%
janin tidak berhubungan dengan plasenta yang abnormal. Kelainan
kromosom merupakan penyebab paling sedikit separuh dari kasus
abortus dini ini, selain itu banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya
abortus antara lain : paritas, umur ibu, umur kehamilan, kehamilan tidak
diinginkan, kebiasaan buruk selama hamil, serta riwayat keguguran
sebelumnya. Frekuensi abortus yang secara klinis terdeteksi meningkat
dari 12 % pada wanita berusia kurang dari 20 tahun, menjadi 26 % pada
wanita berumur 40 tahun sehingga kejadian perdarahan spontan lebih
berisiko pada ibu dibawah usia 20 tahun dan diatas 35 tahun. Penyebab
abortus sendiri bisa berasal dari faktor janin, faktor maternal, maupun
faktor eksternal. Lebih dari 80% abortus terjadi pada 12 minggu pertama,
dan setengahnya disebabkan anomali kromosom. Setelah trimester
pertama, insidensi abortus dan insidensi anomali kromosom menurun.
Resiko abortus spontan meningkat seiring dengan paritas serta usia ibu
dan ayah. Frekuensi abortus yang secara klinis terdeteksi meningkat dari
12% wanita berusia kurang dari 20 tahun menjadi 26% pada mereka
yang usianya lebih dari 40 tahun. Untuk usia ayah yang sama
peningkatannya adalah dari 12 sampai 20%. Diduga makin tinggi usia
makin tinggi kelainan pada kromosom ovarium.

3. Penyebab/ Faktor Predisposisi


Hal-hal yang dapat menyebabkan Abortus adalah sebagai berikut:
a. Kelainan ovum
 Ovum patologis
 Kelainan letak embrio
 Plasenta yang abnormal
b. Gangguan sirkulasi plasenta
c. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi
Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi yang dapat mengakibatkan
kematian dan atau dilahirkannya hasil konsepsi dalam keadaan
cacat. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan kelainan hasil
konsepsi adalah:
1) Kelainan kromosom
Gangguan terjadi sejak semula pertemuan kromosom, termasuk
kromosom seks.
2) Lingkungan kurang sempurna
Bila lingkungan di endometrium yang terdapat di sekitar
implantasi kurang sempurna karena belum siap untuk menerima
implantasi hasil konsepsi sehingga pemberian zat-zat makanan
pada hasil konsepsi akan terganggu. Gizi ibu hamil yang kurang
karena anemia dan terlalu pendek jarak kehamilan.
3) Pengaruh dari luar
Radiasi yang mengenai ibu, virus, obat-obatan yang digunakan
ibu dapat mempengaruhi baik hasil konsepsi maupun lingkungan
hidupnya di dalam uterus.
d. Kelainan pada plasenta
Infeksi pada plasenta dengan berbagai sebab sehingga plasenta tidak
dapat berfungsi. Gangguan pembuluh darah plasenta, diantaranya
pada ibu yang menderita Diabetes Melitus, penyakit hipertensi
menahun, toxemia gravidarum dan lain-lain.
e. Penyakit ibu
Penyakit infeksi yang dapat menyebabkan demam tinggi,
pneumonia, thypoid, rubella yang dapat menyebabkan Abortus.
Toksin, bakteri, virus/plasmodium dapat melalui plasenta masuk ke
janin sehingga menyebabkan kematian janin, kemudian terjadi
Abortus.
f. Kelainan traktus genitalis
Seperti retroversi uteri, mioma uteri atau kelainan bawaan uterus
yang dapat menyebabkan abortus. Penyebab lain dari abortus dalam
trimester II adalah servik inkompeten yang disebabkan kelemahan
bawaan servik, dilatasi serviks berlebihan dan atau robekan serviks
yang tidak dijahit.

4. Patofisiologi
Pada awal abortus terjadi perdarahan desidua basalis diikuti
nekrosis jaringan sekitar menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan
dianggap benda asing dalam uterus. Kemudian uterus berkontraksi untuk
mengeluarkan benda asing tersebut. Pada kehamilan kurang dari 8
minggu vili korialis belum menenmbus desidua secara dalam, jadi hasil
konsepsi dapat dikeluarkan seluruhnya. Pada kehamilan 8-4 minggu
penembusan sudah lebih dalam hingga plasenta tidak dilepaskan secara
sempurna dan menimbulkan banyak perdarahan. Pada kehamilan lebih
dari 14 mingu janin dikeluarkan lebih dahulu dari pada plasenta. Hasil
konsepsi keluar dalam berbagai bentuk seperti kantong kosong amnion
atau benda kecil yang tak jelas bentuknya (blighted ovum). Janin lahir
mati atau janin lahir hidup. Apabila janin yang mati tidak dikeluarkan
dalam waktu singkat, maka ia dapat diliputi oleh lapisan bekuan darah.
Ini uterus dinamakan mola krenta. Bentuk ini menjadi mola karnosa
apabila pigmen darah telah diserap dalam sisinya terjadi organisasi,
sehingga semuanya tampak seperti daging. Bentuk lain adalah mola
tuberose dalam hal ini amniom tampak berbenjol-benjol karena terjadi
hematoma antara amnion dan khorion.
Pada janin yang telah meninggal dan tidak dikeluarkan dapat
terjadi proses modifikasi janin mengering dan karena cairan amnion
menjadi kurang oleh sebab diserap. Ia menjadi agak gepeng (fetus
kompresus). Dalam tingkat lebih lanjut ia menjadi tipis seperti kertas
pigmenperkamen. Kemungkinan lain pada janin mati yang tidak lekas
dikeluarkan ialah terjadinya maserasi, kulterklapas, tengkorak menjadi
lembek, perut membesar karena terasa cairan dan seluruh janin berwarna
kemerah-merahan (Prawirohardjo, 2010).
5. Pathway

Faktor kromosom, lingkungan sekitar tempat implantasi kurang sempurna, kelainan pada plasenta

Kegagalan invasi sel tropoblash ke arteri spinalis

Arteri Spinalis tidak dapat melebar dengan sempurna

Terjadi peningkatan tekanan pada pembuluh darah

Robekan pada desidua basalis


Sebagian hasil
Perdarahan dalam desidua basalis konsepsi
tertinggsl di dalam
uterus

Nekrosis sebagian jaringan


Insuvisiensi Dilakukan
suplai darah ke kuretase
plasenta Hasil konsepsi sebagian terlepas

Dianggap benda asing di dalam ulkus Terjadinya


Kegagalan
Perlukaan
fungsi plasenta

Peningkatan kontraksi uterus NYERI AKUT


RESIKO INFEKSI
Pelepasan untuk pengeluaran benda asing
subtansi plasenta
Dilatasi serviks

NYERI AKUT Ostinum internum serviks


terbuka

Pengeluaran hasil
konsepsi (abortus)

RESIKO PERDARAHAN

Penurunan jumlah
eritrosit

Anemia
6. Klasifikasi
Klasifikasi abortus dapat dibagi atas dua golongan:
a. Abortus Spontan
Menurut Nurarif (2015), abortus spontan adalah abortus yang terjadi
dengan tidak didahului faktor-faktor mekanis ataupun medisinalis
semata-mata disebebkan secara alamiah tanpa intervensi dari luar
(buatan) untuk mengakhiri kehamilan tersebut.
Berdasarkan gambaran kliniknya, abortus spontan dapat dibagi
menjadi:
1) Abortus Imminens adalah peristiwa terjadinya perdarahan dari
uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu, dimana hasil
konsepsi masih dalam uterus dan tanpa adanya dilatasi serviks.
2) Abortus Insipiens adalah peristiwa perdarahan dari uterus pada
kehamilan sebelum 20 minggu, dengan adanya dilatasi serviks
uteri yang meningkat tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus.
3) Abortus Inkomplit adalah peristiwa pengeluaran hasil konsepsi
pada kehamilan sebelum 20 minggu dan masih ada sisa
tertinggal di dalam uterus.
4) Abortus Komplit adalah peristiwa perdarahan pada kehamilan
muda dimana seluruh hasil konsepsi telah dikeluarkan dari
cavum uteri.
5) Abortus Habitualis adalah abortus spontan yang terjadi tiga kali
atau lebih berturut-turut.
6) Missed Abortion adalah kematian janin sebelum berusia 20
minggu, tetapi janin mati itu tidak dikeluarkan selama 8 minggu
atau lebih.
7) Abortus Infeksius dan Abortus Septik adalah keguguran yang
disertai infeksi genetalia. Abortus septik adalah keguguran
disertai infeksi berat dengan penyebaran kuman atau toksinnya
ke dalam peredaran darah atau peritoneum.
b. Abortus Provokatus (Induced Abortion)
Abortus Provokatus merupakan abortus yang disengaja dilakukan
dengan memakai obat-obatan maupun alat-alat. Abortus ini terbagi
menjadi:
1) Abortus Medisinalis
Abortus Medisinalis adalah abortus karena tindakan kita sendiri,
dengan alasan apabila kehamilan dilanjutkan dapat
membahayakan jiwa ibu.
2) Abortus Kriminalis
Abortus Kriminalis adalah abortus yang terjadi oleh karena
tindakan yang tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis
dan biasanya dilakukan secara sembunyi - sembunyi oleh tenaga
tradisional.

7. Gejala Klinis
a. Terlambat haid atau amenhore kurang dari 20 minggu.
b. Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum tampak lemah atau
kesadaran menurun, tekanan darah normal atau menurun, denyut
nadi normal atau cepat dan kecil, suhu badan normal atau
meningkat.
c. Terdapat perdarahan pervaginam, mungkin disertai keluarnya
jaringan hasil konsepsi.
d. Rasa mulas atau kram perut di daerah simfisis sering disertai nyeri
pinggang akibat kontraksi uterus.
e. Perdarahan yang banyak atau sedikit serta memanjang serta sampai
terjadi keadaan anemis dan perdarahan mendadak banyak
menimbulkan keadaan gawat.

8. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan dengan melakukan pemeriksaan ginekologi
a. Inspeksi vulva : perdarahan pervaginam, ada atau tidak jaringan
hasil konsepsi, tercium atau tidak bau busuk dari vulva.
b. Inspekulo : perdarahan dari kavum uteri, ostium uteri terbuka atau
sudah tertutup, ada atau tidak jaringan keluar dari ostium, ada atau
tidak cairan atau jaringan berbau busuk dari ostium.
c. Vaginal toucher: porsio masih terbuka atau sudah tertutup, teraba
atau tidak jaringan dalam kavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih
kecil dari usia kehamilan, tidak nyeri saat porsio digoyang, tidak
nyeri pada perabaan adneksa, kavum douglasi tidak menonjol dan
tidak nyeri.

9. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
Menurut Nurarif (2015), adapun pemeriksaan diagnosik/ penunjang yang
dapat dilakukan adalah:
a. Tes kehamilan : pemeriksaan HCG, positif bila janin masih hidup,
bahkan 2-3 minggu setelah abortus.
b. Pemeriksaan Doppler atau USG : untuk menentukan apakah janin
masih hidup.
c. Histerosalfingografi, untuk mengetahui ada tidaknya mioma uterus
submukosa dan anomal kongenital.
d. BMR dan kadar urium darah diukur untuk mengetahui apakah ada
atau tidak gangguan glandula thyroidea.
e. Pemeriksaan kadar hemoglobin cenderung menurun akibat
perdarahan.

10. Therapy/ Tindakan Penanganan


Penanganan abortus Inkomplitus adalah sebagai berikut:
a. Jika perdarahan tidak seberapa banyak dan kehamilan kurang dari 16
minggu evakuasi dapat dilakukan secara digital atau dengan cunam
ovum untuk mengeluarkan hasil konsepsi. Jika perdarahan berhenti,
beri ergometrin 0,2 mg IM atau misoprostol 400 mg per oral.
b. Jika perdarahan banyak atau terus berlangsung dan usia kehamilan
kurang dari 16 minggu, evakuasi sisa hasil konsepsi dengan:
1) Aspirasi Vakum Manual (AVM) merupakan metode evaluasi
yang terpilih. Evaluasi dengan kuret tajam sebaiknya hanya
dilakukan jika AVM tidak tersedia.
2) Jika evakuasi belum dapat dilakukan segera, beri ergometrin 0,2
mg IM atau Misoprostol 400 mg per oral (dapat diulang sesudah
4 jam jika perlu).
c. Jika kehamilan lebih dari 6 minggu :
1) Berikan infus oksitosin 20 unit dalam 500 ml cairan IV (garam
fisiologis atau larutan Ringer Laktat) dengan kecepatan 40
tetes/menit sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi.
2) Jika perlu berikan misoprostol 200 mg per vaginam setiap 4 jam
sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi (maksimal 800 mg).
3) Evakuasi hasil konsepsi yang tertinggal dalam uterus.
d. Terapi abortus dengan kuretase
Kuretase adalah cara membersihkan hasil konsepsi dengan alat
kuterase (sendok kerokan). Sebelum melakukan kuretase, penolong
harus melakukan pemeriksaan dalam untuk menentukan letak uterus,
keadaan serviks dan besarnya uterus:
1) Persiapan sebelum kuretase
a) Persiapan penderita
b) Lakukanlah pemeriksaan dalam: tekanan darah, nadi,
keadaan jantung dan paru-paru.
c) Pasang infus.
d) Persiapan alat-alat kuretase
Alat-alat kuretase hendaknya telah tersedia dalam bak alat
dalam keadaan aseptic.
e) Penderita ditidurkan dalam posisi litotomi
f) Persiapan anastesi regional
2) Teknik kuretase
a) Persiapan pasien
b) Lakukan pemeriksaan tanda-tanda vital
c) Pasang infus
d) Tentukan letak Rahim yaitu dengan melakukan
pemeriksaan dalam, alat-alat yang umumnya dipakai
biasanya terbuat dari alat-alat metal. Alat yang akan
dimasukkan harus disesuaikan dengan letak Rahim
sehingga tidak terjadi salah arah.
e) Penduga Rahim (sandage), masukkanlah penduga Rahim
sesuai dengan letak Rahim dan tentukan panjang atau
dalamnya penduga Rahim.
f) Kuretase, pakailah sendok kuterase yang agak besar.
Memasukkannya bukan dengan dengan kekuatan dan
melakukan kerokan biasanya mulailah dibagian tengah.
Pakailah sendok kuretase yang tajam karena pada dinding
Rahim dalam.
g) Cunan abortus, pada abortus inkomplit dimana sudah
kelihatan jaringan, pakailah cuman abortus untuk
mengeluarkannya yang biasanya diikuti oleh jaringan lain.
Dengan demikian sendok kuretase dapat dipakai untuk
membersihkan sisa-sisa yang ketinggalan saja.
3) Perawatan pasca tindakan kuterase
a) Periksa kembali tanda vital klien, segera lakukan tindakan
dan beri instruksi apabila terjadi kelainan dan komplikasi.
b) Catat kondisi dan buat laporan tindakan.
c) Buat instruksi pengobatan lanjutan dan pemantauan kondisi
klien.
d) Beritahu kepada klien dan keluarganya bahwa tindakan
telah selesai dilakukan tetapi klien masih memerlukan
perawatan.
e) Jelaskan pada petugas jenis perawatan yang masih
diperlukan, lama perawatan, dan konsisi yang diharapkan.
f) Kaji dan control nyeri post tindakan invasif.
11. Komplikasi
Menurut Nurarif (2015), adapun komplikasi yang dapat terjadi apa
pasien dengan abortus adalah:
a. Perdarahan (hemorrhage)
b. Perforasi
Sering terjadi diwaktu dilatasi dan kuratase yang dilakukan oleh
tenagayang tidak ahli seperti bidan dan dukun
c. Infeksi dan Tetanus
d. Syok
Syok karena perdarahan banyak dan infeksi berat atau sepsis
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Data Subyektif
Data subyektif adalah data yang didapat dari klien sebagai suatu
pendapat terhadap suatu situasi data kejadian, yang meliputi:
1) Identitas Klien
Identitas klien meliputi : nama, umur, agama, suku/bangsa,
pendidikan, pekerjaan, dan alamat.
2) Keluhan utama
Keluhan utama dikaji untuk mengetahui tanda dan gejala yang
berhubungan dengan Abortus Inkomplitus dan untuk keperluan
penegakkan diagnosa dari Abortus Inkomplitus. Adapun keluhan
yang berhubungan dengan Abortus Inkomplitus adalah kram
pada perut bagian bawah dan perdarahan sedang hingga banyak
yang keluar dari jalan lahir.
3) Riwayat penyakit
a) Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat kesehatan sekarang yaitu untuk mengetahui
penyakit yang di derita ibu sekarang ini atau untuk
mengetahui penyakit lain yang bisa memperberat keadaan
ibu.
b) Riwayat kesehatan yang lalu
Riwayat kesehatan yang lalu perlu dikaji untuk mengetahui
apakah klien pernah mempunyai riwayat penyakit jantung,
asma, ginjal, TB paru, hipertensi dan DM pada kesehatan
yang lalu.
c) Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat kesehatan keluarga dikaji untuk mengetahui
keadaan keluarga yang dapat menjadi faktor penyebab
abortus Inkomplitus yaitu penyakit keturunan seperti DM
dan Hipertensi.
4) Riwayat menstruasi
Riwayat menstruasi dikaji untuk mengetahui menarche, siklus
haid teratur atau tidak, banyaknya darah yang keluar saat haid,
lamanya haid, disertai nyeri atau tidak dan tanyakan tanggal
haid yang masih normal atau hari pertama haid terakhir untuk
mengetahui usia kehamilan.
5) Riwayat pernikahan
Riwayat pernikahan perlu dikaji untuk mengetahui status
perkawinan, jika menikah, apakah ini pernikahannya yang
pertama, apakah pernikahannya “bahagia”, jika belum menikah
apakah terdapat hubungan yang sifatnya mendukung.
6) Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu
a) Riwayat kehamilan
Riwayat kehamilan perlu dikaji untuk mengetahui
sebelumnya pernah hamil atau belum, hasil akhir yang
terjadi, komplikasi muncul atau tidak dan intervensi
dilakukan atau tidak.
b) Riwayat persalinan
Riwayat persalinan dikaji untuk mengetahui persalinan
spontan atau buatan, lahir aterm, preterm, atau post term,
ada perdarahan waktu persalinan atau tidak, ditolong siapa,
dan dimana tempat persalinan.
c) Riwayat nifas
Mengkaji riwayat nifas untuk mengetahui apakah pernah
mengalami perdarahan dan infeksi, bagaimana proses
laktasi dan apakah ada jahitan pada perineum.
d) Riwayat anak
e) Mengkaji riwayat anak yaitu untuk mengetahui jenis
kelamin, jumlah anak, hidup atau mati, berat badan waktu
lahir dan komplikasi yang terjadi pada bayi.
7) Riwayat kehamilan sekarang
Riwayat kehamilan sekarang pada ibu hamil meliputi:
a) Gravida/Para
b) Hari pertama haid terakhir (HPHT), dapat digunakan untuk
mengetahui umur kehamilan.
c) Hari Perkiraan lahir (HPL), dapat digunakan untuk
menentukan hari perkiraan lahir.
d) Ante Natal Care/ANC, dapat digunakan untuk mengetahui
riwayat ANC teratur/tidak, sejak hamil berapa minggu,
tempat ANC dimana dan untuk mengetahui riwayat
kehamilannya, Imunisasi Tetanus Toxoid (TT)
sudah/belum, kapan dan sudah berapa kali.
e) Keluhan, digunakan untuk mengetahui keluhan selama
hamil.
8) Pola pemenuhan kebutuhan sehari-hari
a) Pola Nutrisi
Pola nutrisi dikaji untuk menanyakan ibu hamil apakah
menjalani diet khusus, bagaimana nafsu makannya, jumlah
makanan dan minuman atau cairan yang masuk.
b) Pola Eliminasi
Pola eliminasi dikaji untuk mengetahui berapa kali ibu
BAB dan BAK, adakah kaitannya dengan obstipasi atau
tidak.
c) Pola aktifitas dan istirahat
Pengkajian pada pola aktifitas dan istirahat yaitu untuk
mengetahui aktifitas ibu berlebihan atau tidak, adakah
trauma atau kecelakaan kerja yang dialami ibu hamil karena
hal ini dapat menyebabkan Abortus. Berapa jam ibu tidur
siang dan malam.
d) Personal Hygiene
Personal hygiene perlu dikaji untuk mengetahui bagaimana
klien menjaga kebersihan dirinya terutama daerah genetalia,
karena jika kebersihan genetalia kurang dapat memicu
terjadinya infeksi. Infeksi mikroplasma pada tracture
genetalis dapat menyebabkan Abortus.
e) Pola seksual
Pola seksual dikaji untuk mengetahui berapa kali ibu
melakukan hubungan suami isteri dalam seminggu.
9) Riwayat keluarga berencana
Riwayat keluarga berencana dikaji untuk mengetahui apakah
ibu sebelum hamil pernah menggunakan KB atau belum, berapa
tahun dan jenis apa yang digunakan.
10) Data psikososial
Data psikososial dikaji untuk mengetahui respons ibu dan
keluarga terhadap bayinya.
11) Kebiasaan sosial budaya
Kebiasaan sosial budaya perlu dikaji untuk mengetahui klien
dan keluarga menganut adat istiadat yang akan menguntungkan
atau merugikan klien khususnya pada masa hamil, misalnya
pada kebiasaan pantangan makanan.
b. Data Obyektif
Data obyektif adalah data yang dapat diobservasi atau diukur,
meliputi:
1) Status generalis
Untuk mengetahui keadaan baik yang normal maupun yang
menunjukkan kelainan, meliputi:
a) Keadaan umum
Keadaan umum untuk mengetahui keadaan umum pasien
apakah baik/cemas atau cukup/jelek.
b) Kesadaran
Kesadaran dikaji untuk mengetahui tingkat kesadaran ibu
mulai dari composmentis, apatis, samnollen, sopor, koma
atau dellirium.
c) Tekanan darah
Tekanan darah dikaji untuk mengetahui faktor resiko
hipertensi/hipotensi dengan satuannya mmHg. Tekanan
darah normal 100/70 – 120/80 mmHg.
d) Suhu
Mengkaji suhu untuk mengetahui tanda-tanda infeksi, karena
adanya sisa hasil konsepsi yang tertinggal di dalam uterus,
maka terjadi nekrosis dan membusuk sehingga
menimbulkan infeksi pada desidua yang dapat menyebabkan
suhu tubuh meningkat, batas normal 36-37,50C.
e) Nadi
Nadi dikaji untuk mengetahui denyut nadi pasien yang
dihitung selama 1 menit, batas normalnya 60-100 x/menit.
f) Respirasi
Respirasi dikaji untuk mengetahui frekuensi pernafasan
pasien yang dihitung selama 1 menit, batas normalnya 12-20
x/menit.
g) Tinggi badan
Tinggi badan di ukur untuk mengetahui tinggi badan ibu
kurang dari 145 cm atau tidak, dan termasuk resiko tinggi
atau tidak.
h) Berat badan
Berat badan diukur untuk mengetahui adanya kenaikan berat
badan klien selama hamil, penambahan berat badan rata-rata
0,3-0,5 kg/minggu, tetapi nilai normal untuk pertambahan
berat badan selama hamil 9-12 Kg.
i) Lingkar lengan atas
Lingkar lengan atas diukur untuk mengetahui lingkar lengan
ibu 23,5 cm atau tidak, dan termasuk resiko tinggi atau
tidak.
2) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang perlu dikaji adalah:
a) Kepala :
(1) Rambut : untuk mengetahui kebersihan rambut, warna,
kelebatan, rontok/tidak.
(2) Muka : dikaji apakah ada cloasma/tidak, pucat/tidak,
adakah oedema.
(3) Mata : konjungtiva anemis/ananemis pucat/tidak, sklera
ikterik/anikterik.
(4) Hidung : untuk mengetahui ada tidaknya polip, ada
kelainan atau tidak.
(5) Telinga : apakah ada kelainan, ada serumen atau tidak.
(6) Mulut dan gigi : apakah ada caries/tidak, mulut bersih
atau kotor, lidah stomatitis atau tidak.
b) Leher : untuk mengetahui apakah terdapat penonjolan
terutama pada kelenjar tyroid yang berhubungan dengan
kejadianabortus, hyperthyroid juga dapat menyebabkan
abortus.
c) Dada dan axilla
(1) Mammae : adakah benjolan pada payudara atau tidak,
ada pembesaran atau tidak, simetris atau tidak, areola
hiperpigmentasi atau tidak, putting susu menonjol atau
tidak, kolosrum sudah keluar atau belum.
(2) Axilla : untuk mengetahui apakah ada pembesaran
kelenjar limfe pada ketiak dan adakah nyeri tekan.
d) Ekstremitas : apakah ada oedema atau tidak, terdapat
varises atau tidak, reflek patella positif atau negatif.
e) Abdomen
(1) Inspeksi
Inspeksi yaitu pemeriksaan yang dilakukan dengan
cara melihat atau observasi langsung. Yang dapat
diobservasi adalah perubahan kulit pada abdomen,
linea dan strie belum terlihat pada kehamilan muda.
(2) Palpasi
Palpasi yang dapat dilakukan yaitu mengukur tinggi
fundus uterus.
(3) Auskultasi
Auskultasi yang dapat dilakukan yaitu auskultasi bising
usus klien.
(4) Perkusi
Perkusi yang dapat dilakuka adalah untuk mengetahui
letak batas organ hati, ginjal, dan limfe, serta untuk
mengetahui apakah ada distensi abdomen.
f) Genitalia
Pemeriksaan genetalia yaitu untuk mengetahui keadaan
genetalia eksternal yang meliputi kesimetrisan labia mayora
dan labia minora, ada atau tidak varices, dan oedem, adakah
pembesaran kelenjar bartholini dan cairan yang keluar. Pada
kasus Abortus Inkomplitus ada pengeluran perdarahan
pervaginam.
3) Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk mendukung
menegakkan diagnosa seperti pemeriksaan laboratorium,
rontgen ultrasonografi, dan lain-lain. Pada kasus ibu hamil
dengan abortus Inkomplitus pemeriksaan penunjang yang
dilakukan adalah pemeriksaan Hb test dan USG.

2. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul:


a. D.0077 Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis,
agen pencedera kimiawi, agen pencedera fisik.
b. D. 0012 Risiko perdarahan dibuktikan dengan aneurisma, gangguan
gastrointestinal, gangguan fungsi hati, komplikasi kehamilan,
komplikasi pasca partum, gangguan koagulasi, efek agen
farmakologis, tindakan pembedahan, trauma, kurang terpapar
informasi tentang pencegahan perdarahan, proses keganasan.
c. D.0142 Risiko infeksi dibuktikan dengan penyakit kronis (mis.
diabetes militus), efek prosedur invasive, malnutrisi, peningkatan
paparan organisme pathogen lingkungan, ketidakadekuatan
pertahanan tubuh primer, gangguan peristaltic, kerusakan integritas
kulit, perubahan sekresi pH, penurunan kerja silialis, ketuban pecah
lama, ketuban pecah sebelum waktunya, merokok, status cairan
tubuh, ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder, penurunan
hemoglobin,imununosupresi, leukopenia, supresi respon inflamasi,
vaksinasi tidak adekuat.

3. Rencana Keperawatan/ Intervensi


Diagnosis
No Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1. D.0077 Nyeri Luran utama : (L.08066) Intervensi utama :
Akut Tingkat Nyeri (I. 08238) Manajemen Nyeri
Setelah dilakukan intervensi Observasi
keperawatan selama … x … a. Identifikasi lokasi, karakteristik,
jam maka tingkat nyeri frekuensi, intensitas nyeri
menurun dengan kriteria
hasil : b. Identifikasi skala nyeri
a. Kemampuan c. Identifikasi respons nyeri non verbal
menuntaskan aktivitas d. Identifikasi faktor yang memperberat
meningkat (5) dan memperingan nyeri
b. Keluhan nyeri menurun e. Identifikasi pengetahuan dan
(5) keyakinan tentang nyeri
c. Tampak meringis
f. Identifikasi pengaruh budaya terhadap
menurun (5)
d. Sikap protektif respon nyeri
menurun (5) g. Identifikasi pengaruh nyeri pada
e. Rasa gelisah menurun kualitas hidup
(5) h. Monitor keberhasilan terapi
f. Kesulitan tidur menurun
komplementer yang sudah diberikan
(5)
g. Menarik diri menurun i. Monitor efek samping penggunaan
(5) analgetik
h. Berfokus pada diri Terapeutik
sendiri menurun (5) a. Berikan teknik nonfarmakologis untuk
i. Diaforesis menurun (5) mengurangi rasa nyeri
j. Perasaan depresi
b. Kontrol lingkungan yang
(tertekan) menurun (5)
k. Perasaan takut memperberat rasa nyeri
mengalami cedera c. Fasilitasi istirahat tidur
berulang menurun (5) d. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
l. Anoreksia menurun (5) dalam pemilihan strategi meredakan
m. Perineum terasa nyeri
tertekan menurun (5)
Edukasi
n. Uterus teraba membulat
menurun (5) a. Jelaskan penyebab, periode, dan
o. Ketegangan otot pemicu nyeri
menurun (5) b. Jelaskan strategi meredakan nyeri
p. Pupil dilatasi menurun
(5) c. Anjurkan memonitor nyeri secara
q. Rasa mual dan muntah mandiri
menurun (5)
d. Anjurkan menggunakan analgetik
r. Frekuensi nadi
membaik (5) (60- secara tepat
100x/mnt) e. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
s. Pola napas membaik (5) mengurangi rasa nyeri
t. Tekanan darah
Kolaborasi
membaik (5)
u. Proses berpikir a. Kolaborasi pemberian analgetik, jika
membaik (5) perlu
v. Tampak fokus lebih
membaik (5) (I. 08243) Pemberian Analgetik
w. Fungsi berkemih Observasi
membaik (5)
a. Identifikasi karakteristik nyeri
x. Perilaku membaik (5)
y. Nafsu makan membaik b. Identifikasi riwayat alergi obat
(5) c. Identifikasi kesesuaian jenis analgetik
z. Pola tidur membaik (5) d. Monitor tanda-tanda vital sebelum dan
sesudah pemberian analgetik
e. Monitor efektivitas analgesik
Terapeutik
a. Diskusikan jenis analgetik yang
disukai untuk mencapai analgesic
optimal, jika perlu
b. Pertimbangkan penggunaan infus
kontinu atau bolus opioid untuk
mempertahankan kadar dalam serum
c. Tetapkan target efektivitas analgesik
untuk mengoptimalkan respons pasien
d. Dokumentasikan respons terhadap
efek analgesik dan efek yang tidak
diinginkan
Edukasi
a. Jelaskan efek terapi dan efek samping
obat
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian dosis dan jenis
analgesik, sesuai indikasi

2. D.0012 Risiko Luran utama : (L.02017) Intervensi utama :


Perdarahan Tingkat Perdarahan (I.02067) Pencegahan Perdarahan
Setelah dilakukan intervensi Observasi
keperawatan selama … x … a. Monitor tanda dan gejala perdarahan
jam maka tingkat b. Monitor nilai hematocrit/hemoglobin
perdarahan menurun dengan sebelum dan setelah kehilangan darah
kriteria hasil : c. Monitor tanda-tanda vital ortostatik
a. Kelembapan membran d. Monitor koagulasi (mis. prothrombin
mukosa meningkat (5) time (PT), partial thromboplastin time
b. Kelembapan kulit (PTT), fibrinogen, degradasi fibrin
meningkat (5) dan/atau platelet)
c. Kognitif meningkat (5) Terapeutik
d. Hemoptisis menurun (5) a. Pertahankan bed rest selama
e. Hematemesis menurun perdarahan
(5)
b. Batasi tindakan invasif, jika perlu
f. Hematuria menurun (5)
g. Perdarahan anus c. Gunakan kasur pencegah dekubitus
menurun (5) d. Hindari pengukuran suhu rektal
h. Distensi abdomen Edukasi
menurun (5)
a. Jelaskan tanda dan gejala perdarahan
i. Perdarahan vagina
menurun (5) b. Anjurkan menggunakan kaos kaki saat
j. Perdarahan pasca ambulasi
operasi menurun (5) c. Anjurkan meningkatkan asupan cairan
k. Hemoglobin membaik untuk menghindari konstipasi
(5)
l. Hematokrit membaik (5) d. Anjurkan menghindari aspirin atau
m. Tekanan darah antikoagulan
membaik (5) e. Anjurkan meningkatkan asupan
n. Denyut nadi makanan dan vitamin K
apikal membaik
f. Anjurkan segera melapor jika terjadi
(5)
o. Suhu tubuh membaik (5) perdarahan
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian obat
pengontrol perdarahan, jika perlu
b. Kolaborasi pemberian produk darah,
jika perlu
c. Kolaborasi pemberian pelunak tinja,
jika perlu
3. D.0142 Risiko Luran utama : (L.14137) Intervensi utama :
Infeksi Tingkat Infeksi (I.14539) Pencegahan Infeksi
Setelah dilakukan intervensi Observasi
keperawatan selama … x … a. Monitor tanda dan gejela infeksi
jam maka tingkat infeksi lokal dan sitemik
menurun dengan kriteria Terapeutik
hasil : a. Batasi jumlah pengunjung
a. Frekuensi nadi b. Berikan perawatan kulit pada area
meningkat
b. Kebersihan tangan edema
meningkat (5) c. Cuci tangan sebelum dan sesudah
c. Kebersihan badan
kontak dengan pasien dan lingkungan
meningkat (5)
d. Nafsu makan pasien
meningkat (5) d. Pertahankan kondisi aseptik pada
e. Demam menurun (5) pasien beresiko tinggi
f. Kemerahan menurun (5) Edukasi
g. Nyeri menurun (5) a. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
h. Bengkak menurun (5)
i. Vesikel menurun (5) b. Ajarkan cara mencuci tangan dengan
j. Cairan berbau busuk benar
menurun (5) c. Ajarkan etika batuk
k. Sputum berwarna d. Ajarkan cara memeriksa kondisi
hijau menurun (5)
luka atau luka oprasi
l. Drainase purulen
menurun (5) e. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
m. Pluria menurun (5) f. Anjurkan meningkatkan asupan cairan
n. Periode malaise Kolaborasi
menurun (5) a. Kolaborasi pemberian imunisasi, jika
o. Periode menggigil perlu
menurun (5)
p. Letargi menurun (5)
q. Gangguan kognitif
menurun (5)
r. Kadar sel darah
putih membaik (5)
s. Kultur darah
membaik (5)
t. Kultur urine membaik
(5)
u. Kultur sputum
membaik (5)
v. Kultur area
luka membaik
(5)
w. Kultur feses
membaik (5)

4. Implementasi
Tahap implementasi dimulai setelah rencana intervensi disusun
dan ditunjukkan pada nursing orders untuk membantu pasien mencapai
tujuan yang diharapkan. Menurut Kozier, B., Erb, G., Berman, A., &
Snyder (2010), pada proses keperawatan, implementasi terdiri atas
melakukan dan mendokumentasikan tindakan yang merupakan tindakan
khusus yang diperlukan untuk melaksanakan intervensi (program
keperawatan).

5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah tahap terakhir dari proses
keperawatan. Evaluasi keperawatan ialah evaluasi yang dicatat
disesuaikan dengan setiap diagnosis keperawatan. Format evaluasi yang
digunakan adalah SOAP. S (Subjective) yaitu pernyataan atau keluhan
dari pasien, O (Objective) yaitu data yang diobservasi oleh perawat atau
keluarga, A (Analisys) yaitu kesimpulan dari objektif dan subjektif, P
(Planning) yaitu rencana tindakan yang akan dilakukan berdasarkan
analisis (Dinarti dkk., 2013).
DAFTAR PUSTAKA

Bina Gizi Dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan. 2013. Buku
Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan
Rujukan: Pedoman Bagi Tenaga Kesehatan. Jakarta: Kemenkes RI.

Bulecheck, Gloria M., Butcher, Howard K., Dochterman, J. McCloskey.


2016. Nursing Interventions Classification (NIC). Fifth Edition. Iowa :
Mosby Elsavier.

Dinarti, R., Aryani, H., Nurhaeni, Chairani, & Tutiany. (2013). Dokumentasi
Keperawatan. Jakarta: CV Trans Info Media.

Jhonson, Marion. 2016. Iowa Outcomes Project Nursing Classification (NOC).


St.
Louis ,Missouri ; Mosby.

Karjatin, Atin. 2016. Modul Bahan Ajar Cetak : Keperawatan Maternitas.


Jakarta: Kemenkes RI.

Kemenkes RI. 2012. Situasi Kesehatan Ibu. Jakarta: Infodatin (Pusat data dan
informasi Kemenkes RI.

Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Snyder, S. J. (2010). Fundamental
Keperawatan Konsep, Proses, dan Praktik (7th ed). Jakarta: EGC.

Nugroho T. 2010. Buku Ajar Obstetri: Untuk Mahasiswa Kebidanan. Yogyakarta:


Nuha Medika.

Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC. Jogjakarta :
Mediaction.

Prawirohardjo S. 2010. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal


dan Neonatal. 5th ed. (Saifudin AB, ed.). Jakarta: PT. Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.

Sofian, Amru. 2012. Rustan Mochtar Sinopsis Obstetri: Obstetri Operatif


Obstetri Social. Edisi 3 Jilid 1 & 2. Jakarta: EGC.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik Edisi 1. Jakarta Selatan: DPP PPNI.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia :
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus
Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia :
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
World Health Organization. 2006. Pregnancy, Childbirth, Postpartum and
Newborn Care: A Guide for Essential Practice. Geneva: World Health
Organization.

Wiknjosastro Hanifa, dkk. 2008. Ilmu Kandungan, Edisi II. Cetakan VI. Jakarta:
PT Bina Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai