oleh
Nunung Wadah Jamilah, S.Kep
NIM 202311101047
Menurut Sari & Prabowo (2018), abortus dapat digolongkan menjadi dua yaitu abortus
spontan dan abortus provokatus (buatan).
a. Abortus spontan merupakan kejadian abortus yang berlangsung tanpa tindakan atau
tanpa disengaja (Purwaningrum & Fibriana, 2017). Aborsi spontan diidentifikasi
sebagai komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan dini. Menurut WHO,
pengeluaran janin dengan berat 500 gram atau kurang atau pada usia kehamilan 20-22
minggu disebut aborsi spontan (Tshuma dkk, 2018).
- Abortus imminens : kehamilan <20 mgg dan terjadi perdarahan pervaginam, hasil
konsepsi didalam uterus tanpa dilatasi serviks
- Abortus insipiens : kehamilan <20 mgg dan terjadi perdarahan uterus, hasil konsepsi
didalam uterus disertai dilatasi serviks meningkat dan ostium uteri membuka
- Abortus inkompletus : keluarnya sebagian hasil konsepsi usia kehamilan <20 mgg
serta masih tersisa dalam uterus, perdarahan banyak dan kontraksi
- Abortus kompletus : semua hasil konsepsi sudah keluar, perdarahan sedikit, ostium
uteri sebagian besar menutup, uterus mengecil
- Missed abortion : tertahanya hasil konsepsi yang sudah mati dalam rahim selama >8
minggu, fundus uteri menetap/mengecil, terkadang tidak ada perdarahan,
pembukaan dan kontraksi
- Abortus habitualis : abortus spontan terjad berurut 3x dengan usia kehamilan
berkahir sebelum 28 mgg
- Abortus infeksiosa & septik : abortus disertai infeksi pada genetalia bagian atas
termasuk endometritis atau parametritis
b. Abortus provokatus merupakan abortus yang disengaja, baik dengan memakai obat-
obatan maupun alat-alat (Sari & Prabowo, 2018). Aborsi buatan adalah penghentian
kehamilan berdasarkan keputusan seorang wanita dan dilakukan oleh dokter kandungan
(Zivadinovic dkk, 2015).
- Abortus medisinalis : abortus karena tindakannya sendiri
- Abortus kriminalis : abortus karena tindakan yang ilegal atau tidak sesuai medis
b) Penyebab
Faktor-faktor penyebab abortus diantaranya (Akbar, 2019):
1) Usia ibu. Usia ibu yang aman untuk kehamilan adalah 20-35 tahun, dikarenakan usia
dibawah 20 tahun kondisi organ reproduksi belum cukup baik, kekeuatan, kontraksi dan
hormon belum terkoordinasi dengan baik. serta psikologis masih labil dan merasa
tertekan dengan kasus kehamilan yang tidak diinginkan. Usia 35 tahun lebih muncul
penyakit yang menjadi penyulit kehamilan. Fungsi reproduksi dan kondisi psikologis
mengalami penurunan
2) Paritas. Paritas yang beresiko ialah paritas 1 dan paritas lebih dari 4, primipara,
multipara dan grande multipara
3) Anemia. Ibu dengan anemia defisiensi besi selama kehamilah tidak dapat memberikan
cukup asupan zat besi kepada janin dikandunganya terutama trimetser pertama yang
memicu terjadnya abortus pada ibu hamil <20 minggu
4) Nutrisi. Ibu hamil dengan kondisi malnutrisi akan meningkatkan resiko terjadnya
abortus pada ibu hamil
5) Riwayat abortus. Riwayat abortus berkatan dengan adanya faktor resiko yang berpotensi
pada ibu hamil.
6) Pekerjaan. Terdapat hubungan beban kerja mental dengan kejadian abortus, karena
ketika stress terjadi pelepasan kortisol dan mengaktifkan HPA (hipotalamus, hipofisis,
adrenal), kemudian janin dapat stress karena CRH (corticotropin releasing hormon)
yang merangsang adrenal janin membentuk steroid dan meningkatkan pengeluaran
hormon androgen DHEAS melalui pelepasan pituitary adrenocorticotropin (ACTH).
Androgen dalam plasenta diubah menjadi estrogen dan memicu penurunan progesteron
yang menyebabkan kontraktilitas miometrium dan mengakibatkan abortus.
7) Kelelahan
8) Jarak kehamilan. Jarak kehamilan <2 tahun beresiko mengalami abortus, dikarenakan
kondisi rahim belum benar-benar siap mengalami kehamilan berikutnya
9) Usia kehamilan, dengan insiden terbanyak usia kehamilan trimester pertama. Karena
pada trimetser pertama vili korialis belum tertanam erat pada desidua sehingga telur
yang sudah dibuahi mudah lepas keseluruhanya.
10) Penyakit. Ibu hamil dengan riwayat penyakit beresiko mengalami abortus hinga 3kali
lebih tinggi dari pada ibu tidak memiliki riwayat penyakit
11) Ante natal care. Ibu yang tidak melakukan pemeriksaan kehamilan di trimester pertama
beresiko 5kali mengalami abortus dari pada ibu yang melakukan pemeriksaan. Karena
akan mengetahui kondisi ibu dan janin dan segera melakukan tindakanya.
12) Kejiwaan
13) Antiseptik. Terdapat pengaruh promosi dan ketidaktahuan pengunaan antiseptik pada
kemaluan yang berlebih mampu menggangu flora normal pada kelamin sehinga
berpotensi infeksi dan memicu kejadian abortus
14) Indeks massa tubuh. IMT yang tinggi berkatan dengan terjadinya berbagai penyakit
yang menjadi penyulit maternal selama kehamila seperti diabetes gestasional dan
preeklamsia
15) Pendidkan. Terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan dan tingkat pendidikan ibu
hamil terhadap kejadian abortus
16) Status perkawinan berhubungan dengan abortus, karena abortus sering terjadi pada
kehamilan pertama karena anak yang tidak diinginkan akibat hamil diluar nikah
17) Gravida. Faktor gravida memiliki hubungan dengan kejadian abortus. Tingginya resiko
abortus terjadi pada gravida muda dan gravida tua karena terdapt kendala di proses
kehamilan dan persalinan.
18) Rokok. Ibu hamil yang terpapar asap rokok >120 menit perhari beresiko 2kali terjadi
abortus. Karena bahan kimia dalam rokok mempengaruhi plasenta dan perkembangan
janin serta janin dapat mengalami hipoksia
19) Pelayanan kesehatan
20) Riwayat persalinan
21) Kontrasepsi. Kurangnya edukasi alat kontrasepsi menyebabkan angka keluarga
berencana rendah, sehingga terjadi kehamilan yang tidak diinginkan yang berdampak
ketidaksiapan fisik dan psikologis ibu dan keluarga
22) Hormon. Kadar hormon progesteron dan HCG (human chorionic gonadotropin)
mempengaruhi kejadian abortus pada ibu hamil <12 minggu. Kadar progesteron rendah
meningkatkan resiko abortus 5,7 kali pada ibu hamil dan peningkatan human chorionic
gonadotropin beresiko abortus 2,8 kali.
Abortus dapat terjadi dikarenakan beberapa sebab diantaranya (Sari & Prabowo, 2018):
1) Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi, menyebabkan abortus pada usia kehamilan
sebelum 8 minggu, dengan faktor kelainan diantaranya kelainan kromosom, lingkungan
tempat implantasi tidak sempurna, pengaruh dari luar
2) Kelainan pada plasenta. Oksigenasi plasenta dapat tergangu, yang menyebabkan
gangguan pertumbuhan dan kematian janin, dapat terjadi pada kehamilan muda seperti
karena hipertensi menahun
3) Faktor maternal. Penyakit mendadak seperti penumonia, malaria dapat mengakibatkan
abortus, bakteri, virus, toksin dapat masuk kejanin melalui plasenta yang
mengakibatkan kematian janin hingga abortus, selain itu anemia berat, keracunan,
laparotomi dan penyakit menahun
4) Kelainan traktus genetalia. Retroversi uteri, mioma uteri, atau kelainan bawaan uterus
dapat mengakibatkan abortus
c) Patofisiologi
Pendarahan mengawali terjadinya abortus, perdarahan dalam desidua basalis dan terjadi
nekrosis jaringan disekitarnya, yang mengakibatkan hasil konsepsi terlepas sebagian atau
seluruhnya dan menjadi benda asing dalam uterus, kemudian mengakibatkan uterus ingin
berkontraksi untuk mengeluarkanya. Kehamilan usia 8 minggu, hasil konsepsi akan
dikeluarkan semuanya dikarenakan villi korialis belum menembus mendalam pada desidua.
Kehamilan 8-14 minggu villi korialis menembus desidua mendalam, sehingga plasenta tidak
terlepas sempurna hingga mengakibatkan banyak perdarahan. Kehamilan >14 minggu
umumnya dikeluarkan setelah ketuban pecah yaitu janin, disusul plasenta, dengan hasil
konsepsi keluar yang berbagai bentuk, seperti kantong kosong amnion atau benda kecil yang
tidak jelas, janin lahir mati, janin masih hidup, maserasi atau fetus papiraseus.
d) Tanda & Gejala
Gejala dan tanda abortus diantaranya (Sari & Prabowo, 2018):
1) Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum lemah atau kesadaran menurun, tekanan darah
normal atau menurun, denyut nadi normal atau cepat dan kecil, suhu badan normal atau
meningkat
2) Perdarahan pervaginam disertai keluarnya jaringan hasil konsepsi
3) Rasa mulas atau kram perut pada daerah atas simfisis disertai nyeri pinggang akibat
kontraksi uterus
Ada banyak tanda dan gejala. Hal ini dapat bervariasi dari wanita ke wanita lainnya.
1) Pendarahan vagina adalah gejala yang paling umum. Pendarahan yang terus menerus
dengan penampilan seperti gumpalan serta adanya bau yang tidak biasa dari darah yang
hilang
2) Adanya kontraksi atau kram yang menyakitkan.
3) Tanda-tanda lainnya jika tidak mengalami pendarahan atau nyeri adalah gejala-gejala
kehamilan perlahan-lahan hilang, seperti mual atau nyeri payudara (NHS King's College
Hospital, 2018)
e) Penanganan
Penanganan Abortus diantaranya (Sari & Prabowo, 2018):
a. Abortus imminens
• Istirahat dengan berbaring agar aliran darah ke uterus bertambah serta berkurangnya
rangsang mekanik
• Dapat dilakukan tes kehamilan. apabila hasil yang muncul negatif, janin sudah mati
• Dilakukan pemeriksaan USG agar mengetahui apakah janin masih hidup
• Pasien tidak diperbolehkan berhubungan seks sampai dengan kurang lebih 2 minggu
b. Abortus insipiens
• Apabila masih terdapat tanda-tanda syok, dilakukan pemberian transfusi darah dan
cairan
• Di kehamilan kurang dari 12 minggu, dilakukan pengosongan uterus dengan memakai
cunam abortus/kuret vakum, dilanjutkan dengan memakai kuret tajam
• Di kehamilan lebih dari 12 minggu, berikan oksitosin hingga terjadi abortus komplet
• Apabila janin keluar, dilakukan pengeluaran plasenta lalu dapat disusul dengan
kerokan
• Memberi antibiotik
c. Abortus inkomplit
• Apabila terdapat syok karena perdarahan, dapat berikan infus cairan NaCl ringer
laktat/fisiologis lalu dilanjutkan dengan transfusi darah.
• Setelah syok teratasi, dilakukan kerokan dengan kuret lalu suntikkan ergometrin
intramuskular agar dapat mempertahankan kontraksi otot uterus.
• Berikan antibiotik untuk mencegah infeksi.
d. Abortus komplit
• Apabila pasien mengalami anemia, dapat diberikan hematinik
• Berikan antibiotik untuk mencegah infeksi
• Anjurkan pasien melakukan diet tinggi protein, vitamin dan mineral
e. Missed abortion
• Apabila pasien mengalami hipofibrinogenemia dapat diberikan fibrinogen
• Di kehamilan kurang dari 12 minggu. Melakukan pembukaan serviks dengan gagang
laminaria selama kurang lebih 12 jam lalu dilakukan dilatasi serviks dengan dilatator
Hegar. Selanjutnya hasil konsepsi diambil menggunakan cunam ovum lalu dengan
kuret tajam
• Pada kehamilan lebih dari 12 minggu. Dapat diberikan Infus intravena oksitosin
sampai terjadi kontraksi uterus. Jika tidak berhasil, ulangi pemberian infus oksitosin
setelah pasien istirahat dalam satu hari
• Apabila tinggi fundus uteri sampai 2 jari dibawah pusat, keluarkan hasil dari konsepsi
dengan menyuntikkan larutan garam 20% dalam kavum uteri melalui dinding perut
f. Abortus infeksius dan septik
• Tingkatkan asupan cairan pasien
• Apabila perdarahan banyak, dapat dilakukan transfusi darah.
• Penanggulangan infeksi
• Melakukan kuretase dalam waktu 6 jam karena untuk pengeluaran sisa-sisa abortus
agar mencegah perdarahan serta menghilangkan jaringan nekrosis
• Pada abortus septik dapat diberikan antibiotik dalam dosis yang lebih tinggi
• Dalam kasus tetanus perlu diberikan irigasi dengan H2O2, ATS, dan histerektomi total
secepatnya
g. Abortus Habitualis
• Memperbaiki keadaan umum, , istirahat yang cukup, larangan koitus, dan olah raga
• Pemberian makanan yang sehat, merokok serta minum alkohol sebaiknya dikurangi
atau dihentikan
• Untuk serviks inkompeten dapat melakukan terapi operatif: Shirodkar / Mac Donald
(cervical cerclage)
3. A. Pohon Masalah
ansietas
Terlepasnya hasil konsepsi (sebagian
atau seluruhnya) menjadi benda asing
Kurangnya
pengetahuan
mengenai tindakan
Uterus berkontraksi
4 : cukup menurun
5 : menurun
Daftar Pustaka
Akbar, A. 2019. Faktor Penyebab Abortus Di Indonesia Tahun 2010-2019: Studi Meta Analisis.
Jurnal Biomedik (JBM). Vol 11. No 3
NHS King's College Hospital. 2018. Miscarriage. https://www.kch.nhs.uk/Doc/pl%20-
%20019.4%20-%20miscarriage.pdf [Diakses pada 08 Februari 2021].
Purwaningrum, E. D, dan A. I. Fibriana. 2017. Faktor Risiko Kejadian Abortus Spontan. Higeia
Journal of Public Health Research and Development. 1(3):84-94.
Sari, R. D. P, dan A. Y. Prabowo. 2018. Buku Ajar Perdarahan Pada Kehamilan Trimester 1.
Bandar Lampung: Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
Tshuma, B., C. Haruzivishe, dan S. Chipamaunga. 2018. Abortion: A Concept Analysis. IOSR
Journal of Nursing and Health Science. 7(5): 20-23
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: DPP
PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2017. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: DPP
PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2017. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: DPP
PPNI
Yanti, L. 2018. Faktor determinan kejadian abortus pada ibu hamil: case control study. Medisains:
Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu Kesehatan. 16(2): 2018.
Zivadinovic, R., D. Krtinic, dan A. Petric. 2015. Induced Abortion – Epidemiological,
Psychological and Social Aspects. West Indian Med Journal. 1-25.