Anda di halaman 1dari 7

William Obstetrics 25th Edition

BAB 28

Persalinan Sungsang

Klasifikasi Persalinan Sungsang, Diagnosis, Cara Persalinan (MUG)


Pemeriksaan Laboratorium dan Cara Persalinan (SAR)
Ekstraksi Parsial, Ekstraksi Total, dan Versi Eksternal (KIS)

“Keberhasilan suatu persalinan sungsang berada pada dilatasi serviks lengkap dan tidak
adanya hambatan mekanik serius. Pada beberapa kasus dibenarkan bahwa persalina
sungsang dapat berlangsung meskipun serviks belum dilatasi sempurna, namun pada
umumnya hal ini dapat menyebabkan robekan serviks yang dalam.” – J. Whitridge Williams
(1903)

Klasifikasi Presentasi Bokong


Variasi dari presentasi bokong diantaranya Frank, complete, dan incomplete breech.

Frank breech  Ekstremitas bawah fleksi pada panggul dan ekstensi pada lutut sehingga
kedua kaki berada di dekat kepala.
Complete breech  Kedua panggul fleksi disertai dengan salah satu atau kedua lutut juga
fleksi.

Incomplete Breech  Salah satu atau kedua panggul ekstensi, sehingga salah satu atau
kedua kaki atau lutut berada di bawah bokong, sehingga salah satu kaki atau lutut tersebut
merupakan bagian terbawah yang berada di jalan lahir.

Dikatakan footling breech (Presentasi kaki) apabila salah satu atau kedua kaki berada di
bawah bokong

Pada 5% janin dengan presentasi bokong, didapatkan leher sangat hiperekstensi (dikenal
juga dengan istilan stargazing fetus (menengadah seperti melihat bintang). Kondisi seperti
ini lebih sering terjadi pada anomali uterus atau fetus. Persalinan pervaginam pada kondisi
hiperekstensi seperti ini dapat menyebabkan trauma medula spinalis, sehingga apabila hal
ini terdeteksi pada usia cukup bulan, dapat menjadi indikasi persalinan secara seksio sesaria.

Istilah flying fetus dapat digunakan pada janin letak lintang dan kondisi hiperekstensi leher
janin serupa.

Diagnosis
 Faktor Risiko
a. Kelebihan jumlah cairan ketuban
b. Kehamilan multifetus (kembar)
c. Hidrosefalus
d. Anensefali
e. Kelainan structural uterus
f. Plasenta previa
g. Tumor-tumor pelvis
h. Riwayat persalinan sungsang sebelumnya (angka rekurensi terjadinya persalinan
letak sungsang kedua adalah 10% dan yang ketiga adalah 28%)

 Pemeriksaan
a. Pemeriksaan Luar (Leopold)
Leopold I  Teraba bagian keras dan bulat di fundus  kepala jani
Leopold II  Identifikasi punggung pada salah satu sisi abdomen, dan bagian-
bagian kecil janin pada sisi sebaliknya.
Leopold III  Bila belum masuk PAP (belum engaged) bagian lunak, yaitu bokong
dapat digerak-gerakkan di atas pelvic inlet.
Leopold IV  Bila sudah masuk PAP, bokong teraba di bawah simfisis.

Akurasi dari pemeriksaan ini bervariasi, oleh karena itu, semua presentasi janin

b. Pemeriksaan Dalam
Pada frank breech, kaki tidak teraba, namun ischial tuberosities janin teraba,
begitu pula sacrum, dan anus. Setelah penurunan janin, genitalia eksterna juga
dapat dinilai. Ketika persalinan lama, bokong janin membengkak, sehingga pada
pemeriksaan dalam sulit dibedakan presentasi muka dan bokong. Pada beberpa
kasus anus teraba seperti mulut dan ischial tuberosities sebagai malar
emineneces. Yang membedakannya, saat jari mengenai resistensi muscular
(tahanan otot)  anus, sedangkan mulut  rahang teraba keras di dekatnya. Jari
yang mengenai anus biasa dinodai oleh mekonium. Mulut dan malar membentuk
segitiga, sedangkan anus dan ischial tuberosities terletak dalam satu garis lurus.
Pada complete breech, kaki teraba disamping bokong. Pada presentasi kaki, salah
satu atau kedua kaki berada di bawah bokong.

Route of Delivery (Cara Persalinan)

Berbagai faktor berperan dalam kemajuan persalinan: Karateristik janin, dimensi


panggul ibu, komplikasi kehamilan bawaan, pengalaman penolong, kapabilitas
rumah sakit, dan usia kehamilan.
Dibandingkan janin aterm, fetus presentasi bokong yang preterm memiliki lebih
banyak komplikasi terkait ukurannya yang kecil dan imatur. Contohnya, angka
kejadian kepala terjebak di dalam rongga panggul, trauma persalinan, mortalitas
perinatal lebih tinggi.

o Janin Presentasi Bokong Aterm


Menurut Term Breech Trial (Hannan, 2000) Mortalitas perinatal SC Elektif
lebih rendah dibanding persalinan pervaginam (3/ 1000 Vs 13/1000).
Morbiditas neonatal serius lebih rendah pada SC elektif (1,4% Vs 3,8%).
Morbiditas maternal jangka pendek hampir sama antar kedua kelompok
tersebut.  Kelemahan penelitian ini, < 10% kandidat menjalani pengukuran
pelvimetri radiologi. Hampir seluruh “outcome” termasuk morbiditas
neonatus serius tidak sepenuhnya mengakibatkan disabilitas neonatus jangka
panjang.

Evaluasi WHO (2010)  Perinatal outcome pada janin cukup bulan dengan
presentasi bokong yang di seksio sesaria lebih baik dari dilahirkan secara
pervaginam.

Studi lain mendukung persalinan pervaginam sebagai pilihan tepat persalinan


pada janin cukup bulan dengan presentasi bokok. Studi PREMODA
(Presentation et Mode d’ Accouchement) menunjukkan bahwa tidak ada
perbedaan signifikan outcome neonatal dengan metode persalinan.

Eide dkk (2005)  tidak ada perbedaan intelektual antara yang dilahirkan
secara SC dan Pervaginam.

Di US (United States)  angka persalinan pervaginam terus menurun (akibat


berkurangnya tenaga medis yang kompeten untuk menolong persalinan
bokong pervaginam). Beberpa institusi telah mengembangkan simulator
persalinan untuk meningkatkan keahlian residen dalam menolong persalinan
bokong.

o Janin Presentasi Bokong Preterm

Reddy and associates (2012) melaporkan bahwa pada usia kehamilan


preterm 24 s.d 32 minggu, persalinan pervaginam angka kegagalannya lebih
tinggi, mortalitas neonatus juga lebih tinggi dibandingkan persalinan secara
SC.

Pada preterm usia kehamilan 23 s.d 28 minggu beberapa studi


menunjukkan SC elektif tidak meningkatkan angka harapan hidup.
Bagi janin periviable (usia kehamilan 20 s.d 256/7 minggu), sebuah consensus
menyimpulkan bahwa data yang ada tidak selalu mendukung tindakan SC
untuk meningkatkan mortalitas perinatal atau outcome neurologis pada
neonatus.
Untuk janin presentasi bokong preterm yang lebih matur (usia kehamilan 32
s.d 37 minggu), menurut SOGC (society of obstetricians and gynaecologists of
Canada), persalinan pervaginam pada kasus presentasi bokong dapat
dipertimbangkan pada berat janin >2500g.

Di US  SC lebih sering dilakukan pada kasus presentasi bokong preterm,


resusitasi pun telah direncanakan.

o Komplikasi Persalinan
Pada Ibu 
 Persalinan pervaginam 
Jika SBR tipis, persalinan dengan after coming head dimana dilatasi
serviks belum lengkap  laserasi jalan lahir (dinding vagina/ serviks,
bahkan rupture uterus)
Manipulasi dapat menyebabkan perluasan luka episiotomy, robekan
perineum dalam, dan peningkatan risiko infeksi
Anestesi selama persalinan  relaksasi otot-otot uterus  atonia
uteri dan perdarahan psot-partum

 Pada SC  perluasan insisi akibat forcep/ kepala bayi

Pada Janin
 Prematuritas dan komorbiditasnya
 Angka anomali kongenital
 Angka terjadinya prolaps tali pusat lebih tinggi
 Trauma persalianan  fraktur humerus, klavikula, atau femur
 Pada beberapa kasus, traksi dapat menyebabkan skapula, humeral,
atau epifisis femur terpisah.
 Trauma yang jarang  melibatkan jaringan lunak seperti trauma
pleksus brachialis dan paralisis pada salah satunya. Medula spinalis
dapat terluka atau bahkan yang lebih parah adalah fraktur vertebrae.
Hematom otot-otot sternocleidomastoid terjadi spontan setelah
persalinan.
 Displasia panggul lebih sering terjadi pada presentasi bokong
dibanding presentasi kepala, tanpa dipengaruhi metode persalinan

o Teknik Pencitraan
Pada kebanyakan janin, terutama perterm, bokong cenderung lebih kecil dari
kepala. Apabila kita akan melakukan persalinan pervaginam, berat janin, tipe
presentasi bokong, dan derajat fleksi/ekstensi leher harus dievaluasi. Dimensi
panggul juga sebaiknya dinilai untuk mencegah kepala terjebak akibat
disproporsi kepala-panggul. Modalitas yang dapat digunakan adalah
sonografi dan pelvimetri fetus.

Persalinan pervaginam  kepala janin tidak boleh ekstensi. Identifikasi


nuchal arm dapat menjadi pertimbangan SC untuk menghindari trauma pada
neonatus.
Pemeriksaan pelvimetri untuk menilai tulang panggul ibu sebelum persalinan
pervginam, modalitas yang dapat digunakan: CT, MRI, atau Foto polos.

CT  modalitas yang paling dipilih untuk menilai pelvimetri , karena lebih


akurat dan radiasi rendah.

Di rumah sakit Parkland  pelvimetri melalui CT scan dilakukan untuk


menilai dimensi panggul.

Beberapa rekomendasi mengenai dimensi panggul yang diperbolehkan untuk


persalinan pervaginam 
 Diameter Inlet anteriorposterior lebih dari sama dengan 10,5 cm;
diameter inlet transversal lebih dari sama dengan 12 cm jarak panggul
tengah- interspinosus lebih dari sama dengan 10 cm.
 Jumlah konjugata obstetri inlet dikurangi BPD Janin adalah lebih dari
sama dengan 15 mm; diameter inlet transversal dikurangi BPD janin
adalah lebih dari sama dengan 25 mm; jarak mid-pelvik/panggul
tengah -interspinosus lebih dari sama dengan 0mm.

Menurut Hoffman dkk (2016), berdasarkan pencitraan MR, angka kesuksesan


persalinan pervaginam adalah 79% apabila jarak interspinosus lebih dari 11
cm.

 Pengambilan Keputusan
ACOG/ American College of Obstetricians and Gynecologists 2016
merekomendasikan: “Keputusan mengenai metode persalinan bergantung pada
pengalaman penolong” dan “Persalinan pervaginam terencana sebaiknya dilakukan
di rumah sakit sesuai protokol/prosedur yang berlaku.”

Faktor Pendukung Persalinan SC Pada Janin Letak Sungsang


1. Operator kurang pengalaman
2. Atas permintaan pasien
3. Bayi besar (>3800 s.d 4000 g)
4. Janin preterm yang sudah memasuki fase aktif atau ada indikasi untuk terminasi
5. PJT Berat
6. Anomali janin yang inkompatibel terhadap persalinan pervaginam
7. Riwayat kematian neonatus sebelumnya/ trauma persalinan
8. Presentasi kaki
9. Kepala hiperekstensi
10. Secara klinis, bentuk atau ukuran pelvis tidak menunjang persalinan pervaginam
(baik secara klinis atau melalui pemeriksaan pelvimetri)
11. Bekas SC

Anda mungkin juga menyukai