Anda di halaman 1dari 30

ANESTESI TEKNIK FACE MASK PADA WANITA USIA 48 TAHUN

BAB I
PENDAHULUAN

Anestesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai tindakan


meliputi pemberian anestesi ataupun analgesi, pengawasan keselamatan penderita yang
mengalami pembedahan atau tindakan lainnya, pemberian bantuan hidup dasar,
perawatan intensif pasien gawat, terapi inhalasi dan penanggulangan nyeri menahun.
Anesthesia diperkenalkan oleh Oliver Wendell Holmes yang
menggambarkan keadaan tidak sadar yang bersifat sementara, karena pemberian
obat dengan tujuan untuk menghilangkan nyeri pembedahan. Kata anestesi berasal
dari bahasa Yunani a = tanpa dan aesthesis = rasa, sensasi yang berarti keadaan tanpa rasa
sakit. Pada prinsipnya dalam penatalaksanaan anestesi pada suatu operasi terdapat
beberapa tahap yang harus dilaksanakan yaitu pra anestesi yang terdiri dari
persiapan mental dan fisik pasien, perencanaan anestesi, menentukan prognosis dan
persiapan pada hari operasi. Sedangkan tahap penatalaksanaan anestesi terdiri dari
premedikasi, masa anestesi dan pemeliharaan, tahap pemulihan serta perawatan
pasca anestesi.
Anestesi dibagi menjadi dua kelompok yaitu : (1) anestesi umum yaitu hilangnya
segala modalitas rasa disertai hilangnya kesadaran dan (2) anestesi regional, yaitu
hilangnya sensibilitas setempat tanpa disertai hilangnya kesadaran. Anestesi yang ideal
adalah tercapainya anestesi yang meliputi hipnotik, analgesi dan relaksasi otot.
Pemilihan jenis anastesi untuk operasi lumpectomy pada kasus tumor mammae
ditentukan berdasarkan usia pasien, kondisi kesehatan dan keadaan umum, sarana,
prasarana, serta keterampilan dokter. Mengingat pada operasi ini menggunakan general
anastesi, sehingga perlu kewaspadaan terhadap komplikasi yang ditimbulkan. Adapun
komplikasi pada tindakan general anastesi seperti mual, muntah, sakit tenggorokan,
menggigil, dan butuh waktu dalam mengembalikan fungsi mental normal. Terkait dengan
kondisi hipotermia yang gawat (jarang terjadi) dimana kondisi otot yang terkena paparan
beberapa zat anastesi umum dapat menyebabkan kenaikan suhu akut dan berpotensi
hiperkarbia, asidosis metabolik, dan hiperkalemia.

BAB II
LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : Ny. S
No.RM : 37.XX.XX
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Masuk : 17 Desember 2018
Tanggal Operasi : 18 Desember 2018
Umur : 48 tahun
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
Alamat : Karangpandan, Karanganyar

B. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis di bangsal Cempaka II
RSUD Karanganyar pada tanggal 17 Desember 2018.
Keluhan Utama : Benjolan pada payudara kiri.
Keluhan Tambahan :-

C. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien mengeluhkan terdapat benjolan pada payudara kiri, keluhan
dirasakan sejak 3 bulan yang lalu, awalnya benjolan sebesar kacang kedelai,
sekarang dirasakan sebesar telur puyuh, benjolan diakuinya kenyal, nyeri dan
bisa digerakkan, mobile (-), nyeri (-), discharge (-), retraksi puting (-). Tidak
disertai keluhan tambahan seperti mual (-), muntah (-) dan pusing (-).

D. Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat penyakit yang sama : disangkal
 Riwayat Alergi : disangkal
 Riwayat Asma : disangkal
 Riwayat Mondok : disangkal
 Riwayat Hipertensi : disangkal
 Riwayat Diabetes : disangkal
 Riwayat penyakit jantung : disangkal

E. Riwayat Penyakit Keluarga


 Riwayat penyakit serupa : disangkal
 Riwayat Asma : disangkal
 Riwayat Alergi : disangkal
 Riwayat Hipertensi : disangkal
 Riwayat Diabetes : disangkal
 Riwayat penyakit jantung : disangkal

F. Anamnesis Sistemik
Neuro : Sensasi nyeri baik, gemetaran (-), sulit tidur (-)
Kardio : Nyeri dada (-), dada berdebar-debar (-)
Pulmo : Sesak napas (-), batuk lama (-)
Abdomen : Diare (-), kembung (-), konstipasi (-)
Urologi : BAK (+) dan BAB(+), panas (-)
Muskolo : Nyeri di tangan (-) dan kaki (-)
 Riwayat Operasi dan Anestesi
Disangkal

G. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
- Berat Badan : 45 kg
- Tinggi Badan : 150 cm
- Kesadaran : Compos mentis
- Tanda Vital : - Tekanan darah : 110/70 mmHg
- Nadi : 82 x/menit, reguler,
isi dan tegangan cukup
- Pernapasan : 18 x/menit
thorakoabdominal
- Suhu : 36,5°C
Status generalis
 Pemeriksaan kepala
- Bentuk kepala : Normochepali, simetris
- Rambut : Warna hitam, distribusi merata, tidak mudah
dicabut, tidak mudah rontok
 Pemeriksaan mata
- Palpebra : Edema (-/-)
- Konjungtiva : Anemis (-/-)
- Sklera : Ikterik (-/-)
- Pupil : Reflek cahaya (+/+), isokor, diameter 3 mm.
 Pemeriksaan telinga
Letak simetris, bentuk normal, ukuran normal, tidak ada tanda radang, tidak
ada discharge, pendengaran baik, tidak ada benjolan, tidak nyeri tekan.
 Pemeriksaan hidung
Tidak ada tanda-tanda radang, discharge, sekret, epistaksis, tidak ada
deformitas, tidak ada napas cuping hidung.
 Pemeriksaan mulut dan faring
Bibir tidak kering, tidak sianosis, tepi lidah tidak hiperemis, tidak tremor
dan mukosa mulut basah dan tonsil dalam batas normal.
 Pemeriksaan leher
Inspeksi : Tidak terlihat benjolan atau massa.
Palpasi : PKGB (-), deviasi trakhea (-)
 Pemeriksaan dada
Paru-Paru
Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi : Fremitus raba kanan = kiri
Perkusi : Sonor-sonor
Auskultasi : Suara dasar: vesikuler +/+, Suara tambahan : -/-

Jantung
Inspeksi : Tidak terlihat pulsasi iktus cordis
Palpasi : Teraba iktus kordis di SIC V, linea mid clavicula sinistra.
Perkusi : - Batas kiri atas : SIC II linea parasternal sinistra
- Batas kiri bawah : SIC V linea midclavikula sinistra
- Batas kanan atas : SIC II linea sternalis dekstra
- Batas kanan bawah : SIC IV linea parasternal dekstra
Auskultasi : BJ I,II reguler, bising (-), gallop (-)
 Pemeriksaan abdomen
Inspeksi : datar, dinding perut tidak tegang
Auskultasi : Bunyi usus (+) normal
Palpasi : Perut supel
Hepar teraba 1 jari bawah Arcus Costae Dextra,
konsistensi kenyal, tepi tumpul, permukaan halus
Lien dalam batas normal, tidak ada
nyeri tekan, ginjal sulit dinilai.
Perkusi : Timpani pada seluruh regio abdomen
Perkusi hepar dalam batas normal
Perkusi lien dalam batas normal
Nyeri ketok kostovertebrae kanan dan kiri (-)
 Kulit
Turgor kulit cukup, kulit tidak mengelupas, tidak pucat dan tidak gatal.
 Ekstremitas
- Superior : Deformitas (-/-), jari tabuh (-/-), sianosis (-/-), tremor (-/-)
edema (-/-), akral dingin (-/-), kesemutan (-/-), sensorik dan
motorik baik
- Inferior : Deformitas (-/-), edema (-/-), akral dingin (-/-), sianosis (-/-
), kesemutan, (-/-), sensorik dan motorik baik

H. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Laboratorium : Tanggal 18 Desember 2018
Darah Rutin Nilai Nilai normal satuan
Hb 12,7 12.00 – 16.00 g/dL
Ht 37,5 37 – 47 Vol%
Leukosit 11,14 5,0 – 10,0 10^3/uL
Trombosit 190 150 – 300 mm3
Eritrosit 4,74 4,50 – 5,50 10^6/uL
MCV 79,1 82 – 92 fL
MCH 26,8 27 – 31 Pg
MCHC 33,9 32-37 g/dL
Gran 54,0 50-70,0 %
Limfosit 16,1 25,0– 40,0 %
Monosit 4,1 3,0 – 9,0 %
Eosinofil 2,0 0 ,5–5,0 %
Basofil 0,5 0,0-1,0 %
Clotting Time 3’30” 2-8 Menit
Bleeding Time 1’30” 1-3 menit
Gol. darah -
GDS 104 70 – 150 mg/dL
Creatinin 0,70 0,5-0,9 mg/dL
Ureum 35 10-50 mg/dL
HbsAg NR NR

Kesan hasil laboratorium : dalam batas normal


I. Radiologi

Kesan:
Cor dalam batas normal
Paru dalam batas normal
Tanda-tanda metastase (-)
Struktur dan bentuk tulang normal
Kesan : thorax dalam batas normal

J. Diagnosis Klinis
Tumor Mamae Sinistra (TMS)

K. Terapi
Pro Lumpectomy
L. Konsul Anestesi
Seorang wanita usia 48 tahun dengan diagnosis tumor mammae sinistra yang
akan dilakukan lumpectomy pada tanggal 18 Desember 2018. Hasil
laboratorium, rontgen thorax dan vital sign terlampir.
Kegawatan Bedah : (-)
Derajat ASA :I
Rencana tindakan anestesi : General anestesi Teknik Face Mask

M. Laporan Anastesi
Nama : Nn. S
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 60 Tahun
No RM : 37.XX.XX
Premedikasi : Granisetron, fentanyl, midazolam
Diagnosa pra bedah : Tumor mammae sinistra
Diagnosa pasca bedah : Post Lumpectomy TMS
Jenis anastesi : General anestesi
Teknik anastesi : Facemask
Induksi : Recofol
Pemeliharaan : O2, N20, Isofluran
Ijin operasi : sudah (+)
Tanggal operasi : 18 Desember 2018
Jumlah cairan : Infus RL dan tutofusin 500cc
Hemoglobin : 12,7 gr/dL
Temperatur : 36,50C
TD : 110/70 mmHg
Nadi : 82x/ menit
Keadaan pernapasan : frekuensi 18x/menit, dan volume napas cukup
Keadaan gizi : kesan baik

N. Tatalaksana Anastesi
1. Di ruang persiapan
a. Cek persetujuan operasi dan identitas penderita
b. Pemeriksaan tanda-tanda vital
c. Lama puasa 8 jam
d. Cek obat dan alat anestesi
e. Posisi terlentang
f. Infus RL 30 tpm
2. Di ruang operasi
a. Jam 10.10 pasien masuk kamar operasi, manset dan monitor dipasang,
TD 110/70 mmHg, HR : 82x/m, Saturasi Oksigen : 99% . O2, N2O, dan
agent (Halotan) sudah disiapkan. Menyiapkan Face Mask dan bila
diperlukan, siapkan laringoskop, guedel/mayo, plester, endotracheal
tube nomer 6,5, stetoskop, dan suction. Obat premedikasi dimasukan
melalui IV line.
- Inj. Fentanyl 50 µg/ml (2ml)
- Inj. Granisetron inj. 1 mg/ml (3ml)
- Inj. Midazolam 5mg/5ml (5ml)
b. Jam 10.15 dilakukan induksi dengan Propofol 90 mg, segera kepala
diekstensikan, face mask didekatkan pada hidung dengan O2 6 l/menit.
Setelah reflek bulu mata menghilang, dan tampak tanda-tanda relaksasi
otot leher dan rongga mulut, face mask yang dihubungkan dengan
mesin anestesi untuk mengalirkan N2O dan O2. N2O mulai diberikan 3L
dengan O2 3 L /menit untuk memperdalam anestesi, bersamaan dengan
ini Halotan dibuka sampai 3% dan sedikit demi sedikit (sesudah setiap
5-10 kali tarik nafas) diturunkan dengan 1,5% sampai 2% tergantung
reaksi dan besar tubuh penderita. Kedalaman anestesi dinilai dari tanda-
tanda mata (reflek bulu mata), nadi tidak cepat dan posisi tubuh terhadap
rangsang operasi tidak banyak berubah.
c. Jam 10.20 operasi dimulai dan tanda vital serta saturasi oksigen
dimonitor tiap 5 menit
d. Jam 10.25 infus RL diganti Tuthofusion 30 tpm
e. Jam 11.00 operasi selesai, setelah operasi selesai agent, N2O, dan O2
kita tutup (matikan). Pemberian oksigen recovery. Apabila sudah
selesai, face mask dilepaskan.
f. Jam 11.05 pasien di pindahkan ke ruang pemulihan (recovery room).

Monitoring Selama Anestesi.


Jam Tensi Nadi SaO2 Keterangan

10.10 110/70 82 99% Masuk ruang operasi, infuse RL 200cc, obat


premedikasi dimasukan melalui IV line

10.15 108/62 80 98% Induksi Recofol 90 mg dan pemasangan face


mask

10.20 112/58 82 98% Operasi dimulai

10.25 111/62 81 99% Kondisi pasien stabil

10.30 107/63 79 99% Kondisi pasien stabil, cairan dipasang tutofusin

10.35 110/56 79 99% Kondisi Pasien stabil

10.40 107/56 78 99% Kondisi Pasien stabil

10.45 108/58 81 99% Kondisi Pasien stabil

10.50 110/52 78 99% Kondisi Pasien stabil

10.55 112/60 80 99% Kondisi Pasien stabil

11.00 111/62 83 995 Operasi selesai


11.05 110/65 82 99% Anastesi selesai, pasien dipindahkan ke ruang
recovery

3. Recovery Room
Pasien masuk Ruang RR pukul 11.10 dalam posisi terlentang dengan
kepala ekstensi, pasien mengantuk, monitoring tanda vital serta saturasi O2
dan diberikasn O2 2 liter/menit lewat hidung. TD 110/70 mmHg, Nadi :
82x/m, RR : 18x/m, Suhu : 36,7˚C. Jam 11.20 pasien sadar penuh dan
dipindah ke bangsal.
4. Intruksi pasca anestesi
 Posisi supine dengan oksigen 2-3 liter/ menit.
 Kontrol vital sign jika TD <100 mmHg, infus dipercepat, beri
efedrin,
 Bila muntah diberikan granisetron dan bila kesakitan diberikan
analgesik.
 Lain – lain
- Antibiotik sesuai bedah
- Analgesik sesuai bedah
- Puasa sampai dengan flatus
- Kontrol balance caira
- Monitor vital sign
I. Anastesi
a. Pengertian
Anestesi berarti suatu keadaan dengan tidak ada rasa nyeri.
Anestesi umum ialah suatu keadaan yang ditandai dengan hilangnya
persepsi terhadap semua sensasi akibat induksi obat. Dalam hal ini,
selain hilangnya rasa nyeri, kesadaran juga hilang. Obat anestesi
umum terdiri atas golongan senyawa kimia yang heterogen, yang
mendepresi SSP secara reversibel dengan spektrum yang hampir
sama dan dapat dikontrol. Obat anastesi umum dapat diberikan
secara inhalasi dan secara intravena. Obat anastesi umum yang
diberikan secara inhalasi (gas dan cairan yang mudah menguap)
yang terpenting di antaranya adalah N2O, halotan, enfluran,
metoksifluran, dan isofluran. Obat anastesi umum yang digunakan
secara intravena, yaitu tiobarbiturat, narkotik-analgesik, senyawa
alkaloid lain dan molekul sejenis, dan beberapa obat khusus seperti
ketamin.
b. Tahap-tahap anastesi
Stadium anestesi dibagi dalam 4 yaitu; Stadium I (stadium
induksi atau eksitasi volunter), dimulai dari pemberian agen anestesi
sampai menimbulkan hilangnya kesadaran. Rasa takut dapat
meningkatkan frekuensi nafas dan pulsus, dilatasi pupil, dapat
terjadi urinasi dan defekasi. Stadium II (stadium eksitasi involunter),
dimulai dari hilangnya kesadaran sampai permulaan stadium
pembedahan. Pada stadium II terjadi eksitasi dan gerakan yang tidak
menurut kehendak, pernafasan tidak teratur, inkontinensia urin,
muntah, midriasis, hipertensi, dan takikardia. Stadium III
(pembedahan/operasi), terbagi dalam 3 bagian yaitu; Plane I yang
ditandai dengan pernafasan yang teratur dan terhentinya anggota
gerak. Tipe pernafasan thoraco-abdominal, refleks pedal masih ada,
bola mata bergerak-gerak, palpebra, konjuctiva dan kornea
terdepresi. Plane II, ditandai dengan respirasi thoraco-abdominal
dan bola mata ventro medial semua otot mengalami relaksasi kecuali
otot perut. Plane III, ditandai dengan respirasi regular, abdominal,
bola mata kembali ke tengah dan otot perut relaksasi. Stadium IV
(paralisis medulla oblongata atau overdosis),ditandai dengan
paralisis otot dada,
pulsus cepat dan pupil dilatasi. Bola mata menunjukkan gambaran
seperti mata ikan karena terhentinya sekresi lakrimal.

c. Klasifikasi
Obat bius memang diciptakan dalam berbagai sediaan dan
cara kerja. Namun, secara umum obat bius atau istilah medisnya
anestesi ini dibedakan menjadi tiga golongan yaitu anestesi lokal,
regional, dan umum.
1. Anastesi Lokal
Anestesi lokal adalah tindakan pemberian obat yang
mampu menghambat konduksi saraf (terutama nyeri) secara
reversibel pada bagian tubuh yang spesifik. Pada anestesi
umum, rasa nyeri hilang bersamaan dengan hilangnya kesadaran
penderita. Sedangkan pada anestesi lokal (sering juga
diistilahkan dengan analgesia lokal), kesadaran penderita tetap
utuh dan rasa nyeri yang hilang bersifat setempat (lokal).
Pembiusan atau anestesi lokal biasa dimanfaatkan untuk
banyak hal. Misalnya, sulam bibir, sulam alis, dan liposuction,
kegiatan sosial seperti sirkumsisi (sunatan), mencabut gigi
berlubang, hingga merawat luka terbuka yang disertai tindakan
penjahitan.
Anestesi lokal bersifat ringan dan biasanya digunakan
untuk tindakan yang hanya perlu waktu singkat. Oleh karena
efek mati rasa yang didapat hanya mampu dipertahankan selama
kurun waktu sekitar 30 menit seusai injeksi, bila lebih dari itu,
maka akan diperlukan injeksi tambahan untuk melanjutkan
tindakan tanpa rasa nyeri.
2. Anastesi Regional
Anestesi regional biasanya dimanfaatkan untuk kasus
bedah yang pasiennya perlu dalam kondisi sadar untuk
meminimalisasi efek samping operasi yang lebih besar, bila
pasien tak sadar. Misalnya, pada persalinan Caesar, operasi usus
buntu, operasi pada lengan dan tungkai. Caranya dengan
menginjeksikan obat-obatan bius pada bagian utama pengantar
register rasa nyeri ke otak yaitu saraf utama yang ada di dalam
tulang belakang. Sehingga, obat anestesi mampu menghentikan
impuls saraf di area itu. Sensasi nyeri yang ditimbulkan organ-
organ melalui sistem saraf tadi lalu terhambat dan tak dapat
diregister sebagai sensasi nyeri di otak. Dan sifat anestesi atau
efek mati rasa akan lebih luas dan lama dibanding anestesi lokal.
Ada kasus bedah, bisa membuat mati rasa dari perut ke
bawah. Namun, oleh karena tidak mempengaruhi hingga ke
susunan saraf pusat atau otak, maka pasien yang sudah di
anestesi regional masih bisa sadar dan mampu berkomunikasi,
walaupun tidak merasakan nyeri di daerah yang sedang
dioperasi.
3. Anastesi Umum
Anestesi umum (general anestesi) atau bius total disebut
juga dengan nama narkose umum (NU). Anestesi umum adalah
meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran
yang bersifat reversibel. Anestesi umum biasanya dimanfaatkan
untuk tindakan operasi besar yang memerlukan ketenangan
pasien dan waktu pengerjaan lebih panjang, misalnya pada
kasus bedah jantung, pengangkatan batu empedu, bedah
rekonstruksi tulang, dan lain-lain.
Cara kerja anestesi umum selain menghilangkan rasa
nyeri, menghilangkan kesadaran, dan membuat amnesia, juga
merelaksasi seluruh otot. Maka, selama penggunaan anestesi
juga diperlukan alat bantu nafas, selain deteksi jantung untuk
meminimalisasi kegagalan organ vital melakukan fungsinya
selama operasi dilakukan. Untuk menentukan prognosis
(Dachlan. 1989) ASA (American Society of Anesthesiologists)
membuat klasifikasi berdasarkan status fisik pasien pra anestesi
yang membagi pasien kedalam 5 kelompok atau kategori
sebagai berikut: ASA 1, yaitu pasien dalam keadaan sehat yang
memerlukan operasi. ASA 2, yaitu pasien dengan kelainan
sistemik ringan sampai sedang baik karena penyakit bedah
maupun penyakit lainnya. Contohnya pasien batu ureter dengan
hipertensi sedang terkontrol, atau pasien apendisitis akut dengan
lekositosis dan febris. ASA 3, yaitu pasien dengan gangguan
atau penyakit sistemik berat yang diaktibatkan karena berbagai
penyebab. Contohnya pasien apendisitis perforasi dengan septi
semia, atau pasien ileus obstruksi dengan iskemia miokardium.
ASA 4, yaitu pasien dengan kelainan sistemik berat yang secara
langsung mengancam kehiduannya. ASA 5, yaitu pasien tidak
diharapkan hidup setelah 24 jam walaupun dioperasi atau tidak.
Contohnya pasien tua dengan perdarahan basis krani dan syok
hemoragik karena ruptura hepatik. Klasifikasi ASA juga dipakai
pada pembedahan darurat dengan mencantumkan tanda darurat
(E = emergency), misalnya ASA 1 E atau III E.
d. Obat-obatan anastesi umum
Agar anestesi umum dapat berjalan dengan sebaik mungkin,
pertimbangan utamanya adalah memilih anestetika ideal. Pemilihan
ini didasarkan pada beberapa pertimbangan yaitu keadaan penderita,
sifat anestetika, jenis operasi yang dilakukan, dan peralatan serta
obat yang tersedia. Sifat anestetika yang ideal antara lain mudah
didapat, murah, tidak menimbulkan efek samping terhadap organ
vital seperti saluran pernapasan atau jantung, tidak mudah terbakar,
stabil, cepat dieliminasi, menghasilkan relaksasi otot yang cukup
baik, kesadaran cepat kembali, tanpa efek yang tidak diinginkan.
Obat anestesi umum yang ideal adalah mempunyai sifat-sifat antara
lain : pada dosis yang aman mempunyai daya analgesik relaksasi
otot yang cukup, cara pemberian mudah, mula kerja obat yang cepat
dan tidak mempunyai efek samping yang merugikan. Selain itu obat
tersebut harus tidak toksik, mudah dinetralkan, mempunyai batas
keamanan yang luas, tidak dipengaruhi oleh variasi umur dan
kondisi pasien. Obat-obatan anestesi yang umum dipakai pada
pembiusan total adalah N2O, halotan, enfluran, isofluran,
sevofluran, dan desfluran. Obat anestesi umum yang ideal haruslah
tidak mudah terbakar, tidak meledak, larut dalam lemak, larut dalam
darah, tidak meracuni end-organ (jantung, hati, ginjal), efek samping
minimal, tidak dimetabolisasi oleh tubuh, dan tidak mengiritasi
pasien.
e. Pemilihan tehnik anastesi
Pemilihan teknik anestesi adalah suatu hal yang kompleks,
memerlukan kesepakatan dan pengetahuan yang dalam baik antara
pasien dan faktor–faktor pembedahan. Dalam beberapa kelompok
populasi pasien, pembiusan regional ternyata lebih baik daripada
pembiusan total. Blokade neuraksial bisa mengurangi resiko
trombosis vena, emboli paru, transfusi, pneumonia, tekanan
pernapasan, infark miokardial, dan gagal ginjal. Beberapa faktor
yang mempengaruhi pemilihan anestesi antara lain: keterampilan
dan pengalaman ahli anestesi dan ahli bedah, tersedianya obat dan
peralatan, kondisi klinis pasien, waktu yang tersedia, tindakan gawat
darurat atau efektif, keadaan lambung, dan pilihan pasien. Untuk
operasi kecil (misalnya menjahit luka atau manipulasi fraktur
lengan), jika lambung penuh, maka pilihan yang terbaik adalah
anestesi regional. Untuk operasi besar gawat darurat, anestesi
regional atau umum sangat kecil perbedaannya dalam hal
keamanannya.
General anestesi adalah tindakan meniadakan nyeri secara
sentral disertai hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali
(reversible). Komponen anestesi yang ideal terdiri dari: (1) hipnotik,
(2) analgesia, dan (3) relaksasi otot.
Metode anestesi general dilihat dari cara pemberian obat:
1. Parenteral
Anestesi general yang diberikan secara parenteral baik intravena
maupun intramuskuler biasanya digunakan untuk tindakan yang
singkat atau untuk induksi anestesi.
2. Perektal
Anestesi general yang diberikan perektal kebanyakan dipakai
pada anak, terutama untuk induksi anestesi atau tindakan
singkat.
3. Perinhalasi
Anestesi inhalasi adalah anestesi dengan menggunakan gas atau
cairan anestetika yang mudah menguap (volatile agent) sebagai
zat anestetika melalui udara pernapasan.
Teknik pemberian anestesi general:
1. Napas spontan dengan face mask
2. Napas spontan dengan pipa endotrakeal
3. Dengan pipa endotrakea dan napas kendali
f. Face Mask
Hilangnya tonus otot jalan nafas bagian atas (misalnya
kelemahan dari otot genioglosus) pada pasien yang dianestesi
menyebabkan lidah dan epiglotis jatuh kebelakang kearah dinding
posterior faring. Mengubah posisi kepala atau jaw thrus tmerupakan
teknik yang disukai untuk membebaskan jalan nafas. Untuk
mempertahankan jalan nafas bebas, jalan nafas buatan (artificial
airway) dapat dimasukkan melalui mulut atau hidung untuk
menimbulkan adanya aliran udara antara lidah dengan dinding
faring bagian posterior (Gambar 5-4). Pasien yang sadar atau dalam
anestesi ringan dapat terjadi batuk atau spasme laring pada saat
memasang jalan nafas artifisial bila refleks laring masih
intact. Pemasangan oral airway kadang-kadang difasilitasi dengan
penekanan refleks jalan nafas dan kadang-kadang dengan menekan
lidah dengan spatel lidah. Oral airway dewasa umumnya berukuran
kecil (80 mm/Guedel No 3), medium (90 mm/Guedel no 4), dan
besar (100 mm/Guedel no 5).
Panjang nasal airway dapat diperkirakan sebagai jarak
antara lubang hidung ke lubang telinga, dan kira-kira 2-4 cm lebih
panjang dari oral airway. Disebabkan adanya resiko epistaksis, nasal
airway tidak boleh digunakan pada pasien yang diberi antikoagulan
atau anak dengan adenoid. Juga, nasal airway jangan digunakan
pada pasien dengan fraktur basis cranii. Setiap pipa yang
dimasukkan melalui hidung (nasal airway, pipa nasogastrik, pipa
nasotrakheal) harus dilubrikasi. Nasal airway lebih ditoleransi
daripada oral airway pada pasien dengan anestesi ringan.
Penggunaan face mask dapat memfasilitasi pengaliran
oksigen atau gas anestesi dari sistem breathing ke pasien dengan
pemasangan face mask dengan rapat (gambar 5-5). Lingkaran dari
face mask disesuaikan dengan bentuk muka pasien. Orifisium face
mask dapat disambungkan ke sirkuit mesin anestesi melalui
konektor. Tersedia berbagai disain face mask. Face mask yang
transparan dapat mengobservasi uap gas ekspirasi dan
muntahan. Facemask yang dibuat dari karet berwarna hitam cukup
lunak untuk menyesuaikan dengan bentuk muka yang tidak umum.
Retaining hook dipakai untuk mengkaitkan head scrap sehingga face
mask tidak perlu terus dipegang. Beberapa macam mask untuk
pediatrik di disain untuk mengurangi dead space.
Ventilasi yang efektif memerlukan jalan nafas yang bebas
dan face mask yang rapat/tidak bocor. Teknik pemasangan face
mask yang tidak tepat dapat menyebabkan reservoir bag kempis
walaupun klepnya ditutup, hal ini menunjukkan adanya kebocoran
sekeliling face mask. Sebaliknya, tekanan sirkuit breathing yang
tinggi dengan pergerakan dada dan suara pernafasan yang minimal
menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.

Bila face mask dipegang dengan tangan kiri, tangan kanan


digunakan untuk melakukan ventilasi dengan tekanan positif dengan
memeras breathing bag. Face mask dipasang dimuka pasien dan
sedikit ditekan pada badan face mask dengan ibu jari dan telunjuk.
Jari tengah dan jari manis menarik mandibula untuk ekstensi joint
atlantooccipital. Tekanan jari-jari harus pada mandibula, jangan
pada jaringan lunak yang menopang dasar lidah karena dapat terjadi
obstruksi jalan nafas. Jari kelingking ditempatkan dibawah
sudut jaw dan digunakan untuk jaw thrust manuver yang paling
penting untuk dapat melakukan ventilasi pasien.

Pada situasi yang sulit, diperlukan dua tangan untuk


mendapatkan jaw thrust yang adekuat dan face mask yang rapat.
Karena itu diperlukan seorang asisten untuk memompa bag (gambar
5-8). Obstruksi selama ekspirasi dapat disebabkan karena tekanan
kuat dari face mask atau efek ball-valve dari jaw thrust. Kadang-
kadang sulit memasang face maks rapat kemuka. Membiarkan gigi
palsu pada tempatnya (tapi tidak dianjurkan) atau memasukkan
gulungan kasa ke rongga mulut mungkin dapat menolong mengatasi
kesulitan ini. Ventilasi tekanan normalnya jangan melebihi 20 cm
H2O untuk mencegah masuknya udara ke lambung.
Kebanyakan jalan nafas pasien dapat dipertahankan dengan
face mask dan oral atau nasal airway. Ventilasi dengan face mask
dalam jangka lama dapat menimbulkan cedera akibat tekanan pada
cabang saraf trigeminal atau fasial. Disebabkan tidak adanya
tekanan positif pada jalan nafas selama nafas spontan, hanya
diperlukan tekanan minimal pada face mask supaya tidak bocor. Bila
face mask dan ikatan mask digunakan dalam jangka lama maka
posisi harus sering dirubah untuk menghindari cedera. Hindari
tekanan pada mata, dan mata harus diplester untuk menghindari
resiko aberasi kornea.
BAB IV
PEMBAHASAN

1. Anamnesis & Pemeriksaan Fisik


Untuk menjaga kebugaran penderita yang akan dioperasi haruslah
dilakukan anamnesis dan pemerikasaan terlebih dahulu. Anamnesis tersebut
mencakup antara lain riwayat tentang apakah penderita pernah mendapat
anestesi sebelumnya. Hal ini menjadi hal yang penting karena untuk mengetahui
apakah penderita mengalami alergi, mual-muntah, nyeri otot, gatal-gatal atau
sesak nafas pasca bedah. Selain hal yang berhubungan dengan riwayat anestesi
dan riwayat bedah sebelumnya, anamnesis juga diperlukan untuk mengetahui
apakah penderita memiliki riwayat penyakit sistemik lain seperti Diabetes
Melitus atau Hipertensi. Karena penderita dengan penyakit tersebut harus
mendapatkan perhatian khusus.
2. Pemeriksaan Laboratorium
Rekomendasi pada persiapan pemeriksaan laboratorium sebelum operasi
antara lain: Pemeriksaan darah tepi lengkap rutin (Hb, Ht, leukosit, hitung jenis,
trombosit) , pemeriksaan darah tepi dilakukan atas indikasi, yaitu pasien yang
diperkirakan menderita anemia defisiensi, pasien dengan penyakit jantung,
ginjal, saluran napas atau infeksi. Keuntungan pemeriksaan darah tepi lengkap
adalah dapat mendeteksi leukopenia atau leukositosis yang menunjukkan
adanya infeksi atau yang lebih jarang lagi adalah keganasan darah.
3. Puasa pre operasi
Pengosongan lambung sebelum anestesi penting untuk mencegah aspirasi
isi lambung karena regurtasi dan muntah. Pada pembedahan elektif,
pengosongan lambung dilakukan dengan puasa. Pada pembedahan daruat
pengosongan lambung dapat dilakukan lebih aktif dengan cara merangsang
muntah, memasang pipa nasogastrik atau memberi obat yang merangsang
muntah seperti apomorphin,dll.
Cara-cara ini tidak menyenangkan untuk pasien sehingga jarang sekali
dilakukan. Cara lain yang dapat ditempuh adalah menetralkan asam lambung
dengan memberi antasida (magnesium trisilikat) atau antagonis reseptor H2
(simetidin dan ranitidin).
4. Premedikasi
Pemberian obat 1-2 jam sebelum anastesi dengan tujuan untuk melancarkan
induksi, rumatan, dan bangun dari anastesi. Tujuan premedikasi adalah
 Meredakan kecemasan dan ketakutan
 Memperlancar induksi
 Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus
 Mengurangi mual-muntah pasca operasi
 Menciptakan amnesia
 Menguras isi lambung
5. Induksi
Merupakan tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak sadar
sehingga memungkinkan dimulainya anastesi dan pembedahan. Induksi
anastesi dapat dikerjakan dengan cara intravena, inhalasi, intramuskular, intra
rectal. Setelah diberikan induksi dilanjutkan dengan pemeliharaan anastesi
sampai tindakan pembedahan selesai. Selama induksi anastesi tanda-tanda vital
pasien harus diperhatikan.
Obat-obatan yang biasa digunakan pada induksi adalah
 Pentothal 3-7mg/kgbb/x
 Ketamin 1-2 mg/kgbb/x
 Propofol 2-3 mg/kgbb/x
Induksi inhalasi juga dapat digunakan,dimulai dengan aliran O2 >4
liter/menit atau campuran N2O dan O2 = 3:1. Aliran >4 liter/menit, sedangkan
agent yang biasa digunakan adalah :
 Halotan
 Isofluran
 Sevofluran
 Enfluran
Sebelum dilakukan operasi, kondisi penderita tersebut termasuk dalam ASA I
karena penderita merupakan perempuan usia 17 tahun tidak ada keluhan klinis.
Pada kasus ini dilakukan general anestesi dengan teknik Face Mask. Penggunaan
Face Mask dikarenakan operasi yang dilakukan membutuhkan waktu yang tidak
terlalu lama.
Granisetron diberikan sebagai premedikasi. Granisetron merupakan suatu
antagonis reseptor serotonin 5-HT3 selektif yang diindikasikan sebagai pencegahan
dan pengobatan mual dan muntah pasca bedah. Pelepasan 5HT3 ke dalam usus
dapat merangsang refleks muntah dengan mengaktifkan serabut aferen vagal lewat
reseptornya. Ondansetron diberikan pada pasien ini untuk mencegah mual dan
muntah yang bisa menyebabkan aspirasi. Sediaan 1 ampul 3mg/3ml.
Midazolam (Sedacum) adalah obat hipnotik-sedatif. Obat ini merupakan
turunan benzodiazepine. Midazolam (Sedacum) menjadi obat hipnotik sedatif
pilihan karena kerjanya cepat,waktu paruhnya pendek, memiliki amnesia
aterograde yang menguntungkan, tidak mengiritasi Obat golongan Sedatif adalah
obat-obatan yang menghilangkan kecemasan, mengurangi ketegangan dan
menimbulkan ketenangan. Sedangkan efek obat golongan hipnotika adalah obat-
obat sedatif yang ditingkatkan dosisnya yang mendepresi susunan saraf pusat
sehingga menyebabkan tidur. Sediaan 5 mg/5ml dengan dosis 0,07-0,1 mg/kgBB.
Cefuroxim (Oxtercid) adalah obat antibiotik golongan sefalosporin. Obat ini
juga dapat diberikan pada pasien yang akan menjalani prosedur operasi guna
mencegah kambuhnya infeksi. Sediaan 1 vial 750 mg. pada pasien ini menggunakan
750 mg (1 vial).
Fentanyl adalah obat golongan narkotika bertujuan untuk mengurangi nyeri
saat pembedahan, biasanya diberikan jika anastesi dilakukan dengan anastetik
dengan sifat analgesik rendah misalnya halotan, tiopental, propofol. mempunyai
potensi analgesik 75-125 kali morfin. Mempunyai mula kerja yang cepat dan
mempunyai waktu eleminasi yang cepat juga dalam tubuh. Efek terhadap jantung
minimal tetapi dapat terjadi bradikardi yang dapat di tanggulanggi dengan
pemberian sulfas atropin. Sediaan 1 ampul 100 mcg/ 2ml.
Penggunaan induksi pertama adalah penggunaan propofol (recofol). Propofol
(recofol) dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu bersifat isotonik
dengan kepekatan 1%. Suntikan intravena sering menyebabkan nyeri, sehingga
beberapa detik sebelumnya sebaiknya dapat diberikan lidokain 1-2 mg/kg secara
intravena. Dosis bolus untuk induksi 2-2,5 mg/kgBB, dosis rumatan untuk anastesi
intravena total adalah 4-12 mg/kgBB/jam dan dosis sedasi untuk perawatan intensif
0,2 mg/kgBB. Sediaan 1 ampul 200 mg/20 ml. pada pasien ini menggunakan 90
mg/9 ml.
Sedangkan untuk anestesi inhalasi menggunakan O2, N2O dan Halotan. O2
pertama kali diberikan pada pasien ini dengan dosis 5L/menit. Setelah nafas pasien
teratur, kemudian dosis O2 diturunkan dan kemudian N2O dimasukkan. Dosis
keduanya seimbang yaitu 50:50 (3L/menit : 3 L/menit). Kemudian anestesi inhalasi
mulai juga dimasukkan. Anestesi inhalasi yang digunakan adalah Halotan. Halotan
merupakan alkana terhalogenasi dengan ikatan florida-florida. Tidak mudah
terbakar dan tidak berwarna. Berbau enak. Merupakan anastetik kuat namun
analgesik lemah. Pasien akan lebih cepat bangun setelah anastesi. Setelah operasi
selesai O2 dinaikan 5L/menit dan N2O di matikan.
Pasien sudah tidak makan dan minum ± 8 jam, namun sudah di pelihara
kekurangan cairannya dengan memberikan cairan infus selama di bangsal

Untuk kebutuhan selama operasi berlangsung, BB = 45 kg

a. Maintenance 2 cc/kgBB/jam = 2 x 45 = 90 cc/jam


b. Stress operasi 2cc/kgBB/jam = 2 x 45 = 90 cc/jam
c. Pengganti puasa = 8 x 90 = 720 cc/jam
Perdarahan <20 % EBV tidak perlu transfusi, cukup diganti dengan
kristaloid, kebutuhan cairan selama operasi 40 menit
= maintenance + stress operasi + 1/2. PP
= 90 + 90 + ½.720
= 540cc/ jam
= 360cc  untuk 40 menit
Operasi berlangsung selama 40 menit, sehingga kebutuhan cairan pasien
adalah sebanyak 360 cc. Menurut perhitungan, perdarahan yang lebih dari 20 %
Estimated Blood Volume (EBV) harus dilakukan tindakan pemberian transfusi
darah. Pada pasien ini, perkiraan perdarahan adalah ±30cc, dimana EBV perempuan
dewasa = 65 cc/kgBB.
EBV = 65 cc x 45 kg

= 2925cc

Sehingga didapatkan jumlah perdarahan (% EBV) :

% EBV = 30cc / 2925cc x 100 %

= 1,02 %

Oleh karena perdarahan pada kasus ini kurang dari 20% EBV maka tidak
diperlukan tranfusi darah. Dengan pemberian cairan rumatan (koloid 1flab) sudah
cukup untuk menangani banyaknya perdarahan.

Post operatif

Untuk kebutuhan cairan di bangsal, perhitungannya adalah sebagai berikut:

1. Maintenance 2 cc/kgBB/jam = 2 x 45 = 90 cc/jam


2. Sehingga jumlah tetesan yang diperlukan jika mengunakan infuse 1 cc ~ 20
tetes adalah 90/60 x 20 tetes = 30 tetes/menit.
Setelah operasi selesai, pasien dibawa ke recovery room. Observasi post
operasi dengan dilakukan pemantauan secara ketat meliputi vital sign (tekanan
darah, nadi, suhu dan respirasi). Oksigen tetap diberikan 2-3 liter/menit.
Dari hasil Aldrrete score di dapatkan :
Aldrete Score Point Nilai Pada Pasien

Motorik 4 ekstermitas 2 √

2 ekstremitas 1

- 0

Respirasi Spontan + batuk 2 √

Nafas kurang 1

- 0

Sirkulasi Beda <20% 2 √

20-50% 1
>50% 0

Kesadaran Sadar penuh 2 √

Ketika dipanggil 1

- 0

Kulit Kemerahan 2 √

Pucat 1

Sianosis 0

Total 10

Apabila total Aldrete score >7 pasien sudah dapat dipindah ke bangsal.
Pada saat malam hari post operasi.
Sistem Pernapasan

Respiratory Rate : 18 x/mnt

Sistem Sirkulasi

Tekanan darah : 110/70 mmHg


Nadi : 84x/mnt

Sistem Saraf Pusat

GCS : 15

Sistem Perkemihan

Dalam batas normal

Sistem Pencernaan

Bising usus : 10x/mnt

Sistem Muskuloskeletal

Dalam batas normal.


BAB V
KESIMPULAN

Pada kasus ini, pasien wanita usia 48 tahun dengan tumor mammae sinistra
yang akan dilakukan operasi lumpectomy menggunakan anestesi umum (General
Anestesi) dengan teknik face mask dengan obat-obatan premedikasi dan anestesi
intravena maupun inhalasi yang sesuai.
Dalam operasi lumpectomy ini menggunakan General Anestesi dikarenakan
General Anestesi menghilangkan rasa sakit seluruh tubuh secara sentral dan juga
memblock nervus vagus (saraf simpatis).
Obat-obatan yang digunakan dalam premedikasi adalah ondansetron
(granisetron), midazolam (sedacum), cefuroxime (Oxtercid) dan fentanyl. Untuk
induksi menggunakan propofol (recofol), pemeliharaan menggunakan N2O, O2,
dan Halotan. General Anestesi diinduksi dengan Propofol yang merupakan obat
hipnotik intravena diisopropilfenol yang menimbulkan induksi anenstesi yang
cukup dengan aktivitas eksitasi yang maksimal. kemudian diberi rumatan anestesi
dengan N2O, O2, dan Halotan. Dengan maintenance cairan menggunakan tutofusin
500 cc.
Kebutuhan cairan selama operasi yaitu jumlah dari pengganti puasa,
maintenance, dan stress operasi (1/2.720 + 90 + 90 = 540 cc) untuk 1 jam pertama,
pasien memerlukan 40 menit untuk operasi sehingga memerlukan cairan 360cc.
selama proses operasi tidak terjadi masalah gejolak hemodinamik.
Post operasi pasien dirawat di recovery room setelah aldrette score 10 pasien
dapat dipindah ke bangsal, selanjutnya dimonitoring stabilitas pasien post operasi
sampai keadaan umumnya membaik.
DAFTAR PUSTAKA

Himendra, A: Teori Anestesiologi, Yayasan Pustaka Wina, Bandung, 2004.

Jatoi I, Kaufmann M, Petit J.Y. 2006. Diagnostic Procedures. In: Schroder G, ed.
Atlas of Breast Surgery. Berlin: Springer-Verlag Berlin Heidelberg. p 19-21

Jatoi I, Kaufmann M, Petit J.Y. 2006. Surgery for Breast Carcinoma. In: Schroder
G, ed. Atlas of Breast Surgery. Berlin: Springer-Verlag Berlin Heidelberg. 67,
81-82

Kirby I.B. 2006. The Breast. In: Brunicardi F.C et all, ed. Schwartz’s Principles of
Surgery. Eight edition. New York: McGraw-Hill Books Company.

Latief, SA, Suryadi, KA, Dachlan, R: Petunjuk Praktis Anestesiologi edisi kedua,
Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta, 2002.
Morgan, G. Edward. 2005. Clinical Anesthesiology, 4th Edition. Mc Graw-Hill
Companies, Inc. United State.
Syarif, Amir. Et al. Kokain dan Anestetik Lokal Sintetik. Dalam: Farmakologi dan
Terapi edisi 5 hal.259-272. 2007. Gaya Baru, jakarta.

Anda mungkin juga menyukai