Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pre-eklampsia sebagai salah satu komplikasi persalinan didefinisikan sebagai


suatu kumpulan gejala pada ibu hamil ditandai dengan peningkatan tekanan darah
sistolik ≥ 140/90 MmHg dan tingginya kadar protein pada urine (proteinuria) yang
sering muncul pada usia kehamilan ≥ 20 minggu. Kedua kriteria ini masih menjadi
definisi klasik preeklampsia, sedangkan untuk edema tidak lagi dipakai sebagai kriteria
diagnostik karena sangat banyak ditemukan pada wanita dengan kehamilan normal
(POGI, 2016).

Angka kematian ibu (AKI) di tahun 2011, 81% diakibatkan karena komplikasi
selama kehamilan, persalinan dan nifas. Bahkan sebagian besar dari kematian ibu
disebabkan karena perdarahan, infeksi, dan preeklamsia. Rasio kematian ibu dinegara-
negara berkembang merupakan yang tertinggi dengan 450 kematian ibu per 100.000
kelahiran hidup jika dibandingkan dengan rasio kematian ibu di 9 negara maju dan 51
negara persemakmuran. (WHO,2012).
Angka kematian ibu (AKI) di Indonesia masih termasuk yang tinggi
dibandingkan negara-negara di asia misalnya Singapura, dengan AKI 14 per 100.000
kelahiran hidup. Masalah ini tentu perlu untuk mendapat perhatian khusus dari seluruh
pihak baik pemerintah, sector swasta, maupun masyarakat mengingat bahwa target
millennium development goals (MDGs) tahun 2015 yaitu menurunkan AKI menjadi 102
per 100.000 kelahiran hidup (SDKI,2012).
Pre-eklampsia berat merupakan sindrom spesifik kehamilan berupa
berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivitas endotel, yang ditandai
dengan peningkatan tekanan darah dan proteinuria (Cunningham et al,2003, Matthew
warden, MD,2005).
Masalah preeklampsia bukan hanya berdampak pada ibu saat hamil dan
melahirkan, namun juga menimbulkan masalah pasca persalinan akibat disfungsi endotel
di berbagai organ. Dampak jangka panjang pada bayi yang dilahirkan ibu dengan
preeklampsia antara lain bayi akan lahir prematur sehingga mengganggu semua organ
pertumbuhan bayi. Sampai dengan saat ini penyebab preeklampsi belum diketahui
secara pasti, beberapa faktor resiko yang menjadi dasar perkembangan kasus
preeklampsi diantaranya adalah usia, primigravida, multigravida, jarak antar kehamilan,
janin besar dan kehamilan dengan janin lebih dari satu (POGI, 2016).

Perubahan kondisi pasca persalinan pada setiap ibu dengan preeklampsia tidak
sama, hal ini dipengaruhi proses adaptasi ibu selama mengalami perubahan tersebut.
Kemampuan untuk beradaptasi terhadap perubahan selama masa nifas mempengaruhi
kebutuhan ibu baik secara fisiologis maupun psikologisnya. Dengan memberikan asuhan
pada masa nifas diharapkan mampu memenuhi kebutuhan tersebut sehingga ibu dapat
melakukan dan meningkatkan kemampuan secara mandiri terhadap perubahan yang
terjadi pasca melahirkan (Rusniati, 2017).

1.2. Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas maka penulis ingin mengetahui bagaimana asuhan
keperawatan maternitas pada pasien dengan diagnosa Pre-eklampsia di Ruang Melati
Rsu Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan.

1.3. Tujuan Penulisan


1.3.1. Tujuan Umum

Melakukan asuhan keperawatan maternitas pada Ny. J dengan gangguan diagnosa


Pre-eklampsia di Ruang Melati Rsu Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan.

1.3.2. Tujuan Khusus


1. Melaksanakan pengkajian keperawatan maternitas pada Ny. J dengan gangguan
diagnosa Pre-eklampsia di Ruang Melati Rsu Imelda Pekerja Indonesia (IPI)
Medan.
2. Menentukan diagnosa keperawatan maternitas pada Ny. J dengan gangguan
diagnosa Pre-eklampsia di Ruang Melati Rsu Imelda Pekerja Indonesia (IPI)
Medan.
3. Mendeskripsikan rencana tindakan keperawatan maternitas pada Ny. J dengan
gangguan diagnosa Pre-eklampsia di Ruang Melati Rsu Imelda Pekerja
Indonesia (IPI) Medan.
4. Melaksanakan tindakan keperawatan maternitas pada Ny. J dengan gangguan
diagnosa Pre-eklampsia di Ruang Melati Rsu Imelda Pekerja Indonesia (IPI)
Medan.
5. Melaksanakan evaluasi keperawatan maternitas pada Ny. J dengan gangguan
diagnosa Pre-eklampsia di Ruang Melati Rsu Imelda Pekerja Indonesia (IPI)
Medan.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Dasar Chepalopelvic Disproportion (CPD)
2.1.1 Defenisi CPD
Menurut Verney, (2009) Disproporsi sevalopelvik (Chepalopelvic
Disproportion, CPD), atau disproporsi fetopelvik adalah antara ukuran janin dan ukuran
pelvis yakni ukuran pelvis tertentu tidak cukup besar untuk mengakomodasi keluarnya
janin tertentu melalui pelvis sampai terjadi kelahiran per vagina. Pelvis yang adekuat
untuk jalan lahir bayi 2,27 kg mungkin cukup besar untuk bayi 3,2 kg mungkin tidak
cukup besar dengan bayi 3,6 kg.
Indikasi kemungkinan disproporsi sefalopelvik :
1. Ukuran janin sangat besar
2. Tipe dan karakteristik khusus tubuh wanita secara umum
3. Bahu lebih lebar dari pada pinggul, tanpa memerhatikan tinggi.
4. Postur tubuh pendek, seperti kotak
5. Tangan dan kaki pendk serta lebar (ukuran sepatu memberi banyak informasi)
6. Riwayat fraktur pelvis
7. Deformitas spinal, contoh skoliosis, atau kifosis
8. Malpresentasi atau malposisi

Disproporsi Sefalopelvik dapat ditandai oleh pola persalinan disfungsional,


kegagalan kemajuan persalinan, fleksi kepala yang buruk, atau kemacetan rotasi internal
dan penurunan (yaitu deep transverse arrest). Disproporsi Sefalopelvik dapat, atau tidak
dapat disertai pembentukan kaput atau molase. Persalinan disfungsional yang
disebabkan oleh disproporsi sefalopelvik dapat mengakibatkan kondisi berikut:
1 Kerusakan pada janin yaitu kerusakan otak
2 Kematian janin atau neonates
3 Rupture uterus
4 Kematian Ibu
5 Infeksi intrauterus
2.1.2 Etiologi CPD
Sebab-sebab yang dapat menimbulkan kelainan panggul dapat dibagi sebagai berikut :
1. Kelainan karena gangguan pertumbuhan
2. Panggul sempit seluruh : semua ukuran kecil
3. Panggul picak : ukuran muka belakang sempit, ukuran melintang biasa
4. Panggul sempit picak : semua ukuran kecil tapi terlebih ukuran muka belakang
5. Panggul corong : pintu atas panggul biasa,pintu bawah panggul sempit.
6. Panggul belah : symphyse terbuka
7. Kelainan karena penyakit tulang panggul atau sendi-sendinya
a. Panggul rachitis : panggul picak, panggul sempit, seluruha panggulsempit
picak dan lain-lain
b. Panggul osteomalacci : panggul sempit melintang
c. Radang articulatio sacroilliaca : panggul sempit miring
8. Kelainan panggul disebabkan kelainan tulang belakang
9. Kyphose didaerah tulang pinggang menyebabkan panggul corong
10. Sciliose didaerah tulang panggung menyebabkan panggul sempit miring.
11. Kelainan panggul disebabkan kelainan aggota bawah Coxitis,luxatio,atrofia. Salah
satu anggota menyebabkan panggul sempit miring.
12. fraktura dari tulang panggul yang menjadi penyebab kelainan panggul.

2.1.3 Tanda dan Gejala

1 Persalinan lebih lama dari yang normal .


2 Janin belum masuk PAP pada usia kehamilan 39 minggu (primipara),
3 Tinggi badan kurang dari 145 cm
4 Ukuran distasia spinarum kurang dari 24-26 cm
5 Ukuran distasia kristarum kurang dari 28-30 cm
6 Ukuran konjugata eksterna diameter kurang dari 18-20 cm
7 Ukura lingkar panggul kurang dari 80-90 cm
8 Pintu Atas Panggul
a) Ukuran Konjugata vera / diameter antero posterior ( diameter depan -
belakang ) yaitu diameter antara promontorium dan tepi atas symfisis kurang
dari 11 cm
b) Ukuran diameter melintang ( transversa), yaitu jarak terlebar antara ke-2 linea
inominata kurang dari 13 cm.
c) Ukuran diameter oblik ( miring ) jarak antara artikulasio sakro iliaka dengan
tuberkulum pubicum sisi yang bersebelahan kurang dari 12 cm.
9 Bidang tengah Panggul
a) Bidang luas panggul terbentuk dari titik tengah symfisis, pertengahan
acetabulum, dan ruas sacrum ke-2 dan ke-3. diameter anteroposterior kurang
dari 12,75 cm, diameter transversanya kurang dari 12,5 cm.
b) Bidang sempit panggul merupakan bidang yang berukuran kecil terbentang
dari tepi bawah symfisis, spina ischiadika kanan dan kiri, dan 1-2 cmdari ujung
bawah sacrum. diameter antero-posterior kurang dari 11,5 cm, diameter
transversa kurang dari 10 cm.
10 Pintu Bawah Panggul
a) Diameter anteroposterior yaitu ukuran dari tepi bawah symfisis ke ujung
sacrum kurang dari 11,5 cm
b) Diameter transversa jarak antara tuber ischiadikum kanan dan kiri kurang dari
10,5 cm
c) Diameter sagitalis posterior yaitu ukuran dari ujung sacrum
kepertengahan ukuran transversa kurang dari 7,5 cm
2.1.4 Anatomi dan Fisiologi Panggul
Tulang – tulang panggul

potongan sagita panggul, menunjukan pelvis mayor dan minor


Menurut Sarwono Prawirohardjo (2010) tulang-tulang panggul antara lain:

a. Pelvis Mayor
Pelvis Maor adalah bagian pelvis yang terletak diatas linea terminalis, disebut pula
false pelvis. Bagian yang terletak dibawah linea terminalis disebut pelvis minor atau
true pelvis. Bagian akhir ini adalah bagian yang mempunyai peranan penting dalam
obstetri dan harus dapat dikenal dan dinilai sebaik- baiknyauntuk dapat meramalkan
dapat tidaknya bayi melewatinya.
b. Pelvis Minor
Bentuk pelvis minor ini menyerupai suatu saluran yang mempunyai sumbu
melengkung ke depan (sumbu Carus). Sumbu ini secara klasik adalah garis yang
menghubungkan titik persekutuan antara diameter transversa dan konjugata vera
pada pintu atas panggul dengan titik-titik sejenisdi Hodge II, III, dan IV. Sampai
dekat Hodge III sumbu itu lurus, sejajar dengan sakrum, untuk seterusnya
melengkung ke depan, sesuai dengan kelengkungan sakrum. Hal ini penting untuk
diketahui bila kelak mengakhiri persalinan dengan cunam agar arah penarikan
cunam itu disesuaikan dengan arah sumbu jalan lahir tersebut.
Diantara kedua pintu ini terdapat ruang panggul (pelvic cavity). Ukuran ruang
panggul diatas ke bawah tidak sama. Ruang panggul mempunyai ukuran yang paling
luas dibawah pintu atas panggul, kemudian menyempit ke panggul tengah, dan
selanjutnya menjadi sedikit lebih luas lagi dibagian bawah. Penyempitan dipanggul
tengah, dan selanjutnya menjadi sedikit lebih luas lagi dibagian bawah. Penyempitan
dipanggul tengah ini setinggi spina iskiadika yang jarak antara kedu spina iskiadika
(distensia interspinarum) normal ± 10,5 cm.
c. Bidang Hodge
Bidang-bidang Hodge ini dipelajari untuk menentukan sampai dimanakah bagian
terendah janin turun dalam panggul dalam persalinan:
a) Bidang Hodge I: ialah bidang datar yang melalui bagian atas simfisis dan
montorium. Bidang ini dibentuk pada lingkaran pintu atas panggul.
b) Bidang Hodge II: ialah bidang yang sejajar dengan Bidang Hodge I terletang
setinggi bagian bawah simfisis.
c) Bidang Hodge III: ialah bidang yang sejajar dengan Bidang Hodge I dan II
terletak setinggi spina iskiadika kanan dan kiri. Pada rujukan lain, bidang
Hodge III ini disebut juga bidang O. Kepala yang berada di atas 1 cm disebut (-
1) atau sebaliknya.
d) Bidang Hodge IV: ialah bidang yang sejajar dengan bidang Hodge I, II, III,
terletak setinggi os koksigis.
d. Pintu Atas Panggul

Pintu atas panggul dengan konjugata vera, diameter transversa dan diameter
oblikua
Pintu atas panggul merupakan suatu bidang yang dibentuk oleh promontorium
korpus vertebra sakra 1, linea innominata (terminalis), dan pinggir atas simfisis.
Terdapat 4 diameter pada pintu atas panggul, yaitu diameter anteroposterior, diameter
transversa, dan 2 meter oblikua.
Panjang jarak dari pinggir atas simfisis ke promontorium lebih kurang 11 cm,
disebut konjugata vera. Jarak terjauh garis melintang pada pintu atas panggul lebih
kurang 12,5-13 cm, disebut diameter transversa dan konjugata vera dan diteruskan ke
linea innominata, ditemukan diameter yang disebut diameter oblikua sepanjang lebih
kurang 13 cm.
Dalam obstetri dikenal 4 jenis panggul (pembagian Caldwell dan Moloy, 2009),
yang mempunyai ciri-ciri pintu atas panggul sebagai berikut:
˗ Jenis ginekoid: panggul paling baik untuk perempuan. Bentuk pintu area atas
panggul hampir bulat. Panjang diameter antero-posterior kira-kira sama dengan
diameter transversa. Jenis ini diemukan pada 45% perempuan.
˗ Jenis android: bentuk pintu atas panggul hampir segitiga. Umumnya pria
mempunyai jenis seperti ini. Panjang diameter anteroposterior hampir sama
dengan diameter transversa, akan tetapi yang terakhir ini jauh lebih mendekati
sakrum. Dengan demikian, bagian belakangnya pendekdan gepeng, sedangkan
bagian depannya menyempit ke depan. Jenis ini ditemukan pada 15 %
perempuan.
˗ Jenis antropoid: bentuk pintu atas panggul agak lonjong, seperti
telur.Panjang diameter antero-posterior lebih besar dari pada diameter
trnasversa. Jenis ini ditemukan pada 35% perempuan
˗ Jenis platipelloid: sebenarnya jenis ini adalah jenis ginekoid yang menyempit
pada arah muka belakang. Ukuran melintang jauh lebih besar dari pada ukuran
muka belakang. Jenis ini ditemukan pada 5% perempuan.
e. Pintu Bawah Panggul

Pintu bawah panggul


Pintu bawah panggul tidak merupakan suatu bidang datar, tetapi tersusun atas 2
bidang datar yang masing-masing berbentuk segitiga, yaitu bidang yang terbentuk oleh
garis antara kedua buah tuber os iskii dengan ujung os sakrum dan segitiga lainya yang
alasnya juga garis antara kedua tuber os sikii dengan bagian bawah simfisis. Pinggir
bawah simfisis. Pinggir bawah simfisis berbntuk lengkung ke bawah dan merupakan
sudut disebutarkus pubis. Dalam keadaan normal besarnya sudut ini ± 90°, atau lebih
besar sedikit, bila kurang sekali (lebih kecil) dari 90°, maka kepala janin akan lebih sulit
dilahirkan karena memerlukan tempat lebih banyak ke arah dorsal (ke arah anus).
Dalam hal ini perlu diperhtikan ujung os sekrum/os koksigis tidak menonjol
kedepan, sehingga kepala janin tidak dapat dilahirkan. Jarak antara kedua tuber os iskii
(distansia tuberum) juga merupakan ukuran pintu bawah panggul yang penting.
Distansia tuberum diambil dari bagian dalamnya adalah ± 10,5 cm. bila lebih kecil, jarak
antara tengah-tengah distansia tuberum ke ujung sakrum (diameter sagitalis posterior)
harus cukup panjang agar bayi normal dapat dilahirkan
f. Ukuran Ukuran Luar Panggul
Ukuran-ukuran luar panggul ini dapat digunakan bila pelvimetri radiologik tidak
dapat dilakukan. Dengan cara ini dapat ditentukan secara garis besar jenis, bentuk, dan
ukuran-ukuran panggul apabila dikombinasikan dengan pemeriksaan dalam. Alat-alat
yang dipakai anatara lain: jangka-jangka panggul Martin, Oseander, Collin, dan
Boudeloque. Yang diukur sebagai berikut:
˗ Distansia spinarum (± 24 cm – 26 cm), jarak antara kedua spina illaika anterior
superior sinistra dan dekstra.
˗ Distansia kristarum (± 28 cm – 30 cm), jarak yang terpanjang antara dua tempat
yang simetris pada krista iliaka sinistra dan dekstra. Umumnya ukuran- ukuran
ini tidak penting, tetapi bila ukuran ini lebih kecil 2-3 cm dari nilai normal, dapat
dicurigai panggul itu patologik.
˗ Distansia oblikua ekstena (ukuran miring luar): jarak antara spina iliaka posterior
sinistra dan spina iliaka anterior dekstra dan dari spina iliaka posterior dekstra
ke spina ilaika anterior superior sinistra. Kedua ukuran ini bersilang. Jika pnggul
normal, maka kedua ukuran ini tidak banyak berbeda. Akan tetapi, jika panggul
itu asimetrik (miring), kedua ukuran itu jelas berbeda sekali.
˗ Distansia intertrokanterika: jarak antara kedua trokanter mayor.
˗ Konjugata eksterna (Boudelogue) ± 18 cm: jarak antara bagian atas simfisis ke
prosesus spinolus lumbal 5.
˗ Distansia tuberum (± 10,5 cm): jarak antara tuber iskii kanan dan kiri untuk
mengukurnya dipakai jangka Oseander. Angka yang ditunjuk jangka harus
ditambah 1,5 cm karena adanya jaringan subkutis antara tulang dan ujung
jangka, yang menghalangi pengukuran secara cepat. Bila jarak ini kurang dari
normal, dengan sendirinya arkus pubis lebih kecil dari 90°.
2.1.5 Ptofisiologi
CPD

Sectio caesarea

Insisi abdomen
Adaptasi fisiologis Adaptasi psikologis

Taking in Taking hold letting go


Terputusnya komplikasi Jln masuk Hormone
kontinuitas organisme estrogen &
progesteron ketergantungan Kurang informasi
perdarahan
nyeri Resti tentang perawatan
infeksi bayi dan cara merawat
Multimulasi hipofisis Mobilisasi fisik
Volume darah anterior bayi
menurun menurun
Hb
menurun sekresi
Ganggunag
perawatan diri Kurang
Resti kurang O2 & laktasi
pengetahuan
volume nutrisi ke
cairan sel ASI tidak lancar
berkurang
Intoleransi Pembengkakan
aktifitas payudara
2.2 Konsep Dasar Pre-eklampsia
2.2.1 Defenisi Pre-eklampsia
Pre-eklampsia merupakan gangguan hipertensi yang terjadi pada ibu hamil
dengan usia kehamilan lebih dari 20 minggu yang ditandai dengan meningkatnya
tekanan darah ≥ 140/90 MmHg disertai dengan edema dan proteinuria (Faiqoh, 2014).
Pre-eklampsia merupakan kondisi spesifik pada kehamilan yang ditandai dengan
tingginya tekanan darah, tingginya kadar protein dalam urine serta edema. Diagnosis
pre-eklampsia ditegakkan berdasarkan adanya hipertensi spesifik yang disebabkan
kehamilan disertai dengan gangguan sistem organ lainnya pada usia kehamilan diatas 20
minggu. Pre-eklampsia, sebelumya selalu didefinisikan dengan adanya hipertensi dan
proteinuri yang baru terjadi pada kehamilan (new onset hypertension with proteinuria)
(POGI, 2016).
2.2.2 Klasifikasi
Menurut (Sukarni, 2017) dalam bukunya menjelaskan hipertensi dalam
kehamilan dibagi menjadi 2 golongan yaitu :
1) Preeklampsia Ringan
Kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan darah 140/90 MmHg atau lebih dengan
posisi pengukuran tekanan darah pada ibu baik duduk maupun telentang. Protein
Uria 0,3 gr/lt atau +1/+2. Edema pada ekstermitas dan muka serta diikuti kenaikan
berat badan > 1 Kg/per minggu.
2) Preeklampsia Berat
Kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan darah 160/110 MmHg atau lebih.
Protein Uria 5 gr/lt atau lebih, terdapat oliguria ( Jumlah urine kuran dari 500 cc per
2 jam) serta adanya edema pada paru serta cyanosis. Adanya gangguan serebral,
gangguan visus dan rasa nyeri pada epigastrium.
2.2.3 Etiologi
Sampai dengan saat ini penyebab utama preeklamsia masih belum diketahui
secara pasti. Beberapa ahli percaya bahwa preeklamsia diawali dengan adanya kelainan
pada plasenta, yaitu organ yang berfungsi menerima suplai darah dan nutrisi bagi bayi
selama masih di dalam kandungan.
Teori lain menjelaskan preeklampsia sering terjadi pada Primigravida,
Kehamilan Post Matur /Post Term serta Kehamian Ganda. Berdasarkan teori teori
tersebut preeklampsia sering juga disebut“ Deseases Of Theory” . Beberapa landasan
teori yang dapat dikemukakan diantaranya adalah (Nuraini, 2011) :
1) Teori Genetik
Berdasarkan pada teori ini preeklampsia merupakan penyakit yang dapat diturunkan
atau bersifat heriditer, faktor genetik menunjukkan kecenderungan meningkatnya
frekuensi preeklampsi pada anak-anak dari ibu yang menderita preeklampsia, serta
peran Renin-Angiotensin-Aldosteron-System (RAAS) dimana enzim renin
merupakan enzim yang dihasilkan oleh ginjal dan berfungsi untuk meningkatkan
tekanan darah bekerja sama dengan hormon aldosteron dan angiotensin lalu
membentuk sistem.
2) Teori Immunologis
Pre-eklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan jarang timbul pada
kehamilan berikutnya. Hal ini dapat diterangkan bahwa pada kehamilan pertama
pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna.
3) Teori Prostasiklin & Tromboksan
Pada pre-eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler, sehingga terjadi
penurunan produksi prostasiklin yang pada kehamilan normal meningkat, aktifitas
penggumpalan dan fibrinolisis, yang kemudian akan diganti trombin dan plasmin.
Trombin akan mengkonsumsi antitrombin mentebabkan pelepasan tromboksan dan
serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel.
Menurut Marianti (2017) selain Primigravida, Kehamilan Ganda serta Riwayat
Preeklampsia, beberapa faktor lainnya yang bisa meningkatkan resiko preeklamsia
antara lain adalah :
1. Malnutrisi Berat.
2. Riwayat penyakit seperti : Diabetes Mellitus, Lupus, Hypertensi dan Penyakit Ginjal.
3. Jarak kehamilan yang cukup jauh dari kehamilan pertama.
4. Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.
5. Obesitas.
6. Riwayat keluarga dengan preeklampsia.

2.2.4 Manifestasi Klinis


Tanda klinis utama dari preeklampsia adalah tekanan darah yang terus
meningkat, peningkatan tekanan darah mencapai 140/90 mm Hg atau lebih atau sering
ditemukan nilai tekanan darah yang tinggi dalam 2 kali pemeriksaan rutin yang terpisah.
Selain hipertensi, tanda klinis dan gejala lainnya dari preeklamsia adalah :
1) Tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg diastolik
pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan lengan yang sama.
2) Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter.
3) Nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen.
4) Edema Paru.
5) Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus.
6) Oligohidramnion
Beberapa penelitian terbaru menunjukkan rendahnya hubungan antara kuantitas
protein urin terhadap luaran preeklampsia, sehingga kondisi protein urin masif ( lebih
dari 5 g) telah dieleminasi dari kriteria pemberatan preeklampsia (preeklampsia berat).
Kriteria terbaru tidak lagi mengkategorikan lagi preeklampsia ringan, dikarenakan setiap
preeklampsia merupakan kondisi yang berbahaya dan dapat mengakibatkan peningkatan
morbiditas dan mortalitas secara signifikan dalam waktu singkat (POGI, 2016).

2.2.5 Komplikasi pre-eklampsia

1. Komplikasi pada ibu


˗ Atonia uteri
- Sindrom hellp (hemolysis, elevated liver enzymes, low platelet count)
- Ablasi retina
- Gagal jantung
2. Komplikasi pada janin
˗ Pertumbuhan pada janin terhambat
˗ Prematurits
˗ Kematian janin
˗ Solusio plasenta
2.2.6 Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada preeklampsia
adalah sebagai berikut (Abiee, 2012) :
1) Pemeriksaan Laboratorium
A. Pemeriksaan darah lengkap dengan hapusan darah :
a) Penurunan hemoglobin (nilai rujukan atau kadar normal hemoglobin untuk
wanita hamil adalah 12-14 gr %)
b) Hematokrit meningkat ( nilai rujukan 37 – 43 vol %).
c) Trombosit menurun ( nilai rujukan 150 – 450 ribu/mm3 ).
B. Urinalisis
Ditemukan protein dalam urine.
C. Pemeriksaan Fungsi hati
a) Bilirubin meningkat ( N= < 1 mg/dl ).
b) LDH ( laktat dehidrogenase ) meningkat.
c) Aspartat aminomtransferase ( AST ) > 60 ul.
d) Serum Glutamat pirufat transaminase (SGPT ) meningkat (N= 15-45 u/ml).
e) Serum glutamat oxaloacetic trasaminase (SGOT) meningkat (N= <31 u/l).
f) Total protein serum menurun (N= 6,7-8,7 g/dl)
D. Tes kimia darah
Asam urat meningkat (N= 2,4-2,7 mg/dl)
2) Radiologi
a. Ultrasonografi
Ditemukan retardasi pertumbuhan janin intra uterus. Pernafasan intrauterus lambat,
aktivitas janin lambat, dan volume cairan ketuban sedikit.
b. Kardiotografi
Diketahui denyut jantung janin lemah.
2.2.7 Penatalaksanaan
Menurut (Pratiwi, 2017) penatalaksanaan pada preeklampsi adalah sebagai berikut :
1. Tirah Baring miring ke satu posisi.
2. Monitor tanda-tanda vital, refleks dan DJJ.
3. Diet tinggi kalori, tinggi protein, rendah karbohidrat lemak dan garam.
4. Pemenuhan kebutuhan cairan : Jika jumlah urine < 30 ml/jam pemberian cairan infus
Ringer Laktat 60-125 ml/jam.
5. Pemberian obat-obatan sedative, anti hypertensi dan diuretik.
6. Monitor keadaan janin ( Aminoscopy, Ultrasografi).
7. Monitor tanda-tanda kelahiran persiapan kelahiran dengan induksi partus pada usia
kehamilan diatas 37 minggu.

2.3 Konsep Dasar Sectio Caesarea


2.3.1 Defenisi Sectio Caesarea
Sectio caesarian adalah suatu tindakan pembedahan guna melahirkan anak melalui
insisi dinding perut abdomen dan uterus (Oxorn & Forte, 2010). Sedangkan menurut
Sarwono, (2011) Sectio Caesarian adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan
melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam
keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram.
2.3.2 Anatomi dan Fisiologi
1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Reproduksi
Anatomi fisiologi sistem reproduksi wanita dibagi menjadi 2 bagian yaitu: alat
reproduksi wanita bagian dalam yang terletak di dalam rongga pelvis, dan alat
reproduksi wanita bagian luar yang terletak di perineum (Bobak, 2010).

a. Struktur Eksterna
a) Vulva adalah penutup atau pembungkus yang berbentuk lonjong, berukuran
panjang, mulai klitoris, kanan kiri dibatasi bibir kecil sampai ke belakang
dibatasi perineum.
b) Mons Pubis atau mons veneris merupakan jaringan lemak subkutan berbentuk
bulat yang lunak dan padat serta merupakan jaringan ikat jarang di atas simfisis
pubis.
c) Labia Mayora adalah dua lipatan kulit panjang melengkung yang menutupi
lemak dan jaringan kulit yang menyatu dengan mons pubis.
d) Labia Minora terletak diantara dua labia mayora merupakan lipatan kulit yang
panjang, sempit, tidak berambut yang memanjang ke arah dari bawah klitoris dan
menyatu dengan fourchett.
e) Klitoris adalah organ pendek berbentuk silinder dan yang terletak tepat di bawah
arkus pubis. Jumlah pembuluh darah dan persarafan yang banyak membuat
klitoris sangat sensitif terhadap suhu, sentuhan dan sensasi tekanan.
f) Vestibulum suatu daerah yang berbentuk seperti perahu atau lojong, terletak di
antara labia minora, klitoris dan fourchette.
g) Perineum adalah daerah muskular yang ditutupi kulit antara introitus vagina dan
anus. Perineum membentuk dasar badan perineum.
b. Struktur Interna

a) Ovarium terletak di setiap sisi uterus, di bawah dan di belakang tuba falopi. Dua
ligamen mengikat ovarium pada tempatnya, yakni bagian mesovarium ligamen
lebar uterus, yang memisahkan ovarium dari sisi dinding pelvis lateral kira-kira
setinggi krista iliaka anterosuperior, dan ligamentum ovarii proprium, yang
mengikat ovarium ke uterus.
b) Tuba Falopii , sepasang tuba fallopi melekat pada fundus uterus. Tuba ini
memanjang ke arah lateral, mencapai ujung bebas legamen lebar dan berlekuk-
lekuk mengelilingi setiap ovarium.
c) Uterus adalah organ berdinding tebal, muskular, pipih, cekung yang tampak
mirip buah pir yang terbalik. Uterus terdiri dari tiga bagian, fundus, korpus dan
istmus. Vagina adalah suatu tuba berdinding tipis yang dapat melipat dan mampu
meregang secara luas. Mukosa vagina berespon dengan cepat terhadap stimulai
esterogen dan progesteron.
2 Anatomi Fisiologi Kulit & Abdomen
a. Lapisan Epidermis : Epidermis atau lapisan luar, terutama terdiri dari epitel
skuamosa bertingkat. Lapisan luar terdiri dari keratin, protein bertanduk,
Jaringan ini tidak memiliki pembuluh darah dan selselnya sangat rapat.
b. Lapisan Dermis : Dermis adalah lapisan yang terdiri dari kolagen jaringan
fibrosa dan elastin. Lapisan yang lebih dalam terletak pada jaringan subkutan dan
fasia, lapisan ini mengandung pembuluh darah, pembuluh limfe dan saraf.
c. Lapisan Subkutan : Lapisan ini mengandung sejumlah sel lemak, berisi banyak
pembuluh darah dan ujung syaraf. Dalam hubungannya dengan tindakan Sectio
Caesarian, lapisan ini adalah pengikat organ-organ yang ada di abdomen,
khususnya uterus. Organ-organ di abdomen dilindungi oleh selaput tipis yang
disebut peritonium. Dalam tindakan Sectio Caesarian, sayatan dilakukan dari
kulit lapisan terluar (epidermis) sampai dinding uterus.
d. Fasia : Di bawah kulit fasia superfisialis dibagi menjadi lapisan lemak yang
dangkal, Camper's fasia, dan yang lebih dalam lapisan fibrosa. Para fasia
transversalis dipisahkan dari peritoneum parietalis oleh variabel lapisan lemak.
Fascias adalah lembar jaringan ikat atau mengikat bersama-sama meliputi
struktur tubuh.
e. Otot dinding perut anterior dan lateral : Rectus abdominis meluas dari bagian
depan margo costalis di atas dan pubis di bagian bawah. Otot itu disilang oleh
beberapa pita fibrosa dan berada didalam selubung. Linea alba adalah pita
jaringan yang membentang pada garis tengah dari procecuss xiphodius sternum
ke simpisis pubis, memisahkan kedua musculus rectus abdominis.
f. Otot dinding perut posterior : Quadrates lumbolus adalah otot pendek persegi
pada bagian belakang abdomen, dari costa keduabelas diatas ke crista iliaca
2.3.3 Jenis Sectio Caesarea
Menurut Oxorn & Forte, (2010) tipe – tipe Sectio Caesarian yaitu :
1. Segmen bawah : insisi melintang
Tipe Sectio Caesaria ini memungkinkan abdomen dibuka dan uterus disingkapkan.
Lipatan vesicouterina (bladder flap) yang terletak dengan sambungan segmen atas
dan bawah uterus ditentukan dan disayat melintang, lipatan ini dilepaskan dari
segmen bawah dan bersama-sama kandung kemih di dorong ke bawah serta ditarik
agar tidak menutupi lapang pandang. Keunungan tipe ini adalah otot tidak dipotong
tetatpi dipisah kesamping sehingga dapat mengurangi perdarahan, kepala janin
biasanya dibawah insisi sehingga mudah di ektraksi. Kerugiannya adalah apabila
segmen bawah belum terbentuk dengan baik, pembedahan melintang sukar
dilakukan.
2. Segmen bawah : insisi membujur
Insisi membujur dibuat dengan skalpel den dilebarkan dengan gunting tumpul untuk
menghindari cedera pada bayi. Keuntungan tipe ini yaitu dapat memperlebar insisi
keatas apabila bayinya besar, pembentukan segmen bawah jelek, ada malposisi janin
seperti letak lintang atau adanya anomali janin seperti kehamilan kembar yang
menyatu. Kerugiannya adalah perdarahan dari tepi sayatan yang lebih banyak karena
terpotongnya otot.
3. Sectio Caesaria secara klasik
Insisi longitudinal di garis tengah dibuat dengan skalpel ke dalam dinding anterior
uterus dan dilebarkan keatas serta kebawah dengan gunting berujung tumpul.
Indikasi pada tindakan ini bila bayi tercekam pada letak lintang, kasus placenta
previa anterior serta malformasi uterus tertentu. Kerugiannya perdarahan lebih
banyak karena myometrium harus dipotong, bayi sering diekstraksi bokong dahulu
sehingga kemungkinan aspirasi cairan ketuban lebih besar serta insiden ruptur uteri
pada kehamilan berikutnya lebih tinggi.
4. Sectio Caesaria Extraperitoneal
Pembedahan ini dikerjakan untuk menghindari perlunya histerektomi pada kasus-
kasus yang mengalami infeksi luas dengan mencegah peritonitis generalisata yang
sering bersifat fatal. Tehnik pada prosedur ini relatif sulit, sering tanpa sengaja
masuk kedalam cavum peritoneal dan insidensi cedera vesica urinaria meningkat.
5. Histerectomi Caesaria
Pembedahan ini merupakan Sectio Caesaria yang dilanjutkan dengan pengeluaran
uterus. Indikasinya adalah perdarahan akibat atonia uteri setelah terapi konservatif
gagal, perdarahan akibat placenta previa dan abruption placenta, ruptur uteri yang
tidak dapat diperbaiki serta kasus kanker servik dan ovarium.
2.3.4 Indikasi Sectio Caesarea
Tindakan Sectio Caesaria dilakukan apabila tidak memungkinkan dilakukan
persalinan pervaginam disebabkan adanya resiko terhadap ibu atau janin dengan
pertimbangan proses persalinan normal yang lama atau keagagalan dalam proses
persalinan normal. Menurut Hartati & Maryunani, (2015) indikasi persalinan Sectio
Caesaria dibagi menjadi :
1) Persalinan atas indikasi gawat ibu :
a. Proses persalinan normal yang lama atau kegagalan dalam proses persalinan.
b. Kondisi panggul sempit.
c. Plasenta menutupi jalan lahir.
d. Komplikasi preeklampsia.
e. Ketuban Pecah Dini.
f. Bayi besar.
g. Kelainan letak
2) Persalinan atas indikasi gawat janin :
a. Tali pusat menumbung.
b. Infeksi intra partum.
c. Kehamilan kembar.
d. Kehamilan dengan kelainan kongenital.
e. Anomaly janin mislanya hidrosefalus
2.3.5 Komplikasi
Komplikasi Sectio Caesaria menurut Oxorn & Forte, (2010) yaitu sebagai berikut :
1) Perdarahan yang terjadi karena adanya atonia uteri, pelebaran insisi uterus, kesulitan
mengeluarkan plasenta dan hematoma ligamentum latum.
2) Infeksi Sectio Caesaria bukan hanya terjadi di daerah insisi saja, tetapi dapat terjadi
di daerah lain seperti traktus genitalia, traktus urinaria, paru-paru dan traktus
respiratori atas.
3) Berkurangnya vaskuler bagian atas uterus sehingga dapat menyebabkan rupture
uterus.
4) Ileus dan peritonitis.

2.4 Konsep Dasar Keperawatan


2.4.1 Pengkajian Keperawatan
1. Identitas Klien
Meliputi nama, usia, alamat, agama, bahasa, status perkawinan, pendidikan,
pekerjaan, golongan darah, tanggal masuk rumah sakit, dan diagnose medis.
2. Keluhan Utama
Keluhan utama adalah keluhan yang harus ditanyakan dengan singkat dengan
menggunakan bahasa yang di pakai si pemberi keterangan. Keluhan utama
ditanyakan untuk mengetahui alasan klien datang, apakah untuk memeriksakan
kehamilan atau untuk memeriksakan keluhan lain. Pada kasus preeklamsia berat
klien merasakan beberapa keluhan seperti nyeri kepala menetap, gangguan
penglihatan, dan nyeri ulu hati (Varney, 2007).
3. Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan yang dimonitori adalah riwayat keesehatan sekarang, riwayat
kesehatan dahulu (faktor pendukung terjadinya preeklampsia) dan keluarga (faktor
genetik), riwayat pembedahan (seksio sesaria atau tidak), riwaat penyakit yang
pernah dialami (missal: hipertensi, DM, thypoid, dll), riwayat menstruasi (teratur
atau tidak), riwayat keluarga berencana, riwayat kesehatan reproduksi, riwayat
ginekologi,riwayat pemakaian obat, dan pola aktivitas sehari-hari.
4. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi adalah proses observasi yang sistematis yang tidak hanya terbatas pada
penglihatan tetapi juga meliputi indera pendengaran dan penghidung.
b. Palpasi adalah menyentuh atau menekan permukaan luar tubuh dengan jari.
c. Perkusi adalah melakukan ketukan langsung atau tidak langsung pada permukaan
tubuh tertentu untuk memastikan informasi tentang organ atau jaringan yang ada
dibawahnya.
d. Auskultasi adalah mendengarkan bunyi dalam tubuh dengan bantuan stetoskop
dengan menggambarkan dan menginterpretasikan bunyi yang terdengar.
Mendengar: mendengarkan di ruang antekubiti untuk tekanan darah, dada untuk
bunyi jantung/paru abdomen untuk bising un sus atau denyut jantung janin,
(Johnson & Taylor, 2005: 39).
2.4.2. Diagnosa Keperawatan
1. Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen, tirah baring atau mobilisasi, imobilitas.
2. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan dalam penampilan, kehamilan
dan edema, penykit, cidera.
3. Nyeri akut berhubungan dengan Epigastrik (prekursoreklampsia) dan sakit kepala
sekunder akibat pemberian magnesium sulfat, agen cidera (misal biologis, zat kimia,
fisik, psikologis).
4. Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang
faktor pemberat (misal: merokok, gaya hidup monoton, trauma, obesitas, asupan
garam, imobilitas), kurang pengetahuan tentang proses penyakit (misal: DM,
hipertensi, hiperlipidemia).
5. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
2.3.3. Rencana Keperawatan
NO. Diagnosa Kriteria Hasil Penatalaksanaan
Keperawatan

1. Intoleransi Kriteria hasil: -


Aktifitas
˗ Berpartisipasi
berhubungan dalam aktivitas fisik
dengan tirah baring tanpa disertai
atau imobilisasi, peningkatan
kelemahan umum. tekanan darah,
nadidan RR.
˗ Mampu melakukan
aktivitas sehari-hari
(ADLs) secara
mandiri.
˗ Tanda-tanda vital
normal.
˗ Mampu berpindah:
dengan atau tanpa
bantuan alat.
2. Gangguan citra Kriteria hasil: -
tubuh berhubungan
˗ Body image positif
dengan perubahan
˗ Mampu
dalam penampilan,
mengidentifikasikan
kehamilan dan
kekuatan personal
edema.
˗ Mempertahankan
interaksi social

3. Nyeri akut kriteria hasil: -


berhubungan
˗ Mampu mengontrol
dengan agen cedera
nyeri
(misal biologis, zat
˗ Melaporkan bahwa
kimia, fisik,
nyeri berkurang
psikologis)
dengan
menggunakan
management nyeri
˗ Menyatakan rasa
nyeman setelah nyeri
berkurang
4. Ketidakefektifan Kriteria hasil: -
perfusi jaringan
Mendemonstrasikan
berhubungan
dengan kurang status sirkulasi yang
pengetahuan ditandai dengan:
tentang faktor
˗ Tekanan sistol dan
pemberat,
diastole dalam
hipertensi, gaya
rentang yang
hidup monoto,
diharapkan
merokok
˗ Tidak ada ortostatik
hipertensi
Mendemonstrasikan
kemampuan kognitif
yang ditandai dengan :

˗ Berkomunikasi
dengan jelas dan
sesuai dengan
kemampuan
˗ Menunjukkan
perhatian,
konsentrasi dan
orientasi
5. Ansietas Kriteria hasil:
berhubungan
˗ Klien mampu
dengan kurangnya
mengidentifikasi dan
pengetahuan
mengungkapkan
gejala cemas.
˗ Mengidentifikasi,
mengungkapkan dan
menunjukkan tehnik
untuk mengontrol
cemas.
˗ Vital sign dalam
batas normal.
˗ Postur tubuh, ekspresi
wajah, bahasa tubuh
dan tingkat aktivitas
menunjukkan
berkurangnya
kecemasan

2.4.4. Discharge planning


1. Segera periksakan ke dokter jika sudah mengetahui hamil, untuk mengetahui secara
dini apakah ada gejala penyakit yang menyertai.
2. Mencegah dan kenali gejala terjadinya preeclampsia dan eklampsia
3. Diet makanan tinggi protein, tinggi karbohidrat, cukup vitamin, dan rendah lemak;
kurang garam apabila berat badan bertambah/edema; makanan berorientasi pada
empat sehat lima sempurna; untuk menambah jumlah protein ditambah 1 butir telur
setiap hari.
4. Lakukan pemeriksaan antenatal secara rutin
5. Istirahat yang cukup sesuai bertambahan usia kehamilan
6. Bila dalam keadaan yang meragukan segeralah periksa ke dokter.

Anda mungkin juga menyukai