Anda di halaman 1dari 38

Clinical Science Session

DISTOSIA

Oleh:
Januvia Rizfamila 1110312011
Nazla Putri Sukma 1110313048

Preseptor:
dr. Syahrial Syukur, SpOG

BAGIAN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUD SUNGAI DAREH
DHARMASRAYA
2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Data dari Reproductive Health Library menyatakan terdapat 180 sampai 200
juta kehamilan setiap tahun. Dari angka tersebut terjadi 585.000 kematian maternal
akibat komplikasi kehamilan dan persalinan. Sebab kematian tersebut adalah
perdarahan 24,8%, infeksi dan sepsis 14,9%, hipertensi dan preeklampsi/eklampsi
12,9%, persalinan macet (distosia) 6,9%, abortus 12,9%, dan sebab langsung yang
lain 7,9%. Seksio sesarea di Amerika Serikat dilaporkan meningkat setiap
tahunnya, Pada tahun 2002 terdapat 27,6 % seksio sesarea dari seluruh proses
kelahiran. Dari angka tersebut, 19,1% merupakan seksio sesarea primer.
Laporan American College of Obstretician and Gynaecologist (ACOG)
menyatakan bahwa seksio sesarea primer terbanyak pada primigravida dengan fetus
tunggal, presentasi vertex, tanpa komplikasi. Indikasi primigravida tersebut untuk
seksio sesarea adalah presentasi bokong, preeklampsi, distosia, fetal distress, dan
elektif. Distosia merupakan indikasi terbanyak untuk seksio sesarea pada
primigravida sebesar 66,7%. Angka ini menunjukkan peningkatan dibandingkan
penelitian Gregory dkk pada 1985 dan 1994 masing-masing 49,7% dan 51,4%
distosia menyebabkan seksio sesarea.
Distosia adalah persalinan yang abnormal atau sulit dan ditandai dengan
terlalu lambatnya kemajuan persalinan. Kelainan persalinan ini menurut ACOG
dibagi menjadi 3 yaitu kelainan kekuatan (power), kelainan janin (passenger), dan
kelainan jalan lahir (passage). Panggul sempit (pelvic contaction) merupakan salah
satu kelainan jalan lahir yang akan menghambat kemajuan persalinan karena
ketidaksesuaian antara ukuran kepala janin dengan panggul ibu yang biasa disebut
dengan disproporsi sefalopelvik. Istilah disproporsi sefalopelvik muncul pada masa
dimana indikasi utama seksio sesarea adalah panggul sempit yang disebabkan oleh
rakhitis. Disproporsi sefalopelvik sejati seperti itu sekarang sudah jarang
ditemukan, umumnya disebabkan oleh janin yang besar. Berdasarkan uraian di atas
maka kami perlu menguraikan permasalahan dan penatalaksanaan pada disproporsi
sefalopelvik sebagai salah satu penyebab distosia penting dimiliki oleh dokter.

1.2. Rumusan Masalah


Makalah ini membahas tentang definisi, etiologi, diagnosis, dan tatalaksana
distosia.
1.3. Tujuan Penelitian
Penulisan ini bertujuan untuk menambah pengetahuan mengenai definisi,
etiologi, diagnosis, dan tatalaksana distosia.
1.4. Metode Penelitian
Penulisan ini menggunakan metode penulisan tinjauan kepustakaan merujuk
pada berbagai literatur.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Distosia
2.1.1. Definisi
Distosia berasal dari bahasa Yunani, dys atau dus berarti buruk atau jelek,
tosia berasal dari tocos yang berarti persalinan, sehingga distosia merupakan
persalinan yang sulit, tidak ada kemajuan dalam persalinan atau merupakan
persalinan yang membawa satu akibat buruk bagi janin maupun ibu.1
2.1.2. Etiologi
Distosia terjadi karena beberapa faktor, yaitu kelainan power, passage, dan
passanger.
a) Power
Power adalah kekuatan ibu mendorong janin, yaitu kekuatan his dan kekuatan
ibu dalam mengejan. His normal yaitu his yang timbul dominan pada fundus uteri,
simetris, kekuatannya semakin lama semakin kuat dan sering serta mengalami fase
relaksasi yang baik.2
Kontraksi uterus atau his secara normal terjadi pada awal persalinan yakni
pada kala 1. Pada awal kala 1 his yang timbul masih jarang yaitu 1 kali dalam 15
menit dengan kekuatan 20 detik, his ini semakin lama akan timbul semakin cepat
dan sering yakni interval 2 sampai 3 kali dalam 10 menit dengan kekuatan 50
sampai 100 detik. Apabila kontraksi tidak adekuat, maka serviks tidak akan
mengalami pembukaan, sehingga pada kondisi tersebut dilakukan induksi
persalinan, dan apabila tidak ada kemajuan persalinan maka dilakukan seksio
sesaria.2
b) Passage
Pelvis (panggul) tersusun atas empat tulang: sakrum, koksigis, dan dua tulang
inominata yang terbentuk oleh fusi ilium, iskium, dan pubis. Tulang-tulang
inominata bersendi dengan sakrum pada sinkondrosis sakroiliaka dan bersendi
dengan tulang inominata sebelahnya di simfisis pubis.2
Gambar 2.1. Anatomi pelvis anteroposteior2
Panggul dibagi menjadi dua regio oleh bidang imajiner yang ditarik dari
promontorium sakrum ke pinggir atas simfisis pubis, yaitu:
- Panggul palsu, terletak di atas bidang, berfungsi untuk menyokong intestinum.
- Panggul sejati, terletak di bawah bidang, memiliki dua bukaan yaitu: apertura
,pelvis superior (pintu atas panggul) dan apretura pelvis inferior (pintu bawah
panggul)
Selama proses kelahiran pervaginam, bayi harus dapat melewati kedua
pembukaan panggul sejati ini. Panggul memiliki empat bidang imajiner :
1. Bidang pintu atas panggul (apertura pelvis superior)
Bentuk pintu atas panggul wanita, dibandingkan dengan pria, cenderung
lebih bulat daripada lonjong. Terdapat tiga diameter pintu atas panggul yang biasa
digunakan: diameter anteroposterior, diameter transversal, dan diameter oblik.
Diameter anteroposterior yang penting dalam obstetrik adalah jarak terpendek
antara promontorium sakrum dan simfisis pubis, disebut sebagai konjugata
obstetris. Normalnya, konjugata obstetris berukuran 10 cm atau lebih, tetapi
diameter ini dapat sangat pendek pada panggul abnormal. Konjugata obsteris
dibedakan dengan diameter anteroposterior lain yang dikenal sebagai konjugata
vera. Konjugata vera tidak menggambarkan jarak terpendek antara promontorium
sakrum dan simfisis pubis. Konjugata obstetris tidak dapat diukur secara langsung
dengan pemeriksaan jari. Untuk tujuan klinis, konjugata obstetris diperkirakan
secara tidak langsung dengan mengukur jarak tepi bawah simfisis ke promontorium
sakrum, yaitu konjugata diagonalis, dan hasilnya dikurangi 1,5-2 cm.
Gambar 2.2. Diameter AP panggul atas dan panggul tengah2
2. Bidang panggul tengah (dimensi panggul terkecil)
Panggul tengah diukur setinggi spina iskiadika, atau bidang dimensi
panggul terkecil. Memiliki makna khusus setelah engagement kepala janin pada
partus macet. Diameter interspinosus, berukuran 10 cm atau sedikit lebih besar,
biasanya merupakan diameter pelvis terkecil. Diameter anteroposterior setinggi
spina iskiadika normal berukuran paling kecil 11, 5cm.

Gambar 2.3. Diameter AP dan T panggul atas dan tengah2


3. Bidang pintu bawah panggul (apertura pelvis inferior)
Pintu bawah panggul terdiri dari dua daerah yang menyerupai segitiga.
Area-area ini memiliki dasar yang sama yaitu garis yang ditarik antara dua
tuberositas iskium. Apeks dari segitiga posteriornya berada di ujung sakrum dan
batas lateralnya adalah ligamentum sakroiskiadika dan tuberositas iskium. Segitiga
anterior dibentuk oleh area di bawah arkus pubis. Tiga diameter pintu bawah
panggul yang biasa digunakan yaitu: anteroposterior, transversal, dan sagital
posterior.2

Gambar 2.4. Pintu bawah panggul2


4. Bidang dengan dimensi panggul terbesar (tidak memiliki arti klinis)

Caldwell dan Moloy mengembangkan suatu klasifikasi panggul yang masih


digunakan hingga saat ini. Klasifikasi Caldwell-Molloy didasarkan pada
pengukuran diameter transversal terbesar di pintu atas panggul dan pembagiannya
menjadi segmen anterior dan posterior. Bentuk segmen-segmen ini menentukan
klasifikasi panggul menjadi: panggul ginekoid, anthropoid, android, ataupun
platipeloid.2

Gambar 2.5. Tipe panggul berdasarkan klasifikasi Caldwell-Moloy2


c) Passanger
Pada usia kehamilan aterm, wajah hanya merupakan sebagian kecil dari
kepala, sisanya merupakan tengkorak padat yang terdiri dari dua tulang frontalis,
dua tulang parietalis, dan dua tulang temporalis, ditambah bagian atas tulang
oksipitalis dan sayap sfenoid. Tulang-tulang tengkorak dipisahkan oleh ruangan
membranosa yang disebut sutura. Sutura yang paling penting adalah sutura
frontalis, sutura sagitalis, dua sutura koronaria, dan dua sutura lambdoidea.

Gambar 2.6. Kepala janin pada kehamilan aterm yang memperlihatkan ubun-
ubun, sutura, dan diameter biparietal.

Pada tempat pertemuan beberapa sutura terbentuk ruang ireguler, yang


ditutupi oleh suatu membran yang disebut sebagai ubun-ubun. Ubun-ubun besar
atau anterior berbentuk belah ketupat, terletak di pertemuan antara sutura sagitalis
dan sutura koronaria. Ubun-ubun kecil atau posterior berbentuk segitiga, terletak di
perpotongan antara sutura sagitalis dan sutura lambdoidea. Lokasi ubun-ubun
memberikan informasi penting mengenai presentasi dan posisi janin.2
Biasanya dilakukan pengukuran beberapa diameter dan lingkar tertentu
pada kepala neonatus. Diameter-diameter yang penting antara lain:2
a. Diameter oksipitofrontalis (11,5 cm), mengikuti garis dari titik tepat di atas
pangkal hidung ke bagian yang paling menonjol dari tulang oksipitalis.
b. Diameter biparietalis (9,5 cm), garis tengah transversal terpanjang pada
kepala, memanjang dari satu tulang parietalis ke tulang parietalis lainnya.
c. Diameter bitemporalis (8,0 cm), jarak terjauh antara dua sutura temporalis.
d. Diameter oksipitomentalis (12,5 cm), dari dagu ke bagian yang paling
menonjol dari oksiput.
e. Diameter suboksipitobregmatikus (9,5 cm), mengikuti garis yang ditarik
dari bagian tengah ubun-ubun besar ke permukaan bawah tulang oksipitalis
tepat di pertemuan tulang ini dengan leher.

Gambar 2.7. Diameter-diameter kepala janin cukup bulan2


Lingkar tebesar kepala, berdasarkan bidang diameter oksipitofrontalis
berukuran rata-rata 34,5 cm. Lingkar terkecil kepala, berdasarkan bidang
suboksipitobregmatikus, berukuran 32 cm. Tulang-tulang kranium dalam keadaan
normal dihubungkan hanya oleh sebuah lapisan tipis jaringan fibrosa yang
memungkinkan masing-masing tulang bergeser untuk menyesuaikan dengan
ukuran dan bentuk panggul ibu. Proses ini disebut sebagai molding. Pada persalinan
lewat bulan, osifikasi tengkorak telah terjadi sehingga kemampuan tulang-tulang
tengkorak untuk bergerak menjadi berkuramg. Bayi prematur memiliki tengkorak
yang lebih lunak dan sutura yang lebih lebar sehingga molding yang terjadi dapat
berlebihan
Posisi kepala dan derajat osifikasi menghasilkan spektrum plastisitas
kranium yang bervariasi, dari minimal hingga maksimal. Pada beberapa kasus, hal
ini menimbulkan disproporsi fetopelvik yang menjadi indikasi utama seksio
sesarea.
Terdapat 6 variabel penting pada janin yang mempengaruhi proses
melahirkan:2
a. Ukuran janin
Ukuran janin dapat ditentukan secara klinis melalui palpasi abdomen atau
melalui pemeriksaan ultrasonografi, namun kedua pemeriksaan memiliki derajat
kesalahan yang tinggi. Makrosomia fetus berkaitan dengan kegagalan trial of
labor.
b. Letak janin
Letak janin menyatakan aksis janin relatif terhadap aksis longitudinal uterus.
Letak janin dapat bervariasi yaitu: longitudinal, transversal, atau oblik. Pada
kehamilan tunggal, hanya janin dengan letak longitudinal yang dapat selamat
melalui persalinan pervaginam.
c. Presentasi janin
Presentasi merupakan bagian terbawah janin yang paling dekat dengan jalan
lahir. Janin dengan letak longitudinal memiliki presentasi wajah atau bokong.
Presentasi campuran menyatakan bahwa terdapat lebih dari satu bagian tubuh
janin pada pintu atas panggul. Presentasi funik menyatakan presentasi tali pusat,
jarang terjadi. Fetus dengan presentasi kepala diklasifikasikan berdasarkan
bagian dari tulang tengkorak yang tampak yaitu oksiput (veteks), sinsiput,
wajah, atau.2 Malpresentasi menunjuk pada presentasi selain verteks, dan hal ini
terjadi pada sekitar 5% persalinan.

Gambar 2.8. Letak memanjang, presentasi kepala. Perbedaan sikap tubuh janin
pada presentasi (A) verteks, (B) sinsiput, (C) wajah, (D) dahi2
d. Sikap atau postur janin
Sikap menyatakan posisi kepala dalam hubungan dengan tulang belakang janin
(derajat fleksi/ ekstensi kepala janin). Fleksi kepala penting dalam engagement
kepala fetus pada panggul ibu. Jika dagu fetus mengalami fleksi optimal hingga
mencapai dada, diameter suboksipitobregmatikus tampil pada pintu atas
panggul. Hal ini merupakan diameter terkecil yang dapat muncul pada presentasi
kepala. Diameter yang muncul pada pintu atas panggul meningkat sejalan
dengan derajat ekstensi (defleksi) kepala. Hal ini dapat menyebabkan kegagalan
kemajuan persalinan. Arsitektur dinding pelvis bersama dengan peningkatan
aktivitas uterus dapat memperbaiki derajat defleksi pada tahap awal persalinan.2
e. Posisi janin
Posisi janin menyatakan hubungan antara titik acuan pada bagian terbawah
janin dengan sisi kanan atau kiri jalan lahir. Hal ini dapat ditentukan melalui
pemeriksaan vagina. Pada presentasi kepala, oksiput menjadi acuan penilaian.
Jika oksiput mengarah secara langsung ke anterior, posisi menjadi oksiput
anterior (OA). Jika oksiput mengarah ke sisi kanan ibu, posisi menjadi oksiput
anterior kanan (ROA). Pada presentasi oksiput, variasi posisi janin dapat
disingkat dengan membentuk arah jarum jam sebagai berikut.2

Pada persalinan sungsang, sakrum menjadi acuan penilaian. Pada presentasi


verteks posisi dapat ditentukan dengan palpasi sutura janin. Sutura sagitalis
merupakan sutura yang paling mudah dipalpasi. Biasanya kepala janin memasuki
pintu atas panggul dalam posisi tranversal, dan pada persalinan normal, kepala
mengalamai rotasi menjadi posisi OA. Kebanyakan bayi dilahirkan dengan posisi
OA, ROA, ataupun LOA. Malposisi menunjukkan persalinan dengan posisi selain
OA, ROA, ataupun LOA.
f. Station
Station merupakan pengukuran turunnya bagian janin melalui jalan lahir.
Standar klasifikasi dinyatakan dalam derajat -5 sampai dengan +5. Penentuan
ini didasarkan pada pengukuran kuantitatif dalam sentimeter pada tepi awal
tulang dari spina iskiadia. Titik tengah (station 0) didefinisikan sebagai bidang
spina iskiadika ibu. Spina iskiadika ibu dapat dipalpasi pada pemeriksaan
vagina, kira-kira searah jam 8 ataupun jam 4.2

Gambar 2.9 Bidang Hodge


2.1.3. Diagnosis
Menurut ACOG Practice Bulletin: Dystocia and Augmentation of Labour
(2003), diagnosis distosia tidak dapat ditegakkan sebelum persalinan percobaan
(trial of labor) yang adekuat tercapai.
Tabel 2.1. Pola Kelainan Persalinan, Kriteria, dan Metode Penanganan2
2.2. Distosia karena Kelainan Tenaga
2.2.1. Hypotonic uterine contraction
a) Definisi
Inersia uteri hipotoni atau hipotonic uterine contraction merupakan suatu
keadaan dimana kontraksi uterus terkoordinasi namun tidak adekuat dalam
membuat kemajuan dalam persalinan, biasanya his yang muncul kurang kuat,
terlalu lemah, pendek dan jarang. Inersia uteri terbagi menjadi dua macam, yakni
inersia uteri primer dan inersia uteri sekunder. Inersia uteri primer adalah ketika his
yang timbul sejak awal lemah, sedangkan inersia uteri sekunder his lemah timbul
setelah sebelumnya mengalami his yang kuat.2
b) Etiologi
Penyebab inersia uteri umumnya belum diketahui secara pasti, namun ada
beberapa yang menyebutkan penyebab terjadinya inersia uteri karena ibu
merupakan primi tua, psikis ibu dalam kondisi ketakutan, peregangan uterus yang
berlebih umumnya pada kondisi gemeli, herediter, uterus bikornis, atau karena
bagian janin tidak merapat pada segmen bawah rahim dalam hal ini kelainan letak
atau CPD (cephalo-pelvic disproportion).1
Secara normal his muncul sejak memasuki persalinan kala 1, his yang
timbul dominan pada bagian fundus uterus, terjadi secara simetris, kekuatan his
semakin lama semakin sering dan mengalami fase relaksasi, sehingga his yang baik
akan memberikan kemajuan persalinan. Apabila sejak awal his yang timbul bersifat
lemah, atau kurang kuat, pendek serta jarang, maka hal ini disebut dengan inersia
uteri primer hal ini umumnya terjadi pada kala 1 fase laten. Namun apabila
sebelumnya his baik, lalu menjadi lemah, kurang kuat, pendek serta jarang,
biasanya terjadi pada kala 1 dan 2 serta saat pengeluaran plasenta, maka hal ini
dinamakan inersia uteri sekunder.1
c) Diagnosis
Dalam membantu melihat kelainan his dapat didukung dengan pemeriksaan
CTG dan USG, pada inersia uteri hipotoni, his yang timbul tetap dominan pada
fundus, namun kontraksi yang terjadi biasanya lebih singkat dari biasanya, keadaan
umum pasien pada umumnya baik, rasa nyeri yang timbul tidak terlalu sakit.
Apabila ketuban masih utuh, keadaan ini tidak berbahaya baik bagi ibu maupun
bagi janin, kecuali apabila persalinan berlangsung lama.1

d) Penatalaksanaan
Penanganan kasus inersia uteri hipotoni yaitu dilakukan pengawasan yang
meliputi tekanan darah, denyut jantung janin, dehidrasi serta tanda-tanda asidosis,
diberikan diet cair sebagai persiapan operasi, infus D5% atau NaCl.
Apabila pasien inersia uteri dengan CPD maka dilakukan seksio sesaria,
apabila tidak ditemukan CPD maka perbaiki terlebih dahulu keadaan umum pasien,
apabila kepala atau bokong sudah masuk panggul maka pasien di edukasi untuk
aktivitas berjalan, lakukan pemecahan ketuban, berikan oksitosin drip 5 IU per
D5% dimulai 8 tetes permenit sampai dengan 40 tetes permenit. Pasien harus
diawasi terus menerus mengenai kekuatan interval his dan denyut jantung janin dan
apabila oksitosin drip gagal, maka dilakukan seksio sesaria.1
2.2.2. Incoordinate uterine action
Kelainan his pertama kali ditemukan pada primigravida, khususnya
primigravida tua. Sampai seberapa jauh faktor emosi mempengaruhi kelainan his,
belum ada persesuaian paham antara para ahli. Hipertonic uterine contraction dan
incoordinate uterine contraction sering terjadi bersama-sama yang ditandai dengan
peningkatan tekanan uterus, kontraksi yang tidak sinkron dan peningkatan tonus
otot di segmen bawah rahim serta frekuensi kontraksi yang menjadi lebih sering.
Hal ini pada umumnya berhubungan dengan solutio plasenta, penggunaan oksitosin
yang berlebihan, disproporsi sefalopelvik dan malpresentasi janin.3
Tonus uterus otot meningkat, juga di luar his, dan kontraksinya tidak
berlangsung seperti biasa karena tidak ada sinkronisasi antara kontraksi bagian-
bagiannya. Tidak adanya koordinasi antara kontraksi bagian atas, tengah dan bawah
menyebabkan his tidak efisien dalam mengadakan pembukaan. Di samping itu
tonus otot uterus yang meningkat menyebabkan rasa nyeri yang lebih keras dan
lama bagi ibu dan menyebabkan hipoksia dalam janin. His jenis ini juga disebut
sebagai uncoordinated hypertonic uterine contraction. Kadang-kadang dalam
persalinan lama dengan ketuban yang sudah lama pecah, kelainan his ini
menyebabkan spasmus sirkuler setempat, sehingga terjadi penyempitan kavum
uteri pada tempat itu. Ini dinamakan lingkaran kontraksi atau lingkaran konstriksi2.
Secara teoritis lingkaran ini dapat terjadi dimana-mana, akan tetapi biasanya
ditemukan pada batas antara bagian atas dan bagian segmen bawah uterus.
Lingkaran konstriksi tidak dapat diketahui dengan pemeriksaan dalam, kecuali
pembukaan sudah lengkap, sehingga tangan dapat dimasukkan ke dalam kavum
uteri. Oleh sebab itu jika pembukaan belum lengkap, biasanya tidak mungkin
mengenal kelainan ini dengan pasti.2

2.3. Distosia karena Janin


2.3.1. Posisi Oksipitalis Posterior Persisten (POPP)
a) Definisi
Secara normal pada presentasi belakang kepala, bagian yang pertama
sampai ke dasar panggul adalah oksiput, sehingga oksiput berputar kedepan karena
panggul luas didepan. Pada POPP, oksiput ini tidak berputar kedepan sehingga
tetap dibelakang1.
b) Etiologi
POPP ini dapat disebabkan karena beberapa hal, diantaranya bentuk
panggul antropoid karena memiliki segmen depan yang sempit dan otot panggul
yang sudah lembek biasanya hal ini terjadi pada multipara.4
c) Penatalaksanaan
Apabila panggung longgar, maka dapat dilahirkan dengan spontan namun
dengan proses yang lama sehingga perlu adanya pengawasan ketat dengan harapan
janin dapat dilahirkan spontan pervaginam. Tindakan dilakukan apabila kala II
terlalu lama atau adanya tanda-tanda kegawatan pada janin. Pada persalinan dapat
terjadi robekan perineum yang teratur atau ekstensi dari episiotomi karena
mekanisme persalinan pervaginam pada POPP yaitu ketika kepala sudah sampai
pada dasar panggul, ubun-ubun besar dibawah symphisis lahir melewati perineum.
Sebelumnya periksa ketuban, apabila masih intake maka pecahkan terlebih
dahulu ketubannya. Apabila penurunan kepala sudah lebih dari 3/5 diatas PAP
maka sebaiknya dilakukan seksio sesaria. Apabila pembukaan serviks belum
lengkap dan tidak ada tanda obstruksi maka diberikan oksitosin drip. Jika
pembukaan lengkap dan tidak ada kemajuan pada fase pengeluaran, dipastikan
kembali tidak adanya obstruksi kemudian apabila tidak ada tanda obstruksi
diberikan oksitosin drip, namun bila pembukaan lengkap dan kepala masuk tidak
kurang dari 1/5 PAP atau pada kala II bila kepala turun sampai dengan Hodge III
dan atau UUK lintang sudah dipimpin namun tak ada kemajuan sehingga
menyebabkan deep transvered arrest maka dilakukan vacum ekstraksi atau forceps.
Namun apabila ada tanda obstruksi serta gawat janin maka akhiri kehamilan dengan
seksio sesaria.2
Prognosis persalinan dengan POPP ini persalinan menjadi lebih lama dan
kerusakan jalan lahir lebih besar, selain itu kematian perinatal lebih besar pada
POPP dari pada presentasi kepala dengan UUK di bagian depan.2
2.3.2. Presentasi Puncak Kepala
a) Definisi
Presentasi puncak kepala adalah keadaan dimana puncak kepala janin
merupakan bagian terendah, hal ini terjadi apabila derajat defleksinya ringan atau
kepala dengan defleksi/ekstensi minimal dengan sinsiput merupakan bagian
terendah. Presentasi puncak kepala adalah bagian terbawah janin yaitu puncak
kepala. Pada pemeriksaan dalam teraba UUB yang paling rendah, dan UUB sudah
berputar ke depan.5
Pada umumnya presentasi puncak kepala merupakan kedudukan sementara
yang kemudian berubah menjadi presentasi belakang kepala. Mekanisme
persalinannya hampir sama dengan posisi oksipitalis posterior persistens, sehingga
keduanya sering kali dikacaukan satu dengan yang lainnya. Perbedaannya pada
presentasi puncak kepala tidak terjadi fleksi kepala yang maksimal, sedangkan
lingkaran kepala yang melalui jalan lahir adalah sirkumferensia frontooksipitalis
dengan titik perputaran.6
b) Etiologi
Letak defleksi ringan biasanya karena adanya kelainan panggul (panggul
picak), kepala bentuknya bundar, janin kecil atau mati, kerusakan dasar panggul
atau karena penyebab lain yaitu keadaan-keadaan yang memaksa terjadi defleksi
kepala atau keadaan yang menghalangi terjadinya fleksi kepala, hal ini sering
ditemukan pada janin besar atau panggul sempit, multiparitas, perut gantung,
anensefalus, tumor leher bagian depan.5
c) Diagnosis
Untuk menentukan diagnosis presentasi puncak kepala, pada pemeriksaan
lokalis abdomen biasanya didapatkan pada bagian fundus uteri teraba bokong dan
diatas panggul teraba kepala, punggung terdapat pada satu sisi, bagian-bagian kecil
terdapat pada sisi yang berlawanan. Pada auskultasi denyut jantung janin terdengar
paling keras di kuadran bawah perut ibu, pada sisi yang sama dengan punggung
janin. Pemeriksaan dalam didapatkan sutura sagitalis umumnya teraba pada
diameter transversa panggul, kedua ubun-ubun sama-sama dengan mudah diraba
dan dikenali, keduanya sama tinggi dalam panggul. Pemeriksaan radiologis akan
membantu dan menegakkan diagnosis kedudukan dan menilai panggul.6
d) Penatalaksanaan
Mekanisme persalinan pada presentasi puncak kepala, putaran paksi dalam
ubun-ubun besar (UUB) berputar ke simfisis, UUB lahir kemudian dengan glabella
sebagai hipomoglion, kepala fleksi sehingga lahirlah oksiput melalui perineum.
Lingkaran kepala yang melewati panggul adalah circum fronto-occiput sebesar
kurang lebih 34 cm, oleh karena itu partus akan berlangsung lebih lama
dibandingkan dengan pessalinan normal dimana diameter yang melewati panggul
adalah sirkum suboksipitobregmatikus (32cm). Kepala masuk panggul paling
sering pada diameter transversa PAP. Kepala turun perlahan-lahan, dengan ubun-
ubun kecil dan dahi sama tingginya (tidak ada fleksi maupun ekstensi) dan dengan
sutura sagitalis pada diameter transversa panggul, sampai puncak kepala mencapai
dasar panggul. Sampai di sini ada beberapa kemungkinan penyelesaiannya, sering
kali kepala mengadakan fleksi, ubun-ubun kecil (UUK) berputar ke depan dan
kelahiran terjadi dengan kedudukan occipitoanterior, atau kepala mungkin tertahan
pada diameter transverse panggul, diperlukan pertolongan operatif untuk deep
transverse arrest, atau pada keadaan kepala mungkin berputar ke belakang dengan
atau tanpa fleksi, UUK menuju ke lengkung sacrum dan dahi ke pubis, mekanisme
pada kondisi ini adalah kedudukan UUK belakang menetap dan kelahiran dapat
spontan atau dengan seksio sesaria.6
Presentasi puncak kepala dapat ditunggu hingga memungkinkan kelahiran
spontan, namun bila 1 jam dipimpin mengejan bayi tidak lahir dan kepala bayi
sudah didasar panggul maka dilakukan ekstraksi forceps, umunya persalinan pada
presentasi puncak kepala dilakukan episiotomy.1
Prognosis pada persalinan ini cukup baik baik bagi ibu maupun bagi janin
meskipun sedikit lebih lama dan lebih sukar daripada persalinan normal. Umumnya
terjadi fleksi dan melanjut ke persalinan normal.1
2.3.3. Presentasi Muka
a) Definisi
Pada presentasi muka, kedudukan kepala mengalami defleksi maksimal,
sehingga oksiput tertekan pada punggung dan muka merupakan bagian terendah
menghadap ke bawah. Presentasi muka dikatakan primer apabila sudah terjadi sejak
masa kehamilan sedangkan presentasi muka sekunder apabila terjadi saat
persalinan.6
Pada presentasi muka, kepala berada dalam posisi hiperekstensi sehingga
oksiput menempel pada punggung bayi dan dagu (mentum) menjadi bagian
terbawah janin. Muka janin dapat tampil sebagai dahu anterior atau posterior, relatif
terhadap simfisis pubis. Pada janin aterm, kemajuan persalinan biasanya terhalang
oleh presentasi muka mentum posterior atau dagu belakang karena dahi janin akan
tertekan untuk membuka jalan lahir. Posisi ini menghambat fleksi kepala janin yang
diperlukan untuk membuka jalan lahir. Namun berlawanan dengan hal ini, fleksi
kepala dan partus pervaginam sering dijumpai pada presentasi dagu depan, banyak
presentasi dagu posterior yang berubah spontan menjadi presentasi dagu depan
bahkan pada akhir persalinan.6
b) Etiologi
Presentasi muka umumnya terjadi karena keadaan-keadaan yang memaksa
terjadinya defleksi kepala atau karena keadaan yang menghalangi terjadinya fleksi
kepala. Oleh karena itu presentasi muka dapat ditemukan pada kondisi panggul
sempit atau janin besar. Selain itu juga kondisi kelainan janin seperti anencephalus
dan pada tumor leher dapat mengakibatkan presentasi muka.4
c) Diagnosis
Diagnosis presentasi muka tubuh janin berada dalam keadaan ekstensi
sehingga pada periksa luar didapatkan dada teraba seperti punggung, bagian
belakang kepala berlawanan dengan dada, bagian dada ada bagian kecil dan DJJ
terdengan lebih jelas. Sedangkan pada periksa dalam, teraba dagu, mulut, hidung,
tepi orbita, bila ada caput maka sulit dibedakan dengan bokong, apabila ragu, maka
sebaiknya dilakukan pemeriksaan radiologis , rontgen atau MRI.6
d) Penatalaksanaan
Proses persalinan presentasi muka kepala turun dengan sirkumfarensia
trakelo parietalis dengan dagu lintang atau miring, setelah muka sampai dasar
panggul terjadi putaran paksi dalam, dagu ke depan di bawah arkus pubis, kemudian
dengan submentum menjadi hipomoklion kepala lahir dengan fleksi sampai dahi,
UUB, belakang kepala lewati perineum, kemudian putaran paksi luar dan badan
lahir. Terkadang dagu tidak dapat diputar ke depan, posisi ini merupakan
mentoposterior persistens maka pada situasi ini dilakukan seksio sesaria.1
Pada kondisi dagu belakang prognosis persalinan kurang baik dan tidak
dapat pervaginam, kematian perinatal pada presentasi muka pencapai 2,5 hingga
5%. Apabila pada kondisi presentasi muka tidak disertai CPD dan posisi dagu
depan maka dilahirkan secara spontan. Dagu belakang memiliki kesempatan
berputar menjadi dagu depan bila kala II posisi mentoposterior persistens, dagu
diputar kedepan, bila berhasil maka lahirkan secara spontan dan apabila gagal maka
dilakukan seksio sesaria.1
Presentasi muka dapat dicoba diubah menjadi prsentasi belakang kepala
dengan cara tangan dimasukkan ke vagina, tekan bagian muka dan dagu keatas,
apabila tidak berhasil lakukan dengan perasat THORN, bagian belakang kepala
dipegang dengan tangan yang masuk vagina kemudian tarik kebawah tangan yang
lain tekan dada dari luar. Hal ini dilakukan dengan syarat dagu belakang dan kepala
belum turun. Indikasi persalinan dengan seksio sesaria pada presentasi muka yaitu
posisi mentoposterior persistence dan panggul sempit.5
2.3.4. Presentasi Dahi
a) Definisi
Presentasi dahi pada umumnya merupakan kedudukan sementara, posisi ini
dapat berubah menjadi presentasi belakang kepala atau presentasi muka, kejaidan
presentasi dahi ini 1:400.1
b) Diagnosis
Diagnosis presentasi dahi berdasarkan pemeriksaan luar seperti pada
presentasi muka namun bagian belakang kepala tidak begitu menonjol, DJJ akan
jelas terdengar pada bagian dada. Pemeriksaan dalam akan teraba sutura frontalis,
ujung yang satu akan teraba UUB dan ujung yang lainnya akan teraba pangkal
hidung dan tepi orbita.1
c) Penatalaksanaan
Persalinan pada presentasi dahi, apabila terjadi defleksi lagi dan berubah
menjadi presentasi muka maka persalinan menjadi lama dan hanya 15% lewat
persalinan spontan. Kematian perinatal pada presentasi muka sebesar 20%.6
Prognosis persalinan dengan presentasi dahi ditentukan oleh janinnya, jika
janin kecil maka persalinan mungkin terjadi spontan karena bisa jadi janin berubah
menjadi presentasi belakang kepala atau presentasi muka, namun jika janin berat
atau besarnya normal maka persalinan tidak dapat pervaginam sehingga dilakukan
seksio sesaria oleh karena sirkumfarensia maksilo parietalis lebih besar dari
lingkaran pintu atas panggul. Pada kala I persalinan dilakukan prasat THORN,
apabila gagal maka janin tetap dilahirkan perabdominam yaitu seksio sesaria.6
2.3.5. Letak Sungsang
a) Definisi
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang
dengan kepala di fundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri.
Tipe letak sungsang yaitu: Frank breech (50-70%) yaitu kedua tungkai fleksi;
Complete breech (5-10%) yaitu tungkai atas lurus keatas, tungkai bawah ekstensi;
Footling (10-30%) yaitu satu atau kedua tungkai atas ekstensi, presentasi kaki.6
b) Etiologi
Faktor predisposisi dari letak sungsang adalah prematuritas, abnormalitas
uterus (malformasi, fibroid), abnormalitas janin (malformasi CNS, massa pada
leher, aneploid), overdistensi uterus (kehamilan ganda, polihidramnion), multipara
dengan berkurangnya kekuatan otot uterus, dan obstruksi pelvis (plasenta previa,
myoma, tumor pelvis lain). Dengan pemeriksaan USG, prevalensi letak sungsang
tinggi pada implantasi plasenta pada cornu-fundal. Lebih dari 50 % kasus tidak
ditemukan faktor yang menyebabkan terjadinya letak sungsang.7
c) Diagnosis
Diagnosis letak bokong dapat ditentukan dengan persepsi gerakan janin
oleh ibu, pemeriksaan Leopold, auskultasi denyut jantung janin di atas umbilikus,
pemeriksaan dalam, USG dan Foto sinar-X.7
d) Penatalaksanaan
Untuk memilih jenis persalinan pada letak sungsang Zatuchni dan Andros
telah membuat suatu indeks prognosis untuk menilai apakah persalinan dapat
dilahirkan pervaginam atau perabdominan. Jika nilai kurang atau sama dengan 3
dilakukan persalinan perabdominan, jika nilai 4 dilakukan evaluasi kembali secara
cermat, khususnya berat badan janin; bila nilai tetap dapat dilahirkan pervaginam,
jika nilai lebih dari 5 dilahirkan pervaginam (Setjalilakusuma, 2000). ALARM
memberikan kriteria seleksi untuk partus pervaginam yaitu jenis letak sungsang
adalah frank atau bokong komplit, kepala fetus tidak hiperekstensi dan taksiran
berat janin 2500-3600 gram serta tindakan augmentasi dan induksi persalinan
diperbolehkan pada janin letak sungsang.1
Zatuchni dan Andros telah membuat suatu indeks prognosis untuk menilai
lebih tepat apakah persalinan dapat dilahirkan pervaginam atau perabdominan,
sebagai berikut.6
Tabel 2.2. Indeks Persalinan Letak Sungsang6
0 1 2
Paritas Primigravida Multigravida
Umur >39 minggu 38 minggu < 37 minggu
Kehamilan
Taksiran >3630 gr 3629 gr -3176 gr < 3176 gr
berat janin
Pernah Tidak 1x >2x
letak
sungsang
Pembukaan <2 cm 3 cm >4cm
serviks
Station <3 <2 1 atau lebih
rendah

<3 : persalinan perabdomen


4 : evaluasi kembali secara cermat, khususnya berat badan janin
bila nilainya tetap maka dapat dilahirkan pervaginam
>5 : dilahirkan pervaginam

Prosedur persalinan sungsang secara spontan :


a. Tahap lambat; mulai lahirnya bokong sampai pusar merupakan fase yang tidak
berbahaya.
b. Tahap cepat; dari lahirnya pusar sampai mulut, pada fase ini kepala janin masuk
PAP, sehingga kemungkinan tali pusat terjepit.
c. Tahap lama; lahirnya mulut sampai seluruh bagian kepala, kepala keluar dari
ruangan yang bertekanan tinggi (uterus) ke dunia luar yang tekanannya lebih
rendah sehingga kepala harus dilahirkan perlahan-
lahan untuk menghindari pendarahan intrakranial (adanya tentorium
cerebellum).
Teknik persalinan
a. Persiapan ibu, janin, penolong dan alat yaitu cunam piper.
b. Ibu tidur dalam posisi litotomi, penolong berdiri di depan vulva saat bokong
mulai membuka vulva, disuntikkan 2-5 unit oksitosin intramuskulus. Dilakukan
episiotomi.
c. Segera setelah bokong lahir, bokong dicengkram dengan cara Bracht, yaitu
kedua ibu jari penolong sejajar sumbu panjang paha, sedangkan jari-jari lain
memegang panggul. Saat tali pusat lahir dan tampak teregang, tali pusat
dikendorkan terlebih dahulu.
d. Penolong melakukan hiperlordosis badan janin untuk menutupi gerakan rotasi
anterior, yaitu punggung janin didekatkan ke perut ibu, gerakan ini disesuaikan
dengan gaya berat badan janin. Bersamaan dengan hiperlordosis, seorang asisten
melakukan ekspresi kristeller. Maksudnya agar tenaga mengejan lebih kuat
sehingga fase cepat dapat diselesaikan. Menjaga kepala janin tetap dalam posisi
fleksi, dan menghindari ruang kosong antara fundus uterus dan kepala janin,
sehingga tidak teradi lengan menjungkit.
e. Dengan gerakan hiperlordosis, berturut-turut lahir pusar, perut, bahu, lengan,
dagu, mulut dan akhirnya seluruh kepala.
f. Janin yang baru lahir diletakkan diperut ibu.
Prosedur manual aid (partial breech extraction) :
Indikasi : jika persalinan secara bracht mengalami kegagalan misalnya terjadi
kemacetan saat melahirkan bahu atau kepala.
Tahapan :
a. Lahirnya bokong sampai pusar yang dilahirkan dengan tenaga ibu sendiri.
b. Lahirnya bahu dan lengan yang memakai tenaga penolong dengan cara klasik
(Deventer), Mueller, Louvset, Bickenbach.
c. Lahirnya kepala dengan cara Mauriceau (Veit Smellie), Wajouk, Wid and Martin
Winctel, Prague Terbalik, Cunan Piper.
Cara klasik :
a. Prinsip-prinsip melahirkan lengan belakang lebih dahulu karena lengan
belakang berada di ruangan yang lebih besar (sacrum), baru kemudian
melahirkan lengan depan di bawah simpisis tetapi jika lengan depan sulit
dilahirkan maka lengan depan diputar menjadi lengan belakang, yaitu dengan
memutar gelang bahu ke arah belakang dan kemudian lengan belakang
dilahirkan.
b. Kedua kaki janin dilahirkan dan tangan kanan menolong pada pergelangan
kakinya dan dielevasi ke atau sejauh mungkin sehingga perut janin mendekati
perut ibu.
c. Bersamaan dengan itu tangan kiri penolong dimasukkan ke dalam jalan lahir dan
dengan jari tengah dan telunjuk menelusuri bahu janin sampai fossa cubiti
kemudian lengan bawah dilahirkan dengan gerakan seolah-olah lengan bawah
mengusap muka janin.
d. Untuk melahirkan lengan depan, pegangan pada pergelangan kaki janin diganti
dengan tangan kanan penolong dan ditarik curam ke bawah sehingga punggung
janin mendekati punggung ibu.
e. Dengan cara yang sama lengan depan dilahirkan.
f. Jika lengan depan sukar dilahirkan, maka harus diputar menjadi lengan
belakang. Gelang bahu dan lengan yang sudah lahir dicengkram dengan kedua
tangan penolong sedemikian rupa sehingga kedua ibu jari tangan penolong
terletak di punggung dan sejajar dengan sumbu badan janin sedang jari-jari lain
mencengkram dada. Putaran diarahkan ke perut dan
dada janin sehingga lengan depan terletak di belakang kemudian lengan
dilahirkan dengan cara yang sama.
Cara Mueller
a. Prinsipnya : melahirkan bahu dan lengan depan lebih dahulu dengan ekstraksi,
baru kemudian melahirkan bahu dan lengan belakang.
b. Bokong janin dipegang secara femuro-pelviks, yaitu kedua ibu jari penolong
diletakkan sejajar spina sacralis media dan jari telunjuk pada crista illiaca dan
jari-jari lain mencengkram paha bagian depan. Badan janin ditarik curam ke
bawah sejauh mungkin sampai bahu depan tampak dibawah simpisis, dan lengan
depan dilahirkan dengan mengait lengan di bawahnya.
c. Setelah bahu depan dan lengan depan lahir, maka badan janin yang masih
dipegang secara femuro-pelviks ditarik ke atas sampai bahu ke belakang lahir.
Bila bahu belakang tak lahir dengan sendirinya, maka lengan belakang
dilahirkan dengan mengait lengan bawah dengan kedua jari penolong.
Cara louvset :
a. Prinsipnya : memutar badan janin dalam setengah lingkaran bolak-balik sambil
dilakukan traksi awam ke bawah sehingga bahu yang sebelumnya berada
dibelakang akhirnya lahir dibawah simpisis.
b. Badan janin dipegang secara femuro-pelviks dan sambil dilakukan traksi curam
ke bawah, badan janin diputar setengah lingkaran, sehingga bahu belakang
menjadi bahu depan. Kemudian sambil dilakukan traksi, badan janin diputar lagi
ke arah yang berlawanan
setengah lingkaran. Demikian seterusnya bolak-balik sehingga bahu belakang
tampak di bawah simpisis dan lengan dapat dilahirkan.
Cara Mauriceau (Veit-Smellie) :
a. Tangan penolong yang sesuai dengan muka janin dimasukkan ke dalam jalan
lahir. Jari tengah dimasukkan ke dalam mulut dan jari telunjuk dan jari ke 4
mencengkram fossa kanina, sedangkan jari lain mencengkeram leher. Badan
anak diletakkan di atas lengan bawah penolong, seolah-olah janin menunggang
kuda. Jari telunjuk dan jari ke 3 penolong yang lain mencengkeram leher janin
dari arah punggung.
b. Kedua tangan penolong menarik kepala janin curam ke bawah sambil seorang
asisten melakukan ekspresi kristeller. Tenaga tarikan terutama dilakukan oleh
tangan penolong yang mencengkeram leher janin dari arah punggung. Jika
suboksiput tampak di bawah simpisis, kepala janin diekspasi ke atas dengan
suboksiput sebagai hipomoklion sehingga berturut-turut lahir dagu, mulut,
hidung, mata, dahi, ubun-ubun besar
dan akhirnya lahir seluruh kepala janin.
Cara cunam piper :
Pemasangan cunam pada after coming head tekniknya sama dengan
pemasangan lengan pada letak belakang kepala. Hanya pada kasus ini, cunam
dimasukkan pada arah bawah, yaitu sejajar pelipatan paha belakang. Hanya pada
kasus ini cunam dimasukkan dari arah bawah, yaitu sejajar pelipatan paha belakang.
Setelah suboksiput tampak dibawah simpisis, maka cunam dielevasi ke atas dan
dengan suboksiput sebagai hipomoklion berturut-turut lahir dagu, mulut, muka,
dahi dan akhirnya seluruh kepala lahir.
2.3.6. Letak Lintang
a) Definisi
Letak lintang adalah bila dalam kehamilan atau dalam persalinan sumbu
panjang janin melintang terhadap sumbu panjang ibu (termasuk di dalamnya bila
janin dalam posisi oblique). Letak lintang kasep adalah letak lintang kepala janin
tidak dapat didorong ke atas tanpa merobekkan uterus1. Letak lintang dapat dibagi
menjadi 2 macam, yang dibagi berdasarkan:

a. Letak kepala
1. Kepala anak bisa di sebelah kiri ibu
2. Kepala anak bisa di sebelah kanan ibu
b. Letak punggung
1. Jika punggung terletak di sebelah depan ibu, disebut dorso-anterior
2. Jika punggung terletak di sebelah belakang ibu, disebut dorso-posterior
3. Jika punggung terletak di sebelah atas ibu, disebut dorso-superior
4. Jika punggung terletak di sebelah bawah ibu, disebut dorso-inferior
b) Etiologi
Penyebab dari letak lintang sering merupakan kombinasi dari berbagai
faktor, sering pula penyebabnya tetap merupakan suatu misteri. Faktor – faktor
tersebut adalah :
1. Fiksasi kepala tidak ada karena panggul sempit, hidrosefalus, anesefalus,
plasenta previa, dan tumor pelvis
2. Janin sudah bergerak pada hidramnion, multiparitas, atau sudah mati.
3. Gemeli
4. Pelvic kidney dan rectum penuh
5. Multiparitas disertai dinding uterus dan perut yang lembek
c) Diagnosis
1. Inspeksi
Perut membuncit ke samping
2. Palpasi
- Fundus uteri lebih rendah dari seharusnya tua kehamilan.
- Fundus uteri kosong dan bagian bawah kosong, kecuali kalau bahu
sudah masuk ke dalam pintu atas panggul.
- Kepala (ballotement) teraba di kanan atau di kiri
3. Auskultasi
Denyut jantung janin setinggi pusat kanan atau kiri.
4. Pemeriksaan dalam (vaginal toucher)
- Teraba tulang iga, skapula, dan kalau tangan menumbung teraba
tangan. Untuk menentukan tangan kanan atau kiri lakukan dengan
cara bersalaman.
- Teraba bahu dan ketiak yang bisa menutup ke kanan atau ke kiri. Bila
kepala terletak di kiri, ketiak menutup ke kiri.
- Letak punggung ditentukan dengan adanya skapula, letak dada
dengan klavikula.
- Pemeriksaan dalam agak sukar dilakukan bila pembukaan kecil dan
ketuban intak, namun pada letak lintang biasanya ketuban cepat
pecah.
d) Penatalaksanaan
Pada permulaan persalinan dalam letak lintang, pintu atas panggung tidak
tertutup oleh bagian bawah anak seperti pada letak memanjang. Oleh karena itu
seringkali ketuban sudah lebih dulu pecah sebelum pembukaan lengkap atau hampir
lengkap. Setelah ketuban pecah, maka tidak ada lagi tekanan pada bagian bawah,
sehingga persalinan berlangsung lebih lama. His berperan dalam meluaskan
pembukaan, selain itu dengan kontraksi yang semakin kuat, maka anak makin
terdorong ke bawah. Akibatnya tubuh anak menjadi membengkok sedikit, terutama
pada bagian yang mudah membengkok, yaitu di daerah tulang leher. Ini pun
disebabkan karena biasnaya ketuban sudah lekas pecah dan karena tak ada lagi air
ketuban, maka dinding uterus lebih menekan anak di dalam rahim. Dengan
demikian bagian anak yang lebih rendah akan masuk lebih dulu ke dalam pintu atas
panggul, yaitu bahu anak. Karena pada letak lintang pintu atas panggul tidak begitu
tertutup, maka tali pusat seringkali menumbung, dan ini akan memperburuk
keadaan janin.
Bila pembukaan telah lengkap, ini pada awalnya tidak begitu jelas
tampaknya. Karena tidak ada tekanan dari atas oleh bagian anak pada lingkaran
pembukaan, makan lingkaran ini tidak dapat lenyap sama sekali, senantiasa masih
berasa pinggirnya seperti suatu corong yang lembut. Penting untuk diketahui,
bahwa tidak ada pembukaan yang benar-benar lengkap pada letak lintang seperti
halnya pembukaan lengkap pada letak memanjang.
Tandanya pembukaan itu sudah lengkap adalah lingkaran pembukaan itu
mudah dilalui oleh kepalan tangan pemeriksa, sedangkan pada pembukaan yang
belum lengkap, kepalan tangan pemeriksa sukar untuk memasuki lingkaran
tersebut. Lain halnya dengan letak memanjang, pada letak lintang setelah
pembukaan lengkap, karena his dan tenaga mengejan, badan anak tidak dapat
dikeluarkan dari rongga rahim, akan tetapi sebagian besar masih di dalam uterus,
meskipun tubuh anak menjadi semakin membengkok.. Jika ini terjadi terus
menerus, maka akan terjadi suatu letak lintang kasep, dimana tubuh anak tidak
dapat lagi didorong ke atas. Letak lintang kasep terjadi bukanlah karena lamanya
persalinan, namun faktor yang penting ialah karena faktor kuatnya his. Pada letak
lintang kasep, biasanya anak telah mati, yang disebabkan karena kompresi pada tali
pusat, perdarahan pada plasenta, ataupun cedera organ dalam karena tubuh anak
terkompresi dan membengkok.
2.3.7. Kehamilan Multipel
a) Definisi
Kehamilan kembar atau kehamilan multipel ialah suatu kehamilan dengan
dua janin atau lebih. Kehamilan multipel dapat berupa kehamilan ganda atau
gemelli (2 janin), triplet ( 3 janin ), kuadruplet ( 4 janin ), Quintiplet ( 5 janin ) dan
seterusnya.6
b) Etiologi
Terjadinya kehamilan kembar atau multipel umumnya disebabkan oleh
adanya pembuahan satu atau lebih ovum yang berbeda. Pada kehamilan ganda
sepertiganya berasal dari satu ovum yang mengalami pembuahan kemudian
membelah menjadi dua struktur yang serupa. Faktor-faktor lain yang
mempengaruhi terjadinya kehamilan multipel antara lain6:
1) Ras
Kehamilan multipel terjadi pada 1 dari 100 kehamilan pada orang kulit putih
dan 1 dari 80 kehamilan pada orang kulit hitam.
2) Hereditas
Memiliki riwayat keturunan dari ibu lebih banyak mempengaruhi dibanding
riwayat keturunan dari ayah.
3) Usia ibu dan paritas
Kehamilan multijanin umunya terjadi pada ibu dengan usia mulai dari
pubertas hingga usia 37 tahun karena adanya aktivitas ovulasi ganda yang
cukup tinggi pada usia reproduksi aktif yang dipengaruhi oleh peningkatan
kadar hormon FSH. Kehamilan multipel lebih sering terjadi pada ibu
nullipara dibandingkan dengan ibu yang sudah pernah melahirkan
sebelumnya.
4) Faktor Gizi
Kehamilan kembar 20 sampai 30 persen lebih sering terjadi pada ibu yang
memiliki ukuran lebih tinggi dan lebih berat dibandingkan dengan ibu yang
memiliki ukuran tubuh yang lebih pendek dan kecil. Selain itu tingginya
asupan gizi sebelum kehamilan dan suplementasi asam folat perikonsepsi
dapat meningkatkan terjadinya kehamilan kembar.
5) Terapi Kesuburan
Induksi ovulasi dengan menggunakan obat-obatan hormonal gonadotropin
dapat meningkatkan terjadinya kehamilan multipel karena adanya
peningkatan secara mendadak hormon gonadotropin dapat memicu adanya
ovulasi ganda.
c) Diagnosis
Penegakan diagnose pada kehamilan kembar dapat ditegakkan melalui
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.6
1) Anamnesis
Anamnesis yang dibutuhkan dalam menegakkan diagnosis kehamilan
kembar adalah riwayat adanya kehamilan kembar sebelumnya atau
keturunan kembar dalam keluarga, telah mendapat pengobatan infertilitas,
adanya uterus yang cepat membesar dari amenorea, gerakan janin yang
terlalu sering dan adanya penambahan berat badan ibu menyolok yang tidak
disebabkan obesitas atau edema.6
2) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan palpasi abdomen didapatkan adanya dua kepala janin yang
berada di kuadram uterus yang berbeda, banyak didapatkan bagian bagian
kecil janin, teraba dua atau lebih bagian besar, dan teraba dua ballotemen.
Tinggi fundus uteri lebih besar dari kehamilan pada umumnya. Denyut
jantung janin yang terdengar lebih dari satu di tempat yang berbeda dengan
perbedaan 10 atau lebih.6
3) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan USG dapat menunjukkan adanya 2 bayangan janin atau lebih
dengan 1 atau lebih kantong amnion. Diagnosis menggunakan USG yang
dilakukan pada trimester pertama masih sulit untuk mendiagnosis jumlah
janin pada uterus, jumlah kantong gestasional yang terlihat, dan posisi dari
janin di dalam uterus.6
d) Penatalaksanaan
Penyulit dalam persalinan pada kehamilan kembar diantaranya persalinan
preterm, disfungsi uterus, kelainan presentasi, prolaps tali pusat, dan perdarahan
post partum. Sepanjang persalinan pasien harus sudah diberikan infus dengan
cairan RL, penyediaan transfusi darah, ampisilin 2 gram untuk pencegahan infeksi,
dan disiapkannya alat USG untuk mengevaluasi setelah janin pertama lahir.
Sebagian besar janin kembar dalam presentasi kepala-kepala, kepala-bokong,
bokong-bokong, kepala-melintang, dan lain-lain. Presentasi kepala-kepala
merupakan presentasi paling stabil selama persalinan dan memungkinkan untuk
terjadinya persalinan pervaginam. Apabila presentasi janin pertama bokong, dapat
menyebabkan terjadinya penyulit dalam persalinan apabila janin terlalu besar, janin
terlalu kecil, adanya prolapsus tali pusat. Apabila ditemui keadaan seperti ini
sebaiknya dilakukan persalinan per abdominam.6
2.3.8. Distosia Bahu
a) Definisi
Distosia bahu adalah suatu keadaan dimana diperlukannya tambahan
manuver obstetrik oleh karena terjadi impaksi bahu depan diatas simphisis sehingga
dengan tarikan ke arah belakang pada kepala bayi tidak bisa untuk melahirkan bayi.
b) Etiologi
Penyebab terjadinya distosia bahu antara lain :
1) Makrosomia ( bayi yang dikandung oleh seorang ibu dengan diabetes
mellitus, obesitas, dan kehamilan postterm).
2) Kelainan bentuk panggul.
3) Kegagalan bahu untuk melipat kedalam panggul.
c) Diagnosis
Penegakan diagnosis pada kondisi terjadinya persalinan dengan distosia
bahu antara lain:
1) Kepala janin telah lahir namun masih menekan vulva dengan kencang.
2) Dagu tertarik dan menekan perineum.
3) Turtle sign: suatu keadaan dimana kepala sudah dilahirkan gagal
melakukan putaran paksi luar dan tertahan akibat adanya tarikan yang
terjadi antara bahu posterior dengan kepala.
4) Traksi pada kepala tidak berhasil melahirkan bahu.
d) Penatalaksanaan
Penanganan persalinan dengan distosia bahu dikenal dengan “ALARM“
(Ask for help, Lift the legs and buttocks, Anterior shoulder disimpaction, Rotation
of posterior shoulder, Manual remover posterior arm).
1) Ask for help
Meminta bantuan asisten untuk melakukan pertolongan persalinan.
2) Lift the legs and buttocks
Melakukan manuver McRoberts yang dimulai dengan memposisikan ibu
dalam posisi McRoberts yaitu ibu terlentang, memfleksikan kedua paha
sehingga posisi lutut menjadi sedekat mungkin dengan dada, dan merotasikan
kedua kaki ke arah luar. Manuver ini dapat menyebabkan terjadinya
pelurusan relatif dari sakrum terhadap vertebra lumbal disertai dengan rotasi
simphisis phubis ke arah kepala ibu serta pengurangan sudut kemiringan
panggul. Mintalah asisten untuk melakukan penekanan suprasimphisis ke
arah posterior menggunakan pangkal tangan (Manuver Massanti). Penekanan
ini bertujuan untuk menekan bahu anterior agar mau masuk ke simphisis.
Sementara itu lakukanlah tarikan pada kepala janin ke arah posterokaudal.6
Gambar 2.10. Lift the legs and buttocks
3) Anterior shoulder disimpaction
Melakukan disimpaksi bahu depan dengan menggunakan dua cara yaitu
eksternal dan internal. Disimpaksi bahu depan secara eksternal dapat dilakukan
dengan menggunakan manuver massanti, sedangkan disimpaksi bahu depan
secara internal dapat dilakukan dengan menggunakan manuver rubin. Manuver
Rubin dilakukan dengan cara (masih dalam manuver McRoberts) masukkan
tangan pada bagian posterior vagina, tekanlah daerah ketiak bayi sehingga bahu
berputar menjadi posisi obliq atau transversa dan dengan bantuan penekanan
simphisis maka akan membuat bahu bayi semakin abduksi sehingga diameternya
mengecil.6
4) Rotation of posterior shoulder
Melakukan rotasi bahu belakang dengan manuver Woods. Manuver ini
dilakukan dengan cara memasukkan tangan penolong sesuai dengan punggung
bayi (jika punggung kanan gunakan tangan kanan, dan sebaliknya) ke vagina
dan diletakkan di belakang bahu janin. Bahu kemudian diputar 180 derajat ke
anterior dengan gerakan seperti membuka tutup botol.6
Gambar 2.11. Rotation of posterior shoulder
5) Manual remover posterior arm
Pelahiran bahu belakang secara manual dapat dilakukan dengan menggunakan
manuver Shwartz. Manuver ini dilakukan dengan cara memasukkan tangan ke
vagina sepanjang humerus posterior janin yang dipisahkan ketika lengan
disapukan ke arah dada, namun tetap terfleksi pada siku. Tangan janin
digenggam dan ditarik sepanjang sisi wajah dan kemudian lengan belakang
dilahirkan dari vagina.6

Gambar 2.12. Manual remover posterior arm


2.3.9. Hidrosefalus
a) Definisi
Hidrosefalus adalah suatu kondisi dimana terjadi penumpukan cairan
serebrospinal yang berlebihan di ventrikel dan mengakibatkan terjadinya
pembesaran dari kranium. Volume cairan biasanya 500-1500 ml namun bisa juga
mencapai 5000 ml. Lingkar kepala bayi aterm normal berkisar antara 32 hingga 38
cm, namun pada hidrosefalus dapat mencapai 50 cm. Pada presentasi apapun
umumnya hidrosefalus dapat mengakibatkan terjadinya cephalo pelvic
disproportion yang berat.6
b) Etiologi
Hidrosefalus sebagian besar disebabkan oleh tidak lancarnya aliran
serebrospinalis atau berlebihannya produksi cairan serebrospinal pada janin.
c) Diagnosis
Hidrosefalus pada janin dapat didiagnosis melalui6:
a. Pada letak kepala dapat ditemukan kepala lebih besar dari biasanya sehingga
menonjol diatas simphisis.
b. Djj terletak lebih tinggi dari biasanya.
c. Pada pemeriksaan VT dapat diraba adanya sutura dan ubun-ubun yang
melebar tegang dan tulang kepala tipis.
d. Pada pemeriksaan USG didapatkan adanya BPD lebih besar dari usia
kehamilannya.
d) Penatalaksanaan
Persalinan pada janin dengan hidrosefalus upaya yang pertama kali
dilakukan adalah pengecilan ukuran kepala bayi dengan menggunakan
sefalosintesis sehingga bayi dapat dilahirkan pervaginam atau perabdominam.
Namun, sefalosintesis dapat mengakibatkan terjadinya perdarahan intrakranial
pada janin sehingga sebaiknya teknik ini digunakan pada janin dengan kelainan
yang sudah cukup parah. Pada kehamilan dengan janin hidrosefalus sebaiknya
dilakukan pelahiran secara perabdominam.6
2.4. Distosia Karena Kelainan Tulang Panggul
2.4.1. Definisi
Distosia karena kelainan panggul adalah persalinan yang sulit yang
disebabkan oleh adanya kelainan dari bentuk panggul atau ukuran panggul. Setiap
penyempitan pada diameter panggul baik pintu atas panggul, pintu tengah panggul,
maupun pintu bawah panggul dapat menyebabkan terjadinya distosia pada
persalinan.
a) Penyempitan pintu atas panggul
Pintu masuk panggul dianggap menyempit apabila diameter anteroposterior
terpendeknya kurang dari 10 cm atau diameter transversa terbesarnya kurang
dari 12 cm.
b) Penyempitan pintu tengah panggul
Pintu tengah panggul dikatakan menyempit apabila jumlah diameter
intraspinarum ditambah diameter sagitalis posterior panggul tengah kurang dari
atau sama dengan 13,5 cm.
c) Penyempitan pintu bawah panggul
Pintu bawah panggul menyempit didefinisikan sebagai pemendekan diamter
intertuberosum hingga 8 cm atau kurang.6
1.4.2. Diagnosis
Penegakan diagnosis pada distosia akibat adanya kelainan ukuran panggul
dapat ditegakkan dengan melakukan pengukuran pengukuran kapasitas panggul.6
a) Pintu atas panggul
Dilakukan pemeriksaan dalam untuk menentukan konjugata diagonalis yang
diukur dari tepi bawah simphisis phubis hingga ke promomtorium os sacrum.
Pintu atas panggul berukuran cukup apabila promontorium tidak menonjol dan
ukuran konjugata diagonalis lebih besar dari 11,5 cm.
b) Pintu tengah panggul
Dilakukan pemeriksaan dalam untuk mengetahui kapasitas pintu tengah
panggul, pintu tengah dikatakan tidak menyempit apabila spina ischiadika tidak
menonjol, dinding samping tidak teraba melengkung, dan kecekungan os sacrum
tidak dangkal.
c) Pintu bawah panggul
Dilakukan pengukuran diameter intertuberosum dengan meletakkan tangan
terkepal pada perineum diantara kedua tuberositas ischii. Ukuran normal apabila
lebih dari 8 cm.
1.4.3. Penatalaksanaan
Persalinan dengan distosia akibat adanya kelainan ukuran panggul atau
kelainan bentuk panggul sebaiknya dilakukan melalui perabdominam. Persalinan
pervaginam dapat dilakukan tetapi memiliki resiko kegagalan yang cukup besar dan
dapat menimbulkan terjadinya cedera pada kepala janin.6
BAB III
KESIMPULAN

1. Distosia merupakan persalinan yang sulit, tidak ada kemajuan dalam persalinan
atau merupakan persalinan yang membawa satu akibat buruk bagi janin maupun
ibu.
2. Distosia terjadi karena beberapa faktor, yaitu :
a. Kelainan Power
b. Kelainan Passage
c. Kelainan Passanger
3. Penanganan distosia tergantung dari jenis distosianya, dapat dilakukan manuver
obsteterik tambahan agar dapat dilahirkan secara pervaginam atau melakukan
persalinan perabdominam.
DAFTAR PUSTAKA
.

1. Winkjosastro, Hanifa, 2006. “Ilmu kebidanan” Yayasan Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo: Jakarta
2. Cuningham F G, Norman F, Kenneth J, Larry C, John C, Katharine D, et al.
Abnormal Labor. In. Williams Obstetrics 23rd Edition. Thw Mc Graw-Hill
Companies, New York. 2010
3. DeCherney,Alan. 2007. Current Diagnosis & Treatment Obstetrics &
Gynecology,Ed 10. McGraw-Hill Companies.
4. Corwin, Elizabeth J. 2009. Sistem Reproduksi. Dalam : Buku Saku
Patofisiologi. Jakarta :EGC, 784-785.
5. Muchtar R. Bentuk dan Kelainan Panggul. Dalam. Sinopsis obstetri. Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta: 2002: 315-330.
6. Cuningham F G, Norman F, Kenneth J, Larry C, John C, Katharine D, et al..
Williams Obstetrics 22nd Edition. Thw Mc Graw-Hill Companies, New York.
2005
7. Schiara J, et al. 1997. Breech Presentation. Gynecology and Obstetric 6th
edition, Lippincot-Raven Publisher, Chicago.

Anda mungkin juga menyukai