Anda di halaman 1dari 18

Referat

Distosia Bahu

Pembimbing:
dr. Vinsensius Harry, Sp.OG
disusun oleh
Cudith Lofinci
112018173

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN


UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
RS BAYUKARTA
PERIODE 16 September 2019 – 23 November 2019

BAB I

1
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Angka kejadian distosia bahu menurut American College of Obstetricians and


Gynecologists (ACOG) adalah 0,6-1,4%. Namun angka kejadian ini bervariasi mulai dari 1
dalam 750 kelahiran hingga 1 dalam 15 kelahiran. Salah satu alasan utama variasi ini adalah
kesulitan dalam diagnosis dan adanya kasus distosia bahu yang tidak dilaporkan karena
kondisinya yang bersifat ringan dan dapat ditangani dengan outcome yang menguntungkan.
Bahkan kejadian distosia bahu diperkirakan bisa lebih tinggi lagi karena tidak pernah dilaporkan
oleh dokter atau bidan yang menolong persalinan karena pertimbangan litigasi.1
Angka kejadian distosia bahu juga bervariasi berdasarkan berat bayi yang dilahirkan,
dimana 0,6-1,4% terjadi pada bayi dengan berat 2500-4000 gram, dan meningkat hingga 5-9%
pada bayi dengan berat 4000-4500 gram dari ibu tanpa diabetes. Distosia bahu tidak dipengaruhi
oleh status wanita yang primigravida maupun dengan multigravida, meskipun lebih sering terjadi
pada bayi yang lahir dari ibu dengan diabetes , dimana sebesar 16/1000 kelahiran sering
berhubungan dengan obesitas dan kontrol yang buruk terhadap diabetesnya.1,2
Diperkirakan angka kejadian distosia bahu akan terus meningkat, yang kemungkinan bisa
disebabkan oleh adanya wanita yang memiliki anak pada usia reproduksi lanjut dan juga tingkat
obesitas yang semakin meningkat.1
Distosia bahu mempunyai kemungkinan berulang sebesar 10-15%, dimana wanita dengan
riwayat persalinan distosia bahu yang mengakibatkan cedera pada bayi yang dilahirkannya
mempunyai resiko lebih besar berulang pada persalinan selanjutnya. Sehingga informasi adanya
persalinan dengan distosia bahu perlu disampaikan kepada wanita hamil untuk memudahkan
perencanaan persalinan pada kehamilan selanjutnya.1

Bab II
2
Tinjauan Pustaka

ANATOMI PANGGUL
a. Pintu Atas Panggul
Pintu atas panggul merupakan suatu bidang yang dibatasi di sebelah posterior oleh
promontorium, di lateral oleh linea terminalis dan di anterior oleh pinggir atas simfisis. Pada
panggul ginekoid pintu atas panggul hamper bundar, kecuali di daerah promontorium agak
masuk sedikit.3
Ukuran ukuran pintu atas panggul penting untuk diketahui.3
 Diameter anteroposterior, yang disebut juga konyugata obstetrika, diukur dari
promontorium sampai ke tengah permukaan posterior simfisis.
 Konyugata diagonalis, yaitu jarak bagian bawah simfisis sampai ke promontorium,. Pada
panggul normal promontorium tidak teraba dengan jari yang panjangnya 12 cm.
 Konyugata vera, yaitu jarak pinggir atas simfisis dengan promontorium diperoleh dengan
mengurangi konyugata diagonalis dengan 1,5 cm.
 Diameter transversa adalah jarak terjauh garis lintang pintu atas panggul, biasanya sekitar
12,5 – 13 cm.
 Diameter oblikua, yaitu garis yang dibuat antara persilangan konyugata vera dengan
diameter transversa ke artikulasio sakroiliaka, yang panjangnya sekitar 13 cm.

Gambar 1. Pintu atas panggul dengan konyugata vera, diameter transversa, dan diameter oblikua

b. Ruang Panggul
Ruang panggul merupakan saluran di antara pintu atas panggul dan pintu bawah panggul.
Dinding anterior sekitar 4 cm terdiri atas os pubis dengan simfisisnya. Dinding posterior

3
dibentuk oleh os sacrum dan os koksigeus, sepanjang + 12 cm. karena itu ruang panggul
berbentuk saluran dengan sumbu melengkung ke depan.3

Gambar 2. Ruang panggul


Sumbu ini adalah garis yang menghubungkan titik temu konyugata vera dengan diameter
trensversa di pintu atas panggul dengan titik-titik sejenis di Hodge II, III, dan IV. Arah sumbu ini
sesuai pula dengan arah tarikan cunam atau vakum pada persalinan dengan tindakan.3
c. Pintu Bawah Panggul
Batas atas pintu bawah panggul adalah setinggi spina iskhiadika. Jarak antara kedua spina
ini disebut diameter bispinosum adalah sekitar 9,5 – 10 cm. batas bawah pintu bawah panggul
berbentuk segi empat panjang, di sebelah anterior dibatasi oleh arkus pubis, di lateral oleh tuber
iskii, dan di posterior oleh os koksigis dan ligamentum sakrotuberosum.3
Pada panggul normal, besar sudut (arkus pubis) adalah + 90o. jika kurang dari 90o,
lahirnya kepala janin lebih sulit karena ia memerlukan lebih banyak tempat ke posterior.
Diameter anteroposterior pintu bawah panggul diukur dari apeks arkus pubis ke ujung os
koksigis.3

Jenis Panggul Menurut Caldwell-Moloy 3


 Jenis ginekoid, ditemukan pada 45% wanita. Panjang diameter anteroposterior hampir sama
dengan diameter transversa.
 Jenis platipelloid, ditemukan pada 5% wanita. Diameter transversa lebih besar daripada
diameter anteroposterior.
 Jenis anthropoid, ditemukan pada 35% wanita. Bentuk pintu atas panggul agak lonjong seperi
telur. Diameter anteroposterior lebih besar daripada diameter transversa.

4
 Jenis android, ditemukan pada 15% wanita dan umumnya jenis panggul yang dimiliki oleh
pria. Bentuk pintu atas panggul hampir segitiga. Diameter anteroposterior hampir sama
panjangnya dengan diameter transversa, tetapi diameter transversa dekat dengan sacrum.
Bagian dorsal dari pintu atas panggul gepeng, bagian ventral menyempit ke arah depan.

Gambar 3. Jenis-jenis panggul

Faktor Risiko

Terdapat banyak faktor risiko yang dapat menyebabkan distosia bahu karena distosia
bahu sulit untuk diprediksi dan dicegah karena tidak ada metode pasti untuk identifikasi hal ini.
Faktor risiko distosia bahu terbagi menjadi dua, yaitu Maternal-Fetal (pre-labour) dan
Intrapartum.4

Maternal-Fetal (pre-labour) Intrapartum


Makrosomia Kala I fase aktif memanjang
Diabetes ( Gestasional / Mellitus) Kala II memanjang
IMT Ibu > 30kg/m2 Persalinan pervaginam dengan alat bantu
(forceps/ vakum)
Perawakan Pendek Augmentasi oksitosin
Riwayat distosia bahu sebelumnya Secondary arrest
Kelainan anatomis pelvis Penggunaan manuver yang salah ( penekanan
pada fundus)
Kehamilan post-term Anastesi epidural
Usia Tua pada Ibu
Jenis kelamin bayi laki-laki
Induksi Kehamilan
Tabel 1. Faktor risiko distosia bahu4

Distosia Karena Kelainan Power


5
1. Hypotonic uterine contraction
Definisi
Inersia uteri hipotoni atau hipotonic uterine contraction merupakan suatu keadaan
dimana kontraksi uterus terkoordinasi namun tidak adekuat dalam membuat kemajuan dalam
persalinan, biasanya his yang muncul kurang kuat, terlalu lemah, pendek dan jarang. Inersia
uteri terbagi menjadi dua macam, yakni inersia uteri primer dan inersia uteri sekunder. Inersia
uteri primer adalah ketika his yang timbul sejak awal lemah, sedangkan inersia uteri sekunder
his lemah timbul setelah sebelumnya mengalami his yang kuat.5
Distosia Karena Kelainan Passage
Definisi
Distosia karena kelainan panggul adalah persalinan yang sulit yang disebabkan oleh
adanya kelainan dari bentuk panggul atau ukuran panggul. Menurut Caldwell dan Moloy
bentuk panggul di bagi dalam empat jenis, yaitu : 5
 Panggul Ginekoid
 Panggul Antropoid
 Panggul Android
 Panggul Platipelloid
Dari keempat jenis panggul diatas panggul ginekoid merupakan jenis panggul dengan
prognosa persalinan paling baik, sedangkan ketiga jenis panggul lainnya dapat menyebabkan
terjadinya distosia persalinan.
Distosia karena kelainan ukuran panggul (disproporsi fetopelvik) dapat disebabkan
karena berkurangnya ukuran panggul, ukuran janin yang terlalu besar, atau kombinasi
diantara keduanya. Setiap penyempitan pada diameter panggul baik pintu atas panggul, pintu
tengah panggul, maupun pintu bawah panggul dapat menyebabkan terjadinya distosia pada
persalinan.4
1) Penyempitan pintu atas panggul
Pintu masuk panggul dianggap menyempit apabila diameter anteroposterior
terpendeknya kurang dari 10 cm atau diameter transversa terbesarnya kurang dari 12
cm.
2) Penyempitan pintu tengah panggul

6
Pintu tengah panggul dikatakan menyempit apabila jumlah diameter intraspinarum
ditambah diameter sagitalis posterior panggul tengah kurang dari atau sama dengan 13,5
cm.
3) Penyempitan pintu bawah panggul
Pintu bawah panggul menyempit didefinisikan sebagai pemendekan diamter
intertuberosum hingga 8 cm atau kurang.
Etnisitas
Wanita Afrika-Amerika memiliki peningkatan resiko terjadinya distosia bahu. Ini
dimungkinkan karena kecenderungan memiliki panggul tipe android.

Distosia Karena Kelainan Passenger


1. Posisi Oksipitalis Posterior Persisten (POPP)
Definisi
Secara normal pada presentasi belakang kepala, kepala yang pertama sampai kedasar
panggul adalah bagian oksiput, sehingga oksiput berputar kedepan karena panggul luas
didepan, pada POPP, oksiput ini tidak berputar kedepan sehingga tetap dibelakang.5
Etiologi
POPP ini dapat disebabkan karena beberapa hal, diantaranya bentuk panggul antropoid,
panggul android karena memiliki segmen depan yang sempit, otot panggul yang sudah
lembek biasanya hal ini terjadi pada multipara, dan karena kepala janin yang kecil dan bulat.
2. Makrosomia
Makrosomia dideskripsikan sebagai bayi besar, didasarkan pada berat bayi setelah lahir.
Makrosomia tidak dapat didiagnosis secara pasti sebelum lahir. Definisi makrosomia
menggunakan variasi cutt-of berkisar antara 4000 gram hingga 5000 gram. Bayi besar
memiliki kemungkinan untuk menjadi distosia bahu, tetapi mencoba menentukan bayi besar
sangat sulit, seperti menggunakan manuver Leopold akan sangat tidak akurat dakam
menentukan berat bayi, dan USG pun tidak jauh lebih baik.5,6
Buletin ACOG mengenai distosia bahu menyatakan bahwa sensitivitas USG hanya 22-
44% dan positive predictive value hanya 30-44% memprediksi makrosomia. Kebanyakan bayi
dengan berat badan lahir diatas 4000 gram yang dilahirkan pervaginam tidak mengalami
distosia bahu.

7
Diagnosis Ditosia bahu
Beberapa klinisi menggunakan penilaian sendiri untuk mendiagnosis distosia bahu,
dan sebagian membagi distosia bahu menjadi ringan atau berat tergantung jumlah manuver
yang digunakan untuk melahirkan bayi. Klinisi lain menggunakan waktu pelahiran kepala-
badan dengan acuan lebih dari 60 detik untuk mendiagnosis distosia bahu dan atau untuk
mengambil tindakan berupa manuver obstetrik.7
Salah satu gambaran yang sering terjadi adalah turtle sign dimana bisa terlihatnya
kepala janin namun juga bisa retraksi (analog dengan kura-kura menarik ke dalam
cangkangnya) dan wajah bayi yang eritematous. Ini terjadi ketika bahu bayi mengalami
impaksi didalam panggul ibu.7,8

Distosia bahu juga dapat dikenali bila didapatkan keadaan :


 Kepala bayi telah lahir, tetapi bahu tertahan dan tidak dapat dilahirkan
 Kepala bayi telah lahir, tetapi tetap menekan vulva dengan kencang
 Dagu tertarik dan menekan perineum
 Traksi pada kepala bayi tidak berhasil melahirkan bahu yang tetap berada di kranial
simfisis pubis meskipun dengan usaha maksimal dan gerakan yang benar

Penanganan
Dalam penanganan distosia bahu diusahakan untuk menghindari: 9,10
a. Pull : Menarik atau traksi kepala / leher terlalu kuat atau ke lateral, akan
meningkatkan resiko cedera pleksus brakialis.
b. Push : Melakukan dorongan pada fundus, karena tidak akan membantu ketika
bahu benar-benar mengalami impaksi dan meningkatkan risiko ruptur uteri.
c. Panic : Panik. Semua penanganan dilakukan melalui manuver sistematis dan
setiap penolong harus tenang agar dapat mendengar dan mengerti ketika ada
permintaan bantuan dan dapat dengan jelas memimpin ibu untuk kapan mengejan
dan kapan tidak mengejan.
d. Pivot : Hiperfleksi kepala dengan os. Coccygeus sebagai poros.

8
Mengingat distosia bahu tidak dapat diprediksi, tenaga medis harus selalu siap
menghadapi kemungkinan distosia bahu pada setiap kelahiran.Oleh karena itu, prosedur
standar harus diketahui semua tenaga medis. Jembatan keledai (Mnemonic) ALARMER
telah dikembangkan untuk membantu dalam ketepatan manajemen distosia bahu. 11

Ask for help


Lift / hyperflexed Legs
Anterior shoulder disimpaction
Rotation of the posterior shoulder
Manual removal posterior arm
Episiotomy
Roll over onto “all fours”11

a. Ask for help - Meminta bantuan


 Diperlukan suatu sistem untuk memanggil bantuan pada keadaan darurat sehingga
peralatan dan personel dibutuhkan siap sedia.
 Diperlukan penolong tambahan untuk melakukan manuver McRoberts dan penekanan
suprapubik.
 Menyiapkan penolong untuk resusitasi neonatus.

b. Lift / hyperflexed Legs - Kaki hiperfleksi (manuver McRoberts)


 Singkirkan bantal atau penahan dari bgaian belakang ibu dan membantu ibu untuk
berpindah ke posisi yang datar.
 Disiapkan masing-masing satu penolong di setiap sisi kaki ibu untuk membantu
hyperfleksi kaki dan sekaligus mengabduksi panggul.
 Distosia bahu biasanya dapat dilepaskan dengan hanya menggunakan manuver ini.

9
*Perubahan yang terjadi pada panggul

c. Anterior shoulder disimpaction - Disimpksi bahu depan


Tekanan Suprapubis - (Mazzanti manoeuvre)11
 Bahu bayi yang terjepit didorong menjauh dari midline ibu, ditekan pada atas simfisis
pubis ibu.
 Penekanan pada suprapubis menggunakan tumit telapak tangan.
 Tekanan suprapubik ini dilakukan untuk mendorong bahu posterior bayi agar dapat
dikeluarkan dari jalan lahir
 Jangan melakukan penekanan pada fundus.
 Pada kombinasi dengan manuver McRoberts, penekanan suprapubis dapat melahirkan
bayi pada 91% kasus.

10
11
Rubin manoeuvre
 Adduksi dari bahu depan dengan melakukan penekanan pada bagian belakang bahu.
Bahu ditekan didekatkan ke dada, atau tekanan dilakukan pada skapula bagian bahu
depan.
 Pikirkan tindakan episiotomi.
 Tidak boleh menekan fundus

d. Rotation of the posterior shoulder – Wood’s screw manoeuvre7


Digunakan 2 jari untuk menekan bagian depan bahu belakang dan memutarnya
hingga 1800 atau oblique, dapat diulang jika diperlukan. Manuver ini pada dasarnya
untuk merotasi bahu posterior ke posisi anterior.
Pada prateknya, manuver disimpaksi anterior dan manuver wood dapat dilakukan
secara simultan dan berulang.

12
e. Manual removal posterior arm – Mengeluarkan lengan posterior secara manual
Biasanya lengan fleksi pada siku. Jika tidak, tekanan pada fossa antekubiti dapat
membantu fleksi lengan. Tangan bayi dipegang dan disapukan melewati dada dan
dilahirkan. Manuver ini dapat menyebabkan fraktur humerus, tetapi tidak menyebabkan
kerusakan saraf permanen.

f. Episiotomy 7
Prosedur ini secara tidak langsung membantu penanganan distosia bahu, dengan
memungkinkan penolong untuk meletakkan tangan penolong ke dalam vagina untuk
melakukan manuver lainnya.

g. Roll over onto “all fours”


Mengubah ibu ke posisi “all fours” meningkatkan dimensi pelvis dan
memungkinkan posisi janin bergeser, dengan ini diharapkan terjadi disimpaksi bahu.
Dengan tekanan ringan pada bahu posterior, bahu anterior mungkin menjadi semakin
terimpaksi (dengan gravitasi), tetapi akan membantu membebaskan bahu posterior.
Selain itu, posisi ini memungkinkan akses yang mudah ke bahu posterior untuk manuver
rotasi atau mengeluarkan lengan posterior secara manual.

13
Jika cara-cara tersebut diatas telah dicoba berulang kali namun tidak berhasil, ada cara-
cara lain yang diusulkan, yaitu
a. Mematahkan tulang klavikula bayi

b. Simfisiotomi
c. Zavanelli manoeuvre - cephalic replacement
Manuver ini membalikkan gerakan kardinal persalinan dan dilakukan seksio sesarea.

14
Sedangkan Royal College of Obstetricians and Gynecologist memperkenalkan
HELPERR :5

H Call for Help


E Evaluate for episiotomy
L Legs (the McRobert’s manoeuvre)
P Suprapubic Pressure
E Enter manoeuvres (internal rotation)
R Remove the posterior arm
R Roll the woman / rotate onto ‘all fours´

Penjabaran dari HELPERR mnemonic Royal College of Obstetricians and Gynecologist


adalah sebagai berikut :6

1. Memanggil bantuan tenaga medis lain – spesialis kandungan, spesialis anestesi, spesialis
anak, dan bidan senior
2. Tetap tenang. Penolong mencoba menjelaskan dan menenangkan ibu untuk memastikan
adanya kerjasama dari penolong dan pasien terhadap manuver yang akan dilakukan.
3. Penekanan fundus sebaiknya tidak dilakukan, karena berhubungan dengan tingginya
insiden komplikasi pada janin dan dapat menyebabkan ruptur uteri.
4. Tempatkan ibu pada posisi McRoberts, sehingga ibu berbaring lurus dengan kaki abduksi
dan hiperfleksi 45° pada abdomen-posisi ini akan memutar sudut dari simfisis pubis,
membantu meluruskan promontorium sakrum, meningkatkan diameter dari pintu bawah
panggul, dan melepaskan tekanan pada bahu depan. Manuver McRoberts berhubungan
dengan morbiditas yang sangat rendah dan memiliki tingkat keberhasilan lebih dari 40 %,
dimana meningkat hingga lebih dari 50 % ketika penekanan suprapubis juga dilakukan.
5. Evaluasi apakah diperlukan tindakan episiotomi, dimana dapat meningkatkan ruang
untuk manipulasi dan akses ke bayi tanpa melukai perineum dan dinding vagina.
6. Melakukan traksi ringan pada kepala janin ke arah axis longitudinal badan janin, bukan
traksi kuat ke bawah dimana dapat menyebabkan cedera cervical.
7. Manuver Rubin dapat digunakan, dimana penolong harus bisa mengidentifikasi bahu
belakang dari pemeriksaan dalam. Kemudian bahu belakang didorong ke arah dada janin,
dan memutar bahu depan menjauhi simfisis pubis. Manuver ini mengurangi diameter bi-
sacromial.

15
8. Manuver Woodscrew bisa dilakukan untuk memutar badan janin sehingga bahu belakang
menjadi bahu depan. Manuver ini akan membuat bahu abduksi, tetapi tetap dapat
membuat janin berputar hingga mencapai diameter yang cukup untuk lahir.
9. Melahirkan lengan belakang dan bahu dapat dilakukan dengan memasukkan tangan
penolong ke dalam ruang kecil yang dibentuk oleh cekungan sakrum sehingga penolong
dapat memfleksikan lengan posterior pada siku dan kemudian menyapu lengan bawah
melalui dada janin. Sekali lengan belakang berhasil dibawa ke bawah, terdapat ruang dan
bahu depan meluncur di belakang simfisis pubis sehingga dapat dilahirkan.
10. Apabila semua manuver tersebut gagal, penolong sebaiknya mempertimbangkan
menggunakan manuver Zavanelli sebagai jalan untuk melahirkan bayi hidup.
Royal College of Obstetricians and Gynecologist juga menyarankan kepada penolong untuk
mencatat secara detail hal-hal berikut :

- Waktu lahirnya kepala


- Arah kepala
- Waktu lahirnya badan janin
- Kondisi dari janin (APGAR)
- Waktu saat datangnya staf penolong.6
Komplikasil10,11
Komplikasi Maternal
 Perdarahan post partum
- Atonia uteri
- Ruptur perineum grade III dan IV
- Laserasi vagina-cervix
 Trauma
- Ruptur uteri
- Fistula rectovagina
- Hematoma vagina
- Cedera kandung kemih
- Cedera simfisis pubis dengan neuropati femoral
 Infeksi
- Endometriosis
16
 Stress psikis

Neonatal
 Cedera Pleksus Brakialis
- Erb-Duchene Palsy – Cabang cervical 5 dan 6
- Klumpke’s Paralysis – Cabang cervical 8 dan thorax 1
 Fraktura
- Klavikula
- Humerus
 Asfiksia
 Cedera neurologis
 Kematian bayi

Setelah distosia bahu 11


a. Ingat risiko yang terjadi pada ibu, laserasi dan perdarahan post partum.
b. Eksplorasi laserasi dan trauma.
c. Lakukan manajemen aktif kala III.
d. Pastikan resusitasi neonatus yang adekuat, dan catat semua manajemen yang
dilakukan.

17
Daftar Pustaka

1. Allen, Robert H. Shoulder dystocia. 2016. Diunduh dari:


http://emedicine.medscape.com/article/1602970-overview.
2. Akbar H, Prabowo AY, Rodiani. Kehamilan aterm dengan distosia bahu. Medula Edisi
November 2017. Vol 7. Nomor 4. Lampung: Fakultas Kedokteran Unila. 2017.
3. Wiknjosastro, Hanifa Prof. dr., dkk. Anatomi Jalan Lahir. Ilmu Bedah Kebidanan.
Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Jakarta; 2016.h.115-205.
4. Politi S, Dʼemidio L, Cignini P, Giorlandino M, Giorlandino C. Shoulder dystocia: an
Evidence-Based approach. J Prenat Med. 2010;4(3):35–42.
5. Cunningham GF, et al. Williams obstetrics. 23rd edition. ECG.
6. Royal College of Obstetricians and Gyanaecologist, shoulder Dystocia green-top
guideline no.42. end edition; 2012.h.2-28.
7. The society of obstetricians and gynaecologists of Canada. 22nd edition ALARM course
manual. 2015-2016.
8. Cluver C. A., Hofmeyr G. J. 2009. Shoulder dystocia: An update and review of new
techniques. SAJOG Vol.15, No.3
9. Mir S., Ahmad A. 2010. Review article : Shoulder dystocia. JK Science volume 12 No.4
10. Ouzounian J. G. 2011. Shoulder dystocia: Diagnosis and Management. California: Keck
School of Medicine University of Southern California
11. Perinatal Services BC. 2011. Obstetrical emergencies – shoulder dystocia. Managing
Labour Decision Support Tool.

18

Anda mungkin juga menyukai