Gambar 2.2 Penampakan eksternal dan internal ginjal. (A) ginjal kanan, (B) sinus renal, (C)
gambaran pelvis renal dan kalises di dalam sinus renal, (D) potongan koronal ginjal yang
menunjukan struktur internalnya. Piramid renal terdiri atas tubulus kelektivus dan membentuk
medulla ginjal. Korteks renal mengandung korpuskel renal.1
Gambar 2.3 Urogram Intravena. terdapat gambaran kalises, pelvis renal, dan ureter dimana
medium kontras mengisi luminanya.1
2.1.2 Ureter
Ureter adalah duktus muscular dengan panjang 25-30 cm dengan lumina yang
menyempit, berfungsi untuk membawa urin dari ginjal ke vesika urinaria. Ureter berjalan
inferior dari apeks pelvis renal di hilum ginjal, kemudian melewati tepi pelvis di posisi
bifurkasi arteri iliaca komunis. Kemudian berjalan di sepanjang dinding lateral pelvis dan
masuk ke vesika urinaria. Bagian abdominal dari ureter tertempel erat dengan periotenum
parietal dan terletak secara peritoneal. Dari sisi belakang, permukaan ureter bergabung di posisi
5 cm dari lateral prosesus spinosus spina iliaka. Ureter menempati bidang sagittal yang
memotong ujung dari prosesus transversus vertebra lumbar. Ketika memeriksa ureter secara
radiografi dengan medium kontras, ureter memiliki 3 tempat konstriksi umum, yaitu (1) di
hubungan ureter dan pelvis renal, (2) pada titik persilangan di pinggir pelvik inlet, dan (3)
sepanjang melewati dinding vesika urinaria. Titik konstriksi ini menjadi area potensial untuk
obstruksi batu ureter1
Bagian pelviks ureter berjalan di dinding lateral pelvis, pararel dari batas anterior
skiatika mayor, antara peritoneum parietal dan areteri iliaca internal. Di sisi bersebarangan dari
spina iskial, ureter berbelik anteromedial, superior ke levator ani, dan masuk ke vesika urinaria.
Ujung inferior dari ureter dikelilingi oleh pleksus venosus vesical. Ureter berjalan oblik melalui
dinding muscular vesika urianri di arah inferomedial, masuk ke pemrukaan luar dengan jarak
5 cm di antara ureter. Pada laki-laki, terdapat duktus deferens yang juga melewati area antara
ureter dan periotenium di lipatan ureteric peritoneium. Ureter terletak posterolateral dari duktus
deferens dan masuk ke sudut posterosuperior vesika urinria, di superior dari kelenjar seminalis.
Pada perempuan, ureter berjalan medial dari asal arteri uterine dan berlanjut di tingkat spina
ischial, yang bersilangan superior dari areteri uterine. Kemudian berjalan dekat dengan bagian
lateral forniks vagina dan masuk di sisi posterosuperior kandung kemih.1
Gambar 2.4 Konstriksi normal ureter pada pemeriksaan pyelogram retrograde. (A) medium
kontras yang diinjeksikan ke ureter dari endoskop. Garis panah menunjukkan bulging papilla
ke kalises minor. (B) tempat konstriksi normal relative dari ureter1
Gambar 2.5 Gambaran urogram intravena normal. Garis panah menunjukkan penyempitan
transien dari lumina ureter akibat konstraksi peristaltik1
2.1.3 Vesika Urinaria
Vesika urinaria adalah organ muskulatur berongga yang dapat terdistensi. Ketika
kosong, vesika urinaria orang dewasa terletak di pelvik minor, di superior-posterior tulang
pubis. Organ ini dipisahkan dari tulang oleh ruangan retropubic (Retzius) dan terletak paling
inferior dari peritoneium, dekat dengan tulang pubis dan simsifisis pubis, serta prostat (pada
laki-laki) atau didnding anterior vagina (pada perempuan) secara posterior. Vesika urinaria
relative bebas di dalam lemak subkutan ekstraperitoenal, kecuali bagian lehernya yang terikat
kuat dengan ligament lateral Vesika urinaria dan arkus tendinous fasia pelvik. Pada perempuan,
fasia paracolpium berperan dalam mendukung Vesika urinaria secara tidak langsung. Ketika
Vesika urinaria terisi, maka organ ini akan masuk ke pelvik mayor dan naik di dalam jaringan
lemak ekstraperitoneal dindin abdomen anterior.1,2
Pada keadaan kosong, Vesika urinaria berbentuk seperti tetrahedrad, yang memiliki
apeks, corpus, fundus, dan colum, serta memiliki 4 permukaan (superior, 2 inferolateral, dan
posterior). Apeks Vesika urinaria terletak di pinggir superior simfisis pubis, Fundus Vesika
urinaria terletak bersebarangan dari apeks, dan membentuk dinding posterior konveks. Corpus
terletak diantara apeks dan fundus. Sementara colum merupakan pertemuan antara fundus dan
permukaan inferolateral. Basis Vesika urinaria dibentuk oleh tulang pubis dan fasia yang
melapisis levator ani dan superior obturator internus. Hanya bagian superior Vesika urinaria
yang dilapisi oleh peritoenium. Konsekuensinya, fundus pada pria terpisah dari rectum di
sentral oleh septum retrovesikal fasial di sentral dan kelenjar seminal dan ampula duktus
deferens di lateral. Pada perempuan, fundus secara langsung terkait dengan dinding anterior
superior vagina.1.2
Dinding dari Vesika urinaria terutama disusun oleh otot detrusor. Di bagian leher, otot
membentuk sfingter ureteral internal yang involunter. Beberapa otot akan berjalan radier dan
membentuk orifisium uretra internal. Pada laki-laki, otot ini kontiniu dengan otot
fibromuscular prostat, sementara pada perempuan kontiniu dengan dinding uretra. Orifisium
ureteric dan orifisium uretra internal adanya sudut dari trigone Vesika urinaria. Uvula Vesika
urinaria adalah bagian elevasi ringan dari trigone, yang biasanya lebih terlihat pada laki-laki
tua oleh karena pembesaran prostat.1,2
Gambar 2.6 Vesika urinaria dan uretra prostatic orang dewasa1
2.1.4 Uretra
Uretra laki-laki merupakan tubulus muscular yang memilki panjang 18-22 cm, dan
berfungsi membawa urin dari orifisium uretral internal ke orofisium urtera eksternal, di ujung
glans penis. Uretra pria dibagi menjadi 4 bagian yaitu bagian intramural (pre-prostatik),
prostatic, intermediat (membranosa), dan spongiosa.1,2
Bagian Panjang Lokasi Karakteristik
Intramural 0,5-1,5 cm Esktensi hampir venrtikal Dikelilingi oleh sfingetr
di colum vesika urinaria uretra internal
Prostatik 3-4 cm Deskending melalui Bagian terlebar dan paling
prostat anterior, terdilatasi, terdapat uretral
membentuk kurva crest dengan kolikulum
konkav, yang terikat di seminal
anterior dengan sfingter
uretra eksternal
Membranosa 1-1,5 cm Berjalan melalui kantung Bagian terpsempit dan
perineal profunda, paling tidak dapat distensi
dikelilingi oleh serat
sirkular sfingter uretral
eksternal, penetrasi ke
membrane perineal
Spongiosa 15 cm Berjalan melalui korpus Bagian paling panjang dan
spongiosum, awalnya mobile. Terdapat kelenjar
melebar di bublus penis, bulbo-uretral dan kelenjar
dan kemudian melebar uretral, yang membuka ke
lagi di fossa navikularis bagian bulbosa dan lacuna
uretral
Sementara uretra perempuan memiliki panjang 4 cm dan diameter 6 mm, yang berjalan
antero-inferior dari orifisium uretra internal, ke posterior dan kemudian inferior simfisis pubis,
dan berakhir di orifisium uretra eksternal. Orifisium eksternal ini terletak di vestibulum vagina,
yang merupakan celah antara labia minora genitalia eksterna, di anterior orifisum vaginal.
Uretra terletak anterior dari vagina, yang akesis nya pararel dengan vagina. Uretra berjalan
menuju vagina melalui diafragma pelvik, sfingter uretra eksternal, dan membrane perineal.1,2
Interpretasi Urografik
a. Parenkim renal
Parenkim renal paling optimal dinilai pada fase nefrogenik dari urografi. Kontur renal harus
dinilai, dimana normalnya berbentuk licin. Ketidakmampuan untuk visualisasi kontur renal
mengindikasikan adnaya kelainan Ukuran ginjal juga harus dinilai dari tiap urogram. Ginjal
normal berkisar dari 9-13 cm di panjang sefalokaudal, dengan ginjal kiri lebih besar 0,5 cm
dibanding ginjal kanan. Adanya disparensi ginjal kanan >1,5 cm dari ginjal kiri, dan ginjal kiri
yang lebih besar > 2 cm dari ginjal kanan menunjukkan adanya kelainan.3,4
Perubahan kontur ginjal dapat terkait dengan perubahan ketebalan parenkim.
Penggambaran “garis interpapilari” dapat membantu evaluasi tebal parenkim. Tebal parenkim
rerata adalah 3-3,5 cm di regio polar dan 2-2,5 cm di regio interpolar. Indentasi atau
peningkatan ketebalan parenkim mungkin menunjukkan variasi kelainan kongenital.
Penurunan ketebalan parenkimal dengan konfigurasi kaliseal abnormal dapat menunjukkan
kondisi post-inflamatori, atau fibrosis akibat batu. Sementara hilangnya parenkim diantara
kalises tanpa distorsi kaliks dapat terjadi sekunder dari infark renal. Peningkatan tebal
parenkim dengan distorsi kaliks terkait dengan adanya massa. Tidak adanya penyagatan
nefrografik di dalam lesi mengindikasikan kista simple, dengan ciri adanya parenkim
“beaking” akibat pertumbuhan lambat lesi di dalam parenkim. Massa ginjal juga memproduksi
“double contour” pada tomografi. Deteksi urografi untuk massa membutuhkan pencitraan CT
dan US.3,4
Posisi ginjal juga dapat dinilai denga nefotomografi, dimana setiap polus atas renal
biasanya ekstensi diatas iga 12, dengan ginjal kanan lebih rendah sedikit dibanding ginjal kiri.
Aksis vertical dari ginjal harus pararel dari 1/3 otot psoas. Alterasi dari aksis dan posisi dapat
muncul akibat adanya massa abdominal atau retroperitoneal, sementara alterasi dari ukuran
viseral dapat akibat anomaly kogenital renal.3,4
Gambar 2.8 Pembesaran ginjal kiri dibanding kanan pada pasien muda, dengan defek
multipel parenkimal, akibat penyakit polikistik ginjal3
Gambar 2.9 Refluks Nefropati, Terdapat gambaran hilangnya parenkimal polar akibat
“clubbing” kaliseal pada kasus refluks.3
Gambar 2.10 (Kiri) kista simple, dimana terdapat defek nerfografik di ginjal kiri, dengan
peningkatan tebal parenkim dan distorsi sistem kolektivus dibawahnya, dengan gambaran
kortikal “beaking: di batas massa yang tidak menyangat. (kanan) Gambaran karsinomal sel
renal, dimana terdapat masa di bagian tengah ginjal kiri yang memproduksi peningkatan tebal
parenkim dan mendistorsi sistem kolektivus, dengan gambaran “double countour”.3
Gambar 2.11 Gambaran ginjal tapal kuda, dengan aleterasi aksis (posisi dan rotasi) ginjal,
Terdapat anomaly pdaa sistem kolektivus dan morfologi drainase.3
Gambar 2.12 Gambaran papilarry blush. (Kiri) Gambaran urografik menunjukkan opasitas
prominen papiler namun dengan struktur tubular yang tidak dapat resolveable. (Kanan) Setelah
10 menit kontras dengan kompresi, terdapat penurunan prominensai opasitas papilari.3
Gambar 2.13 (Kiri) Ekstasi Tubular, terdapat striata linear resolvable di dalam papila.
(Kanan) Ginjal spongiosa medulari, terdapat gambaran kontras yang resolable di ujung papila.3
Gambar 2.14 (Kiri) Nekrosis papila oleh karena anemia sickle cell, dimana terdapat ekstensi
kontras dari fornik ke substransi renal polus atas dan bawah. (Kanan) nekrosis papilari akibat
analgesic abuse, dimana terdapat kavitas sentral di dalam papila multipel3
Gambar 2.15 Divertikulum kalises (Kiri) terdapat kalsifikasi berkelompok di polus atas ginjal
kanan, (kanan) urografi menunjukkan perlambatan pengisisan temprial di kavitas besar yang
berkomunikasi dengan kaliks3
Gambar 2.16 (Kiri) Onkokaliks (tumor kaliks) sekunder akibat karsinomal sel transisional,
Terdapat pengisian ireguler di strukrur kalises polus atas ginjal kiri. (Kanan) karsinomal sel
transisional, menunjukkan defek pengisian pada pailari bear dengan iregularitas kontras
material di pelvis renal dan lumen ureteral proksimal3
Gambar 2.17 Papila aberan pada pasien dengan karsinoma sel transisional. Terdapat
gambaran defek pengisian di infundibulum tengah setelah kompresi dan defek angular (garis
panah).3
Gambar 2.18 Tuberkulosis. (Kiri) gambaran penurunan opasitas dan non-filling di sistem
kolektivus polus bawah ginjal. (Kanan) gambaran iregularitas kalises dan infundibulua polus
bawah, dengan penampakan “moth-eaten”3
Salah satu keuntungan pyelografi intravena (IVP) dalam identifikasi hidronefrosis adalah
rendahnya tingkat positif palsu, dapat identifikasi tempat obstruksi, dan membantu deteksi
kondisi terkait (seperti nekrosis papilari atau blunting kalsikeal akibat infeksi sebelumnya).
Dibanding US atau CT-scan, IVP lebih dipilih dalam mendeteksi obstruksi pada beberapa
kasus, yaitu7
• pasien dengan kalkuli staghorn atau kista renal multipel atau parapelvic. Karena US
atau CT tidak dapat membedakan hidronefrosis akibat kista atau batu
• Ketika CT-scan tidak dapat mengidentifkasi tingkat obstruksi
• Diperkirakan obstruksi akut akibat batu ginjal. Dilatasi sistem kolektivus biasanya tidak
dapat terlihat pada waktu tesebut, namun dapat diindentifikasi adanya batu dan lokasi
obstruksi batu
Sistem grading dari hidronefrosis ditentukan berdasarkan parameter dilatasi sistem
pelvikaliseal dan penampakan parenkim renal. Yaitu7 :
• Grade 1 : dilatasi pelvik renal. Blunting ringan dari fornik kaliseal
• Grade 2 : dilatasi pelvis dan kaliseal, parenkim renal normal (>7 mm). Blunting dan
pembesaran fornis kaliseal, namun bayangan paila dapat terlihat
• Grade 3 : dilatasi pelvis dan kaliseal, medulla pendek dan tipis, korteks normal, tebal
parenkim 3-7 mm. Kalises membulat dengan obliterasi papila
• Grade 4 : dilatasi pelvis dan kaliseal, tidak terdapat medulla, korteks tipis (<3 mm),
resesus antara kalik pendek dan tipis signifikan. kaliks membalon secara ekstrim
Gambar 2.19 Sistem Grading Hidronefrosis Onen7
Gambar 2.20 Pencitraan IVP yang menunjukkan hidronefrosis grade IV pada ginjal kanan8
c. Ureter
Setelah kompresi, bolus dari kontras akan masuk ke ureter dan memberikan visualisasi
optimal dari panjang ureter. Novisualisasi segmental dari ureter oleh karena peristalsis diatasi
dengan pelepasan kompresi, sehingga terlihat gambaran utuh dari hubungan uretropelvic ke
uretrovesikal dapat terlihat di 1-2 gambar. Persistensi kontras di beberapa gambar dapat
mengindikasikan obsturksi atau ileus ureteral (non-obstruktif atau dilatasi terkait dengan
inflamasi). Ureter biasanya mulai sebagai ekstensi halus dari pelvis renal lateral ke batas lateral
psoas mayor. Di tingkat L3, ureter berjalan ventral ke otot, bersilangan dari lateral ke medial.
Ureter berjalan bersilangan dari anterior ke vaskulatur iliak. Pada titik persilangan ini, sering
ada deviasi minimal dari ureter. Ketika di dalam pelvis, ureter biasanya pararel di batas dalam
tulang iliak sampai mencapai vesika urinaria di hubungan uterovesical. Deviasi medial ureter
harus dipertimbangkan ketika ureter berada diatas pedikel lumbar ipsilateral. Separasi ureter <
5 cm juga menjadi kriteria deviasi medial. Sementara deviasi lateral harus dipertimbagkan jika
ureter berada > 1 cm di luar ujung prosesus transversus, namun posisi ureter kontralateral harus
dibuat. Adanya perubahan posisi ureter menunjukkan kelainan. Oleh karena ureter sangat
mobile, penentuan signifikansi dari deviasi ureter membutuhkan pemeriksaan CT scan.3,4
Diameter ureter yang melebihi 8 mm dianggap sebagai dilatasi. Secara umum, asimetri dari
kaliber ureteral merupakan temuan yang lebih signifikan. Obstruksi ureteral tingkat tinggi
dapat terkait dengan dilatasi ureter minimal, sementara obstruksi yang kronis menyebabkan
dilatasi yang lebih besar. Dilatasi non-obstruktif dapat terjadi akibat peningkatan aliran urin
(diuresis, diabetes insipidus), refluks, atau proses inflamatori). Tempat transisi area
penyempitan di hubungan uteropelvic, uterovesical, dan transisi vascular iliak juga menjadi
tempat penting untuk diagnosis. Defek pengisian ureter dapat bersifat tunggal atau multipel,
dan dapat terjadi akibat penyebab luminal, mural, atau ekstrinsik.3,4
Gambar 2.21 Dilatasi sistem kolektivus. Terdapat batu yang mengimpaksi hubungan
uterovesical.3
Gambar 2.22 Deviasi ureteral, terdapat gambaran deviasi di ureter proksimal dan medial-
distal (Kiri), dan gambaran deviasi medial ureter kanan akibat aneurisma arterial (Kanan)3
Gambar 2.23 Obstruksi ureteral akibat ureterokel ortopik. Terdapat gambaran “cobra head: di
vesika urinaria, dilatasi ureteral, kolumnisasi, dan kontras penuh pada sistem kolektivus3
Gambar 2.24 Megaureter primer. Terdapat penyempitan di ureter kiri di hubungan
ureterovesical terkait dengan dilatasi 1/3 distal ureter, dengan perubahan obstruktif minimal di
bagian atas.3
Gambar 2.25 Tumor ureteral akibat karsinoma sel transisional, (Kiri) tidak terdapat gambaran
ureter kiri, (Kanan) titik fluoroskopik menunjukkan defek filling di lumen yang opasifikasi3
d. Vesika Urinaria
Setelah injeksi kontras dalam 15-30 menit, maka vesika urinaria menjadi terdistensi
progresif, dan kontras intraluminal harus berbentuk sferis dan berbatas halus, serta dinding
menjadi kurang jelas. Posisi vesika urinaria harus berada di anatomik pelvis. Oleh karena
vesika urinaria hanya terletak di aspek bawah pelvik anatomic, posisi dan bentuknya dapat
terdistorsi signfikan oleh massa atau proses patologis lainnya. Ketebalan dinding vesika
urinaria dan iregularitas kontras luminal terkait dengan defek basis vesika urinaria merupakan
temuan tipikal untuk obstruksi outlet akibat penyakit prostat. Abnormalitas kontur dari seluler
atau pembentukan diverticulum juga dapat terlihat. Meskipun sudah diketahui jika pencitraan
pengisian kontras luring sensitive dibanding sistoskopi, namun defek filling harus selalu
dievaluasi. Gambaran pengisian awal yang diikuti dengan pemeriksaan post-void dapat
menjadi tekhnik sensitive untuk evaluasi defek pengisian, serta untuk evaluasi pasien dengan
dilatasi tractus urinarius atas. Persistensi dilatasi dari gambaran post-void mengifikasikan
obstruksi, sementara dekompresi dari tractus urinary atas mengindikasikan distensi fisiologis.
Gambaran post-void juga membantu untuk menilai volume residual dan kemampuan
pengosongan vesika urinaria secara komplit.3,4
Gambar 2.26 Sistitis Hemoragik, Gambaran kontras dengan lobulasi dan kontur ireguler di
lumen vesika urinaria3
Gambar 2.27 Divertikula multipel. Terdapat gambaran divertikula multipel dengan penebalan
dinding dan iregularitas material kontras intraluminal3
Gambar 2.28 Pembesaran prostat. Terdapat gamabran defek basis vesika terkait dengan
penebalan dinding vesika dan pembentukan selular. Selular adalah herniasi awal mukosa
melalui trabekula vesikal sebagai respon obstruksi outlet vesika.3
Gambar 2.29 Karsinomal sel transisional vesika. Gambaran defek filling akibat karsinoma sel
transisional dengan konfigurasi papiler di dinding vesika kanan3
Prosedur yang dilakukan serta gambaran yang mungkin didapatkan dari VCUG adalah9
• Dilakukan pencitraan KUB
• Anestesi dapat dilakukan, terutama pada pasien anak, dengan pemberian midazolam
0,5-0,6 mg/kg oral 30-45 menit sebelum prosedur atau 0,2 mg/kg intranasal sebelum
prosedur
• Peralatan : kateter steril, fluroskop, medisum kontras, peralatan urodinamik
• Pasien diposisikan pada posisi biasa ketika akan berkemih. untuk pemeriksaan
urodinamik. Untuk katerisasi, pasien diposisikan supinasi dengan kaki di posisi “frog
leg”. Fase voiding dapat dieksekusi pada posisi normal pasien saat berkemih, dengan
radiologis memposisikan pasien secara lateral atau oblik
• Tindakan asepsis dan katerisasi pada pasien
• Administrasi kontras dengan jumlah 300-400 mL untuk dewasa, dan anak (usia +2)x30
mL
• Lakukan pencitraan dengan beberapa proyeksi. Tindakan mengedan sepajang
fluoroskop dapat membuat gambar menjadi terganggu karena penrurunan paparan
radiasi
• Gambaran pertama adalah pengisian awal (proyeksi AP) dari vesika urinaria. Pada
proyeksi ini, uretrokel atau tumor buli dapat divisualisasi
Gambar 2.30 Uretrokel, VCUG menujukkan uterokel kecil (kiri). Ketika pengisan
selesai, uretrokel menjadi samar akibat kontras material9
• Setelah mendapat gambaran buli penuh (oblik), fokus di hubungan uterovesical (UVJ).
Dapat divisualisasi refluks vesikoureter dan diverticula buli pada posisi ini, serta
penampakan buli saat kapasitas penuh
Gambar 2.32 Gambaran striktur uretra bulbar di prostat dan otot sfingter eksternal pada
VCUG9
• Kemudian ambil gambaran renal bilateral post-voiding, yang berfokus di tiap fossa
renal untuk menentukan ada/tidaknya kontras yang mencapai tractus urinary atas
• Terakhir ambil gambaran vesika post-voiding untuk melihat derajat pengosongan
vesika
Gambar 2.33 Gambaran post-voiding yang menunjukkan tidak ada residual kontras pada
vesika9
• Gejala LUTS (lower urinary tarct symptoms), terutama pada pasien dengan riwayat
striktur ureta dengan gejala urgensi, frekuensi, dan pengosongan buli yang buruk
Gambar 2.36 Gambaran striktur uretra anterior, dimana terdapat penyempitan segmen
bulbus distal uretra dengan opasifikasi di duktus Cowper kiri10
• Evaluasi post-operatif setelah operasi uretra, seperti uretroplasti
Studi urografik dengan visualisasi optimal dari bagian yang opasifikasi dapat
memberikan detail diagnostic penting untuk gangguan sistem urinary, melebihi modalitas
lainnya. Hal ini dapat dicapai melalui tekhnik yang baik, pemahaman pada keterbatasan
prosedur, dan dasar interpretasi. Kemampuan untuk mengkorelasikan temuan urografik dengan
modalitas lainnya menjadi penting dilakukan untuk mendiagnosis gangguan saluran traktus
urinary.
DAFTAR PUSTAKA
1. Moore KL, Dalley AF, Agur AM. Chapter 2: Abdomen. In : Moore KL, Dalley AF,
Agur AM. Moore Clinically Oriented Anatomy. 7th ed. Philadelphia : Lippincot
Williams & Wilkins; 2016. p.292-294;365-369
2. Brenner E. Anatomy of the Upper and Lower Urinary Tract. Springer. 2019;3-10
3. Dyer RB, Michael YM, Zagoria YD. Intravenous urography: technique and
Interpretation. RadioGraphics. 2016;21(4);799-824
4. Mehta SR, Annamaraju P. Intravenous Pyelogram. StatPearls [Internet]. Update : June
2020. Retrieved from : https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK559034/
5. Aklan HM, Mikhfaly A. Analysis of Intravenous Urography Findings in a Tertiart
Reference Center. The Eurasian Journal of Medicine. 2018:50;71-74
6. Mathur M, Siegal JA. Urography. Medscape. Update : October 2017. Retrived from :
https://emedicine.medscape.com/article/1890669-overview
7. Onen A. Grading of Hydronephrosis: An Ongoing Challence. Frontiers in Pediatrics.
2020;1-13
8. Saadi TA, Alkhatib M, Turk T, Turkmani K, Abbas F, Khouri L. Report of two Syrian
siblings with Mulibrey nanism. Oxford Medical Case Report. 2015:12;363-370
9. Cheung WW, Kim ED. Cystography Technique. Medcape. Update : August 2020.
Retrived from : https://emedicine.medscape.com/article/1893772-technique#c2
10. Burks FN, Kim ED. Urethrogram. Medscape. Update: September 2018. Retrieved from
: https://emedicine.medscape.com/article/1893948-overview#a4