Anda di halaman 1dari 63

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis persembahkan kepada Allah SWT, yang telah


melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah Nya sehingga penulis dapat menyusun
referat dengan judul “Chepalopelvic Disproportion”. Dan tidak lupa pula shalawat
beserta salam penulis ucapkan untuk junjungan alam yakni nabi besar Muhammad
SAW, sebagai pembawa syariat islam untuk diimani, dipelajari serta diamalkan
setiap hari.
Penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada dr. Arvan Sp.OG selaku
pembimbing penulis dalam pembuatan Laporan Kasus ini. Semoga laporan kasus
ini dapat memberikan manfaat, umumnya bagi pembaca dan khususnya bagi
penulis.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini jauh dari kesempurnaan
disebabkan terbatasnya pengetahuan dan kemampuan penulis. Oleh sebab itu
penulis mohon maaf atas segala kekurangan dan penulis sangat mengharapkan
kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun untuk kesempurnaan
laporan kasus ini. Semoga karya sederhana ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bangkinang, 23 Desember 2019

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.LatarBelakang
Data dari Reproductive Health Library menyatakan terdapat 180 sampai
200 juta kehamilan setiap tahun. Dari angka tersebut terjadi 585.000 kematian
maternal akibat komplikasi kehamilan dan persalinan. Sebab kematian tersebut
adalah perdarahan 24,8%, infeksi dan sepsis 14,9%, hipertensi dan
preeklampsi/eklampsi 12,9%, persalinan macet (distosia) 6,9%, abortus 12,9%,
dan sebab langsung yang lain 7,9%. Seksio sesarea di Amerika Serikat dilaporkan
meningkat setiap tahunnya, Pada tahun 2002 terdapat 27,6 % seksio sesarea dari
seluruh proses kelahiran. Dari angka tersebut, 19,1% merupakan seksio sesarea
primer.
Laporan American College of Obstreti cian and Gynaecologist (ACOG)
menyatakan bahwa seksio sesarea primer terbanyak pada primigravida dengan
fetus tunggal, presentasi vertex, tanpa komplikasi. Indikasi primigravida tersebut
untuk seksio sesarea adalah presentasi bokong, preeklampsi, distosia, fetal
distress, dan elektif. Distosia merupakan indikasi terbanyak untuk seksio sesarea
pada primigravida sebesar 66,7%. Angka ini menunjukkan peningkatan
dibandingkan penelitian Gregory dkk pada 1985 dan 1994 masing-masing 49,7%
dan 51,4% distosia menyebabkan seksio sesarea.
Distosia adalah persalinan yang abnormal atau sulit dan ditandai dengan
terlalu lambatnya kemajuan persalinan. Kelainan persalinan ini menurut ACOG
dibagi menjadi 3 yaitu kelainan kekuatan (power), kelainan janin (passenger), dan
kelainan jalan lahir (passage). Panggul sempit (pelvic contaction) merupakan
salah satu kelainan jalan lahir yang akan menghambat kemajuan persalinan karena
ketidaksesuaian antara ukuran kepala janin dengan panggul ibu yang biasa disebut
dengan disproporsi sefalopelvik. Istilah disproporsi sefalopelvik muncul pada
masa dimana indikasi utama seksio sesarea adalah panggul sempit yang
disebabkan oleh rakhitis. Disproporsi sefalopelvik sejati seperti itu sekarang sudah
jarang ditemukan, umumnya disebabkan oleh janin yang besar. Berdasarkan
uraian di atas maka kami perlu menguraikan permasalahan dan penatalaksanaan
pada disproporsi sefalopelvik sebagai salah satu penyebab distosia penting
dimiliki oleh dokter.
BABII
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Definisi

Disproporsi sefalopelvik adalah keadaan yang menggambarka


ketidaksesuaian antara kepala janin dan panggul ibu sehingga janin tidak dapat
keluar melalui vagina. Disproporsi sefalopelvik disebabkan oleh panggul sempit,
janin yang besar ataupun kombinasi keduanya.

3.2 Anatomi Panggul


3.2.1. Bentuk Panggul
Panggul menurut morfologinya dibagi menjadi 4 jenis pokok, yaitu:
1. Ginekoid: Pintu atas panggul yang bundar, atau dengan diameter
transversa yang lebih panjang sedikit daripada diameter
anteroposterior dan dengan panggul tengah serta pintu bawah panggul
yang cukup luas. Paling ideal, panggul perempuan : 45%. 
2. Android:Pintu atas panggul yang berbentuk segitiga berhubungan
dengan penyempitan ke depan, dengan spina iskiadika menonjol ke
dalam danarkus pubis menyempit, panggul pria, diameter transversa
dekat dengan sacrum : 15%.
3. Antropoid: Diameter anteroposterior yang lebih panjang daripada
diameter transversa,dan arkus pubis menyempit sedikit, agak lonjong
seperti telur.
4. Platipeloid: Diameter anteroposterior yang lebih pendek daripada
diameter transversa pada pintu atas panggul dan arkus pubis yang
luas, menyempit arah muka belakang : 5%.
3.2.2 Pintu Atas Panggul
Pintu atas panggul dibentuk oleh promontorium corpus vertebra
sacrum, linea innominata, serta pinggir atas simfisis. Konjugata diagonalis
adalah jarak dari pinggir bawah simfisis ke promontorium, Secara klinis,
konjugata diagonalis dapat diukur dengan memasukkan jari telunjuk dan jari
tengah yang dirapatkan menyusur naik ke seluruh permukaan anterior
sacrum, promontorium teraba sebagai penonjolan tulang. Dengan jari tetap
menempel pada promontorium, tangan di vagina diangkat sampai
menyentuh arcus pubis dan ditandai dengan jari telunjuk tangan kiri. Jarak
antara ujung jari pada promontorium sampai titik yang ditandai oleh jari
telunjuk merupakan panjang konjugata diagonalis.
Konjugata vera yaitu jarak dari pinggir atas simfisis ke
promontorium yang dihitung dengan mengurangi konjugata diagonalis 1,5
cm, panjangnya lebih kurang 11 cm. Konjugata obstetrika merupakan
konjugata yang paling penting yaitu jarak antara bagian tengah dalam
simfisis dengan promontorium, Selisih antara konjugata vera dengan
konjugata obstetrika sedikit sekali.
Gambar 1. Diameter pada Pintu Atas Panggul
3.2.3.Panggul Tengah (Pelvic Cavity)
Ruang panggul ini memiliki ukuran yang paling luas. Pengukuran klinis
panggul tengah tidak dapat diperoleh secara langsung. Terdapat penyempitan
setinggi spina isciadika, sehingga bermakna penting pada distosia setelah
kepala engagement. Jarak antara kedua spina ini yang biasa disebut distansia
interspinarum merupakan jarak panggul terkecil yaitu sebesar 10,5 cm.
Diameter anteroposterior setinggi spina isciadica berukuran 11,5 cm. Diameter
sagital posterior, jarak antara sacrum dengan garis diameter interspinarum
berukuran 4,5 cm.
3.2.4 Pintu Bawah Panggul
Pintu bawah panggul bukanlah suatu bidang datar namun terdiri dari
dua segitiga dengan dasar yang sama yaitu garis yang menghubungkan tuber
isciadikum kiri dan kanan. Pintu bawah panggul yang dapat diperoleh melalui
pengukuran klinis adalah jarak antara kedua tuberositas iscii atau distansia
tuberum (10,5 cm), jarak dari ujung sacrum ke tengah-tengah distensia tuberum
atau diameter sagitalis posterior (7,5 cm), dan jarak antara pinggir bawah
simpisis ke ujung sacrum (11,5 cm).
3.3 Panggul Sempit
Distosia adalah persalinan yang sulit dan ditandai oleh terlalu lambatnya
kemajuan persalinan. Distosia dapat disebabkan oleh kelainan pada servik, uterus,
janin, tulang panggul ibu atau obstruksi lain di jalan lahir. Kelainan ini oleh
ACOG dibagi menjadi tiga yaitu:
1. Kelainan kekuatan (power) yaitu kontraktilitas uterus dan upaya
ekspulsif ibu.
a. Kelainan his : inersia uteri / kelemahan his
b. kekuatan mengejan yang kurang misalnya pada hernia atau sesak nafas.
2. Kelainan yang melibatkan janin (passenger), misalnya letak
lintang, letak dahi, hidrosefalus.
3. Kelainan jalan lahir (passage), misalnya panggul sempit, tumor
yang mempersempit jalan lahir.
Pola Kelainan Persalinan, Diagnostik, Kriteria dan Metode Penanganannya
Pola Persalinan Kriteria Diagnostik Penanganan yang dianjurkan
Penanganan Khusus

Panggul dengan ukuran normal tidak akan mengalami kesukaran kelahiran


pervaginam pada janin dengan berat badan yang normal. Ukuran panggul dapat
menjadi lebih kecil karena pengaruh gizi, lingkungan atau hal lain sehingga
menimbulkan kesulitan pada persalinan pervaginam. Panggul sempit yang penting
pada obstetric bukan sempit secara anatomis namun panggul sempit secara
fungsional artinya perbandingan antara kepala dan panggul. Selain panggul sempit
dengan ukuran yang kurang dari normal, juga terdapat panggul sempit lainnya.
Panggul ini digolongkan menjadi empat, yaitu:
1. Kelainan karena gangguan pertumbuhan intrauterine: panggul
Naegele, panggul Robert, split pelvis, panggul asimilasi.
2. Kelainan karena kelainan tulang dan/ sendi: rakitis, osteomalasia,
neoplasma, fraktur, atrofi, nekrosis, penyakit pada sendi sakroiliaka dan
sendi sakrokoksigea.
3. Kelainan panggul karena kelainan tulang belakang: kifosis,
skoliosis, spondilolistesis.

4. Kelainan panggul karena kelainan pada kaki: koksitis, luksasio


koksa, atrofi atau kelumpuhan satu kaki.
Setiap penyempitan pada diameter panggul yang mengurangi kapasitas
panggul dapat menyebabkan distosia saat persalinan. penyempitan dapat
terjadi pada pintu atas panggul, pintu tengah panggul, pintu bawah
panggul, atau panggul yang menyempit seluruhnya.

3.3.1 Penyempitan pintu atas panggul


Pintu atas panggul dianggap sempit apabila diameter anterioposterior
terpendeknya (konjugata vera) kurang dari 10 cm atau apabila diameter
transversal terbesarnya kurang dari 12 cm. Diameter anteroposterior pintu atas
panggul sering diperkirakan dengan mengukur konjugata diagonal secara
manual yang biasanya lebih panjang 1,5 cm. Dengan demikian, penyempitan
pintu atas panggul biasanya didefinisikan sebagai konjugata diagonal yang
kurang dari 11,5 cm. Mengert (1948) dan Kaltreider (1952) membuktikan bahwa
kesulitan persalinan meningkat pada diameter anteroposterior kurang dari 10 cm
atau diameter transversal kurang dari 12 cm. Distosia akan lebih berat pada
kesempitan kedua diameter dibandingkan sempit hanya pada salah satu
diameter.
Diameter biparietal janin berukuran 9,5-9,8 cm, sehingga sangat sulit bagi
janin bila melewati pintu atas panggul dengan diameter anteroposterior kurang
dari 10 cm. Wanita dengan tubuh kecil kemungkinan memiliki ukuran panggul
yang kecil, namun juga memiliki kemungkinan janin kecil. Dari penelitian Thoms
pada 362 nullipara diperoleh rerata berat badan anak lebih rendah (280 gram)
pada wanita dengan panggul sempit dibandingkan wanita dengan panggul sedang
atau luas.
Pada panggul sempit ada kemungkinan kepala tertahan oleh pintu atas
panggul, sehingga gaya yang ditimbulkan oleh kontraksi uterus secara langsung
menekan bagian selaput ketuban yang menutupi serviks. Akibatnya ketuban dapat
pecah pada pembukaan kecil dan terdapat resiko prolapsus funikuli. Setelah
selaput ketuban pecah, tidak terdapat tekanan kepala terhadap serviks dan segmen
bawah rahim sehingga kontraksi menjadi inefektif dan pembukaan berjalan lambat
atau tidak sama sekali. Jadi, pembukaan yang berlangsung lambat dapat menjadi
prognosa buruk pada wanita dengan pintu atas panggul sempit.
Pada nulipara normal aterm, bagian terbawah janin biasanya sudah masuk
dalam rongga panggul sebelum persalinan. Adanya penyempitan pintu atas
panggul menyebabkan kepala janin megapung bebas di atas pintu panggul
sehingga dapat menyebabkan presentasi janin berubah. Pada wanita dengan
panggul sempit terdapat presentasi wajah dan bahu tiga kali lebih sering dan
prolaps tali pusat empat sampai enam kali lebih sering dibandingkan wanita
dengan panggul normal atau luas.
3.3.2 Penyempitan panggul tengah
Dengan sacrum melengkung sempurna, dinding-dinding panggul tidak
berkonvergensi, foramen isciadikum cukup luas, dan spina isciadika tidak
menonjol ke dalam, dapat diharapkan bahwa panggul tengah tidak akan
menyebabkan rintangan bagi lewatnya kepala janin. Penyempitan pintu tengah
panggul lebih sering dibandingkan pintu atas panggul.Hal ini menyebabkan
terhentunya kepala janin pada bidang transversal sehingga perlu tindakan forceps
tengah atau seksio sesarea.
Penyempitan pintu tengah panggul belum dapat didefinisikan secara pasti
seperti penyempitan pada pintu atas panggul. Kemungkinan penyempitan pintu
tengah panggul apabila diameter interspinarum ditambah diameter sagitalis
posterior panggul tangah adalah 13,5 cm atau kurang. Ukuran terpenting yang
hanya dapat ditetapkan secara pasti dengan pelvimetri roentgenologik ialah
distansia interspinarum. Apabila ukuran ini kurang dari 9,5 cm, perlu diwaspadai
kemungkinan kesukaran persalinan apalagi bila diikuti dengan ukuran diameter
sagitalis posterior pendek.
3.3.3 Penyempitan Pintu Bawah Panggul
Pintu bawah panggul bukan suatu bidang datar melainkan dua segitiga
dengan diameter intertuberosum sebagai dasar keduanya. Penyempitan pintu
bawah panggul terjadi bila diameter distantia intertuberosum berjarak 8 cm atau
kurang. Penyempitan pintu bawah panggul biasanya disertai oleh penyempitan
pintu tengah panggul.
Disproporsi kepala janin dengan pintu bawah panggul tidak terlalu besar
dalam menimbulkan distosia berat. Hal ini berperan penting dalam menimbulkan
robekan perineum. Hal ini disebabkan arkus pubis yang sempit, kurang dari 900
sehingga oksiput tidak dapat keluar tepat di bawah simfisis pubis, melainkan
menuju ramus iskiopubik sehingga perineum teregang dan mudah terjadi robekan.
3.4 Perkiraan Kapasitas Panggul Sempit
Sebenarnya panggul hanya merupaka salah satu faktor yang menentukan
apakah anak dapat lahir spontan atau tidak, disamping banyak faktor lain yang
memegang peranan dalam prognosa persalinan.
Kesempitan pintu atas panggul berdasarkan ukuran conjugata vera (CV):
 CV 8,5 – 10 cm dilakukan partus percobaan yang kemungkinan
berakhir dengan partus spontan ataudengan ekstraksi vakum, atau
ditolong dengan secio caesaria sekunder atas indikasi obstetric lainnya.
 CV = 6 -8,5 cm dilakukan SC primer. 
 CV = 6 cm dilakukan SC primer mutlak.
Disamping hal-hal tersebut diatas juga tergantung pada :
1) His atau tenaga yang mendorong anak.
2) Besarnya janin, presentasi dan posisi janin
3) Bentuk panggul
4) Umur ibu dan anak berharga
5) Penyakit ibu

Perkiraan panggul sempit dapat diperoleh dari pemeriksaan umum dan


anamnesa. Misalnya pada tuberculosis vertebra, poliomyelitis, kifosis. Pada
wanita dengan tinggi badan yang kurang dari normal ada kemungkinan memiliki
kapasitas panggul sempit, namun bukan berarti seorang wanita dengan tinggi
badan yang normal tidak dapat memiliki panggul sempit. Dari anamnesa
persalinan terdahulu juga dapat diperkirakan kapasitas panggul. Apabila pada
persalinan terdahulu berjalan lancar dengan bayi berat badan normal,
kemungkinan panggul sempit adalah kecil.
Pengukuran panggul (pelvimetri) merupakan salah satu cara untuk
memperoleh keterangan tentang keadaan panggul. Melalui pelvimetri dalama
dengan tangan dapat diperoleh ukuran kasar pintu atas dan tengah panggul serta
memberi gambaran jelas pintu bawah panggul. Adapun pelvimetri luar tidak
memiliki banyak arti.
Pelvimetri radiologis dapat memberi gambaran yang jelas dan mempunyai
tingkat ketelitian yang tidak dapat dicapai secara klinis. Pemeriksaan ini dapat
memberikan pengukuran yang tepat dua diameter penting yang tidak mungkin
didapatkan dengan pemeriksaan klinis yaitu diameter transversal pintu atas dan
diameter antar spina iskhiadika.
Tetapi pemeriksaan ini memiliki bahaya pajanan radiasi terutama bagi
janin sehingga jarang dilakukan.4 Pelvimetri dengan CT scan dapat mengurangi
pajanan radiasi, tingkat keakuratan lebih baik dibandingkan radiologis, lebih
mudah, namun biayanya mahal. Selain itu juga dapat dilakukan pemeriksaan
dengan MRI dengan keuntungan antara lain tidak ada radiasi, pengukuran panggul
akurat, pencitraan janin yang lengkap. Pemeriksaan ini jarang dilakukan karena
biaya yang mahal.
Dari pelvimetri dengan pencitraan dapat ditentukan jenis panggul, ukuran
pangul yang sebenarnya, luas bidang panggul, kapasitas panggul, serta daya
akomodasi yaitu volume dari bayi yang terbesar yang masih dapat dilahirkan
spontan.
Pada kehamilan yang aterm dengan presentasi kepala dapat dilakukan
pemeriksaan dengan metode Osborn dan metode Muller Munro Kerr. Pada
metode Osborn, satu tangan menekan kepala janin dari atas kearah rongga
panggul dan tangan yang lain diletakkan pada kepala untuk menentukan apakah
kepala menonjol di atas simfisis atau tidak. Metode Muller Munro Kerr dilakukan
dengan satu tangan memegang kepala janin dan menekan kepala ke arah rongga
panggul, sedang dua jari tangan yang lain masuk ke vagina untuk menentukan
seberapa jauh kepala mengikuti tekanan tersebut dan ibu jari yang masuk ke
vagina memeriksa dari luar hubungan antara kepala dan simfisis.
3.5 Janin yang besar
Normal berat neonatus pada umumnya 4000gram dan jarang ada yang
melebihi 5000gram. Berat badan neonatus lebih dari 4000gram dinamakan bayi
besar. Frekuensi berat badan lahir lebih dari 4000gram adalah 5,3%, dan berat
badan lahir yang memiliki 4500 gram adalah 0,4%. Biasanya untuk berat janin
4000-5000 gram pada panggul normal tidak terdapat kesulitan dalam proses
melahirkan. Faktor keturunan memegang peranan penting sehingga dapat terjadi
bayi besar. Janin besar biasanya juga dapat dijumpai pada ibu yang mengalami
diabetes mellitus, postmaturitas, dan pada grande multipara. Selain itu, yang dapat
menyebabkan bayi besar adalah ibu hamil yang makan banyak, hal tersebut masih
diragukan.
Untuk menentukan besarnya janin secara klinis bukanlah merupakan suatu
hal yang mudah. Kadang-kadang bayi besar baru dapat kita ketahui apabila
selama proses melahirkan tidak terdapat kemajuan sama sekali pada proses
persalinan normal dan biasanya disertai oleh keadaan his yang tidak kuat. Untuk
kasus seperti ini sangat dibutuhkan pemeriksaan yang teliti untuk mengetahui
apakah terjadi sefalopelvik disproporsi. Selain itu, penggunaan alat ultrasonic juga
dapat mengukur secara teliti apabila terdapat bayi dengan tubuh besar dan kepala
besar.
Pada panggul normal, biasanya tidak menimbulkan terjadinya kesulitan
dalam proses melahirkan janin yang beratnya kurang dari 4500gram. Kesulitan
dalam persalinan biasanya terjadi karena kepala janin besar atau kepala keras yang
biasanya terjadi pada postmaturitas tidak dapat memasuki pintu atas panggul, atau
karena bahu yang lebar sulit melalui rongga panggul. Bahu yang lebar selain dapat
ditemukan pada janin yang memiliki berat badan lebih juga dapat dijumpai pada
anensefalus. Janin dapat meninggal selama proses persalinan dapat terjadi karena
terjadinya asfiksia dikarenakan selama proses kelahiran kepala anak sudah lahir,
akan tetapi karena lebarnya bahu mengakibatkan terjadinya macet dalam
melahirkan bagian janin yang lain. Sedangkan penarikan kepala janin yang terlalu
kuat ke bawah dapat mengakibatkan terjadinya cedera pada nervus brakhialis dan
muskulus sternokleidomastoideus.

3.6. Penatalaksanaan
3.6.1. Persalinan Percobaan
Setelah dilakukan penilaian ukuran panggul serta hubungan
antara kepala janin dan panggul dapat diperkirakan bahwa
persalinan dapat berlangsung per vaginan dengan selamat dapat
dilakukan persalinan percobaan. Cara ini merupakan tes terhadap
kekuatan his, daya akomodasi, termasuk moulage karena faktor
tersebut tidak dapar diketahui sebelum persalinan.
Persalinan percobaan hanya dilakukan pada letak belakang
kepala, tidak bisa pada letak sungsang, letak dahi, letak muka, atau
kelainan letak lainnya. Ketentuan lainnya adalah umur keamilan
tidak boleh lebih dari 42 minggu karena kepala janin bertambah
besar sehingga sukar terjadi moulage dan ada kemungkinan
disfungsi plasenta janin yang akan menjadi penyulit persalinan
percobaan.
Pada janin yang besar kesulitan dalam melahirkan bahu
tidak akan selalu dapat diduga sebelumnya. Apabila dalam proses
kelahiran kepala bayi sudah keluar sedangkan dalam melahirkan
bahu sulit, sebaiknya dilakukan episiotomy medioateral yang cukup
luas, kemudian hidung dan mulut janin dibersihkan, kepala ditarik
curam kebawah dengan hati-hati dan tentunya dengan kekuatan
terukur. Bila hal tersebut tidak berhasil, dapat dilakukan pemutaran
badan bayi di dalam rongga panggul, sehingga menjadi bahu depan
dimana sebelumnya merupakan bahu belakang dan lahir dibawah
simfisis. Bila cara tersebut masih juga belum berhasil, penolong
memasukkan tangannya kedalam vagina, dan berusaha melahirkan
janin dengan menggerakkan dimuka dadanya. Untuk melahirkan
lengan kiri, penolong menggunakan tangan kanannya, dan
sebaliknya. Kemudian bahu depan diputar ke diameter miring dari
panggul untuk melahirkan bahu depan.
Persalinan percobaan ada dua macam yaitu trial of labour
dan test of labour. Trial of labour serupa dengan persalinan
percobaan di atas, sedangkan test of labour sebenarnya adalah fase
akhir dari trial of labour karena baru dimulai pada pembukaan
lengkap dan berakhir 2 jam kemudian. Saat ini test of labour jarang
digunakan karena biasanya pembukaan tidak lengkap pada
persalinan dengan pangul sempit dan terdapat kematian anak yang
tinggi pada cara ini.
Keberhasilan persalinan percobaan adalah anak dapat lahir
sontan per vaginam atau dibantu ekstraksi dengan keadaan ibu dan
anak baik. Persalinan percobaan dihentikan apabila pembukaan
tidak atau kurang sekali kemajuannnya, keadaan ibu atau anak
kurang baik, ada lingkaran bandl, setelah pembukaan lengkap dan
ketuban pecah kepala tidak masuk PAP dalam 2 jam meskipun his
baik, serta pada forceps yang gagal. Pada keadaan ini dilakukan
seksio sesarea.
3.6.2 Seksio Sesarea
Seksio sesarea elektif dilakukan pada kesempitan panggul berat
dengan kehamilan aterm, atau disproporsi sephalopelvik yang nyata.
Seksio juga dapat dilakukan pada kesempitan panggul ringan apabila
ada komplikasi seperti primigravida tua dan kelainan letak janin yang
tak dapat diperbaiki.
Seksio sesarea sekunder (sesudah persalinan selama beberapa waktu)
dilakukan karena peralinan perobaan dianggap gagal atau ada indikasi
untuk menyelesaikan persalinan selekas mungkin sedangkan syarat
persalinan per vaginam belum dipenuhi.
3.6.3. Simfisiotomi
Tindakan ini dilakukan dengan memisahkan panggul kiri dan
kanan pada simfisis. Tindakan ini sudah tidak dilakukan lagi.
3.6.4 Kraniotomi dan Kleidotomi
Kraniotomi adalah suatu tindakan yang memperkecil ukuran
kepala janin dengancara melubangi tengkorak janin dan mengeluarkan
isi tengkorak, sehingga janin dapatdengan mudah lahir pervaginam.
Sedangkan kleidotomi adalah tindakan yang dilakukan setelah janin
pada presentasi kepala dilahirkan, akan tetapi kesulitan untuk
melahirkan bahu karena terlalu lebar. Setelah janin meninggal, tidak
ada keberatan untuk melakukan kleidotomi (memotong
klavikula) pada satu atau kedua klavikula

2.7 Makrosomia

2.7.1 Definisi
Makrosomia adalah bayi yang berat badannya pada saat lahir lebih dari
4.000 gram. Makrosomia adalah bila berat badannya lebih dari 4000 gram. Berat
neonatus pada umumnya kurang dari 4000 gram dan jarang melebihi 5000 gram.
Frekuensi berat badan lahir lebih dari 4000 gram adalah 5,3% dan yang lebih dari
4500 gram adalah 0,4%.2
2.8.2 Etiologi
Beberapa keadaan pada ibu dapat menyebabkan terjadinya kelahiran bayi
besar / baby giant. Faktor-faktor dari bayi tersebut diantaranya :4
1. Bayi dan ibu yang menderita diabetes sebelum hamil dan bayi dari
ibu yang menderita diabetes selama kehamilan. Sering memiliki
kesamaan, mereka cenderung besar dan montok akibat bertambahnya
lemak tubuh dan membesarnya organ dalam, mukanya sembab dan
kemerahan (plethonic) seperti bayi yang sedang mendapat
kortikosteroid. Bayi dari ibu yang menderita diabetes memperlihatkan
insiden sindrom kegawatan pernafasan yang lebih besar dari pada bayi
ibu yang normal pada umur kehamilan yang sama. Insiden yang lebih
besar mungkin terkait dengan pengaruh antagonis antara kortisol dan
insulin pola sintesis surfakton.
2. Terjadinya obesitas pada ibu juga dapat menyebabkan kelahiran
bayi besar (bayi giant).
3. Pola makan ibu yang tidak seimbang atau berlebihan juga
mempengaruhi kelahiran bayi besar.

2.7.3 Tanda dan gejala4


 Berat badan lebih dari 4000 gram pada saat lahir
 Wajah menggembung, pletoris (wajah tomat)
 Besar untuk usia gestasi
 Riwayat intrauterus dari ibu diabetes dan polihidramnion
2.7.4 Diagnosis
Karena saat ini tidak ada metode untuk memperkirakan ukuran
janin yang berlebihan secara akurat, diagnosis makrosomia tidak dapat
dibuat secara definitif sampai bayi lahir. Ketidaktelitian dalam perkiraan
klinis berat janin dengan pemeriksaan fisik sering terjadi. Berbagai upaya
telah dilakukan untuk meningkatkan akurasi USG dalam memperkirakan
berat janin. Sejumlah formula telah diusulkan untuk memperkirakan berat
badan janin menggunakan pengukuran kepala, tulang paha, dan perut.
Perkiraan yang disediakan oleh perhitungan ini, meskipun cukup akurat
untuk memprediksi berat janin yang kecil, prematur, valid dalam
memprediksi berat janin besar.5
2.7.5 Penanganan
Menurut ACOG, ada beberapa penanganan yang dapat dipertimbangkan:6
1. Intervensi klinis
Intervensi klinis untuk pengobatan diduga makrosomia
(pada wanita hamil tanpa diabetes) belum dilaporkan. Dalam
kehamilan dengan komplikasi diabetes, satu percobaan klinis kecil
mengevaluasi efek dari intervensi diet dengan atau tanpa
penambahan insulin. Hasil menunjukkan bahwa penambahan
insulin mungkin bermanfaat dalam mengobati makrosomia awal
(antara 29 dan 33 minggu kehamilan). Data menunjukkan
kemungkinan penurunan berat badan lahir lebih besar dari persentil
ke-90 dari 45 persen di antara peserta penelitian diobati dengan
diet hanya untuk 13 persen di antara mereka yang menerima
insulin di samping intervensi diet.6
Berat badan yang berlebihan selama kehamilan dikaitkan
dengan makrosomia janin, dan hasil dari studi kohort besar
mengkonfirmasi hal ini. Namun, tidak ada data yang tersedia
tentang peran pembatasan diet selama kehamilan untuk mencegah
makrosomia pada wanita obesitas yang tidak memiliki diabetes.6
2. Section Caesarea
Peran persalinan dengan operasi Caesar pada janin suspek
makrosomia masih kontroversial. Sedangkan risiko trauma lahir
dengan persalinan pervaginam lebih tinggi dengan peningkatan
berat badan lahir, operasi Caesar mengurangi, tetapi tidak
menghilangkan resiko ini. Selain itu, hasil uji coba klinis secara
acak belum menunjukkan efektivitas klinis kelahiran sesar
profilaksis bila ada perkiraan berat janin yang tidak diketahui
spesifik. Hasil dari penelitian kohort dan kasus-kontrol besar
mengungkapkan bahwa aman untuk memungkinkan percobaan
persalinan untuk estimasi berat janin lebih dari 4.000 g. Meskipun
demikian, hasil laporan tersebut, bersama dengan data efektivitas
biaya diterbitkan, tidak mendukung kelahiran sesar profilaksis
untuk tersangka janin makrosomia dengan perkiraan berat kurang
dari 5.000 g, meskipun beberapa penulis setuju bahwa kelahiran
Caesar dalam situasi ini harus dipertimbangkan.7
3. Induksi persalinan
Pada kasus pasien dengan suspek janin makrosomia, bukti
saat ini tidak mendukung induksi dini dari persalinan. Hasil dari
laporan terakhir mengindikasikan induksi persalinan setidakna
menggandakan resiko persalinan dengan operasi tanpa mengurangi
resiko distosia bahu atau morbiditas bayi, walaupun hasil
dipengaruhi oleh sejumlah kecil sampel dan bias yang disebabkan
oleh dasar laporan yang retrospektif.7

2.7.6 Komplikasi
Salah satu indikasi dari dilakukannya seksio sesarea adalah
ditakutkan terjadinya komplikasi pada persalinan pervaginam dengan
makrosomia dimana dapat terjadi persalinan lama akibat distosia bahu
ataupun cephalo-pelvic disproportion yang dapat menimbulkan trauma
hebat bagi ibu dan bayi. Komplikasi yang lain yang juga dapat terjadi pada
makrosomia ialah perdarahan postpartum, tapi pada kasus ini tidak
terjadi.7
Bayi besar yang sedang berkembang merupakan suatu indikator
dari efek ibu. Walaupun dikontrol dengan baik dapat timbul pada janin,
maka sering disarankan persalinan yang lebih dini sebelum aterm. Situasi
ini biasanya dinilai pada sekitar kehamilan 38 minggu. Penilaian yang
seksama terhadap pelvis ibu. Tingkat penurunan kepala janin dan diatas
serviks. Bersama dengan pertimbangan terhadap riwayat kebidanan
sebelumnya. Seringkali akan menunjukkan apakah induksi persalinan
kemungkinan dan menimbulkan persalinan pervaginam. Jika terjadi
penyulit-penyulit ini dapat dinyatakan sebagai penatalaksanaan yang salah.
Karena hal ini sebenarnya dapat dihindarkan dengan seksio sesarea yang
terencana. Walaupun demikian, yang perlu dingat bahwa persalinan dari
bayi besar (baby giant) dengan jalan abdominal bukannya tanpa resiko dan
hanya dapat dilakukan oleh dokter bedah kebidanan yang terampil. Bayi
besar juga kerap menjadi penyulit pada saat persalinan normal, karena
dapat menyebabkan cedera baik pada ibu maupun bayinya. Kesulitan yang
dapat terjadi adalah:7
1. Kesulitan pada ibu
a. Robekan hebat jalan lahir
b. Perdarahan
c. Terjadi peningkatan persalinan dengan sectio caesaria.
d. Ibu sering mengalami gangguan berjalan pasca melahirkan akibat
peregangan maksimal struktur tulang panggul. Keluhan keluhan
tersebut bisa sembuh dengan perawatan yang baik.
2. Pada bayi
a. Terjadinya distosia bahu yaitu kepala bayi telah lahir tetapi bahu
tersangkut di jalan lahir.
b. Asfiksia pada bayi sebagai akibat dari tindakan yang dilakukan
untuk melahirkan bahu.
c. Brachial Palsy yang ditandai dengan adanya gangguan motorik
pada lengan.
d. Fraktur os. clavicula yang sengaja dilakukan untuk dapat
melahirkan bahu.
e. Kematian bila bayi tidak dapat dilahirkan.
f. Makrosomia dapat meningkatkan resiko pada bayi mengalami
hipoglikemia, hipokalsemia, hiperviskostas, dan
hiperbilirubinemia.

2.7.7 Pencegahan
Selama perawatan antepartal dilakukan pengkajian ukuran pelvik
ibu dan ukuran janin yang sedang berkembang. USG pelvimetri dapat
memberikan informasi lebih lanjut. Bila terlihat uterus yang sangat besar,
hidramnion, atau ukuran janin yang sangat besar, atau janin lebih dari satu
merupakan hal yang perlu dipertimbangkan sebagai kemungkinan
penyebab. Hal-hal yang dilakukan untuk mengantisipasi makrosomia:8
1. Melakukan pemeriksaan kehamilan yang teratur sehingga kenaikan
berat badan janin saat masih dalam kandungan dapat dikontrol dengan
baik.
2. Melakukan pemeriksaan kadar gula dalam darah.
3. Konsultasikan pola makan dan asupan gizi semasa hamil dengan
dokter.
4. Sesuaikan kenaikan berat badan ibu selama kehamilan antara 8-12 kg.
5. Lebih banyak mengkonsumsi makanan yang mengandung protein
(ikan, susu, daging, tahu, tempe) vitamin dan mineral (sayur dan buah
buahan).
6. Kurangi makan makanan yang banyak mengandung karbohidrat
seperti nasi, gula, mie, roti/kue, dll. Melakukan USG secara rutin
selama kehamilan, sehingga dapat memantau penambahan berat badan
bayi selama dalam kandungan dan dapat diambil langkah langkah
untuk mencegah terjadinya bayi besar.

3.8 Preeklampsia

3.8.1 Definisi
Hipertensi adalah tekanan darah sekurang-kurangnya 140 mmHg
sistolik atau 90 mmHg diastolic pada dua kali pemeriksaan berjarak 4-6
jam pada wanita yang sebelumnya normotensi.4
Preeklamsia adalah kelainan malfungsi endotel vascular yang luas
dan vasospasme yang terjadi setelah usia kehamilan 20 minggu dan dapat
muncul hingga 4-6 minggu pasca melahirkan. Secara klinis didefinisikan
sebagai hipertensi dan proteinuria, dengan atau tanpa edema patologis.
Preeklampsia didefinisikan sebagai adanya tekanan darah sistolik lebih
besar dari atau sama dengan 140 mmHg atau tekanan darah diastolik lebih
besar dari atau sama dengan 90 mmHg atau lebih tinggi, pada dua kali
pemeriksaan setidaknya 4 jam pada pasien yang sebelumnya normotensi.
Selain tekanan darah, proteinuria lebih besar atau sama dengan 0,3 gram
dalam specimen urin 24 jam, rasio protein (mg/dL) / kreatinin (mg/dL) 0,3
atau lebih tinggi, atau protein dipstick urin 1+ diperlukan untuk
mendiagnosis preeclampsia.5
Preeklampsia berat adalah preeklampsia dengan tekanan darah
sistolik >160 mmHg dan tekanan darah diastolic >110 mmHg disertai
proteinuria lebih dari 5 g/24 jam.6

3.8.2 Faktor Risiko


Faktor risiko preeklampsia termasuk mutli-paritas, kehamilan
kembar, riwayat preeklampsia, obesitas, diabetes melilitus, gangguan
pembuluh darah dan jaringan ikat seperti lupus eritematousus dan antibodi
antifosfolipid, usia > 35 tahun pada kehamilan pertama, merokok, dan ras
Afrika-Amerika. Di antara perempuan primipara, ada perbedaan antara
kelompok etnis terhadap risiko pada wanita Afrika Amerika yang dua kali
lipat dari wanita ras Kaukasia, dan risikonya juga sangat tinggi pada
wanita yang berasal dari India dan Pakistan. Hubungan antara faktor-
faktor risiko pada preeklampsia ini kurang dipahami. Perbedaan risiko
antara kelompok etnis menunjukkan peran genetik yang kuat dalam
patogenesis preeclampsia.7
Nulliparitas juga merupakan faktor risiko preeklampsia sebesar
64% dan 36% pada multipara mempunyai risiko menjadi preeklampsia
berat.8

a. Usia
Duckitt melaporkan peningkatan risiko preeklampsia hampir
dua kali lipat pada wanita hamil berusia 40 tahun atau lebih baik
pada primipara, maupun multipara. Usia muda tidak meningkatkan
risiko preeklampsia secara bermakna. Robillard dkk melaporkan
bahwa risiko preeklampsia pada kehamilan kedua meningkat
dengan usia ibu.4
b. Nulipara
Duckitt melaporkan nulipara memiliki risiko hampir 3 kali
lipat. 4
c. Kehamilan pertama oleh pasangan baru
Kehamilan pertama oleh pasangan yang baru dianggap
sebagai faktor risiko, walaupun bukan nulipara karena risiko
meningkat pada wanita yang memiliki paparan rendah terhadap
sperma.4
d. Jarak antar kehamilan
Studi yang melibatkan 760.901 wanita di Norwegia,
memperlihatkan bahwa wanita multipara dengan jarak kehamilan
sebelumnya 10 tahun atau lebih memiliki risiko preeklampsia
hampir sama dengan nulipara. Robillard, dkk melaporkan bahwa
risiko preeklampsia semakin meningkat sesuai dengan lamanya
interval dengan kehamilan pertama. 4
e. Riwayat preeklampsia sebelumnya
Riwayat preeklampsia pada kehamilan sebelumnya
merupakan faktor risiko utama. Menurut Duckit risiko meningkat
hingga 7 kali lipat. Kehamilan pada wanita dengan riwayat
preeklampsia sebelumnya berkaitan dengan tingginya kejadian
preeklampsia berat, preeklampsia onset dini, dan dampak perinatal
yang buruk. 4
f. Riwayat keluarga preeklampsia
Riwayat preeklampsia pada keluarga juga meningkatkan
risiko hampir 3 kali lipat. Adanya riwayat preeklampsia pada ibu
meningkatkan risiko sebanyak 3.6 kali lipat. 4
g. Kehamilan multipel
Studi yang melibatkan 53.028 wanita hamil menunjukkan,
kehamilan kembar meningkatkan risiko preeklampsia hampir 3 kali
lipat. Analisa lebih lanjut menunjukkan kehamilan triplet memiliki
risiko hampir 3 kali lipat dibandingkan kehamilan duplet. Sibai dkk
menyimpulkan bahwa kehamilan ganda memiliki tingkat risiko
yang lebih tinggi untuk menjadi preeklampsia dibandingkan
kehamilan normal. 4
h. Donor oosit, donor sperma dan donor embrio
Kehamilan setelah inseminasi donor sperma, donor oosit
atau donor embrio juga dikatakan sebagai faktor risiko. Satu
hipotesis yang populer penyebab preeklampsia adalah maladaptasi
imun. Mekanisme dibalik efek protektif dari paparan sperma masih
belum diketahui. Data menunjukkan adanya peningkatan frekuensi
preeklampsia setelah inseminasi donor sperma dan oosit, frekuensi
preeklampsia yangs tinggi pada kehamilan remaja, serta makin
mengecilnya kemungkinan terjadinya preeklampsia pada wanita
hamil dari pasangan yang sama dalam jangka waktu yang lebih
lama. Walaupun preeklampsia dipertimbangkan sebagai penyakit
pada kehamilan pertama, frekuensi preeklampsia menurun drastis
pada kehamilan berikutnya apabila kehamilan pertama tidak
mengalami preeklampsia. Namun, efek protektif dari multiparitas
menurun apabila berganti pasangan. Robillard dkk melaporkan
adanya peningkatan risiko preeklampsia sebanyak 2 (dua) kali pada
wanita dengan pasangan yang pernah memiliki istri dengan riwayat
preeclampsia. 4
i. Obesitas sebelum hamil dan Indeks Massa Tubuh (IMT) saat
pertama kali ANC
Obesitas merupakan faktor risiko preeklampsia dan risiko
semakin besar dengan semakin besarnya IMT. Obesitas sangat
berhubungan dengan resistensi insulin, yang juga merupakan faktor
risiko preeklampsia. Obesitas meningkatkan risiko preeklampsia
sebanyak 2, 47 kali lipat, sedangkan wanita dengan IMT sebelum
hamil >35 dibandingkan dengan IMT 19-27 memiliki risiko
preeklampsia 4 kali lipat. Pada studi kohort yang dilakukan oleh
Conde-Agudelo dan Belizan pada 878.680 kehamilan, ditemukan
fakta bahwa frekuensi preeklampsia pada kehamilan di populasi
wanita yang kurus (BMI < 19,8) adalah 2,6% dibandingkan 10,1%
pada populasi wanita yang gemuk (BMI > 29,0). 4
j. DMTI (Diabetes Mellitus Tergantung Insulin)
Kemungkinan preeklampsia meningkat hampir 4 kali lipat
bila diabetes terjadi sebelum hamil. 4

k. Penyakit Ginjal
Semua studi yang diulas oleh Duckitt risiko preeklampsia
meningkat sebanding dengan keparahan penyakit pada wanita
dengan penyakit ginjal. 4
l. Sindrom antifosfolipid
Dari 2 studi kasus kontrol yang diulas oleh Duckitt
menunjukkan adanya antibodi antifosfolipid (antibodi
antikardiolipin, antikoagulan lupus atau keduanya) meningkatkan
risiko preeklampsia hampir 10 kali lipat. 4
m. Hipertensi kronik
Chappell dkk meneliti 861 wanita dengan hipertensi kronik,
didapatkan insiden preeklampsia superimposed sebesar 22%
(n=180) dan hampir setengahnya adalah preeklampsia onset dini (<
34 minggu) dengan keluaran maternal dan perinatal yang lebih
buruk. Chappel juga menyimpulkan bahwa ada 7 faktor risiko yang
dapat dinilai secara dini sebagai prediktor terjadinya preeklampsia
superimposed pada wanita hamil dengan hipertensi kronik yaitu
seperti yang tertera pada tabel 3.

Tabel 3. Fakto risiko terjadinya preeklampsia superimposed4

3.8.3 Patogenesis
Patogenesis pasti dari preeclampsia belum sepenuhnya dimengerti,
namun beberapa teori mengatakan bahwa terdapat dua faktor yang
berperan besar yaitu faktor ibu dan janin. 9
3.8.4 Patofisiologi
Preeclampsia termasuk dalam hipertensi dalam kehamilan.
Patofisiologi dari hipertensi dalam kehamilan tidak dapat dijelaskan dalam
satu teori saja. Teori-teori yang sekarang banyak dianut adalah : 6
1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta
Pada kehamilan normal, Rahim dan plasenta mendapat aliran darah
dari cabang-cabang uterina dan arteri ovarika. Kedua pembuluh darah
tersebut menembus myometrium berupa arteri arkuata dan arteri
arkuata memberi cabang arteri radialis. Arteri radialis menembus
endometrium menjadi arteri basalis dan arteri basalis memberi cabang
arteri spiralis.
Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas terjadi invasi
trofoblas kedalam lapisan otot arteri spiralis yang menimbulkan
degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis.
Invasi trofoblas juga memasuki jaringan sekitar arteri spiralis sehingga
matriks menjadi gembur dan memudahkan lumen arteri spiralis ini
memberi dampak penurunan tekanan darah, penurunan resistensi
vascular, dan peningkatan aliran darah pada daerah uteroplasenta.
Akibatnya aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan
juga meningkat, sehingga dapat menjamin pertumbuhan janin dengan
baik. Proses ini dinamakan remodeling arteri spiralis.
Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel
trofoblas pada lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks
sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis menjadi tetap kaku dank eras
sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan mengalami
distensi dan vasodilatasi. Akibatnya arteri spiralis relative mengalami
vasokonstriksi dan terjadi kegagalan remodeling arteri spiralis,
sehingga aliran darah uteroplasenta menurun dan terjadi hipoksia dan
iskemia plasenta. Dampak iskemia plasenta akan menimbulkan
perubahan-perubahan yang dapat menjellaskan patogenesisi hipertensi
dalam kehamilan selanjutnya.
Diameter rata-rata arteri spiralis pada hamil normal adalah 500
mikron, sedangkan pada preeclampsia rata-rata 200 mikron. Pada
hamil normal vasodilatasi lumen arteri spiralis dapat meningkatkan 10
kali aliran darah ke uteroplasenta.
2. Teori iskemia plasenta, radikal bebas dan disfungsi endotel
Sebagaimana dijelaskan pada teori invasi trofoblas, pada hipertensi
dalam kehamilan terjadi kegagalan remodeling arteri spiralis dengan
akibat plasenta mengalami iskemia. Plasenta yang bebas mengalami
iskemia dan hipoksia akan menghasilkan oksidan atau radikal bebas.
Oksidan atau radikal bebas adalah senyawa penerima electron atau
molekul yang mempunyai electron yang tidak berpasangan. Salah satu
oksidan penting yang dihasilalkan plasenta iskemia adalah radikal
hidroksil yang sangat toksik, khususnya terhadap membrane sel
endotel pembuluh darah. Sebenarnya produksi oksidan pada manusia
adalah suatu proses normal karena oksidan memang dibutuhkan untuk
perlingdungan tubuh. Adanya radikal hidroksil dalam darah mungkin
dahulu dianggap sebagai bahan toksin yang beredar didalam darah,
maka hipertensi dlam kehamilan disebut toksemia.
Radikal hidroksil akan merusak membrane sel, yang mengandung
banyak asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida
lemak selain akan merusak membrane sel, juga akan merusak nucleus
dan protein sel endotel.
Dalam kondisi normal, produksi oksidan dalam tubuh selalu
diimbangi dengan produksi antioksidan.
Pada hipertensi dalam kehamilan telah terbukti bahwa kadar
oksidan, khusunya peroksida lemak meningkat sedangkan antioksidan
menurun, sehingga terjadi dominasi kadar oksidan peroksida lemak
yang relatif tinggi. Peroksida lemak sebagai oksidan yang sangat
toksik akan beredar diseluruh tubuh dalam aliran darah dan akan
merusak membrane sel endotel.
Membrane sel endotel akan lebih mudah mengalami kerusakan
oleh peroksida lemak, karena letaknya lagsung berhubungan dengan
aliran darah dan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh. Asam
lemak tidak jenuh sangat rentan terhadap oksidan radikal hidroksil
yang akan berubah menjadi peroksida lemak.
Akibat sel endotel terpapar terhadap peroksida lemak maka terjadi
kerusakan sel endotel yang kerusakannya dimulai dari membrane sel
endotel. Kerusakan membrane endotel mengakibatkan terganggunya
fungsi endotel bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel. Keadaan
ini disebut disfungsi endotel. Pada disfungsi endotel terjadi gangguan
metabolisme prostaglandin, kerusakan agregasi sel trombosit yang
mengakibatkan vasokonstriksi, peningkatan permeablitas kapiler,
peningkatan produksi bahan vasopressor seperti endotelin dan
peningkatan faktor koagulasi.
3. Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin
Dugaan bahwa faktor imunologik berperan tehadap terjadinya
hipertensi dalam kehamilan terbukti dengan fakta sebagai berikut :
 Primigravida mempunyai risiko lebih besar terjadinya
hipertensi dalam kehamilan jika dibandingkan dengan
multigravida. Ibu multipara yang kemudian menikah lagi
mempunyai risiko lebih besar terjadinya hipertensi dalam
kehamilan jika dibandingkan dengan suami sebelumnya.
 Seks oral mempunyai risiko lebih rendah terjadinya
hipertensi dalam kehamilan. Lamanya pepriode hubungan
seksa sampai saat kehamilan ialah makin lama periode ini,
makin kecil terjadinya hipertensi dalam kehamilan.
 Pada kehamilan normal, respon imun tidak menolak adanya
hasil konsepsi yang bersifat asing. Hal ini disebabkan
adanya human leukocyte antigen protein G (HLA-G), yang
berperan penting dalam modulasi respon imun sehingga si
ibu tidak menolak hasil konsepsi. Adanya HLA-G pada
plasenta dapat melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel
nuclear killer (NK) ibu.
 Selain itu, adanya HLA-G akan mempermudah invasi sel
trofoblas ke dalam jaringan desidua ibu. HLA-G
merupakan prakondisi untuk terjadinya invasi trofoblas ke
dalam jaringan desidua ibu, disamping untuk menghadapi
sel NK. Pada plasenta hipertensi dalam kehamilan, terjadi
penurunan ekspresi HLA-G. Berkurangnya HLA-G di
desidua daerah plasenta, menghambat invasi trofoblas
kedalam desidua. Invasi trofoblas sangat penting agar
jaringan desidua menjadi lunak dan gembur sehingga
memudahkan terjadinya dilatasi arteri spiralis. HLA-G juga
merangsang produksi sitokin yang memudahkan terjadinya
reaksi inflamasi.
Pada awal trimester kedua kehamilan perempuan dengan
kecenderungan terjadi preeclampsia ternyata memiliki proporsi
sel Helper yang lebih rendah disbanding normotensive.
4. Teori adaptasi kardiovaskuler
Pada hamil normal, pembuluh darah refakter terhadap bahan-bahan
vasopressor. Refrakter berarti pembuluh darah tidak peka terhadap
rangsangan bahan vasopressor atau dibutuhkan kadar vasopressor
yang lebih tinggi untuk menimbulkan respon vasokonstriksi. Pada
kehamilan normal terjadinya refrakter pembuluh darah terhadap bahan
vasopressor adalah akibat dilindungi oleh adanya sintesis
prostaglandin pada sel endotel pembuluh darah.
Pada hipertensi kehamilan, terjadi kehilangan daya refrakter
terhadap bahan vasokonstriktor dan terjadi penignkatan kepekaan
terhadap bahan vasopressor. Artinya daya refrakter pembuluh darah
terhadap bahan vasopressor hilang sehingga pembuluh darah menjadi
sangat peka terhadap bahan vasopressor. Peningkatan kepekaan pada
kehamilan yang akan menhadi hipertensi dalam kehamilan. s
5. Teori inflamasi
Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas
kedalam sirkulasi darah merupakan rangsangan utama terjadinya
proses inflamasi. Pada kehamilan normal plasenta juga melepaskan
debris trofoblas, sebagai sisa-sisa proses apoptosis dan nekrotik
trofoblas akibat reaksi stress oksidatif.
Bahan-bahan ini sebagai bahan asing yang kemudian merangsang
timbulnya proses inflamasi. Pada kehamilan normal, jumlah debris
trofoblas masih dalam batas wajar, sehingga reaksi inflamasi juga
masih dalam batas normal. Berbeda dengan proses apoptosis pada
pereeklampsia. Pada preeclampsia terjadi stress oksidatif sehingga
produksi debris apoptosis dan nekrotik trofoblas juga meningkat.
Makin banyak sel trofoblas plasenta misalnya pada plasenta besar
pada hamil ganda maka reaksi stress oksidatif akan sangat meningkat,
sehingga jumlah sisa debris trofoblas juga makin meningkat. Keadaan
ini menimbulkan beban reaksi pada kehamilan normal. Respon
inflamasi ini akan mengaktivasi sel endotel, dan sel-sel
makrofag/granulosit, yang lebih besar pula. Sehingga terjadi reaksi
sistemik inflamasi yang menimbulkan gejala-gejala preeclampsia pada
ibu.

3.8.5 Manifestasi Klinis


Karena manifestasi klinis preeclampsia bisa heterogen,
mendiagnosis preeclampsia mungkin tidak langsung. Preeklamsia tanpa
gejala berat mungkin menunjukkan gejala. Banyak kasus terdeteksi
melalui skrining prenatal rutin.5
Pasien dengan preeclampsia yang parah menunjukkan efek organ
akhir dan mungkin mengeluhkan hal-hal berikut :5
- Sakit kepala
- Gangguan visual : skotoma kabur, gemilang
- Status mental yang berubah
- Kebutaan
- Dyspnea
- Edema : edema mendadak atau tiba-tiba
- Nyeri perut epigastrium atau kuadran kanan atas
- Lemah atau malaise : bukti anemia hemolitik
- Clonus : dapat mengindikasikan peningkatan risiko kejang

preeclampsia berat dibagi menjadi : 6


a. Preeclampsia berat tanpa impending eclampsia
b. Preeclampsia berat dengan impending eclampsia, yaitu bila disertai gejala-
gejala subjektif berupa nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah-
muntah, nyeri epigastrium dan kenaikan progresif tekanan darah
Manifestasi klinis yang ditimbulkan pada janin antara lain :9
 Oligohidroamnion
 Fetal growth restriction
 Tidak ada aliran balik ke arterri umbilikalis
 Solusio plasenta
Manifestasi klinis yang ditimbulkan pada ibu antara lain :9
 Sakit kepala
 Gangguan visual : skotoma kabur dan berkilau
 Status mental berubah
 Kebutaan
 Dyspnea
 Edema wajah
 Epigastrik atau nyeri perut kuadran kanan atas
 Kelemahan atau malaise
 Clonus : dapat mengindikasikan peningkatan risiko kejang

3.8.6 Diagnosis
Preeklampsia merupakan kondisi spesifik pada kehamilan yang
ditandai dengan adanya disfungsi plasenta dan respon maternal terhadap
adanya inflamasi sistemik dengan aktivasi endotel dan koagulasi.
Diagnosis preeklampsia ditegakkan berdasarkan adanya hipertensi spesifik
yang disebabkan kehamilan disertai dengan gangguan sistem organ
lainnya pada usia kehamilan diatas 20 minggu. Preeklampsia, sebelumya
selalu didefinisikan dengan adanya hipertensi dan proteinuria yang baru
terjadi pada kehamilan (new onset hypertension with proteinuria).
Meskipun kedua kriteria ini masih menjadi definisi klasik preeklampsia,
beberapa wanita lain menunjukkan adanya hipertensi disertai gangguan
multsistem lain yang menunjukkan adanya kondisi berat dari preeklampsia
meskipun pasien tersebut tidak mengalami proteinuria. Sedangkan, untuk
edema tidak lagi dipakai sebagai kriteria diagnostik karena sangat banyak
ditemukan pada wanita dengan kehamilan normal.4
Untuk menegakkan diagnosis preeclampsia diperlukan beberapa
parameter, diantaranya adalah :4
a. Penegakan diagnosis hipertensi
Hipertensi adalah tekanan darah sekurang-kurangnya 140
mmHg sistolik atau 90 mmHg diastolik pada dua kali
pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan lengan yang
sama. Definisi hipertensi berat adalah peningkatan tekanan
darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg
diastolik. Berdasarkan American Society of Hypertension ibu
diberi kesempatan duduk tenang dalam 15 menit sebelum
dilakukan pengukuran tekanan darah pemeriksaan. Pengukuran
dilakukan pada posisi duduk posisi manset setingkat dengan
jantung, dan tekanan diastolik diukur dengan mendengar bunyi
korotkoff V (hilangnya bunyi).Ukuran manset yang sesuai dan
kalibrasi alat juga senantiasa diperlukan agar tercapai
pengukuran tekanan darah yang tepat. Pemeriksaan tekanan
darah pada wanita dengan hipertensi kronik harus dilakukan
pada kedua tangan, dengan menggunakan hasil pemeriksaan
yang tertinggi.
b. Penetuan proteinuria
Proteinuria ditetapkan bila ekskresi protein di urin melebihi
300 mg dalam 24 jam atau tes urin dipstik > +1. Pemeriksaan
urin dipstik bukan merupakan pemeriksaan yang akurat dalam
memperkirakan kadar proteinuria. Konsentrasi protein pada
sampel urin sewaktu bergantung pada beberapa faktor,
termasuk jumlah urin.3 Kuo melaporkan bahwa pemeriksaan
kadar protein kuantitatif pada hasil dipstik positif 1 berkisar 0-
2400 mg/24 jam, dan positif 2 berkisar 700-4000mg/24jam.6
Pemeriksaan tes urin dipstik memiliki angka positif palsu yang
tinggi, seperti yang dilaporkan oleh Brown, dengan tingkat
positif palsu 67-83%.8 Positif palsu dapat disebabkan
kontaminasi duh vagina, cairan pembersih, dan urin yang
bersifat basa.3 Konsensus Australian Society for the Study of
Hypertension in Pregnancy (ASSHP) dan panduan yang
dikeluarkan oleh Royal College of Obstetrics and Gynecology
(RCOG) menetapkan bahwa pemeriksaan proteinuria dipstik
hanya dapat digunakan sebagai tes skrining dengan angka
positif palsu yang sangat tinggi, dan harus dikonfirmasi dengan
pemeriksaan protein urin tampung 24 jam atau rasio protein
banding kreatinin. Pada telaah sistematik yang dilakukan Côte
dkk disimpulkan bahwa pemeriksaan rasio protein banding
kreatinin dapat memprediksi proteinuria dengan lebih baik

c. Penegakan preeclampsia
Seperti telah disebutkan sebelumnya, bahwa preeklampsia
didefinisikan sebagai hipertensi yang baru terjadi pada
kehamilan / diatas usia kehamilan 20 minggu disertai adanya
gangguan organ. Jika hanya didapatkan hipertensi saja, kondisi
tersebut tidak dapat disamakan dengan peeklampsia, harus
didapatkan gangguan organ spesifik akibat preeklampsia
tersebut. Kebanyakan kasus preeklampsia ditegakkan dengan
adanya protein urin, namun jika protein urin tidak didapatkan,
salah satu gejala dan gangguan lain dapat digunakan untuk
menegakkan diagnosis preeklampsia, yaitu: 1. Trombositopenia
: trombosit < 100.000 / mikroliter 2. Gangguan ginjal :
kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan peningkatan kadar
kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal
lainnya 3. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi
transaminase 2 kali normal dan atau adanya nyeri di daerah
epigastrik / regio kanan atas abdomen 4. Edema Paru 5.
Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan
visus 6. Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda
gangguan sirkulasi uteroplasenta : Oligohidramnion, Fetal
Growth Restriction (FGR) atau didapatkan adanya absent or
reversed end diastolic velocity (ARDV)
d. Diagnosis preeclampsia berat
Beberapa gejala klinis meningkatkan morbiditas dan
mortalitas pada preeklampsia, dan jika gejala tersebut
didapatkan, akan dikategorikan menjadi kondisi pemberatan
preeklampsia atau disebut dengan preeklampsia berat. Kriteria
gejala dan kondisi yang menunjukkan kondisi pemberatan
preeklampsia atau preklampsia berat adalah salah satu dibawah
ini : 1. Tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik
atau 110 mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak
15 menit menggunakan lengan yang sama 2. Trombositopenia :
trombosit < 100.000 / mikroliter 3. Gangguan ginjal : kreatinin
serum >1,1 mg/dL atau didapatkan peningkatan kadar kreatinin
serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya 4.
Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali
normal dan atau adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan
atas abdomen 5. Edema Paru 6. Didapatkan gejala neurologis :
stroke, nyeri kepala, gangguan visus 7. Gangguan pertumbuhan
janin menjadi tanda gangguan sirkulasi uteroplasenta:
Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau
didapatkan absent or reversed end diastolic velocity (ARDV).
Beberapa penelitian terbaru menunjukkan rendahnya
hubungan antara kuantitas protein urin terhadap luaran
preeklampsia, sehingga kondisi protein urin masif ( lebih dari 5
g) telah dieleminasi dari kriteria pemberatan preeklampsia
(preeklampsia berat). Kriteria terbaru tidak lagi
mengkategorikan lagi preeklampsia ringan, dikarenakan setiap
preeklampsia merupakan kondisi yang berbahaya dan dapat
mengakibatkan peningkatan morbiditas dan mortalitas secara
signifikan dalam waktu singkat.
3.8.7 Penatalaksanaan
a. Tatalaksana Umum10

Pencegahan dan tatalaksana kejang:


- Bila terjadi kejang, perhatikan jalan napas, pernapasan (oksigen),
dan sirkulasi (cairan intravena).
- MgSO4 diberikan secara intravena kepada ibu dengan eklampsia
(sebagai tatalaksana kejang) dan preeklampsia berat (sebagai
pencegahan kejang). Cara pemberian dapat dilihat di halaman
berikut.
- Pada kondisi dimana MgSO4 tidak dapat diberikan seluruhnya,
berikan dosis awal (loading dose) lalu rujuk ibu segera ke fasilitas
kesehatan yang memadai.
- Lakukan intubasi jika terjadi kejang berulang dan segera kirim ibu
ke ruang ICU (bila tersedia) yang sudah siap dengan
fasilitas ventilator tekanan positif.
Antihipertensi10
- Ibu dengan hipertensi berat selama kehamilan perlu mendapat terapi
antihipertensi.
- Pilihan antihipertensi didasarkan terutama pada pengalaman dokter
dan ketersediaan obat. Beberapa jenis antihipertensi yang dapat
digunakan misalnya:
- Ibu yang mendapat terapi antihipertensi di masa antenatal
dianjurkan untuk melanjutkan terapi antihipertensi hingga
persalinan
- Terapi antihipertensi dianjurkan untuk hipertensi pascasalin berat.

Pertimbangan persalinan/terminasi kehamilan10


- Pada ibu dengan eklampsia, bayi harus segera dilahirkan dalam 12
jam sejak terjadinya kejang.
- Induksi persalinan dianjurkan bagi ibu dengan preeklampsia berat
dengan janin yang belum viable atau tidak akan viable dalam 1-2
minggu.
- Pada ibu dengan preeklampsia berat, di mana janin sudah viable
namun usia kehamilan belum mencapai 34 minggu, manajemen
ekspektan dianjurkan, asalkan tidak terdapat kontraindikasi (lihat
algoritma di halaman berikut). Lakukan pengawasan ketat.
- Pada ibu dengan preeklampsia berat, di mana usia kehamilan
antara 34 dan 37 minggu, manajemen ekspektan boleh dianjurkan,
asalkan tidak terdapat hipertensi yang tidak terkontrol, disfungsi
organ ibu, dan gawat janin. Lakukan pengawasan ketat.
- Pada ibu dengan preeklampsia berat yang kehamilannya sudah
aterm, persalinan dini dianjurkan.
- Pada ibu dengan preeklampsia ringan atau hipertensi gestasional
ringan yang sudah aterm, induksi persalinan dianjurkan.
b. Tatalaksana Khusus
EDEMA PARU
Diagnosis : Sesak napas, hipertensi, batuk berbusa, ronki basah halus
pada basal paru pada ibu dengan preeklampsia berat
Tatalaksana :
- Posisikan ibu dalam posisi tegak
- Berikan oksigen
- Berikan furosemide 40 mg IV.
- Bila produksi urin masih rendah (<30 ml/jam dalam 4 jam),
pemberian furosemid dapat diulang.
- Ukur keseimbangan cairan. Batasi cairan yang masuk.

SINDROMA HELLP
Diagnosis Hemolisis, peningkatan kadar enzim hati, dan
trombositopeni
Tatalaksana : Lakukan terminasi kehamilan.

3.8.8 Pencegahan
Terminologi umum ‘pencegahan’ dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu:
primer, sekunder, tersier. Pencegahan primer artinya menghindari
terjadinya penyakit. Pencegahan sekunder dalam konteks preeklampsia
berarti memutus proses terjadinya penyakit yang sedang berlangsung
sebelum timbul gejala atau kedaruratan klinis karena penyakit tersebut.
Pencegahan tersier berarti pencegahan dari komplikasi yang disebabkan
oleh proses penyakit, sehingga pencegahan ini juga merupakan tata
laksana, yang akan dibahas pada bab selanjutnya.4
A. Pencegahan Primer
Perjalanan penyakit preeklampsia pada awalnya tidak memberi
gejala dan tanda, namun pada suatu ketika dapat memburuk dengan
cepat. Pencegahan primer merupakan yang terbaik namun hanya dapat
dilakukan bila penyebabnya telah diketahui dengan jelas sehingga
memungkinkan untuk menghindari atau mengkontrol penyebab-
penyebab tersebut, namun hingga saat ini penyebab pasti terjadinya
preeklampsia masih belum diketahui. Sampai saat ini terdapat berbagai
temuan biomarker yang dapat digunakan untuk meramalkan kejadian
preeklampsia, namun belum ada satu tes pun yang memiliki
sensitivitas dan spesifitas yang tinggi. Butuh serangkaian pemeriksaan
yang kompleks agar dapat meramalkan suatu kejadian preeklampsia
dengan lebih baik. Praktisi kesehatan diharapkan dapat
mengidentifikasi faktor risiko preeklampsia dan mengkontrolnya,
sehingga memungkinkan dilakukan pencegahan primer. Dari beberapa
studi dikumpulkan ada beberapa faktor yang terbukti meningkatkan
risiko preeklampsia.4

Faktor risiko yang telah diidentifikasi dapat membantu


dalam melakukan penilaian risiko kehamilan pada kunjungan awal
antenatal. Berdasarkan hasil penelitian dan panduan Internasional
terbaru kami membagi dua bagian besar faktor risiko yaitu risiko
tinggi / mayor dan risiko tambahan / minor. 4
B. Pencegahan Sekunder4
1. Istirahat
Berdasarkan telaah 2 studi kecil yang didapat dari
Cochrane, istirahat di rumah 4 jam/hari bermakna menurunkan
risiko preeklampsia dibandingkan tanpa pembatasan aktivitas.
Istirahat dirumah 15 menit 2x/hari ditambah suplementasi nutrisi
juga menurunkan risiko preeklampsia. Dari 3 studi yang dilakukan
telaah, didapatkan hasil tidak ada perbedaan kejadian eklampsia,
kematian perinatal, perawatan intensif pada kelompok yang
melakukan tirah baring di rumah dibandingkan istirahat di rumah
sakit pada pasien preeclampsia.
2. Restriksi Garam
Dari telaah sistematik 2 penelitian yang melibatkan 603
wanita pada 2 RCT menunjukkan restriksi garam (20 – 50
mmol/hari) dibandingkan diet normal tidak ada perbedaan dalam
mencegah preeklampsia, kematian perinatal, perawatan unit
intensif dan skor apgar < 7 pada menit kelima.
3. Aspirin dosis rendah
Berbagai Randomized Controlled Trial (RCT) menyelidiki
efek penggunaan aspirin dosis rendah (60-80 mg) dalam mencegah
terjadinya preeklampsia.5 Beberapa studi menunjukkan hasil
penurunan kejadian preeklampsia pada kelompok yang mendapat
aspirin. Agen antiplatelet vs plasebo atau tanpa pengobatan untuk
pencegahan primer preeklampsia dan komplikasinya Berdasarkan
data Cochrane yang menganalisis 59 uji klinis (37.560 subyek),
didapatkan penurunan risiko preeklampsia sebanyak 17% pada
kelompok yang mendapat agen antiplatelet (46 uji klinis, 32.891
subyek. Peningkatan yang nyata dijumpai pada kelompok dengan
risiko yang tinggi dibandingkan kelompok risiko sedang.
Dibandingkan penggunaan aspirin dosis 75 mg atau kurang,
penggunaan agen antiplatelet dosis yang lebih tinggi berhubungan
dengan penurunan yang nyata risiko preeklampsia. Dua puluh satu
studi (26.984 wanita) mengevaluasi penggunaan aspirin dosis 75
mg atau kurang, didapatkan risiko relatif sebesar 0,88. Sebanyak
17 studi (3061 wanita) mengevaluasi penggunaan aspirin dosis >
75 mg/hari, didapatkan risiko relatif sebesar. Tidak ada studi yang
langsung membandingkan pemberian aspirin dengan dosis yang
berbeda
4. Suplementasi kalsium

Suplementasi kalsium berhubungan dengan penurunan


kejadian hipertensi dan preeklampsia, terutama pada populasi
dengan risiko tinggi untuk mengalami preeklampsia dan yang
memiliki diet asupan rendah kalsium. Suplementasi ini tidak
memberikan perbedaan yang signifikan pada populasi yang
memiliki diet kalsium yang adekuat. Tidak ada efek samping yang
tercatat dari suplementasi ini.21 Hasil metaanalisis dari 13 uji
klinis yang melibatkan 15.730 pasien didapatkan rerata risiko
peningkatan tekanan darah menurun dengan suplementasi kalsium
(1,5 – 2 g kalsium elemental/hari) bila dibandingkan dengan
plasebo (12 uji klinis, 15.470 pasien. Terdapat juga penurunan
pada rerata risiko kejadian preeklampsia yang berkaitan dengan
suplementasi kalsium (13 uji klinis, 15.730 wanita). Efek ini
terlihat lebih besar pada wanita dengan asupan kalsium yang
rendah (<900 mg/hari) (8 uji klinis, 10.678 pasien) dan yang
memiliki risiko tinggi (5 uji klinis, 587 pasien). Risio rerata untuk
persalinan preterm juga turun pada kelompok perlakuan yang
mendapatkan kalsium (11 uji klinis, 15.275 pasien) dan pada
wanita yang berisiko tinggi mengalami preeklampsia (568 pasien).
Hasil luaran terkait morbiditas dan mortalitas ibu menunjukkan
penurunan (4 uji klinis, 9732 pasien). Satu uji klinis melaporkan
efek pemberian kalsium terhadap tekanan darah pada masa kanak-
kanak. Dari uji klinis tersebut didapatkan tekanan darah sistolik
lebih besar dari persentil 95 pada masa kanak-kanak, lebih sedikit
ditemukan pada kelompok perlakukan (514 anak-anak)
5. Suplementasi antioksidan
Cochrane melakukan metaanalisis 10 (sepuluh) uji klinis
yang melibatkan 6533 wanita. Sebagian besar uji klinis
menggunakan antioksidan kombinasi vitamin C (1000 mg) dan E
(400 IU). Kesimpulan yang didapatkan adalah pemberian
antioksidan tersebut tidak memberikan perbedaan bermakna bila
dibandingkan dengan kelompok kontrol pada kejadian
preeklampsia . Pemberian vitamin C dan E dosis tinggi tidak
menurunkan risiko hipertensi dalam kehamilan, preeklampsia dan
eklampsia, serta berat lahir bayi rendah, bayi kecil masa kehamilan
atau kematian perinatal
3.8.9 Komplikasi
Berbagai komplikasi preeklampsia terhadap ibu dapat berupa gagal
ginjal akut, eklampsia, edema paru, penyakit hepar akut, hemolisis dan
trombositopenia. Tiga tanda yang terakhir disebutkan muncul bersama-
sama sebagai bagian dari sindroma HELLP (haemolysis, elevated liver
enzymes and low platelets). Komplikasi terhadap janin meliputi
prematuritas, gangguan perkembangan janin, oligohidramnion, dan solusio
plasenta.10

BAB III
LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
Nama Pasien : Ny. E Nama Suami : Tn. D
Umur : 37 tahun Umur : 39 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama/suku : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : JL.
No. MR : 177181

II. Anamnesis
1. Keluhan utama: Pasien datang ke IGD RSUD Bangkinang pada tanggal
8 Desember 2019, pukul 23.50 dengan keluhan nyeri pinggang sampai ke
ari-ari sejak tadi pagi SMRS.
2. Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang ke IGD RSUD Bangkinang pada tanggal 8 Desember 2019,
pukul 21.00 dengan keluhan nyeri pinggang sampai ke ari-ari sejak tadi
pagi SMRS dengan G3P2A0H2 (40 minggu) + PEB. Pasien mengeluhkan
nyeri pinggang sampai ke ari-ari sejak tadi pagi SMRS, nyeri dirasakan
hilang timbul. Keluar air dari jalan lahir sedikit-sedikit. Pasien juga
mengeluhkan keluar lendir bercampur darah. Selama kehamilan ini os
mengaku baru selama cek kehamilan sebelumnya tekanan darah dalam
batas normal. Dan baru diketahui tekanan darah tinggi waktu cek 2 hari
yang lalu di Puskesmas. keluhan nyeri kepala hebat bagian depan (-),
pandangan mata kabur (-), nyeri ulu hati (-), muntah (-).
Pasien mengaku hamil dengan HPHT tidak ingat. Pasien hanya
ingat HPHT bulan maret 2019. dengan taksiran tanggal persalinan
Desember 2019. DJJ (+) 148x/i, His (-), Pasien memeriksakan kehamilan
di bidan rutin setiap bulan. Selama hamil tidak ada riwayat tekanan darah
tinggi, demam, keputihan dan keluhan gigi berlubang.

3. Riwayat hamil muda:


Mual (-), Muntah (+), penurunan nafsu makan (-), tidak mengganggu
aktivitas, perdarahan (-).
4. Riwayat Hamil tua:
Mual (-), Muntah (-), penurunan nafsu makan (-), perdarahan (-)
5. Riwayat ANC:
Pasien melaksanakan ANC teratur. Selama hamil pasien melakukan ANC
di bidan secara rutin.
6. Riwayat Penggunaan Obat: -
7. Riwayat penyakit dahulu:
Hipertensi (-), Dm (-), asma (-), alergi obat dan makanan (+), alergi obat
penisilin dan antalgin) , riw.penyakit jantung (-)
8. Riwayat penyakit keluarga :
Hipertensi (-), Dm (-), asma (-), alergi obat dan makanan (-) ,riw.penyakit
jantung (-)
9. Riwayat haid :
Menarche : umur 13 tahun
Siklus haid : teratur, durasi siklus ±28 hari. Masa haid berlangsung
selama 7 hari. Volume darah haid normal: 2 kali ganti pembalut dalam
sehari.
10. Riwayat perkawinan:
Pernikahan pertama, menikah tahun 2003
11. Riwayat hamil/persalinan : G3P2A0H2
Tahun Tempat Penolong Usia Jenis Jenis BB Keadaan
bersalin kehamilan persalinan kelamin (gr)
2006 Praktik Bidan Aterm PN Laki-laki 3000 Hidup
bidan gr
2010 Praktik Bidan Aterm PN Perempu 3200 Hidup
bidan an gr
2019 Hamil ini

12. Riwayat KB : suntik 3 bulan


13. Riwayat Operasi :(-)
14. Riwayat Alergi : (-)
15. Riwayat Psikososial : Pasien tidak merokok, tidak mengkonsumi alkohol
maupun obat-obatan terlarang.
III. Pemeriksaan Fisik
1. Status Generalis :
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
TD : 164/84 mmHg
RR : 22x/menit
Nadi : : 108 x/menit
Suhu : 36,50C
TB : - cm
BB : - kg

Kepala : Normocephali
Mata : Konjungtiva Anemis (-/-)
Sklera ikterik (-/-)
Leher : Pembesaran KGB (-) pembesaran tiroid (-)
Jantung : I: Ictus cordis tidak terlihat
P: Ictus Cordis teraba pada ICS 5 linea axilaris sinistra
P: batas jantung kanan pada linea sternalis, batas jantung
Kiri pada linea midclavikula ICS 5
A: BJ I dan II murni regular, murmur (-), gallop (-)
Paru : I: Simetris kanan dan kiri
P: Vokal Premitus Simetris
P: Sonor
A: Vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
Vagina : Darah (-)
Ekstremitas : Superior & inferior  akral hangat, CRT <2’, edema (-)
2. Status obstetrikus :
 Muka : Cloasma Gravidarum (-)
 Mammae :
Hiperpigmentasi areola (+)

Abdomen :
o Inspeksi : tampak perut cembung membesar sesuai usia kehamilan
o Palpasi :
 L1 : Fundus uteri dipertengahan procesuss xyphoideus-pusat,
teraba massa lunak, bulat dan tidak melenting (kesan bokong)
 L2 : Teraba tahanan terbesar di sebelah kanan dan teraba
bagian-bagian kecil janin di sebelah kanan (pu-ka)
 L3 : Teraba masa bulat keras (kepala)
 L4 : Kepala belum masuk pintu atas panggul ( Konvergen )
Tinggi fundus uteri = 34 cm
His (+), tidak teratur.
o Auskultasi DJJ : 140-148 x/menit
o Taksiran Berat Janin : 4200 gram
o Genitalia eksterna : bloody show (-)
o VT: konsistensi serviks kenyal, pembukaan 1-2 cm, selaput
ketuban pecah , kepala Hodge I.

 Genitalia Eksterna
o Inspeksi : bloody show (+)
 Genitalia Interna
o VT :  3 cm, portio tipis, ketuban (+)
o Janin:
 Presentasi : Kepala
 Situs :-
 Station :-
 Ketuban :+
o Portio:
 Konsistensi :
 Pembukaan : 3 cm
 Penipisan : tipis
 Arah sumbu :-
IV.Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium:
 Darah Lengkap :
Golongan darah :O Limfosit :
Hemoglobin : 13,0 gr% Monosit :
Leukosit : 7.8 103/ mm3 Eritrosit :
Trombosit : 209 103/ mm3 MCV :
Eosinofil : MCH :
Basofil : MCHC :
Netrofil batang : Rhesus : (+)
Netrofil segment : LED :
Hematokrit : 38,2 103/m3
 Pemeriksaan gula darah
Glukosa Darah : 109 mg/dL

 Faal Hati :
Ureum : 4 mg/dL
Creatinin : 0,5 mg/dL
 Faal Hati :
SGOT : 17 U/L
SGPT : 7 U/L
 Urinalisa
Warna : Kuning
Berat Jenis : 1.010
pH : 7.0
Lekosit :Negatif
Nitrit :Negatif
Protein :+1
Glukosa :Negatif
Keton :Negatif
Urobilinogen :Negatif
Bilirubin :Negatif
Eritrosit :+2
Sedimen :
Bakteri :Negatif
Eritrosit :10-15
Lekosit :0-2
Epitel :0-1
Kristal :Negatif

USG (tidak terlampir)


V. Diagnosis
G3P2A0H2 gravid 40 minggu + CPD + Preeklamsia

VI. Penatalaksanaan
 Observasi keadaan umum, tanda vital, denyut jantung janin, tanda
impending
 IVFD RL 20 tpm/makro + drip MgS04 40% 20 cc -> 20 gtt/i
 Metildopa 250 mg
 Asam Mefenamat 2 x 1
 Injeksi Asam Traneksamat 2 x 1
 Injeksi Ketorolac 2 x 1

VII.Rencana Tindakan

VIII. Laporan tindakan

IX. Prognosis
Dubia ad bonam

X. Observasi dan follow up


Tanggal SOAP
08 -12- S: OS datang via VK IGD pukul 21.00 WIB dengan keluhan Nyeri
2019 pinggang menjalar sampai ke ari-ari (+), nyeri dirasakan semakin
kuat sejak tadi pagi SMRS. Keluar air (+), lendir bercampur darah
(-), nyeri kepala hebat (-), nyeri ulu hati (-), pandangan mata kabur
(-).
O: TD: 164/84 mmHg N: 108x/i RR: 21x/i T: 36,50c HIS: 4 x
10’10’’ DJJ: 148 x/I, HB : 13,0 g/dl Leukosit : 7.800/mm3 protein
urin+1, Kepala HII-III
A: G3P2A0H2 gravid 40 minggu + CPD + Preeklamsia
+ inpartu fase aktif
P: Observasi keadaan umum, tanda vital, denyut jantung janin,
tanda impending
 IVFD RL 20 tpm/makro + drip MgS04 40% 20 cc
-> 20 gtt/i
 Metildopa 250 mg
 Pasang kateter
 O2(+)

09-12-2019 S: pusing(-), mual(-), muntah (-)pandangan kabur (-)


wib O: TD: 180/100 mmHg N: 85x/i RR: 20x/i T: 36,50c
A: G3P2A0H2 gravid 40 minggu + CPD + Preeklamsia
+ inpartu fase aktif
P:
- Observasi keadaan umum, tanda vital, denyut jantung janin
 IVFD RL 20 tpm/makro + drip MgS04 40% 20 cc -> 20
gtt/i
 Metildopa 250 mg
 Asam Mefenamat 2 x 1
 Injeksi Asam Traneksamat 2 x 500
 Injeksi Ketorolac 2 x 1
 Cefadroxil 2 x 500 mg
 Metronidazol 2 x 500 mg
 Bionemi 1 x 1
 Pasang kateter
 O2(+)
- Rencana SC Cito
LAPORAN OPERASI :
Dilakukan Cito sectio caesarea pada tanggal 9-12-2019 pukul
11.30 WIB dengan insisi pfannenstiel sepanjang 5-8 cm, ketuban
(+),berjenis kela min perempuan, BBL : 4.400 gram, Apgar score
5/6, PB: 50 cm, anus (+) , plasenta lahir manual lengkap, Bayi
dirawat di Perinatologi (+)
Operasi selesai pukul 12.30 wib .

10 -12-2019 S: Nyeri bekas operasi (+), lemas (+), Asi (-), BAB (-), BAK (+)
10.00 WIB cateter, Lochia Rubra (+)
O: TD: 170/100 mmHg N: 82x/i RR: 20x/i T: 36,6co
A: P3A0H3 Post SC a/i CPD anak besar + Preeklamsia +NH1
P: - obs. Ku, TTV, P/V
 IVFD RL 20 tpm/makro + drip MgS04 40% 20 cc -> 20
gtt/i
 Metildopa 250 mg
 Asam Mefenamat 2 x 1
 Injeksi Asam Traneksamat 2 x 500
 Injeksi Ketorolac 2 x 1
 Cefadroxil 2 x 500 mg
 Metronidazol 2 x 500 mg
 Bionemi 1 x 1
 Pasang kateter
 O2(+
- Kateter menetap
11 -12-2019 S:
09.00 wib Nyeri bekas operasi (+), Asi (-), BAB (-), BAK (+) , Lochia Rubra
(+)
O: TD: 130/80 mmHg N: 80x/i RR: 20x/i T: 37,5o
TFU: 2 jari diatas umbilicus
A: P3A0H3 Post SC a/i CPD anak besar + Preeklamsia +NH2
P: - obs. Ku, TTV, P/V
- Ivfd RL 20 tpm + 20 IU oxcytocin
 Metildopa 250 mg
 Asam Mefenamat 2 x 1
 Injeksi Asam Traneksamat 2 x 500
 Injeksi Ketorolac 2 x 1
 O2(+)
 Cefadroxil 2 x 500 mg
 Metronidazole 2 x 500 mg
 Asam mefenamat 2 x 500 mg
 Bionemi 1 x 1 tab
 Aff cateter
 Aff infus
12-1-2019 S: Nyeri luka operasi (+), ASI sedikit, BAB (-), BAK (+), batuk(+)
O: TD: 110/60 N: 80x RR: 20x/i T: 36,6o
A: P3A0H3 Post SC a/i CPD anak besar + Preeklamsia +NH3
P:
 Metildopa 250 mg
 Asam Mefenamat 2 x 1
 Injeksi Asam Traneksamat 2 x 500
 Injeksi Ketorolac 2 x 1
 Cefadroxil 2 x 500 mg
 Metronidazole 2 x 500 mg
 Asam mefenamat 2 x 500 mg
 Bionemi 1 x 1 tab

OS boleh pulang
BAB IV

PEMBAHASAN

Berdasarkan uraian laporan kasus pada bab sebelumnya, berikut akan


dibahas diagnosis dan penanganan kasus ini. Ny.E usia 37 tahun dengan
kehamilan 40 minggu didapatkan data HPHT maret 2019 perkiraan hari
persalinan Desember 2019. Dari anamnesis didapatkan pasien datang dengan
keluhan nyeri pinggang sampai ke ari-ari sejak tadi pagi SMRS, nyeri dirasakan
hilang timbul. Keluar air dari jalan lahir sedikit-sedikit. Pasien juga mengeluhkan
keluar lendir bercampur darah. Pasien mengaku tidak memiliki riwayat sakit
panggul, maupun cedera panggul. Dari pemeriksaan luar obstetri didapatkan janin
tunggal aterm hidup. Kepala janin belum memasuki pintu atas panggul. Dari
pemeriksaan pelvimetri klinik didapatkan Línea innominata teraba 1/3-
1/3,memperkuat tidak adanya penyempitan transversal pintu atas panggul.
Dari rumus Johnson-Toshack didapatkan taksiran berat janin 4200 gr.
sehingga kemungkinan adanya makrosomia. Pada pasien ini dilakukan
partus percobaan namun gagal, yang semakin menguatkan dugaan ke arah
disproporsisefalopelvik. Pasien menjalani seksio caesaria setelah partus percobaan
gagal, dan didapatkan bayi laki-laki dengan berat lahir 4400 gr. Pada pasien
diberikan terapi yaitu antibiotik untuk menghindari infeksi yang merupakan
komplikasi operasi, analgetik untuk menghilangkan rasa sakit, suplemen vitamin
untuk mengatasi anemia.
BAB IV
KESIMPULAN

1. Cephalopelvic Disproportion (CPD) adalah diagnosa medis yang


digunakan ketika kepala bayi dinyatakan terlalu besar untuk muat
melewati panggul ibu. Disproportion sefalopelvic adalah keadaan yang
menggambarkan ketidaksesuaian antara kepala janin dan panggul ibu
sehingga janin tidak dapat keluar melalui vagina. Disproporsi sefalopelvic
disebabkan oleh panggul sempit, janin yang besar ataupun kombinasi
keduanya.
2. Pada ibu ini dirasakan nyeri pinggang sampai ke ari-ari sejak tadi pagi
SMRS, nyeri dirasakan hilang timbul. Keluar air dari jalan lahir sedikit-
sedikit. Pasien juga mengeluhkan keluar lendir bercampur darah..
Sedangkan dari pemeriksaan dalam ada pembukaan serviks 3cm. Sehingga
dapat dikatakan ibu ini inpartu.
3. Diagnosa akhir G3P2A0H2 gravid 40 minggu + Post SC a/i CPD +
Makrosomia + Preeklamsia
4. Karena trial af labour gagal, maka terminasi kehamilan dilakukan dengan
seksio cesarea.
DAFTAR PUSTAKA

Saifuddin AB. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Edisi Keempat. Jakarta:


BP-SP, 2008.

Cunningham FG, Gant FN, Leveno KJ, dkk. Obstetri Williams. Edisi 21. Jakarta:
EGC, 2005.

Winkjosastro H. Ilmu Kebidanan. Edisi Ketiga. Jakarta: YBP-SP, 2007.

Bagian Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran


Bandung. Obstetri Fisiologi. Bandung: Elemen, 1983.

Sari Wardani MP, Indikasi Operasi Caesar Pada Pasien Dengan Disproporsi
Kepala Panggu,http://www.fkumyecase.net/wiki/index.php?
page=indikasi+operasi+caesar+pada+pasien+dengan+disproporsi+kepala+panggu
l&highlight=search, 22 of Sep, 2010 [03:07 UTC]

Pbl 25 Distosia Et Causa Cpd Pata, http://www.scribd.com/doc/59856124/Pbl-25-


Distosia-Et-Causa-CPD-Pata

Presus Cpd Ruu, http://www.scribd.com/doc/75701319/PRESUS-CPD-RUU

Anda mungkin juga menyukai