BAB I
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn.W
Jenis kelamin :Laki-laki
Umur : 60 tahun
Alamat : jl.Delima Sidomulyo
Pekerjaan :Wiraswasta
II. ANAMNESIS
Resume anamnesis :
Pada hari kamis tanggal 24 April 2018 pukul 10.20 WIB, Tn. W datang kepoli
usila Puskesmas Rawat Inap Sidomulyo dengan batuk berdahak sejak 3 bulan
yang lalu
KU : batuk berdahak sejak 3 bulan yang lalu
RPS : batuk berdahak sejak 3 bulan yang lalu, batuk sepanjang hari dan batuk
kadang terasa lebih berat pada malam hari. Batuk tidak disertai dahak yang
banyak, tidak ada darah. Pasien mengaku tidak ada nyeri dada. Kadang dahak
terus menerus tanpa disertai batuk dan kadang dirasakan pada pagi hari ketika
bangun tidur. Pasien juga mengeluhkan sesak nafas terutama saat melakukan
aktivitas. Sesak nafas tidak dipengaruhi cuaca, emosi ataupun makanan. Pasien
tidak mengalami penurunan berat badan dan tidak ada mengeluhkan keringat
malam, batuk tidak timbul karena perubahan cuaca, dan tidak diperberat saat
makan-makanan tertentu.
RPD : sebelum 3 bulan terakhir ini pasien tidak ada mengeluhkan keluhan
serupa yaitu batuk yang lama, dan tidak ada riwayat penyakit pernapasan ketika
masih kecil
RPK : tidak ada dikeluarga yang memiliki riwayat penyakit pada paru
Kebiasaan : pasien mengaku telah merokok sejak menginjak pendidikan sekolah
menengah pertama (SMP), dan dalam sehari menghabiskan sekitar 14 batang
rokok.
3
10.20 WIB
Kesadaran :composmentis
Skema manusia
4
Gambarkan pada skema di atas jika ada kelainan lokal dan berikan keterangan
secukupnya
Status Lokalis :-
IV.D.Pemeriksaan Thoraks
136/83 mmhg, suhu tubuh :37,5, frekuensi denyut nadi: 78x/ menit, frekuensi
nafas:24x/menit.
IX. RENCANA
ʃ 3-4 dd tab 1 pc
ʃ 2-3 dd tab 1 pc
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Anatomi Paru
Paru adalah organ penting dari respirasi, terdiri atas dua lobus, terletak
di lateral dari mediastinum, dan terpisah satu sama lain oleh jantung dan
organ lainnya dalam mediastinum. Paru memiliki area permukaan alveolar
kurang lebih seluas 40 m2 untuk pertukaran udara. Karakteristik paru yaitu
berpori, tekstur kenyal ringan; mengapung di air, dan sangat elastis.
Permukaan paru halus, bersinar, dan membentuk beberapa daerah
polihedral, yang menunjukkan lobulus organ: masing-masing daerah
dibatasi oleh garis-garis yang lebih ringan (fisura). Paru kanan dibagi oleh
fisura transversa dan oblik menjadi tiga lobus: atas, tengah, dan bawah. Paru
kiri memiliki fisura oblik dan dua lobus3,4,7.
Setiap paru memiliki bentuk kerucut yang terdiri dari bagian puncak
(apeks), dasar (basis), tiga perbatasan, dan dua permukaan. Puncak (apeks
pulmonis) memiliki permukaan halus dan tumpul. Puncak apeks menonjol
ke atas dalam leher sekitar 2,5 cm di atas klavikula. Dasar (basis pulmonis)
memiliki permukaan luas, konkaf, dan terletak di atas diafragma, yang
memisahkan paru-paru kanan dari lobus kanan hati, dan paru-paru kiri dari
lobus kiri hati, lambung, dan limpa. Karena diafragma sebelah kanan lebih
tinggi daripada di sisi kiri, kecekungan dasar paru kanan lebih dalam dari
yang di sebelah kiri. Basis pulmonalis paru turun selama inspirasi dan naik
selama ekspirasi. Permukaan mediastinal adalah permukaan medial yang
cekung. Pada permukaan mediastinal terdapat dari hilus pulmonis, yaitu
suatu cekungan dimana bronkus, pembuluh darah, dan saraf yang
membentuk radiks pulmonalis masuk dan keluar paru. Ligamentum
pulmonal adalah lipatan ganda yang menghubungkan kedua lapisan pleura
pada hilus paru. Ruang diafragma (base) tergantung dengan permukaan
8
Sel CD4+ dan CD8+ meningkat pada dinding saluran napas dan
parenkim paru, dengan peningkatan CD8+ lebih besar dari CD4+.
Peningkatan sel T CD8+ (Tcl) dan sel Th1 yang mensekresikan
interferon-γ dan mengekspresikan reseptor kemokin CXCR3,
mungkin merupakan sel sitotoksik untuk sel-sel alveolar yang
berkontrobusi terhadap kerusakan alveolar.
4. Limfosit B
Meningkat dalam saluran napas perifer dan folikel limfoid sebagai
respons terhadap kolonisasi kuman dan infeksi saluran napas.
5. Eosinofil
Menigkat di dalam sputum dan dinding saluran napas selama
eksaserbasi.
6. Sel Epitel
Mungkin diaktifkan oleh asap rokok sehingga menghasilkan
mediator inflamasi.
Gambar 4.
Gambaran rontgen PPOK, (kiri) corakan bronkovaskular
meningkat, (kanan) jantung seperti menggantung (tear drop).
2. Pemeriksaan khusus (tidak rutin)1
a. Faal paru lengkap
- Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional
(KRF), Kapasiti Paru Total (KPT), VR/KRF, VR/KPT
meningkat
- DLCO menurun pada emfisema
- Raw meningkat pada bronkitis kronik
- Sgaw meningkat
- Variabiliti Harian APE kurang dari 20 %
b. Uji latih kardiopulmoner
- Sepeda statis (ergocycle)
- Jentera (treadmill)
- Jalan 6 menit, lebih rendah dari normal
c. Uji provokasi bronkus
Untuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian
kecil PPOK terdapat hipereaktiviti bronkus derajat ringan.
d. Uji coba kortikosteroid
Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid
oral (prednison atau metilprednisolon) sebanyak 30 - 50 mg
18
1.3.7 Diagnosis
Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanda dan
gejala ringan hingga berat. Pada pemeriksaan fisis tidak ditemukan
kelainan sampai ditemukan kelainan yang jelas dan tanda inflasi paru.
Diagnosis PPOK dipertimbangkan bila timbul tanda dan gejala seperti
terlihat pada table di bawah ini1.
Tabel 2. Indikator kunci untuk mendiagnosis PPOK.
Gejala Keterangan
Sesak Progresif (sesak bertambah berat seiring
berjalannya waktu)
Bertambah berat dengan aktivitas
Persisten (menetap sepanjang hari)
Pasien mengeluh berupa, “perlu usaha
bernapas”
Berat, sukar bernapas, terengah-engah
Batuk kronik Hilang timbul dan mungkin tidak berdahak
Batuk kronik Setiap batuk kronik berdahak dapat
berdahak mengindikasikan PPOK
Riwayat pajanan Asap rokok
faktor risiko Debu
Bahan kimia di tempat kerja
Asap dapur
Pertimbangkan PPOK dan lakukan uji spirometry, jika salah
satu indicator ini ada pada individu di atas usia 40 tahun. Indicator ini
bukan merupakan diagnosis pasti, tetapi keberadaan beberapa
indicator kunci meningkatkan kemungkinan diagnosis PPOK1.
Gambaran klinis
1. Anamnesis1
a. Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa
gejala pernapasan.
b. Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja.
c. Riwayat penyakit emfisema pada keluarga.
d. Riwayat penyakit predisposisi pada masa bayi/anak, missal
berat badan lahir rendah (BBLR), infeksi saluran napas
berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara.
e. Batuk berulang dengan atau tanpa dahak.
f. Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi.
2. Pemeriksaan fisik1
PPOK dini umumnya tidak ada kelainan
a. Inspeksi
i. Pursed-lips breathing (mulut setengah terkatup/mencucu).
ii. Barrel chest (diameter anterior-posterio dan transversal
sebanding).
iii. Penggunaan otot bantu napas.
iv. Hipertrofi otot bantu napas.
v. Pelebaran sela iga.
vi. Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena
jugularis di leher dan edema tungkai.
vii. Penampilan pink puffer atau bue bloater.
b. Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar.
c. Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak
diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah.
d. Asukultasi
i. Suara napas vesikuler normal, atau melemah.
21
ii. Terdapat ronki atau mengi pada waktu bernapas biasa atau
pada ekspirasi paksa.
iii. Ekspirasi memanjang.
iv. Bunyi jantung terdengar jauh.
1.3.8 Diagnosis banding
Diagnosis Gejala
PPOK Onset pada usia pertengahan
Gejala progresif lambat
Lamanya riwayat merokok
Sesak saat aktivitas
Sebagian besar hambatan aliran udara
Irreversible
Asma Onsek awal sering pada anak
Gejala bervariasi dari hari ke hari
Gejala pada malam/menjelang pagi
Disertai atopi, rhinitis, atau eksim
Riwayat keluarga dengan asma
Sebagian besar keterbatasan aliran udara
Reversible
Gagal jantung Auskultasi terdengar ronki halus di bagian
kongestif basal
Foto toraks tampak jantung membesar,
edema paru
Uji faal paru menunjukkan restriksi bukan
obstruksi
Bronkiektasis Sputum produktif purulent
Umumnya terkait dengan infeksi bakteri
Asukultasi terdengar ronki kasar
Foto toraks/CT-Scan toraks menunjukkan
pelebaran dan penebalan bronkus
Tuberculosis Onsek segala usia
Foto toraks menunjukkan infiltrate
Konfirmasi mikrobiologi (sputum BTA)
Prevalensi tuberculosis tinggi di daerah
endemis
Bronkiolitis Onset pada usia mudia, bukan perokok
obliterans Mungkin meiliki riwayat rheumatoid
arthritis atau pajanan asap
CT-Scan toraks pada ekspirasi menunjukkan
22
daerah hipoeds
Panbronkiolitis Lebih banyak pada laki-laki bukan perokok.
difus Hampi semua penderita sinusitis kronik
Foto toraks dan HRCT toraks menunjukkan
nodul opak menyebar kecil di citrilobular
gambaran hiperinflasi
1.3.9 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan :
1. Mengurangi gejala
2. Mencegah progresivitas penyakit
3. Meningkatkan toleransi latihan
4. Meningkatkan status kesehatan
5. Mencegah dan menangani komplikasi
6. Mencegah dan menangani eksaserbasi
7. Menurunkan kematian
b. Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral
atau injeksi intravena, berfungsi menekan inflamasi yang
terjadi, dipilih golongan metilprednisolon atau prednison.
Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila
terbukti uji kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan
VEP1 pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250
mg.
c. Antibiotika
Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang
digunakan:
- Lini I: amoksisilin
makrolid
- Lini II : amoksisilin dan asam klavulanat
sefalosporin
kuinolon
makrolid baru
- Memperbaiki aktiviti
- Mengurangi hipertensi pulmonal
- Mengurangi vasokonstriksi
- Mengurangi hematokrit
- Memperbaiki fungsi neuropsikiatri
- Meningkatkan kualiti hidup
Indikasi
- PaO2 < 60mmHg atau Sat O2 < 90%
- PaO2 diantara 55 - 59 mmHg atau Sat O2 > 89% disertai Kor
Pulmonal, perubahan P pullmonal, Ht >55% dan tanda -
tanda gagal jantung kanan, sleep apnea, penyakit paru lain
Macam terapi oksigen :
- Pemberian oksigen jangka panjang
- Pemberian oksigen pada waktu aktiviti
- Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak
- Pemberian oksigen secara intensif pada waktu gagal napas
5. Ventilasi mekanik
6. Nutrisi
7. Rehabilitasi PPOK
B. Penatalaksanaan PPOK stabil
Kriteria PPOK stabil adalah :
- Tidak dalam kondisi gagal napas akut pada gagal napas kronik
- Dapat dalam kondisi gagal napas kronik stabil, yaitu hasil
analisa gas darah menunjukkan PCO2 < 45 mmHg dan PO2 >
60 mmHg
- Dahak jernih tidak berwarna
- Aktivitas terbatas tidak disertai sesak sesuai derajat berat
PPOK (hasil spirometri)
- Penggunaan bronkodilator sesuai rencana pengobatan
- Tidak ada penggunaan bronkodilator tambahan
Tujuan penatalaksanaan pada keadaan stabil :
32
Penatalaksanaan di rumah
Penatalaksanaan di rumah ditujukan untuk mempertahankan PPOK
yang stabil. Beberapa hal yang harus diperhatikan selama di rumah,
baik oleh pasien sendiri maupun oleh keluarganya.
Penatalaksanaan di rumah ditujukan juga bagi penderita PPOK
berat yang harus menggunakan oksigen atau ventilasi mekanik.
Tujuan penatalaksanaan di rumah :
- Menjaga PPOK tetap stabil
- Melaksanakan pengobatan pemeliharaan
- Mengevaluasi dan mengatasi eksaserbasi dini
- Mengevaluasi dan mengatasi efek samping pengobatan
- Menjaga penggunaan ventilasi mekanik
- Meningkatkan kualitas hidup
33
- Menambahkan mukolitik
- Menambahkan ekspektoran
Bila dalam 2 hari tidak ada perbaikan penderita harus segera ke
dokter. Penatalaksanaan eksaserbasi akut di rumah sakit dapat
dilakukan secara rawat jalan atau rawat inap dan dilakukan di :
a. Poliklinik rawat jalan
b. Unit gawat darurat
c. Ruang rawat
d. Ruang ICU
Penatalaksanaan di poliklinik rawat jalan
Indikasi :
a. Eksaserbasi ringan sampai sedang
b. Gagal napas kronik
c. Tidak ada gagal napas akut pada gagal napas kronik
d. Sebagai evaluasi rutin meliputi:
- Pemberian obat-obatan yang optimal
- Evaluasi progresifiti penyakit
- Edukasi
Penatalaksanaan rawat inap
Indikasi rawat :
- Esaserbasi sedang dan berat
- Terdapat komplikasi
- infeksi saluran napas berat
- gagal napas akut pada gagal napas kronik
- gagal jantung kanan
Selama perawatan di rumah sakit harus diperhatikan :
a. Menghindari intubasi dan penggunaan mesin bantu napas
dengan cara evaluasi klinis yang tepat dan terapi adekuat
b. Terapi oksigen dengan cara yang tepat
c. Obat-obatan maksimal, diberikan dengan drip, intrvena dan
nebuliser
37
1. Bulektomi
2. Bedah reduksi volume paru (BRVP) / lung volume reduction
surgey (LVRS)
3. Transplantasi paru
1.3.10 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah :
1. Gagal napas
- Gagal napas kronik
- Gagal napas akut pada gagal napas kronik
2. Infeksi berulang
3. Kor pulmonal
Kor pulmonal :
Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50 %, dapat
disertai gagal jantung kanan.
BAB III
ANALISI DAN PEMBAHASAN
1.Anamnesis
Pada kasus ini, pasien datang kepuskesmas dengan keluhan batuk
berdahak semenjak 3 bulan yang lalu. Berdasarkan keluhan utama pasien,
kemungkinan diagnosis banding dari pasien sudah mulai diperkirakan dari gejala
batuk yaitu tb paru, bronkiektasis dan asma. Setelah itu saya menggali kembali
riwayat penyakit sekarang (RPS) dari pasien tidak ada batuk disertai darah, tidak
ada nyeri dada, tidak ada penurunan berat badan, tidak ada keringat malam hari
sehingga kemungkinan diagnosis Tb paru dapat disingkirkan dan setelah menggali
lebih dalam lagi pasien mengatakan tidak ada dahak yang berbusa dan jumlah
yang banyak sehingga dapat menyingkirkan diagnosis bronkiektasis. Dan setelah
menggali kembali keluhan batuk ataupun sesak napas pasien tidak dipengaruhi
oleh cuaca, emosi ataupun makanan , gejala tidak memburuk pada malam hari,
dan saat sesak tidak ada rasa berat di dada, tidak ada riwayat alergi sehingga dapat
menyingkirkan diagnosis asma. Dari data anamnesis mendukung penegakkan
diagnosis sementara adalah PPOK ( Penyakit Paru Obstruktif Kronik) karena
gejala yaitu batuk berdahak , sesak napas dan didorong oleh riwayat merorok
sejak pendidikan SMP kemungkinan diagnosis sementara adalah PPOK.
2.Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik seharusnya pemeriksaan melakukan inspeksi,
palpasi, perkusi, auskultasi. Dimana pemeriksaan fisik pada PPOK ditemukan:
a.Inspeksi : ditemukan adanya Pursed-lips breathing (mulut setengah terkatup
mencucu), Barrel chest (diameter antero-posterior dan transversal sebanding),
penggunaan otot bantu napas, pelebaran sela iga, bila telah terjadi gagal jantung
kanan terlihat denyut vena jugularis leher dan edema tungkai, penampilan pink
puffer(gambaran yang khas pada emfisema yaitu penderita kurus, kulit kemerahan
dan pernapasan pursed-lips breathing) atau blue bloater (gambaran khas pada
41
bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat edema tungkai dan ronki
basah dibasal paru, sianosis sentral dan perifer.
b.Palpasi : pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
c.Perkusi : pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma
rendah, hepar terdorong ke bawah
d.Auskultasi : -suara napas vesikuler normal, atau melemah
- terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau
pada ekspirasi paksa
-ekspirasi memanjang
-bunyi jantung terdengar jauh
3.Pemeriksaan Penunjang
4.Diagnosis
PPOK
BRONKIEKTASIS
TB PARU
ASMA
42
5.Penatalaksanaan
Tujuan dari penatalaksanaan adalah:
-untuk mengurangi gejala
-mencegah eksaserbasi berulang
-memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru
-meningkatkan kualitas hidup penderita
a. Terapi Non-Farmakologi
1). Terapi Oksigen
Pasien di berikan terapi oksigen, dimana indikasi Pao2 < 60 mmHg atau sat
o2 < 90%.
2). Ventilasi Mekanik
3) . Nutrisi
Malnutrisi dapat dievaluasi dengan : penurunan berat badan, kadar
albumin darah, antropometri, hasil metabolisme (hiperkapni dan hipoksia)
4). Rehabilitasi PPOK
5). Edukasi : untuk berhenti merokok
b.Terapi Farmakologi
diberikan bronkodilator (golongan antikolinergik, agonis beta-2,
kombinasi dari kolinergik dan agonis beta-2 atau golongan xantin), diberikan
antiinflamasi yaitu dipilih golongan metilprednisolon atau prednison. Bentuk
inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid
postif yaitu terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat >20 % dan
minimal 250 mg. Dan diberikan antibiotik jika terdapat infeksi ( lini 1: amoksilin,
makrolid), bisa juga diberikan antioksidan (N-asetilsistein), mukolitik, dan
antitusif.
6.Prognosis
Quo ad vitam :dubia ad bonam
Quo ad functionam :dubia ad malam
Qua ad sanationam :dubia ad malam
43
BAB IV
KESIMPULAN
1. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang dapat
dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak
sepenuhnya reversible, bersifat progresif dan berhubungan dengan respons
inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang beracun/berbahaya, disertai efek
ekstraparu yang berkontribusi terhadap derajat berat penyakit.
2. Penatalaksaannya adalah diberikan bronkodilator (golongan antikolinergik,
agonis beta-2, kombinasi dari kolinergik dan agonis beta-2 atau golongan
xantin), diberikan antiinflamasi yaitu dipilih golongan metilprednisolon atau
prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila
terbukti uji kortikosteroid postif yaitu terdapat perbaikan VEP1
pascabronkodilator meningkat >20 % dan minimal 250 mg. Dan diberikan
antibiotik jika terdapat infeksi ( lini 1: amoksilin, makrolid), bisa juga
diberikan antioksidan (N-asetilsistein), mukolitik, dan antitusif.
44
DAFTAR PUSTAKA
4. Rani AZ, Soegondo S, Nasir AUZ, et al. Panduan Pelayanan Medik. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2000. 105-107.
6. Salim EM, Hermansyah, Suyata, et al. Standar Profesi Ilmu Penyakit Dalam.
Palembang: Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, 2000. 117-119
7. Sherwood, L., 2011. Fundamentals of human physiology. Cengage Learning.