BAB I
PENDAHULUAN
Hampir semua wanita pernah mengalami gangguan haid selama masa hidupnya.
Gangguan ini dapat berupa kelainan siklus atau perdarahan. Masalah ini dihadapi oleh
wanita usia remaja, reproduksi dan klimakterik.1,2
Perdarahan yang terjadi dalam masa antara 2 haid disebut perdarahan bukan haid.
Perdarahan itu tampak terpisah dan dapat dibedakan dari haid, atau 2 jenis perdarahan ini
menjadi satu; yang pertama dinamakan metroragia, yang kedua menometroragia.
Perdarahan ini dapat disebabkan oleh kelainan organik pada alat genital atau kelainan
fungsional. Perdarahan dari uterus yang tidak ada hubungannya dengan sebab organik
(kelainan pada serviks, uterus, tuba fallopii dan ovarium) dinamakan perdarahan
disfungsional 1,2
Perdarahan disfungsional dapat terjadi pada setiap umur antara menarche dan
menopause. Tetapi, kelainan ini lebih sering dijumpai sewaktu masa permulaan dan masa
akhir fungsi ovarium. Dua pertiga dari wanita-wanita yang dirawat di rumah sakit untuk
perdarahan disfungsional berumur di atas 40 tahun, dan 3 % di bawah 20 tahun.
Sebetulnya dalam praktek banyak dijumpai pula perdarahan disfungsional dalam masa
pubertas, akan tetapi keadaan ini dapat sembuh sendiri, sehingga jarang diperlukan
perawatan di rumah sakit 3,4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Indikator
Dimensi klinis menstruasi Batas normal
klinik
Menstruasi dan siklus menstruasi (percentil 5 – 95 th)
Sering <24
Frekuensi menstruasi (hari) Normal 21-35
Jarang >38
Keteraturan siklus menstruasi, Tidak ada Tidak ada pendarahan
variasi dari siklus ke siklus selama Reguler Variasi ±2-20 hari
12 bulan (hari) Ireguler Variasi > 20 hari
Memanjang >8.0
Durasi (hari) Normal 4.5-8.0
Memendek <4.5
Banyak >80
Volume kehilangan darah perbulan
Normal 5-80
(ml)
Sedikit <5
Keterangan:
a. Polip (PUA-P)
Polip adalah pertumbuhan endometrium berlebih yang bersifat lokal mungkin tunggal
atau ganda, berukuran mulai dari beberapa milimeter sampai sentimeter. Polip
endometrium terdiri dari kelenjar, stroma, dan pembuluh darah endometrium.
b. Adenomiosis (PUA-A)
Merupakan invasi endometrium ke dalam lapisan miometrium, menyebabkan uterus
membesar, difus, dan secara mikroskopik tampak sebagai endometrium ektopik, non
neoplastik, kelenjar endometrium, dan stroma yang dikelilingi oleh jaringan miometrium
yang mengalami hipertrofi dan hiperplasia.
2.3 Epidemiologi
Perdarahan uterus abnormal merupakan keluhan yang sering dijumpai pada
wanita pada usia reproduksi.1 Menurut penelitian Lee et al., keluhan ini banyak terjadi
pada masa awal terjadinya menstruasi. Sebanyak 75% wanita pada tahap remaja akhir
memiliki gangguan yang terkait dengan menstruasi. Penelitian yang dilakukan Bieniasz J
et al. pada remaja wanita menunjukan prevalensi amenorea primer sebanyak 5,3%,
amenorea sekunder 18,4%, oligomenorea 50%, polimenorea 10,5%, dan gangguan
campuran sebanyak 15,8%.8
2.4 Etiologi
Penyebab terjadinya perdarahan uterus abnormal akut maupun kronis merupakan
multifaktorial. Menstrual Disorders Working Group of the International Federation of
Gynecology and Obstetrics menyatakan sistem klasifikasi dan terminologi standarisasi
untuk etiologi pada gejala perdarahan uterus abnormal. Etiologi diklasifikasikan
berdasarkan penyebab yang berkaitan dengan abnormalitas struktur uterus dan tidak
berkaitan dengan abnormalitas struktur yang dinyatakan dalam akronim PALM-COEIN :
Polyp, Adenomyosis, Leiomyoma, Malignancy, dan hyperplasia, Coagulatopathy,
Ovulatory dysfunction, Endometrial, Iatrogenic, dan tidak terklasifikasikan.9
Tabel 2. Penyebab perdarahan iregular berkaitan dengan usia dan usia reproduktif23
Kelompok Usia
Polip endometrium
Endometrium hiperplasia
Uterine fibroid
Trauma / operasi
2.5 Patogenesis23
Haid normal.
Perekrutan folikel dominan terjadi selama hari 5- 7, akibatnya, kadar estradiol
mulai meningkat secara bermakna pada hari ke 7. Kadar estradiol, berasal dari
folikel dominan, meningkat terus dan melalui efek umpan balik negatif, menekan
pelepasan FSH
Peralihan dari penekanan ke stimulasi pelepasan LH terjadi karena kenaikan kadar
estradiol selama fase midfollikular.
Kadar estradiol yang diperlukan untuk mencapai umpan balik positif lebih dari
200 pg / mL, dan konsentrasi ini harus dipertahankan sekitar 50 jam. Kadar
estrogen ini tidak pernah terjadi sampai folikel dominan mencapai diameter 15
mm.
Peningkatan kadar estrogen akan memicu penurunan FSH, sementara kenaikan
estrogen di fase midfolikular memberikan pengaruh umpan balik positif terhadap
sekresi LH. Penurunan kadar FSH dan peningkatan LH pada fase midfolikular
akan memicu terjadinya program seleksi pada kohort folikel.
Melalui reseptornya, LH memulai luteinisasi dan produksi progesteron dari
lapisan granulosa. Meningkatnya kadar progesteron preovulasi menyebabkan
umpan balik positif estrogen yang mungkin diperlukan untuk memicu puncak
FSH pada pertengahan siklus.
Kadar LH meningkat terus selama fase folikuler akhir, merangsang produksi
androgen di sel teka dan mengoptimalkan pematangan akhir dan fungsi folikel
dominan. Produksi hormon estrogen menjadi cukup untuk mencapai dan
mempertahankan kadar ambang estradiol perifer yang diperlukan untuk
mendorong lonjakan LH.
36 jam pasca lonjakan LH akan memicu terjadinya ovulasi
Selanjutnya di bawah pengaruh hormon FSH dan LH sel-sel lutein akan
menghasilkan hormon estrogen dan terutama progesteron yang akan mencapai
puncaknya di 7 hari pasca ovulasi
Apabila dalam waktu 14 hari tidak terjadi kehamilan, maka korpus luteum akan
mengalami degenerasi. Kematian korpus luteum menyebabkan penurunan kadar
estradiol, progesteron, dan inhibin sirkulasi.
Sampai 36-48 jam sebelum menstruasi, masih terdapat sekresi gonadotropin
ditandai dengan pulsasi LH yang jarang dan kadar FSH rendah yang merupakan
khas akhir fase luteal. Selama transisi dari fase luteal ke fase folikuler berikutnya,
GnRH dan gonadotropin dilepaskan sebagai efek penghambatan estradiol,
progesteron, dan inhibin.
Gambar 2. Siklus haid normal
2.6 Patofisiologi
Endometrium terdiri dari dua lapisan yang berbeda yaitu lapisan fungsionalis dan
lapisan basalis Lapisan basalis terletak di bawah lapisan fungsionalis, berkontak langsung
dengan miometrium, dan kurang responsif terhadap hormon. Lapisan basalis berfungsi
sebagai reservoir untuk regenerasi pada saat menstruasi sedangkan lapisan fungsionalis
mengalami perubahan sepanjang siklus menstruasi dan akhirnya terlepas saat menstruasi.
Secara histologis, lapisan fungsionalis memiliki epitel permukaan yang mendasari
pleksus kapiler subepitel.6,8,9
Uterus divaskularisasi oleh dua arteri uterina. Di lateral bawah uterus, arteri uterina
pecah menjadi dua cabang yaitu arteri vaginalis yang mengarah ke bawah dan cabang
asenden yang mengarah ke atas. Cabang asenden dari kedua sisi uterus membentuk dua
arteri arkuata yang berjalan sejajar dengan kavum uteri. Kedua arteri arkuata tersebut
membentuk anastomose satu sama lain, membentuk cincin yang melingkari kavum uteri.
Arteri radialis merupakan cabang kecil arteri arkuata yang berjalan meninggalkan arteri
arkuata secara tegak lurus menuju kavum uteri. Arteri radialis memiliki fungsi untuk
memperdarahi miometrium lalu pada saat memasuki lapisan endometrium, arteri radialis
memberi cabang arteri yang lebih kecil ke arah lateral yaitu arteri basalis. Arteri basalis
memiliki fungsi untuk memperdarahi lapisan basalis endometrium dan tidak sensitif
terhadap stimulus hormon. Arteri radialis kemudian memasuki lapisan fungsionalis
endometrium dan menjadi arteri spiralis. Arteri spiralis sangat peka terhadap stimulus
hormon dan bertugas untuk memperdarahi lapisan fungsionalis endometrium. 6,8,9
Sebelum terjadinya menstruasi, pada arteri ini terjadi peningkatan statis aliran darah,
kemudian terjadi vasodilatasi dan perdarahan dari arteri spiralis dan dinding kapiler.
Maka dari itu darah menstruasi akan hilang melalui pembuluh darah tersebut. Hal ini
diikuti dengan terjadinya vasokonstriksi yang menyebabkan iskemi dan nekrosis
endometrium. Jaringan nekrotik tersebut lalu luruh saat menstruasi.2, 4, 11
Perdarahan uterus disfungsional anovulasi merupakan pendarahan tidak teratur yang
berkepanjangan dan berlebihan disebabkan oleh terganggunya fungsi aksis hipotalamus-
hipofisis-ovarium. Hal ini sering terjadi pada wanita dalam usia ekstrim, yaitu pada masa
perimenarchal dan perimenopausal. Pada masa tersebut terjadi perubahan siklus antara
ovulasi dan anovulasi sehingga mengakibatkan keketidakteraturan pola menstruasi serta
kehilangan darah dalam jumlah yang banyak. 6,8,9
Mekanisme anovulasi tidak diketahui secara pasti, tetapi diketahui bahwa estrogen
dapat menyebabkan proliferasi endometrium berlebihan dan hiperplasia dengan
peningkatan dan melebar pembuluh darah dan supresi arteri spiralis. Pembuluh darah
superfisial pada permukaan endometrium yang hiperplasia menjadi besar, berdinding
tipis, dan melengkung. Perubahan tersebut yang menjadi sumber terjadinya peningkatan
kehilangan darah. Paparan estrogen secara terus menerus memiliki efek langsung
terhadap pasokan darah uterus dengan mengurangi tonus pembuluh darah. Efek tidak
langsung dari estrogen melalui penghambatan terlepasnya vasopresin yang menyebabkan
vasodilatasi dan peningkatan aliran darah. Estrogen juga merangsang ekspresi VEGF
(Vascular Endothelial Growth Factor) stroma yang dapat menyebabkan terganggunya
angiogenesis.12
Perdarahan pascakoitus
Perdarahan pascakoitus merupakan perdarahan yang paling umum
dijumpai pada wanita berusia 20 - 40 tahun serta pada mereka yang multipara.
Lesi yang dijumpai pada perdarahan pascakoitus biasanya jinak. Berdasarkan
observasi yang dilakukan pada 248 wanita dengan perdarahan pascakoitus
didapatkan bahwa seperempat dari kasus tersebut disebabkan oleh eversi serviks.
Penyebab lain yang dapat mendasari diantaranya polip endoserviks, servisitis, dan
polip endometrium. Pada servisitis, penyebab yang paling sering adalah infeksi
Chlamydia trachomatis. Menurut penelitian Bax et al., risiko relatif infeksi
klamidia pada wanita dengan pendarahan pascakoitus adalah 2,6 kali lebih tinggi
daripada kelompok kontrol tanpa perdarahan.
Pada beberapa wanita, perdarahan pascakoitus dapat berasal dari neoplasia
serviks atau saluran kelamin. Pada neoplasia intraepitel serviks dan kanker yang
invasif, epitel menjadi tipis dan rapuh sehingga mudah lepas dari serviks. Pada
wanita dengan perdarahan pascakoitus, neoplasia intraepitel seviks ditemukan
sebanyak 7 – 10%, kanker yang invasif sebanyak 5%, dan kanker endometrium
sebanyak kurang dari 1%.
Dalam studi lain, Jha dan Sabharwal melaporkan bahwa sejumlah
perempuan dengan perdarahan pascakoitus memiliki lesi patologis yang
diidentifikasi dengan kolposkopi. Sebagian besar wanita dengan perdarahan yang
tidak dapat dijelaskan pascakoitus harus menjalani pemeriksaan kolposkopi jika
sumber perdarahan belum dapat diidentifikasi.
Nyeri pelvis
Adanya kram yang menyertai perdarahan diakibatkan dari peran
prostaglandin. Dismenore yang terjadi bersamaan dengan perdarahan uterus
abnormal dapat disebabkan oleh polip, leiomioma, adenomiosis, infeksi, dan
komplikasi kehamilan.
Nyeri yang dirasakan saat berhubungan seksual dan nyeri nonsiklik jarang
dirasakan pada wanita dengan perdarahan uterus abnormal. Jika nyeri ini
dirasakan, maka penyebabnya adalah kelainan dari struktural atau infeksi.
Lippman et al., melaporkan peningkatan tingkat dispareunia dan nyeri panggul
nonsiklik pada wanita dengan leiomioma uterus. Sammour et al., menyatakan
adanya korelasi nyeri panggul yang meningkat seiring dengan adanya invasi
miometrium dengan adenomiosis.
2.9 Diagnosis
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Pada sifat perdarahan ditanyakan apakah pasien mengalami perdarahan
setelah berhubungan seksual atau perdarahan terjadi secara tiba-tiba. Waktu
terjadinya perdarahan ditanyakan apakah perdarahan terjadi saat sedang
menstruasi dalam bentuk perdarahan berlebih atau perdarahan terjadi diantara
siklus haid atau saat pasien sudah menopause. Kehamilan adalah salah satu
konsiderasi utama pada wanita usia subur yang mengalami perdarahan uterus
abnormal.13 Beberapa hal yang dapat menyebabkan perdarahan adalah abortus,
plasenta previa, kehamilan ektopik, dan lain-lain. Pada riwayat konsumsi obat
ditanyakan apakah pasien sedang menggunakan obat-obatan yang mengganggu
sistem hormon seperti penggunaan KB hormonal, tamoxifen atau obat-obat yang
mengganggu proses pembekuan darah. Riwayat penyakit keluarga dan riwayat
penyakit sistemik dari pasien juga perlu ditelusuri untuk mencari penyakit yang
dapat berperan dalam terjadinya perdarahan uterus abnormal seperti defisiensi
faktor pembekuan darah, diabetes mellitus, gangguan tiroid, dan lain-lain.
Keganasan pada genitalia juga dapat memicu terjadinya perdarahan uterus
abnormal. 6,9,11,13
Setelah melakukan anamnesis maka pemeriksaan fisik dilakukan untuk
mencari tanda dari penyebab perdarahan uterus abnormal.22
Pemeriksaan fisik untuk menilai stabilitas keadaan hemodinamik
Memastikan bahwa perdarahan berasal dari kanalis servikalis dan tidak
berhubungan dengan kehamilan
Pemeriksaan Indeks Massa Tubuh (IMT), tanda hiperandrogen,
pembesaran kelenjar tiroid atau manifestasi hipotiroid / hipertiroid,
galaktorea (hiperprolaktinemia) gangguan lapang pandang (adenoma
hipofisis), purpura dan ekimosis wajib diperiksa.7
Menyingkirkan kehamilan.
Pemeriksaan Ginekologi
Fase Menstruasi
Menstruasi dimulai pada saat kadar estrogen dan progesteron menurun
pada akhir siklus ovarium, menyebabkan meluruhnya lapisan fungsional
endometrium. Gambaran USG fase menstruasi bervariasi tergantung pada jumlah
darah dan fragmen endometrium, yang terlihat sebagai debris ekogenik. Lapisan
basalis tampak sebagai garis yang tipis, ireguler, dan hiperekogenik.23
2.10 Penatalaksanaan
Tujuan dari terapi pada perdarahan uterus abnormal adalah menyembuhkan penyebab
kelainan yang menyebabkan perdarahan tersebut. Berdasarkan algoritma yang ada
pertama harus dibedakan terlebih dahulu perdarahan termasuk anovulasi atau ovulasi.23
Apabila wanita tersebut memiliki faktor risiko karsinoma endometrium atau berusia
lebih dari 35 tahun maka lakukan biopsi endometrium. Hasil biopsi akan menentukan
tatalaksana yang diberikan, hasil biopsi yang normal akan mendapatkan terapi yang telah
disebutkan diatas. Sedangkan hasil biopsi berupa hiperplasia tanpa atypia akan
mendapatkan medrodyprogesterone asetat 10 mg selama 14 hari per bulan atau
megesterol 40 mg per hari atau dapat juga dipasang Alat Kontrasepsi Dalam Rahim
(AKDR) dengan levonogestrel (mirena), setelah 3-6 bulan ulangi biopsi endometrium,
apabila hasil masih menunjukan hiperplasia maka pasien dapat dirujuk ke ginekologis
yang lebih berpengalaman. Untuk hasil biopsi hiperplasia dengan atipia sebaiknya pasien
dirujuk langsung ke ginekologis, sedangkan untuk hasil biopsi adenokarsinoma
dianjurkan pasien dirujuk ke ginekologis onkolog. 23
Pada wanita dengan tipe perdarahan ovulasi dievaluasi terlebih dahulu apakah
perdarahan disebabkan oleh kelainan sistemis, kelainan anatomis dengan menggunakan
pemeriksaan lab dan pencitraan berupa USG transvaginal, bila terdapat kecurigaan akan
adanya massa maka dapat dilakukan juga biopsi jaringan endometrium.23
Jika pasien mengalami hipotensi atau kadar hb <10 g/dl atau perdarahan aktif dan
banyak :23
a. Rawat inap
1. Infus RL dan berikan oksigen, transfusi jika Hb <7g/dl
2. Esterogen ekuin konjugasi (EEK) 2,5 mg oral setiap 6 jam, ditambah
prometasin 25mg oral atau injeksi setiap 4-6 jam. Asam traneksamat 3x1 gram
diberikan bersamaan dengan EEK.
3. Dilatasi dan kuretase jika perdarahan masih berlangsung dalam 12-24 jam.
4. Setelah perdarahan akut berhenti diberikan Pil kontrasepsi kombinasi (PKK)
4x1 tab (4 hari), 3x1 tab (3 hari), 2x1 tab (2 hari) dan 1x1 tab, 3 minggu dan 1
minggu terakhir bebas PKK.
5. Jika terdapat kontraindikasi PKK dapat diberikan progestin selama 14 hari,
kemudian stop 14 hari, ulangi 3 bulan.
6. Jika terapi berhasil dan ingin hamil maka terapi berikutnya yaitu tatalaksana
kehamilan, jika tidak ingin hamil maka atur siklus selama 3 bulan atau lebih.
7. Jika terapi tidak berhasil maka berikan terapi pembedahan seperti ablasi
endometrium, miomektomi dan polipektomi atau histerektomi.
b. Rawat jalan
1. EEK 2,5 mg oral setiap 6 jam, ditambah prometasin 25mg oral. Asam
traneksamat 3x1 gramdiberikan bersamaan dengan EEK.
2. Dilatasi dan kuretase jika perdarahan masih berlangsung dalam 12-24 jam.
3. Setelah perdarahan akut berhenti, diberikan PKK 4x1 tab (4 hari), 3x1 tab (3
hari), 2x1 tab (2 hari) dan 1x1 tab, 3 minggu dan 1 minggu terakhir bebas
PKK.
4. Jika terdapat kontraindikasi PKK dapat diberikan progestin selama 14 hari,
kemudian stop 14 hari, ulangi 3 bulan.
5. USG transvaginal /transrektal, TSH, DPL, PT, aPTT.
6. Tablet hematinik 1x1 tab.
7. Jika terapi berhasil dan ingin hamil maka terapi berikutnya yaitu tatalaksana
kehamilan, jika tidak ingin hamil maka atur siklus selama 3 bulan atau lebih.
8. Jika terapi tidak berhasil maka berikan terapi pembedahan seperti ablasi
endometrium, miomektomi dan polipektomi atau histerektomi.
Bila perdarahan masih berlanjut setelah pemberian terapi selama 3-6 bulan maka
dapat dipertimbangkan untuk dilakukan evaluasi ulang dengan biopsi endometrium,
histeroskopi atau dilakukan tindakan ablasi endometrium, histerektomi.13
A. Definisi Anemia
Menurut definisi, anemia adalah pengurangan jumlah sel darah merah, kuantitas
hemoglobin, dan volume pada sel darah merah (hematokrit) per 100 ml darah. Dengan
demikian, anemia bukan suatu diagnosis melainkan pencerminan dari dasar perubahan
patofisiologis, yang diuraikan oleh anamnesa dan pemikiran fisik yang teliti, serta
didukung oleh pemeriksaan laboratorium.14
B. Manisfestasi Klinik
Pada anemia, karena semua sistem organ dapat terlibat, maka dapat menimbulkan
manifestasi klinik yang luas. Manifestasi ini bergantung pada:16
Karena jumlah efektif sel darah merah berkurang, maka lebih sedikit O2 yang
dikirimkan ke jaringan. Kehilangan darah yang mendadak (30% atau lebih), seperti pada
perdarahan, menimbulkan simtomatoogi sekunder hipovolemia dan hipoksemia. Namun
pengurangan hebat massa sel darah merah dalam waktu beberapa bulan (walaupun
pengurangannya 50%) memungkinkan mekanisme kompensasi tubuh untuk
menyesuaikan diri, dan biasanya penderita asimtomatik, kecuali pada kerja jasmani
berat.14
(1) Peningkatan curah jantung dan pernafasan, karena itu menambah pengiriman O2 ke
jaringan-jaringan oleh sel darah merah
(3) Mengembangkan volume plasma dengan menarik cairan dari sela-sela jaringan
C. Etiologi
3. Karena perdarahan
Kehilangan darah dalam jumlah besar tentu saja akan menyebabkan kurangnya
jumlah SDM dalam darah, sehingga terjadi anemia. Anemia karena perdarahan besar dan
dalam waktu singkat ini secara nisbi jarang terjadi. Keadaan ini biasanya terjadi karena
kecelakaan dan bahaya yang diakibatkannya langsung disadari. Akibatnya, segala usaha
akan dilakukan untuk mencegah perdarahan dan kalau mungkin mengembalikan jumlah
darah ke keadaan semula, misalnya dengan tranfusi.15
4. Karena autoimun
Dalam keadaan tertentu, sistem imun tubuh dapat mengenali dan menghancurkan
bagian-bagian tubuh yang biasanya tidak dihancurkan. Keadaan ini sebenarnya tidak
seharusnya terjadi dalam jumlah besar. Bila hal tersebut terjadi terhadap SDM, umur
SDM akan memendek karena dengan cepat dihancurkan oleh sistem imun.15
D. Penegakan Diagnosis
Takikardia dan bising jantung (suara yang disebabkan oleh kecepatan aliran darah
yang meningkat) menggambarkan beban kerja dan curah jantung yang meningkat.
Angina (sakit dada), khususnya pada penderita yang tua dengan stenosis koroner, dapat
diakibatkan karena iskemia miokardium. Pada anemia berat, dapat menimbulkan payah
jantung kongesif sebab otot jantung yang kekurangan oksigen tidak dapat menyesuaikan
diri dengan beban kerja jantung yang meningkat. Dispnea (kesulitan bernafas), nafas
pendek, dan cepat lelah waktu melakukan aktivitas jasmani merupakan manifestasi
berkurangnya pengiriman O2. Sakit kepala, pusing, kelemahan dan tinnitus (telinga
berdengung) dapat menggambarkan berkurangnya oksigenasi pada susunan saraf pusat.
Pada anemia yang berat dapat juga timbul gejala saluran cerna yang umumnya
berhubungan dengan keadaan defisiensi. Gejala-gejala ini adalah anoreksia, nausea,
konstipasi atau diare dan stomatitis (sariawan lidah dan mulut).18
E. Klasifikasi Anemia
Yang pertama adalah anemia normositik normokrom. Dimana ukuran dan bentuk
sel-sel darah merah normal serta mengandung hemoglobin dalam jumlah yang normal
tetapi individu menderita anemia. Penyebab anemia jenis ini adalah kehilangan darah
akut, hemolisis, penyakit kronik termasuk infeksi, gangguan endokrin, gangguan ginjal,
kegagalan sumsum, dan penyakit-penyakit infiltratif metastatik pada sumsum tulang.17
Kategori besar yang kedua adalah anemia makrositik normokrom. Makrositik berarti
ukuran sel-sel darah merah lebih besar dari normal tetapi normokrom karena konsentrasi
hemoglobinnya normal. Hal ini diakibatkan oleh gangguan atau terhentinya sintesis asam
nukleat DNA seperti yang ditemukan pada defisiensi B12 dan atau asam folat. Ini dapat
juga terjadi pada kemoterapi kanker, sebab agen-agen yang digunakan mengganggu
metabolisme sel.17
Meningkatnya kehilangan sel darah merah dapat disebabkan oleh perdarahan atau
oleh penghancuran sel. Perdarahan dapat disebabkan oleh trauma atau tukak, atau akibat
pardarahan kronik karena polip pada kolon, penyakit-penyakit keganasan, hemoriod atau
menstruasi. Penghancuran sel darah merah dalam sirkulasi, dikenal dengan nama
hemolisis, terjadi bila gangguan pada sel darah merah itu sendiri yang memperpendek.20
hidupnya atau karena perubahan lingkungan yang mengakibatkan penghancuran sel darah
merah. Keadaan dimana sel darah merah itu sendiri terganggu adalah:
Yang disebut diatas adalah gangguan herediter. Namun, hemolisis dapat juga
disebabkan oleh gangguan lingkungan sel darah merah yang seringkali memerlukan
respon imun. Respon isoimun mengenai berbagai individu dalam spesies yang sama dan
diakibatkan oleh tranfusi darah yang tidak cocok. Respon autoimun terdiri dari
pembentukan antibodi terhadap sel-sel darah merah itu sendiri. Keadaan yang di namakan
anemia hemolitik otoimun dapat timbul tanpa sebab yang diketahui setelah pemberian
suatu obat tertentu seperti alfa-metildopa, kinin, sulfonamida, L-dopa atau pada penyakit-
penyakit seperti limfoma, leukemia limfositik kronik, lupus eritematosus, artritis
reumatorid dan infeksi virus. Anemia hemolitik otoimun selanjutnya diklasifikasikan
menurut suhu dimana antibodi bereaksi dengan sel-sel darah merah –antibodi tipe panas
atau antibodi tipe dingin.14
Klasifikasi etiologi utama yang kedua adalah pembentukan sel darah merah yang
berkurang atau terganggu (diseritropoiesis). Setiap keadaan yang mempengaruhi fungsi
sumsum tulang dimasukkan dalam kategori ini. Yang termasuk dalam kelompok ini
adalah:19
(1) Keganasan yang tersebar seperti kanker payudara, leukimia dan multipel myeloma,
obat dan zat kimia toksik, dan penyinaran dengan radiasi dan
Kekurangan vitamin penting seperti vitamin B12, asam folat, vitamin C dan besi
dapat mengakibatkan pembentukan sel darah merah tidak efektif sehingga menimbulkan
anemia. Untuk menegakkan diagnosis anemia harus digabungkan pertimbangan
morfologis dan etiologi.20
F. Anemia Aplastik
Anemia aplastik adalah suatu gangguan pada sel-sel induk di sumsum tulang yang
dapat menimbulkan kematian, pada keadaan ini jumlah sel-sel darah yang dihasilkan
tidak memadai. Penderita mengalami pansitopenia yaitu kekurangan sel darah merah, sel
darah putih dan trombosit. Secara morfologis sel-sel darah merah terlihat normositik dan
normokrom, hitung retikulosit rendah atau hilang dan biopsi sumsum tulang
menunjukkan suatu keadaan yang disebut “pungsi kering” dengan hipoplasia yang nyata
dan terjadi pergantian dengan jaringan lemak. Langkah-langkah pengobatan terdiri dari
mengidentifikasi dan menghilangkan agen penyebab. Namun pada beberapa keadaan
tidak dapat ditemukan agen penyebabnya dan keadaan ini disebut idiopatik. Beberapa
keadaan seperti ini diduga merupakan keadaan imunologis.21
Defisiensi sel darah putih mengakibatkan lebih mudahnya terkena infeksi. Aplasia
berat disertai pengurangan atau tidak adanya retikulosit jumlah granulosit yang kurang
dari 500/mm3 dan jumlah trombosit yang kurang dari 20.000 dapat mengakibatkan
kematian dan infeksi dan/atau perdarahan dalam beberapa minggu atau beberapa bulan.
Namun penderita yang lebih ringan dapat hidup bertahun- tahun. Pengobatan terutama
dipusatkan pada perawatan suportif sampai terjadi penyembuhan sumsum tulang. Karena
infeksi dan perdarahan yang disebabkan oleh defisiensi sel lain merupakan penyebab
utama kematian maka penting untuk mencegah perdarahan dan infeksi.14
Penderita anemia aplastik berusia muda yang terjadi secara sekunder akibat
kerusakan sel induk memberi respon yang baik terhadap tranplantasi sumsum tulang dari
donor yang cocok (saudara kandung dengan antigen leukosit manusia [HLA] yang
cocok). Pada kasus-kasus yang dianggap terjadi reaksi imunologis maka digunakan
globulin antitimosit (ATG) yang mengandung antibodi untuk melawan sel T manusia
untuk mendapatkan remisi sebagian. Terapi semacam ini dianjurkan untuk penderita yang
agak tua atau untuk penderita yang tidak mempunyai saudara kandung yang cocok.1
(1) Asupan besi yang tidak cukup misalnya pada bayi yang diberi makan susu belaka
sampai usia antara 12-24 bulan dan pada individu tertentu yang hanya memakan sayur-
sayuran saja.14
(3) Kehilangan darah yang menetap seperti pada perdarahan saluran cerna yang lambat
karena polip, neoplasma, gastritis varises esophagus, makan aspirin dan hemoroid.14
Selain tanda dan gejala yang ditunjukkan oleh anemia, penderita defisiensi besi
yang berat (besi plasma lebih kecil dari 40 mg/ 100 ml, Hb 6 sampai 7 g/100 ml)
mempunyai rambut yang rapuh dan halus serta kuku tipis, rata, mudah patah dan
sebenarnya berbentuk seperti sendok (koilonikia). Selain itu atropi papilla lidah
mengakibatkan lidah tampak pucat, licin, mengkilat, merah daging, dan meradang dan
sakit. Dapat juga timbul stomatitis angularis, pecah-pecah dengan kemerahan dan rasa
sakit di sudut-sudut mulut.20
Pemeriksaan darah menunjukkan jumlah sel darah merah normal atau hampir normal dan
kadar hemoglobin berkurang. Pada sediaan hapus darah perifer, eritrosit mikrositik dan
hipokrom disertain poikilositosis dan aniositosis. Jumlah retikulosit mungkin normal atau
berkurang. Kadar besi berkurang walaupun kapasitas meningkat besi serum meningkat.14
H. Anemia Megaloblastik
Kebutuhan minimal folat setiap hari kira-kira 50 mg mudah diperoleh dari diet
rata-rata. Sumber yang paling melimpah adalah daging merah (misalnya hati dan ginjal)
dan sayuran berdaun hijau yang segar. Tetapi cara menyiapkan makanan yang benar juga
diperlukan untuk menjamin jumlah gizi yang adekuat. Misalnya 50% sampai 90% folat
dapat hilang pada cara memasak yang memakai banyak air. Folat diabsorpsi dari
duodenum dan jejunum bagian atas, terikat pada protein plasma secara lemah dan
disimpan dalam hati. Tanpa adanya asupan folat persediaan folat biasanya akan habis
kira-kira dalam waktu 4 bulan. Selain gejala-gejala anemia yang sudah dijelaskan
penderita anemia megaloblastik sekunder karena defisiensi folat dapat tampak seperti
malnutrisi dan mengalami glositis berat (radang lidah disertai rasa sakit), diare dan
kehilangan nafsu makan. Kadar folat serum juga menurun (<4 mg/ml).16
2.1 Defnisi
Mioma adalah tumor jinak otot polos yang terdiri atas unsur-unsur
otot1, berupa sel-sel otot polos serta jaringan pengikat fibroid dan kolagen 2.
Neoplasma jinak ini berasal dari otot uterus dan jaringan ikat yang
2.2 Klasifikasi
Sarang mioma di uterus yang berasal dari serviks uterus hanya 1-3%,
sisanya berasal dari korpus uterus. Menurut letaknya, mioma dikenal sebagai3.
miometrium.
Jarang sekali ditemukan satu macam mioma saja dalam satu uterus. Mioma
pada serviks dapat menonjol ke dalam saluran serviks sehingga ostium uteri
eksternum berbentuk bulan sabit. Apabila mioma dibelah maka tampak bahwa
mioma terdiri atas berkas otot polos dan jaringan ikat yang tersusun seperti
konde/pusaran air (whorl like pattern), dengan pseudocapsule yang terdiri dari
jaringan ikat longgar yang terdesak karena pertumbuhan sarang mioma ini.
Pernah ditemukan 200 sarang mioma dalam satu uterus, namun biasanya
menars, dan jarang sekali mioma ditemukan pada wanita berumur 20 tahun3.
mioma karena kadar hormon ovarium yang dicurigai sebagai penyebab mioma
sarang mioma. Kejadian mioma uteri paling banyak ditemui pada umur 35-45
tahun, kurang lebih sebesar 25%3, dan sebesar 20-40% ditemukan pada wanita
yang berusia lebih dari 35 tahun 2. Mioma asimptomatik ditemui pada 40-50%
wanita berusia lebih dari 35 tahun8. Pertumbuhan mioma diperkirakan
memerlukan waktu 3 tahun agar dapat mencapai ukuran sebesar tinju, akan
mioma menjadi lisut, hanya 10% saja yang masih dapat tumbuh lebih lanjut. Di
yang dirawat3.
Mioma uteri ini lebih sering didapati pada wanita nulipara atau yang
kurang subur3. Faktor keturunan juga memegang peran. Selain itu, mioma uteri
juga lebih sering dijumpai pada wanita obese8. Perubahan sekunder pada
mioma uteri yang terjadi sebagian besar bersifat degenerasi. Hal ini oleh karena
Penyebab sebenarnya dari mioma uteri masih belum jelas6. Mioma uteri
patogenesa mioma uteri dibagi menjadi 2faktor yaitu inisiator dan promotor.
somatik dari myometrium normal dan interaksi kompleks dari hormon steroid
seks dan growth factor lokal. Mutasi somatik ini merupakan peristiwa awal
dalam proses pertumbuhan tumor2. Menurut Meyer asal mioma adalah sel
Mioma terdiri dari reseptor estrogen dengan konsentrasi yang lebih tinggi
dibanding endometrium2. Meyer dan De Snoo mengajukan teori Cell nest atau
permukaan maupun pada tempat lain dalam abdomen. Puukka dan kawan-
atau testosterone3. Di sisi lain ada pernyataan lain yang menyatakan bahwa
dari mioma padawanita muda namun mekanisme dan faktor pertumbuhan yang
gejala dari mioma uteri hanya terjadi pada 35 - 50% pasien2. Gejala yang
dikeluhkan sangat tergantung pada tempat sarang mioma ini berada (serviks,
yang terjadi3, serta jumlah mioma2. Gejala tersebut dapat digolongkan sebagai
berikut.
a. Perdarahan abnormal
sering terjadi dan paling penting (Fortner, Gibbs). Gejala ini terjadi pada
30% pasien dengan mioma uteri. Wanita dengan mioma uteri mungkin
akan mengalami siklus perdarahan haid yang teratur dan tidak teratur2.
b. Rasa nyeri
Rasa nyeri bukanlah gejala yang khas3. Nyeri dapat disebabkan oleh
karena degenerasi akibat oklusi vaskuler, infeksi, torsi dari mioma yang
subserosum2,9.
c. Gejala dan tanda penekanan
Gangguan ini tergantung dari besar dan tempat mioma uteri. Penekanan
d. Disfungsi reproduksi
2.6 Diagnosis
benjolan pada perut bagian bawah3. Hampir kebanyakan mioma uteri dapat
bila ukuran mioma yang besar. Diagnosa semakin jelas bila pada pemeriksaan
kadang-kala dapat teraba dengan jari yang masuk ke dalam kanalis servikalis,
2.7 Penatalaksanaan
uteri memerlukan pengobatan bedah, 55% dari semua mioma uteri tidak
Walaupun demikian mioma uteri memerlukan pengamatan setiap 6-12 bulan 11,
dan setiap 3-6 bulan untuk kasus yang dinilai lebih progresif 3. Pertumbuhan
mioma uteri dapat terhenti atau menjadi lisut setelah terjadi menopause.
ditimbulkan oleh mioma uteri2. Hal ini didasarkan atas pemikiran mioma
uterus terdiri atas sel-sel otot yang diperkirakan dipengaruhi oleh estrogen.
secara bermakna2.
b. Terapi pembedahan.
tuba.
histerektomi.
c. Miomektomi
d. Histerektomi
dari telor angsa dan tidak ada perlekatan dengan sekitarnya. Adanya
keluhan obstruksi pada traktus urinarius dan ukuran uterus sebesar usia
e. Radioterapi
penyembuhan yang lebih cepat dan angka morbiditas yang lebih rendah
a. Degenerasi ganas
rongga peritoneum3.
BAB III
ILUSTRASI KASUS
I. IDENTITAS
Nama : Ny. B
Usia : 42 tahun
Pekerjaan : IRT
49
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Alamat : Gunung Sahilan
RM : 177550
MRS : Sabtu, 29 Desember 2019 Jam 14.00 WIB
II. ANAMNESIS
Riwayat menstruasi
Pasien tidak ingat usia menarche, siklus menstruasi pasien teratur dengan
siklus 28 hari dan ketika menstruasi biasanya pasien mengganti pembalut
sampai 2 kali, pasien tidak pernah menderita perdarahan diluar siklus. Setiap
tahun pasien mengatakan mendapatkan haid secara teratur namun ketika
bulan Desember tahun 2018 dimana pasien mendapat haid dalam waktu lebih
lama (1-2 minggu) dengan jumlah yang lebih banyak hingga harus mengganti
pembalut 5-10 kali sehari dan pasien dirawat dirumah sakit selama 5 hari.
Pada saat menstruasi pasien tidak mengalami nyeri perut yang bermakna.
Riwayat pernikahan
50
Riwayat KB
Riwayat Berobat
Riwayat Alergi :
Pasien tidak mempunyai alergi terhadap obat-obatan dan makanan.
Riwayat Obstetri dan Ginekologi:
- Pasien sudah menikah 15 tahun yang lalu.
- Pasien tidak pernah menggunakan kontrasepsi.
- Pasien mengakui mendapatkan haid dengan teratur sebelumnya. Haid
pertama pasien lupa, ketika haid sedikit tidak nyeri, kadang-kadang
banyak kadang-kadang sedikit, teratur sebulan sekali, 6-7 hari.
Riwayat obstetri
- Tidak memiliki anak
Tanda Vital
51
- Tekanan darah : 110/70 mmHg
- Frekuensi nadi : 86 x/menit
- Frekuensi napas : 20 x/menit
- Suhu : 36,8oC
Abdomen :
Inspeksi : Abdomen tak tampak mengalami pembesaran, massa (-), tidak
ada tanda-tanda peradangan, bekas operasi (-).
Auskultasi : Bising usus (+).
Perkusi : Redup (+), undulasi (-).
Palpasi : Massa (-), BU (+)
52
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
53
54
2. Pemeriksaan Histopatologi/ kerokan kavum uteri.
Hematologi :
Golongan darah + rhesus : O RH(+)
Hemostasis :
Masa pembekuan (CT) : <15
Masa perdarahan (BT) : <5
Fusngsi Hati :
SGOT : 12 <40
SGPT :8 <42
Fungsi ginjal :
Creatinin : 12 0,5-1,4
Ureum :0,5 10-50
55
Glukosa darah :
Glukosa darah (Stick) : <=150
Urinalisa :
Warna : Kuning
Berat jenis : 1.20-1.1030
pH : 6,8-8,0
Leukosit : Negatif
Nitrit : Negatif
Protein : Negatif
Glukosa : Negatif
Keton : Negatif
Urobilinogen : Negatif
Bilirubin : Negatif
Eritrosit : Negatif
Sedimen : Negatif
56
Observasi keadaan umum pasien dan vital sign
Persiapkan transfusi PRC 4
Edukasi pasien dan keluarganya mengenai tindakan laparatomi
Inj ceftriaxome 1 gr ½ jam pre-op
VIII. TERAPI
IVFD Ringer Laktat 30 tpm
Transfusi PRC
Inj. Tranexamid Acid 3 x 1 gr
Cefotaxime 2x1 gr
Vit.C 2 x 1
Keterolac 3x1
X. POST OPERATIF
Subjektif :
- Nyeri bekas OP (+), Lemas , dan pusing
- Bercak darah dari kemaluan (+).
57
Tanda Vital
KU : Tampak sakit sedang
Kes : Composmentis
TD : 130/80 mmHg
Nadi : 86 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,5oC
Hematologi :
Golongan darah + rhesus :
Hemostasis :
Masa pembekuan (CT) : <15
Masa perdarahan (BT) : <5
Fusngsi Hati :
SGOT : <40
SGPT : <42
Fungsi ginjal :
Creatinin : 0,5-1,4
Ureum : 10-50
58
Glukosa darah :
Glukosa darah (Stick) : <=150
Urinalisa :
Warna : Kuning
Berat jenis : 1.20-1.1030
pH : 6,8-8,0
Leukosit : Negatif
Nitrit : Negatif
Protein : Negatif
Glukosa : Negatif
Keton : Negatif
Urobilinogen : Negatif
Bilirubin : Negatif
Eritrosit : Negatif
Sedimen : Negatif
Assesment :
Post Histerektomi a/i Mioma Uteri
Bed rest
- Monitoring vital sign, perdarahan
59
BAB IV
PEMBAHASAN
1.1 Diagnosis
Seorang pasien wanita 42 tahun datang dengan keluhan menstruasi
yang lama dan banyak sejak tanggal 2 tahun yang lalu. Darah yang
keluar adalah darah segar, dan tiap harinya pasien harus mengganti
pembalut 5-10 kali. Keluhan serupa pernah dialami pasien pada bulan
Agustus 2010 dan Januari 2011. Nyeri pada perut disangkal, BAK dan
BAB pasien normal. Riwayat menstruasi pasien dikatakan berubah
sejak dua tahun lalu, dimana menstruasinya dikatakan semakin banyak
dan lama hingga 1-2 minggu. Saat menstruasi yang dialami cukup
banyak, pasien akan mengalami penurunan nafsu makan. Riwayat
penyakit lain disangkal.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan tekanan darah yang rendah yaitu
100/70 mmHg dan Nadi yang cepat 98 kali/menit. Ini mengarah ke
keadaan pre-shock. Status general didapatkan anemis pada kedua mata,
yang menandakan pasien mengalami anemia. Dari pemeriksaan rectal
toucher, didapatkan uterus yang normal.
Pemeriksaan laboratorium didapatkan anemia sedang dengan
morfologi hipokromik mikrositer. Dari pemeriksaan USG tidak
ditemukan adanya massa pada uterus, adnexa maupun vagina.
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, dicurigai adanya perdarahan
uterus yang abnormal. Karena dari USG tidak ditemukan adanya
kelainan organik, maka kemungkinan besar pasien mengalami
perdarahan disfungsional dari uterus. Sehingga pasien didiagnosa
sebagai “Disfungsional Uterine Bleeding” + Anemia sedang
hipokromik mikrositer.
1.2 Faktor Predisposisi atau etiologi
Faktor penyebab perdarahan uterus abnormal tidak selalu diketahui
dengan pasti. Perdarahan disebabkan baik akibat faktor organik,
60
maupun faktor fungsional. Perdarahan uterus disfungsional paling
sering disebabkan oleh ketidakseimbangan hormon akibat dari korpus
luteum persistens, insufisiensi korpus luteum, apopleksia uteri, dan
kelainan darah.
1.3 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan utama pada pasien dengan perdarahan adalah
hentikan perdarahan. Obat yang dipilih untuk menghentikan
perdarahan pada kasus ini adalah asam traneksamat sebagai anti-
trombolitik, dan regumen (Norethisterone) yang membantu kerja
progesteron dalam menghentikan perdarahan.
Darah yang hilang diestimasi cukup banyak, terlihat dari tekanan
darah, nadi, dan kadar Hemoglobin yang tidak normal, sehingga perlu
dilakukan resusitasi cairan. Pada pasien ini, sudah dilakukan transfusi
darah, diusahakan agar Hb menjadi 10 gr/dL.
Dilatasi dan kuretase pada pasien ini tidak dianjurkan dalam
pembuatan diagnosis, mengingat keganasan pada usia pubertas sangat
jarang terjadi.
1.4 Prognosis
Prognosis pada pasien ini adalah dubius ad bonam, karena
kemungkinan keganasan kecil sekali, dan ada harapan bahwa lambat-
laun siklus haid menjadi normal.
61
BAB V
KESIMPULAN
62
terapi konservatif dapat dicoba sebagai tatalaksana sementara, seringkali
diperlukan histerektomi.
Perdarahan uterus abnormal merupakan salah satu alasan tersering bagi
wanita untuk mencari pengobatan medis. Pemeriksaan pasien secara rinci
diperlukan untuk menegakkan diagnosis dengan menyingkirkan penyakit organik.
Saat ini, diagnosis PUA tidak adekuat. Tersedia berbagai modalitas pengobatan
untuk PUA. Pengobatan utama yakni terapi medis dapat menghasilkan pemulihan
simptomatik tetapi keluaran jangka panjangnya tidak menggembirakan. Oleh
karena itu, ahli ginekologi harus selalu memberitahu pasien mengenai seluruh
aspek penatalaksanaan PUA.
63
DAFTAR PUSTAKA
64
10. Schorge JO, et al, e d. (2008). Williams Gynecology. United States: The
McGraw Hill Companies.
65
Desember 2014. Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado.
Journal e Clinic (eCI), Volume 4, No.1, Januari-Juni. 2016
23. Konsensus Tatalaksana Perdrahan Uterus Abnormal Karena Efek Samping
Kontrasepsi. Himpunan Endokrinologi Reproduksi dan Fertilitas Indonesia
(HIFERI) Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI)
66