Anda di halaman 1dari 33

Case report session

DISTOSIA

Oleh:

ZULHERMAN 1210311021

FAKHRY M FATHANIY 1210312081

Preseptor:

dr. Mutiara Islam, SpOG (K)

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RSUD PARIAMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2016
Daftar Isi.. i
Daftar Gambar.. ii
Daftar Tabel.. iii
BAB 1 PENDAHULUAN.. 1
1.1 Latar Belakang .. 1
1.2 Batasan Masalah 1
1.3 Tujuan Penulisan 2
1.4 Metode Penulisan ... 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .... 3
2.1 Definisi 3
2.2 Anatomi .. 3
2.2.1 Bagian Tulang .. 4
2.2.2 Bagian Lunak 10
2.3 Mekanisme Turunnya Kepala Janin 15
2.4 Epidemiologi 19
2.5 Etiologi dan Faktor Resiko 20
2.6 Diagnosis . 21
2.7 Penatalaksanaan 21
2.8 Komplikasi .. 24
BAB 3 PENUTUP.. 25
Daftar Pustaka

1
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Anatomi Panggul . 4


Gambar 2.2 Anatomi Tulang Pangggul 4
Gambar 2.3 Anatomi Pintu Atas Panggul (1) .. 6
Gambar 2.4 Anatomi Pintu Atas Panggul (2) .. 7
Gambar 2.5 Jenis Panggul 8
Gambar 2.6 Bidang Hodge .. 9
Gambar 2.7 Genitalia Interna Wanita .. 13
Gambar 2.8 Cardinal Movement .. 19
Gambar 2.9 Manuver McRobert ... 22
Gambar 2.10 Penekanan Suprapubis .. 22
Gambar 2.11 Manual Removal of Posterior Arm . 23

DAFTAR TABEL

2
Tabel 2.1 Resiko terjadi Distosia Bahu . 20

3
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Persalinan yang normal merupakan persalinan dengan presentasi belakang

kepala yang berlangsung spontan dalam 24 jam, tanpa menimbulkan kerusakan

yang berlebih pada ibu dan anak. Distosia merupakan persalinan sulit yang

ditandai dengan kemajuan persalinan yang lambat dan umumnya terjadi pada 25-

30% dari wanita nulipara. Sedangkan distosia bahu adalah suatu keadaan

diperlukannya maneuver obstetric oleh karena dengan tarikan biasa kearah

belakang pada kepala bayi tidak berhasil untuk melahirkan bayi. Insiden distosia

bahu sebesar 0,2-0,3% dari seluruh persalinan pervaginam dengan presentasi

kepala.1,2,3
Bayi cukup bulan umumnya memiliki ukuran bahu yang lebih lebar dari

kepalanya sehingga mempunyai resiko terjadi distosia bahu. Resiko akan

meningkat dengan bertambahnya perbedaan antara ukuran bahu dan kepala janin.

Selain itu, ibu dengan riwayat diabetes mellitus dan IMT >30 kg/m2 juga dapat

beresiko melahirkan bayi dengan distosia bahu. Berbagai maneuver dapat

dilakukan dalam menangani distosia bahu agar tidak terjadi komplikasi seperti

perdarahan pasca persalinan, fraktur klavikula, hipoksia janin, serta kematian

janin.1,2,3
1.2 Batasan Masalah
Makalah ini membahas tentang definisi, anatomi panggul, epidemiologi,

etiologi, diagnosis, penatalaksanaan serta komplikasi dari distosia bahu.

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui definisi, cara pencegahan dan

penatalaksanaan dari persalinan dengan distosia sekaligus sebagai syarat dalam

1
mengikuti kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Kebidanan dan Kandungan RSUD

Pariaman.

1.4 Metode Penulisan


Penulisan makalah ini disusun berdasarkan tinjauan kepustakaan yang

merujuk kepada beberapa literatur.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

2
Persalinan yang normal adalah persalinan dengan presentasi belakang

kepala yang berlangsung spontan dalam 24 jam, tanpa menimbulkan kerusakan

yang berlebih pada ibu dan anak. Distosia merupakan persalinan sulit yang

ditandai dengan kemajuan persalinan yang lambat. Sedangkan distosia bahu

adalah suatu keadaan diperlukannya maneuver obstetric oleh karena dengan

tarikan biasa kearah belakang pada kepala bayi tidak berhasil untuk melahirkan

bayi.1,2,3

Pada persalinan normal, ketika kepala dilahirkan, maka bahu akan

memasuki panggul dalam posisi obliq. Bahu posterior akan memasuki panggul

terlebih dahulu sebelum bahu anterior. Ketika kepala melakukan putaran paksi

luar, maka bahu posterior berada di cekungan tulang sacrum atau di sekitar spina

iskhiadika, dan memberikan ruang yang cukup bagi bahu anterior untuk

memasuki panggul melalui belakang tulang pubis atau berotasi dari foramen

obturator. Apabila bahu berada dalam posisi antero-posterior ketika hendak

memasuki pintu atas panggul, maka bahu posterior dapat tertahan promontorium

dan bahu anterior tertahan simpisis pubis. Dalam keadaan demikian, kepala yang

sudah lahir tidak dapat melakukan paksi luar dan tertahan akibat adanya tarikan

yang terjadi antara bahu posterior dengan kepala.1,3

2.2 Anatomi

Jalan lahir terbagi atas bagian tulang serta bagian lunak. Bagian tulang

terdiri atas sedangkan bagian lunak terdiri atas uterus, serviks uteri, vagina,

perineum, otot-otot, jaringan jaringan dan ligamen-ligamen yang berfungsi

menyokong alat-alat urogenitalis.1

3
Gambar 2.1 Anatomi panggul4

2.2.1 Bagian Tulang

Struktur tulang panggul terdiri atas Os.Coxae (Os.Ilium, Os.Ischium, dan

Os.Pubis), Os.Sacrum, serta Os.Coccigeus.5

Gambar 2.2 Anatomi Tulang Panggul5

A. Pintu Atas Panggul


Pintu atas panggul (pelvic inlet) merupakan suatu bidang yang dibentuk

oleh promontorium, linea innominata, dan pinggir atas simfisis. Terdapat 3

4
diameter pada pintu atas panggul, yaitu diameter anteroposterior, diameter

transversa dan diameter oblikua.1,4,6


a. Diameter Anteroposterior
Konjugata vera adalah panjang jarak dari pinggir atas simpfisis hingga ke

promontorium. Konjugata vera diukur dengan memasukan jari tengah dan

telunjuk ke dalam vagina untuk meraba promontorium. Jarak bagian bawah dari

simfisis sampai ke promontorium dikenal sebagai konjugata diagonalis. Panjang

konjugata vera dapat dihitung dengan cara mengurangi panjang konjugata

diagonalis dengan 1,5 cm. Apabila promontorium dapat diraba, maka konjugata

diagonalis dapat diukur, yaitu sepanjang jarak antara hujung jari kita yang meraba

sampai ke batas pinggir bawah simfisis. Biasanya konjugata vera berukuran 11,5

cm atau lebih.6
Konjugata obstetrik merupakan jarak minimum anteroposterior (AP) bagi

pintu atas panggul. Jaraknya ialah dari tengah simfisis bagian dalam

(posterosuperior margin) ke tengah sacral promontorium. Konjugata obstetrika ini

adalah jarak tetap paling sempit (narrowest fixed distance) yang masih

membolehkan kepala janin melewatinya untuk memastikan kelahiran pervaginam.

Namun, jarak ini tidak dapat diukur secara pemeriksaan dalam karena adanya

vesica urinaria.6

5
Gambar 2.3 Anatomi Pintu Atas Panggul (1)5
b. Diameter Transversa
Diameter transversa ialah jarak terjauh garis melintang pada pintu-atas

panggul. Jaraknya lebih kurang 12,5 13 cm.6


c. Diameter Oblik
Garis dari artikulasia sacro-ilica ke titik persekutuan antara diameter

transversa dan konjugata obstetrik dan diteruskan ke linea innominata

(terminalis). Diameter ini sepanjang lebih kurang 13 cm.6

6
Gambar 2.4 anatomi pintu atas panggul (2)4
Ketiga diameter tersebut tidak selalu sama pada setiap individu.Caldwell-

Molay mengklasifikasikannya menjadi empat tipe panggul/pelvis.1,4,6


1) Pelvis Ginekoid : panggul paling baik untuk perempuan. Bentuk pintu-atas

panggul hampir bulat (transverse ellips). Panjang diameter anteroposterior

kira-kira sama dengan diameter transversa. Jenis ini ditemukan pada 45%

perempuan.
2) Pelvis Android : bentuk pintu atas panggul hampir segi tiga. Umumnya pada

pria. Panjang antero-posterior hampir sama dengan diameter transversa.

Diameter transversal mendekati sacrum. Bagian belakang pendek dan gepeng,

sedangkan bagian depannya menyempit ke depan. Jenis ini ditemukan pada

15% perempuan. Pada wanita dengan panggul seperti ini akan mengalami

kesulitan untuk melahirkan janin secara pervaginam.


3) Pelvis Antropoid : bentuk pintu atas panggul agak lonjong, seperti telur

(Anteroposterior ellips). Seperti panggul ginekoid yang diputar 900. Panjang

7
diameter antero-posterior lebih besar daripada diameter transversa. Jenis ini

ditemukan pada 35% perempuan.


4) Pelvis Platipelloid : sebenarnya merupakan jenis ginekoid yang menyempit

pada arah antero-posterior. Ukuran transversa jauh lebih besar daripada ukuran

antero-posterior. Jenis ini ditemukan pada 5% perempuan.

Gambar 2.5 Jenis panggul.4


B. Ruang Panggul ( Pelvic Cavity )
Distansia interspinarum adalah jarak penyempitan (narrowest part of pelvic

canal) di panggul tengah setinggi spina ishiadica. Bagian paling sempit dari jalan

lahir ini juga menentukan apakah kepala janin bisa melewatinya atau tidak.

Namun, ia bukanlah jarak yang tetap (fixed distance), karena terjadi relaksasi dari

ligamentum-ligamentum pelvis dan peningkatan mobilitas dari persendian pelvis

saat kehamilan.4
Didalam ruang panggul, terdapat bidang-bidang Hodge yang digunakan

untuk menentukan sampai di manakah bagian terendah janin turun dalam panggul

saat persalinan.1
1. Hodge I : Bidang datar yang melalui bagian atas simfisis dan promontorium.

Dibentuk pada lingkaran pintu atas panggul.

8
2. Hodge II : Bidang yang sejajar dengan bidang Hodge I terletak setinggi bagian

bawah simfisis.
3. Hodge III : Bidang yang sejajar dengan Hodge I dan Hodge II, terletak setinggi

spina ischiadica kanan dan kiri. Disebut juga bidang O. Kepala yang berada di

atas 1 cm disebut ( -1) atau sebaliknya.


4. Hodge IV : Bidang yang sejajar dengan bidang Hodge I,II, dan III, terletak

setinggi os coccygis.

Gambar 2.6 bidang Hodge.6


C. Pintu Bawah Panggul (Pelvic Outlet)
Pintu bawah panggul bukan merupakan suatu bidang datar, tetapi tersusun

atas 2 bidang datar yang masing masing berbentuk segitiga, yaitu bidang yang

dibentuk oleh garis antara kedua buah tuber os iskii dengan ujung os sacrum dan

segitga lainnya yang alasnya juga garis antara kedua tuber os iskii dengan bagian

bawah simfisis. Pinggir bawah simfisis berbentuk lengkuk ke bawah dan

merupakan sudut disebut arkus pubis. Dalam keadaan normal besar sudutnya

90 atau lebih sedikit. Bila kurang dari 90 maka kepala janin akan lebih sulit

dilahirkan karena memerlukan tempat lebih banyak ke aral dorsal ( ke arah anus ).

Jarak antara kedua tuber os iskii ( distansia tuberum ) juga merupakan ukuran

pintu bawah panggul yang penting.6

9
2.2.2 Bagian Lunak

A. Uterus
Uterus berbentuk seperti buah avokad atau buar pir yang sedikit gepeng ke

arah anterior posterior. Ukurannya sebesar telur ayam dan mempunyai rongga.

Dindingnya terdiri dari otot-otot polos. Ukuran panjang uterus adalah 7- 7,5 cm ,

lebar di atas 5,25 cm, tebal 2,5 cm dan tebal dinding 1,25 cm. Letak uterus yang

fisiologis adalah anteversiofleksio (serviks ke depan dan membentuk sudut

dengan vagina, sedangkan korpus uteri ke depan dan membentuk sudut dengan

serviks uteri.1,6
Uterus terdiri atas fundus uteri, korpus uteri dan serviks uteri. Fundus uteri

adalah bagian uteri proksimal ; di situ kedua tuba Fallopi masuk ke uterus. Dalam

klinis, penting untuk diketahui sampai di mana fundus uteri berada, oleh karena

tuanya kehamilan dapat diperkirakan dengan perabaan pada fundus uteri. Korpus

uteri adalah bagian uterus yang terbesar. Pada kehamilan bagian ini mempunyai

fungsi utama sebagai tempat janin berkembang. Rongga yang terdapat di korpus

uteri disebut kavum uteri (rongga rahim. Serviks uteri, terdiri atas ; pars vaginalis

servisis uteri yang dinamakan portio dan pars supravaginalis servisis uteri yaitu

bagian serviks yang berada di atas vagina.1,4,6


a. Ligamentum penyokong Uterus
Uterus sebenarnya terapung-apung dalam rongga pelvis, tetapi terfiksasi

dengan baik oleh jaringan ikat dan ligamentum yang menyokongnya.6


Lig.Kardinal (Mackenrodt) kiri dan kanan, ligamen yang penting yang

mencegah uterus tidak turun.


Lig. Sacro-uterina kiri dan kanan, yakni ligamentum yang menahan uterus

supaya tidak banyak bergerak. Berjalan dari serviks bagian belakang kiri

dan kanan ke arah os sakrum kiri dan kanan.


Lig.Rotundum kiri dan kanan. Ligamentum yang menahan uterus dalam

antefleksi. Berjalan dari sudut fundus uteri kiri dan kanan, ke daerah

10
inguinal kiri dan kanan. Pada kehamilan kadang terasa sakit di daerah

inguinal waktu berdiri cepat, karena uterus berkontraksi kuat dan

lig.Rotundum menjadi kencang serta mengadakan tarikan pada daerah

inguinal. Pada persalinan pun teraba kencang dan terasa sakit bila dipegang.
Lig.Latum kiri dan kanan.Ligamentum yang meliputi tuba, berjalan dari

uterus ke arah lateral. Tidak banyak jaringan ikat. Kurang arti dalam

memfiksasi uterus
Lig.Infundibulo-pelvikum kiri dan kanan.Ligamentum yang menahan tuba

Fallopii. Berjalan ke arah infundibulum ke dinding pelvis.


b. Pendarahan
Uterus diberi darah oleh arteria uterina kiri dan kanan yang terdiri atas

ramus asendens dan ramus desendens. Pembuluh darah ini berasal dari arteria

iliaka interna (a.Hipogastrika) yang melalui dasr lig.Latum masuk ke dalam uterus

di daerah serviks.1
Kadang dalam persalinan terjadi perdarahan banyak oleh karena robekan

serviks ke lateral sampai mengenai cabang-cabang arteria Uterina. Robekan ini

disebabkan antara lain oleh pimpinan persalinan yang salah, persalinan dengan

alat (Forseps) yang tidak dilakukan dengan cermat. Pembuluh darah lain yang

memberi darah ke uterus ialah arteria Ovarika kiri dan kanan.1,6


c. Persarafan
Inervasi uterus terutama terdiri atas sistem saraf simpatetik dan untuk

sebagian terdiri atas parasimpatetik. Sistem parasimpatetik berada dalam panggul

sebelah kiri dan kanan os sacrum, berasal dari saraf sacral 2,3 dan 4 yang

selanjutnya memasuki pleksus Frankenhauser. Sistem simpatik masuk ke rongga

panggul sebagai pleksus hipogastrikus melalui bifurkasio aorta dan promontorium

terus ke bawah menuju pleksus Frankenhauser. Kedua-dua sistem simpatik dan

parasimpatik mengandung unsur motorik dan sensorik. Kedua sistem bekerja

antagonistik. Saraf simpatik menimbulkan kontraksi dan vasokonstriksi,

11
sedangkan yang parasimpatik sebaliknya, mencegah kontraksi dan menimbulkan

vasodilatasi.

Gambar 2.7 Genitalia interna wanita 4


B. Vagina
Vagina adalah saluran musculomembran (panjang 7-9 cm), kepanjangan

dari serviks uteri ke arah vestibulum, celah di antara labia minora yang di situ

terdapatnya vagina, orificium uretra eksterna dan pembukaan dari 2 glandula

vestibular.1
a. Pendarahan
Pembuluh darah yang mengantar darah kepada superior vagina berasal dari

arteria uterina. Arteri Vaginalis yang memasok darah kepada bagian tengah dan

bagian vagina lainnya berasal dari arteri rectalis media dan arteri pudenda interna.
Vena Vaginalis membentuk plexus venosus vaginalis pada sisi-sisi vagina

dan dalam membran mukosa vagina. Vena-vena ini mencurahkan isinya ke dalam

vena iliaca interna dan berhubungan dengan plexus venosus vesicalis, plexus

uterina dan plexus rectalis


b. Persarafan
Saraf-saraf vagina berasal dari plexus uterovaginalis yang terletak antara

kedua lembar ligamentum latum uteri bersama arteria uterina.

12
C. Perineum
Perineum adalah daerah yang sempit, yaitu daerah antara vagina dan anus.

Pada posisi anatomis, perineum adalah adalah bagian proksimal kedua-dua paha,

namun jika kedua paha terkangkang, perineum merupakan daerah berbentuk belah

ketupat yang meluas dari symphisis pubis di sebelah ventral ke tuber ischiadicum

di sebelah lateral dan ujung os coccygis di sebelah dorsal.1


Bangunan yang membatasi perineum ialah;
Simfisis pubis (anterior)
Ramus inferior pubic dan ramus ischial (anterolateral)
Tuberositas ischiadicum (lateral)
Ligamentum sacrotuberale (posterolateral)
Sacrum bagian paling inferior dan coccyx (posterior)
Pada perineum wanita, vagina menembus diafragma urogenitale, dan

urethra terdapat dalam dinding ventral vagina. Fascia perinei superficialis terdiri

dari satu lapis yang mengandung jaringan lemak dan satu lapis profunda yang

berupa selaput jaringan ikat subkutan. Kedua lapis ini bersatu pada labium

mayora pudendi. Lapis yang berupa selaput ke arah medial melekat pada

symphisis pubis dan ke arah lateral pada corpus ossis pubis.6

2.3 Mekanisme Turunnya Kepala Janin

Turunnya kepala janin terjadi pada kala II dimana terjadi pengeluaran janin.

Selama proses persalinan, janin melakukan serangkaian gerakan untuk melewati

panggul (cardinal movements of labor). Gerakan-gerakan tersebut terjadi pada

presentasi kepala dan presentasi bokong. Gerakan-gerakan tersebut menyebabkan

janin dapat mengatasi rintangan jalan lahir dengan baik sehingga dapat terjadi

persalinan per vaginam secara spontan.


1. Engagement

13
Suatu keadaan dimana diameter biparietal sudah melewati pintu atas

panggul. Pada 70% kasus, kepala masuk pintu atas panggul ibu pada panggul

jenis ginekoid dengan oksiput melintang (tranversal). Proses engagemen kedalam

pintu atas panggul dapat melalui proses normal sinklitismus, asinklitismus

anterior dan asinklitismus posterior6 :

o Normal sinklitismus : Sutura sagitalis tepat diantara simfisis pubis dan

sacrum.
o Asinklitismus anterior : Sutura sagitalis lebih dekat kearah sacrum.
o Asinklitismus posterior: Sutura sagitalis lebih dekat kearah simfisis

pubis(parietal bone presentasion


2. Fleksi
Gerakan fleksi terjadi akibat adanya tahanan servik, dinding panggul dan

otot dasar panggul. Fleksi kepala diperlukan agar dapat terjadi engagemen dan

desensus. Bila terdapat kesempitan panggul, dapat terjadi ekstensi kepala

sehingga terjadi letak defleksi (presentasi dahi, presentasi muka).6

3. Desensus
Pada nulipara, engagemen terjadi sebelum inpartu dan tidak berlanjut

sampai awal kala II; pada multipara desensus berlangsung bersamaan dengan

dilatasi servik.
Penyebab terjadinya desensus :
1. Tekanan cairan amnion
2. Tekanan langsung oleh fundus uteri pada bokong
3. Usaha meneran ibu
4. Gerakan ekstensi tubuh janin (tubuh janin menjadi lurus)
Faktor lain yang menentukan terjadinya desensus adalah :
Ukuran dan bentuk panggul
Posisi bagian terendah janin
Semakin besar tahanan tulang panggul atau adanya kesempitan panggul

akan menyebabkan desensus berlangsung lambat. Desensus berlangsung terus

sampai janin lahir.6


4. Putar Paksi Dalam (Internal Rotation)

14
Bersama dengan gerakan desensus, bagian terendah janin mengalami putar

paksi dalam pada level setinggi spina ischiadica (bidang tengah panggul). Kepala

berputar dari posisi tranversal menjadi posisi anterior (kadang-kadang kearah

posterior). Putar paksi dalam berakhir setelah kepala mencapai dasar panggul.6
5. Ekstensi
Aksis jalan lahir mengarah kedepan atas, maka gerakan ekstensi kepala

harus terjadi sebelum dapat melewati pintu bawah panggul. Akibat proses

desensus lebih lanjut, perineum menjadi teregang dan diikuti dengancrowning

Pada saat itu persalinan spontan akan segera terjadi dan penolong persalinan

melakukan tindakan dengan perasat Ritgen untuk mencegah kerusakan perineum

yang luas dengan jalan mengendalikan persalinan kepala janin. Episiotomi tidak

dikerjakan secara rutin akan tetapi hanya pada keadaan tertentu. Proses ekstensi

berlanjut dan seluruh bagian kepala janin lahir. Setelah kepala lahir, muka janin

dibersihkan dan jalan nafas dibebaskan dari darah dan cairan amnion. Mulut

dibersihkan terlebih dahulu sebelum melakukan pembersihan hidung. Setelah

jalan nafas bersih, dilakukan pemeriksaan adanya lilitan talipusat sekitar leher

dengan jari telunjuk. Lilitan talipusat yang terjadi harus dibebaskan terlebih

dahulu. Bila lilitan talipusat terlalu erat dapat dilakukan pemotongan diantara 2

buah klem.6
6. Putar Paksi Luar (External Rotation)
Setelah kepala lahir, terjadi putar paksi luar (restitusi) yang menyebabkan

posisi kepala kembali pada posisi saat engagemen terjadi dalam jalan lahir.

Setelah putar paksi luar kepala, bahu mengalami desensus kedalam panggul

dengan cara seperti yang terjadi pada desensus kepala. Bahu anterior akan

mengalami putar paksi dalam sejauh 450 menuju arcus pubis sebelum dapat lahir

dibawah simfisis. Persalinan bahu depan dibantu dengan tarikan curam bawah

15
pada samping kepala janin . Setelah bahu depan lahir, dilakukan traksi curam atas

untuk melahirkan bahu posterior. Traksi untuk melahirkan bahu harus dilakukan

secara hati-hati untuk menghindari cedera pada pleksus brachialis. Setelah

persalinan kepala dan bahu, persalinan selanjutnya berlangsung pada sisa bagian

tubuh janin dengan melakukan traksi pada bahu janin. Setelah kelahiran janin,

terjadi pengaliran darah plasenta pada neonatus bila tubuh anak diletakkan

dibawah introitus vagina.6


Penundaan yang terlampau lama pemasangan klem pada talipusat dapat

mengakibatkan terjadinya hiperbilirubinemia neonatal akibat aliran darah

plasenta tersebut. Sebaiknya neonatus diletakkan diatas perut ibu dan pemasangan

dua buah klem talipusat dilakukan dalam waktu sekitar 15 20 detik setelah bayi

lahir dan kemudian baru dilakukan pemotongan talipusat diantara kedua klem.6
7. Ekspulsi
Hampir segera setelah putaran paksi luar, bahu anterior muncul dibawah

simfisis pubis, dam perineum segera mengalami pereganggan oleh bahu posterior.

Setelah bahu keluar, bagian tubuh janin lainnya dengan cepat lahir.

16
Gambar 2.8 Cardinal Movement

2.4 Epidemiologi

Di Amerika Serikat pada tahun 2003, terdapat lebih dari 50% kelahiran

dengan seksio sesarian yang disebabkan oleh distosia. Distosia terjadi pada 20-

30% wanita nulipara dan dua dari tiga wanita tersebut menjalani operasi cesarian.

Faktor risiko distosia pada nulli para diantaranya anxietas, UUK letak belakang,

17
kepala janin membengkak, dan diameter transversal 9.6 cm. Insiden distosia

bahu sebesar 0,2-0,3% dari seluruh persalinan pervaginam dengan presentasi

kepala. Namun bila distosia bahu didefinisikan sebagai jarak waktu antara

lahirnya kepala dengan lahirnya badan lebih dari 60 detik, maka insidensinya

menjadi 11%. 3,7,8

2.5 Etiologi dan Faktor Resiko

Bayi cukup bulan umumnya memiliki ukuran bahu yang lebih lebar dari

kepalanya sehingga mempunyai resiko terjadi distosia bahu. Resiko akan

meningkat dengan bertambahnya perbedaan antara ukuran bahu dan kepala janin,

salah satunya adalah makrosomnia. Selain itu, sangatlah penting untuk selalu

mewaspadai terjadinya distosia bahu pada persalinan berisiko. Faktor risiko yang

harus di waspadai adalah2,3:

Tabel 2.1 Resiko terjadi Distosia Bahu2


Antepartum Intrapartum
Riwayat distosia bahu sebelumnya Kala I persalinan memanjang
Makrosomia >4500 g Secondary arrest
Diabetes mellitus Kala II persalinan memanjang
IMT >30 kg/m2 Augmentasi oksitosin
Induksi persalinan Persalinan pervaginam yang
Ditolong

Upaya pencegahan distosia bahu dan cedera akibat distosia dapat dilakukan

dengan cara:

1. Tawarkan persalinan elektif dengan induksi maupun seksio

sesarea pada ibu dengan diabetes yang usia kehamilannya mencapai 38

minggu dan bayinya tumbuh normal, atau pada ibu dengan persalinan

pervaginam beresiko tinggi

18
2. Identifikasi dan obati diabetes pada ibu.
3. Selalu bersiap bila sewaktu-waktu terjadi distosia bahu.
4. Kenali adanya distosia seawal mungkin. Upaya mengejan,

menekan suprapubis atau fundus, dan traksi berpotensi meningkatkan risiko

cedera pada janin.2,3

2.6 Diagnosis

Penolong harus mengamati persalinan dan segera mengenali adanya distosia bahu

bila didapatkan:

Kepala bayi sudah lahir, tetapi bahu tertahan dan tidak dapat dilahirkan
Kepala bagi sudah lahir, tetapi tidak terjadi putaran paksi luar
Kepala bayi tetap melekat erat di vulva atau bahkan tertarik kembali

(turtle sign)2,3

2.7 Penatalaksanaan2,3

A. Tatalaksana Umum

1. Minta bantuan tenaga kesehatan lain, untuk menolong persalinan dan

resusitasi neonatus bila diperlukan. Bersiaplah juga untuk kemungkinan

perdarahan pascasalin atau robekan perineum setelah tatalaksana.


2. Lakukan manuver McRobert. Dalam posisi ibu berbaring telentang,

mintalah ia untuk menekuk kedua tungkainya dan mendekatkan lututnya

sejauh mungkin ke arah dadanya. Mintalah bantuan 2 orang asisten untuk

menekan fleksi kedua lutut ibu ke arah dada.


3. Mintalah salah seorang asisten untuk melakukan tekanan secara simultan

ke arah lateral bawah pada daerah suprasimfisis untuk membantu

persalinan bahu. Jangan melakukan penekanan pada daerah fundus.

19
Gambar 2.9 Manuver McRobert2
4. Dengan memakai sarung tangan yang telah didisinfeksi tingkat tinggi,

lakukan tarikan yang mantap dan terus menerus ke arah aksial (searah

tulang punggung janin) pada kepala janin untuk menggerakkan bahu

depan di bawah simfisis pubis.

Gambar 2.10 Penekanan Suprapubis2

b. Tatalaksana Khusus

Jika bahu masih belum dapat dilahirkan:

20
Buatlah episiotomi untuk memberi ruangan yang cukup untuk

memudahkan manuver internal.


Pakailah sarung tangan yang telah didisinfeksi tingkat tinggi, masukkan

tangan ke dalam vagina pada sisi punggung bayi.


Lakukan penekanan di sisi posterior pada bahu posterior untuk

mengadduksikan bahu dan mengecilkan diameter bahu (Manuver Rubin).


Rotasikan bahu ke diameter oblik untuk membebaskan distosia bahu.
Jika diperlukan, lakukan juga penekanan pada sisi posterior bahu anterior

dan rotasikan bahu ke diameter oblik (Manuver Woodscrew)

Jika bahu masih belum dapat dilahirkan setelah dilakukan tindakan di atas:

Masukkan tangan ke dalam vagina.


Raih humerus dari lengan posterior, kemudian sembari menjaga lengan

tetap fleksi pada siku, pindahkan lengan ke arah dada. Raih pergelangan

tangan bayi dan tarik lurus ke arah vagina. Manuver ini akan memberikan

ruangan untuk bahu anterior agar dapat melewati bawah simfisis pubis

(Manual Removal of Posterior Arm).

Gambar 2.11 Manual Removal of Posterior Arm2

Jika semua tindakan di atas tetap tidak dapat melahirkan bahu, terdapat manuver-

manuver lain yang dapat dilakukan, misalnya kleidotomi, simfisiotomi, metode

sling atau manuver Zavanelli. Namun maneuver-manuver ini hanya boleh

dikerjakan oleh tenaga terlatih.2

21
2.8 Komplikasi

A. Komplikasi Maternal

Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu adalah perdarahan pasca persalinan.

Biasanya hal ini terjadi akibat atonia uteri, namun dapat juga akibat laserasi

vagina dan serviks. Selain perdarahan pervaginam juga dapat terjadi fistula

rectovaginal, robekan perineum derajat III atau IV, serta ruptur uteri1

B. Komplikasi Fetal

Komplikasi yang dapat terjadi pada bayi adalah Brachial plexus palsy, fraktur

klavikula, fraktur humerus, hipoksia janin (dengan atau tanpa kerusakan

neurologis permanen), serta serta kematian janin1

BAB 3

LAPORAN KASUS

Nama : Ny. Y
Umur : 40 th
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Suku : Minang
Alamat : Sei Sariak
No MR : 111975

ANAMNESIS

Seorang pasien wanita usia 40 tahun, datang ke KB IGD RSUD Pariaman tanggal

29 Desember 2016 pukul 16.00 WIB G5P4A0H4 dengan nyeri pinggang menjalar

ke ari-ari sejak 24 jam sebelum masuk RS.

Keluhan Utama :

Nyeri pinggang menjalar ke ari-ari sejak 24 jam sebelum masuk RS.

22
Riwayat Penyakit Sekarang :

- Nyeri pinggang menjalar ke ari-ari sejak 24 jam sebelum masuk RS. Semakin

lama dirasa semakin kuat.


- Keluar lendir bercampur darah dari kemaluan ada.
- Keluar air-air banyak dari kemaluan sejak 5 jam sebelum masuk rumah sakit.
- Keluar darah yang banyak dari kemaluan tidak ada
- Tidak haid sejak 9 bulan yang lalu
- HPHT 29-03-2016 TP 5-1-2016
- Gerak anak dirasakan sejak usia kehamilan 4 bulan
- Riwayat hamil muda : mual ada, muntah ada, perdarahan tidak ada
- ANC teratur ke bidan
- Riwayat hamil tua : mual ada, muntah ada, perdarahan tidak ada
- Riwayat mentruasi : menarche usia 13 tahun, siklus teratur 1x sebulan selama 4-5

hari, jumlah normal ganti duk 4-5x per hari, nyeri haid tidak ada.

Riwayat Kehamilan/ Persalinan/ Abortus : 5/4/0

- Ini merupakan kehamilan kelima


- Anak pertama lahir spontan dengan bidan tahun 2001 dengan BB 2800 gram
- Anak kedua lahir spontan dengan bidan tahun 2006 dengan BB 3000 gram
- Anak ketiga lahir spontan di rumah sakit tahun 2009 dengan BB 3500 gram
- Anak kempata lahir spontan di rumah sakit tahun 2012 dengan BB 3300 gram
- Riwayat pemakaian kontrasepsi sebelumnya tidak ada.

Riwayat Penyakit Dahulu :

- Tidak pernah menderita penyakit hipertensi, hati, ginjal, paru, diabetes

melitus.
- Riwayat alergi tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga :

- Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit keturunan, penyakit

menular dan penyakit kejiwaan.


Riwayat Perkawinan, Pekerjaan, Sosial Ekonomi, Kejiwaan dan Kebiasaan

(Termasuk Riwayat Imunisasi Tumbuh Kembang) :


- Riwayat perkawinan 1 x tahun 2000. Ini merupakan pernikahan yang pertama

23
- Riwayat pekerjaan : pasien seorang ibu rumah tangga
- Riwayat imunisasi TT : pernah 2x selama kehamilan
- Riwayat kebiasaan : minum alkohol (-), narkoba (-), merokok (-)

Riwayat Keluhan Medis Selama Kehamilan :

Riwayat kaki bengkak, tensi tinggi, dan mata kabur selama kehamilan tidak ada.
Riwayat mual selama kehamilan tidak ada.
Riwayat konstipasi, nyeri saat BAK, nyeri punggung, varises, hemoroid, air liur

berlebihan, nyeri kepala, nyeri ulu hati dan keputihan selama kehamilan tidak ada.
Riwayat kelelahan selama kehamilan tidak ada.

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : Sedang Suhu : 36,7 0 C

Kesadaran : Komposmentis kooperatif Berat badan : 71 Kg


Tekanan darah : 160/97 mmHg Tinggi badan : 153 cm

Nadi : 92 x/menit Gizi : baik

Nafas : 22 x/menit LILA :-

Edema : tidak ada Anemis : tidak ada

Ikterik : tidak ada Sianosis : tidak ada

Status Generalis:

Kulit : Turgor kulit baik

Kelenjar Getah Bening: Tidak ditemukan pembesaran KGB

Kepala : Normocephal

24
Rambut : Hitam, tidak mudah rontok

Mata : Sklera ikterik tidak ada, konjungtiva tidak anemis

Telinga : Tidak ditemukan kelainan

Hidung : Tidak ditemukan kelainan

Tenggorokan : Tidak ditemukan kelainan

Gigi dan mulut : Karies (-)

Leher : Tiroid tidak membesar, JVP 5 -2 cm H2O

Thorax : Paru :I : Simetris kiri = kanan

P : Fremitus kiri = kanan

Pk : Sonor
A : Vesikuler +/+, Rh (-), Wh (-)
Jantung : I : Iktus tak terlihat
P : Iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V, kuat angkat
Pk: Batas jantung : kiri 1 jari medial LMCS RIC V,
Kanan LSD, Atas RIC II
A : Irama teratur , M1 > M2, bising (-)
Abdomen : Status obstetrikus
Genitalia : Status obstetrikus
Punggung : Tidak ditemukan kelainan
Anus : Tidak ditemukan kelainan
Ekstremitas : Edema -/- , refleks fisiologis +/+, refleks patologis -/-

Status Obstretikus:

Muka : Kloasma gravidarum (-)


Mammae : Membesar, tegang, areola dan papilla hiperpigmentasi
Abdomen :

25
Inspeksi : tampak membuncit sesuai dengan kehamilan aterm, linea

mediana hiperpigmentasi, striae gravidarum (+), sikatrik

bekas operasi kista (+)


Palpasi : Fundus uteri teraba 2 jari di bawah prosesus xhypoideus
L I : teraba massa noduler, lunak, tidak melenting
L II : teraba tahanan terbesar di sebelah kiri ibu, teraba

bagian-bagian kecil di sebelah kanan ibu


L III : teraba bagian terbawah janin bulat, keras,

melenting, terfiksir
L IV : difergen
TFU : 37 cm, TBBJ : 4030 gram
HIS : (-)
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi: Bising usus (+) normal
DJJ : 145-150 x/ menit

Genitalia :
Inspeksi : Vulva dan uretra tenang, perdarahan pervaginam tidak ada
VT : 3 cm, portio tipis, ketuban (-)

DIAGNOSIS KERJA

- G5P4A0H4 gravid aterm 40-41 minggu + PEB +KPD


- Janin hidup tunggal intrauterin presentasi kepala

RENCANA PEMERIKSAAN

- Laboratorium darah lengkap

HASIL PEMERIKSAAN

Laboratorium hematologi
- Hemoglobin : 10,7 g/dl
- Leukosit : 13.500/mm3
- Hematokrit : 39%
- Trombosit : 252.000/mm3
- GDR : 93 mg/dL
- PT : 10,6 detik
- APTT : 32,5 detik

26
DIAGNOSIS
- G5P4A0H4 gravid aterm 40-41 minggu + PEB +KPD
- Janin hidup tunggal intrauterin presentasi kepala
-

PENATALAKSANAAN

Kontrol keadaan umum, vital sign, DJJ.


Informed consent
Induksi oxytocin
IVFD RL 20 tpm
Pasang kateter urin

RENCANA TERAPI

Persalinan dibantu dengan Vacuum Ekstraksi

Follow up : 29/12/2016 (19.45 wib)

Lahir bayi perempuan dibantu dengan Vacuum Ekstraksi

BB : 4400 gram
PB : 51 cm
A/S : 8/9
Plasenta lahir dengan tarikan ringan pada tali pusat. Tali pusat lengkap 1

buah, berat 500gram, ukuran 17x17x3cm, panjang tali pusat 50cm.


A/ P5A0H5 post Vakum Ekstraksi a.i PEB +KPD
P/ Kontrol KU, VS, His, PPV
Th/ IVFD RL + MgSo4 20 tpm
Amoxicillin 3 x 500mg
Metildopa 3 x 250 mg
Vitamin C 2x50mg
SF 2x300 mg

Bab 4

Diskusi

27
Distosia bahu merupakan suatu keadaan diperlukannya maneuver obstetric

oleh karena dengan tarikan biasa kearah belakang pada kepala bayi tidak berhasil

untuk melahirkan bayi. Distosia bahu terjadi sebesar 0,2-0,3% dari seluruh

persalinan pervaginam dengan presentasi kepala.


Bayi cukup bulan umumnya memiliki ukuran bahu yang lebih lebar dari

kepalanya sehingga mempunyai resiko terjadi distosia bahu. Resiko akan

meningkat dengan bertambahnya perbedaan antara ukuran bahu dan kepala janin.

Selain itu, ibu dengan riwayat diabetes mellitus dan IMT >30 kg/m2 juga dapat

beresiko melahirkan bayi dengan distosia bahu.


Pada kasus, pasien memiliki faktor resiko untuk terjadinya distosia bahu

pada janinnya, yaitu: pasien datang ke rumah sakit dengan keadaan kala I

memanjang, IMT> 30kg/m2, di induksi oksitosin, dan setelah pembukaan lengkap

akhirnya persainan di bantu dengan vakum ekstraksi.


Berbagai maneuver dapat dilakukan dalam menangani distosia bahu agar

tidak terjadi komplikasi seperti perdarahan pasca persalinan, fraktur klavikula,

hipoksia janin, serta kematian janin. Manuver-manuver tersebut adalah Manuver

McRobert, Manuver Rubin, dan Manuver Woodscrew. Namun bila maneuver-

manuver tersebut tetap tidak berhasil dikerjakan, perlu dilakukan tindakan

selanjutnya oleh tenaga kesehatan yang terlatih dan lebih berkompeten.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Cuningham FG, Norman F, Kenneth J, Larry C, John C, Katharine D, et al.


Williams Obstetrics 23rd Edition. New York: Thw Mc Graw-Hill Companies.
2010.
2. WHO, Kementerian Kesehatan Indonesia, Perkumpulan Obstetri dan
Ginekologi Indonesia, katan Bidan Indonesia. Buku Saku Pelayanan
Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Jakarta: WHO
Country Office for Indonesia. 2013.
3. Siswishanto R. Ilmu Kebidanan Edisi ke-3. Jakarta: PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. 2010.
4. Moore KL, Dalley AF. Pelvis and Perineum in Clinical Oriented Anatomy 5th
ed. Lippincot Williams and Wilkins. US. 2006
5. Putz R, Pabst R. Sobotta Atlas of Human Anatomy Vol.2 22 rd Edition.
Germany: Elsevier. 2010.
6. Wiknjosastro H. Ilmu Kebidanan Edisi ke-3. Jakarta: PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. 2010.
7. Alijahan R, Kordi M. Risk Factors of Dystocia in Nulliparous Women. Iran J
Med Sci. Vol 34: (3)254-60. 2014
8. Shields SG, Ratcliffe SD, Fontaine P, Leeman L. Dystocia in Nulliparous
Women. Am Fam Physician. Vol 75 (11):1671-1678. 2007.

Anda mungkin juga menyukai