Anda di halaman 1dari 13

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“LASERASI JALAN LAHIR” ini dengan lancar. Penulisan makalah ini bertujuan untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah Asuhan Kegawat Daruratan Maternal dan Neonatal.
Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data-data yang kami peroleh dari beberapa buku
dan jurnal di internet. Tak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah
Asuhan Kegawat Daruratan Maternal dan Neonatal atas bimbingan dan arahan dalam
penulisan makalah ini, sehingga dapat diselesaikan dengan semestinya.
Selanjutnya kami menyadari bahwa makalah ini belum sepenuhnya sempurna.
Sehingga saya mengharapkan kritik serta saran yang membangun guna menambah kualitas
serta mutu dari makalah tersebut.kami berharap semoga makalah ini dapat menambah ilmu
dan wawasan kita semua.

Jambi, Oktober 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……………………………………………. i


DAFTAR ISI ……………………………………………………... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ……………………………………………. 1
B. Rumusan Masalah ………………………………..……….. 2
C. Tujuan Penulisan…………………………………..……….. 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian………………..……………………………..…. 3
B. Etiologi…………………………………………………….. 5
C. Patofisiologi………………………………………………... 5
D. Tanda dan Gejala…………………………………….…….. 6
E. Penatalaksanaan Medis…………………………………….. 6
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ………………………………………………... 9
B. Saran ………………………………………………………. 9
DAFTAR PUSTAKA …………………..…………………………. 10

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Persalinan dan kelahiran merupakan suatu kejadian yang fisiologis dan normal.
Kelahiran seorang bayi juga merupakan peristiwa sosial yang ibu dan keluarga nantikan
selama 9 bulan. Ibu menjalani berbagai adaptasi fisiologis selama masa kehamilan dan
sembari mempersiapkan dirinya untuk berperan sebagai ibu. Pada akhir kehamilan peran
ibu adalah mempersiapkan diri untuk menghadapi proses persalinan. Peran petugas
kesehatan adalah memantau persalinan untuk mendeteksi dini adanya komplikasi dan
mengupayakan agar ibu dapat melalui persalinannya dengan aman, dengan menyiapkan
ibu dari sejak ibu hamil baik secara fisik maupun psikologis, di samping itu bersama
keluarga memberikan bantuan dan dukungan pada ibu bersalin.
Pada periode pasca persalinan dapat terjadi berbagai macam komplikasi salah
satunya adalah laserasi jalan lahir. Laserasi merupakan perlukaan jalan lahir yang terjadi
pada saat kelahiran bayi melalui pervaginam. Laserasi jalan lahir terjadi pada hampir
semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Faktor-faktor
yang menyebabkan terjadinya laserasi jalan lahir antara lain faktor ibu yang terdiri dari
paritas, jarak kelahiran, cara meneran yang tidak tepat, dan umur ibu. Faktor janin yang
terdiri dari berat badan bayi baru lahir dan presentasi.
Kejadian laserasi jalan lahir dari data WHO pada tahun 2015 pada ibu bersalin di
dunia terdapat 2,7 juta kasus, dimana angka ini diperkirakan akan mencapai 6,3 juta pada
tahun 2050. Di Benua Asia sendiri 50 % ibu bersalin mengalami laserasi jalan lahir. Di
Amerika 26 juta ibu bersalin yang mengalami laserasi jalan lahir, 40% diantaranya
mengalami laserasi jalan lahir karena kelalaian bidannya. Di Asia laserasi jalan lahir juga
merupakan masalah yang cukup banyak dalam masyarakat, 50% dari kejadian laserasi
jalan lahir didunia terjadi di asia. Prevalensi ibu bersalin yang mengalami laserasi jalan
lahir di indonesia pada golongan umur 25-30 tahun yaitu 24% sedangkan pada ibu
bersalin usia 32-39 tahun sebesar 62%. Laserasi jalan lahir menjadi penyebab perdarahan
ibu postpartum. Perdarahan postpartum menjadi penyebab utama 40% kematian ibu di
indonesia.

1
Laserasi jalan lahir dialami oleh 85% wanita yang melahirkan pervaginam.
Laserasi jalan lahir perlu mendapatkan perhatian karena dapat menyebabkan disfungsi
organ reproduksi wanita, sebagai sumber perdarahan, dan sumber atau jalan keluar
masuknya infeksi, yang kemudian dapat menyebabkan kematian karena perdarahan atau
sepsis. Jaringan lunak dan struktur disekitar perineum akan mengalami kerusakan pada
setiap persalinan.

B.   Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan dari latar belakang diatas penulis menarik rumusan
masalah sebagai berikut :
1. Apakah definisi dari Laserasi jalan lahir?
2. Apa penyebab Laserasi jalan lahir?
3. Bagaimana tanda-tanda Laserasi jalan lahir?
4. Bagaimana penatalaksanaan Laserasi jalan lahir?

C.    Tujuan
Dengan dibuatnya makalah ini diharapkan mahasiswa mampu memahami dan
membuat asuhan kebidanan persalinan dengan robekan jalan lahir.
Tujuan dari pembuatan makalah ini, selaian untuk memenuhi salah satu tugas
kuliah adalah :
1.      Untuk mengetahui apa definisi dari laserasi jalan lahir.
2.      Untuk mengetahui apa penyebab laserasi jalan lahir.
3.      Untuk mengetahui dan memahami bagaimana tanda-tanda laserasi jalan lahir.
4. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan pada laserasi jalan lahir.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN LASERASI JALAN LAHIR


Laserasi merupakan perlukaan jalan lahir yang terjadi pada saat kelahiran bayi
melalui pervaginam. Laserasi jalan lahir terjadi pada hampir semua persalinan
pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya laserasi jalan lahir antara lain faktor ibu yang terdiri dari
paritas, jarak kelahiran, cara meneran yang tidak tepat, dan umur ibu. Faktor janin
yang terdiri dari berat badan bayi baru lahir dan presentasi. Laserasi jalan lahir dapat
terdiri dari :
1) Robekan Perinium

Perinium merupakan kumpulan berbagai jaringan yang membentuk perinium


(Cunningham,1995). Terletak antara vulva dan anus, panjangnya kira-kira 4 cm
(Prawirohardjo, 1999). Jaringan yang terutama menopang perinium adalah
diafragma pelvis dan urogenital. Diafragma pelvis terdiri dari muskulus levator ani
dan muskulus koksigis di bagian posterior serta selubung fasia dari otot-otot ini.
Muskulus levator ani membentuk sabuk otot yang lebar bermula dari permukaan
posterior ramus phubis superior, dari permukaan dalam spina ishiaka dan dari fasia
obturatorius.

Serabut otot berinsersi pada tempat-tempat berikut ini: di sekitar vagina dan
rektum, membentuk sfingter yang efisien untuk keduanya, pada persatuan garis
tengah antara vagina dan rektum, pada persatuan garis tengah di bawah rektum dan

3
pada tulang ekor. Diafragma urogenitalis terletak di sebelah luar diafragma pelvis,
yaitu di daerah segitiga antara tuberositas iskial dan simpisis phubis. Diafragma
urogenital terdiri dari muskulus perinialis transversalis profunda, muskulus
konstriktor uretra dan selubung fasia interna dan eksterna (Cunningham, 1995).

Persatuan antara mediana levatorani yang terletak antara anus dan vagina
diperkuat oleh tendon sentralis perinium, tempat bersatu bulbokavernosus, muskulus
perinialis transversalis superfisial dan sfingter ani eksterna. Jaringan ini yang
membentuk korpus perinialis dan merupakan pendukung utama perinium, sering
robek selama persalinan, kecuali dilakukan episiotomi yang memadai pada saat yang
tepat. Infeksi setempat pada luka episiotomi merupakan infeksi masa puerperium
yang paling sering ditemukan pada genetalia eksterna.

Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak
jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi di garis
tengan dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus
pubis lebih kecil daripada biasa, kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan
ukuran yang lebih besar dari pada sirkumferensia suboksipito bregmatika.

Terdapat empat derajat laserasi perineum, yang pada masing-masing derajat


memiliki tingkat keparahan yang berbeda-beda. Adapun empat derajat laserasi
perineum, sebagai berikut :

1. Tingkat I : Robekan hanya pada selaput lender vagina dengan atau tanpa
mengenai kulit perinium
2. Tingkat II : Robekan mengenai selaput lender vagina dan otot perinea
transversalis, tetapi tidak mengenai spingter ani
3. Tingkat III : Robekan mengenai seluruh perinium dan otot spingter ani
4. Tingkat IV : Robekan sampai mukosa rectum

2) Robekan Serviks

Robekan serviks paling sering terjadi pada jam 3 dan 9. bibir depan dan bibir
belakang servik dijepit dengan klem fenster  kemudian serviks ditarik sedidikit untuk
menentukan letak robekan dan ujung robekan. Selanjutnya robekan dijahit dengan
catgut kromik dimulai dari ujung untuk menghentikan perdarahan.

4
B. ETIOLOGI

1. Laserasi perinium

Umumnya terjadi pada persalinan:

1) Kepala janin terlalu cepat lahir


2) Persalinan tidak dipimpin sebagaimana mestinya
3) Jaringan parut pada perinium
4) Distosia bahu

2. Robekan serviks

1) Partus presipitatus
2) Trauma krn pemakaian alat-alat operasi
3) Melahirkan kepala pada letak sungsang secara paksa sedangkan pembukaan
belum lengkap
4) Partus lama

C. PATOFISIOLOGI

1. Laserasi Perinium

Laserasi perineum terjadi pada semua persalinan pertama dan tidak jarang juga
pada persalinan berikutnya. Robekan ini dapat dihindarkan atau dikurangi dengan
menjaga jangan sampai dasar panggul dilalui oleh kepala janin dengan cepat,

5
sebaliknya kepala janin yang akan lahir jangan ditahan terlampau kuat dan lama,
karena akan menyebabkan asfiksia dan pendarahan dalam tengkorok janin, dan
melemahkan otot-otot dan fasia pada dasar panggul karena diregangkan terlalu lama.

Laserasi perineum umumnya terjadi digaris tengah dan bias menjadi luas apabila
kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa sehingga
kepala janin terpaksa lahir lebih ke belakang daripada biasa, kepala janin melewati
pintu bawah panggul dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkumferensia
suboksipito-bregmatika, atau anak dilahirkan dengan pembedahan vaginial.

2. Robekan Serviks

Persalinan selalu mengakibatkan robekan serviks, sehingga serviks seorang


multipara berbeda daripada yang belum pernah melahirkan pervaginam. Robekan
serviks yang luas mengakibatkan perdarahan dan dapat menjalar ke segmen bawah
uterus. Apabila terjadi perdarahan yang tidak berhenti meskipun plasenta sudah lahir
lengkap dan uterus berkontraksi baik, perlu dipikirkan perlukaan jalan lahir,
khususnya robekan serviks uteri.

D. TANDA DAN GEJALA

1. Robekan jalan lahir

Tanda dan Gejala yang selalu ada :

1) Pendarahan segera
2) Darah segar yang mengalir segera setelah bayi lahir
3) Uterus kontraksi baik
4) Plasenta baik

Gejala dan tanda yang kadang-kadang ada :

1) Pucat
2) Lemah
3) Menggigil

6
E. PENATALAKSANAAN MEDIS

1. Penjahitan Robekan Serviks

1) Tinjau kembali prinsip perawatan umum dan oleskan larutan anti septik ke
vagina dan serviks
2) Berikan dukungan dan penguatan emosional. Anastesi tidak dibutuhkan pada
sebagian besar robekan serviks. Berikan petidin dan diazepam melalui IV secara
perlahan (jangan mencampur obat tersebut dalam spuit yang sama) atau
gunakan ketamin untuk robekan serviks yang tinggi dan lebar
3) Minta asisten memberikan tekanan pada fundus dengan lembut untuk
membantu  mendorong serviks jadi terlihat
4) Gunakan retraktor vagina untuk membuka serviks, jika perlu
5) Pegang serviks dengan forcep cincin atau forcep spons dengan hati–hati.
Letakkan forcep pada kedua sisi robekan dan tarik dalam berbagai arah secara
perlahan untuk melihat seluruh serviks. Mungkin terdapat beberapa robekan.
6) Tutup robekan serviks dengan jahitan jelujur menggunakan benang catgut
kromik atau poliglokolik 0 yang dimulai pada apeks(tepi atas robekan) yang
seringkali menjadi sumber pendarahan.
7) Jika bagian panjang bibir serviks robek, jahit dengan jahitan jelujur
menggunakan benang catgut kromik atau poliglikolik 0.
8) Jika apeks sulit diraih dan diikat, pegang pegang apeks dengan forcep arteri atau
forcep cincin. Pertahankan forcep tetap terpasang selama 4 jam. Jangan terus
berupaya mengikat tempat pendarahan karena upaya tersebut dapat
memperberat pendarahan.

2. Penjahitan Robekan Vagina Dan Perinium

Terdapat empat derajat robekan yang bisa terjadi saat pelahiran, yaitu :

1) Tingkat I : Robekan hanya pada selaput lender vagina dan jaringan ikat
2) Tingkat II : Robekan mengenai mukosa vagina, jaringan ikat, dan otot
dibawahnya tetapi tidak menenai spingter ani
3) Tingkat III : robekan mengenai trnseksi lengkap dan otot spingter ani
4) Tingkat IV : robekan sampai mukosa rectum.

7
a. Penjahitan Robekan Derajat I Dan II

Sebagian besar derajat I menutup secara spontan tanpa dijahit.

a) Tinjau kembali prinsip perawatan secara umum.


b) Berikan dukungan dan penguatan emosional. Gunakan anastesi lokal
dengan lidokain.
c) Minta asisten memeriksa uterus dan memastikan bahwa uterus
berkontraksi.
d) Periksa vagina, perinium, dan serviks secara cermat.
e) Jika robekan perinium panjang dan dalam, inspeksi untuk memastikan
bahwa tidak terdapat robekan derajat III dan IV.

–   Masukkan jari yang memakai sarung tangan kedalam anus

–    Angkat jari dengan hati-hati dan identifikasi sfingter.

–    Periksa tonus otot atau kerapatan sfingter

f) Ganti sarung tangan yang bersih, steril atau DTT


g) Jika spingter cedera, lihat bagian penjahitan robekan derajat III dan IV.
h) Jika spingter tidak cedera, tindak lanjuti dengan penjahitan

b. Penjahitan Robekan Perineum Derajat III dan IV

Jahit robekan diruang operasi

a) Tinjau kembali prinsip perawatan umum


b) Berikan dukungan dan penguatan emosional. Gunakan anastesi lokal
dengan lidokain. Gunakan blok pedendal, ketamin atau anastesi spinal.
Penjahitan dapat dilakukan menggunakn anastesi lokal dengan lignokain
dan petidin serta diazepam melalui IV dengan perlahan ( jangan
mencampurdengan spuit yang sama ) jika semua tepi robekan dapat
dilihat, tetapi hal tersebut jarang terjadi.
c) Minta asisten memeriksa uterus dan memastikan bahwa uterus
berkontraksi.

8
d) Periksa vagina, perinium, dan serviks secara cermat.
e) Untuk melihat apakah spingter ani robek.

- Masukkan jari yang memakai sarung tangan kedalam anus

- Angkat jari dengan hati-hati dan identifikasi sfingter.

- Periksa permukaan rektum dan perhatikan robekan dengan cermat.

f) Ganti sarung tangan yang bersih, steril atau yang DTT


g) Oleskan larutan antiseptik kerobekan dan keluarkan materi fekal, jika ada.
h) Pastikan bahwa tidak alergi terhadap lidokain atau obat-obatan terkait.
i) Masukan sekitar 10 ml larutan lidokain 0,5 % kebawah mukosa vagina,
kebah kulit perineum dan ke otot perinatal yang dalam.
j) Pada akhir penyuntikan, tunggu selama dua menit kemudian jepit area
robekan denagn forcep. Jika ibu dapat merasakan jepitan tsb, tunggu dua
menit  algi kemudian lakukan tes ulang.
k) Jahit rektum dengan jahitan putus-putus mengguanakan benang 3-0 atau
4-0 dengan jarak 0,5 cm untuk menyatukan mukosa.
l) Jika spingter robek
Pegang setiap ujung sfingter dengan klem Allis ( sfingter akan beretraksi
jika robek ). Selubung fasia disekitar sfingter kuat dan tidak robek jika
ditarik dengan klem dan Jahit sfingter dengan dua atau tiga jahitan putus-
putus menggunakan benang 2-0.
m)Oleskan kembali larutan antiseptik kearea yang dijahit.
n) Periksa anus dengan jari yang memakai sarung tangan untuk memastikan
penjahitan rektum dan sfingter dilakukan dengan benar. Selanjutnya, ganti
sarung tangan yang bersih, steril atau yang DTT.
o) Jahit mukosa vagina, otot perineum dan kulit.

9
BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Perdarahan dalam keadaan dimana plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi
rahim baik, dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan jalan
lahir. Persalinan sering kali mengakibatkan perlukaan jalan lahir. Luka-luka biasanya
ringan, tetapi kadang-kadang terjadi juga luka yang luas dan berbahaya. Setelah
persalinan harus selalu dilakukan pemeriksaan vulva dan perinium. Pemeriksaan vagina
dan serviks dengan spekulum perlu dilakukan setelah pembedahan pervaginam.

B.    SARAN
1. Bagi Mahasiswa

Mahasiswa diharapkan agar dapat mengerti tentang robekan jalan lahir sampai
dengan bagaimana manifestasi klinik dan penatalaksanaan medisnya, menerapkan
konsep asuhan kebidanan kepada klien dengan perlukaan jalan lahir.

2. Bagi Tenaga Kesehatan

Diharapakan mampu mengerti tentang robekan jalan lahir dan dapat


memberikan pelayanan yang terbaik bagi klien serta mampu memberikan asuhan
secara komprehensif.

10
DAFTAR PUSTAKA

Sumarah,dkk.2009.Asuhan Kebidanan pada ibu bersalin.yogyakarta:fitramaya

Chapman vicky.2003.Asuhan Kebidanan persalinan dan kelahiran.jakarta:EGC

(Prawirohadjo, Sarwono. 2014. Ilmu Kebidanan Edisi Ketiga. PT Bina Pustaka Sarwono
Prawiirohardjo. Jakarta

(maryunani, Anik, Puspita, Eka. 2014. Asuhan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal.
Trans Info Media. Jakarta)

(Nugroho, Taufan. OBSGYN Obstetri dan Ginekologi untuk Kebidanan dan Keperawatan.
2012. Nuha Medika. Yogyakarta)

11

Anda mungkin juga menyukai