Anda di halaman 1dari 43

KEPERAWATAN MATERNITAS 1

“ROBEKAN JALAN LAHIR”

Disusun oleh :

M. ISRAK YUNANZA NIM.131911010


NORDIANA NIM.131911013
MUHAMMAD SEPTIONO NIM.131911011

Dosen Pembimbing :

PRODI SARJANA ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH
TANJUNGPINANG
T.A.2020

1
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberi rahmat dan hidayah-
Nya sehingga kami mampu menyusun sebuah makalah dengan judul “Robekan Jalan
Lahir”. Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas yang diberikan dalam mata kuliah
Keperawatan Maternitas I di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah Tanjung Pinang.

Dalam Penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Dr. Bambang Wijayanto selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang

Tuah Tanjungpinang.

2. Zakiah Rahman, S.Kep, Ns, M.Kes selaku Ka.Prodi S-1 Keperawatan Sekolah

Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah Tanjungpinang.

3. Deka Dwi Yulanda, S.Kep, Ns selaku pembimbing mata kuliah Keperawatan

Maternitas I.

            Kami menyadari makalah ini masih banyak kekurangan baik pada penulisan
maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu penulis
mengharapkan, kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi
penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Tanjungpinang, 15 Oktober 2020

Penyusun

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
KATA PENGANTAR ...........................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.......................................................................................4
B. Tujuan Penulisan....................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi...................................................................................................6
B. Klasifikasi..............................................................................................6
C. Etiologi...................................................................................................7
D. Fakto maternal........................................................................................7
E. Faktor janin............................................................................................9
F. Faktor penolong persalinan..................................................................11
G. Episiotomi............................................................................................13
H. Patofisiologi.........................................................................................15
I. Penanganan..........................................................................................16
J. Pathway................................................................................................28

BAB III TINJAUAN KASUS


A. Pengkajian ..........................................................................................29
B. Pengelompokkan Data.........................................................................33
C. Diagnosa Keperawatan........................................................................35
D. Intervensi Keperawatan.......................................................................39
E. Implementasi Keperawatan.................................................................40
F. Evalusasi Keperawatan.......................................................................42

BAB IV PENUTUP
G. KESIMPULAN ..................................................................................11
H. SARAN ..............................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Persalinan sering mengakibatkan perlukaan jalan lahir. Luka-luka biasanya
ringan, tetapi kadang-kadang terjadi juga luka luas dan berbahaya. Setelah persalinan
harus dilakukan pemeriksaan vulva dan perineum. Luka yang luas bisa menyebabkan
perdarahan pasca persalinan yaitu perdarahan lebih dari 500-600 ml dalam masa 24
jam setelah anak lahir. Perdarahan yang berasal dari jalan lahir selalu harus di
evaluasi, yaitu sumber dan jumlah perdarahan sehingga dapat diatasi sumber
perdarahan yang berasal dari perineum, vagina dan robekan uterus (ruptura uteri).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya robekan jalan lahir, di
antarnya adalah persalinan dengan distosia bahu, partus presipitatus, perluasan
episiotomi, multiparitas, dan lain-lain. Perdarahan karena robekan jalan lahir banyak
di jumpai pada pertolongan persalinan oleh dukun karena tanpa di jahit. Perawat di
harapkan melaksanakan pertolongan persalinan secara legalitas di tengah masyarakat
melalui layanan kesehatan. Perawat dengan pengetahuan medisnya di harapkan bisa
mengarahkan pertolongan persalinan dengan resiko rendah. Pertolongan persalinan
resiko rendah mempunyai komplikasi ringan sehingga dapat menimbulkan
perdarahan pun akan semakin berkurang.

B. Tujuan Penulisan
1. Mahasiswa mampu melaksanakan pengkajian data pada ibu bersalin dengan
penyulit robekan jalan lahir
2. Mahasiswa mampu melalakukan analisa data untuk menentukan diagnosa pada
ibu bersalin dengan penyulit robekan jalan lahir
3. Mahasiswa mampu mengidentifikasi diagnosa potensial pada ibu bersalin dengan
penyulit robekan jalan lahir
4. Mahasiswa mampu mengidentifikasi kebutuhan segera pada ibu bersalin dengan
penyulit robekan jalan lahir

4
5. Mahasiswa mampu menyusun rencana askep berdasarkan diagnosa pada ibu
bersalin dengan penyulit robekan jalan lahir.
6. Mahasiswa mampu melaksanakan askep sesuai rencana yang dibuat pada ibu
bersalin dengan penyulit robekan jalan lahir
7. Mahasiswa mampu mengevaluasi hasil askep yang telah dilaksanakan pada ibu
bersalin dengan penyulit robekan jalan lahir

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi
a. Robekan adalah terputusnya kontinyuitas jaringan. (Kamus Lengkap Kedokteran :
109).
b. Jalan lahir terdiri atas jalan lahir bagia keras dan jalan lahir bagian lunak yang
harus di lewati oleh janin dalam proses persalinan pervaginam. (Ilmu Bedah
Kebidanan : 1).
c. Robekan jalan lahir adalah robekan yang selalu memberikan perdarahan dalam
jumlah yang bervariasi banyaknya yang berasal dari perineum, vagina serviks,
dan uterus. (Ilmu kebidanan, penyakit kandungan, & KB untuk pendidikan bidan :
308)
d. Laserasi perineum adalah robekan yang terjadi pada perineum sewaktu
persalinan (Mochtar, 1998).

B. Klasifikasi
1. Perineum
Perineum adalah bagian terendah badan yaitu sabuah garis yang
menyambung kedua tuberositas iskhil, membaginya menjadi daerah depan garis
ini yaitusegitiga urogenital dan belakangnya ialah segitiga anal. (anatomi fisiologi
, evelyn : 256).
Perineum adalah jaringan antara vestibulum vulva dan anus dan
panjang kira-kira 4 cm (Maimunah, 2005). Sedangkan menurut kamus Dorland
perineum adalah daerah antara kedua belah paha, antara vulva dan anus.
Perineum terletak antara vulva dan anus, panjangnya rata-rata 4 cm
(Saifuddin, 2007). Laserasi perineum adalah robekan yang terjadi pada
perineum sewaktu persalinan (Mochtar, 1998).

6
C. Etiologi
1. Secara umum :
a. Kepala janin terlalu cepat lahir
b. Persalinan tidak dipimpin sebagaimana mestinya
c. Sebelumnya pada perineum terdapat banyak jaringan parut
d. Pada persalinan dengan distosia bahu

D. Faktor maternal
1. Partus presipitatus yang tidak dikendalikan dan tidak di tolong
Tetania uteri adalah his yang terlampau kuat dan terlalu sering
sehingga tidak ada relaksasi rahim. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya
partus presipitatus yang dapat menyebabkan persalinan di atas kendaraan, di
kamar mandi, dan tidak sempat dilakukan pertolongan. Akibatnya terjadilah
luka-luka jalan lahir yang luas pada serviks, vagina dan perineum, dan pada
bayi dapat terjadi perdarahan intrakranial. Pada presipitatus tidak banyak
yang dapat dilakukan karena janin lahir tiba-tiba dan cepat (Mochtar, 1998).
Laserasi spontan pada vagina atau perineum dapat terjadi saat kepala dan
bahu dilahirkan. Kejadian laserasi akan meningkat jika bayi dilahirkan terlalu
cepat dan tidak terkendali (JNPK-KR, 2007). Akibat dari partus presipitatus
antara lain terjadinya robekan perineum bahkan robekan serviks yang dapat
mengakibatkan perdarahan pasca persalinan, cedera kepala bayi dan depresi bayi
(Stenchever & Sorensen, 1995, Saifuddin, 2008).
2. Pasien tidak mampu berenti mengejan atau Mengejan terlalu kuat
Pada saat persalinan diperlukan tenaga/power dari ibu bentuk
dorongan meneran. Dorongan meneran tersebut muncul bersamaan dengan
munculnya his atau kontraksi rahim. His yang bagus dapat memebuka jalan
lahir dengan cepat, namun hal ini dipengaruhi cara ibu mengejan, artinya jika
hisnya bagus tetapi ibu menerannya tidak kuat maka tidak akan terjadi
pembukaan jalan lahir. Sedangkan jika ibu mengejan terlalu kuat saat melahirkan
kepala yang merupakan diameter terbesar janin maka akan menyebabkan
laserasi perineum. Bila kepala telah mulai lahir, ibu diminta bernafas panjang,

7
untuk menghindarkan tenaga mengejan karena sinciput, muka dan dagu yang
mempunyai ukuran panjang akan mempengaruhi perineum. Kepala lahir
hendaknya pada akhir kontraksi agar kekuatan tidak terlalu kuat (Ibrahim,
1996).
1. Partus di selesaikan secara tergesa-gesa dengan dorongan fundus yang
berlebihan
2. Edema dan kerapuhan pada perineum
Pada proses persalinan jika terjadi oedema pada perineum maka perlu
dihindarkan persalinan pervaginam karena dapat dipastikan akan terjadi
laserasi perineum (Manuaba, 1998).
3. Perluasan perineum
4. Primipara
Bila kepala janin telah sampai didasar panggul, vulva mulai membuka.
Rambut kepala janin mulai tampak. Perineum dan anus tampak mulai
teregang. Perineum mulai lebih tinggi, sedangkan anus mulai membuka.
Anus yang pada mulanya berbentuk bulat, kemudian berbentuk “D”. Yang
tampak dalam anus adalah dinding depan rektum. Perineum bila tidak ditahan,
akan robek (= ruptura perinei), terutama pada primigravida.Perineum
ditahan dengan tangan kanan, sebaiknya dengan kain kasa steril (Saifuddin,
2007). Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama
dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya (Saifuddin, 2007).
5. Kesempitan pintu bawah panggul
Pintu bawah panggul tidak merupakan bidang yang datar, tetapi terdiri
atas segi tiga depan dan segi tiga belakang yang mempunyai dasar yang
sama, yakni distansia tuberum. Apabila ukuran yang terakhir ini lebih kecil
daripada biasa, maka sudut arcus pubis mengecil (kurang dari 800). Agar
supaya dalam hal ini kepala janin dapat lahir, diperlukan ruangan yang lebih
besar pada bagian belakang pintu bawah panggul. Dengan diameter
sagitalis posterior yang cukup panjang persalinan pervaginam dapat
dilaksanakan, walaupun dengan perlukaan luas pada perineum (Saifuddin,
2007).

8
6. Varises Vulva
Wanita hamil sering mengeluh tentang pelebaran pembuluh darah, yang
terjadi pada tungkai, vagina, vulva, dan terjadi wasir. Selain kelihatan
kurang baik, pelebaran pembuluh darah ini dapat merupakan sumber
perdarahan potensial pada waktu hamil maupun saat persalinan. Kesulitan
yang mungkin dijumpai adalah saat persalinan dengan varises vulva yang
besar sehingga saat episiotomi dapat terjadi perdarahan (Manuaba, 1998).
7. Kelenturan jalan lahir
Perineum, walaupun bukan alat kelamin, namun selalu terlibat dalam
proses persalinan. Apabila perineum cukup lunak dan elastis, maka lahirnya
kepala tidak mengalami kesukaran. Biasanya perineum robek dan paling
sering terjadi ruptura perinei tingkat II dan tingkat III (Saifuddin, 2007).
Perineum yang kaku menghambat persalinan kala II yang meningkatkan
risiko kematian bagi janin, dan menyebabkan kerusakan-kerusakan jalan
lahir yang luas. Keadaan demikian dapat dijumpai pada primigravida yang
umumnya lebih dari 35 tahun, yang lazim disebut primi tua (Saifuddin,
2007). Jalan lahir akan lentur pada perempuan yang rajin berolahraga atau
rajin bersenggama. Olahraga renang dianjurkan karena dapat melenturkan
jalan lahir dan otot-otot sekitarnya (Sinsin, 2008). Senam kegel yang
dilakukan pada saat hamil memiliki manfaat yaitu dapat membuat
elastisitas perineum (Nursalam, 2010). Selain itu dapat memudahkan
kelahiran bayi tanpa banya merobek jalan lahir (tanpa atau sedikit
“jahitan”) (Widianti & Proverawati, 2010).

E. Faktor janin
1. Janin yang besar
Janin besar adalah bila berat badan melebihi dari 4000 gram. Persalinan
dengan berat badan janin besar dapat menyebabkan terjadinya laserasi
perineum (Mochtar, 1998). Berat badan janin dapat mempengaruhi persalinan
dan laserasi perineum. Bayi yang mempunyai berat badan yang besar dapat

9
menimbulkan penyulit dalam persalinan diantaranya adalah partus lama, partus
macet dan distosia bahu (Jones, 2001).
Sebelum bersalin hendaknya ibu diperiksa Tinggi Fundus Uteri agar dapat
diketahui Tafsiran Berat Badan Janin dan dapat diantisipasi adanya persalinan
patologis yang disebabkan bayi besar seperti ruptura uteri, ruptura jalan
lahir, partus lama,distosia bahu, dan kematian janin akibat cedera
persalinan (Saifuddin, 2007).
2. Posisi kepala bayi yang normal
3. Kelahiran bokong atau peresentasi bokong
4. Presentasi bokong atau letak sungsang adalah janin yang letaknya memanjang
(membujur) dalam rahim, kepala berada di fundus dan bokong di bawah
(Mochtar, 1998). Persalinan dengan penyulit seperti sungsang merupakan
indikasi untuk melakukan episiotomi (Saifuddin, 2007).
5. Ekstraksi forsep yang sukar
6. Distosia bahu
Distosia bahu adalah suatu keadaan yang memerlukan tambahan manuver
obstetrik karena jika dilakukan dengan tarikan biasa kearah belakang pada
kepala bayi tidak berhasil untuk melahirkan bayi (Cunningham, 2005).
Persalinan dengan distosia bahu sering terjadi kerusakan pada traktus
genitalis bawah seperti laserasi perineum (Jones, 2001).
7. Presentasi defleksi
Presentasi defleksi yang dimaksud dalam hal ini adalah presentasi puncak
kepala dan presentasi dahi. Presentasi puncak kepala bagian terbawah adalah
puncak kepala, pada pemeriksaan dalam teraba Ubun-ubun Besar (UUB) yang
paling rendah, dan UUB sudah berputar ke depan. Menurut statistik hal ini terjadi
pada 1% dari seluruh persalinan. Komplikasi yang terjadi pada ibu adalah
partus yang lama atau robekan jalan lahir yang lebih luas (Mochtar, 1998).
Presentasi dahi adalah posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi
berada pada posisi terendah dan tetap paling depan. Pada penempatan dahi,
biasanya dengan sendirinya akan berubah menjadi letak muka atau letak
belakang kepala.

10
Mekanisme persalinan kepala memasuki panggul biasanya dengan dahi
melintang, atau miring. Pada waktu putaran paksi, dahi memutar ke depan.
Maxilla (fossa canina) sebagai hipomoklion berada di bawah simpisis,
kemudian terjadi fleksi untuk melahirkan belakang kepala melewati
perineum, lalu defleksi, maka lahirlah mulut, dagu di bawah simpisis. Hal ini
mengakibatkan partus menjadi lama dan lebih sulit, bisa terjadi robekan yang
berat dan ruptura uteri (Mochtar, 1998).
8. Kelainan kongenital seperti Hidrosefalus
Hidrosefalus adalah penimbunan cairan serebrospinal dalam ventrikel otak
sehingga kepala janin menjadi besar serta ubun-ubun menjadi lebar. Jumlah
cairan bisa mencapai 1,5 liter bahkan ada yang sampai 5 liter. Sering dijumpai
kelainan seperti spinabifida dan cacat bawaan lain pada janin (Mochtar, 1998).
Persalinan dengan kelainan hidrosefalus dianjurkan untuk dilakukan
persalinan perabdominan untuk menghindari adanya cedera jalan lahir beserta
cedera pada janin (Jones, 2001). (Ilmu kebidanan, patologi & fis. Persalinan :
451-452)

F. Faktor Penolong Persalinan


1. Cara memimpin mengejan dan dorongan pada fundus uteri
Peran dari penolong persalinan adalah mengantisipasi dan menangani
komplikasi yang mungkin terjadi pada ibu dan janin. Dalam hal ini proses
tergantung dari kemampuan penolong dalam menghadapi proses persalinan
(Sujiyatmi, dkk., 2011)
2. Ketrampilan menahan perineum pada saat ekspulsi kepala
Mencegah laserasi yaitu dengan kerjasama yang baik antara penolong
terutama saat kepala crowning ( pembukaan 5-6 cm di vulva) serta kelahiran
kepala yang terkendali dan perlahan memberikan waktu pada vagina dan
perineum untuk mengadakan penyesuaian untuk mengurangi robekan (Hidayat
& Sujiyatini, 2010).
Saat kepala janin sampai di dasar panggul, vulva mulai terbuka,
rambut kepala kelihatan. Setiap his kepala lebih maju, anus terbuka, perineum

11
meregang. Penolong harus menahan perineum dengan tangan kanan
beralaskan kain kasa atau kain doek steril, supaya tidak terjadi robekan
perineum (Mochtar, 1998).
1) Anjuran posisi meneran
Penolong persalinan harus memfasilitasi ibu dalam memilih sendiri posisi
meneran dan menjelaskan alternatif-alternatif posisi meneran bila posisi
yang dipilih ibu tidak efektif (Sumarah, Widyastuti & Wiyati, 2009).
Adapun macam-macam posisi meneran adalah :
a) Duduk atau setengah duduk
Dengan posisi ini penolong persalinan lebih leluasa dalam membentu
kelahiran kepala janin serta lebih leluasa untuk dapat memperhatikan
perineum.
b) Merangkak
Posisi merangkak sangat cocok untuk persalinan dengan rasa sakit pada
punggung, mempermudah janin dalam melakukan rotasi serta
peregangan pada perineum berkurang.
c) Jongkok atau berdiri
Posisi jongkok atau berdidi memudahkan penurunan kepala janin,
memperluas panggul sebesar dua puluh delapan persen lebih besar pada
pintu bawah panggul, memperkuat dorongan meneran. Namun posisi
ini beresiko terjadinya laserasi (perlukaan jalan lahir).
d) Berbaring miring kekiri
Posisi berbaring miring kekiri dapat mengurangi penekanan pada vena
cava inferior sehingga dapat mengurangi kemungkinan terjadinya
hipoksia, karena suplay oksigen tidak terganggu, dapat memberi
suasana rileks bagi ibu yang mengalami kecapekan dan dapat
mencegah terjadinya laserasi / robekan jalan lahir.
e) Hindari posisi terlentang
Pada posisi terlentang dapat menyebabkan :

12
1) Hipotensi dapat beresiko terjadinya syok dan berkurangnya suplay
oksigen dalam sirkulasi uteroplacenta sehingga dapat menyebabkan
hipoksia bagi janin.
2) Rasa nyeri yang bertambah.
3) Kemajuan persalinan bertambah lama.
4) Ibu mengalami gangguan untuk bernafas.
5) Buang air kecil terganggu.
6) Mobilisasi ibu kurang bebas.
7) Ibu kurang semangat.
8) Resiko laserasi jalan lahir bertambah.
9) Dapat mengakibatkan kerusakan pada syaraf kaki dan punggung

G. Episiotomi
Penyembuhan luka pada perineum akan lebih sempurna bila pinggirnya
lurus dan otot-otot mudah dijahit. Pada persalinan spontan sering terjadi
robekan perineum yang merupakan luka dengan pinggir yang tidak teratur.
Hal ini akan menghambat penyembuhan perineum sesudah luka dijahit. Oleh
karena itu, dan juga untuk melancarkan jalannya persalinan, dapat dilakukan
insisi pada perineum pada saat kepala janin tampak dari luar dan mulai
meregangkan perineum (Saifuddin, 2007).
Tindakan episiotomi pada masa lalu dilakukan secara rutin terutama
pada primipara. Tindakan ini bertujuan untuk mencegah trauma pada kepala
janin, mencegah kerusakan pada sfingter ani serta lebih mudah untuk
menjahitnya. Kenyataannya tindakan episiotomi dapat menyebabkan
peningkatan jumlah kehilangan darah ibu, bertambah dalam luka perineum,
meningkatkan kerusakan pada spinter ani dan peningkatan rasa nyeri pada hari
pertama postpartum (Sumarah, Widyastuti & Wiyati, 2009).
a. Indikasi episiotomi
Menurut Sumarah, Widyastuti & Wiyati, 2009, indikasi episiotomi adalah:
1) Gawat janin.

13
2) Persalinan pervaginam dengan penyulit, misalnya presentasi bokong,
distosia bahu, akan dilakukan ekstraksi forcep, ekstraksi vacum.
3) Jaringan parut pada perineum ataupun pada vagina.
4) Perineum kaku dan pendek.
5) Adanya ruptur yang membakat pada perineum.
6) Prematur untuk mengurangi tekanan pada kepala janin.

Dianjurkan untuk melakukan episiotomi pada pada primigravida atau pada


wanita dengan perineum yang kaku. Episiotomi ini dilakukan bila perineum
telah menipis dan kepala janin tidak masuk kembali kedalam vagina (Saifuddin,
2007). Episiotomi dilakukan bila perineum sudah menipis dan kepala janin
tidak masuk lagi dalam vagina, yaitu dengan jalan mengiris atau menggunting
perineum. Ada tiga arah irisan diantaranya medialis, medio-lateralis dan
lateralis. Tujuan episiotomi adalah supaya tidak terjadi robekan perineum
yang tidak teratur (Mochtar, 1998).

Derajat Laserasi perineum

Laserasi diklasifikasikan berdasarkan luasnya robekan, yaitu sebagai berikut :

a. Derajat I : luasnya robekan hanya sampai mukosa vagina, komisura


posterior tanpa mengenai kulit perineum. Tidak perlu dijahit jika tidak ada
perdarahan dan posisi luka baik.
b. Derajat II : robekan yang terjadi lebih dalam yaitu mengenai mukosa
vagina, komisura posterior, kulit perineum dan otot perineum. Jahit
menggunakan teknik penjahitan laserasi perineum.
c. Derajat III : robekan yang terjadi mengenai mukosa vagina, komisura
posterior, kulit perineum, otot perineum hingga otot sfingter ani.
d. Derajat IV : robekan yang terjadi lebih dalam yaitu mengenai mukosa
vagina, komisura posterior, kulit perineum, otot sfingter ani sampai ke
dinding depan rektum. Penolong asuhan persalinan normal tidak dibekali
keterampilan untuk reparasi laserasi perineum derajat tiga atau empat.

14
Segera rujuk ke fasilitas rujukan (Siswosudarmo & Emilia, 2008, JNPK-KR,
2008).
Tingkat robekan perineum
A. Tingkat I : Robekan hanya terjadi pada selaput lendir vaginadengan
atau tanpa mengenai kulit perineum sedikit.
B. Tingkat II : Robekan yang terjadi lebih dalam yaitu mengenai selaput
lendir vagina dan muskulus perinea trasvesalis tapi tidak mengenai
sfingter ani
C. Tingkat III : Robekan yang terjadi mengenai seluruh perineum sampai
mengenai otot-otot sfingter ani
D. Tingkat IV : Robekan meluas keseluruh kulit perineum membran
mukosa vagina, senrum tendineum perinei, sfingter ani dan mukosa
rektum. (Ilmu Bedah Kebidanan :175)

H. Patofisiologi
Ibu dengan persalinan episiotomi disebabkan adanya persalinan yang
lama: gawat janin (janin prematur, letak sungsang, janin besar), tindakan operatif
dan gawat ibu (perineum kaku, riwayat robekan perineum lalu, arkus pubis
sempit). Persalinan dengan episiotomi mengakibatkan terputusnya jaringan yang
dapat menyebabkan menekan pembuluh syaraf sehingga timbul rasa nyeri dimana
ibu akan merasa cemas sehingga takut BAB dan ini menyebabkan Resti
konstipasi.Terputusnya jaringan juga merusak pembuluh darah dan menyebabkan
resiko defisit volume cairan.Terputusnya jaringan menyebabkan resti infeksi
apabila tidak dirawat dengan baik kuman mudah berkembang karena semakin
besar mikroorganisme masuk ke dalam tubuh semakin besar resiko terjadi infeksi.
Ibu dengan persalinan dengan episiotomi setelah 6 minggu persalinan ibu berada
dalam masa nifas. Pada saat masa nifas ibu mengalami perubahan fisiologis dan
psikologis. Perubahan fisiologis pada ibu akan terjadi uterus kontraksi.Dimana
kontraksi uterus bisa adekuat dan tidak adekuat. Dikatakan adekuat apabila
kontraksi uterus kuat dimana terjadi adanya perubahan involusi yaitu proses
pengembalian uterus ke dalam bentuk normal yang dapat menyebabkan nyeri/

15
mules, yang prosesnya mempengaruhi syaraf pada uterus. Dimana setelah
melahirkan ibu mengeluarkan lochea yaitu merupakan ruptur dari sisa plasenta
sehingga pada daerah vital kemungkinan terjadi resiko kuman mudah
berkembang.Dikatakan tidak adekuat dikarenakan kontraksi uterus lemah
akibatnya terjadi perdarahan dan atonia uteri.Perubahan fisiologis dapat
mempengaruhi payudara dimana setelah melahirkan terjadi penurunan hormon 24
progesteron dan estrogen sehingga terjadi peningkatan hormon prolaktin yang
menghasilkan pembentukan ASI dimana ASI keluar untuk pemenuhan gizi pada
bayi, apabila bayi mampu menerima asupan ASI dari ibu maka reflek bayi baik
berarti proses laktasi efektif.sedangkan jika ASI tidak keluar disebabkan kelainan
pada bayi dan ibu yaitu bayi menolak, bibir sumbing, puting lecet, suplai
tidakadekuat berarti proses laktasi tidak efektif. Pada perubahan psikologos terjadi
Taking In, Taking Hold, dan Letting Go.Pada fase Taking In kondisi ibu lemah
maka terfokus pada diri sendiri sehingga butuh pelayanan dan perlindungan yang
mengakibatkan defisit perawatan diri.Pada fase Taking Hold ibu belajar tentang
hal baru dan mengalami perubahan yang signifikan dimana ibu butuh informasi
lebih karena ibu kurang pengetahuan.Pada fase Letting Go ibu mampu
memnyesuaikan diri dengan keluarga sehingga di sebut ibu yang mandiri,
menerima tanggung jawab dan peran baru sebagai orang tua.
I. Penanganan
1) Persiapan alat
- Wadah DTT ber isi : sarung tangan, pemegang jarum, jarum
jahit
- Cairan antiseptik (alkohol, betadin)
- Anastesi : lidokain 1%
2) Persiapan pasien
Ibu posisi litotomi, pasang kain bersih di bawah bokong, atur lampu
kearah vulva atau perineum bersihkan dengan cairan antiseptik
3) Persiapan petugas
Lepas perhiasan dan cuci tangan, pakai sarung tangan DTT untuk
memasukkan lidokain 1% kedalam spuit kemudian pakai sarung tangan lain.

16
Perawatan pasca persalinan
a) Apabila terjadi robekan tingkat IV berikan antibiotik profilaksis dosis
tunggal :
1) Ampicilin 500 mg/oral
2) DHN metronidazol 500 mg/oral
b) Observasi tanda-tanda infeksi
c) Jangan lakukan pemeriksaan rectal atau enema 2 mgg
d) Berikan pelembut feses selama 1 mg/oral
Teknik menjahit robekan perineum

A. Tingkat I :

a. Dapat di lakukan hanya menggunakan cutgut yang di jahitkan secara


jelujur (continous sutare) atau dengan cara angka delapan (figure of eight)

B. Tingkat II :

a. Jika dijumpai pinggir robekan yang tidak rata adalah bergerigi maka
pinggir yang bergerigi harus di rapikan lebih dulu
b. Pinggir robekan kanan, kiri masing-masing di klem kemudian di gunting
dan di lakukan penjahitan
c. Mula-mula otot dijahit catgut, selaput lendir vagina di jahit dengan catgut
secara terputus atau jelujur
d. Penjahitan selaput lendir vagina di mulai dari puncak robekan
e. Terakhir kulit perineum di jahit dengan benang sutera secara terputus

C. Tingkat III:

a. Dinding depan rektum yang robek di jahit dulu


b. Fasia perifektal dan fasia septm rekto vaginal di jahit dengan catgut
kromik sehingga bertemu kembali
c. Ujung-ujung otot sfingter ani yang terpisah di klem dengan klemplen
lurus kemudian dijahit dengan 2-3 jahitan catgut kromik

17
d. Robekan dijahit lapis demi lapis seperti menjahit robekan perineum
tingkat II

Vagina

1. Pengertian
a. Vagina adalah saluran potensial yang terbentang dari vulva ke uterus yang
berjalan ke atas dan ke belakang sejajar dengan pintu masuk pelvis dan
dikelilingi serta di topang oleh otot-otot dasar pelvis.
b. Vagina adalah tabung berotot yang dilapisi membran dari jenis epitelium
bergaris yang khusus, di aliri pembuluh darah dan serabut saraf secara
berlimpah.
1. Klasifikasi robekan jalan lahir pada vagina
a. Kolporeksi
1) Pengertian
Kolporeksi adalah suatu keadaan di mana terjadi robekan di pada
vagina baian atas sehingga sebagian serviks uteri dan vagina
terlepas yang dapat memanjang atau melintang.

2) Etiologi
a) Pada persalinan dengan EPD sehingga terjadi regangan
segmen bahwa uttrus dengan servix uteri tidak terjepit antara
kepala janin dan tulang panggul.
b) Trauma sewaktu mengeluarkan placenta manual
c) Pada saat coitus yang kasar di sertai kekerasan
d) Kesalahan dalam memasukkan tangan oleh penolong ke dalam
uterus.
3) Komplikasi
a) Perdarahan terjadi jika robekan lebar, dalam, dan lebih
mengenai pembuluh darah
b) Infeksi, jika robekan tidak ditangani dengan semestinya bahkan
dapat timbul septikemi.

18
b. Robekan dinding vagina
1) Pengertian
Robekan dinding vagina adalah robekan pada dinding vagina yang
mengenai pembuluh darah.

2) Etiologi
1. Melahirkan janin dengan cunam
2. Ekstraksi bokong
3. Ekstraksi vakum
4. Reposisi presentasi kepala janin misal letak oksipito posterior
5. Akibat lepasnya tulang simfisis pubis (Simfisiolisis)
3) Komplikasi
1. Perdarahan terjadi jika robekan lebar, dalam, dan lebih
mengenai pembuluh darah
2. Infeksi, jika robekan tidak ditangani dengan semestinya bahkan
dapat timbul septikemi.
4) Penanganan
1. robekan kecil →superfisial tidak perlu penanganan khusus
2. robekan lebar dan dalam, lakukan penjahitan secara teratur
putus-putus atau jelujur
3. pada puncak vagina sesuai dengan kolporeksi yang penanganan
sesuai dengan ruptur uteri.
c. Perlukaan vagina
1) Etiologi
1. akibat persalinan karena luka pada vulva
2. robekan pembuluh darah vena di bawah kulit alat kelamin luar
dan selaput lendir vagina
2) Jenis perlukaaan vagina
1. Robekan vulva
Sering dijumpai pada waktu persalinan yang terlihat pada
robekan kecil pada labium minus, vestibulum atau bagian

19
belakang vulva, luka robekan dijahit dengan cara cutgut
secara terputus adalah jelujur.

2. Hematoma vulva
Karena robeknya pembulih vena yang ada dibawah pembuluh
kulit alat kelamin luar dan selaput lendir vagina, terjadi pada
kala pengeluaran. Diagnosa tidak terlalu sulit karena
hematoma, terlibat dibagian yang lembek, membengkok dan
disertai nyeri tekan. (Ilmu Bedah Kebidanan : 177-178)

3) Komplikasi
1. Perdarahan terjadi jika robekan lebar, dalam, dan lebih
mengenai pembuluh darah
2. Infeksi, jika robekan tidak ditangani dengan semestinya bahkan
dapat timbul septikemi.
4) Penanganan
1. hematoma kecil tidak perlu tindakan operatif cukup
dilakukan pengompresan daerah tersebut
2. jika ada tanda-tanda anemia, syok lakukan pengosongan
3. jahitan di buka kembali atau lakukan sayatan sepanjang
bagian hematoma dan keluarkan jika ada bekuan
4. jika ada sumber perdarahan, ikat pembuluh darah vena atau
arteri yang terputus
5. rongga diisi dengan kasa steril sampai padat
6. luka sayatan dijahit secara terputus-putus atau jelujur
7. pakailah drain
8. tampon dapat dibiarkan selama 24 jam
9. pasien diberi koagulasi + antibiotik sebagai profilaksis dan
berikan ruborasia

20
d. Fistula Vesikovaginal
1) Pengertian
Fistula adalah hubungan abnormal antara dua organ atau lebih
(bagian depan)

2) Etiologi
1. Trauma, menggunakan alat-alat (perforator, kait dekapitasi,
cunam)
2. Persalinan lama
3. Robekan cervix yang menjalar ke vagina bagian atas
4. Pada SC (vesika urinaria dan ureter dapat terpotong atau
robek)
3) Penanganan
1. Yang disebabkan oleh trauma
 Pasang kateter tetap dalam vesika urinaria
 Jika ditemukan air kencing menetes kedalam vagina
segera lakukan penjahitan luka yang terjadi lapis demi
lapis (selaput lendir→ otot-otot dinding vesika urinaria
→ dinding depan vagina)
 Kateter dapat dibiarkan selama beberapa waktu
2. Yang disebabkan oleh lepasnya jaringan nekrosis
 Gejala kelihatan setelah 3-10 hari post partum dan sering
pada fistula yang kecil
 Pasang kateter tetap (untuk drainase vesika urinaria)
selama beberapa minggu sehingga dapat menutup sendiri
 Jika pada fistula yan besar dapt dilukukan setelah 3-6
bulan PP
e. Fistula Rectovaginal
1) Pengertian
Fistula recovaginal adalah lubang antara rectum dan vagina

2) Etiologi

21
1. ketidakbeerhasilan perbaikan pada laserasi laserasi derajat
ketiga
2. ketidaksembuhan dari penjahitan
(Ilmu bedah kebidanan : 175-182)
3) Penanganan
Perbaikan operatif

(Ilmu Bedah Kebidanan : 177-182)

Cervix

a. Pengertian
Cervix adalah leher rahim atau sesuatu yang berhubungan dengan leher.
(Kamus Kedokteran :51)

b. Etiologi
Robekan servix dapat terjadi pada :

1. Partus presipitatus
2. Trauma karena pemakaian alat-alat operasi (cunam, perforator, vakum
ekstraktor)
3. Melahirkan kepala janin pada letak sungsang secara paksa karena
pembukaan servix belum lengkap
4. Partus lama
c. Diagnosa robekan cervix
Perdarahan PP pada uterus yang berkontraksi baik harus memaksa
kita untuk memeriksa servix inspekulo. Sebagai profilaksis sebaiknya
semua persalinan buatan yang sulit menjadi indikasi untuk memeriksakan
inspekulo.

d. Komplikasi
1. perdarahan
2. syok
3. inkompetensi servix atau infertilitas sekunder

22
e. Penanganan menjahit robekan servix
1. Pertama-tama pinggir robekan sebelah kiri dan kanan di jepit dengan
klem sehingga perdarahan menjadi berkurang atau berhenti
2. Kemudian sevix di tarik sedikit, sehingga lebih jelaskelihatan dari luar
3. Jika pinggir robekan bergerigi, sebaiknya sebelum di jahit pinggir
tersebut diratakan dulu dengan jalan menggunting pinggir yang
bergerigi tersebut.
4. Setelah itu robeka dijahit dengan cutgut cromik, jahitan dimulai dari
ujung robekan dengan cara jahitan terputus-putus atau jahitan angka
delapan
5. Pada robekan yang dalam, jahitan harus di lakukan lapis demi lapis.
Ini dilanjutkan untuk menghindari terjadinya hematoma dalam rongga
di bawah jahitan
3. Ruptura Uteri

a. Pengertian
 Ruptura uteri adalah distrupsi dinding uterus yang merupakan salah
satu kedaruratan obstetri. (Kedaruratan obsttrik : 169)
 Ruptura uteri adalh robekan atau diskontinuitas dinding rahim akibat
dilampaui daya regang miometrium. (Pely. Kesh maternal neonatal :
169)
b. Faktor predisposisi
1. Multiparitas atau grandemulti
2. Pemakaian oksitosin persalinan yang tidak tepat
3. Kelainan letak dan implantasi plasenta
4. Kelainan bentuk uterus
5. Hidramnion
c. Gejala ruptur uteri
1. Sewaktu konsentrasi yang kuat, pasien tiba-tiba merasa nyeri yang
mengiris di perut bagian bawah
2. SBR nyeri sekali kalau di palpasi
3. HIS berhenti

23
4. Ada perdarahan pervagina, walaupun biasanya tidakbanyak
5. Bagian-bagian anak mudah diraba, kalau anak masuk ke dalam
rongga perut
6. Kadang-kadang disamping anak teraba tumor ialah rahim yang telah
mengecil
7. Pada toucher ternyata bagian depan mudah di tolak ke atas malahan
kadang-kadang tidak teraba lagi karena masuk ke dalam rongga
perut
8. Biasanya pasien jatuh dalam shock
9. Kalau ruptura sudah lama terjadi maka seluruh perut nyei dan
gembung
10. Adanya kencing berdarah dapat membantu kita menentukan
diagnosa kalau gejala-gejala kurang jelas
d. Etiologi
1. Parut uterus (SC, Miometrium, reaksi kornua, abortus sebelumnya)
2. Trauma
 Kelahiran operatif (versi, ekstraksi bokong, forsep)
 Perangsangan oksitosin yang berlebihan
 Kecelakaan mobil
3. Ruptura spontan uterus yang tidak berpaut (kontraksi uterus persisten
pada kasus obstruksi pelvis)
 Disproporsi chepalo pelvic
 Malperentasi janin
 Anomali janin (hidrosefalus)
 Multiparitas tanpa penyebab lain
 Lelomioma uteri
4. Faktor-faktor lain
 Placenta akreta atau perkreta
 Kehamilan kornua
 Penyakit trofoblasik invasif

24
e. Diagnosa banding ruptur uteri
1. Solusio placenta
2. Placenta previa
3. Ruptura uteri
f. Klasifikasi ruptura uteri
1. Menurut waktu terjadinya
a. Ruptura uteri gravidarum
Terjadinya sewaktu hamil dan berlokasi pada korpus

b. Ruptura uteri durate partum


Terjadinya waktu melahirkan anak dan berlokasi pada SBR.

2. Menurut lokasinya
a. Korpus uteri
Terjadi pada rahim yang sudah pernah mengalami dan operasi
(SC) yang kolporal atau miomektomi

b. SBR
Terjadi pada partus yang sulit dan lama yatu tambah
merenggang dan tipis dan akhirnya ruptur uteri.

c. Servix uteri
Terjadi pada waktu melakukan ekstraksi forcep atau versi dan
ekstraksi pada pembukaan lengkap.

d. Kolpoporeksis – kolporeksi
Robekan diantara servix dan vagina.

3. Menurut robeknya peritoneum


a. Kompleta
Robekan pada dinding uterus – peritoneum (parametrium)
sehingga terdapat hubungan antara rongga perut dan uterus.

b. Inkompleta
Robekan pada otot rahim tapi peritonium tidak ikut robek.

25
4. Menurut etiologinya
a. Ruptura uteri spontan
- Karena dinding rahim yang lemak atau cacat
Misal : Bekas SC, miomektomi, perforasi saat kuretase,
histerorafia, pelepasan plasenta manual

- Karena peregangan yang luar biasa dari rahim


Misal : Panggul sempit, kelainan bentuk panggul, janin
besar, DM, hidrops feralis, post maturitas, dan
grandemulti.

b. Ruptura violenta (traumatika)


Karena : Estraksi forsep, versi dan ekstraksi, embriotomi, versi
braxton hicks, sindrom tolakah, manual placenta,
kuretase, espresi kristeller atau crede.

5. Menurut gejala klinis


a. Ruptura iminens (membakat, mengancam)
b. Ruptura uteri (sebenarnya)
g. Profilaksis Ruptura Uteri
1. CPD
 Anjurkan bersalin di rumah sakit
2. Malposisi kepala
 Coba lakukan preposisi
 Pikirkan SC primer saat inpartu
3. Mal presentasi
 Letak lintang / presentasi bahu / letak bokong / presentasi rangkap
4. Hidrosefalus
5. Rigid cervik
6. Tetania uteri
7. Tumor jalan lahir
8. Bekas SC

26
 Anjurkan persalinan di rumah sakit
 Jika kepala cukup turun lakukan ekstraksi forceps
9. Uterus cacat, karena miomektomi, manual uri, anjurkan bersalin di
rumah sakit
10. Ruptura uteri
 Rujuk
h. Penanganan Ruptura Uteri
1. Mengatasi syok
2. Perbaiki KU penderita dengan pemberian infus dan sebagaimana
3. Kardiotonika, antibiotika dan sebagainya
4. Jika sudah mulai membaik lakukan laparatomi dengan tindakan
jenis operasi
 Histerektomi (total dan subtotal)
 Histerorafia (tepi luka di eksidir → dijahit)
 Konservatif (dengan temporade dan antibiotaka yang
cukup)

27
J. Pathways Keperawatan

28
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian
1. Identitas Klien dan Penanggung Jawab
a. Identitas klien

Nama : Ny. T

Umur : 33 tahun

Pendidikan : SMP

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Jl. Menoreh Raya XII no. 21 Sampangan- Semarang.

Diagnosa Medik : Partus spontan dgn episiotomi hari ke II,PIII A0

Tanggal Masuk : 8 Mei 2007, Jam 13.30 WIB

Tanggal Pengkajian : 9 Mei 2007, jam : 14.30 WIB

b. Identitas Penanggung Jawab

Nama : Tn. G

Umur : 42 tahun

Pekerjaan : Wiraswasta

Pendidikan : STM

Hubungan dgn Klien : Suami

29
2. Riwayat Kesehatan Klien
a. Keluhan utama : klien mengeluh nyeri pada perineum
akibat episiotomi. Seperti kesemutan, cekit- cekit dan perih. Skala nyeri 8.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien hamil 38 minggu, G III PII A0, mengeluh kenceng-kenceng, keluar darah
berwarna coklat, flek-flek, kemudian klien pergi ke rumah Bidan dan
memeriksakannya, lalu oleh Bidan klien di sarankan untuk ke Rumah Sakit Dr.
Karyadi. Jam 07.10 WIB klien ke Rumah Sakit Dr. Karyadi (RSDK) di bagian
UGD lalu dipindah ke ruang B3-OBS, tanggal 8 Mei 2007 jam 09.10 WIB di
ruang VK klien melahirkan anak laki-laki, Apgar score: 10, BB: 3,1 kg, PB: 50
cm, LK: 34 cm, LD:32 cm, LL : 12cm.. Lama persalinan 6 jam 25 menit, kala I :
03.00-09.00, kala II : 09.00-09.10, kala III : 09.10 - 09.25.
4. Riwayat Kesehatan Dahulu
Riwayat asma (-), hipertensi (-), demam berdarah (-), penyakit jantung (-).
5. Riwayat Kesehatan keluarga
Klien mengatakan keluarganya ada yang menderita asma, hipertensi, demam
berdarah, penyakit jantung, riwayat gamelli tidak dikaji.
6. Riwayat Kehamilan
G III PII A0, HPHT tanggal 16/08/2006, taksiran persalinan 23 Mei 2007. klien
mengatakan rajin untuk memeriksakan kehamilannya di Bidan terdekat. Yang
dimulai pada minggu ke-5 dan tiap bulan periksa ke Bidan. Pada waktu kehamilan
klien mengeluh mual-mual (nyidam).
7. Riwayat Persalinan
Klien telah mempunyai 2 orang anak, yaitu :
a) Laki-laki dengan Berat Badan Lahir : 3.000 gr, aterm, spontan di rumah
persalinan Salatiga dan sekarang berusia 13 tahun, persalinannya.tidak dengan
episiotomi
b) Perempuan dengan BBL : 3.500 gr, usia 37 minggu, spontan di Bidan
terdekat, sekarang berusia 7 tahun, persalinan dengan episiotomi.
8. Riwayat Haid
Menarche umur 13 tahun dengan siklus 28 hari dan tidak ada keluhan ketika haid.

30
9. Pengkajian Pola Kesehatan Fungsional
a) Persepsi Terhadap Kesehatan
Klien menganggap bahwa kesehatan itu sangat penting untuk klien sehingga
selalu memeriksakan kehamilannya di Bidan untuk mengetahui status
kesehatannya. Ketika sakit, klien membeli obat sendiri di apotik. Bila tidak
sembuh, maka Ny. T langsung berangkat periksa ke Bidan terdekat / dokter.
b) Pola Aktivitas dan Latihan
Klien mengatakan bahwa sebelum kehamilan ke tiga, klien tidak ada keluhan
begitu juga saat kehamilan ketiga ini. Klien hanya mengeluh perutnya terasa
penuh sehingga pada trimester akhir klien. Aktivitasnya sedikit. Dirumah sakit
juga tidak leluasa bergerak karena merasa nyeri, klien terlihat lemas dan
sedikit aktivitas.
c) Pola Istirahat dan Tidur
Pada waktu hamil klien kurang tidur/ istirahat karena tidak nyaman dengan
posisi tidurnya, sehingga klien hanya tidur malam 21.0004.00 WIB,
sedangkan tidur siang klien jarang-jarang. Ketika dirumah sakit klien susah
tidur. Klien tidur malam dari jam 21.00 - 05.00 WIB. Klien sering terbangun
pada malam hari karena adanya luka post episiotomi pada perineum.
d) Pola nutrisi dan Metabolik
Sebelum sakit klien makan 1/4 porsi dari makanan yang disediakan malah
kadang-kadang klien lebih sering puasa. Klien nyidam rujak dan lebih makan-
makanan rujak. Saat dirumah sakit klien makan 1/2 porsi – 1 porsimakan.
Klien minum ± 500 – 600 cc/ hari.
e) Pola Eliminasi (BAB dan BAK)
Sebelum kerumah sakit, klien biasa buang air besar 1 kali / hari dan ketika
dirumah sakit klien belum buang air besar karena merasakan sedikit nyeri
dengan skala 2-3. sebelum masuk Rumah Sakit, klien buang air kecil ± 4-5 x/
hari, begitu juga saat klien di Rumah Sakit.
f) Pola Kognitif
Klien percaya apabila mematuhi therapi pengobatan ia akan sembuh. Klien
mengeluh nyeri, skala nyeri 8. nyeri timbul saat klien bergerak dan nyeri

31
hilang saat dilakukan teknik relaksas. Nyeri pada bagian perineum, nyeri
hilang timbul ± 2-3 menit, cekit-cekit dan perih.
g) Pola Konsep Diri
Identitas diri : klien mengatakan tetap percaya diri dan menyukai bentuk
tubuhnya.
Peran : klien sebagai seorang Ibu yang mempunyai 3 orang anak.
h) Pola Koping
Klien mengatakan bahwa untuk memutuskan sesuatu klien membicarakannya
dengan Suami dan Orang tuanya. Hubungan dengan teman dan tetangganya
baik-baik saja.
i) Pola Seksual- Reproduksi
Klien mengatakan bahwa kehamilannya mengganggu pola seksualnya.
Sehingga klien jarang melakukan hubungan seksual dengan Suaminya.
j) Pola Hubungan Sosial
Klien mengatakan bahwa dirumahnya, klien suka mengikuti kegiatan PKK
dan pengajian, atau kegiatan POSYANDU 1 bulan sekali. Klien mengatakan
tidak ada masalah dengan orang lain.
k) Pola Nilai dan Kepercayaan
Klien mengatakan beragama Islam dan selama dirumah sakit klien merasa
tidak leluasa dan tidak mampu untuk sholat 5 waktu.
10. Pemeriksaan Fisik Pada Ibu
a. Kepala : Mesochepal
- Rambut : Tidak mudah rontok, cukup bersih, hitam, lurus
- Mata : Sklera tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis, pupil
- Hidung : Bersih, tidak ada sekret, tidak ada pernafasan cuping hidung
- Telinga : Bersih, simetris, tidak ada sekret
- Mulut : Stomatitis (-), Karies Gigi (-)
b. Leher : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran tonsil, trakhea ditengah,
tidak ada distensi vena jugularis
c. Dada : Mammae simetris, berisi, hangat, areola berpigmentasi, nipple
menonjol, ekspansi paru simetris

32
d. Abdomen : Ada striae sedikit, DRA tidak dikaji, tidak ada massa pada
abdomen, bising usus 18x/ menit , TFU : ± 2cm dibawah umbilikus.
e. Perineum : Keluar darah sedikit ± 40 cc , luka episiotomy masih basah,
kemerahan,tidak ada oedema, ada bintik kebiruan, tidak ada nanah dan tidak
ada perdarahan, jenis jahitan jelujur., jumlah jahitan dalam dan luar tidak
dikaji.
f. Anus : Tidak ada hemoroid
g. Ekstremitas : Tidak ada varises, akral dingin, tidak ada oedem, Homan’s
sign tidak dikaji.
h. Tanda-TandaVital :TD : 120/ 80 mmHg

S : 36,5ºC

RR : 24x / menit

N : 82x / menit

B. Pengelompokan Data
1. Data Subjektif
a) Klien mengatakan nyeri pada perineum akibat episiotomi skala 8, ketika
bergerak nyerinya cekit-cekit dan perih.
b) Klien mengatakan tidak tahu cara melakukan perawatan payudara
c) Pasien mengatakan masih keluar darah dari jalan lahir seperti menstruasi.
2. Data Objektif
a) Klien tampak kesakitan
b) Klien sering bertanya bagaimana melakukan perawatan payudara.
c) Adanya kemerahan dan nyeri tekan pada perineum
d) Terdapat luka episiotomi, keadaan vulva kotor, keluar rubra ± 40 cc.

33
Analisa Data

No Data Problem Etiologi


1. S : klien tampak klien mengatakan Terputusnya
nyeri pada perineum akibat Gangguan rasa jaringan sekunder
episiotomi skala 8, ketika bergerak nyeri terhadap luka
nyerinya seperti cekit-cekit dan episiotomi
perih.
O : klien tampak meringis
kesakitan
2. S : klien mengatakan masih keluar Trauma jaringan /
darah dari jalan lahir seperti Resiko infeksi kerusakan fisik
menstruasi.
O : • adanya kemerahan dan nyeri
tekan pada perineum.
• terdapat luka episiotomi,
keadaan vulva kotor, keluar
lochea rubra ± 40 cc,cairan
berwarna merah, Hb:11,80 gr
%, suhu: 36,5ºC.
3. S : klien mengatakan tidak tahu Minimnya
bagaimana melakukan perawatan Kurangnya informasi tentang
payudara. pengetahuan perawatan
O : Klien sering bertanya tentang “Breast payudara.
bagaimana melakukan perawatan Care”.
payudara.

C. Diagnosa Keperawatan

34
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan sekunder
terhadap luka episiotomi ditandai dengan klien mengatakan nyeri pada perineum
akibat episiotomi, skala 8 ketika bergerak nyerinya cekit-cekit dan perih, klien
tampak meringis kesakitan.
2. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan/kerusakan kulit ditandai
dengan klien mengatakan masih keluar darah dan jalan seperti menstruasi, adanya
kemerahan dan nyeri tekan pada perineum, terdapat luka episiotomi, keadaan
vulva kotor, keluar lochea rubra ± 40 cc.
3. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan minimnya informasi tentang Breast
care ditandai dengan klien mengatakan tidak tahu bagaimana cara melakukan
perawatan payudara, klien sering bertanya-tanya bagaimana cara melakukan
perawatan payudara.

D. Intervensi
 Dx. 1 →Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan
sekunder terhadap luka episiotomi ditandai dengan klien mengatakan nyeri pada
perineum akibat episiotomi, skala 8 ketika bergerak nyerinya cekit-cekit dan
perih, klien tampak meringis kesakitan.
1. Tujuan : Mencegah atau meminimalkan rasa nyeri.
2. Kriteria :
a) Nyeri berkurang atau hilang.
b) Ekspresi wajah rileks.
c) Pasien mampu melakukan tindakan dan mengungkapkan intervensi untuk
mengatasi nyeri dengan cepat.
d) Tanda-tanda vital normal (tekanan darah 120/ 80 mm Hg. Nadi 8088 x/
menit)
3. Intervensi
a) Tentukan lokasi dan sifat nyeri.
Rasional : mengidentifikasikan kebutuhan-kebutuhan khusus dan
intervensi yang tepat.
b) Inspeksi perbaikan perineum dan episiotomi

35
Rasional : dapat menunjukkan trauma berlebihan pada jaringan perineal
dan atau terjadinya komplikasi yang memerlukan evaluasi atau intervensi
lebih lanjut.
c) Ajarkan klien untuk duduk dengan mengkonstraksikan otot gluteal.
Rasional : penggunaan pengencangan gluteal saat duduk menurunkan
strees dan tekanan langsung pada perineum.
d) Berikan informasi tentang berbagai startegi untuk menurunkan nyeri,
misalnya teknik relaksasi dan distraksi.
Rasional : membantu memberikan rasa nyaman.
e) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik
Rasional : memberikan kenyamanan sehingga klien dapat memfokuskan
pada perawatan sendiri dan bayinya.
 Dx. 2 → Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan/kerusakan kulit
ditandai dengan klien mengatakan masih keluar darah dan jalan seperti
menstruasi, adanya kemerahan dan nyeri tekan pada perineum, terdapat luka
episiotomi, keadaan vulva kotor, keluar lochea rubra ± 40 cc.
1. Tujuan : Infeksi tidak terjadi.
2. Kriteria :
a) Luka episiotomi sembuh dengan sempurna dan tidak ada tanda-tanda
infeksi (color, tumor, dolor, dan fungsio laesa)
b) Pasien mampu mendemontrasikan teknik-teknik untuk meningkatkan
penyembuhan.
c) Tanda-tanda vital dalam batas normal, terutama suhu (36-37º C)
d) Nutrisi terpenuhi (adekuat)
3. Intervensi :
a) Kaji adanya perubahan suhu.
Rasional : Peningkatan suhu sampai 38,3º C pada 2-10 hari setelah
melahirkan sangat menandakan infeksi.

b) Observasi kondisi episiotomi seperti adanya kemerahan, nyeri tekan yang


berlebihan dan eksudat yang berlebihan.

36
Rasional : Dapat menunjukkan trauma berlebihan pada jaringan parenial
dan atau terjadinya komplikasi yang memerlukan evaluasi intervensi lebih
lanjut.
c) Anjurkan pada pasien untuk mencuci tangan sebelum dan sesudah
menyentuh genital. Rasional : membantu mencegah/ menghalangi
penyebaran infeksi.
d) Catat jumlah dan bau lochea atau perubahan yang abnormal.
Rasional : Lochea normal mempunyai bau amis, lochea yang purulen dan
bau busuk menunjukkan adanya infeksi.
e) Anjurkan pada pasien untuk mencuci perineum dengan menggunakan
sabun dari depan kebelakang dan untuk mengganti pembalut sedikitnya
setiap 4 jam atau jika pembalut basah.
Rasional : Membantu mencegah kontaminasi rektal memasuki vagina atau
uretra
f) Ajarkan pada klien tentang cara perawatan luka perineum.
Rasional : Meningkatkan pengetahuan klien tentang perawatan vulva.
g) Kolaborasi untuk pemberian anti biotik
Rasional : Mencegah infeksi dan penyebaran kejaringan sekitar.
 Dx. 3 → Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan minimnya informasi
tentang perawatan payudara ditandai dengan klien mengatakan tidak tahu
bagaimana cara melakukan perawatan payudara, klien sering bertanya-tanya
bagaimana cara melakukan perawatan payudara.
1. Tujuan : Agar ASI lancar, sekitar areola dan puting tidak kotor, payudara
tidak bengkak.
2. Kriteria :
a) Klien dapat mengerti tentang cara perawatan payudara.
b) Klien mampu melakukan cara perawatan payudara.

3. Intervensi :
a) Lakukan Breast care pada klien

37
Rasional : menggali seberapa banyak pengetahuan dan pemahaman yang
diterima pasien.
b) Ajarkan breast care pada Ibu.
Rasional : agar payudara tidak bengkak dan ASI lancer.
c) Kaji pengetahuan klien tentang perawatan payudara
Rasional : Menggali seberapa banyak pengetahuan yang diterima klien
d) Kaji produksi ASI pada klien
Rasional : Untuk mengetahui seberapa banyak produksi ASI
e) Anjurkan pada Ibu untuk melakukan perawatan payudara tiap pagi hari.
Rasional : Agar ASI keluar dengan lancar.

E. Implementasi

No Diagnosa Keperawatan Implementasi

38
1. Gangguan rasa nyaman nyeri b/d 1. Menentukan lokasi dan sifat nyeri.
terputusnya jaringan sekunder 2. Menginspeksi perbaikan perineum dan
terhadap luka episiotomy. episiotomi
3. Mengajarkan klien untuk duduk dengan
mengkonstraksikan otot gluteal.
4. Memberikan informasi tentang berbagai
startegi untuk menurunkan nyeri,
misalnya teknik relaksasi dan distraksi.
5. Mengkolaborasikan dengan dokter untuk
pemberian analgetic.
2. Resiko infeksi b/d trauma 1. Mengkaji adanya perubahan suhu.
jaringan/kerusakan kulit. 2. Mengobservasi kondisi episiotomi
seperti adanya kemerahan, nyeri tekan
yang berlebihan dan eksudat yang
berlebihan.
3. Menganjurkan pada pasien untuk
mencuci tangan sebelum dan sesudah
menyentuh genital.
4. Mencatat jumlah dan bau lochea atau
perubahan yang abnormal.
5. Menganjurkan pada pasien untuk
mencuci perineum dengan
menggunakan sabun dari depan
kebelakang dan untuk mengganti
pembalut sedikitnya setiap 4 jam atau
jika pembalut basah.
6. Mengajarkan pada klien tentang cara
perawatan luka perineum.
7. Mengkolaborasikan untuk pemberian
anti biotik.
3. Kurangnya pengetahuan b/d informasi 1. Melakukan Breast care pada klien
tentang perawatan payudara. 2. Mengajarkan breast care pada Ibu.

39
3. Mengkaji pengetahuan klien tentang
perawatan payudara
4. Mengkaji produksi ASI pada klien
5. Menganjurkan pada Ibu untuk
melakukan perawatan payudara tiap
pagi hari.

F. Evaluasi

No Diagnosa Keperawatan Evaluasi


1. Gangguan rasa nyaman nyeri b/d S : Klien mengatakan skala nyeri
terputusnya jaringan sekunder berkurang yaitu 2.
terhadap luka episiotomy. O : Klien terlihat rileks dan tidak lemas
TD : 120/80 mmHg, S : 36,5 ° C, N :
84 x/ menit, RR : 22x/ menit.
A : Masalah teratasi sebagian.
P : Lanjutkan intervensi 9 kaji karakteristik
/ skala nyeri 9 Anjurkan pasien untuk
mobilitas dini / teknik relaksasi.
2. Resiko infeksi b/d trauma S : –
jaringan/kerusakan kulit. O :● Tidak ada tanda-tanda infeksi pada
luka jahitan pada perineum.
● TD : 120/80 mmHg, N : 84x/menit,
S: 36,5° C, RR : 22 x/ menit
● Tidak ada kemerahan, tidak ada
oedem, tidak ada perdarahan/ nanah
pada luka jahitan.
A : Masalah teratasi.
P : Lanjutkan intervensi 9 Lakukan
perawatan vulva hygiene dengan teknik
steril dan aseptic.

40
3. Kurangnya pengetahuan b/d informasi S : Klien mengatakan sudah paham
tentang perawatan payudara. bagaimana cara melakukan perawatan
payudara.
O :Klien belajar mendemontrasikan
perawatan payudara.
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi 9 Anjurkan klien
melakukan breast care tiap pagi hari

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

41
Kasus post partum episiotomi pada Ny. T adalah tipe lateralis atas indikasi
perineum yang kaku, efek samping dari tindakan insisi ini adalah penyembuhan luka
yang lama.Jika tidak mendapat perawatan yang optimal dapat menimbulkan
komplikasi , yaitu terjadinya infeksi pada luka episiotomi. Asuhan keperawatan yang
dilakukan pada Ny. T mulai dari pengkajian masalah keperawatan, perencanaan,
implementasi dan evaluasi. Pada kasus Ny. T muncul masalah keperawatan gangguan
rasa nyaman nyeri, resiko terjadinya infeksi, dan kurang pengetahuan klien tentang
perawatan payudara. Setelah dilakukan tindakan keperawatan sesuai intervensi yang
ada didapatkan hasil evaluasi masalah dapat teratasi sesuai dengan kriteria hasil.
Namun ada masalah resiko terjadinya infeksi hanya teratasi sebagian karena masalah
ini masih perlu tindakan lebih lanjut hingga luka episiotomi sembuh.

B. Saran
Perawat hendaknya melakukan pengkajian post partum episiotomi secara tepat
agar tidak muncul komplikasi yang lebih berat sesuai dengan tahap-tahap asuhan
keperawatan, karena pada dasarnya post episiotomi bisa sembuh secara cepat bila
dilakukan penanganan secara dini dan akurat. Dalam melaksanakan asuhan
keperawatan diperlukan kerjasama dengan tim kesehatan yang lain, serta keluarga
sehingga dapat dilakukan penentuan tindakan yang tepat. Untuk pendokumentasian
hendaknya dilengkapi mulai dari pengkajian sampai evaluasi agar pelaksanaan
asuhan keperawatan lebih terfokus sehingga intervensi dapat dilakukan dan informasi
yang diberikan harus lebih jelas agar dalam pelaksanaannya tidak terjadi salah paham
antar anggota perawat. Hendaknya Rumah Sakit memberikan informasi-informasi
tentang kesehatan pada pasien dengan menggunakan leafleat agar dapat
diinformasikan pada orang lain, sehingga pengetahuan masyarakat tentang kesehatan
meningkat yang bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

42
Green, Carol J. 2012. Rencana Asuhan Keperawatan : maternal & bayi baru lahir. Jakarta

: EGC.

Mochtar, R. 1998. Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC.

Syaifuddin. 1997. Kedaruratan Obsetri dan Ginekologi. Jakarta : ECG.

Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka.

http://www.scribd.com/doc/53815041/Jtptunimus-Gdl-Dwimayangp-5599-3-Bab2

Bobak, M. Irene .2004. Maternity and Gynekologic Care, Mosby Company, USA.

Bramantyo,Lastiko.2006. Info Ayahbunda,Retrieved June 11,2007,from


http://www.ayahbunda-online_com.htm

Carpenito, L. J. 1998. Hand Book of Nursing Diagnosis : Diagnosa Keperawatan, Edisi


6, Alih Bahasa Monica Ester, SKp, dkk, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Doengoes, M. E .2001. Rencana Keperawatan Maternal atau Bayi : Pedoman Untuk


Perencanaan dan Dokumentasi Keperawatan Klien, Edisi 2, Penerbit Buku Kedokteran,
EGC, Jakarta.

43

Anda mungkin juga menyukai