Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN POST SECTIO CAESAREA

DENGAN CPD PADA Ny.N DI BANGSAL AROFAH

RS MUHAMMADIYAH SELOGIRI

Disusun Oleh:

Annisa Zunti Nuraini

DA120050

PROGRAM STUDI D-3 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MAMBA'UL 'ULUM

SURAKARTA

2023
LAPORAN PENDAHULUAN POST SECTIO CAESAREA

DENGAN CPD PADA Ny.D DI BANGSAL AROFAH

RS MUHAMMADIYAH SELOGIRI

I. KONSEP DASAR
A. Definisi
Sectio Caesarea (SC) merupakan suatu pembedahan guna
melahirkan anak lewat insisi pada dinding abdomen dan uterus
(Hidayah, 2019).
Sectio Caesarea adalah suatu persalinan buatan dimana janin
dilahirkan melalui insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim
dengan syarat rahim dalam keadaan utuh (Rahmayanti, 2019).
CPD (Chepalo Pelvik Dispropotion) yaitu ukuran lingkar panggul
ibu tidak sesuai dengan ukuran kepala janin yang dapat menyebabkan
ibu tidak bisa melahirkan secara normal (Brillianty, 2019).
Chepalo Pelvic Disproportion (CPD) atau disproporsi fotopelvik
yaitu penggambaran ketidaksesuaian antara ukuran janin dan ukuran
pelvis, ukuran pelvis tertentu tidak cukup besar untuk mengakomodasi
keluarnya janin melalui pelvis sampai terjadi kelahiran pervagina
(Amir, 2020).
Sectio caesarea dengan CPD yaitu suatu tindakan persalinan
dimana janin dilahirkan melalui insisi pada dinding abdomen dan
uterus karena ketidaksesuaian ukuran janin dengan pelvis sehingga ibu
tidak dapat melahirkan secara normal.
B. Etiologi
Penyebab sectio ceasarea antara lain:
1. Chepalo Pelvik Disproportion (CPD)
Chepalo Pelvik Disproportion yaitu ukuran lingkar panggul ibu
tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat
menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara normal. Tulang
panggul merupakan susunan beberapa tulang yang membentuk
rongga panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin
ketika akan lahir secara normal. Bentuk panggul yang
menunjukkan kelainan atau panggul patologis juga dapat
menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan normal sehingga
harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis tersebut
menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris dan ukuran
bidang panggul menjadi abnormal (Hidayah, 2019).
2. Pre Eklamsia Berat (PEB)
Pre eklamsi dan eklamsi adalah penyakit yang langsung
disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih kurang jelas.
Setelah perdarahan dan infekisi, pre eklamsi dan eklamsi
merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal paling
penting dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah
penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati agar tidak
berlanjut menjadi eklamsi (Hidayah, 2019).
3. KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini merupakan pecahnya ketuban sebelum
terdapat tanda persalinan dan ditunggu satu jam sebelum terjadi
inpartu. Ketuban dinyatakan pecah dini bila terjadi sebelum proses
persalinan berlangsung.
Ketuban pecah dini merupakan masalah penting dalam obstetrik
berkaitan dengan penyulit kelahiran premature dan terjadinya
infeksi khoriokarsinoma sampai sepsis, yang meningkatkan
mordibitas dan mortalitas perinatal dan menyebabkan infeksi ibu.
Ketuban pecah dini disebabkan oleh berkurangnya kekuatan
membrane atau meningkatnya tekanan intrauterine atau oleh kedua
faktor tersebut. Berkurangnya kekuatan membrane disebabkan oleh
adanya infeksi yang berasal dari vagina dan serviks. Penanganan
ketuban pecah dini memerlukan pertimbangan usia gestasi, adanya
infeksi pada komplikasi ibu dan janin dan adanya tanda-tanda
persalinan (Hidayah, 2019).
4. Bayi Kembar
Bayi kembar tidak selamanya dilahirkan secara caesar. Hal ini
karena kelahiran kembar memiliki resiko terjadinya komplikasi
yang lebih tinggi daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi
kembar dapat mengalami sungsang atau salah lintang sehingga
sulit untuk dilahirkan secara normal (Hidayah, 2019).
5. Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang
tidak memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan
kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit
bernapas (Hidayah, 2019).
6. Kelainan Letak Janin
a. Kelainan pada letak kepala
1) Letak kepala tengadah
Bagian bawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan
dalam teraba UUB yang paling rendah. Etiologinya yaitu
kelainan panggul, kepala bentuknya normal, anaknya kecil
atau mati, kerusakan dasar panggul.
2) Presentasi muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala
yang terletak paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi,
kira-kira 0,27-0,5%.
3) Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada
posisi terendah dan tetap paling depan. Pada penempatan
dagu, biasanya dengan sendirinya akan berubah menjadi letak
muka atau letak belakang kepala.
b. Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak
memanjang dengan kepala di fundus uteri dan bokong berada di
bagian bawah kavum uteri. Dikenal beberapa jenis letak
sungsang, yakni presentasi bokong, presentasi bokong kaki
sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi
kaki (Hidayah, 2019).
7. Kelainan Letak Lintang
Letak lintang adalah jika letak anak di dalam rahim sedemikian
rupa hingga paksi tubuh anak melintang terhadap paksi rahim.
Sesungguhnya letak lintang sejati (paksi tubuh agak tegak lurus
pada paksi rahim dan menjadikan sudut 90°) jarang sekali terjadi.
Pada letak lintang, bahu biasanya berada di atas pintu atas panggul
sedangkan kepala terletak pada salah satu fosa iliaka dan bokong
pada fosa iliaka yang lain. Pada keadaan ini, janin bisa berada pada
presentase bahu atau akromion (Hidayah, 2019).
C. Tanda dan Gejala
Manifestasi klinis sectio caesarea antara lain:
1. Nyeri akibat luka pembedahan
2. Adanya luka insisi pada bagian abdomen
3. Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus
4. Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan yang berlebihan (lokhea
tidak banyak)
5. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800
ml
6. Emosi labil atau perubahan emosional dengan mengekspresikan
ketidakmampuan menghadapi situasi baru
7. Biasanya terpasang kateter urinarius
8. Auskultasi bising usus tidak terdengar atau samar
9. Pengaruh anastesi dapat menimbulkan mual dan muntah
10.Status pulmonary bunyi paru jelas dan vasikuler
11.Pada kelahiran sectio caesarea tidak direncanakan maka biasanya
kurang paham prosedur (Hidayah, 2019).
D. Patofisiologi
Sectio Caesarea merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan
berat di atas 500 gram dengan sayatan pada dinding uterus yang masih
utuh. Indikasi dilakukan tindakan ini yaitu distorsi jaringan lunak,
placenta previa dll, untuk ibu. Sedangkan untuk janin adalah gawat
janin. Janin besar dan letak lintang setelah dilakukan dilakukan SC ibu
akan mengalami adaptasi post partum baik dari aspek kognitif berupa
kurang pengetahuan sehingga muncul masalah keperawatan defisiensi
pengatahuan. Akibat kurang informasi dan dari aspek fisiologis yaitu
produk oxsitosin yang tidak adekuat akan mengakibatkan air susu ibu
(ASI) yang keluar hanya sedikit.
Luka dari insisi akan menjadi port de entris bagi kuman sehingga
muncul masalah keperawatan resiko infeksi. Nyeri adalah masalah
utama karena insisi yang mengakibatkan gangguan rasa nyaman.
Adanya luka atau kerusakan jaringan akan melepaskan bahan kimia
endogen yang dapat mempengaruhi keberadaan nosiseptor yang
merupakan saraf eferen primer untuk menerima dan menyalurkan
rangsangan nyeri.
Zat kimia yang merangsang nyeri yaitu bradikinin, serotonin,
histamine, ion kalium, asam asetikolin dan enzim proteolitik, ketika
zat kimia tersebut merangsang nyeri makan akan muncul masalah
keperawatan nyeri akut. Zat kimia yang lain yaitu prostaglandin dan
substansi P, yang mana kedua zat kimia tersebut akan meningkatkan
ujung-ujung serabut nyeri sehingga muncul masalah keperawatan
nyeri akut.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anastesi baik
bersifat regional dan umum. Pengaruh anastesi bagi ibu yaitu tonus
uteri berupa atonia uteri sehingga darah banyak yang keluar, maka
muncul masalah keperawatan resiko perdarahan. Anastesi juga
mempengaruhi saluran pencernaan dengan menurunkan mobilitas
usus, maka peristaltik usus juga menurun yang menyebabkan
perubahan pola eliminasi, sehingga muncul masalah keperawatan
konstipasi (Hidayah, 2019).
E. Komplikasi
Komplikasi Post Sectio Caesarea, diantaranya adalah:
1. Infeksi Purperal (Nifas)
a. Ringan, dengan kenaikan suhu beberapa hari saja.
b. Sedang, dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi, disertai
dehidrasi dan perut sedikit kembung.
c. Berat, dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik. Infeksi berat
sering kita jumpai pada partus terlantar, sebelum timbul infeksi
nifas, telah terjadi infeksi intrapartum karena ketuban yang telah
pecah terlalu lama.
d. Penanganannya adalah dengan pemberian cairan, elektrolit dan
antibiotik yang adekuat dan tepat.
2. Perdarahan karena:
a. Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka.
b. Atonia uteri.
c. Perdarahan pada placental bed
3. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila
reperitonialisasi terlalu tinggi.
4. Kemungkinan ruptur uteri spontan pada kehamilan mendatang
(Brillianty, 2019).
F. Penatalaksanaan
1. Keperawatan
a. Letakan pasien dalam posisi pemulihan.
b. Periksa kondisi pasien, cek tanda vital tiap 15 menit selama 1
jam pertama, kemudian tiap 30 menit jam berikutnya. Periksa
tingkat kesadaran tiap 15 menit sampai sadar.
c. Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi
d. Transfusi jika diperlukan.
e. Jika tanda vital dan hematokrit turun walau diberikan transfusi,
segera kembalikan ke kamar bedah kemungkinan terjadi
perdarahan pasca bedah.
2. Diet
Pemberian cairan infus biasanya dihentikan setelah penderita flatus
lalu di mulailah pemberian minuman dan makanan peroral.
Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh
dilakukan pada 6-10 jam pasca operasi, berupa air putih dan air
teh.
3. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi:
a. Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6-10 jam setelah
operasi.
b. Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur
telentang sedini mungkin setelah sadar.
c. Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5
menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu
menghembuskannya.
d. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi
setengah duduk (semifowler).
e. Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien
dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan
kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke-5 pasca
operasi.
4. Fungsi gastrointestinal
a. Jika tindakan tidak berat beri pasien diit cair.
b. Jika ada tanda infeksi, tunggu bising usus timbul.
c. Jika pasien bisa flatus mulai berikan makanan padat.
d. Pemberian infus diteruskan sampai pasien bisa minum dengan
baik.
e. Perawatan fungsi kandung kemih.
f. Jika urin jernih, kateter dilepas 8 jam setelah pembedahan atau
sesudah semalam.
g. Jika urin tidak jernih biarkan kateter terpasang sampai urin
jernih.
h. Jika terjadi perlukaan pada kandung kemih biarkan kateter
terpasang sampai minimum 7 hari atau urin jernih.
i. Jika sudah tidak memakai antibiotika berikan nirofurantoin 100
mg per oral per hari sampai kateter dilepas.
j. Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak
enak pada penderita, menghalangi involusi uterus dan
menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24-48 jam
/ lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.
5. Pembalutan dan perawatan luka
a. Jika pada pembalut luka terjadi perdarahan atau keluar cairan
tidak terlalu banyak jangan mengganti pembalut.
b. Jika pembalut agak kendor, jangan ganti pembalut, tapi beri
plester untuk mengencangkan.
c. Ganti pembalut dengan cara steril.
d. Luka harus dijaga agar tetap kering dan bersih Jahitan fasia
adalah utama dalam bedah abdomen, angkat jahitan kulit
dilakukan pada hari kelima pasca SC.
6. Hal-hal lain yang perlu diperhatikan
a. Paska bedah penderita dirawat dan diobservasi kemungkinan
komplikasi berupa perdarahan dan hematoma pada daerah
operasi.
b. Pasca operasi perlu dilakukan drainase untuk mencegah
terjadinya hematoma.
c. Pasien dibaringkan dengan posisi semi fowler (berbaring dengan
lutut ditekuk) agar dinding abdomen tidak tegang.
d. Diusahakan agar penderita tidak batuk atau menangis.
e. Lakukan perawatan luka untuk mencegah terjadinya infeksi.
f. Dalam waktu 1 bulan jangan mengangkut barang yang berat.
Selama waktu 3 bulan tidak boleh melakukan kegiatan yang
dapat menaikkan tekanan intra abdomen pengkajian difokuskan
pada kelancaran saluran nafas, karena bila terjadi obstruksi
kemungkinan terjadi gangguan ventilasi yang mungkin
disebabkan karena pengaruh obat-obatan, anestetik, narkotik dan
karena tekanan diafragma. Selain itu juga penting untuk
mempertahankan sirkulasi dengan mewaspadai terjadinya
hipotensi dan aritmia kardiak. Oleh karena itu perlu memantau
TTV setiap 10-15 menit dan kesadaran selama 2 jam dan 4 jam
sekali. Keseimbangan cairan dan elektrolit, kenyamanan fisik
berupa nyeri dan kenyamanan psikologis juga perlu dikaji
sehingga perlu adanya orientasi dan bimbingan kegi-atan post
op seperti ambulasi dan nafas dalam untuk mempercepat
hilangnya pengaruh anestesi Perawatan pasca operasi, jadwal
pemeriksaan ulang tekanan darah, frekuensi nadi dan nafas.
Jadwal pengukuran jumlah produksi urin. Berikan infus dengan
jelas, singkat dan terinci bila dijumpai adanya penyimpangan.
7. Medis
Cairan IV sesuai indikasi anestesia, regional atau general.
Perjanjian dari orang terdekat untuk tujuan sectio caesaria. Tes
laboratorium/diagnostik sesuai indikasi. Pemberian oksitosin sesuai
indikasi. Tanda vital per protokol ruangan pemulihan, persiapan
kulit pembedahan abdomen, persetujuan ditandatangani.
Pemasangan kateter fole (Amir, 2020).
G. Pemerikasaan Penunjang
1. Elektroensefalogram (EEG)
Untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.
2. Pemindaian CT
Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
3. Magneti Resonance Imaging (MRI)
Menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetik
dan gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah-
daerah otak yang tidak jelas terlihat bila menggunakan pemindaian
CT.
4. Uji laboratorium
a. Fungsi lumbal: menganalisis cairan serebrovaskuler.
b. Hitung darah lengkap: mengevaluasi trombosit dan hematokrit.
c. Panel elektrolit.
d. Skrining toksik dari serum dan urin.
e. AGD
f. Kadar kalsium darah.
g. Kadar natrium darah.
h. Kadar magnesium darah (Amir, 2020)
H. Pathways

II. KONSEP KEPERAWATAN


A. Pengkajian
1. Anamnesa
a. Nama, umur, dan alamat.
b. Gravida.
c. Hari pertama haid terakhir (HPHT).
d. Riwayat alergi obat.
e. Riwayat kehamilan sekarang: ANC, masalah yang dialami
selama kehamilan seperti perdarahan, kapan mulai kontraksi,
apakah gerakan bayi masih terasa, apakah selaput ketuban sudah
pecah? Jika ya, cairan warnanya apa? Kental/ encer? Kapan
pecahnya? Apakah keluar darah pervagina? Bercak atau darah
segar? Kapan ibu terakhir makan dan minum? Apakah ibu
kesulitan berkemih?
f. Riwayat kehamilan sebelumnya.
g. Riwayat medis lainnya seperti hipertensi, pernafasan.
h. Riwayat medis saat ini (sakit kepala, pusing, mual, muntah atau
nyeri epigastrium)
2. Pemeriksaan fisik
a. Tunjukkan sikap ramah.
b. Minta mengosongkan kandung kemih.
c. Nilai keadaan umum, suasana hati, tingkat kegelisahan, warna
konjungtiva, kebersihan, status gizi, dan kebutuhan cairan tubuh.
d. Nilai tanda – tanda vital (TD, Nadi, suhu, dan pernafasan),
untuk akurasi lakukan pemeriksaan TD dan nadi diantara dua
kontraksi.
e. Pemeriksaan abdomen
1) Menentukan tinggi fundus.
2) Kontraksi uterus.
3) Palpasi jumlah kontraksi dalam 10 menit, durasi dan lamanya
kontraksi.
a) Memantau denyut jantung janin (normal 120-160x/menit).
b) Menentukan presentasi (bokong atau kepala).
c) Menentukan penurunan bagian terbawah janin.
d) Pemeriksaan dalam
4) Nilai pembukaan dan penipisan serviks
5) Nilai penurunan bagian terbawah dan apakah sudah masuk
rongga panggul
6) Jika bagian terbawah kepala, pastikan petunjuknya
(Rahmayanti, 2019)
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (D.0077).
2. Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan integritas kulit
(D.0142).
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan (D.0056)
C. Rencana Keperawatan

No. Tanggal Tujuan dan kriteria Intervensi Rasional


Dx dan jam hasil

1 20 Setelah dilakukan 1. Identifikasi skala 1. Mengidentifi


Januari tindakan nyeri. kasi skala
2023 keperawatan selama 2. Kolaborasi nyeri.
12.00 2x24 jam nyeri akut pemberian 2. Mengkolabor
WIB teratasi dengan analgetik asikan
kriteria hasil: pemberian
1. Tingkat nyeri analgetik
menurun.
2. Mobilitas fisik
membaik

2 20 Setelah dilakukan 1. Monitor tanda 1. Memonitor


Januari tindakan dan gejala tanda dan
2023 keperawatan selama infeksi. gejala
12.00 2x24 jam resiko 2. Ajarkan infeksi.
WIB infeksi teratasi perawatan luka 2. Mengajarkan
dengan kriteria hasil: post sectio perawatan
1. Tingkat infeksi ceasarea. luka post
menurun. 3. Ajarkan cara sectio
2. Luka mengering mencuci tangan ceasarea.
dengan benar 3. Mengajarkan
cara mencuci
tangan
dengan benar

3 20 Setelah dilakukan 1. Motivasi 1. Memotivasi


Januari tindakan mobilisasi dini 6 mobilitas
2023 keperawatan selama jam. dini 6 jam.
12.00 2x24 jam intoleransi 2. Ajarkan latihan 2. Mengajarkan
WIB aktivitas teratasi ekstremitas, latihan
dengan kriteria hasil: perubahan posisi, ekstremitas,
1. Tingkat keletihan batuk dan nafas perubahan
menurun. dalam posisi, batuk
2. Kemudahan dan nafas
dalam melakukan dalam
aktivitas
DAFTAR PUSTAKA

Amir, F. (2020). Hubungan Paritas dan Usia Terhadap Persalinan Sectio Caesarea
di RSU Bahagia Makassar Tahun 2020. Jurnal Kesehatan Delima
Pelamonia, 4(2), 75-84.

Brillianty, Perawatan Keperawatan AF Di NY. E dan NY. U Post Operasi Caesar


Dengan Masalah Keperawatan Hambatan Mobilitas Fisik DI Ruang Teratai
RSUD Dr. Haryoto Lumajang Tahun 2019 (Disertasi Doktor, Fakultas
Keperawatan, Universitas Jember).

HIDAYAH, N., & ALKAUTSAR, A. K. INTERVENSI KEPERAWATAN


TINDAKAN TEKNIK RELAKSASI NAPAS DALAM TERHADAP
PENURUNAN NYERI AKUT PADA PASIEN POST OPERASI SECTIO
CAESAREA DI RUANG MAWAR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH.

Rahmayanti, R. (2019). Analisis Penerapan Terapi Murottal Pada Ibu Post Seksio
Sesaria Atas Indikasi Riwayat Penyakit Jantung (Supraventricular
Tachycardia): Laporan Kasus. Jurnal Keperawatan Muhammadiyah, 4(2).

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperaatan Indonesia
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta : Dewan Pengurus PPNI.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI (2018). Standar Intervensi Keperaatan Indonesia
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta : Dewan Pengurus PPNI.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperaatan Indonesia
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta : Dewan Pengurus PPNI.

Anda mungkin juga menyukai