Anda di halaman 1dari 28

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK

DENGAN MASALAH SOSIAL BUDAYA

DISUSUN OLEH
• NADIA YULIYANI ( 214201446182)
• THERESIA FRANSISKA (214201446186)
Masalah sosial budaya
 Masalah sosial merupakan suatu ketidaksesuaian antara unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat, yang
membahayakan hidup kelompok sosial atau menghambat terpenuhinya keinginan keinginan pokok warga
kelompok sosial tersebut sehingga menyebabkan kepincangan ikatan sosial. Dalam keaadaan normal
terdapat interaksi serta keadaan yang sesuai pada hubungan-hubungan antara unsur-unsur kebudayaan
atau masyarakat.
 Secara singkat masalah sosial adalah kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Adapun indikator
masalah sosial, yaitu :
1) Ketidaksesuain dengan norma dan nilai yang ada
2) Masyarakat tidak menyukai tindakan yang menyimpang
3) Masyarakat tidak berdaya mengatasinya yang menentukan masalah adalah masyarakat itu sendiri
Perubahan Pada Lansia dengan Masalah Sosial Budaya

 Permasalahan khusus yang sering terjadi pada lansia adalah proses penuaan yang terjadi secara
alami dengan konsekuensi timbulnya masalah fisik, mental, dan sosial. Masalah psikososial yang
sering dijumpai pada lansia menambah berat beban keluarga dan masyarakat. Dari segi sosial, lansia
mengalami penurunan interaksi antara diri lansia dengan kelompok.
 Perubahan yang dialami lansia diantaranya yaitu perubahan fungsi fisiologis berupa keterbatasan,
kelemahan dan ketergantungan yang akan mempengaruhi Pkondisi psikososial lansia seperti
gangguan emosional, stress, depresi, mudah marah atau perubahan fungsi psikososial lainnya.
Perubahan fungsi psikososial yang terjadi seperti lansia yang mengalami gangguan interaksi karena
adanya penyakit dan keterbatasan.
 Perubahan fungsi psikososial yang terjadi seperti lansia yang mengalami gangguan interaksi karena
adanya penyakit dan keterbatasan, gangguan interaksi dengan lingkungan karena adanya perubahan
peran, serta perubahan hubungan dengan lingkungan tempat tinggal
Dampak yang Di Timbulkan Pada Lansia
 Perubahan fungsi psikososial pada lansia akan berdampak terhadap terjadinya
kerusakan fungsi psikososial pada lansia. Kerusakan fungsi psikososial pada lansia
menjadi salah satu faktor resiko terhadap kejadian pengabaian pada lansia. Kerusakan
fungsi psikososial dipicu oleh adanya faktor resiko seperti adanya kerusakan fungsi
kognitif yang menyebabkan demensia, ketidakmampuan dalam mengambil keputusan,
kurangnya kontak sosial, membuat lansia beresiko mendapatkan perlakuan pengabaian,
 Adanya kerusakan fungsi psikososial yang dialami oleh lansia berdampak pada
pandangan serta perlakuan yang akan diterima lansia dari masyarakat maupun keluarga,
terutama keluarga yang sibuk dengan kesehariannya dan tidak ada waktu untuk
memperhatikan kebutuhan lansia
Pengabaian
 Pengabaian adalah sesuatu yang berhubungan dengan kegagalan pemberi perawatan dalam
memberikan pelayanan yang dibutuhkan untuk kebutuhan fisik dan mental pada individu lansia
 Pengabaian dibagi atas pengabaian aktif dan pengabaian pasif. Pengabaian aktif adalah penolakan
atau kegagalan pemberi pelayanan melakukan kewajibannya yang dilakukan dengan sadar dan
sengaja sehingga menyebabkan penderitaan fisik dan distress emosional pada lansia. Pengabaian
pasif adalah penolakan atau kegagalan pemberi pelayanan melakukan kewajiban dalam memenuhi
kebutuhan lansia tanpa adanya unsur kesengajaan tetapi menimbulkan distress fisik dan emosional
pada lansia.
 disimpulkan bahwa pengabaian merupakan tindakan yang disengaja maupun tidak disengaja yang
menimbulkan kegagalan dalam memberikan pelayanan pada lansia sehingga kebutuhan lansia tidak
terpenuhi termasuk kebutuhan kesehatan.
Etiologi pengabaian
 Pandangan yang lemah, kurangnya wawasan, ketidakmampuan membuat keputusan
yang aman, dan hilangnya kontak dengan kenyataan merupakan kelemahan spesifik
yang bisa menyebabkan penyalahgunaan dan pengabaian. ketika lansia menyangkal
adanya gangguan kognitif atau menolak bantuan atau evaluasi, akan meningkatkan
resiko pengabaian lansia. Lansia yang tinggal sendiri dan sadar akan gangguan mereka
mungkin takut untuk mengakui, karena mereka takut bahwa mereka memiliki masalah
yang tidak dapat diobati yang akan dipindahkan ke fasilitas perawatan jangka panjang.
Rasa takut ini bisa berujung pada isolasi sosial, penampakan penyebab gangguan/
kerusakan yang dapat diobati atau reversibel, atau penurunan fungsi yang progresif
namun tidak perlu
Manifestasi klinis
Menurut Mauk (2014) tanda-tanda adanya bentuk perlakuan pengabaian pada lansia antara
lain:
 Terlambat dalam melakukan pengobatan
 Dehidrasi, malnutrisi, ulkus decubitus, atau kondisi kebersihan kurang
 Perubahan dalam pemberian pelayanan kesehatan
 Kehilangan alat bantu seperti gigi palsu, kacamata, alat bantu dengar serta alat bantu
lainnya.
Pengabaian merupakan hal-hal yang berkaitan dengan fungsi tubuh lansia seperti adanya
kondisi meliputi pemenuhan kebutuhan nutrisi, cairan, dan kebersihan diri pada lansia.
Akibat pengabaian pada lansia
 Akibat dari perubahan yang terjadi pada lansia dengan pengabaian yaitu faktor yang dihadapi para
lansia yang sangat mempengaruhi psikologis lansia yaitu penurunan kondisi fisik, perubahan aspek
psikososial, perubahan yang berkaitan dengan pekerjaan serta perubahan dalam peran sosial
dimasyarakat
 Kerusakan fungsi psikososial pada lansia menjadi salah satu faktor resiko terhadap kejadian
pengabaian pada lansia. Kerusakan fungsi psikososial dipicu oleh adanya faktor resiko seperti
adanya kerusakan fungsi kognitif yang menyebabkan demensia, ketidakmampuan dalam
mengambil keputusan, kurangnya kontak sosial, membuat lansia beresiko mendapatkan perlakuan
pengabaian.
Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan psikologi :
- Pemeriksaan Psikiatri
- Pemeriksaan Psikometri
2) Pemeriksaan lain jika perlu :
Darah rutin, Fungsi leper, Faal ginjal, Enzim hepar, EKG, CT , EEG
Kasus
 Nenek N (83 th) adalah seorang ibu rumah tangga. Suami nenek N adalah kakek A (90
th) sudah tidak bekerja karena sakit. Keluarga nenek N merupakan keluarga inti
(nuclear family) yang terdiri dari nenek, kakek, dan satu orang cucu yang merupakan
anak dari anak nenek N nomor 5. Nenek N tinggal terpisah dari anak-anaknya, ada
dua orang anak yang membangun rumah di dekat rumah nenek D, yaitu anak
perempuan nenek D.. Nenek N tinggal bersama suami dan satu orang cucunya. Nenek
N memiliki kelemahan pada otot ekstremitas bawah dan nenek N berjalan lambat,
membungkuk serta berpegangan pada dinding. Nenek N mengurus rumah, suami, dan
cucunya sendiri. Nenek N memiliki riwayat asam urat, namun anggota keluarga
kurang mampu dalam merawat dan memperhatikan kesehatan nenek N. Nenek N
memiliki lantai rumah dari papan dan sebagian dari semen, di lantai sering terdapat
kotoran ayam sehingga nenek bisa terjatuh karena licin. Tidak adanya anggota
keluarga yang mengantar nenek N ke pelayanan kesehatan, nenek N hanya diberikan
obat warung untuk mengobati asam uratnya apabila nenek N sudah sakit sekali.
1. Pengkajian
 Data umum
Nenek N (70 tahun) adalah seorang ibu rumah tangga yang tinggal dengan suami dan cucu . Keluarga ini
merupakan three generation family yang terdiri dari seorang nenek, ayah, ibu dari delapan orang anak. Dan anak
Nenek N sudah menikah semuanya dan Nenek N tinggal terpisah dengan anak-anaknya. Nenek N memiliki
penyakit asam urat. Dan akibat Nenek N asam urat Nenek N kesusahan dalam berjalan dan terkadang Nenek N
memakai tongkat untuk berjalan. Kakek M bekerja membuka usaha warung dengan penghasilan ± Rp. 800.000
perbulan. Nenek N membantu suaminya untuk berjualan di warung depan rumahnya.
 Tahap perkembangan keluarga
Tahap perkembangan keluarga saat ini adalah keluarga lansia. Terdiri dari kakek A berusia 74 tahun dan nenek N
berusia 70 tahun. Nenek dan kakek tinggal dengan seorang cucu laki-lakinya. Keluarga nenek N mendapatkan
uang dan kebutuhan sehari-hari dari usaha warung dan bantuan dinas sosial yang diterimanya setiap bulan untuk
sembako.
 Lingkungan
Nenek N memiliki lantai rumah dari papan dan sebagian dari semen, di lantai sering terdapat kotoran ayam
sehingga nenek bisa terjatuh karena licin.Rumah nenek N terdiri dari 2 kamar tidur, 1 ruang makan dan dapur,
terdapat ruang tamu dan ada TV di ruang tamu. Di ruang tamu tidak ada kursi, biasanya kalau ada tamu nenek N
menggelar tikar atau duduk di lantai saja. Nenek N memasak dengan menggunakan gas. Penerangan di rumah
nenek N menggunakan listrik. Keluarga mempunyai pembuangan sampah terbuka, biasanya sampah-sampah
rumah tangga akan dibuang ke belakang rumah dan dibakar. Terdapat fasilitas kesehatan di dekat lingkungan
tempat tinggal nenek N seperti posyandu, klinik bidan, dan puskesmas. Nenek N biasanya kalau sakit pergi
berobat ke klinik bidan, nenek N pergi sendiri ke klinik bidan untuk berobat
Fungsi keluarga
Nenek N mengetahui akan kelemahan fungsi tubuh yang dialaminya dan mengetahui apa masalah kesehatan yang
sering dialaminya. Biasanya saat sakit nenek N akan mengkonsumsi obat yang ada di warung terlebih dahulu,
apabila tidak ada perubahan baru dibawa ke pelayanan kesehatan terdekat dari rumah nenek N. Keluarga nenek N
masih belum mampu memodifikasi lingkungan yang nyaman dan aman untuk kesehatan, terlihat dari lantai kamar
mandi yang kurang bersih dan licin, bahkan nenek N pernah beberapa kali jatuh di kamar mandi. Nenek N juga
jarang mengontrol kesehatannya ke pelayanan kesehatan.
Stressor dan koping keluarga
Beban fikiran nenek N yaitu selalu memikirkan anak-anak nya dirantau yang tidak pulang-pulang, nenek N juga
sering menangis karna anak-anaknya yang lain jarang melihatnya dan nenek N kadang menganggap bahwa dirinya
tidak berguna lagi bagi anak-anaknya, Cucu A mengatakan bahwa nenek N sering termenung dan sulit tidur.
Pemeriksaan fisik
Setelah dilakukan pemeriksaan fisik didapatkan hasil tanda- tanda vital nenek N yaitu tekanan darah 136/70
mmhg, nadi 82 kali per menit, pernapasan 20 kali per menit dan suhu 36,9 0C, pada pemeriksaan tinggi badan
nenek N didapat 155 cm, berat badan 38 kg didapatkan hasil IMT 17,59. Pada pemeriksan ekstermitas, nenek N
mengeluh akan kelemahan pada ekstermitasnya, nenek N tidak menggunakan alat bantu berjalan.
Analisa data
Data Masalah

Data Subjektif Harga diri rendah


- Nenek N mengatakan bahwa diri nya tidak berguna lagi bagi anak nya
- Nenek N mengatakan sering menangis sendirian karna teringat dengan anak nya
- Nenek N mengatakan sering ditinggal sendirian dirumah
- Cucu A mengatakan nenek N sering melamun dan sulit tidur di malam hari
Data Objektif
- Nenek N berbicara pelan
- Nenek N berjalan menunduk
- Nenek N tidak mampu

Data subjektif Perilaku kesehatan


- Nenek N mengatakan ia, alm ibu dan saudaranya memiliki riwayat penyakit asam urat cenderung
- Nenek N mengatakansudah menderita asam urat selama 35 tahun beresiko
- Nenek N mengeluh sakit dibagian kaki dan pingulnya
- Nenek N mengatakan hanya mengkonsumsi obat di warung apabila sakitnya sudah tidak tertahan
- Nenek N juga mengatakan sering makan makanan hijau seperti bayam dan kacang-kacangan
- Cucu A mengatakan nenek N jarang kontrol kesehatan ke fasilitas kesehatan.
Data Objektif
- Nenek N tampak meringis sambil memegang kaki nyaTD : 135/70 mmHg
Data Subjektif Resiko jatuh
- Nenek N mengatakan kakinya lemah dan sulit saat berjalan
- Nenek N mengatakan pernah terjatuh dikamar mandi karna lantai licin
- Nenek N mengatakan sering ditinggal sendiri dirumah
- Nenek N mengatakan kadang berjalan sambil memegang dinding untuk mengambil sesuatu
- Cucu A mengatakan tidak mampu membuat lingkungan yang aman untuk Nenek N
Data Objektif
- Nenek D memiliki lantai rumah dari papan dan sebagian dari semen, di lantai sering terdapat kotoran ayam
sehingga nenek bisa terjatuh karena licin.
- Kaki nenek N tampak lemah dan sulit berjalan
- Lantai kamar mandi keluarga tampak licin
- Rumah Nenek N tidak tertata rapi terlihat dari barang- barang yang berserakan
- Nenek N tidak menggunakan alat bantu berjalan, nenek N hanya berjalan lambat-lambat.
Diagnosa keperawatan
Berdasarkan hasil pengkajian dan hasil analisa data didapatkan diagnosa berdasarkan
prioritas masalah, yaitu :
a. Harga diri rendah
b. Perilaku kesehatan cenderung beresiko
c. Resiko jatuh
Intervensi keperawatan
Harga diri rendah agitasi
Manajemen Perilaku (I.12463) • Cegah perilaku pasif dan agresif
Observasi • Beri penguatan positif terhadap keberhasilan
mengendalikan perilaku
• Identifikasi harapan untuk mengendalikan perilaku
• Lakukan pengekangan fisik sesuai indikasi
Terapeutik
• Hindari bersikap menyudutkan dan menghentikan
• Diskusikan tanggung jawab terhadap perilaku
pembicaraan
• Jadwalkan kegiatan terstruktur
• Hindari sikap mengancam atau berdebat
• Ciptakan dan pertahankan lingkungan dan kegiatan
• Hindari berdebat atau menawar batas perilaku
perawatan konsisten setiap dinas
yang telah ditetapkan
• Tingkatkan aktivitas fisik sesuai kemampuan
Edukasi
• Batasi jumlah pengunjung
• Informasikan keluarga bahwa keluarga sebagai
• Bicara dengan nada rendah dan tenang dasar pembentukan kognitif

• Lakukan kegiatan pengalihan terhadap sumber


Perilaku kesehatan cenderung beresiko (D.0099) sosial yang dialami
Modifikasi perilaku keterampilan sosial (I.13484) • Anjurkan mengevaluasi pencapaian setiap interaksi
Observasi • Edukasi keluarga untuk dukungan ketampilan sosial
• Identifikasi penyebab kurangnya keterampilan • Latih ketrampialn sosial secara bertahap
sosial
• Identifikasi fokus pelatihan keterampilan sosial
Terpeutik
• Motivasi untuk berlatih keterampilan sosial
• Beri umpan balik positif (mis. Pujian atau
perhargaan) terhadap kemampuan sosial
• Libatkan keluarga selama latihan keterampilan
sosial, jika perlu
Edukasi
• Jelaskan tujuan melatih keterampilan sosial
• Jelaskan respons dan konsekuensi keterampilan
sosial
• Anjurkan mengungkapkan perasaan akibat masalah
Resiko jatuh dalam kondisi terkunci
Pencegahan Jatuh (I.14540) • Pasang handrail tempat tidur
Observasi • Atur tempat tidur mekanis pada posisi terendah
• Identifikasi faktor jatuh (mis: usia > 65 tahun, • Tempatkan pasien berisiko tinggi jatuh dekat
penurunan tingkat kesadaran, defisit kognitif, dengan pantauan perawat dari nurse station
hipotensi ortostatik, gangguan keseimbangan,
• Gunakan alat bantu berjalan (mis: kursi roda,
gangguan penglihatan, neuropati)
walker)
• Identifikasi risiko jatuh setidaknya sekali setiap
• Dekatkan bel pemanggil dalam jangkauan pasien
shift atau sesuai dengan kebijakan institusi
Edukasi
• Identifikasi faktor lingkungan yang
meningkatkan risiko jatuh (mis: lantai licin, • Anjurkan memanggil perawat jika membutuhkan
penerangan kurang) bantuan untuk berpindah
• Hitung risiko jatuh dengan menggunakan skala • Anjurkan menggunakan alas kaki yang tidak licin
(mis: fall morse scale, humpty dumpty scale), jika • Anjurkan berkonsentrasi untuk menjaga
perlu keseimbangan tubuh
• Monitor kemampuan berpindah dari tempat • Anjurkan melebarkan jarak kedua kaki untuk
tidur ke kursi roda dan sebaliknya meningkatkan keseimbangan saat berdiri
Terapeutik • Ajarkan cara menggunakan bel pemanggil untuk
• Orientasikan ruangan pada pasien dan keluarga memanggil perawat
• Pastikan roda tempat tidur dan kursi roda selalu
POST POWER SYNDROME
 Post power syndrome banyak dialami oleh mereka yang baru saja manjalani masa pensiun. Arti dari
„syndromeitu adalah kumpulan gajala.„Power‟ adalah kekuasaan.Jadi, terjemahan dari post power syndrome
adalah gejala-gejala pasca/ setelah kekuasaan. Gejala ini umumnya terjadi pada orang-orang yang tadinya
mempunyai kekuasaan atau menjabat satu jabatan , namun ketika sudah tidak menjabat lagi, seketika itu terlihat
gejala-gejala kejiwaan atau emosi yang kurang stabil. Gejala-gejala itu itu biasanya bersifat negatif dan akan
semakin memburuk jika individu merasakan adanya gangguan fisik (Natmodjo, 2017)
 Menjalani masa pensiun ditanggapi dengan berbagai cara. Ada yang merasa gembira karena terbebas dari
pekerjaan yang selama ini harus selalu dipertanggungjawabkan, namun tidak jarang banyak karyawan yang
merasa kebingungan akan apa yang dikerjakan setelah pensiun. Masa pensiun sering ditanggapi dengan
perasaan yang bernada negatif, tidak menyenangkan dan bahkan dipandang sebagai masa yang menakutkan.
Bahkan banyak yang terkena post power syndrome yaitu sindrom yang bersumber dari berakhirnya suatu
jabatan atau kekuasaan, di mana penderita tidak bisa berfikir realistis, tidak bisa menerima kenyataan, bahwa
sekarang sudah bukan pejabat lagi, bukan karyawan lagi, dan sudah pensiun (Suardiman, 2021).
Etiologi post power syndrome
Penyebab penyakit ini pada intinya disebabkan oleh banyaknya stres (ketegangan, tekanan
batin), rasa kekecewaan, kecemasan dan ketakutan, yang mengganggu fungsi – fungsi organik
dan psikis (Kartono, 2020).Karyawan yang tidak bekerja lagi atau berhenti bekerja oleh banyak
individu dilihat sebagai insentif negatif paling parah dan paling tidak diinginkan yang dapat
menyebabkan post power syndrome. Menurut Kartono (2020) penyebab post power syndrome
ialah:
a. Individu merasa terpotong / tersisih dari orbit resmi, yang sebenarnya ingin dimiliki dan
dikuasai terus menerus
b. Individu merasa sangat kecewa, sedih, sengsara berkepanjangan, seolah – olah dunianya
lorong – lorong buntu yang tidak bisa ditembus lagi.
c. Emosi – emosi negatif yang sangat kuat dari kecemasan – kecemasan hebat yang
berkelanjutan itu langsung menjadi reaksi somatisme yang mengenai sistem peredaran darah,
jantung dan sistem syaraf yang sifatnya serius, yang bisa menyebabkan kematian.
Manifestasi klinis post power syndrome
Gejala-gejala post power syndrome ke dalam tiga tipe, yaitu:
1. Gejala Fisik.
Yaitu menjadi jauh lebih cepat tua tampaknya dibandingkan pada waktu dia
menjabat. Rambutnya menjadi putih semua, berkeriput, menjadi pemurung,
sakit – sakitan, dan tubuhnya menjadi lemah, tidak bergairah.
2. Gejala Emosi.
Yaitu cepat tersinggung, merasa tidak berharga, ingin menarik diri dari
lingkungan pergaulan, ingin bersembunyi, dan lain sebagainya.
3. Gejala Perilaku.
Yaitu umumnya malu bertemu orang lain, lebih mudah melakukan pola-pola
kekerasan atau menunjukkan kemarahan baik di rumah atau di tempat yang lain.
Akibat post power syndrome
Perasaan perasaan negatif terutama keengganan menerima situasi baru dengan kebesaran
jiwa, pasti menimbulkan banyak stres, keresahan batin, konflik – konflik jiwani, ketakutan,
kecemasan, rasa inferior, apatis, melankolis, dan depresi serta macam – macam ketidak
puasasan lainnya. Jika semua itu berlangsung berlarut larut, kronis berkepanjangan, maka
jelas akan menyebabkan proses dementia (kemunduran mental) yang pesat dengan
menyandang kerusakan kerusakan pada fungsi fungsi organis (alat/bagian tubuh) dan fungsi
fungsi kejiwaan yang saling berkaitan dan kita kenal sebagai gejala post power syndrome.
KASUS

 Ibu A, berusia 68 tahun. Baru 8 tahun ibu A pensiun dari perkerjaanya sebagai guru sekolah dasar di salah
satu sekolah negri di Jakarta. Setelah ibu A pensiun sikap dan prilakunya berubah. Ibu A selalu marah-
marah terhadap suami dan anak-anaknya apa bila tidak sesuai yang dia inginkan. Terkadang ibu A
menangis bila melihat anak-anak sekolah lewat didepan rumah. Ibu A mengatakan “saya sudah tidak
dibutuhkan lagi oleh murid-murid saya”. Sesekali Ibu A memegang wajah dan rambutnya yang sudah
mulai menua. Ibu A mengatakan “saya sudah tidak muda lagi, saya sudah tidak pantas menggunakan baju
seragam kerja, saya sudah tidak berguna”. Semenjak pensiun Ibu A lebih suka menyendiri dan jarang
keluar rumah.Setiap malam Ibu A selalu menanggis sehingga menggangu pola tidurnya. Saat di kaji Ibu A
mengaku susah untuk tidur di malam hari karena Ibu A masih merasa memiliki banyak tugas kantor dari
sekolahnya. Dan merasa harus bangun subuh untuk menyiapkan sarapan untuk suami dan anak-anaknya
agar tidak telat berangkat kerja.
PENGKAJIAN KEPERAWATAN
a. Indentitas diri
 Nama : Ny. A
 Jenis Kelamin : Perempuan
 Pendidikan : S1
 Agama : Islam
 Status Perkawinan : Menikah
a. Keluhan utama

 Pasien mengatakan “aya sudah tidak dibutuhkan lagi oleh murid-murid saya”

 Pasien mengatakan “saya sudah tidak muda lagi, saya sudah tidak pantas menggunakan baju seragam kerja, saya sudah tidak
berguna”.

 Pasien juga selalu menanggis sehingga menggangu pola tidurnya. Saat di kaji Ibu A mengaku susah untuk tidur di malam hari
karena Ibu A masih merasa memiliki banyak tugas kantor dari sekolahnya. Dan merasa harus bangun subuh untuk menyiapkan
sarapan untuk suami dan anak-anaknya agar tidak telat berangkat kerja.
DIAGNOSA KEPERAWATAN

1)Harga diri rendah ( D.0087 )

2)Gangguan pola tidur (D. 0055)


INTERVENSI
KESIMPULAN

 Post Power Syndrome adalah gejala-gejala setelah berakhirnya kekuasaan. Gejala ini
umumnya terjadi pada orang-orang yang tadinya mempunyai kekuasaan, namun ketika
sudah tidak berkuasa lagi, seketika itu terlihat gejala-gejala kejiwaan yang biasanya bersifat
negatif atau emosi yang kurang stabil. Faktor-faktor penyebab Post Power Syndrome :
 Pensiun, PHK atau pudarnya ketenaran seorang artis adalah salah satu dari faktor
tersebut, kejadian traumatik juga misalnya kecelakaan yang dialami oleh seorang pembalap,
yang menyebabkan kakinya harus diamputasi, Post-power syndrome hampir selalu dialami
terutama orang yang sudah lanjut usia dan pensiun dari pekerjaannya.

  

Anda mungkin juga menyukai