Anda di halaman 1dari 19

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN MASALAH PSIKOSOSIAL:

KETIDAKBERDAYAAN DAN KEPUTUSASAAN

MAKALAH

Oleh :
Kelompok
Zainal Yusuf
Dia Rahmatillah
Ceria Bintang
Yunita Pratiwi
Desy Wulandari

Kelas D (Situbondo)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


STIKES HAFSHAWATY
PROBOLINGGO
2023
BAB. 1 Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Manusia adalah makhluk biopsikososial yang unik dan menerapkan sistem
terbuka serta saling berinteraksi. Manusia selaulu berusaha untuk mempertahankan
keseimbangan hidupnya. Akan tetapi, kondisi kehidupan di era modern seperti saat
ini semakin kompleks. Proses modernisasi sangat cepat berkembang pada
masyarakat, terutama di kota-kota atau negara yang sedang berkembang, seperti
halnya di Indonesia, tentunya dari proses moderenisasi ini akan memiliki dampak
positif dan negatif. Akibatnya akan meningkatkan beban terutama pada psikologis,
sosio cultural, maupun ekonomi seseorang.
Peningkatan beban psikologis yang menjadi salah satu prevelensi
peningkatan masalah kesehatan mental pada masyarakat akibat modernisasi. Data
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, menunjukkan rata-rata nasional
gangguan mental emosional yang dimulai dengan perasaan cemas dan depresi
adalah 11.6% atau sekitar 19 juta penduduk dan itu terjadi pada penduduk mulai
usia 15 tahun. Psikososial adalah setiap perubahan dalam kehidupan individu, baik
yang bersifat psikologik maupun sosial yang mempunyai pengaruh timbal balik.
Masalah kejiwaan dan kemasyarakatan yang mempunyai pengaruh timbal balik,
sebagai akibat terjadinya perubahan sosial dan atau gejolak sosial dalam
masyarakat yang dapat menimbulkan gangguan jiwa.
Beberapa contoh kasus gangguan psikososial adalah gangguan konsep diri,
ketidakberdayaan, dan keputusasaan. Gangguan ini dapat membuat seseorang tidak
dapat menjalankan aktivitasnya secara normal. Gangguan psikososial harus segera
mendapatkan penanganan yang tepat, karena jika gangguan psikososial berlangsung
lama maka akan terjadi masalah gangguan jiwa yang berat dan dapat berujung pada
kematian. Oleh karena itu, diperlukan perawatan secara medis maupun asuhan
keperawatan agar kasus gannguan psikososial dapat menurun.
1.2 Tujuan
Tujuan disusunnya makalah ini adalah agar dapat:
1.2.1 Memahami tentang contoh kasus, pengertian, psikopatologi atau
psikodinamika ketidakberdayaan dan keputusasaan.

1.2.2 Memahami diagnosa medis dan diagnosa keperawatan dengan pasien


ketidakberdayaan dan keputusasaan serta cara penatalaksanaan secara medis
maupun keperawatan
BAB. 2 Tinjauan Pustaka
2.1 Contoh kasus
A. Ketidakberdayaan
Tn. D berusia 40 tahun tinggal bersama istri Ny. K berusia 35 tahun beserta 3
orang anaknya. Tn. D merupakan seorang perokok berat dan sangat gemar
mengkonsumsi kopi. Tn. D adalah seorang guru di salah satu sekolah, namun sejak 3
tahun yang lalu Tn. D tidak lagi menjadi seorang guru dikarenakan menderita
penyakit stroke. Sejak saat itu istri Tn. D yaitu Ny. K bekerja sebagai pembantu
rumah tangga untuk menghidupi kebutuhan keluarganya. Penyakit yang diderita oleh
Tn. D tersebut membuatnya tidak mampu menggerakkan sebagian tubuhnya yaitu
pada sebelah kanan. Oleh karena itu, hidup Tn. D berubah. Tn. D bedrest total, dia
sudah tidak mampu untuk berjalan, jika ingin keluar rumah dia menggunakan kursi
roda. Tn. D sering mengeluarkan air liur, ketika tetangganya menjenguknya, dia
sering teriak-teriak, dia mengatakan malu dan tidak ingin diliat orang. Tn. S juga
sering menangis sambil berteriak-teriak tidak jelas. Tn. D terlihat sangat frustasi
dengan penyakit yang dialaminya tersebut.

B. Keputusasaan
Sdr. A (24 tahun) didiagnosa oleh dokter menderita penyakit HIV setelah
bekerja di salah satu restoran yang ada di Jakarta sejak 4 tahun yang lalu. Ia merasa
hidupnya sudah tidak berguna lagi dan ia merasa hidupnya sudah tidak akan lama
lagi. Keluarganya selalu memberikan dukungan agar Sdr. A melakukan pengobatan
secara rutin dan percaya bahwa penyakitnya bisa disembuhkannamun, Sdr. A tidak
pernah menghiraukan dukungan dan semangat dari keluarganya, bahkan ia sering
mengurung diri di kamar, tidak mau makan dan uring-uringan pada setiap anggota
keluarga yang mencoba membujuknya. Tetangga sekitar rumahnya sering
menggunjingkan penyakit yang dialami Sdr.A sehingga ia merasa malu. Ia sering
mencoba menyakiti dirinya sendiri dan mencoba bunuh diri, sehingga ia dipasung
oleh keluarganya.
2.2 Pengertian
A. Ketidakberdayaan
Ketidakberdayaan adalah persepsi atau tanggapan klien bahwa perilaku atau
tindakan yang sudah dilakukannya tidak akan membawa hasil yang diharapkan atau
tidak akan membawa perubahan hasil seperti yang diharapkan, sehingga klien sulit
mengendalikan situasi yang terjadi atau mengendalikan situasi yang akan terjadi
(NANDA, 2011).
Menurut Nanda (2012) Ketidakberdayaan memiliki definisi persepsi bahwa
tindakan seseorang secara signifikan tidak akan mempengaruhi hasil; persepsi kurang
kendali terhadap situasi saat ini atau situasi yang akan terjadi.
Menurut Wilkinson (2007) ketidakberdayaan merupakan persepsi seseorang
bahwa tindakannya tidak akan mempengaruhi hasil secara bermakna, kurang
penggendalian yang dirasakan terhadap situasi terakhir atau yang baru saja terjadi.
Menurut Carpenito-Moyet (2007) ketidakberdayaan merupakan keadaan ketika
seseorang individu atau kelompok merasa kurang kontrol terhadap kejadian atau
situasi tertentu.
Stephenson (1979) dalam Carpenito (2009) menggambarkan dua jenis ketidak-
berdayaan, yaitu;
a. Ketidakberdayaan situasional
Ketidakberdayaan yang muncul pada sebuah peristiwa spesifik dan mungkin
berlangsung singkat.
b. Ketidakberdayaan dasar (trait powerlessness)
Ketidakberdayaan yang bersifat menyebar, mempengaruhi pandangan, tujuan,
gaya hidup, dan hubungan.

B. Keputusasaan
Menurut NANDA (2015-2017), keputusasaan adalah keadaan subyektif ketika
seorang individu memandang keterbatasan atau tidak adanya pilihan alternative serta
tidak mampu memobilisasi energy untuk kepentingannya sendiri. Keputusasaan
menurut NANDA ini memiliki beberapa batasan karakteristik, diantaranya: gangguan
pola tidur, kurang inisiatif, pasif, meninggalkan orang yang diajak bicara, penurunan
selera makan, kurang kontak mata, dan sebagainya. Factor-faktor yang berhubungan
yakni: isolasi soasial, penurunan kondisi fisiologis, stress jangka panjang, serta
kehilangan nilai kepercayaan.
Keputusasaan merupakan suatu keadaan emosional yang dialami ketika individu
merasa kehidupannya sangat berat untuk dijalani dan dirasa mustahil. Seseorang
tersebut tidak akan memiliki harapan untuk memperbaiki kehidupannya, tidak
memiliki solusi untuk masalah yang dialaminya dan ia merasa tidak aka nada orang
yang dapat membantuya menyelesaikan masalahnya (Carpenito, 563).
Keputusasaan ini berbeda dengan ketidakberdayaan. Orang yang merasa utus asa
tidak mampu melihat adanya solusi untuk masalah yang dihadapinya dan tidak
menemukan cara untuk mencapai sesuatu hal yang diinginkan. Sedangkan
ketidakberdayaan adalah seseorang menemukan solusi masalahnya namun memiliki
keterbatasan untuk melakukannya akibat kurangnya kontrol terhadap kejadian atau
situasi tertentu.

2.3 Psikopatologi atau Psikodinamika


A. Ketidakberdayaan
Patofisologi ketidakberdayaan secara pasti sampai saat ini belum diketahui,
tetapi bisa dianalisa dari proses terjadinya depresi karena salah satu manifestasi
depresi adalah ketidakberdayaan. Ketika seseorang mengalami stres, otaknya akan
berespon untuk menafsirkan dan menterjemahkan perubahan yang terjadi. Stres
akan menyebabkan korteks serebri mengirimkan tanda bahaya ke hipotalamus.
Hipotalamus kemudian akan menstimuli saraf simpatis untuk melakukan
perubahan. Sinyal dari hipotalamus ini kemudian ditangkap oleh sistem limbik
dimana salah satu bagian pentingnya adalah yang bertanggung jawab terhadap
status emosional seseorang. Gangguan pada sistem limbik menyebabkan hambatan
emosional, perubahan perilaku dan kepribadian (Kaplan et all, 2007). Kerusakan
pada hipotalamus membuat seseorang kehilangan mood dan motivasi sehingga
kurang aktivitas dan malas melakukan sesuatu. Hambatan emosi pada klien dengan
ketidakberdayaan, kadang berubah sedih/ murung, dan terus merasa tidak berguna
atau merasa gagal terus menerus
Sumber koping yang dapat digunakan terutama yang berhubungan dengan
masalah ketidakberdayaan adalah dukungan sosial. Keterlibatan keluarga yang luas
dan dalam serta hubungan dengan teman-teman atau orang lain yang mendukung
merupakan sumber koping yang lain. Adapun mekanisme koping yang biasa
dipakai pada individu dengan ketidakberdayaan yaitu represi, supresi, denial, dan
disosiasi.
Faktor Predisposisi
Beberapa faktor yang dapat mendukung terjadinya masalah ketidakberda-yaan
menurut Stuart (2009) pada Seseorang antara lain:
a. Biologis
- Status nutrisi: berat badan pasien sangat menurun karena pasien tidak
berolahraga sejak terkena penyakit stroke. Massa otot berkurang
b. Psikologis
Psikologis pasien sedikit terguncang sejak terkena penyakit stroke tersebut,
sehari-hari yang dilakukannya hanya diam tanpa melakukan latihan apa-apa,
terkadang istrinya juga merasa sedih melihat keadaaan suaminya seperti itu.
c. Sosiokultural
Hubungan pasien selama mengalami penyakit stroke mengalami hambatan
selain tidak mampu untuk berinteraksi dengan orang luar. Juga komunikasi yang
kurang jelas karena pelo
d. Spiritual
Spiritual Pasien terganggu karena pasien tidak mampu melakukan ibadah sholat
Faktor presipitasi (waktu<6 bulan/ saat mulai tmbulnya gejala s/d saat dikaji)
a. Nature
Status nutrisi pasien berkurang
b. Origin
- Internal: Persepsi individu yang tidak baik tentang dirinya, orang lain dan
lingkungannya.
- Eksternal: Kurangnya dukungan keluarga, kurang dukungan masyarakat,
kurang dukungan kelompok/teman sebaya
c. Timing
Stres terjadi dalam waktu dekat, stress terjadi secara berulang-ulang/ terus
menerus.
d. Number
Sumber stres lebih dari satu, stres dirasakan sebagai masalah yang sangat berat.
Respon terhadap stress/ tanda gejala/ penilaian terhadap respon
a. Kognitif: kurang konsentrasi, ambivalensi, kebingungan, berkurangnya
kreatifitas, pandangan suram, pesimis, sulit untuk membuat keputusan, mimpi
buruk, produktivitas menurun, pelupa, ketidakpastian.
b. Afektif: sedih, rasa bersalah, bingung, gelisah, apatis/pasif, kesepian, rasa tidak
berharga, penyangkalan perasaan, kesal, khawatir, perasaan gagal.
c. Fisiologis: pasien biasnya mengeluh pusing. Suhu tubuh biasanya panas,
penuruanan berat badan
d. Perilaku: agitasi, perubahan tingkat aktivitas, mudah tersinggung, kurang
spontanitas, sangat tergantung, kebersihan diri yang kurang, mudah menangis
e. Respon sosial: patisipasi sosial berkurang.
Kemampuan mengatasi masalah/ sumber koping
a. Personal ability; kurang komunikatif, hubungan interpersonal yang kurang baik,
kurang memiliki kecerdasan dan bakat tertentu, mengalami gangguan fisik,
perawatan diri yang kurang baik, tidak kreatif.
b. Sosial support; hubungan yang kurang baik dengan individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat, kurang terlibat dalam organisasi sosial/kelompok
sebaya, ada konflik nilai budaya.
c. Material asset; penghasilan kurang
d. Positive belief; tidak memiliki keyakinan dan nilai positif, kurang memiliki
motivasi, kurang berorientasi pada pencegahan (lebih senang melakukan
pengobatan)
Mekanisme koping yang dapat terjadi pada ketidakberdayaan antara lain:
- Destruktif; tidak kreatif : kurang memiliki keinginan untuk melakukan sesuatu
yang bermanfaat, tidak mempunyai hubungan akrab, ketidakmampuan untuk
mencari informasi tentan perawatan, tidak berpartisipasi dalam pengambilan
keputusan saat diberikan
B. Keputusasaan
Keputusasaan terjai akibat adanya ketidakberdayaan yang dialami secara
berkepanjangan. Ketidakberdayaan berasal dari depresi serta akibat kehilangan
kontrol. Seseorang yang mengalami keputusasaan merasa dirinya tidak memiliki
harapan sama sekali atau henya memiliki sedikit harapan hidup, merasa tidak
memiliki penyelesaian untuk setiapp masalah yang ia hadapi. Kkeputusasaan yang
dialami oleh seorang individu dapat menyebabkan berbagai masalah diantaranya
individu akan kehilangan kepercayaan pada kekuatan spiritual, kehilangan nilai
penting serta pembatasan social.
a. Faktor predisposisi
1. Faktor resiko biologis
Status nutrisi menurun, berat badan menurun akibat pasien kehilangan nafsu
makannya.
2. Faktor resiko psikologis
Psikologis pasien menjadi tidak stabil setelah pasien didiagnosis HIV oleh
dokter, pasien sering mengurung diri di kamar dan sering uring-uringan saat
ada anggota keluarga yang ingin membujuknya. Ppasien tidak memiliki
semangat untuk sembuh, ia merasa sudah tidak memiliki harapan.
3. Faktor resiko sosiokultural
Sejak pasien didiagnosis oleh dokter mengidap HIV, hubungan pasien
dengan lingkungan sekitarnya menjadi sangat tidak baik. Tetangga sering
menggunjingkannya sehingga pasien merasa malu dengan keadaannya.
Keluarga pasien merasa sangat sedih karena dukungan dan semnagatnya
tidak dapat membuatnya semangat untuk sembuh. Selain itu, pasien menjadi
tidak yakin dengan spiritualnya akibat dari keputusasaan yang dialami.
Pasien merasa hidupnya tidak akan lama lagi.
b. Faktor presipitasi
1. Nature
Status nutrisi pasien semakin menurun akibat pasien kehilangan nafsu
makannya.
2. Origin
- Internal : persepsi negatif individu pada dirinya dan lingkungan di
sekitarnya
- Eksternal : pasien mendapat dukungan keluarga, tetapi tidak dengan
lingkungan dan teman-temannya
3. Timing
Stress yang dialami pasien terjadi dalam waktu dekat. Pasien mengalami
stress secara terus-menerus dan berkepanjangan.
4. Number
Kondisi pasien menjadi stressor yang paling berat dirasakan pasien. Pasien
merasa tidak ada harapan sembuh serta merasa hidupnya tidak akan lama
lagi.
c. Respon terhadap stress/tanda gejala/penilaian terhadap respon
1. Kognitif
Pasien merasa kebingungan, tidak mampu berkonsentrasi, pesimis,
menyalahkan dirinya sendiri, kehilangan minat motivasi, tidak dapt
menyambil keputusan.
2. Afektif
Pasien sering marah, uring-uringan, merasa kesal, kesepian, keputusasaan,
rasa bersalah, sedih, rasa tidak berharga, harga diri pasien rendah, dan
ansietas.
3. Fisiologis
Pasien mengalami anoreksia, keletihan, nyeri dada, sakit punggung, sakit
kepala, dan diare.
4. Perilaku
Pasien menjadi mudah tersinggung, mudah menangis, kebersihan diri pasien
kurang, perubahan tingkat aktifitas dan sangat tergantung.
5. Sosial
Pasien menarik diri dari masyarakat, terjadi isolasi social, dan pasien tidak
mampu mengatasi masalahnya.
d. Reaksi berduka yang dialami pasien menunjukkan penggunaan mekanisme
penyangkalan dan supresi berlebih dalam upaya menghindari distress.
e. Mekanisme koping Destruktif; tidak kreatif : kurang memiliki keinginan untuk
melakukan sesuatu, tidak mempunyai hubungan baik dengan lingkungannya,
ketidakmampuan untuk mencari informasi tentan perawatan untuk
kesembuhannya, tidak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan saat
diberikan dukungan oleh keluarganya

Tekanan Hidup Status


kesehatan
Tidak memiliki
tujuan hidup
Respon imun

Merasa tidak Lemah dan letih


yakin menjalani
hidup Merasa bernasib
buruk Tidak memiliki
energi
Kehilangan dan
merasa tidak
memiliki apa- KEPUTUSASAAN ketidakberdayaan
apa
Merasa sedih DEFISIT
PERAWATAN
DIRI
Menarik diri
dari lingkungan
sosial

ISOLASI SOSIAL
Biologi : Psikologis : Sosial budaya :
- Genetik - Intelegensia - Umur dan jenis kelamin
- Status nutrisi - Keterampilan verbal - Pendidikan
- Paparan racun - Moral kepribadian - Latar belakang budaya

FAKTOR PREDISPOSISI KETIDAKBERDAYAAN

Timing : Number :
Nature : Origin :
Kapan terjadinya, Stresor akan sulit diatasi
- Biologis Internal atau
berapa lama individu apabila beberapa stressor
- Psikologis eksternal
terpapar stressor, dan yang terjadi secara
- Sosiokultural individu
berapa sering bersamaan.
mengalami stressor

FAKTOR PRESIPITASI KETIDAKBERDAYAAN

Kognitif: Afektif: Fisiologis: Perilaku:


- Kurang - Sedih dan gelisah - Lelah dan - Mudah menangis
konsentrasi - Rasa tidak pusing - Perawatan diri
- Pelupa berharga - Lemas dan lesu kurang
- Pesimis - Kesepian - Anoreksia - Menolak makan

TANDA DAN GEJALA

Personal Social Support: Material Assets: Positive


Abillity: - Dukungan keluarga - Ekonomi beliefs:
- Kemampuan dan lingkungan (status - Keyakinan
personal keuangan) yang
positif

SUMBER KOPING

Kontruksif Destruktif

MEKANISME KOPING

Tanggap Reaksi Reaksi duka


terhadap kesedihan PenindasanEMOSIONAL
LANJUTAN RESPON yang
emosi Respon Adaptif
yang rumit Diagnosa Keperawatan
emosi Respon Maladaptif Depresi
tertunda
LANJUTAN MEKANISME KOPING

Respon Adaptif Respon Maladaptif

RENTANG RESPON
EMOSIONAL

Respons Adaptif Respons


Maladaptif

Respons Reaksi berduka Supresi Penundaaan Depresi/Mania


emosional takterkomplikasi emosi reaksi
berduka

2.4 Diagnosa Medis dan Diagnosa Keperawatan


2.4.1 Ketidakberdayaan
A. Diagnosa medis DSM-IV-TR
1. Gangguan bipolar I
2. Gangguan bipolar II
3. Gangguan siklotimia
4. Gangguan depresif mayor
5. Gangguan distimia
B. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan menurut NANDA:
1. Ketidakberdayaan
2. Dukacita, maladaptif
3. Distress spiritual
2.4.2 Keputusasaan
A. Diagnosa Medis
1. Gangguan bipolar I
2. Gangguan bipolar II
3. Gangguan siklotimia
4. Gangguan depresif mayor
5. Gangguan distimia
B. Diagnose Keperawatan
1. Keputusasaan
2. Defisit perawatan diri
3. Isolasi social
4. Dukacita maladaptive
5. Distress spiritual

2.5 Intervensi/ Penatalaksanaan (Terapi Medis dan Keperawatan)


2.5.1 Ketidakberdayaan
- Intervensi/penatalaksanaan medis
1. Antidepresan trisiklik (ATS), antidepresan pertama yang sedang diteliti
mendalam, secara konsisten lebih efektif dibandingkan plasebo baik dalam
mengurangi kompleks gejala gangguan depresi.
2. Terapi perilaku, terapi perilaku-kognitif, dan terapi interpersonal secara
substansial
- Intervensi keperawatan
Mengambil salah satu dari diagnosa keperawatan yaitu ketidakberdayaan
NOC :
1. Mendemonstrasikan pengendalian diri terhadap depresi
2. Menunjukkan partisipasi dalam pengambilan keputusan tentang perawatan
kesehatan
NIC :
1. Restrukturisasi Kognitif : mendorong pasien untuk mengubah distorsi pola
pikir dan memandang diri sendiri serta dunia secara lebih realistis
2. Dukungan emosional : memberikan penenangan, penerimaan, dan dorongan
selama periode stress
3. Bantuan sumber finansial : membantu individu/keluarga untuk
mengamankan dan mengelola keuangan untuk memenuhi kebutuhan
perawatan kesehatan
4. Manajemen alam perasaan : memberikan keamanan, stabilisasi, pemulihan,
dan pemeliharaan pasien yang mengalami disfungsi alam perasaan baik
depresi maupun peningkatan alam perasaan
5. Perlindungan hak pasien : melindungi hak perawatan kesehatan pasien,
terutama pasien dari kelompok minoritas, pasien tidak memiliki kapasitas,
atau tidak kompeten untuk mengambil keputusan
6. Peningkatan harga diri : membantu pasien untuk meningkatkan penilaian
diri terhadap harga dirinya
7. Fasilitasi tanggung jawab diri : mendorong pasien untuk lebih bertanggung
jawab terhadap perilakunya sendiri

2.5.2 Keputusasaan
A. Medis
1. Psikofarmaka
Terapi ini menggunakan obat-obatan yang membantu mengurangi atau
meminimalkan gangguan keputusasaan pada pasien.
2. Psikoterapi
Terapi kejiawaan menjadi hal yang penting untuk diberikan pada pasien
setelah pasien meneripa terapi psikofarmaka.
a. Psikoterapi Suportif
Terapi ini diberikan dengan tujuan memberikan motivasi serta semangat
sehingga pasien tidak mengalami putus asa untuk berjuang hingga
mencapai kesembuhannya.
b. Psikoterapi Re-eduktif
Terapi ini dimaksudkan emmberikan pendidikan ulang guna
memperbaiki kesalahan pendidikan sebelumnya.
c. Psikoterapi Rekonstruktif
Terapi ini berguna untuk memperbaiki kepribadian yang sudah rusak
untuk dikembalikan seperti kepribadian sebelum mengalami sakit.
d. Psikoterapi Kognitif
Guna mengembalikan kemampuan dan fungsi kognitif pasien, daya piker
dan daya ngat pasien sehingga pasien dapat membedakan hal baik dan
buruk.
e. Psikoterapi Perilaku
Terapi ini bermaksud mengembalikan perilaku pasien agar pasien
mampu menyesuaikan diri dengan keluarga serta lingkungannya.
3. Terapi Psikososial
Terapi ini diberikan agar pasien dapat kembali beradaptasi dengan
lingkungan sosialnya dan mampu merawat dirinya agar tidak lagi bergantung
pada orang lain dan tidak menjadi beban keluarganya. Pasien yang menjalani
terapi ini hendaknya masih menjalani terapi farmaka.
4. Terapi Psikoreligius
Terapi keagamaan sangat bermanfaat bagi pasien dengan gangguan jiwa.
Terapi ini berbentuk sembahyang, memanjatkan doa, puji-pujian kepada
Tuhan, ceramah keagamaan, membaca kitab suci, dan rehabilitasi. Kegiatan
rehabilitasi dimaksudkan agar pasien siapdikembalikan lagi ke keluarga serta
lingkungannya
B. Keperawatan
1. Bantu klien mengenali masalah keputusasaan (penyebabnya, tanda
gejalanya, dampaknya, penanganannya)
2. Fasilitasi klien untuk dapa mengungkapkan perasaan dan keputusasaannya
3. Bantu klien untuk identifikasi tujuan yang realistis dengan kemampuannya
4. Identifikasi sumber dukungan dan alternative pilihan untuk membantu
memecahkan masalah klien, keuntungan, kerugian dari setiap solusi yang
ditetapkan
5. Identifikasi dan latih kemampuan positif pasien
6. Afirmasi positif dan reinforcement positif
7. Identifikasi adanya ide-ide atau rencana bunuh diri pada pasien
8. Berikan terapi Acceptance Commitment Therapy (ACT)
9. Bantu pasien meningkatkan koping, beradaptasi dengan stressor, perubahan
atau ancaman dalam kehidupanBerikan konseling untuk membantu pasien
menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi
10. Manajemen perasaan, berikan keamanan pada pasien, stabilisasi, pemulihan
dan pemeliharaan pasien yang mengalami disfungsi alam perasaan baik
depresi maupun peningkatan alam perasaan.
BAB 3. Penutup

3.1 Kesimpulan

Ketidakberdayaan merupakan suatu perasaan penurunan kontrol tentang


kesehatan yang akan mendorong ke arah apatis, menarik diri, mengurangi interaksi
dengan orang lain dan tidak berpartisipasi dalam perawatan atau pembuatan
keputusan (Miller, 1992). Seemen & Evans (1962) dan Pender (1996) menyatakan
bahwa penurunan pemanfaatan pelayanan kesehatan, perubahan tingkah laku,
menarik diri dan penurunan motivasi dapat diasosialisasikan dengan konsep sosial
dari ketidakberdayaan.
Keputusasaan adalah suatu keadaan subyektif ketika seorang individu
memandang keterbatasan atau tidak adanya pilihan alternative serta tidak mampu
memobilisasi energy untuk kepentingannya sendiri (NANDA, 2015).

3.2 Saran

Pembaca diharapkan banyak membaca referensi lain terkait masalah


psikososial: ketidakberdayaan dan keputusasaan. Hal ini dimaksudkan agar
pembaca lebih memahami terkait masalah klien dengan gangguan psikososial.
Selain itu pembaca juga dapat mencari informasi terkait jurnal penatalaksanaan
terbaru pada klien dengan masalah psikososial.
DAFTAR PUSTAKA

Capernito, Lynda Juall. 2009. Diagnosis Keperawatan: Aplikasi Pada Praktik Klinis
Edisi 9 alih bahasa Kusrini Semarwati Kadar. Jakarta: EGC.

Keliat, Budi Anna & Akemat. 2007. Model Praktik Keperawatan ```professional Jiwa.
Jakarta: EGC.

NANDA International. 2015. Nursing Diagnoses: Definitions & Classification 2015-


2017. Philadhelpia.

Puwati, Susi. 2013. Analisis Praktik Klinik Asuhan Keperawatan Masalah Kesehatan
Masyarakat Perkotaan: Ketidakberdayaan pada Klien dengan Gangguan
Penggunaan Opiat di RSKO Jakarta. Jakarta: Universitas Indonesia.

Stuart, G, W. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai