PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Gangguan jiwa adalah bentuk gangguan dan kekacauan fungsi mental atau
kesehatan mental yg disebabkan oleh kegagalan mereaksinya mekanisme adaptasi
dari fungsi-fungsi kejiwaan terhadap stimulus ekstern dan ketegangan-
ketegangan sehingga muncul gangguan fungsi atau gangguan struktur dari suatu
bagian, suatu organ, atau sistem kejiwaan mental (Erlinafsiah, 2010).
Gangguan jiwa merupakan suatu kondisi di mana keberlangsungan
fungsi mental menjadi tidak normal baik kapasitasnya maupun keakuratannya.
Definisi lain tentang apa itu gangguan jiwa adalah dengan membandingkan
dengan definisi kesehatan mental WHO " Mental health is a state of complete
physical, mental and social well-being, and not merely the absence of disease"
(WHO, 2012)” Kurang lebih terjemahan bebasnya adalah: “ Kesehatan mental
adalah suatu keadaan lengkap secara fisik, mental, dan kesejahteraan-sosial, dan
tidak semata-mata ketiadaan suatu penyakit”.
Kesehatan menurut World Health Organization (WHO) adalah
suatukeadaan sejahtera baik fisik, mental dan sosial, tidak hanya terbebas
dari penyakit atau kecacatan. Secara analogi kesehatan jiwa pun bukan hanya tidak
adanya gangguan jiwa, melainkan mengandung berbagai karakteristik positif
yang menggambarkan keselarasan dan kesinambungan kejiwaan yang
mencerminkan kedewasaan dari kepribadian yang bersangkutan.
Berdasarkan data dari Riskesdas 2007 menunjukan angka-angka nasional
gangguan gangguan jiwa nasional gangguan mental emosional (kecemasan,
depresi) pada penduduk pada usia kurang lebih 15 tahun adalah 11,6% atau
sekitar 19 juta penduduk. Sedangkan dengan gangguan jiwa berat rata-rata sebesar
0,64% sekitar 1 juta penduduk, sedikit sekali dari jumlah penderita yang datang ke
fasilitas pengobatan. Menurut perhitungan utilisasi layanan kesehatan jiwa
ditingkat primer, sekunder dan tersier kesenjangan pengobatan diperkirakan lebih
90%.
Data ini berati, hanya 10% yang membutuhkan layanan Kesehatan
Jiwa terlayani difasilitas kesehatan. Kerugian ekonomi akibat kesehatan jiwa ini
sedikitnya mencapai Rp. 20 T. Jumlah yang sangat besar di bandingkan dengan
dana jamkesmas Rp. 5,1 T dengan kerugian akibat Rp. 6,2 T.
Dari urian diatas penulis penulis tertarik membahas tentang pagaimana
prosedur tindakan isolasi bagi bapasien gangguan jiwa.
B. Rumusan Masalah
Dari urian diatas penulis merumuskan masalah bagaimana konsep prosedur
tindakan isolasi pada pasien gangguan jiwa dan psikososial.
C. Tujuan Penulisan
Mahasiswa mampu menjelaskan bagaimana konsep prosedur tindakan
isolasi pada pasien gangguan jiwa dan psikososial.
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI
Menyatakan secara verbal atau menampakkan ketidaknyamanan dalam situasi-situasi
sosial. Menyatakan secara verbal atau menampakkan ketidakmampuan untuk menerima atau
mengkomunikasikan kepuasan rasa memiliki, perhatian, minat, atau membagi cerita. Tampak
menggunakan perilaku interaksi sosial yang tidak berhasil. Disfungsi interaksi dengan rekan
sebaya, keluarga atau orang lain. Penggunaan proyeksi yang berlebihan tidak menerima
tanggung jawab atas perilakunya sendiri. Manipulasi verbal. Ketidakmampuan menunda
kepuasan (Mary C. Townsend, Diagnosa Keperawatan Psikiatri, 1998; hal 226).
B. FAKTOR PREDISPOSISI DAN PRESIPITASI
1. Faktor predisposisi
terjadinya perilaku menarik diri adalah kegagalan perkembangan yang dapat
mengakibatkan individu tidak percaya diri, tidak percaya orang lain, ragu takut salah, putus
asa terhadap hubungan dengan orang lain, menghindar dari orang lain, tidak mampu
merumuskan keinginan dan meresa tertekan.
2. Faktor presipitasi dari faktor sosio-cultural karena menurunnya stabilitas keluarga dan
berpisah karena meninggal dan faktor psikologis seperti berpisah dengan orang yang terdekat
atau kegagalan orang lain untuk bergantung, merasa tidak berarti dalam keluarga sehingga
menyebabkan klien berespons menghindar dengan menarik diri dari lingkungan.
C. TANDA DAN GEJALA Data
Subjektif : Sukar didapati jika klien menolak berkomunikasi. Beberapa data subjektif
adalah menjawab pertanyaan dengan singkat, seperti kata-kata “tidak “, “iya”, “tidak
tahu”. Data Objektif : Observasi yang dilakukan pada klien akan ditemukan : individu
berpartisipasi dalam suatu kualitas yang tidak cukup atau berlebihan atau kualitas
interaksi sosial yang tidak efektif Krusakan Interaksi Sosial memiliki
karakteristik,yaitu : individu dan dirasakan sebagai hal yang ditimbulkan oleh orang lain
dan sebagai suatu keadaan negatif yang mengancam. Kerusakan Interaksi sosial adalah
suatu keadaan dimana seorang seseorang karena orang lain menyatakan sikap yang
negatif dan mengancam (Towsend,1998) Isolasi Sosial adalah kondisi kesepian yang
diekspresikan oleh merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan
keterlibatan dengan orang lain tetapi tidak mampu untuk membuat kontak (Carpenito,
1998). Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh A. PENGERTIAN
Isolasi adalah keadaan dimana individu atau kelompok mengalami atau
• Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul. • Menghindari orang lain (menyendiri), klien nampak
memisahkan diri dari orang lain, misalnya pada saat makan. • Komunikasi kurang / tidak ada.
Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien lain / perawat. • Tidak ada kontak mata,
klien lebih sering menunduk. • Berdiam diri di kamar / tempat terpisah. Klien kurang
mobilitasnya. • Menolak berhubungan dengan orang lain. Klien memutuskan percakapan atau
pergi jika diajak bercakap-cakap. • Tidak melakukan kegiatan sehari-hari. Artinya perawatan
diri dan kegiatan rumah tangga sehari-hari tidak dilakukan. • Posisi janin pada saat tidur.
KARAKTERISTIK PERILAKU • Gangguan pola makan : tidak nafsu makan atau makan
berlebihan. • Berat badan menurun atau meningkat secara drastis. • Kemunduran secara fisik.
• Tidur berlebihan. • Tinggal di tempat tidur dalam waktu yang lama. • Banyak tidur siang. •
Kurang bergairah. • Tidak memperdulikan lingkungan. • Kegiatan menurun. • Immobilisasai.
• Mondar-mandir (sikap mematung, melakukan gerakan berulang). • Keinginan seksual
menurun.
D. MASALAH UTAMA KERUSAKAN INTERAKSI SOSIAL
1. Interaksi sosial, kerusakan 2. Perubahan sensori-perseptual 3. Kekerasan, resiko tinggi 4.
Harga diri rendah kronis 5. Intoleransi aktivitas 6. Sindrom defisit perawatan diri 7. Koping
keluarga,inefektif 8. Ketegangan peran pemberi perawatan