HIPERTENSI
DEFINISI
Hipertensi adalah suatu peningkatan tekanan darah sistolik
sedikitnya 140 mmHg atau tekanan diastolik sedikitnya 90
mmHg. Penyakit hipertensi ini tidak selalu beresiko pada
penderita penyakit jantung, tetapi juga beresiko pada penderita
penyakit lain seperti penyakit saraf, ginjal, dan pembuluh darah
dan semakin tinggi tekanan darah, makin besar pula resikonya
(Nurarif, et al., 2015).
KLASIFIKASI
5. Telinga berdenging
PATHOFISIOLOGI
-Faktor predisposisi yang saling berhubungan juga turut serta menyebabkan peningkatan
tekanan darah pada pasien hipertensi. Diantaranya adalah faktor primer dan faktor
sekunder. Faktor primer adalah faktor genetik, gangguan emosi, obesitas, konsumsi
alkohol, kopi, obat-obatan, asupan garam, stress, kegemukan, merokok, aktivitas fisik
yang kurang. Sedangkan faktor sekunder adalah kelainan ginjal seperti tumor, diabetes,
kelainan adrenal, kelainan aorta, kelainan endokrin lainnya seperti obesitas, resistensi
insulin, hipertiroidisme dan pemakaian obat- obatan seperti kontasepsi oral dan
kartikosteroid (Wijaya & Putri, 2013).
- Pada Lansia terjadi perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah
perifer yang bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah. Perubahan tersebut
meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan penurunan dalam relaksasi
otot polos pembuluh darah, yang ada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya
regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya
dalam mengakomodasi volume darah yang di pompa oleh jantung ( volume sekuncup )
mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer. (Wijaya &
Putri, 2013).
KOMPLIKASI PEMERIKSAAN PENUNJANG
2018): 2. CT Scan
c. Stroke.
d. Ensefalopati hipertensi
e. Nefrosklerosis hipertensi.
f. Retinopati hipertensi.
PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan Nonfarmakologi
- Konsumsi gizi seimbang dan pembatasan gula, garam dan lemak.
- Mempertahankan berat badan ideal.
- Gaya hidup aktif/olahraga teratur.
- Stop merokok.
- Membatasi konsumsi alkohol (bagi yang minum).
- Istirahat yang cukup dan kelola stres
2. Penatalaksanaan Farmakologi
Pengobatan hipertensi perlu dilakukan seumur hidup penderitannya. Dalam pengobatan hipertensi obat
standar yang dianjurkan oleh Komite Dokter Ahli Hipertensi, antara lain obat deuretik, Penekat Betha,
Antagonis kalsium, atau penghambat ACE .
KASUS HIPERTENSI
Tn. S berjenis kelamin laki-laki, berusia 75 tahun, bertempat tinggal di Surabaya dari suku jawa dan
beragam Islam. Klien sudah menikah, pendidikan terakhir SMP. Klien udah tinggal di UPTD Griya
Wreda selama ± 10 bulan. Keluhan utama yang dirasakan Tn. S saat pengkajian adalah sulit tidur saat
malam hari karena merasa pusing dan pegal pada belakang kepala. Tn. S mengatakan memiliki
riwayat penyakit hipertensi. Untuk mengatasi keluhan susah tidur Tn. S hanya diam ditempat tidur,
duduk. Selama berada di UPTD Griya Wreda Jambangan Surabaya Tn. S mendapat obat Amlodipine
1x5mg, B Complex 1x1 dan Kalk 1x1. Tn. S tidak memiliki alergi makanan maupun obat-obatan.
Tn. S mengalami perubahan status fisiologis antara lain Tn. S sering sulit tidur dimalam hari
dikarenakan merasa pusing dan pegal di belakang kepala. Klien mengatakan sering pusing juga saat
beraktivitas(P), nyeri terasa seperti mencengkram (Q), Tn.S mengatakan nyeri di belakang kepala
( R), Skala nyeri yang di rasakan Tn.s yaitu 5, Nyeri yang di rasakan hilang timbul (T). Durasi tidur
Tn. S pada malam hari pukul 01.00 WIB sampai pukul 04.00 WIB. Sedangkan durasi tidur siang Tn. S
pukul 10.00 WIB sampai pukul 11.30 WIB, seteah itu tidur kembali pukul 13.00 WIB dan bangun
pukul 15.00 WIB. Dalam kemapuan ADL Tn. S melakukannya secara mandiri tanpa bantuan dan
tidak ada perubahan nafsu makan. Berikut adalah data tanda-tanda vital dan antopoetri Tn. S ang
diperoleh ketika melakukan pengkajian:
1. Keadaan umum baik, Tekanan Darah 170/90 mmHg, Nadi 94 ×/menit, Respirasi 20 ×/menit, Suhu
36,4oC, CRT < 2 detik.
2. Berat Badan 68 kg, Tinggi badan 170 cm, IMT: 23,52 (Ideal/Normal).
ASUHAN
KEPERAWATAN
PENYAKIT JANTUNG
KORONER
DEFINISI
Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah gangguan fungsi jantung karena adanya
sumbatan atau penyempitan pada pembuluh darah koroner sehingga otot jantung
tidak mendapatkan suplai makanan dan oksigen. Pada saat jantung akan bekerja
lebih keras terjadi ketidakseimbangan antara kebutuhan dan asupan oksigen, hal
ini yang menyebabkan nyeri dada. Jika pembuliuh darah mengalami sumbatan,
pemasokan darah ke jantung akan terhenti dan kejadian inilah yang disebut
dengan serangan jantung. Adanya ketidakseimbangan antara ketersediaan oksigen
dan kebutuhan jantung memicu timbulnya PJK (Wijaya, 2013).
KLASIFIKASI
Menurut Helmanu, (2015) penyakit jantung koroner dibagi menjadi dua kelompok,
yaitu :
- Menopause
- stress
MANIFESTASI KLINIS
Menurut (Abata, 2014) secara umum penyakit jantung koroner ditandai oleh beberapa gejala
seperti dibawah ini :
a. Mudah Lelah
c. Mudah berkeringat
d. Sesak napas
Perkembangan PJK dimulai dari penyumbatan pembuluh jantung oleh plak pada pembuluh darah
(aterosklerosis). Salah satu faktor PJK adalah hiperglikemia dalam waktu yang panjang, sehingga
dapat menyebabkan disfungsi endotel berupa spasme koroner dan oklusi. Kondisi tersebut dapat
menghambat aliran darah pada pembuluh darah koroner dan menyebabkan aterosklerosis. Langkah
pertama dalam pembentukan aterosklerosis dimulai dengan disfungsi lapisan endotel lumen arteri,
kondisi ini dapat terjadi setelah cedera pada sel endotel atau dari stimulus lain, cedera pada sel
endotel meningkatkan permeabelitas terhadap berbagai komponen plasma, termasuk asam lemak
dan triglesirida, sehingga zat ini dapat masuk kedalam arteri, oksidasi asam lemak menghasilkan
oksigen radikal bebas yang selanjutnya dapat merusak pembuluh darah (Huether & Mc Cance, 2017).
KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat timbul dari penyakit jantung koroner menurut (Wicaksono Saputro,
2019), yaitu :
a. Syok kardiogenik
e. Pericarditis akut
f. Aneurisme ventrikal
g. Rupture miokard
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan diagnostic meliputi pemeriksaan EKG 12 lead yang dikerjakan waktu istirahat
pemeriksaan radiologis, pemeriksaan laboratorium terutama untuk menemukan faktor risiko,
pemeriksaan ekocardiografi dan radio nuclide miokardial imaging (RNMI) waktu istirahat dan
stress fisis ataupun obat-obatan, sampai ateriografi koroner dan angiografi ventrikel kiri
(Wijaya, 2013). Pemeriksaan penunjang yang dilakukan selama terjadinya episode nyeri adalah,
pantau takikardi atau disritmia dengan saturasi, rekam EKG lengkapT inverted, ST elevasi
atau depresi dan Q patologis, pemeriksaan laboratorium kadar enzim jantung Creatinin Kinase
(CK), Creatinin Kinase M-B (CKMB), laktat dehydrogenase (LDH), fungsi hati serum glutamic
oxaloacetic transaminase (SGOT) dan serum glutamic pyrivate transaminase (SGPT), profil
lipid Low Desinty Lipoprotein (LDL) dan High Desinty Lipoprotein (HDL), foto thorax,
echocardiografi, kateterisasi jantung (Wijaya, 2013).
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada PJK menurut (LeMone, Priscilla, dkk tahun 2019) yaitu :
a. Pengobatan farmakologi meliputi nitrat, aspirin, penyekat beta (bloker), antagonis kalsium, dan anti kolesterol.
b. Revaskularisasi miokardium
Coronary Artery Bypass Grafting (CABG) atau bisa disebut dengan cangkok pintas merupakan pembedahan
untuk penyakit jantung koroner melibatkan pembukaan vena atau arteri untuk menciptakan sambungan
antara aorta dan arteri koroner melewati obstruksi. Kemudian memungkinkan darah untuk mengaliri bagian
iskemik jantung (Nurhidayat S, 2011).
c. Non farmakologi
1) Modifikasi pola hidup yang sehat dengan cara olahraga ringan.
2) Mengontrol faktor risiko yang menyebabkan terjadinya PJK, seperti pola makan, dll.
3) Melakukan teknik distraksi, memejamkan mata untuk mengatasi rasa nyeri dan relaksasi nafas dalam
(teknik breathing exercise, slowbreathing exercise, slow deep breathing exercise) untuk mengurangi tingkat
kelelahan.
4) Membatasi aktivitas yang memperberat aktivitas jantung.
PENCEGAHAN
Menurut Mary T. Kowalski (2014) ada beberapa cara untuk mencegah penykit kardiovaskular
diantaranya:
a. Tidak merokok/berhenti merokok untuk menghindari efek yang membahayakan dari rokok.
b. Mengurangi asupan natrium (garam).
c. Memperhatikan berat badan agar tidak terjadi obesitas.
d. Mengindari makan makanan yang mengandung kafein.
e. Berolahraga secara teratur sedikitnya 3 hari dalam 1 minggu dengan waktu 30 menit.
f. Tinggikan tungkai kaki pada pagi dan sore hari untuk beberapa menit.
g. Hindari dan meminimalkan stress lingkungan dan penyebab asietas.
h. Mengonsumsi obat yang diberikan.
i. Memperbanyak istirahat dan relaksasi jika diperlukan.
Kasus :
Ny. N usia 60 Tahun, beragama islam, bekerja sebagai IRT dan status perkawinan janda dengan 2 orang
anak. Klien tinggal di Rumdis TNI AL Wonosari Surabaya Bersama dengan anak pertama, menantu dan
dua cucu. Klien mengidap penyakit jantung coroner. Hasil pengkajian didapatkan klien mengeluh nyeri
dada sebelah kiri saat beraktivitas, nyeri terasa berat, menjalar sampai ke punggung, skala nyeri 4 (1-
10), dan nyeri tiba-tiba muncul selama kurang lebih 5 menit. Selain itu klien juga mengatakan sering
kram pada kaki, kadang bengkak dan Lelah saat aktivitas. Saat keluhan muncul klien hanya meminum
obat saja. Klien mengatakan mempunyai Riwayat penyakit hipertensi sejak 26 tahun yang lalu dan
diabetes mellitus sejak 10 tahun yang lalu, klien juga rutin control sebulan sekali. Pada januari 2020
klien pernah dirawat di ICU dengan PVC + Bradikardi. Klien juga rutin mengkonsumsi obat Micardis,
Spinolactone, Concor, CPG, Atorvastatin, Furosemide tab (k/p), Glimipid dan Metvormin. Dari hasil
pemeriksaan fisik didapatkan dengan kesadaran composmentis (E4V5M6), TD : 180/100 mmHg, N : 98
x/menit, S : 36,5°C, RR : 22x/menit, TB : 155 cm, BB : 88 kg.
ASUHAN
KEPERAWATAN
TERIMAKASIH