Anda di halaman 1dari 40

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny.

W DENGAN
HIPERTENSI DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN RASA
AMAN DAN NYAMAN DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA

Oleh :
DIYAN SEPTIANA
P00320015082

STIKES GANESHA HUSADA KEDIRI


JURUSAN PROFEI NERS
2022

1
A. Konsep Dasar Lanjut Usia (Lansia)
1. Definisi lanjut usia (lansia)
Menurut Reimer et al (1999); Stanley and Beare (2007 dalam Azizah 2011),
mendefinisikan lansia berdasarkan karakteristik sosial masyarakat yang menganggap
bahwa orang telah tua jika menunjukkan ciri fisik seperti rambut beruban, kerutan kulit
dan hilangnya gigi.
2. Klasifikasi Lansia
Klasifikasi berikut menurut Depkes RI (2015)
a. Usia lanjut presenilis yaitu abtara usian45-59 tahun
b. Usia lanjut yaitu usia 60 tahun ke atas
c. Usia lanjut beresiko yaitu usia 70 tahun ke atas atau usia 60 tahun ke atas dengan
masalah kesehatan.
3. Karakteristik Lansia
Menurut Budi Anna Keliat (1999). Lansia memiliki karakteristik sebagai berikut.
a. Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan pasal 1 ayat (2) UU No. 13 tentang
Kesehatan).
b. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari
kebutuhan biopsikososial sampe spiritual, serta dari kondisi adaptif hingga kondisi
maladaptif.
c. Lingkungan tempat tinggal yang berfariasiProses Penuaan Pada Lansia.
4. Perubahan Sistem Kardiovaskuler Pada Lansia Dan Implikasi Klini
a. Perubahan pada Sistem Kardiovaskular
Jantung dan pembuluh darah mengalami perubahan baik struktural maupun
fungisional. Penurunan yang terjadi berangsur-angsursering terjadi ditandai dengan
penurunan tingkat aktivitas, yang mengakibatkan penurunan kebutuhan darah yang
teroksigenasi.
Jumlah detak jantung saat istirahat pada orang tua yang sehat tidak ada perubahan,
namun detak jantung maksimum yang dicapai selama latihan berat berkurang. Pada
dewasa muda, kecepatan jantung dibawah tekanan yaitu,180-200 x/menitkecepatan
jantung pada usiam70-75 tahun menjadi 140-160 x/menit.
1) Perubahan Struktur

2
Pada fungsi fisiologis, faktor gaya hidup berpengaruh secara signifikan
terhadap fungsi kardiovaskuler. Gaya hidup dan pengaruh lingkungan
merupakan faktor penting dalam menjelaskan berbagai keragaman fungsi
kardiovaskuler pada lansia, bahkan untuk perubahan tanpa penyakit-terkait.
Secara singkat, beberapa perubahan dapat diidentifikasi pada otot jantung,
yang mungkin berkaitan dengan usia atau penyakit seperti penimbunan amiloid,
degenerasi basofilik, akumilasi lipofusin, penebalan dan kekakuan pembuluh
darah, dan peningkatan jaringan fibrosis. Pada lansia terjadi perubahan ukuran
jantung yaitu hipertrofi dan atrofi pada usia 30-70 tahun.
Berikut ini merupakan perubahan struktur yang terjadi pada sistem
kardiovaskular akibat proses menua :
(a) Penebalan dinding ventrikel kiri karena peningkatan densitas kolagen dan
hilangnya fungsi serat-serat elastis. Implikasi dari hal ini adalah
ketidakmampuan jantung untuk distensi dan penurunan kekuatan kontraktil.
(b) Jumlah sel-sel peacemaker mengalami penurunan dan berkas his kehilangan
serat konduksi yang yang membawa impuls ke ventrikel. Implikasi dari hal ini
adalah terjadinya disritmia.
(c) Sistem aorta dan arteri perifer menjadi kaku dan tidak lurus karena peningkatan
serat kolagen dan hilangnya serat elastis dalam lapisan medial arteri. Implikasi
dari hal ini adalah penumpulan respon baroreseptor dan penumpulan respon
terhadap panas dan dingin.
(d) Vena meregang dan mengalami dilatasi. Implikasi dari hal ini adalah vena
menjadi tidak kompeten atau gagal dalam menutup secara sempurna sehingga
mengakibatkan terjadinya edema pada ekstremitas bawah dan
penumpukan darah.
B. Konsep Dasar Hipertensi
1. Pengertian
Hipertensi adalah sebagai peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140
mmHg atau tekanan diastolic sedikitnya 90 mmHg. Hipertensi tidak hanya beresiko
tinggi menderita penyakit jantung, tetapi juga menderita penyakit lain seperti penyakit
saraf, ginjal dan pembuluh darah dan makin tinggi tekanan darah, makin besar resikonya
(NANDA,2015). Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :
3
a. Hipertensi primer (esensial)
Disebut juga hipertensi idiopatik karena tidak diketahui penyebabnya. Faktor
yang mempengaruhinya yaitu :genetik, lingkungan, hiperaktifitas saraf simpatis
sistem renin. Angiotensin dan peningkatan Na + Ca intraseluler. Faktor-faktor
yang meningkatkan resiko : obesitas, merokok, alkohol dan polisitemia.
b. Hipertensi sekunder
Penyebabnya yaitu penggunaan estrogen, penyakit ginjal, sindrom chusing dan
hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan.
Menurut NANDA 2015, Hipertensi pada usia lanjut dibedakan menjadi :
a. Hipertensi dimana tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140 mmHg dan
atau tekanan diastolik sama atau lebi besar dari 90 mmHg
b. Hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan sistolik lebih besar dari 160
mmHg dan tekanan diastolik lebih rendah dari 90 mmHg.
Penyebab hipertensi ada pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya
perubahan-perubahan pada :
a. Elastisitas dinding aorta menurun
b. Katub jantung menebal dan menjadi kaku
c. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah
berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah menurun
menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya
d. Kehilangan elastisitas pembuluh darah. Hal ini terjadi karena kurangnya
efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi
e. Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer
Tanda dan gejala di atas dipengaruhi oleh perkalian antara Cardiac Output
(CO) dengan tahanan perifer yang menyebabkan tekanan darah meningkat.

4
Tabel 1.2 klasifikasi hipertensi
Klasifikasi Hipertensi Hasil Konsensus Perhimpunan Hipertensi Indonesia
Kategori Sistol (mmHg) Dan/atau Diastole
(mmHg)
Normal <120 Dan <80
Pre hipertensi 120-139 Atau 80-89
Hipertensi tahap 1 140-159 Atau 90-99
Hipertensi tahap 2 ≥ 160 Atau ≥ 100
Hipertensi sistol terisolasi ≥ 140 Dan < 90

Pathway:

5
2. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi :
a. Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan
tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal ini
berarti hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak
terukur
b. Gejala yang lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri
kepala dan kelelahan. Dalam kenyataanya ini merupakan gejala terlazim yang
mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis Beberapa pasien
yang menderita hipertensi yaitu :
1) Mengeluh sakit kepala, pusing
2) Lemas, kelelahan
3) Sesak nafas
4) Gelisa
5) Mual
6) Muntah
7) Epistaksis
8) Kesadaran menurun
3. Pemeriksaan diagnostic
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Hb/Ht : untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan
(viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor resiko seperti hipokoagulabilitas
dan anemia
2) BUN/kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi/fungsi ginja
3) Glukosa : hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapat diakibatkan
oleh pengeluaran kadar ketokolamin
4) Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal dan ada DM
5) CT Scan : mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati
6) EKG : dapat menunjukkan pola regangan, dimana luas, peninggian gelombang
P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi
6
7) IUP : mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti : batu ginjal, perbaikan
ginjal
8) Photo dada : menunjukkan destruksi klasifikasi pada area katup, pembesaran
jantung
4. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan medis atau penanganan yang tepat bagi penderita hipertensi sebagai
berikut:
a. Terapi
Terapi Non Farmakologis
Pencegahan dan manajemen hipertensi lebih utama ditekankan pada perubahan gaya
hidup dan pengaturan diet.
1) DietDiet untuk hipertensi membatasi konsumsi garam, makanan asin, meningkatkan
konsumsi sayuran dan buah sebagai sumber utama kalium. Diet yang banyak mengonsumsi
buah-buahan, sayuran, dan rendah lemak serta rendah lemak jenuh (diet DASH) dapat
menurunkan tekanan darah. Selain itu, terapi tambahan yang perlu dilakukan untuk
mencegah atau mengurangi hipertensi, yaitu:
(a) Kurangi berat badan jika berlebih
(b) Batasi asupan alkohol, etanol tidak lebih dari 1 oz (30 ml), bir (missal 24 oz
(720 ml), anggur 10 oz (300 ml) atau wiski 2 oz (60 ml) tiap hari atau 0,5 oz (15
ml) etanol tiap hari untuk wanita dan orang dengan berat badan yang lebih
ringan
(c) Tingkatkan aktivitas fisik aerobic (30-45 menit hampir tiap hari dalam satu
minggu)
(d) Kurangi asupan natrium tidak lebih dari 100 mmol/hari (2,4 gram natrium atau 6
gram natrium klorida)
(e) Pertahankan asupan kalium yang adekuat dalam diet (kira-kira 90 mmol/hari)
(f) Pertahankan intake kalsium dan magnesium yang adekuat dalam diet untuk
kesehatan secara umum
(g) Berhenti merokok dan kurangi asupan lemak jenuh dalam diet dan kolesterol
untuk kesehatan kardiovaskuler secara keseluruhan.
Berikut merupakan beberapa contoh makanan yang diperbolehkan dan
dihindarkan untuk dikonsumsi diantaranya:

7
Sumber Bahan Makanan yang Makanan yang Harus
Makanan Diperbolehkan Dihindarkan
Protein nabati Tahu, tempe, kacang Keju, kacang tanah, kacang
hijau, kacang kedelai, asin, tauco, tahu asin
kacang tolo, kacang
tanah, kacang kapri, dan
kacang lain yang segar
Lemak Santan encer, minyak Salad dressing, mentega
mentega tanpa garam margarine, lemak hewan

Sayuran Semua sayuran segar Sayuran yang diawetkan: sawi


asin, acar, asinan, sayuran
dalam kaleng

Buah-buahan Semua buah-buahan Buah yang diawetkan


segar menggunakan zat pengawet:
buah kering, buah kaleng

Bumbu Semua bumbu dapur Garam dapur, MSG, kecap,


saus tomat botol, saus cabai,
pengempuk daging, maggi,
terasi, soda kue, petis, saus
tiram

Minuman Teh, kopi encer Cokelat, cafein, alcohol

Tabel 2.4 contoh makanan yang diperbolehkan dan dihindarkan


b. Olahraga
Selain mengatur pola makan atau diet, dianjurkan pula untuk olah raga secara teratur
dan mengontrol tekanan darah, dan juga berhenti merokok untuk mencegah
kemungkinan komplikasi.
c. Terapi Obat
Tujuan pengobatan adalah memperkecil kerusakan organ target akibat tekanan darah
dan menghindari pengaruh buruk akibat pengobatan. Untuk yang menjalani terapi
obat ini juga memiliki criteria tertentu, yakni:
Tabel 2.5 Terapi Obat

8
Derajat tekanan Kelompok risiko Kelompok risiko Kelompok risiko C
darah (mmHg) A (tidak ada B (Paling sedikit (TOD/CCD
faktor risiko; 1 faktor risiko, dan/atau diabetes dengan
tidak ada tidak termasuk atau tanpa faktor
TOD/CCD) diabetes; tidak risiko lainnya
ada TOD/CCD)

Normal tinggi Modifikasi gaya Modifikasi gaya Terapi obat


(130-139/85-89) hidup hidup

Derajat 1 (140- Modifikasi gaya Modifikasi gaya Terapi obat


159/80-99) hidup (sampai hidup (sampai 6

dengan 12 bulan)

Derajat 2 dan 3 bulan) Terapi obat Terapi obat

(≥160/≥100) Terapi obat

Keterangan: TOD/CCD (Target Organ Damage/Clinical Cardiovascular Disease)


menunjukkan adanya kerusakan organ target atau penyakit kardiovaskuler klinis.
Jenis anti hipertensi tersebut yaitu:iureti
Menurunkan tekanan darah pada awalnya dengan cara menurunkan volume plasma
(dengan menekan reabsorpsi natrium oleh tubulus ginjal sehingga meningkatkan
ekskresi natrium dan air) dan curah jantung, tetapi selama terapi kronis pengaruh
hemodinamik yang utama adalah mengurangi resistensi vaskuler perifer. Contoh
obat pada golongan ini adalah hidroklortiazid, klortalidon, metolazon, furosemid,
dsb.
d. Agen Penghambat Beta Adrenergik
Obat ini efektif karena menurunkan denyut jantung dan curah jantung, kemudian
juga menurunkan pelepasan rennin dan lebih manjur pada populasi dengan aktivitas
rennin plasma yang meningkat seperti orang kulit putih yang berusia lebih muda.
Efek sampingnya antara lain: mencetuskan atau memperburuk gagal ventrikel kiri,
kongesti nasal, dapat terjadi kelemahan, letargi, impotensi, dsb. Beberapa obat
dalam golongan ini adalah: acebutolol, atenolol, betaksolol, labetalol, dll.
9
e. Penghambat ACE (Angiotensin Converting Enzyme)
Banyak digunakan sebagai pengobatan awal hipertensi ringan hingga sedang. Aksi
kerja utamanya dengan menghambat system rennin-angiotensin-aldosteron, tetapi
juga menghambat degradasi bradikinin, menstimulasi sintesis prostaglandin dan
kadang mengurangi aktivitas sistem saraf simpatis. Keuntungan ACE adalah
relative bebas dari efek samping yang menggangu. Contoh obat golongan ini yaitu:
benazepril, kaptopril, enalpril, fosinopril, lisinopril, dll.
f. Agen Penghambat Reseptor Angiotensin II
Jenis ini sebaiknya hanya digunakan terutama pada pasien yang mengalami batuk
jika menggunaan penghambat ACE. Contoh obat pada golongan ini adalah:
eprosartan, irbesartan, losartan, valsartan, dll.
g. Agen Penghambat saluran Kalsium
Obat ini beraksi dengan cara menyebabkan vasodilatasi perifer, yang berkaitan
dengan refleks takikardi yang kurang begitu nyata dan retensi cairan daripada
vasodilator yang lain. Efek samping yang paling biasa yakni nyeri kepala, edema
perifer, bradikardi dan konstipasi, dsb. obat yang tergolong dalam golongan ini
diantaranya: amlodipin, isradipin, nikardipin, nifedipin, dll.
h. Antagonis Adrenoseptor Alfa
Parazosin, terazosin dan doksazosin memblok reseptor alfa pasca sinaptik,
membuat rileks otot polos dan menurunkan tekanan darah dengan menurunkan
resistensi vaskuler perifer. Efek samping utama adalah hipertensi yang nyata dan
sinkop setelah dosis pertama, yang oleh sebab itu sebaiknya diberikan dosis kecil
dan diberikan pada saat akan tidur.
i. Obat-obat dengan Aksi Simpatolitik Sentral
Metildopa, klonidin, gunabenz, dan guanfacine menurunkan tekanan darah dengan
cara menstimulasi reseptor alfa adrenergic pada sistem saraf pusat, sehingga
mengurangi aliran keluar simpatetik perifer eferen. Hal yang perlu diperhatikan
yaitu hipertensi kembali terjadi setelah penghentian pemberian obat dan beberapa
efek samping lainnya.
j. Dilator Arteriolar

10
Hidralazin dan minoksidil menyebabkan rileks otot polos vaskuler dan menyebabkan
vasodilatasi perifer. Hidralazin menyebabkan gangguan gastrointestinal dan dapat
menginduksi sindroma menyerupai lupus. Minoksidil menyebabkan hirsutisme dan
retensi cairan yang nyata; agen ini diberikan pada pasien yang refrakter.
k. Penghambat Simpatetik Perifer
Reserpin merupakan agen hipertensi yang hemat biaya. Oleh karena efek samping
obat ini yang dapat menginduksi depresi mental dan efek samping lainnya seperti
sedasi, hidung tersumbat, gangguan tidur, dan ulkus peptikum, menyebabkan obat ini
tidak popular digunakan, meskipun masalah ini tidak biasa terjadi pada dosis yang
rendah.
C. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Penderita Hipertensi
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam peruses keperawatan. Untuk itu,
di perlukan kecermatan dan ketelitian dalam menangani masalah klien sehingga dapat
memberi arah terhadap tindakan keperawatan.
a. Anamnesis.
Anamnesis di lakukan untuk mengetahui:
1) Identitas meliputi nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahasa yang di
gunakan, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah,
nomor register, tanggal masuk rumah sakit, dan giagnosis medis.
2) Aktifitas/ istirahat
Gejala : Kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton
Tanda : Frekwensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea
3) Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi, penyakit jantung koroner aterosklerosis.
Tanda : Kenaikan tekanan darah, tachycardi, disrythmia, denyutan nadi jelas,
bunyi jantung murmur, distensi vena jugularis
4) Integritas Ego
Gejala : Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, marah,
faktor stress multiple (hubungan, keuangan, pekerjaan)
Tanda : Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinue perhatian, tangisan
yang meledak, otot muka tegang (khususnya sekitar mata), peningkatan pola
11
bicara
5) Eliminas
Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu ( infeksi, obstruksi, riwayat
penyakit ginjal ), obstruksi.
6) Makanan/ cairan
Gejala : Makanan yang disukai (tinggi garam, tinggi lemak, tinggi kolesterol),
mual, muntah, perubahan berat badan (naik/ turun), riwayat penggunaan diuretic.
Tanda : Berat badan normal atau obesitas, adanya oedem.
7) Neurosensori
Gejala : Keluhan pusing berdenyut, sakit kepala sub oksipital, gangguan
penglihatan.
Tanda : Status mental: orientasi, isi bicara, proses berpikir,memori, perubahan
retina optik. Respon motorik : penurunan kekuatan genggaman tangan.
8) Nyeri/ ketidaknyamanan
Gejala : Angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, nyeri abdomen/ masssa.
9) Pernafasa
Gejala : Dyspnea yang berkaitan dengan aktifitas/ kerja, tacyhpnea, batuk dengan/
tanpa sputum, riwayat merokok.
Tanda : Bunyi nafas tambahan, cyanosis, distress respirasi/ penggunaan alat bantu
pernafasan.
10) Keamanan
Gejala : Gangguan koordinasi, cara brejalan.
b. Pemeriksaan Diagnostik
1) Hb: untuk mengkaji anemia, jumlah sel-sel terhadap volume cairan
(viskositas).BUN: memberi informasi tentang fungsi ginjal.
2) Glukosa: mengkaji hiperglikemi yang dapat diakibatkan oleh peningkatan kadar
katekolamin (meningkatkan hipertensi).
3) Kalsium serum
4) Kalium serum
5) Kolesterol dan trygliserid
6) Urin analisa

12
7) Foto dad
8) CT Scan
9) EKG
2. Kemungkinan Diagosa Keperawatan
a. Gangguan rasa nyaman nyeri (sakit kepala) b/d peningkatan tekanan vaskuler
serebral.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi
inadekuat
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan O2.
d. Inefektif koping individu berhubungan dengan mekanisme koping tidak efektif,
harapan yang tidak terpenuhi, persepsi tidak realistic.
e. Kurang pengetahuan mengenai kondisi penyakitnya berhubungan dengan kurangnya
keinginan untuk mencari informasi, tidak mengetahui sumber-sumber informasi.
f. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan vasokontriksi pembuluh
darah.
g. Resiko tinggi terhadap cedera yang berhubungan dengan defisit lapang pandang,
motorik atau persepsi.
3. Intervensi
a. Gangguan rasa nyaman nyeri (sakit kepala) b.d peningkatan tekanan vaskuler
serebral Tujuan : Menghilangkan rasa nyeri
Kriteria hasil :
1) Melaporkan ketidanyamanan hilang atau terkontrol.
2) Mengikuti regimen farmakologi yang diresepkan.
Intervensi :
1) Pertahankan tirah baring selama fase akut.
R/ Meminimalkan stimulasi dan meningkatkan relaksasi.
2) Berikan tindakan nonfarmakologi untuk menghilangkan sakit kepala, misalnya
kompres dingin pada dahi, pijat punggung dan leher.
R/ Tindakan yang menurunkan tekanan vaskuler serebral, efektif dalam
menghilangkan sakit kepala dan komplikasinya.
3) Hilangkan/minimalkan aktifitas vasokontriksi yang dapat meningkatkan sakit
13
kepala, misalnya batuk panjang, mengejan saat BAB.
R/ Aktifitas yang meningkatkan vasokontriksi menyebabkan sakit kepala pada
adanya peningkatan vaskuler serebral.
4) Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan.
R/ Meminimalkan penggunaan oksigen dan aktivitas yang berlebihan yang
memperberat kondisi klien.Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat
analgetik, anti ansietas, diazepam dll.
R/ Analgetik menurunkan nyeri dan menurunkan rangsangan saraf simpatis.
b. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake
nutrisi inadekuat
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria Hasil :
1) Klien menunjukkan peningkatan berat bada
2) Menunjukkan perilaku meningkatkan atau mempertahankan berat badan
ideal Intervensi
1) Bicarakan pentingnya menurunkan masukan lemak, garam dan gula sesuai
indikasi.
R/ Kesalahan kebiasaan makan menunjang terjadinya aterosklerosis, kelebihan
masukan garam memperbanyak volume cairan intra vaskuler dan dapat merusak
ginjal yang lebih memperburuk hipertensi.
2) Kaji ulang masukan kalori harian dan pilihan diet.
R/ Mengidentifikasi kekuatan/kelemahan dalam program diit terakhir..
3) Dorong klien untuk mempertahankan masukan makanan harian termasuk kapan
dan dimana makan dilakukan, lingkungan dan perasaan sekitar saat makanan
dimakan.
R/ Memberikan data dasar tentang keadekuatan nutrisi yang dimakan dan kondisi
emosi saat makan, membantu untuk memfokuskan perhatian pada factor mana
pasien telah/dapat mengontrol perubahan.Intruksikan dan bantu memilih makanan
yang tepat, hindari makanan dengan kejenuhan lemak tinggi (mentega, keju, telur,
es krim, daging dll) dan kolesterol (daging berlemak, kuning telur, produk
kalengan,jeroan).
R/ Menghindari makanan tinggi lemak jenuh dan kolesterol penting dalam
14
mencegah perkembangan aterogenesis.
4) Kolaborasi dengan ahli gizi sesuai indikasi
R/ Memberikan konseling dan bantuan dengan memenuhi kebutuhan diet
individual.
c. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan umum, ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan O2.
Tujuan : tidak terjadi intoleransi aktivitas
Kriteria Hasil :
1) Klien dapat berpartisipasi dalam aktivitas yang di inginkan atau diperlukan
2) Melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas yang dapat diukur.
Intervensiaji toleransi pasien terhadap aktivitas dengan menggunkan parameter :
frekwensi nadi 20 x/menit diatas frekwensi istirahat, catat peningkatan TD, dipsnea,
atau nyeri dada, kelelahan berat dan kelemahan, berkeringat, pusing atau pingsan.
R/ Parameter menunjukan respon fisiologis pasien terhadap stress, aktivitas dan
indikator derajat pengaruh kelebihan kerja jantung.
1) Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktivitas contoh : penurunan
kelemahan/kelelahan, TD stabil, frekwensi nadi, peningkatan perhatian pada
aktivitas dan perawatan diri.
R/ Stabilitas fisiologis pada istirahat penting untuk memajukan tingkat aktivitas
individual.
2) Dorong memajukan aktivitas/toleransi perawatan diri.
R/ Konsumsi oksigen miokardia selama berbagai aktivitas dapat meningkatkan
jumlah oksigen yang ada. Kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan
tiba-tiba pada kerja jantung.
3) Berikan bantuan sesuai kebutuhan dan anjurkan penggunaan kursi mandi,
menyikat gigi/rambut dengan duduk dan sebagainya.
R/ Teknik penghematan energi menurunkan penggunaan energi dan sehingga
membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
4) Dorong pasien untuk berpartisipasi dalam memilih periode aktivitas
R/ Jadwal meningkatkan toleransi terhadap kemajuan aktivitas dan mencegah
kelemahan.
d. Inefektif koping individu b.d mekanisme koping tidak efektif, harapan yang tidak
15
terpenuhi, persepsi tidak realistik.
Tujuan : klien menunjukkan tidak ada tanda-tanda inefektif koping
Kriteria Hasil :
1) Mengidentifikasi perilaku koping efektif dan konsekuensinya
2) menyatakan kesadaran kemampuan koping / kekuatan pribadimengidentifikasi
potensial situasi stress dan mengambil langkah untuk
menghindari dan mengubahnya.
Intervensi
1) Kaji keefektifan strategi koping dengan mengobservasi perilaku, Misalnya :
kemampuan menyatakan perasaan dan perhatian, keinginan berpartisipasi dalam
rencana pengobatan.
R/ Mekanisme adaptif perlu untuk megubah pola hidup seorang, mengatasi
hipertensi kronik dan mengintegrasikan terapi yang diharuskan kedalam
kehidupan sehari-hari.
2) Catat laporan gangguan tidur, peningkatan keletihan, kerusakan konsentrasi, peka
rangsangan, penurunan toleransi sakit kepala, ketidak mampuan untuk
mengatasi/menyelesaikan masalah.
R/ Manifestasi mekanisme koping maladaptif mungkin merupakan indicator
marah yang ditekan dan diketahui telah menjadi penentu utama TD diastolic.
3) Bantu klien untuk mengidentifikasi stressor spesifik dan kemungkinan strategi
untuk mengatasinya.
R/ Pengenalan terhadap stressor adalah langkah pertama dalam mengubah respon
seseorang terhadap stressor.
4) Libatkan klien dalam perencanaan perwatan dan beri dorongan partisipasi
maksimum dalam rencana pengobatan.
R/ Keterlibatan memberikan klien perasaan kontrol diri yang berkelanjutan.
Memperbaiki keterampilan koping, dan dapat menigkatkan kerjasama dalam
regiment teraupetik.Bantu klien untuk mengidentifikasi dan mulai merencanakan
perubahan hidup yang perlu. Bantu untuk menyesuaikan ketimbang membatalkan
tujuan diri / keluarga.
R/ Perubahan yang perlu harus diprioritaskan secara realistic untuk menghindari
rasa tidak menentu dan tidak berdaya.
16
e. Kurang pengetahuan mengenai kondisi penyakitnya berhubungan dengan kurangnya
informasi mengenai penyakitnya.
Tujuan : Klien menunjukkan peningkatan pengetahuan mengenai penyakitnya
Kriteria hasil :
1) Menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan regiment pengobatan.
2) Mengidentifikasi efek samping obat dan kemungkinan komplikasi yang perlu
diperhatikan. Mempertahankan TD dalam parameter normal.
Intervensi
1) Kaji tingkat pemahaman klien tentang pengertian, penyebab, tanda dan gejala,
pencegahan, pengobatan, dan akibat lanjut.
R/ Mengidentifikasi tingkat pegetahuan tentang proses penyakit hipertensi dan
mempermudah dalam menentukan intervensi.
2) Bantu klien dalam mengidentifikasi faktor-faktor resiko kardivaskuler yang dapat
diubah, misalnya : obesitas, diet tinggi lemak jenuh, dan kolesterol, pola hidup
monoton, merokok, pola hidup penuh stress dan minum alcohol (lebih dari 60
cc/hari dengan teratur).
R/ Faktor-faktor resiko ini telah menunjukan hubungan dalam menunjang
hipertensi dan penyakit kardiovaskuler serta ginjal.Kaji kesiapan dan hambatan
dalam belajar termasuk orang terdekat.
R/ Kesalahan konsep dan menyangkal diagnosa karena perasaan sejahtera yang
sudah lama dinikmati mempengaruhi minimal klien/orang terdekat untuk
mempelajari penyakit, kemajuan dan prognosis. Bila klien tidak menerima realitas
bahwa membutuhkan pengobatan kontinyu, maka perubahan perilaku tidak akan
dipertahankan.
3) Jelaskan pada klien tentang proses penyakit hipertensi (pengertian,penyebab,tanda
dan gejala,pencegahan, pengobatan, dan akibat lanjut) melalui penkes.
R/ Meningkatkan pemahaman dan pengetahuan klien tentang proses penyakit
hipertensi.
f. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan vasokontriksi pembuluh
darah.
Tujuan : Tidak terjadi penurunan curah
jantung Kriteria Hasil :
17
1) Klien berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan tekanan darah/beban kerja
jantung
2) Mempertahankan TD dalam rentang individu yang dapat diterima.
3) Memperlihatkan norma dan frekwensi jantung stabil dalam rentang normal pasien.
Intervensi
1) Observasi tekanan darah
R/ Perbandingan dari tekanan darah memberikan gambaran yang lebih lengkap
tentang keterlibatan vaskuler.
2) Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer
R/ Denyutan karotis, jugularis, radialis dan femoralis mungkin teramati saat
palpasi. Denyut pada tungkai mungkin menurun, mencerminkan efek dari
vasokontriksi dan kongesti vena.
3) Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas.
R/ S4 umum terdengar pada pasien hipertensi berat karena adanya hipertropi
atrium, perkembangan S3 menunjukan hipertropi ventrikel dan kerusakan fungsi,
adanya krakels, mengi dapat mengindikasikan kongesti paru sekunder terhadap
terjadinya atau gagal jantung kronik.
4) Amati warna kulit, kelembaban, suhu, dan masa pengisian kapiler.
R/ Adanya pucat, dingin, kulit lembab dan masa pengisian kapiler lambat
mencerminkan dekompensasi/penurunan curah jantung.
5) Berikan lingkungan yang nyaman, tenang, kurangi aktivitas atau keributan
ligkungan, batasi jumlah pengunjung dan lamanya tinggal.
R/ Membantu untuk menurunkan rangsangan simpatis, meningkatkan relaksasi.
6) Anjurkan teknik relaksasi, panduan imajinasi dan distraksi.
R/ Dapat menurunkan rangsangan yang menimbulkan stress, membuat efek
tenang, sehingga akan menurunkan tekanan darah.
7) Kolaborasi dengan dokter dalam pembrian terapi anti hipertensi dan diuretik.
R/ Menurunkan tekanan darah.
g. Resiko tinggi terhadap cedera yang berhubungan dengan defisit lapang pandang,
motorik atau persepsi.
Tujuan : Tidak terjadi cidera
Kriteria hasil:
18
1) Mengidentifikasi faktor yang meningkatkan resiko terhadap cedera.
2) Memperagakan tindakan keamanan untuk mencegah cedera.
3) Meminta bantuan bila diperlukan.
Intervensi:
1) Lakukan tindakan untuk mengurangi bahaya lingkungan.
R/ Membantu menurunkan cedera.
2) Bila penurunan sensitifitas taktil menjadi masalah ajarkan klien untuk melakukan:
(a) Kaji suhu air mandi dan bantalan pemanas sebelum digunakan.
(b) Kaji ekstremitas setiap hari terhadap cedera yang tak terdeteksi.
(c) Pertahankan kaki tetap hangat dan kering serta kulit dilemaskan dengan lotion
emoltion.
R/ Kerusakan sensori pasca CVA dapat mempengaruhi persepsi klien terhadap
suhu.
3) Lakukan tindakan untuk mengurangi resiko yang berkenaan dengan pengunaan
alat bantu.
R/ Penggunaan alat bantu yang tidak tepat atau tidak pas dapat meyebabkan
regangan atau jatuh.
4) Anjurkan klien dan keluarga untuk memaksimalkan keamanan di rumah.
R/ Keamanan yang baik meminimalkan terjadinya cidera
4. Evaluasi
a. Apakah rasa nyeri pasien / sakit kepala berkurang ?
b. Apakah pasien sudah bisa beraktifitas sendiri / mandiri ?Apakah pola nutrisi pasien
seimbang atau normal ?
D. Konsep Kebutuhan Rasa Nyaman (Bebas Nyeri)
1. Pengertian Nyeri
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak meneyenagkan bersifat sangat
subjektif karena perasaan nyeri beerbeda pada stiap orang dalam hal sekala atau
tingkatanya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa
nyeri yang dialaminya. Berikut adalah pendapat beberapa ahli mengenai pengertian nyeri:
a) Mc. Coffery, mendefinisikan nyeri sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi
seseorang yang keberadaanya di ketahui hanya jika seseorang tersebut pernah
mengalaminya.
19
b) Wolf Waisfel Feurst, mengatakan nyeri merupaksn suatu perasaan menderita secara
fisik dan mental atau perasaan yang bisa menimbulkan ketegangan.
c) Arthur C, Curton, mengatakan bahwa nyeri merupakan suatu mekanisme produksi
bagi tubuh, timbul ketika jaringan sedang di rusak, dan menyebabkan individu
tersebut bereaksi untuk menghilangkan rangsangan nyeri.
2. Serumum, mengartikan nyeri sebagai suatu keadaan yang tidak menyenangkan akibat
terjadinya rangsangan fisik maupun dari serabut saraf dalam tubuh ke otak dan di ikuti
oleh reaksi fisik, fisiologi, dan emosional.Fisiologi Nyeri
Munculnya nyeri berkaitan erat dengan reseptor dan adanya rangsangan. Reseptor
nyeri yang di maksud adalah noociceptor, merupakan ujung-ujung saraf sangat bebas
yang memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki myelin yang tersebar pada kulit dan
mukosa, khususnya pada kulit dan mukosa, khususnya pada visera, persendian, dinding
arteri, hati, dan kandung empedu,. Reseptor nyeri dapat memberikan respons akibat
adanya stimulasi atau rangsangan. Stimulasi tersebut dapat berupa zat kimiawi seperti
histamin, bradikinin, prostaglandin, dan macam-macam asam yang di lepas apabila
terdapat kerusakan pada jaringan akibat kekurangan oksigen. Stimulasi yang lain dapat
berupa termal, listrik, atau mekanis.
Selanjutnya, stimulasi yang diterima oleh reseptor tersebut di transmisikan beruma
impuls-impuls nyeri ke sumsung tulang belakang oleh dua jenis tersebut yang bermielin
rapat atau serabut A (delta) atau serabut lamban (serabut C). Impuls-impuls yang di
transmisikan oleh serabut delta A mempunyai sifat unhibitor yang di transmisikan ke
serabut C, serabut-serabut aferen masuk ke spinal melalui akar dorsal (dorsal root) serta
sinaps pada dorsal horn. Dorsal horn terdiri atas beberapa lapisan atau laminase yang
saling bertautan. Di antar lapisan dua da tiga terbentuk subtantia gelatinosa yang
merupakan saluran utama impuls. Kemudian, impuls nyeri menyebrangi sumsum tulang
belakang pada interneuron dan bersambung ke jalur spinal asendens yang paling utama,
yaitu jalur spinochalamictract (STT) atau jalur spinochalamus dan spinoreticular tract
(SRT) yang membawa informasi tentang sifat dan lokasi nyeri. Dari proses transmisi
tersebut terdapat dua jalur mekanisme terjadinya nyeri, yaitu jalur opiate dan jalut
nonopiate. Jalur opiate di tandai oleh pertemuan reseptor pada otak yang terdiri atas jalur

20
spinal desendens dan thalamus yang melalui otak tengah dan medula ke tanduk dorsal
dari sumsung tulang belakang yang berkonduksi dengan nociceptor impuls supresif.
Serontonin merupakan neurotransmiter dalam impuls supresif. Sistem supresif lebih
mengaktifkal stimulasi nociceptor yang di transmisikan oleh serabut A. Jalur nonopiate
merupakan jalur desenden yang tidak memberikan respons terhadap noloxone yang
kurang banyak diketahui mekasinismenya (Barbara C.Long)
3. Klasifikasi Nyeri
Klasifikasi nyeri secara umum dibagi memjadi dua, nyeri akut dan nyeri kronis, nyeri
akut merupakan nyeri yang timbul secara medadak dan cepat menghilang, yang tidak
melebihi 6 bulan dan ditandai adanya peningkatan tegangan otot. Nyeri kronis merupakan
nyeri yang timbuls secara berlahan lahan, biasanya berlangsung cukup lama, yaitu lebih
dari 6 bulan. Yang termaksud dalam kategori nyeri kronis adalah nyeri terminal, sindrom
nyeri kronis, dan nyeri psikosomatis. Ditinjau dari sifat terjadinya, nyeri dapat dibagi ke
dalam beberapa kategori, diantaranya nyeri tertusuk dan nyeri terbakar.
Tabel 2.6 Perbedaan Nyeri Akut dan Kronis

Karakteristik Nyeri Akut Nyeri Kronis


Pengalaman Satu kejadian Satu situasi, stus eksistensi
Sumber Sebab eksternal atau Tidak diketahui
penyakit dari dalam atau pengobatan yang terlalu
lama
Serangan Mendadak Bisa mendadak, berkembang,
dan terselubung
Waktu Sampai 6 bulan Lebih dari 6 bulan sampai
bertahun- tahun
Pernyataan nyeri Daerah nyeri tidak Daerah nyeri sulit
diketahui dengan pasti dibedakan intensitasnya,
sehingga sulit dievaluasi
(perubahan perasaan)
Gejala-gejala klinis Pola rspons yang khas Pola respons yang berfariasi
dengan gejala yang dengan sedikt gejala (beradaptasi)
lebih jelas
Pola Terbatas Berlangsung trus, dapat
berfariasi
Perjalanan Biasanya berkurang Penderita meningkat setelah
setelah beberapa saat beberapa saat

21
Selai klasifikasi nyeri di atas, terdapat jenis nyeri yang spesifik, di antaranya nyeri
somatis, nyeri viseral, nyeri menjalar (referent pait), nyeri psikogenik, phantom dari
ekstremitas, nyeri neurologis, dan lain-lain
Nyeri somatis dan nyeri viseral ini umumnya bersumber dari kulit dan jari di bawah
kulit (superfisial) pada otot dan tulang. Perbedaana antara kedua nyeri ini dapat dilihat
pada tabel berikut:
Tabel 2.7: Perbedaan Nyeri Somatis dan Nyeri Viseral

Karakteristik Nyeri Somatis Nyeri viseral


Superfisial Dalam
Kualitas Tajam, mensuk, Tajam, tumpul, Tajam, tumpul, nyeri terus,
membakar nyeri trus kejang
Menjalar Tidak Tidak Ya
Stimulasi Torehan, abrasi Torehan, panas, Distensi, iskemia, spasmus/
terlalu panas iskemia iritasi kimiyawi(tida k ada
dan dingin pergeseran torehan)
tempat
Reaksi otonom Tidak Ya Ya
Reaksi kontraksi Tidak Ya Ya
Otot

4. Stimulasi Nyeri
Seseorang dapat menoleransi, menahan nyeri (pain tolerance), atau mengenali jumlah
stimulasi nyeri sebelum merasakan nyeri.
Terdapat beberapa stimulasi nyeri, di antaranya:
a. Trauma pada jaringan tubuh, misalnya karena bedah akibat terjadinya kerusakan
jaringan dan iritasi secara langsung pada reseptor.
b. Gangguan pada jaringan tubuh, misalnya karena edema akibat terjadinya penekanan
pada reseptor nyeri.
c. Tumor, dapat juga menekan pada reseptor nyeri.

22
d. Iskemia pada jaringan, misalnya terjadi blokade pada arteria koronaria yang
menstimulasi reseptor nyeri akibat tertumpuknya asam laktat
e. Spasme otot, dapat menstimulasi mekanik.
5. Teori Nyeri
Terdapat beberapa teori tentang terjadinya rangsangan nyeri, di antaranya:
a. Teori Pemisahan (Specificity theory)
Rangsangan sakit masuk ke medula spinalis melalui kornul dorsalis yang
bersinaps di daerah posterior, kemudia naik ke tractus lissur dan menyilang ke garis
median ke sisi lainya, dan berakhir di korteks sensori tempat rangsangan nyeri
tersebut di teruskan.
b. Teori Pola (Pattern Theory)
Rangsangaan nyeri masuk melalui akar ganglion dorsal ke medula spinalis dan
merangsang aktifitas sel T. Hal ini mengakibatkan suatu respons yang merangsang ke
bagian yang lebih tinggi, yaitu korteks serebri, serta kontraksi menimbulkan persepsi
dan otot erkontraksi sehingga menimbulkan nyeri. Persepsi dipengaruhi oleh
modalitas respons dari reakti sel T.
c. Teori Pengendalian Gerbang ( Gate Control Theory)
Nyeri tergantung dari kerja syarafbesar dan kecil yang keduanya berada pada akar
ganglion dorsalis. Rangsangan pada saraf-saraf besar akan menigkatkan aktivitas
substansia ganglion yang mengakibatkan tertutupnya pintu mekanisme sehingg
aktifitas sel T terhambat dan menyebabkan hantaran rangsangan ikut terhambat.
Rangsangan saraf besar dapat langsung merangsang korteks serebri. Hasil persepsi ini
akan di kembalikan ke dalam medula spinalis melalui saraf efeen dan reaksinya akan
mempengaruhi aktifitas sel T. Ragsangan pada serat kecil akan menghambat aktifitas
substansia gelatinosa dan membuka pintu mekanisme, sehinga merangsang aktifitas
sel T yang selanjutnya akan meghantarkan rangsangan nyeri.
d. Teori Transmisi dan Inhibisi
Adanya stimulasi pada nociceptor memulai transmisi impuls-impuls saraf,
sehigga transmisi impuls nyeri menjadi efektif oleh neurotransmiter yang spesifik.
Kemudian, inhibisi imouls nyeri menjadi efektif oeh impuls-impuls pada serabut
serabut besar yang memblok impuls-impuls pada serabut lamban dan endogen opiate
sistem supresif.
23
6. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Nyeri
Pengalaman nyeri pada seseorang dapat di pengaruhi pleh beberapa hal, di antaranya
adalah:
a. Arti Nyeri.
Arti nyeri bagi seseorang memiliki banyak perbedaan dan hampir sebagian arti
nyeri mrupakan arti yang negatif, seperti membahayakan, merusak, dan lain-lain.
Keadaan ini di pengaruhi oleh berbagai faktor, seperti usia, jenis kelamin, larat
belakang busaya, lingkungan, dan pengalaman.
b. Persepsi Nyeri
Persepsi nyeri merupakan penilaian yang sangat subjektif tempatnya pada korteks
pada fungsi evaluatif kognitif. Persepsi ini di pengaruhi oleh faktor yang dapat
memicu stimulasi nociceptor
c. Toleransi Nyerioleransi ini erat hubunganya dengan intensitas nyeri yang dapat
memengaruhi kemampuan sesorang menahan nyeri. Faktor yang dapat memengaruhi
peningkatan
toleransi nyeri antara lain alkohol, obat-obatan, hipnotis, gesekan atau garukan,
pengalihan perhatian, kepercayaan yang kuat, dan sebagainya. Sedangkan faktor yang
menurunkan toleransi antara lain kelelahan, rasa marah, bosan, cemas, nyeri yang
tidak kunjung hilang, sakit, dan lain-lain.
7. Penatalaksanaan Nyeri
Penelitian tentang kompres panas untuk mengurangi nyeri sudah pernah dilakukan.
Handoyo (2008) membuktikan bahwa terdapat perbedaan intensitas nyeri antara sebelum
dan sesudah terapi kompres panas pada pasien pasca bedah sesar dengan spinal anestesi.
Sementara itu, Wahyuni dan Nurhidayat(2008) juga membuktikan bahwa terdapat
penurunan tingkat nyeri flebitis akibat pemasangan infuse intravena setelah diberikan
terapi kompres panas.
Tindakan kompres hangat dapat digunakan untuk mengurangi maupun meredakan
rangsang pada ujung saraf atau memblokir arah berjalanya impuls nyeri menuju ke otak.
Pemberian kompres hangat pada daerah tubuh akan memberikan sinyal kehipotalamus
melalui sumsum tulang belakang. Ketika reseptor yang peka terhadap panas di
hipotalamus dirangsang, system efektor mengeluarkan sinyal yang memulai berkeringat
dan vasodilitasi perifer. Perubahan ukuran pembuluh darah diatur oleh pusat vasomotor
24
pada medulla oblongata dari tangkai otak, di bawah pengaruh hipotalamus bagian
anterior sehingga terjadi vasodilatasi. Vasodilitasiini menyebabkan aliran darah sehingga
suplai oksigen ke jaringan lancar dan metabolisme jaringan meningkat. Jaringan
khususnya yang mengalami radang dan nyeri diharapkan akan terjadi penurunan nyeri
sendi pada jaringan yang meradang (Tamsuri, 2007). Teori gate control mengatakan
bahwa stimulasi kutaneus: kompres hangat dan kompres dingin bahwa cara ini
menyebabkan pelepasan endorfin suatu pembunuh nyeri alami yang berasal dari tubuh
memblok transmisi stimulus nyeri, neuromodulator ini menutup menakanisme
pertahanan dengan menghambat pelepasan sustansi P, mengaktifkan serabut saraf sensori
A-beta yang lebih besar dan lebih cepat proses ini menurunkan transmisi nyeri melalui
serabut C dan delta –A berdiameter kecil, gerbang sinap menutup transmisi nyeri (Potter,
2005).
Menurut Price(1995), kompres hangat sebagai metode yang sangat efektif untuk
mengurangi nyeri atau kejang otot. Panas dapat disalurkan melaui konduksi (botol air
panas).Panas dapat melebarkan pembuluh darah dan dapat meningkatkan aliran darah.
a. Prosedur tindakan Kompres Hangat
1) Persiapan alat dan bahan menurut (An, 2010) adalah sebagai berikut:
a) Alat
(1) Handscoen
(2) Baskom kecil
(3) Handuk kecil
b) Bahan
(1) Air secukupnya
c) Cara kerja
Untruk pelaksanaan kompres hangat dapat mengikuti langkah-langkah
sebagai berikut:
(1) Infrm consent
(2) Siapkan wadah dan isi dengan air hangat suhu 40-50 secukupnya
(3) Masukan handuk kecil kedalam air hangat tersebut kemudian tunggu
beberapa saat sebelum handuk diperas
(4) Peraskan handuk kemudian tempelkan ke daerah sendi yang terasa nyeri
klien
25
(5) Pengompresan dilakukan selama 20 menit
(6) Setelah selesai bereskan semua peralatan yang telah dipakai.
Sebaiknya kompres hangat hangat dilakukan dua kali sehari pagi dan sore
agar mendapatkan hasil yang optimal(An,2010).
E. Konsep Asuhan Keperawatan dalam Kebutuhan Rasa Nyaman (Nyeri)
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian pada masalah nyeri (gangguan rasa nyaman) yang dapat dilakukan adalah
adanya riwayat nyeri; keluhan nyeri seperti lokasi nyeri, intensitas nyeri, kualitas dan
waktu serangan. Pengkajian dapat dilakukan dengan cara PQRST :
a. P (pemacu), yaitu faktor yang mempengaruhi gawat atau ringannya nyeri.
b. Q (quality) dari nyeri, seperti apakah rasa tajam, tumpul, atau tersayat.
c. R (region), yaitu daerah perjalanan nyeri.
d. S (severity) adalah keparahan atau intensitas nyeri.
e. T (time) adalah lama / waktu serangan atau frekuensi nyeriIntensitas nyeri dapat diketahui
dengan bertanya kepada pasien melalui skala nyeri berikut :
SKALA NYERI

Tidak Nyeri Sedikit Nyeri Sedang Parah /


Berat

Tidak Nyeri Ringan Sedang Parah Separah-


parahnya

0 : Tidak nyeri 0 : Tidak nyeri 0 : Tidak nyeri


1 : Nyeri ringan 1 : Nyeri ringan 1 : Sedikit nyeri
2 : Tidak nyaman 2 : Nyeri sedang 2 : Nyeri sedang
3 : Mengganggu 3 : Nyeri parah 3 : Nyeri parah
4 : Sangat mengganggu 4 : Nyeri sangat parah

26
2. Diagnosa Keperawatan
Terdapat beberapa diagnosis yang berhubugan dengan masalah nyeri, diantaranya :
a. Nyeri akut akibat fraktur panggul
b. Nyeri kronis akibat arthritis
c. Gangguan mobilitas akibat nyeri pada ekstremitas
d. Kurangnya perawatan diri akibat ketidakmampuan menggerakkan tangan yang
disebabkan oleh nyeri persendian
e. Cemas akibat ancaman peningkatan nyeri
3. Perencanaan Keperawatan
a. Mengurangi dan membatasi faktor-faktor yang menambah nyeri.
b. Menggunakan berbagai teknik noninvasif untuk memodifikasi nyeri yang dialami.
c. Menggunakan cara-cara untuk mengurangi nyeri yang optimal, seperti memberikan
analgesik sesuai dengan program yang ditentukan.
4. Pelaksanaan (Tindakan) Keperawatan
a. Mengurangi faktor yang dapat menambah nyeri, misalnya ketidak percayaan, kesalah
pahaman, ketakutan, kelelahan, dan kebosanan.
1) Ketidak percayaan
Pengakuan perawat akan rasa nyeri yang di derita pasien dapat mengurangi nyeri.
Hal ini dapat dilakukan melalui pernyataan verbal, mendengarkan dengan penuh
perhatian mengenai keluhan nyeri pasien, dan mengatakan kepada pasien bahwa
perawat mengkaji rasa nyeri pasien agar lebih dapat memahami tentang nyerinya.
2) Kesalah pahaman
Mengurangi kesalahpahaman pasien tentang nyerinya akan mengurangi nyeri, hal
ini dilakukan dengan memberitahu pasien bahwa nyeri yang dialami sangat
individual dan hanya pasien yang tahu secara pasti tentang nyerinya.
3) Ketakutan
Memberikan informasi yang tepat dapat mengurangi ketakutan pasien dengan
mengganjurkan pasien untuk mengepresikan bagaimana mereka menangani nyeri.
4) Kelelahan
Kelelahan dapat memperberat nyeri. Untuk mengatasinya, kembangkan pola
aktivitas yang dapat memberikan istirahat yang cukup.
5) Kebosanan
27
Kebosanan dapat meningkatkan rasa nyeri, untuk mengurangi nyeri dapat
digunakan pengalih perhatian yang bersifat terapeutik. Beberapa tehnik pengalih
perhatian adalah bernafas pelan dan berirama, memijat secara perlahan,
menyanyiberirama, aktif mendengarkan musik, membayangkan hal-hal yang
menyenangkan, dan sebagainya.
b. Memodifikasi stimulus nyeri dengan menggunakan teknik-teknik seperti :
1) Teknik latihan pengalihan :
a) Menonton televisi
b) Berbincang-bincang dengan orang lain
c) Mendengarkan music
2) Tehnik relaksasi
Menganjurkan pasien untuk menarik nafas dalam dan mengisi paru-paru dengan
udara, menghembuskannya secara perlahan, melemaskan otot-otot tangan, kaki,
perut, dan punggung, serta mengulangi hal yang sama smabil terus konsentrasi
hingga dapat rasa nyaman, tenang, dan rileks.
3) Stimulasi kulit :
a) Menggosok dengan halus pada daerah nyeri
b) Menggosok punggung
c) Menggunakan air hangat dan dingin
d) Memijat dengan air mengalir
c. Pemberian obat analgesik, yang dilakukan guna mengganggu atau memblok
stransmisis stimulus agar terjadi perubahan persepsi dengan cara mengurangi kortikal
terhadap nyeri. Jenis analgesiknya adalah narkotika danbukan narkotika. Jenis
narkotika diginakan utuk menurunkan tekanan darah dan menimbulkan depresi pada
fungsi vital, seperti respirasi. Jenis bukan narkotika yang paling banyak dikenal di
masyarakat adalah aspirin, asetaminofen, dan bahan anti inflamasi nonsteroid.

28
Golongan aspirin (asetysalicylic acid) diguakan untuk memblok rangsangan pada
sentral dan perifer, kemungkinan menghambat sintesis protagladin yang memiliki
khasiat setelah 15-20 menit dengan efek puncak obat sekitar 1-2 jam. Aspirin juga
menghambat agregrasi trombosit dan antagonis lemah terhadap vitamin K, sehingga
dapat meningkatkan waktu perdarahan dan protombin bila diberikan dalam dosis
yang tinggi. Golongan asetaminofen sama dengan seperti aspirin, akan tetapi tidak
menimbulkan perubahan kadar protombin dan jenis nonsteroid anti inflamatory drug
(NSAID), juga dapat menghambat prostaglandin dan dosis rendah dapat berfungsi
sebagai analgesik. Kelompok obat ini meliputi ibuprofen, mefenamic acid,
fenoprofen, naprofen, zomepirac, dan lain-lain.
d. Pemberian stimulator listrik yaitu dengan memblok atau mengubah stimulus nyeri
dengan stimulus yang kurang dirasakan.bentuk stimulator metode stimulus listrik
meliputi:
1) Trancutanneus electrical stimulator (TENS), digunakan untuk mengendalikan
stimulus manual daerah nyeri tertentu dengan menempatkan beberapa elektrode
diluar.
2) Percutaneus implanted spinal cord epidural stimulator merupakan alat stimulator
sumsum tulang belakang dan epidural yang di implan di bawah kulit dengan
transistor timah penerima yang dimasukkan ke dalam kulit pada daerah epidural
dan columna vetebrae.
5. Stimulator columna vertibrae, sebuah stimulator dengan stimulus alat penerima transistor
dicangkok melalui kantong kulit intraklavikula atau abdomen, yaitu elektroda ditanam
melalui pembedahan pada dorsum sumsum tulang belakang.Evaluasi keperawatan
Evaluasi terhadap masalah nyeri dilakukan dengan menilai kemampuan dalam merespon
rangsangan nyeri, diantaranya hilangnya perasaan nyeri, menurunnya intensitas nyeri,
adanya respons fisiologis yang baik, dan pasien mampu melakukan aktivitas sehari-hari
tanpa keluhan nyeri.
F. STUDI KASUS
1. Pengkajian
Data yang diperoleh penulis dari wawancara dan observasi saat melakukan
pengkajian pada Ny.W dari tanggal 8 juli 2018 adalah sebagai berikut: Nama Ny.W umur
75 tahun, jenis kelamin perempuan, agama islam, status perkawinan janda, Suku Muna,
29
pendidikan SR. Alasan masuk ke Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kendari yaitu
diantar oleh anaknya. Ny.W tinggal di Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kendari
diwisma Sentosa bersama lansia lainnya, jumlah semua lansia yang tinggal di Panti
Sosial Tresna Werdha Minaula Kendari sebanyak 95 lansia, diwisma Sentosa sendiri ada
5 lansia. Ny.W selalu mengikuti senam, Ny.W mengatakan sebelum tidur membaca Do’a
sebelum tidur dan jika tidur lebih suka dengan posisi miring.
Status kesehatan umum Ny.W selama 6 bulan terakhir ditemukan data subjektif :
Ny.W mengeluh kepala sering pusing dan sakit daerah tengkuk leher, nyeri bertambah
saat beraktivitas dan berkurang saat istirahat, nyeri seperti ditusuk-tusuk, nyeri dibagian
kepala, skala nyeri 6, nyeri hilang timbul. Ny.W mengatakan sulit dalam beraktivitas
terutama aktivitas yang berat, lemas dan cepat lelah. Ny.W mengatakan tidak
mengetahui penyebab dan cara pencegahan penyakit hipertensi. Data objektif :
Ny.W tampak menahan nyeri dan memegangi leher bagian belakang, TD : 160/100
mmHg, Nadi : 87x/menit, Pernafasan : 20x/menit, Ny.W tampak bingung ketika
ditanya penyebab dan cara pencegahan penyakit hipertensi.
Tinjauan persistem Pada Ny.W Didapatkan keadaan umum : Ny.W mengeluh
sering sakit kepala dan terasa berat di bagian belakang. Berdasarkan
pengukuran skala nyeri didapatkan data : nyeri saat beraktivitas dan berkurang saat
istirahat, Ny.W tampak nyeri sambil memegangi kepala kualitas nyeri terasa seperti
ditusuk-tusuk, nyeri terasa dibagian kepala, skala nyeri 6, nyeri hilang timbul.
Pengkajian status fungsional yang dikaji menggunakan Indeks Kats. Nilai
indeks kats pada Ny.W adalah A karena tingkat kemandirian dalam aktifitas sehari-
hari seperti dalam hal kontinen, berpindah, ke kamar kecil, berpakaian dan mandi
dapat dilakukan secara mandiri. Dari hasil pengkajian status kognitif dan afektif
menggunakan format Shot Portable Mental Questionare (SPMSQ), Ny.W masih
utuh / baik, Ny.W dapat menjawab 9 dari 10 pertanyaan. Dari hasil pengkajian skala
depresi Ny.W memperoleh nilai 15 maka Ny.W mengalami depresi ringan.
2. Diagnosa keperawatan
a. Analisa data
Nama pasien : Ny.W
Umur : 75 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
30
Tabel 4.1
Symptom Etiologi Problem

DS :
- Klien mengeluh sering sakit kepala
dan terasa berat dibagian belakang.
- P : nyeri bertambah saat
beraktivitas dan berkurang saat
istirahat
- Q : nyeri seperti ditusuk- tusuk,
- R : nyeri dibagian kepala,
- S : skala nyeri 6,
- T : nyeri hilang timbul. DO :

- Ny.W tampak menahan nyeri dan


memegangi kepala bagian
belakang. Peningkatan
- Tanda – Tanda Vital : TD :
160/100 mmHg tekanan vaskuler Nyeri akut
S : 36 C
O selebral
N : 87 x/menit P : 20
x/menit
Diagnosa keperawatan
Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral.
3. Intervensi keperawatan
Nama pasien : Ny.W
Umur : 75 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Tabel 4.2
No. Diagnosa Tujuan dan kriteria Intervensi (NIC) Rasional
keperawatan hasil (NOC)

1. Nyeri akut NOC : NIC :


berhubungan Pain Management
Pain Level,
dengan Pain control, 1. Kaji tanda- 1. Mengetahui
peningkatan Comfort level tanda vital kondisi umum
Kriteria Hasil :
tekanan pasien
 Mampu mengontrol
vaskuler 2. Memantau
nyeri (tahu
serebral. penyebab skala nyeri

31
nyeri, mampu yang dirasakan
menggunakan tehnik 2. Lakukan
nonfarmakologi pengkajian nyeri
untuk mengurangi secara
nyeri, mencari komprehensif
bantuan). termasuk lokasi,
 Melaporkan bahwa karakteristik,
nyeri berkurang durasi, frekuensi,
dengan kualitas dan
menggunakan faktor presipitasi 3. Mengetahui
manajemen nyeri. 3. Observasi respon pasien
 Mampu mengenali
nyeri (skala, reaksi
intensitas, frekuensi nonverbal dari
dan ketidaknyamana
tanda nyeri). n

4. Untuk
4. Gunakan

teknik
 Menyatakan rasa komunikasi mendapatkan
nyaman setelah terapeutik untuk informasi yang
nyeri berkurang. mengetahui
 Tanda vital dalam pengalaman nyeri jelas
rentang normal. pasien.

5. Mengetahui
5. Kontrol
lingkungan yang hal-hal yang
dapat dapat
mempengaruhi
nyeri seperti suhu meningkatkan
ruangan, rasa nyeri
pencahayaan dan
kebisingan. 6. Merupakan
6. Lakukan tindakan tindakan untuk
non farmakologi
berupa kompres mencegah
hangat dan pijatan nyeri kambuh
pada kepala

32
7. Anjurkan pasien 7. Merupakan
istirahat yang tindakan untuk
cukup.
mengurangi
nyeri yang
dirasakan.
8. Untuk
mengetahui
pengaruh dari
8. ajarkan pada klien tindakan yang
tentang pola diberikan.
hidup sehat 9. Untuk
seperti rajin
olahraga, makan menjaga dan
yang bergizi dan mempertahank
istirahat yang
cukup an kesehatan
9. Mengonsultasikan pasien.
pada dokter
tentang obat yang
diberikan pada
pasien.
4. Implementasi dan evaluasi keperawatan
Nama pasien : Ny.W
Umur : 75 tahun
Jenis kelamin : perempuan
Tabel 4.3
NO. Hari/Tgl/ IMPLEMENTASI EVALUASI PARAF
Jam
1 Minggu, 8 1. Mengkaji tanda – S:
juli 2018 tanda vital. - Ny.W
09.00 Hasil : mengatakan
sakit kepala dan
- TD : 160/100 daerah tengkuk
mmHg leher.
- Nadi : 87x/mnt - P : nyeri
- RR : 20x/mnt. bertambah saat
beraktivitas dan
2. Melakukan berkurang saat
istirahat
33
pengkajian nyeri - Q : nyeri seperti
09.15 secara berkala ditusuk-tusuk
Hasil : Ny.S - R : nyeri
mengatakan sakit dibagian kepala
kepala dan daerah - S : skala nyeri
tengkuk leher dengan 6
skala nyeri 6 - T : nyeri hilang
3. Mengobservasi
09.30 timbul
reaksi nonverbal
dari
O:
ketidaknyamanan
Hasil : pasien
mengatakan kepanasan - Ny.W tampak
pada siang hari menahan nyeri
4. Menggunakan dan memegangi
teknik komunikasi kepala bagian
terapeutik untuk belakang,
mengetahui - TD : 160/100
mmHg
- Nadi : 87x/menit
- Pernapasan :
20x/menit.

A : Masalah belum

teratasi.

pengalaman nyeri
pasien.
Hasil : Ny.S P : Intervensi
mengatakan sakit 1, 2, 5, 6 dan 7
kepala dan daerah lanjutkan.
tengkuk leher
5. Mengontrol
lingkungan yang
dapat
mempengaruhi
nyeri seperti
suhu ruangan,
pencahayaan dan
kebisingan.
Hasil : lingkungan
tampak tenang dan

34
mendapatkan cahaya
yang cukup.
6. Melakukan
kompres hangat
dan pijatan
pada daerah
kepala.
Hasil : klien
mengatakan merasa
nyaman saat di
pijat
09.45 7. Menganjurkan
pasien istirahat
yang cukup.
Hasil : pasien
mau beristirahat.
8. Megajarkan pada
klien tentang pola
hidup sehat seperti

35
dan memegangi
kepala bagian
belakang
- TD : 150/100
mmHg
- Nadi :
09.45 80x/menit.
- Pernapasan :
20x/menit.

A : masalah belum
teratasi.

P : lanjutkan
intervensi 1,2,6 dan
7

3 Selasa, 10 1. Mengkaji tanda – S:


juli 2018 tanda vital. - N y. W
09.00 Hasil : mengatakan sakit
kepala berkurang
- TD : 140/100 - P : nyeri saat
mmHg banyak
- Nadi : 80x/mnt beraktivitas.
- RR : 20x/mnt. - Q : nyeri seperti
ditusuk-tusuk.
09.15 2. Melakukan - R : nyeri
pengkajian nyeri dibagian kepala
secara berkala - S : skala nyeri
Hasil : Ny.W 3
mengatakan nyeri - T : nyeri hilang
berkurang timbul.
3. Melakukan
kompres hangat
O :
- Ny.W tampak
09.30 nyaman

36
dan pijatan pada - TD : 140/100
daerah kepala. mmHg
Hasil : Ny.W - Nadi :
mengatakan merasa 80x/menit.
nyaman saat di pijat - Pernapasan :
4. Menganjurkan 20x/menit.
pasien istirahat
yang cukup.
Hasil : Ny.W mau A : masalah teratasi
10.00 beristirahat. sebagian.

P : lanjutkan intervensi
1,2,6 dan
7.
- TD : 140/100
mmHg
- Nadi :
80x/menit.
- Pernapasan :
20x/menit.

A : masalah teratasi

37
10.00 pasien istirahat sebagian.
yang cukup.
Hasil : Ny.W mau
beristirahat. P : lanjutkan
intervensi 1,2,6 dan
7.
09.00 mengatakan
merasa nyaman
dan enakan.

O :
09.15 - Ny.W tampak
nyaman
- TD : 140/100
mmHg
- Nadi :
80x/menit.
- Pernapasan :
20x/menit.

A : Masalah
09.30 teratasi.

P : Intervensi
dipertahankan.

38
DAFTAR PUSTAKA

Arianto, PS Budi. 2016. Faktor Resiko Kejadian Hipertensi Sistolik Terisolasi Pada Lansia
Tahun 2014; 3. Available from: http://repository.usu .ac.id/handle/ 123456789/ 58759
{Accesed 15 juli 2018}

Sihotang UA, Nasution AN. 2015. Hubungan Faktor Risiko Hipertensi dengan Kejadian
Hipertensi pada Masyarakat Pesisir Laut Kecamatan Belawan; 25 – 27. Available from:
http://repository.usu.ac.id/ handle/ 123456789/ 46894 {Accessed 15 Juli 2018}

Sugiharto A. 2007. Faktor-Faktor Resiko Hipertensi Grade II Pada Masyarakat (Studi Kasus di
Kabupaten Karanganyar); 3. Available form :
http://eprints.undip.ac.id/16523/1/Aris_Sugiharto.pdf {Accesed 15 Juli 2018}
Suhardi, Yogiarto M. 2015. Hipertensi Manajemen Komprehensif. Surabaya: AUP; 49 – 51
Susanto, 2010. Hindari Hipertensi, Konsumsi Garam 1 Sendok per Hari. Jakarta Gramedia
Sustrani, 2004. Tekanan Darah Tinggi (Hipertensi). Jakarta. Raja Grasindo Pers
Waluyo, 2004. Antisipasi Hipertensi pada Lansia. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas
Wardoyo, 2006. Kesehatan Lansia dan Masalahnya. Jakarta. Citra Parsindo
Yogiantoro, M., 2006. Hipertensi Esensial. In: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I.,
Simadibrata, M., dan Setiati, S., 2006. Buku Ajar Penyakit Ilmu Penyakit Dalam. Edisi
IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FK UI; 610-611
Lampiran:

Dokumentasi :

Anda mungkin juga menyukai