Anda di halaman 1dari 70

TUGAS MATA KUIAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

DISUSUN OLEH

MUHAMMAD FAHREZA RIDHANI (18.20.2934)

Dosen Pengampu:

Aditiya suparna.,S.Kep., Ns., M.kep.

PROGRAM STUDI S-1 ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS CAHAYA BANGSA

2021
Laporan Penunjang Hipertensi

1. HIPERTENSI
A. Definisi
Hipertensi adalah sebagai peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140 mmhg atau
tekanan diastolic sedikitnya 90 mmhg, hipertensi tidak hanya beresiko tinggi menderita
penyakit jantung, tetapi juga menderita penyakit lain, seperti saraf, ginjal, dan pembuluh
darah dan makin tinggi tekanan darah, makin besar resikonya. (Sylvia A. price)
B. Etiologi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 golongan.
1. Hipertensi Primer (esensial)
Disebut juga hipertensidiopatik karena tidak diketahui penyebabnya. Faktorgenetik,
lingkungan, hiperaktifitas sarat yang mempengaruhinya yaitu Simpatis sistem renin.
Angiotensin dan peningkatan Na +Ca intraseluler Faktor-faktor yang meningkatkan
resiko obesitas, merokok, alkohol dan polisitemia.
2. Hipertensi Sekunder
Penyebab yaitu : penggunaan estrogen, penyakit ginjal, sindrom cushing dan hipertensi
yang berhubungan dengan kehamilan.
Hipertensi pada usia lanjut dibedakan atas
1. Hipertensi dimana tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140 mmHg dan
/atau tekanan diastolik sama atau lebih besar dari 90 mmHg
2. Hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan sistolik lebih besar dari 160
mmHg dan tekanan diastolik lebih rendah dari 90 mmHg.
Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya perubaha-perubahan
1. Elastisitas dinding aorta menurun
2. Katub jantung menebaldan menjadi kaku
3. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudahn
berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah menurun1
menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
4. Kehilangan elastisitas pembuluh darah Hal ini terjadi karena kurangnya
efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi
5. Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer
C. Mantiestasi Klinis
Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi:
a Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang Spesitik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan
tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang
memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arteriat tidak akan pernah terdiagnosa
jika tekanan arteri tidak terukur.
b. Gejala yang lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri kepala
dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan gejala terlazim yang mengenai
kebanyakan pasien yang mencari pertolangan medis
Beberapa pasien yang menderita hipertensiyaitu:
a. Mengeluh sakit kepala, pusing
b. Mual
c. Lemas, kelelahan
d. Muntah
e. Sesak nafas
f. Epistaksis
g. Gelisah
h. Kesadaran menurun
D.Masalah yang Lazim Muncul
1. Penurunan Curah jantun8 b.d peningkatan afterloa d, vasokonstriksi,
hipertrofi/rigiditas ventrikuler, iskemia miokardhr s0
2. Nyeri akut b.d peningkatan tekanan vaskuler serebral dan iskemia
hai
306)
3. Kelebihan volume cairan
283)
4. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan, ketidakseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen ha. 279)
5. Ketidakefektifan koping
6. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak 30
7. Resiko cidera 1
8. Defisiensi pengetahuanh 244)
9. Ansietashal 241
E. Discharge Planning
1. Berhenti merokok
2. Pertahankan gaya hidup sehat
3. Belajar untuk rilek dan mengendalikan stress
4. Batasi konsumsi alcohol
5. Penjelasan mengenai hipertensi
6. Jika sudah mengguanakan obat hipertensi teruskan penggunaannya secara rutin
7. Diet garam serta pengendalian berat badan
8. eriksatekanan darah secara teratur
1. Pemeriksaan laboratorium
- Hb/Ht : untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan (viskositas) dan
dapat mengindikasikan faktor resiko seperti hipokoagulabilitas, anemia.
- Bun / kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi / fungsi ginjal.
- Glucosa : Hiperglikemi ( DM adalah pencetus hipertensi ) dapat diakibatkan oleh
pengeluaran kadar ketokolamin.
- Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal danata DM.
2. CT Scan : Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati
3. EKG : Dapat menunjukkan pola regangan, dimana luas, peninggian gelombang P adalah
salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
4. IUP : Mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti : Batu Ginjal, Perbaikan Ginjal.
5. Photo Dada : Menunjukkan Destruksi kalsifikasi pada area katup, pembesaran jantung.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Teori Hipertensi


1. Definisi Hipertensi Hipertensi adalah suatu keadaan ketika seseorang mengalami peningkatan
tekanan darah diatas normal atau peningkatan abnormal secara terus menerus lebih dari suatu
periode, dengan tekanan sistolik diatas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90mmHg.
(Aspiani, 2014)
2. Etiologi Hipertensi Berdasarkan penyebabnya hipertensi terbagi menjadi dua golongan
menurut (Aspiani, 2014) :
a. Hipertensi primer atau hipertensi esensial Hipertensi primer atau hipertensi esensial disebut
juga hipertensi idiopatik karena tidak diketahui penyebabnya. Faktor yang memengaruhi yaitu :
(Aspiani, 2014)

1) Genetik Individu yang mempunyai riwayat keluarga dengan hipertensi, beresiko


tinggi untuk mendapatkan penyakit ini. Faktor genetik ini tidak dapat dikendalikan, jika memiliki
riwayat keluarga yang memliki tekanan darah tinggi.

2) Jenis kelamin dan usia Laki - laki berusia 35- 50 tahun dan wanita menopause
beresiko tinggi untuk mengalami hipertensi. Jika usia bertambah maka tekanan darah 11
meningkat faktor ini tidak dapat dikendalikan serta jenis kelamin laki–laki lebih tinggi dari pada
perempuan.

3) Diet Konsumsi diet tinggi garam secara langsung berhubungan dengan


berkembangnya hipertensi. Faktor ini bisa dikendalikan oleh penderita dengan mengurangi
konsumsinya, jika garam yang dikonsumsi berlebihan, ginjal yang bertugas untuk mengolah
garam akan menahan cairan lebih banyak dari pada yang seharusnya didalam tubuh. Banyaknya
cairan yang tertahan menyebabkan peningkatan pada volume darah. Beban ekstra yang dibawa
oleh pembuluh darah inilah yang menyebabkan pembuluh darah bekerja ekstra yakni adanya
peningkatan tekanan darah didalam dinding pembuluh darah dan menyebabkan tekanan darah
meningkat.
4) Berat badan Faktor ini dapat dikendalikan dimana bisa menjaga berat badan dalam keadaan
normal atau ideal. Obesitas (>25% diatas BB ideal) dikaitkan dengan berkembangnya
peningkatan tekanan darah atau hipertensi.

5) Gaya hidup Faktor ini dapat dikendalikan dengan pasien hidup dengan pola hidup sehat dengan
menghindari faktor pemicu hipertensi yaitu merokok, dengan merokok berkaitan dengan jumlah
rokok yang dihisap dalam waktu sehari dan dapat menghabiskan berapa putung rokok dan lama
merokok berpengaruh dengan tekanan darah pasien. Konsumsi alkohol yang sering, atau
berlebihan dan terus menerus dapat meningkatkan tekanan darah pasien sebaiknya jika memiliki
tekanan darah tinggi pasien diminta untuk 12 menghindari alkohol agar tekanan darah pasien
dalam batas stabil dan pelihara gaya hidup sehat penting agar terhindar dari komplikasi yang bisa
terjadi.

b. Hipertensi sekunder

Hipertensi sekunder terjadiakibat penyebab yang jelas.salah satu contoh hipertensi sekunder
adalah hipertensi vaskular rena, yang terjadiakibat stenosi arteri renalis. Kelainan ini dapat
bersifat kongenital atau akibat aterosklerosis.stenosis arteri renalis menurunkan aliran darah ke
ginjalsehingga terjadi pengaktifan baroreseptor ginjal, perangsangan pelepasn renin, dan
pembentukan angiostenin II. Angiostenin II secara langsung meningkatkan tekanan darahdan
secara tidak langsung meningkatkan sintesis andosteron danreabsorbsi natrium. Apabiladapat
dilakukan perbaikan pada stenosis,atau apabila ginjal yang terkena diangkat,tekanan darah akan
kembalike normal (Aspiani, 2014).

3. Patofisiologi

Tekanan arteri sistemik adalah hasil dari perkalian cardiac output (curah jantung) dengan total
tahanan prifer. Cardiac output (curah jantung) diperoleh dari perkalian antara stroke volume
dengan heart rate (denyut jantug). Pengaturan tahanan perifer dipertahankan oleh sistem saraf
otonom dan sirkulasi hormon. Empat sistem kontrol yang berperan dalam mempertahankan
tekanan darah antara lain sistem baroreseptor arteri, pengaturan volume cairan tubuh, sistem renin
angiotensin dan autoregulasi vaskular (Udjianti, 2010).

4. Tanda dan Gejala Hipertensi

Tanda dan gejala utama hipertensi adalah (Aspiani, 2014) menyebutkan gejala umum yang
ditimbulkan akibat hipertensi atau tekanan darah tinggi tidak sama pada setiap orang, bahkan
terkadang timbul tanpa tanda gejala. Secara umum gejala yang dikeluhkan oleh penderita
hipertensi sebagai berikut:

a. Sakit kepala

b. Rasa pegal dan tidak nyaman pada tengkuk

c. Perasaan berputar seperti tujuh keliling serasa ingin jatuh

d. Berdebar atau detak jantung terasa cepat


6. Komplikasi Tekanan darah tinggi bila tidak segera diobati atau ditanggulangi, dalam jangka
panjang akan menyebabkan kerusakan ateri didalam tubuh sampai organ yang mendapat suplai
darah dari arteri tersebut.

Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita hipertensi yaitu : (Aspiani, 2014)

a. Stroke terjadi akibat hemoragi disebabkan oleh tekanan darah tinggi di otak dan akibat embolus
yang terlepas dari pembuluh selain otak yang terpajan tekanan darah tinggi.

b. Infark miokard dapat terjadi bila arteri koroner yang arterosklerotik tidak dapat menyuplai
cukup oksigen ke miokardium dan apabila membentuk 12 trombus yang bisa memperlambat
aliran darah melewati pembuluh darah. Hipertensi kronis dan hipertrofi ventrikel, kebutuhan
oksigen miokardium tidak dapat dipenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan
infark. Sedangkan hipertrofi ventrikel dapat menyebabkan perubahan waktu hantaran listrik
melintasi ventrikel terjadilah disritmia, hipoksia jantung, dan peningkatan resiko pembentukan
bekuan.

c. Gagal jantung dapat disebabkan oleh peningkatan darah tinggi. Penderita hipertensi, beban
kerja jantung akan meningkat, otot jantung akan mengendor dan berkurang elastisitasnya, disebut
dekompensasi. Akibatnya jantung tidak mampu lagi memompa, banyak cairan tertahan diparu
yang dapat menyebabkan sesak nafas (eudema) kondisi ini disebut gagal jantung.

d. Ginjal tekanan darah tinggi bisa menyebabkan kerusakan ginjal. Merusak sistem penyaringan
dalam ginjal akibat ginjal tidak dapat membuat zat-zat yang tidak dibutuhkan tubuh yang masuk
melalui aliran darah dan terjadi penumpukan dalam tubuh.

7. Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan nonfarmakologis dengan modifikasi gaya hidup sangat penting dalam


mencegah tekanan darah tinggi dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan mengobati
tekanan darah tinggi , berbagai macam cara memodifikasi gaya hidup untuk menurunkan tekanan
darah yaitu : (Aspiani, 2014)

b. Pengaturan diet

1) Rendah garam, diet rendah garam dapat menurunkan tekanan darah pada klien hipertensi.
Dengan pengurangan konsumsi garam dapat mengurangi stimulasi sistem renin- angiostensin
sehingga sangata berpotensi sebagai anti hipertensi. Jumlah asupan natrium yang dianjurkan 50-
100 mmol atau setara dengan 3-6 gram garam per hari.

2) Diet tinggi kalium, dapat menurunkan tekanan darah tetapi mekanismenya belum jelas.
Pemberian kalium secara intravena dapat menyebabkan vasodilatasi, yang dipercaya dimediasi
oleh oksidanitat pada dinding vaskular.

3) Diet kaya buah sayur.

4) Diet rendah kolesterol sebagai pencegah terjadinya jantung koroner.


LAPORAN PENUNJANG DIABETES MELLITUS

2. DIABETES MELLITUS

A. Definisi

Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemi yang
berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat lemak, dan protein yang disebabkan
oleh penurunan sekresi insulin atau penurunan sensitivitas insulin atau keduanya dan
menyebabkan komplikasi kronis mikrovaskular, makrovaskular, dan neuropati. (Yuliana elin,
2009) Klasifikasi diabetes mellitus

1) Klasifikasi Klinis

a. DM

Tipe :1DDM

Disebabkan oleh destruksi sel beta pulau langerhans akibat proses autoimun.

Tipe ll: NIDDM

Disebabkan oleh kegagalan relatif sel beta dan resistensi insulin. Resistensi insulin adalah
turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan
untuk menghambat produksi glukosa oleh hati:

Tipe ll dengan obesitas

Tipe ll tanpa obesitas

b. Gangguan Toleransi Glukosa

C. Diabetes Kehamilan

2) Klasifikasi Resiko Statistik:

a. Sebelumnya pernah menderita kelainan toleransiglukosa.

b. Berpotensi menderita kelainan glukosa

B. Etiologi

1. DMtipe

Diabetes yang tergantung insulin ditandai dengan penghancuran sel-sel beta pancreas yang
disebabkan oleh:

Faktor genetic penderita tidak mewarisi diabetes tipe itu sendiri, tetap mewarisi Suatu
predisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe
-Faktor imunologi (autoimun)

-Faktor lingkungan: virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang menimbulkan
estruksisl beta

2. DM tipe lI

Disebabkan ofeh kegagalan relative sel beta dan resistensi insulin. Faktor resiko yang
Derhubungan dengan proses terjadinya diabetes tipe li: usia, obesitas, riwayat dan keluarga

Hasil pemeriksaan glukosa darah 2jam pasca pembedahan dibagi menjadi 3 yaitu: (Sudoyo
Aru,dkk 2009)

1. <140 mg/dlnormal

2. 140-<200 mg/dL toleransi glukosa terganggu

3. 200mg/dLdiabetes

C. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis DM dikaitkan dengan konsekuensi metabolic defisiendi insulin (Price


&Wilson)

1. Kadarglukosa puasa tidak normal

2. Hiperglikemia berat berakibat glukosuria yang akan menjadi dieresis osmotic

yang meningkatkan pengeliuaran urin (poliuria) dan timbul rasa haus (polidipsia)

3. Rasa lapar yang semakin besar (polifagia), BB berkurang

4. Lelah dan mengantuk

5. Gejala lain yang dikeluhkan adalah kesemuatan, gatal, mata kabur, impotensi, peruritas vulva
Kriteria diagnosis DM: (Sudoyo Aru,dkk 2009)

1. Gejala klasik DM+glukosa plasma sewaktu 200 mg/dL (11,1 mmol/L)

2. Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu harí tanpa
memperhatikan waktu

3. Gejala klasik DM+glukosa plasma >126 mg/dL (7,0 mmo/1) Puasa diartikan pasien tidak
mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam

4. Glukosa plasma 2 jam pada TTGO200 mg/dL (11.1 mmol/L) IGO dilakukan dengan standar
WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrus dilarutkan
kedalam air Penatalaksanaan Insulin pda DM tipe 2 diperlukan pada keadaan:

1. Penurunanberat badan yang cepat


2. Hiperglikemiaberat yang disertai ketosis

3. Ketoasidosis diabetik (KAD) atau Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik (HONK)

4. Hiperglikemia dengan asidosis laktat

5. Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal

6. Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)

7. Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali

dengan perencanaan makan

8. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat

9. Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

D. Masalah yang Lazim Muncul

1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d gangguan keseimbangan insulin,
makanan dan aktivitas jasmani1

2. Resiko Syok b.d ketidakmampuan elektrolit kedalam sel tubuh, hipovolemia

3. Kerusakan Intergritas jaringan b.d nekrosis kerusakan jaringan(nekrosis luka gangrene)

4. Resiko infeksi b.d trauma pada jaringan, proses penyakit (diabetes mellitus) Retensi urine b.d
inkomplit pengosongan kandung kemih, sfingter kuat dan poliuri

6. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan sirkulasi darah keperifer, proses
penyakit (DM)

7. Resiko Ketidakseimbangan elektrolit b.d gejala poliuria dan dehidrasi

8. Keletihan
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Teori Diabetes Militus


1. Pengkajian Pengkaijan adalah proses pengumpulan data secara sistematis yang
bertujuan untuk menentukan status kesehatan dan fungsional pada saat ini dan waktu
sebelumnya, serta untuk menentuka pola respon klien saat ini dan waktu sebelumnya
(Potter dan Perry, 2009).
2. Fokus pengkajian pada pasien Diabetes Melitus menurut Doengoes (2000)
a. Aktivitas dan latihan Gejala : lemah, letih, sulit bergerak atau berjalan, kram otot,
tonus otot menurun, gangguan tidur atau istirahat. Tanda : takikardia dan takipnea pada
keadaan istirahat atau dengan aktivitas, latergi atau disorientasi, penurunan kekuatan
otot.
b. Sirkulasi Gejala : adanya riwayat hipertensi : kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada
kaki, penyembuhan yang lama. Tanda : takikardi, perubahan tekanan darah postural,
hipertensi, nadi yang menurun atau tidak ada, disritmia, kulit panas, kering dan
kemerahan, bola mata cekung. 15
c. Integritas ego Gejala : stress tergantung pada orang lain, masalah finansial yang
berhubungan dengan kondisi. Tanda : ansietas dan peka rangsang.
d. Eliminasi Gejala : perubahan pola berkemih (poliuri), nakturia, rasa nyeri atau
terbakar, kesulitan berkemih (infeksi ISK) baru atau berulang, nyeri tekan abdomen,
diare Tanda : urine encer, pucat, kuning, poliuri (dapat berkembang menjadi oliguria
atau anuria, jika terjadi hipovolemia berat), urin berkabut, bau busuk (infeksi), abdomen
keras, adanya ansietas, bising usus lemah dan menurun, hiperaktif atau diare.
e. Makanan atau cairan Gejala : hilang nasfu makan atau mual muntah, tidak mengikuti
diet : peningkatan masukan glukosa atau karbohidrat, penurunan berat badan lebih dari
periode beberapa hari atau minggu, haus. Tanda : kulit kering atau bersisik, turgor kulit
jelek, kekuatan atau distensi abdomen, muntah, pembesaran tiroid (peningkatn
kebutuhan metabolik dengan peningkatan gula darah), bau halitosis atau manis, bau
buah (nafas aseton)
f. Neurosnsosi Gejala : pusing atau pening, sakit kepala, kesemutan, kebas atau
kelemahan pada otot, gangguan penglihatan. Tanda : dirientasi, mengantuk, latergi,
stupor, gangguan memori (baru, masalalu), kacau mental. 16
g. Nyeri atau kenyamanan Gejala : abdomen yang tegang atau nyeri (sedang atau
ringan) Tanda : wajah meringis dengan palpitasi dan tampak sangat berhati-hati
h. Pernafasan Gejala : merasa kekurangan oksigen, bau dengan atau tanpa sputum
purulen (tergantung adanya infksi atau tidak) Tanda : lapar udara, batuk, dengan atau
tanpa sputum purulen (infeksi), frekuensi pernafasan
i. Keamanan Gejala : kulit kering, gatal, ulkus kulit. Tanda : demam, diaforesis, kulit
rusak, lesi atau ulserasi, menurunnya kekuatan umum, rentang gerak, parestesia atau
paralisis otot termasuk otototot pernafasan (jika kadar kalium menurun dengan cukup
tajam).
j. Seksualitas Gejala : rubor vagina (cenderung infeksi). Tanda : masalah impotent pada
pria, kesullitan orgasme pada wanita.
2. Pemeriksaan diagnostik Pemeriksaan diagnostik yang perlu dilakukan pada pasien
diabetes melitus menurut Ardiansyah (2012) yaitu pemeriksaan laboratoriun meliputi :
a. Glukosa urin Pada umumnya, jumlah glukosa yang dikeluarkan dalam urin orang
normal sukar dihitung, sedangkan pada kasus diabetes, glukosa yang dilepaskan
jumlahnya dapat sedikit sampai banyak sekali sesuai dengan berat penyakitnya dan
asupan karbohidratnya. 17
b. Kadar glukosa darah puasa Kadar glukosa darah sewaktu pada pagi hari, normalnya
ialah 80 mg/dL dan 110 mg/dL dipertimbangkan sebagai batas normal atas kadar
normal. Kadar glukosa diatas nilai ini seringkali menunjukkan adanya penyakit diabetes
mellitus.
c. Uji toleransi glukosa Didapatkan bila orang normal yang puasa memakan 1 gram
glukosa perkilogram berat badan maka kadar glukosa darahnya akan meningkat dari
kadar kira-kira 90 mg/dL menjadi 120-140 mg/dL dan dalam waktu 2 jam kadar ini kan
menurun ke nilai normalnya.
d. Pernapasan aseton Sejumlah kecil asam asetoasetat, yang sangat meningkat pada
penderita diabetes berat dapat diubah menjadi aseton. Aseton bersifat mudah menguap
dan dikeluarkan melalui udara ekspirasi, akibatnya sering kali seseorang dapat membuat
diagnosis diabetes mellitus hanya dengan mencium bau aseton pada napas pasien.
e. Insulin darah Mungkin menurun bahkan sampai tidak ada (pada tipe I) atau normal
sampai tinggi (tipe II) yang mengidentifikasi insufisiensi insulin/gangguan dalam
penggunaan endogen atau eksogen. 18
C. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan diabetes melitus dalam NANDA2012-2014 menurut
Herman dan menurut Nurarif dan Kusuma (NANDA NIC-NOC) antara lain :
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan gangguan keseimbangan insulin, makanan dan aktivitas jasmani
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
3. Kerusaan integritas jaringan berhubungan dengan gangguan sirkulasi, defisit
cairan dan kelebihan cairan
4. Retensi urine berhubungan dengan inkomplit pengosongan kandung kemih,
sfingter kuat dan poliuri
5. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan peningkatan
kadar gula darah karena diabetes melitus
6. Resiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan gejala poliuri dan
dehidrasi
D. Fokus intervensi dan rasional relaksasi pada diabetes melitus
1. Pengertian Tehnik relaksasi adalah menurunkan denyut jantung dan tekanan darah,
menurunkan ketegangan otot, meingkatkan kesejahteraan dan mengurangi tekanan
gejala pada individu yang mengalami berbagai situasi (misalnya komplikasi dari
pengobatan medis atau penyakit atau duka cita karena kehilangan orang terdekat.
Relaksasi membantu individu membangun ketrampilan kognitif untuk mengurangi cara
yang negatif dalam meresponkan nyeri dengan merelaksasikan ketegangan otot yang
mendukung rasa nyeri. Teknik relaksasi juga merupakan suatu tindakan untuk
membebaskan mental dan fisik dari 19 ketegangan dan stress, sehingga dapat
meningkatkan toleransi terhadap nyeri (Prasetyo, 2010).
2. Tujuan tehnik relaksasi Tujuan teknik relaksasi adalah mencapai keadaan relaksasi
menyeluruh, mencakup keadaan relaksasi secara fisiologis, secara kognitif, dan secara
behavioral. Secara fisiologis, keadaan relaksasi ditandai dengan penurunan kadar
epinefrin dan non epinefrin dalam darah, penurunan frekuensi denyut jatung (sampai
mencapai 24 kali per menit), penurunan tekanan darah, penurunan frekuensi nafas
(sampai 4-6 kali per menit), penurunan ketegangan otot, metabolisme menurun,
vasodilatasi dan peningkatan temperatur pada extermitas (Rahmayati, 2010).
3. Efek teknik relaksasi Relaksasi memberikan efek secara langsung terhadap fungsi
tubuh, antara lain : penurunan tekanan darah, nadi, dan frekuensi pernapasan,
penurunan konsumsi oksigen oleh tubuh, penurunan ketegangan otot, meningkatkan
kemampuan konsentrasi, menurunkan perhatian terhadap stimulus lingkungan
(Tamsuri, 2007).
4. Relaksasi terhadap diabetes melitus Tehnik relaksasi merupakan salah satu tindakan
keperawatan yang dapat mengurangi kecemasan dan secara otomatis dapat
menurunkan kadar gula darah. Relaksasi dapat mempengaruhi hipotalamus untuk
mengatur dan menurunkan aktivitas sistem sraf simpatis, stres tidak hanya dapat
meningkatan kadar gula 20 darah secara fisiologis. Relaksasi dapat membantu
menurunkan kadar gula darah dengan cara : menekan pengeluaran epinefrin, menekan
mengeluarkan kortisol menghambat metabolisme glukosa, menekan pengeluaran
glukosa menghambat mengkonversi glikogen dalam hati menjadi glukosa. Relaksasi juga
dapat menekan andrenocorticotropic hormone (ACTH) dan glukokortikoid pada korteks
adrenal sehingga dapat menekan pembentukan glukosa baru oleh hati, selain itu lipolisis
dan katabolisme karbohidrat dapat ditekan yang dapat menurunkan kadar gula darah
(Smeltzer dkk, 2008).
5. Langkah-langkah tehnik relaksasi terhadap penurunan kadar gula darah Langkah-
langkah tehnik relaksasi yang diajarkan kepada responden merujuk pada penelitian
Kuswandi, Sitorus, Gayatri(2008). Langakah-langkahnya adalah sebagai berikut :
a. Pasien dianjurkan mengenakan pakaian longgar serta tidak memakai kaca mata dan
sepatu.
b. Pasien berbaring pada posisi yang nyaman dengan leher dan lutut ditopang
bantal/guling.
c. Kemudian pasien diminta untuk memejamkan mata, mengatur nafas secara pelan dan
dalam selama satu menit.
d. Pengaturan nafas dengan cara menarik nafas melalui hidung dan mengencangkan
semua otot dalam tiga hitungan.
e. Setelah itu, nafas dikeluarkan pelan-pelan melalui mulut selama tiga hitungan sambil
mengendurkan semua otot tersebut.
f. Selanjutnya, mata dipejamkan lebih kuat dan alis dikerutkan selama tiga hitungan lalu
mata dibuka kembali dan otot-otot wajah dikendurkan kembali. 21
g. Langkah-langkah selanjutnya yaitu dengan menarik dagu ke arah leher selama tiga
hitungan lalu mengembalikan dagu keposisi semula.
h. Langkah-langkah kontraksi dan relaksasi dilanjutkan pada tangan kanan dan kiri
dengan mengepal sekuatnya selama tiga hitungan lalu mengendurkan kembali.
i. Siku ditekuk sekuatnya, baru diangkat dan perut ditahan sekuatnya selama tiga
hitungan.
j. Ujung jari-jari kaki kanan dan kiri ditarik kearah perut sekuatnya selama tiga hitungan
pada saat yang sama.
k. Kemudian, tarik ujung jari-jari kaki kanan dan kiri kebawah selama tiga hitungan.
LAPORAN PENUNJANG REUMATHOID ATRITIS

3. REUMATHOID ATRITIS

A. Definisi

Rheumatoid arthritis (RA) merupakan penyakit inflamasi non-Dakterial yang 0ersitat


sistemik, progresif, cenderung kronik dan mengenai sendi serta jaringan ikat sendi secara
simetris. (Chairuddin, 2003)

B. Etiologi
Penyebab utama kelainan ini tidak diketahui. Ada beberapa teori yane dikemukakan
mengenai penyebab rheumatoid atritis, yaitu:

1. Infeksi Streptokokus hemolitikus dan Streptokokus non-hemolitikus

2. Endokrin

3. Autoimun

4. Metabolic

5. Factor genetic serta factor pemicu lingkungan

Pada saat ini, rheumatoid atritis diduga disebabkan oleh factor autoimun dan infeksi.
Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen tipe ll; factor injeksi mungkin disebabkan oleh virus
dan organisme mikroplasma atau group difterioid yang menghasilkan antigen kolagen tipe l
dari tulang rawan sendi penderita Kelainan yang dapat terjadi pada suatu atritis rheumatoid
yaitu:

1. Kelainan pada daerah artikuler

a. StadiumI (stadium sinovitis)

b. Stadium Il (stadium destruksi)

C. Stadium l (stadium deformitas)

2 Kelainan pada jaringan ekstra-artikuler

Perubahan patologis yang dapat terjadi pada jaringan ekstra-artikuler adalah: Otot: terjadi
miopati Nodul subkutan Pembuluh darah terifer: terjadi proliferasi tunika intima, lesi pada
pembuluh darah ar eriol dan venosa Kelenjar limfe: terjadi pembesaran limfe yang berasal
darl aloiran limfe sendi, hiperplasi folikuler, peningkatan aktivitas system retikuloendotelial
dan proliferasi yang mengakibatkan splenomegaly Saraf: terjadi nekrosis fokal, reaksi
epiteloid serta infiltrasileukosit Visera
C. Manifestasi klinis

Gejala awal terjadi pada beberapa sendi sehing8a disebut poll atritis rheumatoid. Persendian
yans paling sering terkena adalah sendi tangan, pergelangan tangan, sendi lutut, sendi siku,
pergelangan kaki, sendi bahu serta sendi panggul dan biasanya bersifat bilateral/simetris.
Tetapi kadang-kadang hanya terjadi pada satu sendi disebut atritis rheumatoid mono
artikular. (Chairuddin, 2003)

1. Stadium awal

Malaise, penurunan BB, rasa capek, sedikit demam dan anemia. Gejala lokal

yang berupa pembengkakan, nyeri dan gangguan gerak pada sendi matakarpofalangeal

Pemeriksaan fisik: tenosinofitas pad daerah ekstensor pergelangan tangan dan fleksor jari-
jari, Pada sendi besar (misalnya sendi lutut) gejala peradangan lokal berupa pembengkakan
nyeri serta tanda-tanda efusi sendi

2. Stadium lanjut

Kerusakan sendi dan deformitas yang bersifat permanen, selanjutnya timbul/ketidakstabilan


sendi akibat rupture tendo/ligament yang menyebabkan deformitas rheumatoid yang khas
berupa deviasi ulnar jari jari, deviasi radial/volar pergelangan tangan serta valgus lutut dan
kaki Untuk menegakan diagnosis dipakai kriteria diagnosis dari ACR tahun 1987 dimana untuk
mendiagnosis AR diperlukan 4 dari 7 kriteria tersebut. Kriteria 1-4 tersebut harus minimal
diderita selama 6 minggu Pemeriksaan penunjang

1. Faktor Reumatoid, Fiksasi lateks, Reaksi-reaksiaglutinasi

2. Laju Endap Darah: Umumnya meningkat pesat ( 80-100 mm/h) ungkin kembali normal
sewaktugejala-gejala meningkat

3. Protein C-reaktif: positifselamamasa eksaserbasi.

4 Sel Darah Putih: Meningkat pada waktu timbul prosaes inflamasi.

5. Haemoglobin: umumnya menunjukkan anemia sedang

6. Ig (lg M dan lg G); peningkatan besar menunjukkan proses autoimun sebaei

penyebab AR.

7. Sinar x dari sendi yang sakit: menunjukkan pembengkakan pada jaringan lunak, erosi sendi,
dan osteoporosis dari tulang yang berdekatan (perubahan awal) berkembang menjadi formasi
kista tulang, memperkecil jarak sendi dan subluksasio. Perubahan osteoartristik yang terjadi
secara bersamaan.

8. Scanradionuklida: identifikasi peradangan sinovium


9. Artraskopi Langsung, Aspirasi cairan sinovial

10. Biopsi membran

sinovial menunjukkan perubahan inflamasi dan perkembangan panas

Penatalaksanaan

Setelah diagnosis AR dapat ditegakkan, pendekatan pertama yang harUs dilakukan


adalah segera berusaha untuk membina hubungan yang baik antarapasien dengan keluarganya
dengan dokter atau tim pengobatan yang

1. Pendidikan pada pasien mengenai penyakitnya dan penatalaksanaan yang 10. Biopsi
membrane sinovial menunjukkan perubahan inflamasi dan perkembangan panas
Penatalaksanaan Setelah diagnosis AR dapat ditegakkan, pendekatan pertama yang harUs
dilakukan adalah segera berusaha untuk membina hubungan yang baik antara pasien dengan
keluarganya dengan dokter atau tim pengobatan yang merawatnya..

1. Pendidikan pada pasien mengenai penyakitnya dan penatalaksanaan yang

akan dilakukan sehingga terjalin hubungan baik dan terjamin ketaatan

pasien

2. OAINS diberikan sejak dini untuk mengatasi nyeri sendi akiba

sering dijumpai. OAINS yang dapat diberikan:

kibat inflamas yan8

a. Aspirin;, pasien dibawah 50 tahun dapat mular dengan dosis 3-4x1e/hari.

kemudian dinaikkan 0,3-0,6 8 per mingeu Sampar terjadi perbaikan atau

gejala toksik. Dosis terapi 20-30 mg/dl.

b. Ibuprofen, naproksen, piroksikam, diklofenak, dan sebagainya. 10. Biopsi membran

Penatalaksanaan

Setelah diagnosis AR dapat ditegakkan, pendekatan pertama yang harUs dilakukan


adalah segera berusaha untuk membina hubungan yang baik antara pasien dengan keluarganya
dengan dokter atau tim pengobatan yang merawatnya..

1. Pendidikan pada pasien mengenai penyakitnya dan penatalaksanaan yang akan


dilakukan sehingga terjalin hubungan baik dan terjamin ketaatan

2. OAINS diberikan sejak dini untuk mengatasi nyeri sendi akibatsering dijumpai.
OAINS yang dapat diberikan: kibat inflamas yan8
a. Aspirin;, pasien dibawah 50 tahun dapat mular dengan dosis 3-4x1e/hari. kemudian
dinaikkan 0,3-0, per mingeu Sampar terjadi perbaikan atau 10. Biopsi membrane sinovial
menunjukkan perubahan inflamasi dan perkembangan panas

Setelah diagnosis AR dapat ditegakkan, pendekatan pertama yang harUs dilakukan adalah
segera berusaha untuk membina hubungan yang baik antara

pasien dengan keluarganya dengan dokter atau tim pengobatan yang merawatnya..

1. Pendidikan pada pasien mengenai penyakitnya dan penatalaksanaan yang akan dilakukan in
hubungan baik dan terjamin ketaatan pasien

2. OAINS diberikan sejak dini untuk mengatasi nyeri sendi akiba sering dijumpai. OAINS yang
dapat diberikan: kibat inflamas yan8

a. Aspirin;, pasien dibawah 50 tahun dapat mular dengan dosis 3-4x1e/hari.

kemudian dinaikkan 0,3-0,6 8 per mingeu Sampar terjadi perbaikan atau gejala toksik. Dosis
terapi 20-30 mg/dl.

b. Ibuprofen, naproksen, piroksikam, diklofenak, dan sebagainya. gejala toksik. Dosis terapi
20-30 mg/dl.

b. Ibuprofen, naproksen, piroksikam, diklofenak, dan sebagainya. akan dilakukan sehingga


terjalin hubungan baik dan terjamin ketaatan pasien

2. OAINS diberikan sejak dini untuk mengatasi nyeri sendi akiba

sering dijumpai. OAINS yang dapat diberikan:

kibat inflamas yan8

a. Aspirin;, pasien dibawah 50 tahun dapat mular dengan dosis 3-4x1e/hari.

kemudian dinaikkan 0,3-0,6 8 per mingeu Sampar terjadi perbaikan atau

gejala toksik. Dosis terapi 20-30 mg/dl.


Konsep Asuhan Keperawatan pada Pasien Rheumatoid Arthritis

1. Pengkajian
Pengkajian merupakan proses pengumpulan data secara sistematis yang bertujuan untuk
menentukan status kesehatan dan fungsional dan untuk menentukan pola respon pasien.
Hal yang perlu dikaji adalah:
a. Data demografi
b. Riwayat keluarga lengkap dengan genogram 28
c. Riwayat pekerjaan yakni pekerjaan sebelm sakit dan pekerjaan saat ini
d. Riwayat lingkungan hidup terdapat tipe tempat tinggal,kondisi tempat tinggal
e. Riwayat rekreasi yakni hobi, liburan atau perjalanan
f. Sistem pendukung yakni pelayanan kesehatan dirumah, perawatan sehari-hari yang
dilakukan keluarga
g. Status kesehatan yakni keluhan utama, aspek nyeri, obat-obatan yang dikonsumsi,
status imunisasi, riwayat alergi
h. Aktivitas hidup sehari-hari seperti mandi, berpakaian, makan, ke kamar kecil, berpindah
dan kontinen
i. Pemenuhan kebutuhan sehri-hari berisi tentang oksigenasi, cairan dan elektrolit, nutrisi,
eliminasi, aktivitas, istirahat dan tidur, personal hygiene, seksual, rekreasi, psikologis
j. Tinjauan system berisi tentang keadaan umum, tingkat kesadaran, tanda-tanda vital,
kepala, mata, telinga, hidung, leher dada, punggung, abdomen, pinggang, ekstremitas atas
dan bawah, system immune, genetalia, reproduksi, persarafan dan pengecapan
k. Data penunjang berisi berisi hsil Laboratorim, radiologi, EKG, USG, CT- Scan, dan lain-
lain.
Beberapa aspek yang harus diperhatikan perawat dalam mengkaji nyeri antara lain
(Andarmoyo, 2013) :
1) Penentuan ada tidaknya nyeri Hal terpenting yang dilakukan perawat ketika mengkaji
adanya nyeri adalah penentuan ada tidaknya nyeripada pasien
2) Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri 29 Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri
diantaranya usia, jenis kelamin, kebudayaan, makna nyeri, perhatian, ansietas, keletihan,
pengalaman sebelumnya, gaya koping, dukungan keluarga dan sosial
3) Ekspresi nyeri Amati cara verbal dan non verbal pasien dalam mengekspresikan nyeri
yang dirasakan. Meringis dan memegang salah satu bagian tubuh, merupakan contoh
ekspresi nyeri secara non verbal
4) Karakteristik nyeri Pendekatan analisis symptomdapat dilakukan saat pengkajian.
Karakteristik nyeri dikaji dengan istilah PQRST sebagai berikut :
a) P (provokatif atau paliatif) merupakan data dari penyebab atau sumber nyeri,
pertanyaan yang ditujukan pada pasien berupa :
(1) Apa yang menyebabkan gejala nyeri ?
(2) Apa saja yang mampu mengurangi ataupun memperberat nyeri ?
(3) Apa yang dilakukan ketika nyeri pertama kali dirasakan ?
b) Q ( kualitas atau kuantitas ) merupakan data yang menyebutkan seperti apa nyeri yang
dirasakan pasien, pertanyaan yang dapat berupa :
(1) Dari segi kualitas, bagaimana gejala nyeri yang dirasakan ?
(2) Dari segi kuantitas, sejauh mana nyeri yang dirasakan pasien sekarang dengan nyeri
yang dirasakan sebelumnya. Apakah nyeri mengganggu aktifitas ?
c) R ( regional atau area yang terpapar nyeri atau radiasi ) merupakan data dimana lokasi
nyeri yang dirasakan pasien, pertanyaan dapat berupa:
(1) Dimana gejala nyeri terasa ? 30
(2) Apakah nyeri dirasakan menyebar atau merambat ? d) S ( skala ) merupakan data
mengenai seberapa parah nyeri yang dirasakan pasien, pertanyaan yang ditujukan pada
pasien yakni :
(1) Seberapa parah nyeri yang dirasakan pasien jika diberi rentang angka 1-10? e) T
( timing atau waktu ) merupakan data mengenai kapan nyeri dirasakan, pertanyaan yang
ditujukan kepada pasien dapat berupa :
(1) Kapan gejala nyeri mulai dirasakan ?
(2) Seberapa sering nyeri terasa, apakah tiba-tiba atau bertahap ?
(3) Berapa lama nyeri berlangsung ?
(4) Apakah terjadi kekambuhan atau nyeri secara bertahap ?
2. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons
pasien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang
berlangsung aktual mapun potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan untuk
mengidentifikasi resons klien individu, keluarga, dan komunitas terhadap situasi yang
berkaitan dengan kesehatan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016)

LAPORAN PENDAHULUAN LUPUS


4. LUPUS

1. Definisi

asus Sistemik (LES) merupakan penyakit rematik autoimun yang Eritematosus


Sister inflamasi tersebar luas, yang mempengaruhi setiap organ atau ditandai adanya im
tubuh. Penyakit ini berhubungan dengan deposisi autoantibody stem dalam tubuh.
kompleks imun, sehingga mengakibatkan kerusakan jaringan. (SudoyoAru,dkk 2009)

2. Etiologi

lupus belum diketahui dengan pasti. Diduga melibatkan interaksing kompleks


dan tifaktorial antara bervariasi genetic dan factor lingkungan:

1. Factorgenetic

Keiadian LES yang lebih tinggi pada kembar monozigotik (25%) dibandingkan
dengan kembar dizigotik (3%), peningkatan frekuensi LES pada keluarga penderita LES
dibandingkan dengan control sehat dan peningkatan prevalensi LES pada kelompok
etnik tertentu, menguatkan dugaan bahwa factor genetic berperan dalam pathogenesis
LES.

2. Factor hormonal

penyakit yang lebih banyak menyerang perempuan. Serangan pertama kali


jarang terjadi pada usia prepubertas dan setelah menopause.

3. Autoantibody

itunjukkan kepada self molekul yang terdapat pada nucleus, Sitoplasma,


permukaan sel, dan juga terdapat moleku terlarut seperti lgG dan factor koagulasi. 4.
Factor lingkungan Obat-obatan (prokainamid, hidralazin, klorpromazin, isoniazid,
fenitoin, penisilamin) Factor makanan Konsumsi lemak jenuh yang berlebihan L-
canavanine (kuncup dari elfalfa) Agen infeksi Retrovirus Hormone dan estrogen
lingkungan (environmental oestrogen DNA bakteri/endotoksin Terapi sulih (HRT), pil
kontrasepsi oral Paparan estrogen prenata Der,(Sudoyo Aru, hal: 2568 A Manifestasi
Klinis angat beragam dan sering kall pada keadaan pada Keadaan awal dak dikenali
sebagai LES anitestasi klinis penyakit ini sane

Menurut American College of Rheumatology (ACR) ada 11 kriter:

11 kriteria dan terdapat 4 kriteria maka diagnosis LES dapat ditega kkan

1. Ruam malar

2. Ruamdiscoid 9g o5squr 0912ueoten

3. Fotosensitifitas

4. Ulserasi dimulut atau nasofaringhed n ge

5. Arthritis

6. Serositis: yaitu pleuritis atau perikarditis

7. Kelainan ginjal, yaitu proteinuria persisten >0,5 gr/hari, atau adalah silindero

8. Kelainan neurologic, yaitu kejang-kejang atau psikosis

9. Kelainan hematologic, yaitu anemia hemolitik atau lekopenia atau limfopera

atau trombositopenia

10. Kelainanimunologik yaitu sel LES positif atau anti DNA positif, atau anti snl

positif atau tes serologic untuk sifilis yang positif palsu


11.Antibody antinuclear positif

Kecurigaan akan penyakit LES bila dijumpai 2 atau lebih keterlibatan organ

seperti:

1. Jenderwanita pada rentang usia reproduksi

2. Gejala konstitusional: kelelahan, demam (tanpa bukti infeksi) dan penurunan

berat badan

3. Muskoloskeletal:nyeri otot (mialgia), nyeri sendi (atralgia), miositis

4. Kulit: ruam kupu-kupu (butterfly atau malar rsh), fotosensitivitas,

membram mukosa, alopesia, fenomena raynaud, purpura, urtikaria, vaskui

5. Paru-paru: pleurisy, hipertensi pulmonal, SLEi parenkhim paru

6. Jantung :pericarditis, miokarditis, endokarditis

7. Ginjal:hematuria, protenuria, cetakan, sindrom nefrotik

8. Gastrointestinal: mual, muntah, nyeri abdomen

9. Retikulo-endo organomegali (limfadenopati, splenomegali, hepaton

10.Hematologi: anemia, leucopenia, dan trombositopenia

11.Neuropsikiatri: psikosis, kejang, sindroma otak organic, mielitis traigal neuropati


cranial dan perifer Kriteria 1982 untuk klasifikasi lupus eritematosus sistemik
pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan darah

eni /limfopeni, Anemia,1 ,Trombositopenia, LED rmeningkat

2. Imunologi

ANA (antibodi antí nuklear) Anti bodi DNA untai ganda( ds DNA) meningkat Kadar
komplemen C3 dan C4 menurun Tes CRP(C-reactive protein ) positif

3. Fungsi ginjal

Kreatinin serum meningkat Penurunan GFR Protein uri (>0.5gram per 24 jam)
Ditemukan sel darah merah dan atau sedimen granular

4. Kelainan pembekuan yang berhubungan dengan antikoagulanlupus


APTT memanjang yang tidak membaik pada pemberian plasma normal

5. Serologi VDRL (sifilis)

Memberikan hasil positif palsu

6. Tes vital lupus

Adanya pita Fg 6 yang khas dan atau deposit lg M pada persambungan dermo-epidermis
pada kulit yang terlibat dan yang tidak Penatalaksanaan Penatalaksaan SLE harus
mencakup obat, diet, aktivitas yang melibatkan anyak ahli. Alat pemantau pengobatan
pasien LES adalah evaluasi klinis dan ratoris yang sering untuk menyesuaikan obat dan
mengenaliserta menangans aktivitas penyakit.

KONSEP ASKEP LUPUS

1. Pengkajian
a. Anamnesis riwayat kesehatan sekarang dan pemeriksaan fisik difokuskan pada
gejala sekarang dan gejala yang pernah dialami seperti keluhan mudah lelah, lemah, nyeri, kaku,
demam/panas, anoreksia dan efek gejala tersebut terhadap gaya hidup serta citra diri pasien.
b. Kulit
Ruam eritematous, plak eritematous pada kulit kepala, muka atau
leher.
c. Kardiovaskuler
a. Friction rub perikardium yang menyertai miokarditis dan efusi pleura.
Lesi eritematous papuler dan purpura yang menjadi nekrosis menunjukkan
gangguan vaskuler terjadi di ujung jari tangan, siku, jari kaki dan
permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tanga.
d. Sistem Muskuloskeletal
i. Pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika bergerak,
rasa kaku pada pagi hari.
e. Sistem integument
Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang
melintang pangkal hidung serta pipi.
Ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi atau palatum durum.

f. Sistem pernafasan
Pleuritis atau efusi pleura.
g. Sistem vaskuler
i. Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi papuler,
eritematous dan purpura di ujung jari kaki, tangan, siku serta
permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tangan dan
berlanjut nekrosis.
h. Sistem Renal
Edema dan hematuria.
i. Sistem saraf
i. Sering terjadi depresi dan psikosis, juga serangan kejang-kejang,
manifestasi SSP lainnya.

2. Masalah Keperawatan
a. Nyeri
b. Gangguan integritas kulit
c. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
d. Kerusakan mobilitas fisik
e. Gangguan citra tubuh

3. INTERVENSI
1. Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan kerusakan jaringan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan
pasien tidak merasakan nyeri.

Kriteria Hasil :
 Mengungkapkan keluhan hilangnya/berkurangnya nyeri
 Menunjukkan posisi/ekspresi wajah rileks
 Dapat beristirahat dan mendapatkan pola tidur yang adekuat. 
Intervensi :
I : Tutup luka sesegera mungkin kecuali perawatan luka bakar
metode pemajanan pada udara terbuka.
R : suhu berubah dan gerakan udara dapat menyebabkan nyeri
hebat pada pemajanan ujung saraf
I : Pertahankan suhu lingkungan nyaman, berikan lampu
penghangat, penutup tubuh hangat
R : pengaturan suhu dapat hilang karena luka bakar mayor.
Sumber panas eksternal perlu untuk mencegah menggigil.
I : Kaji keluhan nyeri. Perhatikan lokasi/karakter dan
intensitas (skala 0-10).
R : Nyeri hampir selalu ada pada beberapa derajat beratnya.
I : Lakukan penggantian balutan dan debridemen setelah
pasien di beri obat dan/atau pada hidroterapi
R : Keterlibatan jaringan/kerusakan tetapi biasanya paling
berat selama penggantian balutan dan debridemen.
I : Dorong penggunaan teknik manajemen stress, contoh
relaksasi progresif, napas dalam, bimbingan imajinasi dan
visualisasi.
R : pernyataan memungkinkan pengungkapan emosi dan dapat
meningkatkan mekanisme koping memfokuskan kembali
perhatian, meningkatkan relaksasi dan meningkatkan rasa control,
yang dapat menurunkan ketergantungan farmakologis.
I : Berikan aktivitas terapeutik tepat untuk usia/kondisi.
R : membantu mengurangi konsentrasi nyeri yang di alami dan
kan kembali perhatian
2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan proses penyakit.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan
pasien dapat menunjukkan perilaku/teknik untuk meningkatkan
penyembuhan, mencegah komplikasi.
Kriteria Hasil :
 Menjaga kebersihan di daerah lesi
 Memakai alat pelindung kulit yang dapat menyebabkan iritasi
Intervensi :
I : Kaji kulit setiap hari. Catat warna, turgor,sirkulasi dan
sensasi. Gambarkan lesi dan amati perubahan
R : Menentukan garis dasar di mana perubahan pada status dapat di
bandingkan dan melakukan intervensi yang tepat

I : Pertahankan/instruksikan dalam hygiene kulit, mis, membasuh


kemudian mengeringkannya dengan berhati-hati dan melakukan masase
dengan menggunakan lotion atau krim.
R : mempertahankan kebersihan karena kulit yang kering dapat
menjadi barier infeksi
I : Gunting kuku secara teratur.
R : kuku yang panjang dan kasar meningkatkan risiko
kerusakan dermal.
I : Tutupi luka tekan yang terbuka dengan pembalut yang
steril atau barrier protektif, mis, duoderm, sesuai petunjuk
R : Dapat mengurangi kontaminasi bakteri, meningkatkan
proses penyembuhan.
I : Kolaborasi gunakan/berikan obat-obatan topical sesuai
indikasi.
R : Digunakan pada perawatan lesi kulit
3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan
pasien dapat terpenuhi nutrisinya.
Kriteria Hasil :
 mempertahankan berat badan dari berat sebelum sakit.
 Menunjukkan nilai laboratorium dalam batas normal (Hb
meningkat)
 Melaporkan perbaikan tingkat energy
 Melaporkan kebersihan mulut dan timbulnya nafsu makan
Intervensi :
I : Kaji kemampuan untuk mengunyah, merasakan dan
menelan.
R : lesi mulut, tenggorok dan esophagus dapat menyebabkan
disfagia,.
I : Berikan perawatan mulut yang terus menerus, awasi
tindakan pencegahan sekresi.
R : penurunan kemampuan pasien mengolah makanan dan
mengurangi keinginan untuk makan
I : Hindari obat kumur yang mengandung alcohol.
R : Mengurangi ketidaknyamanan yang berhubungan dengan
mual/ muntah, lesi oral, pengeringan mukosa dan halitosis.
I : Dorong pasien untuk duduk pada waktu makan.
R : Mempermudah proses menelan dan mengurangi resiko
aspirasi.
I : Catat pemasukan kalori
R : Mengidentifikasi kebutuhan terhadap suplemen atau
alternatif metode pemberian makanan.
I : Hindari prosedur yang melelahkan saat mendekati waktu
makan.
R : Mengurangi rasa lelah; meningkatkan ketersediaan energi
untuk aktivitas makan.
I : Berikan fase istirahat sebelum makan.
R : Dapat meningkatkan nafsu makan dan perasaan sehat.
TNJAUAN PUSTAKA

5. Hiperkolesterolemia
1. Definisi

Hiperkolesterolemia adalah salah satu gangguan kadar lemak dalam darah

(dislipidemia) di mana kadar kolesterol dalam darah lebih dari 240 mg/dl.

Hiperkolesterolemia berhubungan erat dengan kadar kolesterol “Low Density

Lipoprotein” (LDL) di dalam darah. Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid

yang ditandai peningkatan kolesterol total, kolesterol LDL, trigliserida di atas nilai

normal serta penurunan kolesterol “High Density Lipoprotein” (HDL).

Kadar kolesterol yang tinggi di dalam darah mempunyai peran penting dalam

proses aterosklerosis yang selanjutnya akan menyebabkan kelainan kardiovaskuler.

Dari banyak penelitian kohort menunjukkan bahwa makin tinggi kadar kolesterol

darah, makin tinggi angka kejadian kelainan kardiovaskuler. Begitu juga sebaliknya,

di mana makin rendah kadar kolesterol maka makin rendah kejadian penyakit

kardiovaskuler baik untuk pencegahan primer maupun pencegahan sekunder. Setiap

penurunan kadar kolesterol total 1 % menghasilkan penurunan risiko mortalitas

kardiovaskuler sebesar 1,5 %. Begitu juga dengan besarnya kadar kolesterol LDL

dan HDL. Penurunan Kolesterol LDL sebesar 1 mg/dL menurunkan risiko

kejadian kardiovaskuler sebesar 1 % dan peningkatan kadar kolesterol HDL

menurunkan risiko kejadian kardiovaskuler sebesar 2-3 %.

Di Indonesia, angka kejadian hiperkolesterolemia penelitian “Multinational

Monitoring of Trends and Determinants In Cardiovascular Disease I” (MONICA)

tahun 1988 sebesar 13,4 % untuk wanita dan 11,4 % untuk pria. Pada MONICA II
tahun 1994 didapatkan meningkat menjadi 16,2 % untuk wanita dan 14 % pria.

Prevalensi hiperkolesterolemia masyarakat pedesaan, mencapai 200-248 mg/dL atau

mencapai 10,9 % dari total populasi pada tahun 2004. Penderita pada generasi muda,

yakni usia 25-34 tahun, mencapai 9,3 %. Wanita menjadi kelompok paling banyak

menderita masalah ini, yakni 14,5 %, atau hampir dua kali lipat kelompok laki-laki.

Penyebab Hiperkolesterolemia

Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya hiperkolesterolemia. Bisa

disebabkan oleh faktor genetik seperti pada hiperkolesterolemia familial dan

hiperkolesterolemia poligenik, juga bisa disebabkan faktor sekunder akibat dari

penyakit lain seperti diabetes melitus, sindroma nefrotik serta faktor kebiasaan diet

lemak jenuh (“saturated fat”), kegemukan dan kurang olahraga.

Hiperkolesterolemia Poligenik

Tipe ini merupakan hiperkolesterolemia yang paling sering ditemukan,

merupakan interaksi antara kelainan genetik yang multiple, nutrisi dan faktor

lingkungan lainnya serta memiliki lebih dari satu dasar metabolik. Penyakit ini

biasanya tidak disertai dengan xantoma.

Hiperkolesterolemia Familial

Penyakit yang diturunkan ini terjadi akibat adanya defek gen pada reseptor

LDL permukaan membran sel tubuh. Ketidakadaan reseptor ini menyebabkan hati

tidak bisa mengabsorpsi LDL. Karena mengganggap LDL tidak ada, hati kemudian
memproduksi VLDL yang banyak ke dalam plasma. Pada pasien dengan

Hiperkolesterolemia familial ditemukan kadar kolesterol total mencapai 600 sampai

1000 mg/dL atau 4 sampai 6 kali dari orang normal. Banyak pasien ini meninggal

sebelum berumur 20 tahun akibat infark miokard.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


KOLESTEROL DAN TRIGLISERIDA TINGGI

A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
Meliputi nama , umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, biasanya
stroke hemoragik ini banyak terjadi pada laki-laki, dikarnakan gaya hidup yang
kurang sehat, pendidikan, kalau dari segi pendidikan , penyakit stroke hemoragik
tidak memandang pendidikan, namanya penyakit bisa saja menyerang siapapun.
Alamat, biasanya stroke ini banyak terjadi di daerah sumatera barat, karna dari
segi jenis makanan, makanan di sumatera barat banyak mengandung lemak atau
kolesterol, untuk memicu terjadinya stroke, pekerjaan, agama, suku bangsa,
tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose medis.
2. Keluhan Utama
Keluhan yang didapatkan biasanya gangguan motorik kelemahan anggota gerak
sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi, nyeri kepala,
gangguan sensorik, kejang, penurunan kesadaran.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Serangan stroke infark biasanya didahului dengan serangan awal yang tidak
disadari oleh pasien, biasanya ditemukan gejala awal sering kesemutan, rasa
lemah pada salah satu anggota gerak. Pada serangan stroke hemoragik seringkali
berlangsung sangat mendadak, pada saat pasien melakukan aktifitas. Biasanya
terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping
gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, anemia, riwayat
trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan,
aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
5. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes
mellitus.
6. Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan,
pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga
faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran pasien dan
keluarga
7. Pemeriksaan fisik
a. Kesadaran
Biasanya pada pasien stroke mengalami tingkat kesadaran samnolen, apatis,
sopor, soporos coma, hingga coma dengan GCS < 12 pada awal terserang
stroke. Sedangkan pada saat pemulihan biasanya memiliki tingkat kesadaran
letargi dan compos metis dengan GCS 13-15. Tingkat kesadaran ini dibedakan
menjadi beberapa tingkat yaitu :
1. Composmentis, yaitu kondisi seseorang yang sadar sepenuhnya, baik
terhadap dirinya maupun terhadap lingkungannya dan dapat menjawab
pertanyaan yang ditanyakan pemeriksa dengan baik.
2. Apatis, yaitu kondisi seseorang yang tampak segan dan acuh tak acuh
terhadap lingkungannya.
3. Delirium, yaitu kondisi seseorang yang mengalami kekacauan
gerakan, siklus tidur bangun yang terganggu dan tampak gaduh
gelisah, kacau, disorientasi serta meronta-ronta.
4. Somnolen yaitu kondisi seseorang yang mengantuk namun masih
dapat sadar bila dirangsang, tetapi bila rangsang berhenti akan tertidur
kembali.
5. Sopor yaitu kondisi seseorang yang mengantuk yang dalam, namun
masih dapat dibangunkan dengan rangsang yang kuat, misalnya
rangsang nyeri, tetapi tidak terbangun sempurna dan tidak dapat
menjawab pertanyaan dengan baik.
6. Semi-coma yaitu penurunan kesadaran yang tidak memberikan
respons terhadap pertanyaan, tidak dapat dibangunkan sama sekali,
respons terhadap rangsang nyeri hanya sedikit, tetapi refleks kornea
dan pupil masih baik.
7. Coma yaitu penurunan kesadaran yang sangat dalam, memberikan
respons terhadap pertanyaan, tidak ada gerakan, dan tidak ada respons
terhadap rangsang nyeri.
b. Tanda-tanda vital
1. Tekanan darah
Biasanya pasien dengan stroke hemoragik memiliki riwayat tekanan
darah tinggi dengan tekanan systole > 140 dan diastole > 80.
2. Nadi
Biasanya nadi normal.
3. Pernafasan
Biasanya pasien stroke hemoragik mengalami gangguan pada bersihan
jalan napas.
4. Suhu
Biasanya tidak ada masalah suhu pada pasien dengan stroke
hemoragik.
c. Pemeriksaan fisik
1. Rambut
Biasanya tidak ditemukan masalah.
2. Wajah
Biasanya simetris, wajah pucat. Pada pemeriksaan Nervus V
(Trigeminal) : biasanya pasien bisa menyebutkan lokasi usapan dan
pada pasien koma, ketika diusap kornea mata dengan kapas halus,
klien akan menutup kelopak mata. Sedangkan pada Nervus VII
(facialis) : biasanya alis mata simetris, dapat mengangkat alis,
mengernyitkan dahi, mengernyitkan hidung, menggembungkan pipi,
saat pasien menggembungkan pipi tidak simetris kiri dan kanan
tergantung lokasi lemah dan saat diminta mengunyah pasien kesulitan
untuk mengunyah.
3. Mata
Biasanya konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil isokor,
kelopak mata tidak oedema. Pada pemeriksaan nervus II (optikus) :
biasanya luas pandang baik 90°, visus 6/6. Pada nervus III
(okulomotoris) : biasanya diameter pupil 2mm/2mm, pupil kadang
isokor dan anisokor, palpebra dan reflek kedip dapat dinilai jika pasien
bisa membuka mata . Nervus IV (troklearis) : biasanya pasien dapat
mengikuti arah tangan perawat ke atas dan bawah. Nervus VI
(abdusen) : biasanya hasil nya pasien dapat mengikuti arah tangan
perawat ke kiri dan kanan.
4. Hidung
Biasanya simetris kiri dan kanan, terpasang oksigen, tidak ada
pernapasan cuping hidung. Pada pemeriksan nervus I (olfaktorius) :
kadang ada yang bisa menyebutkan bau yang diberikan perawat
namun ada juga yang tidak, dan biasanya ketajaman penciuman antara
kiri dan kanan berbeda dan pada nervus VIII (akustikus) : biasanya
pada pasien yang tidak lemah anggota gerak atas, dapat melakukan
keseimbangan gerak tangan-hidung.
5. Mulut dan gigi
Biasanya pada pasien apatis, sopor, soporos coma hingga coma akan
mengalami masalah bau mulut, gigi kotor, mukosa bibir kering. Pada
pemeriksaan nervus VII (facialis) : biasanya lidah dapat mendorong
pipi kiri dan kanan, bibir simetris, dan dapat menyebutkan rasa manis
dan asin. Pada nervus IX (glossofaringeal) : biasanya ovule yang
terangkat tidak simetris, mencong kearah bagian tubuh yang lemah dan
pasien dapat merasakan rasa asam dan pahit. Pada nervus XII
(hipoglasus) : biasanya pasien dapat menjulurkan lidah dan dapat
dipencongkan ke kiri dan kanan namun artikulasi kurang jelas saat
bicara
6. Telinga
Biasanya sejajar daun telinga kiri dan kanan. Pada pemeriksaan nervus
VIII (akustikus) : biasanya pasien kurang bisa mendengarkan gesekan
jari dari perawat tergantung dimana lokasi kelemahan dan pasien
hanya dapat mendengar jika suara keras dan dengan artikulasi yang
jelas.
7. Leher
Pada pemeriksaan nervus X (vagus) : biasanya pasien stroke hemragik
mengalami gangguan menelan. Pada peemeriksaan kaku kuduku
biasanya (+) dan bludzensky 1 (+) .

B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan infark jaringan otak,
vasospasme serebral, edema serebral
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskuler.
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan neuromuskular.

C. Intervensi
No Diagnosa NOC NIC
1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan asuhan 1. Memonitir tekanan
perfusi jaringan keperawatan diharapkan intra kranial dan
serebral berhubungan fungsi serebral membaik tinjau oksegen
dengan infark jaringan dan fungsi jaringan otak 2. Berikan penjelasan
otak, vasospasme dapat tercapai secara kepada keluarga
serebral, edema optimal dengan Kriteria klien tentang sebab-
sebab gangguan
serebral hasil : perfusi jaringan otak
1. TTV daLam batas dan akibatnya.
normal. 3. Observasi dan catat
2. Kesadaran kembali tanda-tanda vital dan
membaik. kelainan tekanan
3. Ketidak efektifan intrakranial tiap dua
perfusi jaringan jam.
serebral teratasi. 4. Anjurkan untuk
menghindari batuk
dan mengejan yang
berlebihan.
5. Pantau TTVseperti
cata adanya
hipertensi atau
hipotensi.
6. Berikan posisi
kepala 30-450 dalam
posisi anotomis
(netral).
7. Ciptakan lingkungan
yang tenang dan
batasi pengunjung.
8. Kolaborasi dengan
tim dokter dalam
pemberian obat
neuroprotektor.
2. Hambatan mobilitas Setelah dilakukan asuhan 1. Mengkaji
fisik berhubungan keperawatan dengan kemammpuan klien
dengan gangguan Kriteria hasil : dalam melakukan
neuromuskuler. 1. Tidak terjadi aktifitas.
kontraktur sendi 2. Ubah posisi minimal
2. Bertambahnya setiap 2 jam
kekuatan otot (telentang, miring).
3. Klien menunjukkan 3. Ajarkan klien untuk
tindakan untuk melakukan latihan
meningkatkan gerak aktif pada
mobilitas ekstrimitas yang
tidak sakit.
4. Lakukan gerak pasif
pada ekstrimitas
yang sakit.
5. Ukur TTV klien
sebelum dan
sesudah tindakan
mobilisasi.
6. Libatkan keluarga
dalam melakukan
latihan gerak.
3. Defisit perawatan diri Setelah dilakukan asuhan 1. Berikan bantuan
berhubungan dengan keperawatan dengan terhadap kebutuhan
kelemahan kriteria hasil : yang benar-benar di
neuromuskular. Klien bersih dan klien perlukan.
dapat melakukan 2. Lakukan oral
kegiatan personal hygiene pada klien
hygiene secara minimal. dengan
membersihkan gigi,
bibir dan ildah.
3. Libatkan keluarga
dalam melakukan
personal hygiene.
4. Rapikan pakaian
klien jika klien
tampak berantakan
dan di ganti.
5. Konsultasi dengan
ahli fisioterapi.
LAPORAN PENDAHULUAN
6. GIANT CELL MYOCARDITID

A. Definisi
Miokarditis adalah peradangan jantung yang tidak berkaitan dengan penyakit arteri
koroner atau infark miokard (Corwin,2009).
Miokarditis adalah peradangan pada otot jantung atau miokardium (Muttaqin, 2009).
Sedangkan menurut Smeltzer dan Bare (2001) miokarditis adalah proses inflamasi di
miokardium.
Dalam kedokteran (kardiologi), miokarditis adalah peradangan otot jantung
(miokardium). Ini menyerupai serangan jantung tapi arteri koroner tidak terhalang.

B. Etiologi
1. Virus
2. Jamur
3. Bakteri
4. Parasit
5. Protozoa
6. Spirozeta
7. Proses hipersensitifitas;seperti demam rematik

C. Patofisiologi

Terbagi menjadi 3 fase dan setiap fase memiliki respon yang berbeda, yaitu :
1. Invasi oleh virus
2. Respons imun
3. Dilatasi kardiomiopati
No. Fase Respon
1. Invasi oleh Virus - Ekspresi cytokine
- Respon imun
- inflamasi
2. Respon imun -    Kematian sel
-    Disrupsi ECM
-    Disfungsi myocite
-    Fibrosis myokardial
3. Dilatasi Aktivasi RAS
Kardiomiopati Aktivasi beta-Ar

Fase akut berlangsung kira-kira satu minggu, dimana terjadi invasi virus
kemiokard,replikasi virus dan lisis sel. Kemudian terbentuk neutralizing antibody dan
virus akan dibersihkan atau dikurangi jumlahnya dengan bantuan makrofag dan natural
killercell (sel NK).
Pada fase berikutnya miokard diinfiltrasi oleh sel-sel radang dan system immune
akan diaktifkan antara lain dengan terbentuknya antibody terhadap miokard, akibat
perubahan permukaan sel yang terpajan oleh virus. Fase ini berlangsung beberapa
minggu sampai beberapa bulan dan diikuti kerusakan miokard dari yang minimal sampai
yang berat (FKUI, 1999).
Enterovirus sebagai penyebab miokarditis viral juga merusak sel-sel endotel juga
antibody endotel, diduga menjadi penyebab spasme mikrovaskular. Walaupun kelainan
mikrovaskular belum pasti, tapi sangat mungkin berasal dari respon imun atau kerusakan
endotel akibat infeksi virus. Jadi pada dasarnya terjadi spasme sirkulasi mikro yang
menyebabkan proses berulang antara obstruksi dan reperfusi yang mengakibatkan
larutnya matriks miokardium dan habisnya otot jantung secara fokal menyebabkan
rontoknya serabut otot, dilatasi jantung, dan hipertrofi miosit yang tersisa. Akibatnya
proses ini mengakibatkan habisnya kompensasi mekanis dan biokimiawi yang berakhir
dengan payah jantung.
D. Manifestasi Klinis
Gejala miokarditis akut tergantung pada jenis infeksinya, derajat kerusakan jantung
dan kemampuan memulihkan diri. Gejala bisa ringan atau tidak ada sama sekali. Pasien
mungkin hanya mengalami kelelahan dan dispnea, berdebar-debar dan kadang ada rasa
tak nyaman di dada dan perut atas.
Pemeriksaan klinis mungkin mungkin memperlihatkan pembesaran jantung, suara
jantung tambahan, irama gallop dan bising sistolik. Friction rub perikardial dapat juga
terdengar bila pasien mengalami perikarditis. Denyut alternans (denyut dimana terdapat
perubahan reguler antara denyut kuat dan lemah) mungkin ditemukan. Demam dan
takikardia sering ada dan gejala gagal jantung kongestif bisa terjadi.

E. Klasifikasi

(Dorland, 2002) menjelaskan bahwa klasifikasi miokarditis antara lain :


1. Acute Isolated Myocarditis adalah miokarditis interstitial acute dengan etiologi   tidak
diketahui.
2. Bacterial Myocarditis adalah miokarditis yang disebabkan oleh infeksi bakteri.
3. Chronic Myocarditis adalah penyakit radang miokardial kronik.
4. Diphtheritic Myocarditis adalah mikarditis yang disebabkan oleh toksin bakteri   yang
dihasilkan pada difteri : lesi primer bersifat degeneratiff dan nekrotik dengan respons
radang sekunder.
5. Fibras Myocarditis adalah fibrosis fokal/difus mikardial yang disebabkan oleh
peradangan kronik.
6. Giant Cell Myocarditis adalah subtype miokarditis akut terisolasi yang ditandai dengan
adanya sel raksasa multinukleus dan sel-sel radang lain, termasuk limfosit,     sel plasma
dan makrofag dan oleh dilatasi ventikel, trombi mural, dan daerah nekrosis yang  
tersebar luas.
7. Hypersensitivity Myocarditis adalah mikarditis yang disebabkan reaksi alergi yang
disebabkan oleh hipersensitivitas terhadap berbagai obat, terutama sulfonamide,
penicillin,dan metildopa.
8. Infection Myocarditis adalah disebabkan oleh agen infeksius ; termasuk bakteri, virus,
riketsia, protozoa, spirochaeta, dan fungus. Agen tersebut dapat merusak miokardium
melalui infeksi langsung, produksi toksin, atau perantara respons immunologis.
9. Interstitial Myocarditis adalah mikarditis yang mengenai jaringan ikat interstitial.
10. Parenchymatus Myocarditis adalah miokarditis yang terutama mengenai substansi
ototnya sendiri.
11. Protozoa Myocarditis adalah miokarditis yang disebabkan oleh protozoa terutama terjadi
pada penyakit Chagas dan toxoplasmosis.
12. Rheumatic Myocarditis adalah gejala sisa yang umum pada demam reumatik.
13. Rickettsial Myocarditis adalah miokarditis yang berhubungan dengan infeksi
riketsia.
14. Toxic Myocarditis adalah degenerasi dan necrosis fokal serabut miokardium yang
disebabkan oleh obat, bahan kimia, bahan fisik, seperti radiasi hewan/toksin serangga
atau bahan/keadaan lain yang menyebabkan trauma pada miokardium.
15. Tuberculosis Myocarditis adalah peradangan granulumatosa miokardium pada
tuberkulosa.
16. Viral Myocarditis disebabkan oleh infeksi virus terutama oleh enterovirus ; paling sering
terjadi pada bayi, wanita hamil, dan pada pasien dengan tanggap immune rendah

F. Evaluasi diagnostik
1. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium untuk menentukan etiologi. Biakan darah dapat menemukan
sebagian besar organisme pathogen.Pada infeksi parasit terdapat eosinofilia sebagai laju
endapan meningkat. Enzim keratin kinase atau laktat dehidroginase (LDH) dapat
meningkat sesuai luasnya nekrosis miokard.
2. Elektrocardiograf
Muncul kelainan sinus takikardia, perubahan segmen ST dan gelembung T serta low
voltage. Kadang ditemukan aritmia arial atau ventrikuler, AV block, intra
ventrikulerconduction defek dan QT memanjang.
3. Foto thorak
Ukuran jantung sering membesar kadang disertai kongesti paru.
4. Ekokardiograf
Pada kedua ventrikel sering didapat hipokinesis, bersifat regional terutama di apeks.
Adanya penebalan dinding ventrikel, trombi ventrikel kiri, pengisian diastolic yang
abnormal dan efusi pericardial.
5. Radio Nuclide Scaning dan Magnetic Resonance Imaging.
Ditemukan adanya perubahan inflamasi dan kronis yang khas pada miokarditis.
6. Biopsy endomiokardial
Melalui biopsy tranvernous dapat diambil endomiokardium ventrikel kanan kiri. Hasil
biopsy yang positif memiliki nilai diagnostic sedang negative tidak dapat menyingkirkan
miokarditis. Diagnosis ditegakkan bila pada biopsy endomiokardial didapatkan nekrosis
atau degenerasi parasit yang dikelilingi infiltrasi sel sel radang.

G. Penatalaksanaan medis

Penanganan pada pasien dengan Miokarditis adalah:


1. Perawatan untuk tindakan observasi.
2. Tirah baring/pembatasan aktivitas.
3. Antibiotik atau kemoterapeutik.
4. Pengobatan sistemik supportif ditujukan pada penyakit infeksi sistemik.
5. Obat kortikosteroid.
6. Terapi komplikasi menggunakan alat pacu jantung (Muttaqin, 2009)

Menurut Brunner dan Suddarth (2002), penatalaksanaan pada pasien miokarditis antara
lain :
1. Pasien diberi pengobatan khusus terhadap penyebab yang mendasari miokarditis
(misalnya penisilin untuk kuman steptokokus hemolitikus)
2. Lakukan bed rest total atau tirah baring untuk mengurangi beban jantung. Tirah
baring juga dapat mengurangi kerusakan miokardial residual dan komplikasi
miokarditis.
3. Lakukan evaluasi fungsi jantung dan fungsi tubuh untuk menentukan apakah telah
terjadi gagal jantung kongestif. Bila terjadi disritmia, pasien harus dirawat di unit
yang mempunyai sarana pemantauan jantung berkesinambungan sehingga
personel dan peralatan selalu tersedia bila terjadi disritmia yang mengancam jiwa.
4. Pasien dengan miokarditis sangat sensitif dengan digitalis maka pasien harus di
pantau dengan ketat terutama toksisitas digitalis yang ditandai dengan adanya
disritmia, anoreksia, nausea, muntah, bradikardi, sakit kepala dan malaise.

Stoking elastik dan latihan aktif serta pasif dilakukan karena embolisasi dari

trombosis vena dan mural trombi dapat terjadi.


KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
GIANT CELL MYOCARDITID
A. Pengkajian

Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara
menyeluruh (Boedihartono, 1994 : 10).
Pengkajian pasien myocarditis (Marilynn E. Doenges, 1999) meliputi :
1. Aktivitas / istirahat

- Gejala : kelelahan, kelemahan.

- Tanda : takikardia, penurunan tekanan darah, dispnea dengan aktivitas.

2. Sirkulasi

- Gejala : riwayat demam rematik, penyakit jantung congenital, bedah

jantung, palpitasi, jatuh pingsan.

- Tanda : takikardia, disritmia, perpindaha titik impuls maksimal,

3. Kardiomegali, frivtion rub, murmur, irama gallop (S3 dan S4), edema, DVJ, petekie,

hemoragi splinter, nodus osler, lesi Janeway.

4. Eleminasi

- Gejala : riwayat penyakit ginjal/gagal ginjal ; penurunan frekuensi/jumlsh

urine.

- Tanda : urin pekat gelap.

5. Nyeri/ketidaknyamanan
- Gejala : nyeri pada dada anterior (sedang sampai berat/tajam) diperberat

oleh inspirasi, batuk, gerakkan menelan, berbaring.

- Tanda : perilaku distraksi, misalnya gelisah.

6. Pernapasan

- Gejala : napas pendek ; napas pendek kronis memburuk pada malam

hari (miokarditis).
- Tanda : dispnea, DNP (dispnea nocturnal paroxismal) ; batuk, inspirasi

mengi ; takipnea, krekels, dan ronkhi ; pernapasan dangkal.


7. Keamanan

- Gejala : riwayat infeksi virus, bakteri, jamur (miokarditis ; trauma dada ;

penyakit keganasan/iradiasi thorakal ; dalam penanganan gigi ;pemeriksaan

endoskopik terhadap sitem GI/GU), penurunan system immune, SLE atau

penyakit kolagen lainnya

- Tanda : demam.
8. Penyuluhan / Pembelajaran
- Gejala : terapi intravena jangka panjang atau pengguanaan kateter
indwelling atau penyalahgunaan obat parenteral.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang nyata
maupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan (Boedihartono, 1994 : 17).
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan myocarditis (Doenges, 1999)
adalah :
1. Nyeri berhubungan dengan inflamasi miokardium, efek-efek sistemik dari infeksi,
iskemia jaringan.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan inflamasi dan degenerasi sel-sel otot
miokard, penurunan curah jantung.
3. Risiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan degenerasi otot
jantung, penurunan/kontriksi fungsi ventrikel.
4. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, rencana pengobatan
berhubungan dengan kurang pengetahuan/daya ingat, mis- intepretasi informasi,
keterbatasan kognitif, menyangkal diagnosa.

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

Intervensi adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan


untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan (Boedihartono,
1994:20)
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah
disusun pada tahap perencanaan (Effendi, 1995:40).
Intervensi dan implementasi keperawatan yang muncul pada pasien dengan myocarditis
(Doenges, 1999) :

No Diagnosa Keperawatan Perencanaan Keperawatan


Tujuan Intervensi Rasional
1 Nyeri Nyeri hilang atau 1. Selidiki keluhan 1. Pada nyeri ini
terkontrol dengan nyeri dada, memburuk pada
kriteria hasil : perhatikan awitan inspirasi dalam,
a. Nyeri berkurang atau dan faktor pemberat gerakkan atau
hilang. atau penurun. berbaring dan
b. Klien tampak hilang dengan
tenang. 2. Perhatikan petunjuk duduk
nonverbal dari tegak/membungk
ketidaknyamanan, uk.
misalnya : berbaring 2. Tindakan ini
dengan dapat
diam/gelisah, menurunkan
tegangan otot, ketidaknyamanan
menangis. fisik dan
3. Berikan lingkungan emosional pasien
yang tenang dan
tindakan
kenyamanan 3. Mengarahkan
kembali
misalnya ; perhatian,
perubahan posisi, memberikan
distraksi dalam
gosokkan tingkat aktivitas
punggung, individu.
hiburan yang
penggunaan tepat.
kompres
hangat/dingin,
dukungan
emosional..
4. Berikan aktivitas 4. Dapat
menghilangkan
nyeri,
menurunkan
respons
5. Kolaborasi inflamasi,
menurunkan
pemberian obat- demam ; steroid
obatan sesuai diberikan untuk
gejala yang lebih
indikasi (agen berat.
nonsteroid : aspirin, 5. Memaksimalkan
ketersediaan
indocin ; oksigen untuk
antipiretik ; menurunkan
beban kerja
steroid). jantung.
6. Kolaborasi
pemberian oksigen
suplemen sesuai
indikasi.
Laporan Pendahuluan

1. Definisi

Suatu kondisi berkurangnya sintesis hormon kortisol


yang diakibatkan oleh gangguan fungsi pada korteks
adrenal, pada beberapa kasus sintesisaldosteron juga
terganggu. Penyakit Addison adalah gangguan yang
melibatkan terganggunya fungsi dari kelenjar korteks
adrenal. Hal ini menyebabkan penurunan produksi
dua penting bahan kimia (hormon)
biasanya dirilis oleh korteks adrenal : kortisol dan
aldosteron (Liotta EA et all 2010). Penyakit
Addison adalah kelainan yang disebabkan oleh
ketidakmampuan kelenjar adrenalis (korteks
adrenalis) memproduksi hormon glukokortikoid
(kortisol), pada beberapa kasus didapatkan
ketidakmampuan memproduksi mineralokortikoid
(aldosteron) yangcukup bagi tubuh. Oleh
karenanya penyakit Addison ini disebut juga
dengan chronic adrenal insufficiency atau
hypocortisolism.

Kortisol diproduksi oleh kelenjar adrenalis yang


dikontrol oleh hipotalamus dan kelenjar hipofise di
otak. Hipotalamus memberikan signal kepada
kelenjar hipofise untuk memproduksi hormon
adrenokortikotropin (ACTH) yang menstimulasi
kelenjar adrenalis memproduksi kortisol.Apabila
kelenjar adrenalis tidak dapat memproduksi cukup
kortisol maka keadaan ini disebut sebagai primary
adrenocortical insufficiency(hypocortisolism) atau
Addison'’ disease. Apabila hipotalamus atau kelenjar
hipofise tidak mampu bekerja dengan baik dalam
memproduksi cukup ACTH maka keadaan ini
disebut sebagai
secondaryadrenocorticalinsufficiency.

2. Etiologi

- Insufisiensi AdrenalPrimer

- Insufisiensi Adrenal Sekunder

produksi hormon kortisol kelenjar adrenal tapi produksi

hormon aldesteron normal. Bentuk temporer dari

insufisiensi adrenal sekunder dapat terjadi ketika

seseorang mendapat asupan hormon glukokortikoid

misalnya prednison dalam jangka waktu. Penyebab lain


insufisiensi adrenal sekunder adalah pengangkatan

kelenjar adrenal atau tumor benigna kelenjar adrenal,

adanya hormon ACTH yang diproduksi oleh sel tumor

kelenjar hipofisis (sindroma Cushing).

- Prosesautoimun.

- Tuberkulosis (Penyebaran hematogen infeksi

tuberculosis sistemik)

- Infeksi lain

- Bahan-bahankimia

- Iskemia.

a. Kegagalan adrenal primer

Jarang terjadi, kerusakan ini terjadi akibat sistem

autoimun. Untuk alasan yang tidak diketahui, sistem

kekebalan tubuh memandang korteks adrenal sebagai

asing. Penyebab lain kegagalankelenjar adrenal mungkin

termasuk : Tuberkulosis, infeksi lain dari kelenjar

adrenal, penyebaran kanker ke kelenjar adrenal,

perdarahan ke kelenjar adrenal.

 b. Kegagalan adrenal sekunder

Sering terjadi, terapi steroid jangka panjang menekan

kadar ACTH yang menyebabkan atrofi korteks adrenal-

stress fisik atau penghentian terapi steroid yang terlslu


cepat kemudian akan memicu terjadinya kegagalan

adrenal.

c. AddisonianCrisis

Jika Addison’s disease tidak diobati, krisis addisonian

dapat terjadi karena stress fisik, seperti cidera, infeksi

atau  penyakit.

3. Patofisioloogi

Hipofungsi adrenokortikal menghasilkan penurunan level

mineralokortikoid (aldosteron), glukokortikoid (cortisol),

dan androgen. Penurunan aldosteron menyebabkan

kebanyakan cairan dan ketidakseimbangan

elektrolit.Secara normal, aldosteron mendorong

 penyerapan Sodium (Na+) dan mengeluarkan potassium

(K +). Penurunan aldosteron menyebabkan peningkatan

ekskresi sodium, sehingga hasil dari rantai dari peristiwa

tersebut antara lain: ekskresi air meningkat, volume

ekstraseluler menjadi habis (dehidrasi), hipotensi,

penurunan kardiak output, dan jantung menjadi mengecil

sebagai hasil berkurangnya beban kerja. Akhirnya,

hipotensi menjadi memberat dan aktivitas kardiovaskular

melemah, mengawali kolaps sirkulasi, shock, dan

kematian. Meskipun tubuh mengeluarkan sodium

berlebih, dan menyebabkan penurunan natrium,


mempertahankan kelebihan potassium dan

menyebabkan

 peningkatan kalium. Level potassium lebih dari 7 mEq/L

hasil pada aritmia, memungkinkan terjadinya kardiak

arrest.

Penurunan glukokortikoid menyebabkan meluasnya

gangguan metabolic.Ingat bahwa glukokortikoid memicu

glukoneogenesis dan memiliki efek anti-insulin.Sehingga,

ketika glukokortikoid menurun, glukoneogenesis

menurun, sehingga hasilnya hipoglikemia dan penurunan

glikogen hati.Klien menjadi lemah, lelah, anorexia,

penurunan BB, mual, dan muntah.Gangguan emosional

dapat terjadi, mulai dari gejala neurosis ringan hingga

depresi berat.Di samping itu, penurunan glukokortikoid

mengurangi resistensi terhadap stress.Pembedahan,

kehamilan, luka, infeksi, atau kehilangan garam karena

diaphoresis berlebih dapat menyebabkankrisi Addison

(insufisiensi adrenalakut).Akhirnya,

 penurunan kortisol menghasilkan kegagalan unruk

menghambat sekresi ACTH dari pituitary anterior.

MSH menstimulasi melanosit epidermal, yang

menghasilkan melanin,

 pigmen warna gelap.Penurunan sekresi ACTH

menyebabkanpeningkatan
 pigmentasi kulit dan membrane mukosa.Sehingga klien

dengan penyakit Addison memiliki peningkatan level

ACTH dan warna keperakan atau

kecokelatanpunmuncul.Defisiensiandrogengagaluntukme

nghasilkan

 beberapa macam gejala pada laki-laki karena testes

meningkatanproduksi

 jumlah hormone seksual. Namun, pada perempuan

tergantung pada korteks adrenal untuk mensekresi

androgen secara adekuat.Hormone-hormon tersebut

disekresi oleh korteks adrenal yang penting bagi

kehidupan. Orang dengan penyakit Addison yang tidak

diobati akan berakhir fatal.

Penyakit addison, atau insufisiensi adrenokortikal, terjadi

bila fungsikorteks adrenal tidak adekuat untuk memenuhi

kebutuhan pasien akan hormon-hormon korteks adrenal.

Atrofi otoimun atau idiopatik padakelenjar adrenal

merupakan penyebab pada 75% kasus penyakit

Addison.Penyebab lainnya mencakup operasi

pengangkatan kedua kelenjar adrenal atau infeksi pada

kedua kelenjar tersebut.Tuberkolosis(TB) dan

histoplamosis merupakan infeksi yang paling sering

ditemukan dan menyebabkan kerusakan pada kedua

kelenjar adrenal. Meskipun kerusakan adrenal akibat


proses otoimun telah menggantikan tuberkolosis

sebagai

 penyebab penyakit Addison, namun peningkatan

insidens tuberkolosis yang terjadi akhir-akhir ini harus

mempertimbangkan pencantuman penyakit infeksi ini ke

dalam daftar diagnosis. Sekresi ACTH yang tidak adekuat

dari kelenjar hipopisis juga akan menimbulkan

insufiensi adrenal akibat

 penurunan stimulasi korteks adrenal.

Gejala Addison dapat pula terjadi akibat penghentian

mendadak terapi hormon adrenokortikal yang akan

menekan respon normal tubuh terhadap keadaan stres

dan mengganggu mekanisme umpan balik normal. Terapi

dengan pemberian kortikosteroid setiap hari selama 2

hingga 4 minggu

dapatmenekanfungsikorteksadrenal,olehsebabitukemung

kinanpenyakit Addison harus diantifasi pada pasien yang

mendapat pengobatan kostikosteroid.(Wicaksono,2013).

4. Manifestes klinis

Gejala dari penyakit addison tidak spesifik. Gejala yang

muncul

 biasanya berhubungan dengan kelelahan, kelemahan,

anoreksia, nausea, nyeri abdomen, gastroenteritis, diare

dan labilitas mood. Pada orang dewasa dengan penyakit


addison dapat dijumpai penurunan berat badan 1  – 15

kg. Kelemahan badan ini disebabkan karena gangguan

keseimbangan air danelektrolit serta gangguan

metabolisme karbohidrat dan protein sehingga didapat

kelemahan sampai paralisis oto bergaris. Di samping itu,

akibat metabolisme protein, terutama pada sel-sel

otot menyebabkan otot-otot

 bergaris atropi, bicaranya lemah. Gejala kelemahan otot

ini berkurang setelah pemberian cairan, garam serta

kortikosteroid.

5. Pemeriksaan penunjang

a. UjiACTH

b. Plasma ACTH

c. PlasmaACTH,

d. Serum elektrolit

e. ADH meningkat,

f. Glukosa:hipoglikemia

g. Sel darah merah(eritrosit),

k. Analisa gas darah: asidosismetabolic


ASUHAN KEPERAWATAN

Kasus

 Ny.A datang bersama suaminya yaitu Tn.A ke RS Citra Husada berusia 35

tahun, datang dengan keadaan lemah. Klien mengatakan bahwa 2 hari tidak

enak makan dan merasa mual muntah dan terdapat nyeri pada abdomen

saat ditekan.Selainituklienjugamengatakanbahwadarikemarenseringkeluar

masuk kamar mandi sekitar 5 kali dalam sehari. Klien mengatakan bahwa

tidak mampu untuk melakukan aktivitas apapun sehingga hanya berbaring di

tempat tidur . Klien juga telihat sangat kurus dan menurut keluarga klien

mengalami penurunan berat badan sebanyak 10 kg. Dari pemeriksaanfisik,

 bentuk dada simetris tidak terdapat cuping hidung,tidak tampak ictuscordis,

 bising usus meningkat, terdapat hiperpigmentasi pada kulit dan kulit terlihat

kering dan bibir kering, TD : 90/70 mmHg, pada pemeriksaan ACTH

dikategorikan insufisiensi adrenal primer, pada serum elektrolit

menurundanterdapatpeningkatanpotassiumdankalsium,ADHmeningkat,pad

a
 pemeriksaan urin terdapat diuresis dan klien oliguria. Klien tampak

cyanosis. Pada AGD terdapat asidosis metabolic. Klien pernah

menderitatuberkulosis namun dari keluarganya maupun keluarga

suaminyabelum

 pernah yang mengalami penyakit tersebut. Dx medis : Addison Disease.

Pengkajian

Identitas Klien

Berdasarkan umur Addison penyakit dapat terjadi pada orang dari

segalausia,namunpalingseringterjadipadaorangberusia30-50tahun.

Berdasarkan seks Rasio laki-laki dan perempuan adalah 1 :1,5-3,5

 b. Riwayat Kesehatan

Diagnosa Medik : AddisonDisease

KeluhanUtama

Klien mengatakan bahwa 2 hari tidak enak makan dan merasa mual muntah

dan terdapat nyeri pada abdomen saat di tekan. Selain itu klien juga

mengatakan bahwa dari kemarin sering keluar masuk kamar mandi sekitar 5

kali dalam sehari. Klien mengatakan bahwa

tidak mampu untuk melakukan aktivitas apapun sehingga hanya

 berbaring di tempat tidur.


Riwayat PenyakitSekarang

 Ny. A merasakan lemas, kurangnya nafsu makan, mual muntah . Klien juga

telihat sangat kurus dan menurut keluarga klien mengalami penurunan

berat badan sebanyak 10 kg. Terdapat hiperpigmentasi pada kulit dan kulit

terlihat kering serta bibir kering, TD : 90/70 mmHg.

Riwayat Kesehatanterdahulu

Penyakit yang pernahdialami

Klien pernah menderita tuberkulosis namun dari keluarganya

maupunkeluargasuaminyabelumpernahyangmengalami

 penyakit tersebut.

 b) Alergi (obat, makanan, plaster,dll)

 Ny.A tidak ada alergi obat atau makanan

Riwayat PenyakitKeluarga

Tidak ada keluarga yang mengalami penyakit Addison sebelumnya. Belum

pernah ada yang mengalami Tuberkulosis. Addison Disease

 bukan merupakan penyakit herediter.

Riwayat Psikososial
 Ny. A terlihat bingung, apatis dan letargi pada saat datang ke rumah sakit.

Keluarga juga mengatakan bahwa Ny. A tidak bisa

 berkomunikasi dengan lingkungan sekitar.

PengkajianKeperawatan

Aktivitas/istirahat Gejala:

Lelah, nyeri/kelemahan pada otot (terjadi perburukan setiaphari)

 b) Tidak mampu beraktivitas atau bekerja Tanda:

a) Peningkatan denyut jantung/denyut nadi aktivitas yangminimal.

Penurunan kekuatan dan rentang geraksendi.

Depresi, gangguan kosentrasi, penurunaninisiatif/ide.

Latergi.

Sirkulasi Tanda:

Hipotensi termasuk hipotensipostural.

 b) Takikardia, disritmia, suara jantungmelemah.

 Nadi perifermelemah.

Pengisisan kapilermemanjang.

Ekstermitas dingin, sianosis, dan pucat. Membran mukosa hitam keabu-

abuan (peningkatanpigmentasi).
Integritas ego Gejala:

Adanya riwayat faktor stres yang baru dialami, termasuk sakit

fisik/pembedahan, perubahan gayahidup.

 b) Ketidakmampuan menghadapistres.

Tanda: Ansietas, peka rangsang, depresi, emosi tidak stabil.

Eleminasi Gejala:

Diare sampai dengan adanyakontipasi

 b) Kramabdomen.

c) Perubahan frekuensi dan karateristik urine. Tanda: Diuresis yang

diikuti denganoliguria.

Makanan/cairan Gejala:

Anoreksia berat (gejala utama),mual/muntah

 b) Kekurangan zatgaram

c) Berat badan menurun dengancepat.

Tanda: Turgor kulit jelek, membran mukosa kering.

 Neurosensori Gejala:

Pusing, sinkope (pingsan sejenak),gemetar.

Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum Lemah


Tanda-Tanda Vital Suhu : 36,8 ºC

 Nadi : Takikardi 110x/menit TD : 90/70 mmHg

RR : Takipnea24x/menit

Kepala danWajah

Wajah pucat, tulang kepala normal, terdapat nyeri kepala karena hipotensi

Mata

Simestris, konjungtiva merah muda, tidak terdapat lesi dan benjolan, selera

putih

Telinga

Tidak ada lesi, tidak ada nyeri tekan

Hidung

Tidak ada lesi, bentuknya simetris, tidak ada gangguan penciuman

Mulut

Mukosa mulut kering, lidah terlihat pucat, tidak ada lesi pada gusi

Leher

I : tidak ada massa, tidak ada pembesaran vena jugularis P :tidak ada

pembesaran tiroid, tidak ada nyeri tekan

Dada / Thorak Pemeriksaan paru:


I : Bentuk dada simetris, pergerakan dada cepat, adanya kontraksiotot bantu

nafas(dipsneu), terdapat pergerakan cuping hidung

P : Terdapat pergesekan dada tinggi P : Resonan

A : Terdapat suara ronkhi, krekels pada keadaan infeksi Pemeriksaan Jantung

I : Ictus Cordis tidak tampak

P : Ictus Cordis teraba pada ICS 5-6 mid clavikula line sinistra P : Redup

A : Suara jantung melemah

Abdomen
I : Bentuk simetris

A : Bising usus meningkat

P : Nyeri tekan karena ada kram abdomen P : Timpani

Genatalia dan Sekitar Anus TerdapatHemoroid

Ekstremitas

Pasien tampak lemah, terdapat nyeri, penurunan tonus otot,

 penurunan rentang gerak, kelemahan otot, atrofi otot

Kulit danKuku

I : kulit kering, telapak tangan dan kaki pucat P : tidak ada nyeri tekan, turgor

kering

Status danneurologis

Gemetar, kesemutan, disorientasi waktu, letargi, kelelahan mental, cemas,

peka rangsangan

Terapi

1) Infus NaCl 0,9% 2000 cc/ 24jam

Ceftriaxone 2x1 gram ,IV

Dexamethasone 2 x1 amp,IV

Ranitidine 3x1 amp,IV

 Novalgin 3x1 amp,IV


 Neurobion 1x1 Amp,IM

Paracetamol 3 x 500mg

DiagnosaKeperawatan

a. Kekurangan Volume Cairan berhubungan dengan

ketidakseimbangan input danoutput

 b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhantubuh

 berhubungan dengan hipoglikemia


Laporan Pendahuluan

1. Definisi

Coronavirus disease 2019 (COVID-19) merupakan penyakit infeksi saluran pernapasan yang
disebabkan oleh severe acute respiratory syndrome virus corona 2 (SARS-CoV-2) atau yang
sering disebut virus Corona. Virus ini memiliki tingkat mutasi yang tinggi dan merupakan
patogen zoonotik yang dapat menetap pada manusia dan binatang dengan presentasi klinis
yang sangat beragam, mulai dari asimtomatik, gejala ringan sampai berat, bahkan sampai
kematian.

Penyakit ini dilaporkan memiliki tingkat mortalitas 2-3%. Beberapa faktor risiko dapat
memperberat keluaran pasien, seperti usia >50 tahun, pasien imunokompromais, hipertensi,
penyakit kardiovaskular, diabetes mellitus, penyakit paru, dan penyakit jantung.[1-3]

COVID-19 dapat dicurigai pada pasien yang memiliki gejala saluran pernapasan, seperti demam
>38⁰C, batuk, pilek, sakit tenggorokan yang disertai dengan riwayat bepergianke daerah dengan
transmisi lokal atau riwayat kontak dengan kasus suspek atau kasus konfirmasi COVID-19. Hasil
pemeriksaan laboratorium pada pasien COVID-19 tidak spesifik, tetapi limfopenia, peningkatan
laktat dehidrogenase, dan peningkatan aminotransferase, umumnya sering ditemukan.

2. Patofisiologis

Patofisiologi COVID-19 diawali dengan interaksi protein spike virus dengan sel manusia. Setelah
memasuki sel, encoding genome akan terjadi dan memfasilitasi ekspresi gen yang membantu
adaptasi severe acute respiratory syndrome virus corona 2 pada inang. Rekombinasi,
pertukaran gen, insersi gen, atau delesi, akan menyebabkan perubahan genom yang
menyebabkan outbreak di kemudian hari.[2,3]

Severe acute respiratory syndrome virus corona 2 (SARS-CoV-2) menggunakan reseptor


angiotensin converting enzyme 2 (ACE2) yang ditemukan pada traktus respiratorius bawah
manusia dan enterosit usus kecil sebagai reseptor masuk. Glikoprotein spike (S) virus melekat
pada reseptor ACE2 pada permukaan sel manusia. Subunit S1 memiliki fungsi sebagai pengatur
receptor binding domain (RBD). Sedangkan subunit S2 memiliki fungsi dalam fusi membran
antara sel virus dan sel inang.
Setelah terjadi fusi membran, RNA virus akan dikeluarkan dalam sitoplasma sel inang. RNA virus
akan mentranslasikan poliprotein pp1a dan pp1ab dan membentuk kompleks replikasi-
transkripsi (RTC). Selanjutnya, RTC akan mereplikasi dan menyintesis subgenomik RNA yang
mengodekan pembentukan protein struktural dan tambahan.

3. Etiologi

Etiologi coronavirus disease 2019 (COVID-19) adalah virus dengan nama spesies severe acute
respiratory syndrome virus corona 2 yang disebut SARS-CoV-2.

- Virologi

SARS-CoV-2 merupakan virus yang mengandung genom single-stranded RNA yang positif.
Morfologi virus corona mempunyai proyeksi permukaan (spikes) glikoprotein yang
menunjukkan gambaran seperti menggunakan mahkota dan berukuran 80-160 nM dengan
polaritas positif 27-32 kb. Struktur protein utama SARS-CoV-2 adalah protein nukleokapsid (N),
protein matriks (M), glikoprotein spike (S), protein envelope (E) selubung, dan protein aksesoris
lainnya.

4. Diagnosiis

Langkah awal dalam penegakan diagnosis COVID-19 adalah dengan anamnesis serta menilai
risiko epidemiologi dan riwayat kontak pasien. Pemeriksaan reverse-transcriptase polymerase
chain reaction (RT-PCR) dari spesimen usap nasofaring merupakan baku emas diagnosis COVID-
19.

- Anamnesis

Gejala COVID-19 umumnya timbul setelah masa inkubasi 2–14 hari. Demam, lemas, dan batuk
kering merupakan gejala COVID-19 yang paling sering ditemukan. Selain itu, beberapa pasien
juga mengalami nyeri tenggorokan, mialgia, dispnea, dan batuk berdahak. Gejala
gastrointestinal seperti mual, muntah, dan diare juga dapat timbul pada pasien COVID-19.
Namun, beberapa pasien bisa saja tidak mengalami gejala atau asimtomatik. Beberapa kasus
menunjukkan gejala berat seperti pneumonia dan acute respiratory syndrome distress.

5. Penatalaksanaan
COVID-19 tergantung pada tingkat keparahan penyakitnya. Pada pasien dengan gejala ringan,
isolasi dapat dilakukan secara mandiri. Pada pasien dengan penyakit berat atau risiko
pemburukan, maka perawatan di fasilitas kesehatan diperlukan.

Terdapat skor RISE UP yang dapat membantu skrining awal prognosis pasien COVID-19 di unit
gawat darurat. Tenaga kesehatan dapat melakukan skoring dan menentukan prognosis pasien
COVID-19 dalam waktu 2 jam. Pasien dengan skor <10% maka dapat dilakukan isolasi mandiri di
luar rumah sakit, sedangkan skor >30% harus dirawat di rumah sakit dengan kemungkinan
membutuhkan intensive care unit.

Asuhan Keperawatan

Pada Pasien Dengan COVID-19

COVID-19 (Corona Virus) telah menjadi pandemi (wabah yang telah menyebar meluas
serempak di seluruh dunia). COVID-19 adalah jenis baru corona virus yang dapat menyebabkan
penyakit pernapasan mulai dari flu biasa hingga penyakit yang lebih parah seperti pneumonia
dan pada akhirnya menyebabkan kematian terutama pada kelompok rentan seperti orang tua,
anak-anak dan orang dengan kondisi tidak sehat.

Dari hasil laporan WHO per 18 Maret 2020 secara global COVID-19 telah menginfeksi 191.127
orang dengan total kematian 7807 orang. Kematian terbanyak terdapat di Cina 3231 orang, Itali
2503 orang dan Spanyol 491 orang.

Patofisiologi COVID-19

Coronavirus berasal dari banyak spesies hewan liar paling banyak pada spesies kelelawar, sama
dengan MERS dan SARS

Penyebaran COVID-19 terjadi dari orang ke orang (person-to-person). Paling banyak ditularkan
saat orang yang terinfeksi COVID-19 batuk, bersin, yang menginfeksi orang sehat.

Kasus Coronavirus jenis baru ini berawal dari Provinsi Wuhan, Cina. Dimana warga Wuhan
sering mengonsumsi hewan liar yang tersedia bebas di pasar-pasar di Wuhan.

Manifestasi / gejala klinis

Gejala orang dengan COVID-19 mulai dari gejala ringan dan berat yang muncul 2-14 hari setelah
orang tersebut terinfeksi COVID-19. Gejala yang ditemukan berupa demam, batuk kering dan
sesak nafas.

Perawat adalah salah satu tenaga kesehatan terdapan yang berperan dalam proses
penyembuhan pasien dengan COVID-19. Dalam melaksanakan praktik sebagai perawat wajib
memberikan asuhan keperawatan (askep). Berikut Askep pada pasien COVID-19

Definisi.

Asuhan keperawatan pada pasien dengan COVID-19

PENGKAJIAN

Pada pasien yang dicurigai COVID-19 (memiliki 3 gejala utama demam, batuk dan sesak) perlu
dilakukan pengkajian:
Riwayat perjalanan: Petugas kesehatan wajib mendapat secara rinci riwayat perjalanan pasien
saat ditemukan pasien demam dan penyakit pernapasan akut.

Pemeriksaan fisik: Pasien yang mengalami demam, batuk dan sesak napas dan telah melakukan
perjalanan ke Negara atau Daerah yang telah ditemukan COVID-19 perlu dilakukan isolasi
kurang lebih 14 hari.

DIAGNOSIS KEPERAWATAN

Hasil pengkajian dan respon yang diberikan pasien, paling banyak diagnosis keperawatan yang
diangkat pada COVID-19 adalah

Infeksi berhubungan dengan kegagalan untuk menghindari patogen akibat paparan COVID-19

Hipertermia berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme

Pola napas tidak efektif terkait dengan adanya sesak napas

Kecemasan terkait dengan etiologi penyakit yang tidak diketahui

Tujuan dan kriteria hasil

Cegah penyebaran infeksi

Pelajari lebih lanjut tentang penyakit dan penatalaksanaannya

Kontrol suhu tubuh

Frekuensi napas kembali normal

Kecemasan menurun

INTERVENSI KEPERAWATAN COVID-19

Berikut intervensi keperawatan yang dapat dilakukan pada pasien dengan COVID-19

Monitor vital sign: Pantau suhu pasien; infeksi biasanya dimulai dengan suhu tinggi; monitor
juga status pernapasan pasien karena sesak napas adalah gejala umum covid-19. Perlu juga
untuk dipantau saturasi oksigen pasien karena sesak napas berhubungan dengan kejadian
hipoksia

Maintain respiratory isolation: Simpan tisu di samping tempat tidur pasien; buang sekret
dengan benar; menginstruksikan pasien untuk menutup mulut saat batuk atau bersin
(menggunakan masker) dan menyarankan pengujung (siapa saja yang memasuki ruang
perawatan) tetap menggunakan masker atau batasi/hindari kontak langsung pasien dengan
pengunjung.

Terapkan hand hygiene: Ajari pasien dan orang yang telah kontak dengan pasien cuci tangan
pakai sabun dengan benar

Manage hyperthermi: Gunakan terapi yang tepat untuk suhu tinggi untuk mempertahankan
normotermia dan mengurangi kebutuhan metabolisme

Edukasi: Berikan informasi tentang penularan penyakit, pengujian diagnostik, proses penyakit,
komplikasi, dan perlindungan dari virus.

EVALUASI

Tujuan keperawatan dapat dipenuhi jika dibuktikan dengan:

Pasien dapat mencegah penyebaran infeksi

Pasien dapat belajar lebih banyak tentang penyakit dan penatalaksanaanya

Suhu tubuh pasien kembali normal

Pernapasan pasien normal

Kecemasan pasien berkurang

Anda mungkin juga menyukai