DISUSUN OLEH
Dosen Pengampu:
2021
Laporan Penunjang Hipertensi
1. HIPERTENSI
A. Definisi
Hipertensi adalah sebagai peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140 mmhg atau
tekanan diastolic sedikitnya 90 mmhg, hipertensi tidak hanya beresiko tinggi menderita
penyakit jantung, tetapi juga menderita penyakit lain, seperti saraf, ginjal, dan pembuluh
darah dan makin tinggi tekanan darah, makin besar resikonya. (Sylvia A. price)
B. Etiologi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 golongan.
1. Hipertensi Primer (esensial)
Disebut juga hipertensidiopatik karena tidak diketahui penyebabnya. Faktorgenetik,
lingkungan, hiperaktifitas sarat yang mempengaruhinya yaitu Simpatis sistem renin.
Angiotensin dan peningkatan Na +Ca intraseluler Faktor-faktor yang meningkatkan
resiko obesitas, merokok, alkohol dan polisitemia.
2. Hipertensi Sekunder
Penyebab yaitu : penggunaan estrogen, penyakit ginjal, sindrom cushing dan hipertensi
yang berhubungan dengan kehamilan.
Hipertensi pada usia lanjut dibedakan atas
1. Hipertensi dimana tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140 mmHg dan
/atau tekanan diastolik sama atau lebih besar dari 90 mmHg
2. Hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan sistolik lebih besar dari 160
mmHg dan tekanan diastolik lebih rendah dari 90 mmHg.
Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya perubaha-perubahan
1. Elastisitas dinding aorta menurun
2. Katub jantung menebaldan menjadi kaku
3. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudahn
berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah menurun1
menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
4. Kehilangan elastisitas pembuluh darah Hal ini terjadi karena kurangnya
efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi
5. Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer
C. Mantiestasi Klinis
Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi:
a Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang Spesitik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan
tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang
memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arteriat tidak akan pernah terdiagnosa
jika tekanan arteri tidak terukur.
b. Gejala yang lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri kepala
dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan gejala terlazim yang mengenai
kebanyakan pasien yang mencari pertolangan medis
Beberapa pasien yang menderita hipertensiyaitu:
a. Mengeluh sakit kepala, pusing
b. Mual
c. Lemas, kelelahan
d. Muntah
e. Sesak nafas
f. Epistaksis
g. Gelisah
h. Kesadaran menurun
D.Masalah yang Lazim Muncul
1. Penurunan Curah jantun8 b.d peningkatan afterloa d, vasokonstriksi,
hipertrofi/rigiditas ventrikuler, iskemia miokardhr s0
2. Nyeri akut b.d peningkatan tekanan vaskuler serebral dan iskemia
hai
306)
3. Kelebihan volume cairan
283)
4. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan, ketidakseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen ha. 279)
5. Ketidakefektifan koping
6. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak 30
7. Resiko cidera 1
8. Defisiensi pengetahuanh 244)
9. Ansietashal 241
E. Discharge Planning
1. Berhenti merokok
2. Pertahankan gaya hidup sehat
3. Belajar untuk rilek dan mengendalikan stress
4. Batasi konsumsi alcohol
5. Penjelasan mengenai hipertensi
6. Jika sudah mengguanakan obat hipertensi teruskan penggunaannya secara rutin
7. Diet garam serta pengendalian berat badan
8. eriksatekanan darah secara teratur
1. Pemeriksaan laboratorium
- Hb/Ht : untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan (viskositas) dan
dapat mengindikasikan faktor resiko seperti hipokoagulabilitas, anemia.
- Bun / kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi / fungsi ginjal.
- Glucosa : Hiperglikemi ( DM adalah pencetus hipertensi ) dapat diakibatkan oleh
pengeluaran kadar ketokolamin.
- Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal danata DM.
2. CT Scan : Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati
3. EKG : Dapat menunjukkan pola regangan, dimana luas, peninggian gelombang P adalah
salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
4. IUP : Mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti : Batu Ginjal, Perbaikan Ginjal.
5. Photo Dada : Menunjukkan Destruksi kalsifikasi pada area katup, pembesaran jantung.
TINJAUAN PUSTAKA
2) Jenis kelamin dan usia Laki - laki berusia 35- 50 tahun dan wanita menopause
beresiko tinggi untuk mengalami hipertensi. Jika usia bertambah maka tekanan darah 11
meningkat faktor ini tidak dapat dikendalikan serta jenis kelamin laki–laki lebih tinggi dari pada
perempuan.
5) Gaya hidup Faktor ini dapat dikendalikan dengan pasien hidup dengan pola hidup sehat dengan
menghindari faktor pemicu hipertensi yaitu merokok, dengan merokok berkaitan dengan jumlah
rokok yang dihisap dalam waktu sehari dan dapat menghabiskan berapa putung rokok dan lama
merokok berpengaruh dengan tekanan darah pasien. Konsumsi alkohol yang sering, atau
berlebihan dan terus menerus dapat meningkatkan tekanan darah pasien sebaiknya jika memiliki
tekanan darah tinggi pasien diminta untuk 12 menghindari alkohol agar tekanan darah pasien
dalam batas stabil dan pelihara gaya hidup sehat penting agar terhindar dari komplikasi yang bisa
terjadi.
b. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder terjadiakibat penyebab yang jelas.salah satu contoh hipertensi sekunder
adalah hipertensi vaskular rena, yang terjadiakibat stenosi arteri renalis. Kelainan ini dapat
bersifat kongenital atau akibat aterosklerosis.stenosis arteri renalis menurunkan aliran darah ke
ginjalsehingga terjadi pengaktifan baroreseptor ginjal, perangsangan pelepasn renin, dan
pembentukan angiostenin II. Angiostenin II secara langsung meningkatkan tekanan darahdan
secara tidak langsung meningkatkan sintesis andosteron danreabsorbsi natrium. Apabiladapat
dilakukan perbaikan pada stenosis,atau apabila ginjal yang terkena diangkat,tekanan darah akan
kembalike normal (Aspiani, 2014).
3. Patofisiologi
Tekanan arteri sistemik adalah hasil dari perkalian cardiac output (curah jantung) dengan total
tahanan prifer. Cardiac output (curah jantung) diperoleh dari perkalian antara stroke volume
dengan heart rate (denyut jantug). Pengaturan tahanan perifer dipertahankan oleh sistem saraf
otonom dan sirkulasi hormon. Empat sistem kontrol yang berperan dalam mempertahankan
tekanan darah antara lain sistem baroreseptor arteri, pengaturan volume cairan tubuh, sistem renin
angiotensin dan autoregulasi vaskular (Udjianti, 2010).
Tanda dan gejala utama hipertensi adalah (Aspiani, 2014) menyebutkan gejala umum yang
ditimbulkan akibat hipertensi atau tekanan darah tinggi tidak sama pada setiap orang, bahkan
terkadang timbul tanpa tanda gejala. Secara umum gejala yang dikeluhkan oleh penderita
hipertensi sebagai berikut:
a. Sakit kepala
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita hipertensi yaitu : (Aspiani, 2014)
a. Stroke terjadi akibat hemoragi disebabkan oleh tekanan darah tinggi di otak dan akibat embolus
yang terlepas dari pembuluh selain otak yang terpajan tekanan darah tinggi.
b. Infark miokard dapat terjadi bila arteri koroner yang arterosklerotik tidak dapat menyuplai
cukup oksigen ke miokardium dan apabila membentuk 12 trombus yang bisa memperlambat
aliran darah melewati pembuluh darah. Hipertensi kronis dan hipertrofi ventrikel, kebutuhan
oksigen miokardium tidak dapat dipenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan
infark. Sedangkan hipertrofi ventrikel dapat menyebabkan perubahan waktu hantaran listrik
melintasi ventrikel terjadilah disritmia, hipoksia jantung, dan peningkatan resiko pembentukan
bekuan.
c. Gagal jantung dapat disebabkan oleh peningkatan darah tinggi. Penderita hipertensi, beban
kerja jantung akan meningkat, otot jantung akan mengendor dan berkurang elastisitasnya, disebut
dekompensasi. Akibatnya jantung tidak mampu lagi memompa, banyak cairan tertahan diparu
yang dapat menyebabkan sesak nafas (eudema) kondisi ini disebut gagal jantung.
d. Ginjal tekanan darah tinggi bisa menyebabkan kerusakan ginjal. Merusak sistem penyaringan
dalam ginjal akibat ginjal tidak dapat membuat zat-zat yang tidak dibutuhkan tubuh yang masuk
melalui aliran darah dan terjadi penumpukan dalam tubuh.
7. Penatalaksanaan
b. Pengaturan diet
1) Rendah garam, diet rendah garam dapat menurunkan tekanan darah pada klien hipertensi.
Dengan pengurangan konsumsi garam dapat mengurangi stimulasi sistem renin- angiostensin
sehingga sangata berpotensi sebagai anti hipertensi. Jumlah asupan natrium yang dianjurkan 50-
100 mmol atau setara dengan 3-6 gram garam per hari.
2) Diet tinggi kalium, dapat menurunkan tekanan darah tetapi mekanismenya belum jelas.
Pemberian kalium secara intravena dapat menyebabkan vasodilatasi, yang dipercaya dimediasi
oleh oksidanitat pada dinding vaskular.
2. DIABETES MELLITUS
A. Definisi
Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemi yang
berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat lemak, dan protein yang disebabkan
oleh penurunan sekresi insulin atau penurunan sensitivitas insulin atau keduanya dan
menyebabkan komplikasi kronis mikrovaskular, makrovaskular, dan neuropati. (Yuliana elin,
2009) Klasifikasi diabetes mellitus
1) Klasifikasi Klinis
a. DM
Tipe :1DDM
Disebabkan oleh destruksi sel beta pulau langerhans akibat proses autoimun.
Disebabkan oleh kegagalan relatif sel beta dan resistensi insulin. Resistensi insulin adalah
turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan
untuk menghambat produksi glukosa oleh hati:
C. Diabetes Kehamilan
B. Etiologi
1. DMtipe
Diabetes yang tergantung insulin ditandai dengan penghancuran sel-sel beta pancreas yang
disebabkan oleh:
Faktor genetic penderita tidak mewarisi diabetes tipe itu sendiri, tetap mewarisi Suatu
predisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe
-Faktor imunologi (autoimun)
-Faktor lingkungan: virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang menimbulkan
estruksisl beta
2. DM tipe lI
Disebabkan ofeh kegagalan relative sel beta dan resistensi insulin. Faktor resiko yang
Derhubungan dengan proses terjadinya diabetes tipe li: usia, obesitas, riwayat dan keluarga
Hasil pemeriksaan glukosa darah 2jam pasca pembedahan dibagi menjadi 3 yaitu: (Sudoyo
Aru,dkk 2009)
1. <140 mg/dlnormal
3. 200mg/dLdiabetes
C. Manifestasi Klinis
yang meningkatkan pengeliuaran urin (poliuria) dan timbul rasa haus (polidipsia)
5. Gejala lain yang dikeluhkan adalah kesemuatan, gatal, mata kabur, impotensi, peruritas vulva
Kriteria diagnosis DM: (Sudoyo Aru,dkk 2009)
2. Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu harí tanpa
memperhatikan waktu
3. Gejala klasik DM+glukosa plasma >126 mg/dL (7,0 mmo/1) Puasa diartikan pasien tidak
mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam
4. Glukosa plasma 2 jam pada TTGO200 mg/dL (11.1 mmol/L) IGO dilakukan dengan standar
WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrus dilarutkan
kedalam air Penatalaksanaan Insulin pda DM tipe 2 diperlukan pada keadaan:
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d gangguan keseimbangan insulin,
makanan dan aktivitas jasmani1
4. Resiko infeksi b.d trauma pada jaringan, proses penyakit (diabetes mellitus) Retensi urine b.d
inkomplit pengosongan kandung kemih, sfingter kuat dan poliuri
6. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan sirkulasi darah keperifer, proses
penyakit (DM)
8. Keletihan
TINJAUAN PUSTAKA
3. REUMATHOID ATRITIS
A. Definisi
B. Etiologi
Penyebab utama kelainan ini tidak diketahui. Ada beberapa teori yane dikemukakan
mengenai penyebab rheumatoid atritis, yaitu:
2. Endokrin
3. Autoimun
4. Metabolic
Pada saat ini, rheumatoid atritis diduga disebabkan oleh factor autoimun dan infeksi.
Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen tipe ll; factor injeksi mungkin disebabkan oleh virus
dan organisme mikroplasma atau group difterioid yang menghasilkan antigen kolagen tipe l
dari tulang rawan sendi penderita Kelainan yang dapat terjadi pada suatu atritis rheumatoid
yaitu:
Perubahan patologis yang dapat terjadi pada jaringan ekstra-artikuler adalah: Otot: terjadi
miopati Nodul subkutan Pembuluh darah terifer: terjadi proliferasi tunika intima, lesi pada
pembuluh darah ar eriol dan venosa Kelenjar limfe: terjadi pembesaran limfe yang berasal
darl aloiran limfe sendi, hiperplasi folikuler, peningkatan aktivitas system retikuloendotelial
dan proliferasi yang mengakibatkan splenomegaly Saraf: terjadi nekrosis fokal, reaksi
epiteloid serta infiltrasileukosit Visera
C. Manifestasi klinis
Gejala awal terjadi pada beberapa sendi sehing8a disebut poll atritis rheumatoid. Persendian
yans paling sering terkena adalah sendi tangan, pergelangan tangan, sendi lutut, sendi siku,
pergelangan kaki, sendi bahu serta sendi panggul dan biasanya bersifat bilateral/simetris.
Tetapi kadang-kadang hanya terjadi pada satu sendi disebut atritis rheumatoid mono
artikular. (Chairuddin, 2003)
1. Stadium awal
Malaise, penurunan BB, rasa capek, sedikit demam dan anemia. Gejala lokal
yang berupa pembengkakan, nyeri dan gangguan gerak pada sendi matakarpofalangeal
Pemeriksaan fisik: tenosinofitas pad daerah ekstensor pergelangan tangan dan fleksor jari-
jari, Pada sendi besar (misalnya sendi lutut) gejala peradangan lokal berupa pembengkakan
nyeri serta tanda-tanda efusi sendi
2. Stadium lanjut
2. Laju Endap Darah: Umumnya meningkat pesat ( 80-100 mm/h) ungkin kembali normal
sewaktugejala-gejala meningkat
penyebab AR.
7. Sinar x dari sendi yang sakit: menunjukkan pembengkakan pada jaringan lunak, erosi sendi,
dan osteoporosis dari tulang yang berdekatan (perubahan awal) berkembang menjadi formasi
kista tulang, memperkecil jarak sendi dan subluksasio. Perubahan osteoartristik yang terjadi
secara bersamaan.
Penatalaksanaan
1. Pendidikan pada pasien mengenai penyakitnya dan penatalaksanaan yang 10. Biopsi
membrane sinovial menunjukkan perubahan inflamasi dan perkembangan panas
Penatalaksanaan Setelah diagnosis AR dapat ditegakkan, pendekatan pertama yang harUs
dilakukan adalah segera berusaha untuk membina hubungan yang baik antara pasien dengan
keluarganya dengan dokter atau tim pengobatan yang merawatnya..
pasien
Penatalaksanaan
2. OAINS diberikan sejak dini untuk mengatasi nyeri sendi akibatsering dijumpai.
OAINS yang dapat diberikan: kibat inflamas yan8
a. Aspirin;, pasien dibawah 50 tahun dapat mular dengan dosis 3-4x1e/hari. kemudian
dinaikkan 0,3-0, per mingeu Sampar terjadi perbaikan atau 10. Biopsi membrane sinovial
menunjukkan perubahan inflamasi dan perkembangan panas
Setelah diagnosis AR dapat ditegakkan, pendekatan pertama yang harUs dilakukan adalah
segera berusaha untuk membina hubungan yang baik antara
pasien dengan keluarganya dengan dokter atau tim pengobatan yang merawatnya..
1. Pendidikan pada pasien mengenai penyakitnya dan penatalaksanaan yang akan dilakukan in
hubungan baik dan terjamin ketaatan pasien
2. OAINS diberikan sejak dini untuk mengatasi nyeri sendi akiba sering dijumpai. OAINS yang
dapat diberikan: kibat inflamas yan8
kemudian dinaikkan 0,3-0,6 8 per mingeu Sampar terjadi perbaikan atau gejala toksik. Dosis
terapi 20-30 mg/dl.
b. Ibuprofen, naproksen, piroksikam, diklofenak, dan sebagainya. gejala toksik. Dosis terapi
20-30 mg/dl.
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan proses pengumpulan data secara sistematis yang bertujuan untuk
menentukan status kesehatan dan fungsional dan untuk menentukan pola respon pasien.
Hal yang perlu dikaji adalah:
a. Data demografi
b. Riwayat keluarga lengkap dengan genogram 28
c. Riwayat pekerjaan yakni pekerjaan sebelm sakit dan pekerjaan saat ini
d. Riwayat lingkungan hidup terdapat tipe tempat tinggal,kondisi tempat tinggal
e. Riwayat rekreasi yakni hobi, liburan atau perjalanan
f. Sistem pendukung yakni pelayanan kesehatan dirumah, perawatan sehari-hari yang
dilakukan keluarga
g. Status kesehatan yakni keluhan utama, aspek nyeri, obat-obatan yang dikonsumsi,
status imunisasi, riwayat alergi
h. Aktivitas hidup sehari-hari seperti mandi, berpakaian, makan, ke kamar kecil, berpindah
dan kontinen
i. Pemenuhan kebutuhan sehri-hari berisi tentang oksigenasi, cairan dan elektrolit, nutrisi,
eliminasi, aktivitas, istirahat dan tidur, personal hygiene, seksual, rekreasi, psikologis
j. Tinjauan system berisi tentang keadaan umum, tingkat kesadaran, tanda-tanda vital,
kepala, mata, telinga, hidung, leher dada, punggung, abdomen, pinggang, ekstremitas atas
dan bawah, system immune, genetalia, reproduksi, persarafan dan pengecapan
k. Data penunjang berisi berisi hsil Laboratorim, radiologi, EKG, USG, CT- Scan, dan lain-
lain.
Beberapa aspek yang harus diperhatikan perawat dalam mengkaji nyeri antara lain
(Andarmoyo, 2013) :
1) Penentuan ada tidaknya nyeri Hal terpenting yang dilakukan perawat ketika mengkaji
adanya nyeri adalah penentuan ada tidaknya nyeripada pasien
2) Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri 29 Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri
diantaranya usia, jenis kelamin, kebudayaan, makna nyeri, perhatian, ansietas, keletihan,
pengalaman sebelumnya, gaya koping, dukungan keluarga dan sosial
3) Ekspresi nyeri Amati cara verbal dan non verbal pasien dalam mengekspresikan nyeri
yang dirasakan. Meringis dan memegang salah satu bagian tubuh, merupakan contoh
ekspresi nyeri secara non verbal
4) Karakteristik nyeri Pendekatan analisis symptomdapat dilakukan saat pengkajian.
Karakteristik nyeri dikaji dengan istilah PQRST sebagai berikut :
a) P (provokatif atau paliatif) merupakan data dari penyebab atau sumber nyeri,
pertanyaan yang ditujukan pada pasien berupa :
(1) Apa yang menyebabkan gejala nyeri ?
(2) Apa saja yang mampu mengurangi ataupun memperberat nyeri ?
(3) Apa yang dilakukan ketika nyeri pertama kali dirasakan ?
b) Q ( kualitas atau kuantitas ) merupakan data yang menyebutkan seperti apa nyeri yang
dirasakan pasien, pertanyaan yang dapat berupa :
(1) Dari segi kualitas, bagaimana gejala nyeri yang dirasakan ?
(2) Dari segi kuantitas, sejauh mana nyeri yang dirasakan pasien sekarang dengan nyeri
yang dirasakan sebelumnya. Apakah nyeri mengganggu aktifitas ?
c) R ( regional atau area yang terpapar nyeri atau radiasi ) merupakan data dimana lokasi
nyeri yang dirasakan pasien, pertanyaan dapat berupa:
(1) Dimana gejala nyeri terasa ? 30
(2) Apakah nyeri dirasakan menyebar atau merambat ? d) S ( skala ) merupakan data
mengenai seberapa parah nyeri yang dirasakan pasien, pertanyaan yang ditujukan pada
pasien yakni :
(1) Seberapa parah nyeri yang dirasakan pasien jika diberi rentang angka 1-10? e) T
( timing atau waktu ) merupakan data mengenai kapan nyeri dirasakan, pertanyaan yang
ditujukan kepada pasien dapat berupa :
(1) Kapan gejala nyeri mulai dirasakan ?
(2) Seberapa sering nyeri terasa, apakah tiba-tiba atau bertahap ?
(3) Berapa lama nyeri berlangsung ?
(4) Apakah terjadi kekambuhan atau nyeri secara bertahap ?
2. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons
pasien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang
berlangsung aktual mapun potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan untuk
mengidentifikasi resons klien individu, keluarga, dan komunitas terhadap situasi yang
berkaitan dengan kesehatan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016)
1. Definisi
2. Etiologi
1. Factorgenetic
Keiadian LES yang lebih tinggi pada kembar monozigotik (25%) dibandingkan
dengan kembar dizigotik (3%), peningkatan frekuensi LES pada keluarga penderita LES
dibandingkan dengan control sehat dan peningkatan prevalensi LES pada kelompok
etnik tertentu, menguatkan dugaan bahwa factor genetic berperan dalam pathogenesis
LES.
2. Factor hormonal
3. Autoantibody
11 kriteria dan terdapat 4 kriteria maka diagnosis LES dapat ditega kkan
1. Ruam malar
3. Fotosensitifitas
5. Arthritis
7. Kelainan ginjal, yaitu proteinuria persisten >0,5 gr/hari, atau adalah silindero
atau trombositopenia
10. Kelainanimunologik yaitu sel LES positif atau anti DNA positif, atau anti snl
Kecurigaan akan penyakit LES bila dijumpai 2 atau lebih keterlibatan organ
seperti:
berat badan
1. Pemeriksaan darah
2. Imunologi
ANA (antibodi antí nuklear) Anti bodi DNA untai ganda( ds DNA) meningkat Kadar
komplemen C3 dan C4 menurun Tes CRP(C-reactive protein ) positif
3. Fungsi ginjal
Kreatinin serum meningkat Penurunan GFR Protein uri (>0.5gram per 24 jam)
Ditemukan sel darah merah dan atau sedimen granular
Adanya pita Fg 6 yang khas dan atau deposit lg M pada persambungan dermo-epidermis
pada kulit yang terlibat dan yang tidak Penatalaksanaan Penatalaksaan SLE harus
mencakup obat, diet, aktivitas yang melibatkan anyak ahli. Alat pemantau pengobatan
pasien LES adalah evaluasi klinis dan ratoris yang sering untuk menyesuaikan obat dan
mengenaliserta menangans aktivitas penyakit.
1. Pengkajian
a. Anamnesis riwayat kesehatan sekarang dan pemeriksaan fisik difokuskan pada
gejala sekarang dan gejala yang pernah dialami seperti keluhan mudah lelah, lemah, nyeri, kaku,
demam/panas, anoreksia dan efek gejala tersebut terhadap gaya hidup serta citra diri pasien.
b. Kulit
Ruam eritematous, plak eritematous pada kulit kepala, muka atau
leher.
c. Kardiovaskuler
a. Friction rub perikardium yang menyertai miokarditis dan efusi pleura.
Lesi eritematous papuler dan purpura yang menjadi nekrosis menunjukkan
gangguan vaskuler terjadi di ujung jari tangan, siku, jari kaki dan
permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tanga.
d. Sistem Muskuloskeletal
i. Pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika bergerak,
rasa kaku pada pagi hari.
e. Sistem integument
Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang
melintang pangkal hidung serta pipi.
Ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi atau palatum durum.
f. Sistem pernafasan
Pleuritis atau efusi pleura.
g. Sistem vaskuler
i. Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi papuler,
eritematous dan purpura di ujung jari kaki, tangan, siku serta
permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tangan dan
berlanjut nekrosis.
h. Sistem Renal
Edema dan hematuria.
i. Sistem saraf
i. Sering terjadi depresi dan psikosis, juga serangan kejang-kejang,
manifestasi SSP lainnya.
2. Masalah Keperawatan
a. Nyeri
b. Gangguan integritas kulit
c. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
d. Kerusakan mobilitas fisik
e. Gangguan citra tubuh
3. INTERVENSI
1. Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan kerusakan jaringan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan
pasien tidak merasakan nyeri.
Kriteria Hasil :
Mengungkapkan keluhan hilangnya/berkurangnya nyeri
Menunjukkan posisi/ekspresi wajah rileks
Dapat beristirahat dan mendapatkan pola tidur yang adekuat.
Intervensi :
I : Tutup luka sesegera mungkin kecuali perawatan luka bakar
metode pemajanan pada udara terbuka.
R : suhu berubah dan gerakan udara dapat menyebabkan nyeri
hebat pada pemajanan ujung saraf
I : Pertahankan suhu lingkungan nyaman, berikan lampu
penghangat, penutup tubuh hangat
R : pengaturan suhu dapat hilang karena luka bakar mayor.
Sumber panas eksternal perlu untuk mencegah menggigil.
I : Kaji keluhan nyeri. Perhatikan lokasi/karakter dan
intensitas (skala 0-10).
R : Nyeri hampir selalu ada pada beberapa derajat beratnya.
I : Lakukan penggantian balutan dan debridemen setelah
pasien di beri obat dan/atau pada hidroterapi
R : Keterlibatan jaringan/kerusakan tetapi biasanya paling
berat selama penggantian balutan dan debridemen.
I : Dorong penggunaan teknik manajemen stress, contoh
relaksasi progresif, napas dalam, bimbingan imajinasi dan
visualisasi.
R : pernyataan memungkinkan pengungkapan emosi dan dapat
meningkatkan mekanisme koping memfokuskan kembali
perhatian, meningkatkan relaksasi dan meningkatkan rasa control,
yang dapat menurunkan ketergantungan farmakologis.
I : Berikan aktivitas terapeutik tepat untuk usia/kondisi.
R : membantu mengurangi konsentrasi nyeri yang di alami dan
kan kembali perhatian
2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan proses penyakit.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan
pasien dapat menunjukkan perilaku/teknik untuk meningkatkan
penyembuhan, mencegah komplikasi.
Kriteria Hasil :
Menjaga kebersihan di daerah lesi
Memakai alat pelindung kulit yang dapat menyebabkan iritasi
Intervensi :
I : Kaji kulit setiap hari. Catat warna, turgor,sirkulasi dan
sensasi. Gambarkan lesi dan amati perubahan
R : Menentukan garis dasar di mana perubahan pada status dapat di
bandingkan dan melakukan intervensi yang tepat
5. Hiperkolesterolemia
1. Definisi
(dislipidemia) di mana kadar kolesterol dalam darah lebih dari 240 mg/dl.
yang ditandai peningkatan kolesterol total, kolesterol LDL, trigliserida di atas nilai
Kadar kolesterol yang tinggi di dalam darah mempunyai peran penting dalam
Dari banyak penelitian kohort menunjukkan bahwa makin tinggi kadar kolesterol
darah, makin tinggi angka kejadian kelainan kardiovaskuler. Begitu juga sebaliknya,
di mana makin rendah kadar kolesterol maka makin rendah kejadian penyakit
kardiovaskuler sebesar 1,5 %. Begitu juga dengan besarnya kadar kolesterol LDL
tahun 1988 sebesar 13,4 % untuk wanita dan 11,4 % untuk pria. Pada MONICA II
tahun 1994 didapatkan meningkat menjadi 16,2 % untuk wanita dan 14 % pria.
mencapai 10,9 % dari total populasi pada tahun 2004. Penderita pada generasi muda,
yakni usia 25-34 tahun, mencapai 9,3 %. Wanita menjadi kelompok paling banyak
menderita masalah ini, yakni 14,5 %, atau hampir dua kali lipat kelompok laki-laki.
Penyebab Hiperkolesterolemia
penyakit lain seperti diabetes melitus, sindroma nefrotik serta faktor kebiasaan diet
Hiperkolesterolemia Poligenik
merupakan interaksi antara kelainan genetik yang multiple, nutrisi dan faktor
lingkungan lainnya serta memiliki lebih dari satu dasar metabolik. Penyakit ini
Hiperkolesterolemia Familial
Penyakit yang diturunkan ini terjadi akibat adanya defek gen pada reseptor
LDL permukaan membran sel tubuh. Ketidakadaan reseptor ini menyebabkan hati
tidak bisa mengabsorpsi LDL. Karena mengganggap LDL tidak ada, hati kemudian
memproduksi VLDL yang banyak ke dalam plasma. Pada pasien dengan
1000 mg/dL atau 4 sampai 6 kali dari orang normal. Banyak pasien ini meninggal
A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
Meliputi nama , umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, biasanya
stroke hemoragik ini banyak terjadi pada laki-laki, dikarnakan gaya hidup yang
kurang sehat, pendidikan, kalau dari segi pendidikan , penyakit stroke hemoragik
tidak memandang pendidikan, namanya penyakit bisa saja menyerang siapapun.
Alamat, biasanya stroke ini banyak terjadi di daerah sumatera barat, karna dari
segi jenis makanan, makanan di sumatera barat banyak mengandung lemak atau
kolesterol, untuk memicu terjadinya stroke, pekerjaan, agama, suku bangsa,
tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose medis.
2. Keluhan Utama
Keluhan yang didapatkan biasanya gangguan motorik kelemahan anggota gerak
sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi, nyeri kepala,
gangguan sensorik, kejang, penurunan kesadaran.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Serangan stroke infark biasanya didahului dengan serangan awal yang tidak
disadari oleh pasien, biasanya ditemukan gejala awal sering kesemutan, rasa
lemah pada salah satu anggota gerak. Pada serangan stroke hemoragik seringkali
berlangsung sangat mendadak, pada saat pasien melakukan aktifitas. Biasanya
terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping
gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, anemia, riwayat
trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan,
aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
5. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes
mellitus.
6. Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan,
pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga
faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran pasien dan
keluarga
7. Pemeriksaan fisik
a. Kesadaran
Biasanya pada pasien stroke mengalami tingkat kesadaran samnolen, apatis,
sopor, soporos coma, hingga coma dengan GCS < 12 pada awal terserang
stroke. Sedangkan pada saat pemulihan biasanya memiliki tingkat kesadaran
letargi dan compos metis dengan GCS 13-15. Tingkat kesadaran ini dibedakan
menjadi beberapa tingkat yaitu :
1. Composmentis, yaitu kondisi seseorang yang sadar sepenuhnya, baik
terhadap dirinya maupun terhadap lingkungannya dan dapat menjawab
pertanyaan yang ditanyakan pemeriksa dengan baik.
2. Apatis, yaitu kondisi seseorang yang tampak segan dan acuh tak acuh
terhadap lingkungannya.
3. Delirium, yaitu kondisi seseorang yang mengalami kekacauan
gerakan, siklus tidur bangun yang terganggu dan tampak gaduh
gelisah, kacau, disorientasi serta meronta-ronta.
4. Somnolen yaitu kondisi seseorang yang mengantuk namun masih
dapat sadar bila dirangsang, tetapi bila rangsang berhenti akan tertidur
kembali.
5. Sopor yaitu kondisi seseorang yang mengantuk yang dalam, namun
masih dapat dibangunkan dengan rangsang yang kuat, misalnya
rangsang nyeri, tetapi tidak terbangun sempurna dan tidak dapat
menjawab pertanyaan dengan baik.
6. Semi-coma yaitu penurunan kesadaran yang tidak memberikan
respons terhadap pertanyaan, tidak dapat dibangunkan sama sekali,
respons terhadap rangsang nyeri hanya sedikit, tetapi refleks kornea
dan pupil masih baik.
7. Coma yaitu penurunan kesadaran yang sangat dalam, memberikan
respons terhadap pertanyaan, tidak ada gerakan, dan tidak ada respons
terhadap rangsang nyeri.
b. Tanda-tanda vital
1. Tekanan darah
Biasanya pasien dengan stroke hemoragik memiliki riwayat tekanan
darah tinggi dengan tekanan systole > 140 dan diastole > 80.
2. Nadi
Biasanya nadi normal.
3. Pernafasan
Biasanya pasien stroke hemoragik mengalami gangguan pada bersihan
jalan napas.
4. Suhu
Biasanya tidak ada masalah suhu pada pasien dengan stroke
hemoragik.
c. Pemeriksaan fisik
1. Rambut
Biasanya tidak ditemukan masalah.
2. Wajah
Biasanya simetris, wajah pucat. Pada pemeriksaan Nervus V
(Trigeminal) : biasanya pasien bisa menyebutkan lokasi usapan dan
pada pasien koma, ketika diusap kornea mata dengan kapas halus,
klien akan menutup kelopak mata. Sedangkan pada Nervus VII
(facialis) : biasanya alis mata simetris, dapat mengangkat alis,
mengernyitkan dahi, mengernyitkan hidung, menggembungkan pipi,
saat pasien menggembungkan pipi tidak simetris kiri dan kanan
tergantung lokasi lemah dan saat diminta mengunyah pasien kesulitan
untuk mengunyah.
3. Mata
Biasanya konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil isokor,
kelopak mata tidak oedema. Pada pemeriksaan nervus II (optikus) :
biasanya luas pandang baik 90°, visus 6/6. Pada nervus III
(okulomotoris) : biasanya diameter pupil 2mm/2mm, pupil kadang
isokor dan anisokor, palpebra dan reflek kedip dapat dinilai jika pasien
bisa membuka mata . Nervus IV (troklearis) : biasanya pasien dapat
mengikuti arah tangan perawat ke atas dan bawah. Nervus VI
(abdusen) : biasanya hasil nya pasien dapat mengikuti arah tangan
perawat ke kiri dan kanan.
4. Hidung
Biasanya simetris kiri dan kanan, terpasang oksigen, tidak ada
pernapasan cuping hidung. Pada pemeriksan nervus I (olfaktorius) :
kadang ada yang bisa menyebutkan bau yang diberikan perawat
namun ada juga yang tidak, dan biasanya ketajaman penciuman antara
kiri dan kanan berbeda dan pada nervus VIII (akustikus) : biasanya
pada pasien yang tidak lemah anggota gerak atas, dapat melakukan
keseimbangan gerak tangan-hidung.
5. Mulut dan gigi
Biasanya pada pasien apatis, sopor, soporos coma hingga coma akan
mengalami masalah bau mulut, gigi kotor, mukosa bibir kering. Pada
pemeriksaan nervus VII (facialis) : biasanya lidah dapat mendorong
pipi kiri dan kanan, bibir simetris, dan dapat menyebutkan rasa manis
dan asin. Pada nervus IX (glossofaringeal) : biasanya ovule yang
terangkat tidak simetris, mencong kearah bagian tubuh yang lemah dan
pasien dapat merasakan rasa asam dan pahit. Pada nervus XII
(hipoglasus) : biasanya pasien dapat menjulurkan lidah dan dapat
dipencongkan ke kiri dan kanan namun artikulasi kurang jelas saat
bicara
6. Telinga
Biasanya sejajar daun telinga kiri dan kanan. Pada pemeriksaan nervus
VIII (akustikus) : biasanya pasien kurang bisa mendengarkan gesekan
jari dari perawat tergantung dimana lokasi kelemahan dan pasien
hanya dapat mendengar jika suara keras dan dengan artikulasi yang
jelas.
7. Leher
Pada pemeriksaan nervus X (vagus) : biasanya pasien stroke hemragik
mengalami gangguan menelan. Pada peemeriksaan kaku kuduku
biasanya (+) dan bludzensky 1 (+) .
B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan infark jaringan otak,
vasospasme serebral, edema serebral
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskuler.
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan neuromuskular.
C. Intervensi
No Diagnosa NOC NIC
1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan asuhan 1. Memonitir tekanan
perfusi jaringan keperawatan diharapkan intra kranial dan
serebral berhubungan fungsi serebral membaik tinjau oksegen
dengan infark jaringan dan fungsi jaringan otak 2. Berikan penjelasan
otak, vasospasme dapat tercapai secara kepada keluarga
serebral, edema optimal dengan Kriteria klien tentang sebab-
sebab gangguan
serebral hasil : perfusi jaringan otak
1. TTV daLam batas dan akibatnya.
normal. 3. Observasi dan catat
2. Kesadaran kembali tanda-tanda vital dan
membaik. kelainan tekanan
3. Ketidak efektifan intrakranial tiap dua
perfusi jaringan jam.
serebral teratasi. 4. Anjurkan untuk
menghindari batuk
dan mengejan yang
berlebihan.
5. Pantau TTVseperti
cata adanya
hipertensi atau
hipotensi.
6. Berikan posisi
kepala 30-450 dalam
posisi anotomis
(netral).
7. Ciptakan lingkungan
yang tenang dan
batasi pengunjung.
8. Kolaborasi dengan
tim dokter dalam
pemberian obat
neuroprotektor.
2. Hambatan mobilitas Setelah dilakukan asuhan 1. Mengkaji
fisik berhubungan keperawatan dengan kemammpuan klien
dengan gangguan Kriteria hasil : dalam melakukan
neuromuskuler. 1. Tidak terjadi aktifitas.
kontraktur sendi 2. Ubah posisi minimal
2. Bertambahnya setiap 2 jam
kekuatan otot (telentang, miring).
3. Klien menunjukkan 3. Ajarkan klien untuk
tindakan untuk melakukan latihan
meningkatkan gerak aktif pada
mobilitas ekstrimitas yang
tidak sakit.
4. Lakukan gerak pasif
pada ekstrimitas
yang sakit.
5. Ukur TTV klien
sebelum dan
sesudah tindakan
mobilisasi.
6. Libatkan keluarga
dalam melakukan
latihan gerak.
3. Defisit perawatan diri Setelah dilakukan asuhan 1. Berikan bantuan
berhubungan dengan keperawatan dengan terhadap kebutuhan
kelemahan kriteria hasil : yang benar-benar di
neuromuskular. Klien bersih dan klien perlukan.
dapat melakukan 2. Lakukan oral
kegiatan personal hygiene pada klien
hygiene secara minimal. dengan
membersihkan gigi,
bibir dan ildah.
3. Libatkan keluarga
dalam melakukan
personal hygiene.
4. Rapikan pakaian
klien jika klien
tampak berantakan
dan di ganti.
5. Konsultasi dengan
ahli fisioterapi.
LAPORAN PENDAHULUAN
6. GIANT CELL MYOCARDITID
A. Definisi
Miokarditis adalah peradangan jantung yang tidak berkaitan dengan penyakit arteri
koroner atau infark miokard (Corwin,2009).
Miokarditis adalah peradangan pada otot jantung atau miokardium (Muttaqin, 2009).
Sedangkan menurut Smeltzer dan Bare (2001) miokarditis adalah proses inflamasi di
miokardium.
Dalam kedokteran (kardiologi), miokarditis adalah peradangan otot jantung
(miokardium). Ini menyerupai serangan jantung tapi arteri koroner tidak terhalang.
B. Etiologi
1. Virus
2. Jamur
3. Bakteri
4. Parasit
5. Protozoa
6. Spirozeta
7. Proses hipersensitifitas;seperti demam rematik
C. Patofisiologi
Terbagi menjadi 3 fase dan setiap fase memiliki respon yang berbeda, yaitu :
1. Invasi oleh virus
2. Respons imun
3. Dilatasi kardiomiopati
No. Fase Respon
1. Invasi oleh Virus - Ekspresi cytokine
- Respon imun
- inflamasi
2. Respon imun - Kematian sel
- Disrupsi ECM
- Disfungsi myocite
- Fibrosis myokardial
3. Dilatasi Aktivasi RAS
Kardiomiopati Aktivasi beta-Ar
Fase akut berlangsung kira-kira satu minggu, dimana terjadi invasi virus
kemiokard,replikasi virus dan lisis sel. Kemudian terbentuk neutralizing antibody dan
virus akan dibersihkan atau dikurangi jumlahnya dengan bantuan makrofag dan natural
killercell (sel NK).
Pada fase berikutnya miokard diinfiltrasi oleh sel-sel radang dan system immune
akan diaktifkan antara lain dengan terbentuknya antibody terhadap miokard, akibat
perubahan permukaan sel yang terpajan oleh virus. Fase ini berlangsung beberapa
minggu sampai beberapa bulan dan diikuti kerusakan miokard dari yang minimal sampai
yang berat (FKUI, 1999).
Enterovirus sebagai penyebab miokarditis viral juga merusak sel-sel endotel juga
antibody endotel, diduga menjadi penyebab spasme mikrovaskular. Walaupun kelainan
mikrovaskular belum pasti, tapi sangat mungkin berasal dari respon imun atau kerusakan
endotel akibat infeksi virus. Jadi pada dasarnya terjadi spasme sirkulasi mikro yang
menyebabkan proses berulang antara obstruksi dan reperfusi yang mengakibatkan
larutnya matriks miokardium dan habisnya otot jantung secara fokal menyebabkan
rontoknya serabut otot, dilatasi jantung, dan hipertrofi miosit yang tersisa. Akibatnya
proses ini mengakibatkan habisnya kompensasi mekanis dan biokimiawi yang berakhir
dengan payah jantung.
D. Manifestasi Klinis
Gejala miokarditis akut tergantung pada jenis infeksinya, derajat kerusakan jantung
dan kemampuan memulihkan diri. Gejala bisa ringan atau tidak ada sama sekali. Pasien
mungkin hanya mengalami kelelahan dan dispnea, berdebar-debar dan kadang ada rasa
tak nyaman di dada dan perut atas.
Pemeriksaan klinis mungkin mungkin memperlihatkan pembesaran jantung, suara
jantung tambahan, irama gallop dan bising sistolik. Friction rub perikardial dapat juga
terdengar bila pasien mengalami perikarditis. Denyut alternans (denyut dimana terdapat
perubahan reguler antara denyut kuat dan lemah) mungkin ditemukan. Demam dan
takikardia sering ada dan gejala gagal jantung kongestif bisa terjadi.
E. Klasifikasi
F. Evaluasi diagnostik
1. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium untuk menentukan etiologi. Biakan darah dapat menemukan
sebagian besar organisme pathogen.Pada infeksi parasit terdapat eosinofilia sebagai laju
endapan meningkat. Enzim keratin kinase atau laktat dehidroginase (LDH) dapat
meningkat sesuai luasnya nekrosis miokard.
2. Elektrocardiograf
Muncul kelainan sinus takikardia, perubahan segmen ST dan gelembung T serta low
voltage. Kadang ditemukan aritmia arial atau ventrikuler, AV block, intra
ventrikulerconduction defek dan QT memanjang.
3. Foto thorak
Ukuran jantung sering membesar kadang disertai kongesti paru.
4. Ekokardiograf
Pada kedua ventrikel sering didapat hipokinesis, bersifat regional terutama di apeks.
Adanya penebalan dinding ventrikel, trombi ventrikel kiri, pengisian diastolic yang
abnormal dan efusi pericardial.
5. Radio Nuclide Scaning dan Magnetic Resonance Imaging.
Ditemukan adanya perubahan inflamasi dan kronis yang khas pada miokarditis.
6. Biopsy endomiokardial
Melalui biopsy tranvernous dapat diambil endomiokardium ventrikel kanan kiri. Hasil
biopsy yang positif memiliki nilai diagnostic sedang negative tidak dapat menyingkirkan
miokarditis. Diagnosis ditegakkan bila pada biopsy endomiokardial didapatkan nekrosis
atau degenerasi parasit yang dikelilingi infiltrasi sel sel radang.
G. Penatalaksanaan medis
Menurut Brunner dan Suddarth (2002), penatalaksanaan pada pasien miokarditis antara
lain :
1. Pasien diberi pengobatan khusus terhadap penyebab yang mendasari miokarditis
(misalnya penisilin untuk kuman steptokokus hemolitikus)
2. Lakukan bed rest total atau tirah baring untuk mengurangi beban jantung. Tirah
baring juga dapat mengurangi kerusakan miokardial residual dan komplikasi
miokarditis.
3. Lakukan evaluasi fungsi jantung dan fungsi tubuh untuk menentukan apakah telah
terjadi gagal jantung kongestif. Bila terjadi disritmia, pasien harus dirawat di unit
yang mempunyai sarana pemantauan jantung berkesinambungan sehingga
personel dan peralatan selalu tersedia bila terjadi disritmia yang mengancam jiwa.
4. Pasien dengan miokarditis sangat sensitif dengan digitalis maka pasien harus di
pantau dengan ketat terutama toksisitas digitalis yang ditandai dengan adanya
disritmia, anoreksia, nausea, muntah, bradikardi, sakit kepala dan malaise.
Stoking elastik dan latihan aktif serta pasif dilakukan karena embolisasi dari
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara
menyeluruh (Boedihartono, 1994 : 10).
Pengkajian pasien myocarditis (Marilynn E. Doenges, 1999) meliputi :
1. Aktivitas / istirahat
2. Sirkulasi
3. Kardiomegali, frivtion rub, murmur, irama gallop (S3 dan S4), edema, DVJ, petekie,
4. Eleminasi
urine.
5. Nyeri/ketidaknyamanan
- Gejala : nyeri pada dada anterior (sedang sampai berat/tajam) diperberat
6. Pernapasan
hari (miokarditis).
- Tanda : dispnea, DNP (dispnea nocturnal paroxismal) ; batuk, inspirasi
- Tanda : demam.
8. Penyuluhan / Pembelajaran
- Gejala : terapi intravena jangka panjang atau pengguanaan kateter
indwelling atau penyalahgunaan obat parenteral.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang nyata
maupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan (Boedihartono, 1994 : 17).
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan myocarditis (Doenges, 1999)
adalah :
1. Nyeri berhubungan dengan inflamasi miokardium, efek-efek sistemik dari infeksi,
iskemia jaringan.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan inflamasi dan degenerasi sel-sel otot
miokard, penurunan curah jantung.
3. Risiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan degenerasi otot
jantung, penurunan/kontriksi fungsi ventrikel.
4. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, rencana pengobatan
berhubungan dengan kurang pengetahuan/daya ingat, mis- intepretasi informasi,
keterbatasan kognitif, menyangkal diagnosa.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Definisi
2. Etiologi
- Insufisiensi AdrenalPrimer
- Prosesautoimun.
tuberculosis sistemik)
- Infeksi lain
- Bahan-bahankimia
- Iskemia.
adrenal.
c. AddisonianCrisis
atau penyakit.
3. Patofisioloogi
menyebabkan
arrest.
(insufisiensi adrenalakut).Akhirnya,
menghasilkan melanin,
menyebabkanpeningkatan
pigmentasi kulit dan membrane mukosa.Sehingga klien
kecokelatanpunmuncul.Defisiensiandrogengagaluntukme
nghasilkan
meningkatanproduksi
sebagai
hingga 4 minggu
dapatmenekanfungsikorteksadrenal,olehsebabitukemung
4. Manifestes klinis
muncul
kortikosteroid.
5. Pemeriksaan penunjang
a. UjiACTH
b. Plasma ACTH
c. PlasmaACTH,
d. Serum elektrolit
e. ADH meningkat,
f. Glukosa:hipoglikemia
Kasus
tahun, datang dengan keadaan lemah. Klien mengatakan bahwa 2 hari tidak
enak makan dan merasa mual muntah dan terdapat nyeri pada abdomen
saat ditekan.Selainituklienjugamengatakanbahwadarikemarenseringkeluar
masuk kamar mandi sekitar 5 kali dalam sehari. Klien mengatakan bahwa
tempat tidur . Klien juga telihat sangat kurus dan menurut keluarga klien
bising usus meningkat, terdapat hiperpigmentasi pada kulit dan kulit terlihat
menurundanterdapatpeningkatanpotassiumdankalsium,ADHmeningkat,pad
a
pemeriksaan urin terdapat diuresis dan klien oliguria. Klien tampak
suaminyabelum
Pengkajian
Identitas Klien
segalausia,namunpalingseringterjadipadaorangberusia30-50tahun.
KeluhanUtama
Klien mengatakan bahwa 2 hari tidak enak makan dan merasa mual muntah
dan terdapat nyeri pada abdomen saat di tekan. Selain itu klien juga
mengatakan bahwa dari kemarin sering keluar masuk kamar mandi sekitar 5
Ny. A merasakan lemas, kurangnya nafsu makan, mual muntah . Klien juga
berat badan sebanyak 10 kg. Terdapat hiperpigmentasi pada kulit dan kulit
Riwayat Kesehatanterdahulu
maupunkeluargasuaminyabelumpernahyangmengalami
penyakit tersebut.
Riwayat PenyakitKeluarga
Riwayat Psikososial
Ny. A terlihat bingung, apatis dan letargi pada saat datang ke rumah sakit.
PengkajianKeperawatan
Aktivitas/istirahat Gejala:
Latergi.
Sirkulasi Tanda:
Nadi perifermelemah.
Pengisisan kapilermemanjang.
abuan (peningkatanpigmentasi).
Integritas ego Gejala:
Eleminasi Gejala:
b) Kramabdomen.
diikuti denganoliguria.
Makanan/cairan Gejala:
Neurosensori Gejala:
Pemeriksaan Fisik
RR : Takipnea24x/menit
Kepala danWajah
Wajah pucat, tulang kepala normal, terdapat nyeri kepala karena hipotensi
Mata
Simestris, konjungtiva merah muda, tidak terdapat lesi dan benjolan, selera
putih
Telinga
Hidung
Mulut
Mukosa mulut kering, lidah terlihat pucat, tidak ada lesi pada gusi
Leher
I : tidak ada massa, tidak ada pembesaran vena jugularis P :tidak ada
P : Ictus Cordis teraba pada ICS 5-6 mid clavikula line sinistra P : Redup
Abdomen
I : Bentuk simetris
Ekstremitas
Kulit danKuku
I : kulit kering, telapak tangan dan kaki pucat P : tidak ada nyeri tekan, turgor
kering
Status danneurologis
peka rangsangan
Terapi
Dexamethasone 2 x1 amp,IV
Paracetamol 3 x 500mg
DiagnosaKeperawatan
1. Definisi
Coronavirus disease 2019 (COVID-19) merupakan penyakit infeksi saluran pernapasan yang
disebabkan oleh severe acute respiratory syndrome virus corona 2 (SARS-CoV-2) atau yang
sering disebut virus Corona. Virus ini memiliki tingkat mutasi yang tinggi dan merupakan
patogen zoonotik yang dapat menetap pada manusia dan binatang dengan presentasi klinis
yang sangat beragam, mulai dari asimtomatik, gejala ringan sampai berat, bahkan sampai
kematian.
Penyakit ini dilaporkan memiliki tingkat mortalitas 2-3%. Beberapa faktor risiko dapat
memperberat keluaran pasien, seperti usia >50 tahun, pasien imunokompromais, hipertensi,
penyakit kardiovaskular, diabetes mellitus, penyakit paru, dan penyakit jantung.[1-3]
COVID-19 dapat dicurigai pada pasien yang memiliki gejala saluran pernapasan, seperti demam
>38⁰C, batuk, pilek, sakit tenggorokan yang disertai dengan riwayat bepergianke daerah dengan
transmisi lokal atau riwayat kontak dengan kasus suspek atau kasus konfirmasi COVID-19. Hasil
pemeriksaan laboratorium pada pasien COVID-19 tidak spesifik, tetapi limfopenia, peningkatan
laktat dehidrogenase, dan peningkatan aminotransferase, umumnya sering ditemukan.
2. Patofisiologis
Patofisiologi COVID-19 diawali dengan interaksi protein spike virus dengan sel manusia. Setelah
memasuki sel, encoding genome akan terjadi dan memfasilitasi ekspresi gen yang membantu
adaptasi severe acute respiratory syndrome virus corona 2 pada inang. Rekombinasi,
pertukaran gen, insersi gen, atau delesi, akan menyebabkan perubahan genom yang
menyebabkan outbreak di kemudian hari.[2,3]
3. Etiologi
Etiologi coronavirus disease 2019 (COVID-19) adalah virus dengan nama spesies severe acute
respiratory syndrome virus corona 2 yang disebut SARS-CoV-2.
- Virologi
SARS-CoV-2 merupakan virus yang mengandung genom single-stranded RNA yang positif.
Morfologi virus corona mempunyai proyeksi permukaan (spikes) glikoprotein yang
menunjukkan gambaran seperti menggunakan mahkota dan berukuran 80-160 nM dengan
polaritas positif 27-32 kb. Struktur protein utama SARS-CoV-2 adalah protein nukleokapsid (N),
protein matriks (M), glikoprotein spike (S), protein envelope (E) selubung, dan protein aksesoris
lainnya.
4. Diagnosiis
Langkah awal dalam penegakan diagnosis COVID-19 adalah dengan anamnesis serta menilai
risiko epidemiologi dan riwayat kontak pasien. Pemeriksaan reverse-transcriptase polymerase
chain reaction (RT-PCR) dari spesimen usap nasofaring merupakan baku emas diagnosis COVID-
19.
- Anamnesis
Gejala COVID-19 umumnya timbul setelah masa inkubasi 2–14 hari. Demam, lemas, dan batuk
kering merupakan gejala COVID-19 yang paling sering ditemukan. Selain itu, beberapa pasien
juga mengalami nyeri tenggorokan, mialgia, dispnea, dan batuk berdahak. Gejala
gastrointestinal seperti mual, muntah, dan diare juga dapat timbul pada pasien COVID-19.
Namun, beberapa pasien bisa saja tidak mengalami gejala atau asimtomatik. Beberapa kasus
menunjukkan gejala berat seperti pneumonia dan acute respiratory syndrome distress.
5. Penatalaksanaan
COVID-19 tergantung pada tingkat keparahan penyakitnya. Pada pasien dengan gejala ringan,
isolasi dapat dilakukan secara mandiri. Pada pasien dengan penyakit berat atau risiko
pemburukan, maka perawatan di fasilitas kesehatan diperlukan.
Terdapat skor RISE UP yang dapat membantu skrining awal prognosis pasien COVID-19 di unit
gawat darurat. Tenaga kesehatan dapat melakukan skoring dan menentukan prognosis pasien
COVID-19 dalam waktu 2 jam. Pasien dengan skor <10% maka dapat dilakukan isolasi mandiri di
luar rumah sakit, sedangkan skor >30% harus dirawat di rumah sakit dengan kemungkinan
membutuhkan intensive care unit.
Asuhan Keperawatan
COVID-19 (Corona Virus) telah menjadi pandemi (wabah yang telah menyebar meluas
serempak di seluruh dunia). COVID-19 adalah jenis baru corona virus yang dapat menyebabkan
penyakit pernapasan mulai dari flu biasa hingga penyakit yang lebih parah seperti pneumonia
dan pada akhirnya menyebabkan kematian terutama pada kelompok rentan seperti orang tua,
anak-anak dan orang dengan kondisi tidak sehat.
Dari hasil laporan WHO per 18 Maret 2020 secara global COVID-19 telah menginfeksi 191.127
orang dengan total kematian 7807 orang. Kematian terbanyak terdapat di Cina 3231 orang, Itali
2503 orang dan Spanyol 491 orang.
Patofisiologi COVID-19
Coronavirus berasal dari banyak spesies hewan liar paling banyak pada spesies kelelawar, sama
dengan MERS dan SARS
Penyebaran COVID-19 terjadi dari orang ke orang (person-to-person). Paling banyak ditularkan
saat orang yang terinfeksi COVID-19 batuk, bersin, yang menginfeksi orang sehat.
Kasus Coronavirus jenis baru ini berawal dari Provinsi Wuhan, Cina. Dimana warga Wuhan
sering mengonsumsi hewan liar yang tersedia bebas di pasar-pasar di Wuhan.
Gejala orang dengan COVID-19 mulai dari gejala ringan dan berat yang muncul 2-14 hari setelah
orang tersebut terinfeksi COVID-19. Gejala yang ditemukan berupa demam, batuk kering dan
sesak nafas.
Perawat adalah salah satu tenaga kesehatan terdapan yang berperan dalam proses
penyembuhan pasien dengan COVID-19. Dalam melaksanakan praktik sebagai perawat wajib
memberikan asuhan keperawatan (askep). Berikut Askep pada pasien COVID-19
Definisi.
PENGKAJIAN
Pada pasien yang dicurigai COVID-19 (memiliki 3 gejala utama demam, batuk dan sesak) perlu
dilakukan pengkajian:
Riwayat perjalanan: Petugas kesehatan wajib mendapat secara rinci riwayat perjalanan pasien
saat ditemukan pasien demam dan penyakit pernapasan akut.
Pemeriksaan fisik: Pasien yang mengalami demam, batuk dan sesak napas dan telah melakukan
perjalanan ke Negara atau Daerah yang telah ditemukan COVID-19 perlu dilakukan isolasi
kurang lebih 14 hari.
DIAGNOSIS KEPERAWATAN
Hasil pengkajian dan respon yang diberikan pasien, paling banyak diagnosis keperawatan yang
diangkat pada COVID-19 adalah
Infeksi berhubungan dengan kegagalan untuk menghindari patogen akibat paparan COVID-19
Kecemasan menurun
Berikut intervensi keperawatan yang dapat dilakukan pada pasien dengan COVID-19
Monitor vital sign: Pantau suhu pasien; infeksi biasanya dimulai dengan suhu tinggi; monitor
juga status pernapasan pasien karena sesak napas adalah gejala umum covid-19. Perlu juga
untuk dipantau saturasi oksigen pasien karena sesak napas berhubungan dengan kejadian
hipoksia
Maintain respiratory isolation: Simpan tisu di samping tempat tidur pasien; buang sekret
dengan benar; menginstruksikan pasien untuk menutup mulut saat batuk atau bersin
(menggunakan masker) dan menyarankan pengujung (siapa saja yang memasuki ruang
perawatan) tetap menggunakan masker atau batasi/hindari kontak langsung pasien dengan
pengunjung.
Terapkan hand hygiene: Ajari pasien dan orang yang telah kontak dengan pasien cuci tangan
pakai sabun dengan benar
Manage hyperthermi: Gunakan terapi yang tepat untuk suhu tinggi untuk mempertahankan
normotermia dan mengurangi kebutuhan metabolisme
Edukasi: Berikan informasi tentang penularan penyakit, pengujian diagnostik, proses penyakit,
komplikasi, dan perlindungan dari virus.
EVALUASI