Anda di halaman 1dari 7

Patofisiologi

Kemampuan jantung untuk memompa darah untuk


memenuhi kebutuhan tubuh dipengaruhi oleh empat
faktor yaitu:
1. Preload
2. Afterload
3. Kontraktilitas miokardium
4. Frekuensi denyut jantung
1. Mekanisme kompensasi jantung
Mekanisme kompensasi jantung akibat penurunan curah
jantung yaitu, meningkatkan volume dan tekanan akhir
diastolik ventrikel kiri.
Miokardium berdilatasi untuk meningkatkan kontraksi
dan menghasilkan curah jantung optimal. Kemampuan
miokardium dioptimalkan sampai batas maksimal dengan
memperpanjang panjang awal otot jantung (filamen aktin
dan miosin) dan menambah elemen kontraktil untuk
meningkatkan kekuatan kontraksi miokardium.
Pada kelebihan beban volume, akibat hubungan dari kiri ke kanan yang
besar menyebabkan penurunan curah jantung meskipun fungsi sistolik
ventrikel normal. Awalnya terjadi perubahan bentuk otot jantung, bayi
yang lahir dengan shunt dari kiri ke kanan mempunyai sel otot jantung
yang berukuran sama besarnya dengan ukuran dewasa agar panjang
serat otot jantung meningkat dan daya tampungnya pun juga menjadi
meningkat. Hal ini berarti bahwa ventrikel kiri dapat berkontraksi lebih
kuat untuk menjaga sistemik curah jantung (Park dkk., 2010).
Pada gagal jantung akibat kelebihan beban tekanan,
terjadi hipertropi otot jantung di ventrikel sehingga
ruangan ventrikel kiri menjadi lebih kecil. Pada
masa fetus, perubahan ini tidak menyebabkan
penurunan curah jantung karena masih
dikompensasi oleh ventrikel kanan. Setelah lahir
terjadi perubahan sistim sirkulasi, ventrikel kanan
tidak dapat lagi mengkompensasi kerja ventrikel kiri
sehingga sirkulasi ke perifer menjadi tidak adekuat
(Schrier dkk., 1999).
2. Mekanisme kompensasi neurohormonal

Mekanisme kompensasi neurohormonal diperantarai oleh aktivitas neurohormonal seperti sistim renin-angiotensin
(RAAS) dan simpatoadrenal.
Penurunan curah jantung, menyebabkan terjadinya penurunan perfusi ke ginjal dan stimulasi simpatik. Keadaan ini
merangsang aparatus juxtaglomerulus di ginjal untuk mensekresi renin yang berfungsi mengubah angiotensinogen di hati
menjadi angiotensin I. Kemudian angiotensin I akan diubah menjadi angiotensin II di paru, dengan bantuan angiotensin
converting enzyme (ACE). Angiotensin II berefek vasokontriksi (meningkatkan resistensi vaskuler), meningkatkan
absorbsi natrium di tubulus proximal, dan merangsang kelenjar adrenal mengeluarkan aldosteron yang berfungsi untuk
meningkatkan reabsorbsi natrium di tubulus distal sehingga terjadi retensi cairan dan natrium (Unger dkk., 2004).

Stimulasi sistim saraf simpatis pada menyebabkan pengeluaran katekolamin yang menimbulkan takikardi, dan
meningkatkan kontraktilitas dari miokard. Stimulasi simpatis ginjal juga dapat menyebabkan pelepasan arginine
vasopressin (AVP) dari hipofisis posterior secara non osmotik yang akan mengurangi ekskresi air dan berperan terhadap
penurunan vasokontriksi perifer dan peningkatan produksi endotelin (Braunwald dkk., 2012).

Selain aktivasi saraf simpatis dan RAAS, pada gagal jantung, juga memproduksi hormon seperti insulin-like growth
factor dan growth hormon serta sekresi dari atrial natriuretic peptida (ANP) dan B-type natriuretic peptida (BNP). ANP
dan BNP adalah hormon yang disekresikan jantung sebagai mekanisme pertahanan endogen jantung untuk mencegah
perburukan klinis gagal jantung. Secara akut hormon tersebut menyebabkan vasodilatasi dan diuresis. Jangka panjang
mencegah inflamasi, fibrosis dan hipertropi jantung (Schrier dkk., 1999). 14

Mekanisme kompensasi diatas awalnya bermanfaat meningkatkan curah jantung, namun bila dipakai secara maksimal,
akhirnya curah jantung tidak dapat ditingkatkan lagi. Efek jangka panjang dari aktivasi RAAS berupa hipertropi
ventrikel, peningkatkan kebutuhan oksigen jantung, iskemia dan gangguan relaksasi. Angiotensin II dan aldosteron juga
berpengaruh terhadap respon inflamasi, dengan stimulasi produksi sitokin yang mengaktivasi makrofag dan menstimulasi
fibroblast di miokardium (Unger dkk., 2004).

Retensi cairan akibat aktivasi RASS dalam jangka panjang, meningkatkan tekanan akhir diastolik. Awalnya proses ini
diharapkan meningkatkan curah jantung yang maksimal, namun pada akhirnya menimbulkan gejala bendungan seperti
dispnu, takikardi dan hepatomegali. Peningkatan kontraktilitas jantung dan vasokontriksi pembuluh darah dalam waktu
lama akan berdampak pada penurunan curah jantung yang akan merangsang kembali RAAS sehingga terjadilah suatu
lingkaran setan (Ontoseno, 2009)
Prognosis
• Bergantung pada derajat beratnya dan
penyebab gagal jantungnya. penyebab non-
struktural, prognosisnya tergantung
keberhasilan menangani penyakit dasanya,
sedangkan karena malformasi jantung,
tindakan operasi akan memberikan prognosis
lebih baik (Bernstein dkk., 2011).

Anda mungkin juga menyukai