D
I
S
U
S
U
N
Oleh :
ELIS MELINA BR MANULLANG
A. Primary Survey
Primary survey menyediakan evaluasi yang sistematis, pendeteksian dan
manajemen segera terhadap komplikasi akibat trauma parah yang
mengancam kehidupan. Tujuan dari Primary survey adalah untuk
mengidentifikasi dan memperbaiki dengan segera masalah yang
mengancam kehidupan. Prioritas yang dilakukan pada primary survey
antara lain (Fulde, 2009) :
Airway maintenance dengan cervical spine protection
Breathing dan oxygenation
Circulation dan kontrol perdarahan eksternal
Disability-pemeriksaan neurologis singkat
Exposure dengan kontrol lingkungan
Sangat penting untuk ditekankan pada waktu melakukan primary survey
bahwa setiap langkah harus dilakukan dalam urutan yang benar dan
langkah berikutnya hanya dilakukan jika langkah sebelumnya telah
sepenuhnya dinilai dan berhasil. Setiap anggota tim dapat melaksanakan
tugas sesuai urutan sebagai sebuah tim dan anggota yang telah
dialokasikan peran tertentu seperti airway, circulation, dll, sehingga akan
sepenuhnya menyadari mengenai pembagian waktu dalam keterlibatan
mereka (American College of Surgeons, 1997). Primary survey perlu terus
dilakukan berulang-ulang pada seluruh tahapan awal manajemen. Kunci
untuk perawatan trauma yang baik adalah penilaian yang terarah,
kemudian diikuti oleh pemberian intervensi yang tepat dan sesuai serta
pengkajian ulang melalui pendekatan AIR (assessment, intervention,
reassessment).
Primary survey dilakukan melalui beberapa tahapan, antara lain (Gilbert.,
D’Souza., & Pletz, 2009) :
a) General Impressions
Memeriksa kondisi yang mengancam nyawa secara umum.
Menentukan keluhan utama atau mekanisme cedera
Menentukan status mental dan orientasi (waktu, tempat, orang)
b) Pengkajian Airway
Tindakan pertama kali yang harus dilakukan adalah memeriksa
responsivitas pasien dengan mengajak pasien berbicara untuk
memastikan ada atau tidaknya sumbatan jalan nafas. Seorang pasien
yang dapat berbicara dengan jelas maka jalan nafas pasien terbuka
(Thygerson, 2011). Pasien yang tidak sadar mungkin memerlukan
bantuan airway dan ventilasi. Tulang belakang leher harus dilindungi
selama intubasi endotrakeal jika dicurigai terjadi cedera pada kepala,
leher atau dada. Obstruksi jalan nafas paling sering disebabkan oleh
obstruksi lidah pada kondisi pasien tidak sadar (Wilkinson & Skinner,
2000).
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian airway pada pasien antara
lain :
Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien dapat berbicara
atau bernafas dengan bebas?
Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien antara
lain:
Adanya snoring atau gurgling
Stridor atau suara napas tidak normal
Agitasi (hipoksia)
Penggunaan otot bantu pernafasan / paradoxical chest
movements
Sianosis
Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas bagian
atas dan potensial penyebab obstruksi :
Muntahan
Perdarahan
Gigi lepas atau hilang
Gigi palsu
Trauma wajah
Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas pasien
terbuka.
Lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak perlu pada
pasien yang berisiko untuk mengalami cedera tulang belakang.
Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas
pasien sesuai indikasi :
Chin lift/jaw thrust
Lakukan suction (jika tersedia)
Oropharyngeal airway/nasopharyngeal airway, Laryngeal
Mask Airway
Lakukan intubasi
Akronim PQRST ini digunakan untuk mengkaji keluhan nyeri pada pasien
yang meliputi :
Provokes/palliates : apa yang menyebabkan nyeri? Apa yang membuat
nyerinya lebih baik? apa yang menyebabkan nyerinya lebih buruk? apa
yang anda lakukan saat nyeri? apakah rasa nyeri itu membuat anda
terbangun saat tidur?
Quality : bisakah anda menggambarkan rasa nyerinya?apakah seperti
diiris, tajam, ditekan, ditusuk tusuk, rasa terbakar, kram, kolik,
diremas? (biarkan pasien mengatakan dengan kata-katanya sendiri.
Radiates: apakah nyerinya menyebar? Menyebar kemana? Apakah
nyeri terlokalisasi di satu titik atau bergerak?
Severity : seberapa parah nyerinya? Dari rentang skala 0-10 dengan 0
tidak ada nyeri dan 10 adalah nyeri hebat
Time : kapan nyeri itu timbul?, apakah onsetnya cepat atau lambat?
Berapa lama nyeri itu timbul? Apakah terus menerus atau hilang
timbul?apakah pernah merasakan nyeri ini sebelumnya?apakah
nyerinya sama dengan nyeri sebelumnya atau berbeda?
Setelah dilakukan anamnesis, maka langkah berikutnya adalah
pemeriksaan tanda-tanda vital. Tanda tanda vital meliputi suhu, nadi,
frekuensi nafas, saturasi oksigen, tekanan darah, berat badan, dan skala nyeri.
Berikut ini adalah ringkasan tanda-tanda vital untuk pasien dewasa
menurut Emergency Nurses Association,(2007).
Komponen Nilai normal Keterangan
Suhu 36,5-37,5 Dapat di ukur melalui oral, aksila, dan
rectal. Untuk mengukur suhu inti
menggunakan kateter arteri pulmonal,
kateter urin, esophageal probe, atau
monitor tekanan intracranial dengan
pengukur suhu. Suhu dipengaruhi oleh
aktivitas, pengaruh lingkungan,
kondisi penyakit, infeksi dan injury.
Nadi 60-100x/menit Dalam pemeriksaan nadi perlu
dievaluais irama jantung, frekuensi,
kualitas dan kesamaan.
Respirasi 12-20x/menit Evaluasi dari repirasi meliputi
frekuensi, auskultasi suara nafas, dan
inspeksi dari usaha bernafas. Tada dari
peningkatan usah abernafas adalah
adanya pernafasan cuping hidung,
retraksi interkostal, tidak mampu
mengucapkan 1 kalimat penuh.
Saturasi oksigen >95% Saturasi oksigen di monitor melalui
oksimetri nadi, dan hal ini penting
bagi pasien dengan gangguan
respirasi, penurunan kesadaran,
penyakit serius dan tanda vital yang
abnormal. Pengukurna dapat dilakukan
di jari tangan atau kaki.
Tekanan darah 120/80mmHg Tekana darah mewakili dari gambaran
kontraktilitas jantung, frekuensi
jantung, volume sirkulasi, dan tahanan
vaskuler perifer. Tekanan sistolik
menunjukkan cardiac output, seberapa
besar dan seberapa kuat darah itu
dipompakan. Tekanan diastolic
menunjukkan fungsi tahanan vaskuler
perifer.
Berat badan Berat badan penting diketahui di UGD
karena berhubungan dengan
keakuratan dosis atau ukuran.
Misalnya dalam pemberian
antikoagulan, vasopressor, dan
medikasi lain yang tergantung dengan
berat badan.
2. Pemeriksaan fisik
a. Kulit kepala
Seluruh kulit kepala diperiksa. Sering terjadi pada penderita yang datang
dengan cedera ringan, tiba-tiba ada darah di lantai yang berasal dari bagian
belakang kepala penderita. Lakukan inspeksi dan palpasi seluruh kepala
dan wajah untuk adanya pigmentasi, laserasi, massa, kontusio, fraktur dan
luka termal, ruam, perdarahan, nyeri tekan serta adanya sakit kepala
(Delp & Manning. 2004).
b. Wajah
Ingat prinsip look-listen-feel. Inspeksi adanya kesimterisan kanan dan kiri.
Apabila terdapat cedera di sekitar mata jangan lalai memeriksa mata,
karena pembengkakan di mata akan menyebabkan pemeriksaan mata
selanjutnya menjadi sulit. Re evaluasi tingkat kesadaran dengan skor GCS.
1) Mata : periksa kornea ada cedera atau tidak, ukuran pupil apakah
isokor atau anisokor serta bagaimana reflex cahayanya,
apakah pupil mengalami miosis atau midriasis, adanya
ikterus, ketajaman mata (macies visus dan acies campus),
apakah konjungtivanya anemis atau adanya kemerahan, rasa
nyeri, gatal-gatal, ptosis, exophthalmos, subconjunctival
perdarahan, serta diplopia
2) Hidung : periksa adanya perdarahan, perasaan nyeri, penyumbatan
penciuman, apabila ada deformitas (pembengkokan)
lakukan palpasi akan kemungkinan krepitasi dari suatu
fraktur.
3) Telinga : periksa adanya nyeri, tinitus, pembengkakan, penurunan atau
hilangnya pendengaran, periksa dengan senter mengenai
keutuhan membrane timpani atau adanya hemotimpanum
4) Rahang atas : periksa stabilitas rahang atas
5) Rahang bawah : periksa akan adanya fraktur
6) Mulut dan faring : inspeksi pada bagian mucosa terhadap tekstur,
warna, kelembaban, dan adanya lesi; amati lidah
tekstur, warna, kelembaban, lesi, apakah tosil
meradang, pegang dan tekan daerah pipi
kemudian rasakan apa ada massa/ tumor,
pembengkakkan dan nyeri, inspeksi amati
adanya tonsil meradang atau tidak
(tonsillitis/amandel). Palpasi adanya respon nyeri
d. Toraks
Inspeksi : Inspeksi dinding dada bagian depan, samping dan belakang
untuk adanya trauma tumpul/tajam,luka, lecet, memar, ruam ,
ekimosiss, bekas luka, frekuensi dan kedalaman pernafsan,
kesimetrisan expansi dinding dada, penggunaan otot
pernafasan tambahan dan ekspansi toraks bilateral, apakah
terpasang pace maker, frekuensi dan irama denyut jantung,
(lombardo, 2005)
Palpasi : Seluruh dinding dada untuk adanya trauma tajam/tumpul,
emfisema subkutan, nyeri tekan dan krepitasi.
Perkusi : Untuk mengetahui kemungkinan hipersonor dan keredupan
Auskultasi : Suara nafas tambahan (apakah ada ronki, wheezing, rales) dan
bunyi jantung (murmur, gallop, friction rub)
e. Abdomen
Cedera intra-abdomen kadang-kadang luput terdiagnosis, misalnya pada
keadaan cedera kepala dengan penurunan kesadaran, fraktur vertebra
dengan kelumpuhan (penderita tidak sadar akan nyeri perutnya dan gejala
defans otot dan nyeri tekan/lepas tidak ada). Inspeksi abdomen bagian
depan dan belakang, untuk adanya trauma tajam, tumpul dan adanya
perdarahan internal, adakah distensi abdomen, asites, luka, lecet, memar,
ruam, massa, denyutan, benda tertusuk, ecchymosis, bekas luka , dan
stoma. Auskultasi bising usus, perkusi abdomen, untuk mendapatkan,
nyeri lepas (ringan). Palpasi abdomen untuk mengetahui adakah kekakuan
atau nyeri tekan, hepatomegali,splenomegali,defans muskuler,, nyeri lepas
yang jelas atau uterus yang hamil. Bila ragu akan adanya perdarahan intra
abdominal, dapat dilakukan pemeriksaan DPL (Diagnostic peritoneal
lavage, ataupun USG (Ultra Sonography). Pada perforasi organ berlumen
misalnya usus halus gejala mungkin tidak akan nampak dengan segera
karena itu memerlukan re-evaluasi berulang kali. Pengelolaannya dengan
transfer penderita ke ruang operasi bila diperlukan (Tim YAGD 118,
2010).
f. Pelvis (perineum/rectum/vagina)
Cedera pada pelvis yang berat akan nampak pada pemeriksaan fisik (pelvis
menjadi stabil), pada cedera berat ini kemungkinan penderita akan masuk
dalam keadaan syok, yang harus segera diatasi. Bila ada indikasi pasang
PASG/ gurita untuk mengontrol perdarahan dari fraktur pelvis (Tim
YAGD 118, 2010).
Pelvis dan perineum diperiksa akan adanya luka, laserasi , ruam, lesi,
edema, atau kontusio, hematoma, dan perdarahan uretra. Colok dubur
harus dilakukan sebelum memasang kateter uretra. Harus diteliti akan
kemungkinan adanya darah dari lumen rectum, prostat letak tinggi, adanya
fraktur pelvis, utuh tidaknya rectum dan tonus musculo sfinkter ani. Pada
wanita, pemeriksaan colok vagina dapat menentukan adanya darah dalam
vagina atau laserasi, jika terdapat perdarahan vagina dicatat, karakter dan
jumlah kehilangan darah harus dilaporkan (pada tampon yang penuh
memegang 20 sampai 30 mL darah). Juga harus dilakuakn tes kehamilan
pada semua wanita usia subur. Permasalahan yang ada adalah ketika
terjadi kerusakan uretra pada wanita, walaupun jarang dapat terjadi pada
fraktur pelvis dan straddle injury. Bila terjadi, kelainan ini sulit dikenali,
jika pasien hamil, denyut jantung janin (pertama kali mendengar dengan
Doppler ultrasonografi pada sekitar 10 sampai 12 kehamilan minggu) yang
dinilai untuk frekuensi, lokasi, dan tempat. Pasien dengan keluhan kemih
harus ditanya tentang rasa sakit atau terbakar dengan buang air kecil,
frekuensi, hematuria, kencing berkurang, Sebuah sampel urin harus
diperoleh untuk analisis.(Diklat RSUP Dr. M.Djamil, 2006).
g. Ektremitas
Pemeriksaan dilakukan dengan look-feel-move. Pada saat inspeksi, jangan
lupa untuk memriksa adanya luka dekat daerah fraktur (fraktur terbuak),
pada saat pelapasi jangan lupa untuk memeriksa denyut nadi distal dari
fraktur pada saat menggerakan, jangan dipaksakan bila jelas fraktur.
Sindroma kompartemen (tekanan intra kompartemen dalam ekstremitas
meninggi sehingga membahayakan aliran darah), mungkin luput
terdiagnosis pada penderita dengan penurunan kesadaran atau kelumpuhan
(Tim YAGD 118, 2010). Inspeksi pula adanya kemerahan, edema, ruam,
lesi, gerakan, dan sensasi harus diperhatikan, paralisis, atropi/hipertropi
otot, kontraktur, sedangkan pada jari-jari periksa adanya clubbing finger
serta catat adanya nyeri tekan, dan hitung berapa detik kapiler refill (pada
pasien hypoxia lambat s/d 5-15 detik.
Penilaian pulsasi dapat menetukan adanya gangguan vaskular. Perlukaan
berat pada ekstremitas dapat terjadi tanpa disertai fraktur.kerusakn
ligament dapat menyebabakan sendi menjadi tidak stabil, keruskan otot-
tendonakan mengganggu pergerakan. Gangguan sensasi dan/atau
hilangnya kemampuan kontraksi otot dapat disebabkan oleh syaraf perifer
atau iskemia. Adanya fraktur torako lumbal dapat dikenal pada
pemeriksaan fisik dan riwayat trauma. Perlukaan bagian lain mungkin
menghilangkan gejala fraktur torako lumbal, dan dalam keadaan ini hanya
dapat didiagnosa dengan foto rongent. Pemeriksaan muskuloskletal tidak
lengkap bila belum dilakukan pemeriksaan punggung penderita.
Permasalahan yang muncul adalah
1) Perdarahan dari fraktur pelvis dapat berat dan sulit dikontrol, sehingga
terjadi syok yang dpat berakibat fatal
2) Fraktur pada tangan dan kaki sering tidak dikenal apa lagi penderita
dalam keadaan tidak sada. Apabila kemudian kesadaran pulih kembali
barulah kelainan ini dikenali.
3) Kerusakan jaringan lunak sekitar sendi seringkali baru dikenal setelah
penderita mulai sadar kembali (Diklat RSUP Dr. M.Djamil, 2006).
h. Bagian punggung
Memeriksa punggung dilakukan dilakukan dengan log roll, memiringkan
penderita dengan tetap menjaga kesegarisan tubuh). Pada saat ini dapat
dilakukan pemeriksaan punggung (Tim YAGD 118, 2010).
Periksa`adanya perdarahan, lecet, luka, hematoma, ecchymosis, ruam, lesi,
dan edema serta nyeri, begitu pula pada kolumna vertebra periksa adanya
deformitas.
i. Neurologis
Pemeriksaan neurologis yang diteliti meliputi pemeriksaan tingkat
kesadaran, ukuran dan reaksi pupil, oemeriksaan motorik dan sendorik.
Peubahan dalam status neirologis dapat dikenal dengan pemakaian GCS.
Adanya paralisis dapat disebabakan oleh kerusakan kolumna vertebralis
atau saraf perifer. Imobilisasi penderita dengan short atau long spine
board, kolar servikal, dan alat imobilisasi dilakukan samapai terbukti tidak
ada fraktur servikal. Kesalahan yang sering dilakukan adalah untuk
melakukan fiksasai terbatas kepada kepala dan leher saja, sehingga
penderita masih dapat bergerak dengan leher sebagai sumbu. Jelsalah
bahwa seluruh tubuh penderita memerlukan imobilisasi. Bila ada trauma
kepala, diperlukan konsultasi neurologis. Harus dipantau tingkat kesadaran
penderita, karena merupakan gambaran perlukaan intra cranial. Bila terjadi
penurunan kesadaran akibat gangguan neurologis, harus diteliti ulang
perfusi oksigenasi, dan ventilasi (ABC). Perlu adanya tindakan bila ada
perdarahan epidural subdural atau fraktur kompresi ditentukan ahli bedah
syaraf (Diklat RSUP Dr. M.Djamil, 2006).
Pada pemeriksaan neurologis, inspeksi adanya kejang, twitching, parese,
hemiplegi atau hemiparese (ganggguan pergerakan), distaksia ( kesukaran
dalam mengkoordinasi otot), rangsangan meningeal dan kaji pula adanya
vertigo dan respon sensori
C. Focused Assessment
Focused assessment atau pengakajian terfokus adalah tahap pengkajian
pada area keperawatan gawat darurat yang dilakukan setelah primary survey,
secondary survey, anamnesis riwayat pasien (pemeriksaan subyektif) dan
pemeriksaan obyektif (Head to toe). Di beberapa negara bagian Australia
mengembangkan focused assessment ini dalam pelayanan di Emergency
Department, tetapi di beberapa Negara seperti USA dan beberapa Negara
Eropa tidak menggunakan istilah Focused Assessment tetapi dengan istilah
Definitive Assessment (O’keefe et.al, 1998).
Focused assessment untuk melengkapi data secondary assessment bisa
dilakukan sesuai masalah yang ditemukan atau tempat dimana injury
ditemukan. Yang paling banyak dilakukan dalam tahap ini adalah beberapa
pemeriksaan penunjang diagnostik atau bahkan dilakukan pemeriksaan
ulangan dengan tujuan segera dapat dilakukan tindakan definitif.
D. Reassessment
Beberapa komponen yang perlu untuk dilakukan pengkajian kembali
(reassessment) yang penting untuk melengkapi primary survey pada pasien di
gawat darurat adalah :
Komponen Pertimbangan
Airway Pastikan bahwa peralatan airway : Oro Pharyngeal
Airway, Laryngeal Mask Airway , maupun
Endotracheal Tube (salah satu dari peralatan airway)
tetap efektif untuk menjamin kelancaran jalan napas.
Pertimbangkan penggunaaan peralatan dengan manfaat
yang optimal dengan risiko yang minimal.
E. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan lanjutan hanya dilakukan setelah ventilasi dan hemodinamika
penderita dalam keadaan stabil (Diklat RSUP Dr. M.Djamil, 2006). Dalam
melakukan secondary survey, mungkin akan dilakukan pemeriksaan
diagnostik yang lebih spesifik seperti :
1) Endoskopi
Pemeriksaan penunjang endoskopi bisa dilakukan pada pasien dengan
perdarahan dalam. Dengan melakukan pemeriksaan endoskopi kita bisa
mngethaui perdarahan yang terjadi organ dalam. Pemeriksaan
endoskopi dapat mendeteksi lebih dari 95% pasien dengan
hemetemesis, melena atau hematemesis melena dapat ditentukan lokasi
perdarahan dan penyebab perdarahannya. Lokasi dan sumber
perdarahan yaitu:
a. Esofagus :
Varises,erosi,ulkus,tumor
b. Gaster : Erosi, ulkus,
tumor, polip, angio displasia, Dilafeuy, varises gastropati
kongestif
c. Duodenum : Ulkus, erosi
Untuk kepentingan klinik biasanya dibedakan perdarahan karena ruptur
varises dan perdarahan bukan karena ruptur varises (variceal bleeding
dan non variceal bleeding) (Djumhana, 2011).
2) Bronkoskopi
Bronkoskopi adalah tindakan yang dilakukan untuk melihat keadaan
intra bronkus dengan menggunakan alat bronkoskop. Prosedur
diagnostik dengan bronkoskop ini dapat menilai lebih baik pada
mukosa saluran napas normal, hiperemis atau lesi infiltrat yang
memperlihatkan mukosa yang compang-camping. Teknik ini juga dapat
menilai penyempitan atau obstruksi akibat kompresi dari luar atau
massa intrabronkial, tumor intra bronkus. Prosedur ini juga dapat
menilai ada tidaknya pembesaran kelenjar getah bening, yaitu dengan
menilai karina yang terlihat tumpul akibat pembesaran kelenjar getah
bening subkarina atau intra bronkus (Parhusip, 2004).
3) CT Scan
CT-scan merupakan alat pencitraan yang di pakai pada kasus-kasus
emergensi seperti emboli paru, diseksi aorta, akut abdomen, semua
jenis trauma dan menentukan tingkatan dalam stroke. Pada kasus
stroke, CT-scan dapat menentukan dan memisahkan antara jaringan
otak yang infark dan daerah penumbra. Selain itu, alat ini bagus juga
untuk menilai kalsifikasi jaringan. Berdasarkan beberapa studi terakhir,
CT-scan dapat mendeteksi lebih dari 90 % kasus stroke iskemik, dan
menjadi baku emas dalam diagnosis stroke (Widjaya, 2002).
Pemeriksaaan CT. scan juga dapat mendeteksi kelainan-kelainan seerti
perdarahan diotak, tumor otak, kelainan-kelainan tulang dan kelainan
dirongga dada dan rongga perur dan khususnya kelainan pembuluh
darah, jantung (koroner), dan pembuluh darah umumnya (seperti
penyempitan darah dan ginjal (ishak, 2012).
4) USG
Ultrasonografi (USG) adalah alat diagnostik non invasif menggunakan
gelombang suara dengan frekuensi tinggi diatas 20.000 hertz ( >20
kilohertz) untuk menghasilkan gambaran struktur organ di dalam
tubuh.Manusia dapat mendengar gelombang suara 20-20.000 hertz
.Gelombang suara antara 2,5 sampai dengan 14 kilohertz digunakan
untuk diagnostik. Gelombang suara dikirim melalui suatu alat yang
disebut transducer atau probe. Obyek didalam tubuh akan memantulkan
kembali gelombang suara yang kemudian akan ditangkap oleh suatu
sensor, gelombang pantul tersebut akan direkam, dianalisis dan
ditayangkan di layar. Daerah yang tercakup tergantung dari rancangan
alatnya. Ultrasonografi yang terbaru dapat menayangkan suatu obyek
dengan gambaran tiga dimensi, empat dimensi dan berwarna. USG bisa
dilakukan pada abdomen, thorak (Lyandra, Antariksa, Syaharudin,
2011)
5) Radiologi
Radiologi merupakan salah satu pemeriksaan penunjang yang
dilakukan di ruang gawat darurat. Radiologi merupakan bagian dari
spectrum elektromagnetik yang dipancarkan akibat pengeboman anoda
wolfram oleh electron-elektron bebas dari suatu katoda. Film polos
dihasilkan oleh pergerakan electron-elektron tersebut melintasi pasien
dan menampilkan film radiologi. Tulang dapat menyerap sebagian
besar radiasi menyebabkan pajanan pada film paling sedikit, sehingga
film yang dihasilkan tampak berwarna putih. Udara paling sedikit
menyerap radiasi, meyebabakan pejanan pada film maksimal sehingga
film nampak berwarna hitam. Diantara kedua keadaan ekstrem ini,
penyerapan jaringan sangat berbeda-beda menghasilkan citra dalam
skala abu-abu. Radiologi bermanfaat untuk dada, abdoment, sistem
tulang: trauma, tulang belakang, sendi penyakit degenerative, metabolic
dan metastatik (tumor). Pemeriksaan radiologi penggunaannya dalam
membantu diagnosis meningkat. Sebagian kegiatan seharian di
departemen radiologi adalah pemeriksaan foto toraks. Hal ini
menunjukkan betapa pentingnya pemeriksaan ini. Ini karena
pemeriksaan ini relatif lebih cepat, lebih murah dan mudah dilakukan
berbanding pemeriksaan lain yang lebih canggih dan akurat (Ishak,
2012).
6) MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Secara umum lebih sensitive dibandingkan CT Scan. MRI juga dapat
digunakan pada kompresi spinal. Kelemahan alat ini adalah tidak dapat
mendeteksi adanya emboli paru, udara bebas dalam peritoneum dan
faktor. Kelemahan lainnya adalah prosedur pemeriksaan yang lebih
rumit dan lebih lama, hanya sedikit sekali rumah sakit yang memiliki,
harga pemeriksaan yang sangat mahal serta tidak dapat diapaki pada
pasien yang memakai alat pacemaker jantung dan alat bantu
pendengaran (Widjaya,2002).
FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA
ORANG DEWASA
No. Rekam Medis ... ... ... Diagnosa Medis ... ... ...
IDENTITAS
TRIAGE P1 P2 P3 P4
PRIMER SURVEY
GENERAL IMPRESSION
Keluhan Utama :
Mekanisme Cedera :
Orientasi (Tempat, Waktu, dan Orang) : Baik Tidak Baik, ... ... ...
Diagnosa Keperawatan:
AIRWAY
Inefektif airway b/d … … …
Jalan Nafas : Paten Tidak Paten Kriteria Hasil : … … …
Obstruksi : Lidah Cairan Benda Asing
N/A Intervensi :
Suara Nafas : Snoring Gurgling 1. Manajemen airway;headtilt-chin
Stridor N/A lift/jaw thrust
Keluhan Lain: ... ... 2. Pengambilan benda asing dengan
forcep
3. … …
4. … …
Diagnosa Keperawatan:
1. Inefektif pola nafas b/d … … …
BREATHING 2. Kerusakan pertukaran gas b/d …
……
Diagnosa Keperawatan:
1. Inefektif perfusi serebral b/d … …
…
DISABILITY
2. Intoleransi aktivias b/d … … …
3. … … …
Diagnosa Keperawatan:
1. Kerusakan integritas jaringan b/d
………
EXPOSURE 2. Kerusakan mobilitas fisik b/d …
……
3. … … …
Intervensi :
1. … … …
2. … … …
Alergi :
Medikasi :
Even/Peristiwa Penyebab:
Tanda Vital :
BP : N: S: RR :
PEMERIKSAAN FISIK Diagnosa Keperawatan:
1. … … …
2. … … …
Diagnosa Keperawatan:
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK 1. … … …
2. … … …
RONTGEN CT-SCAN USG EKG Kriteria Hasil : … … …
ENDOSKOPI Lain-lain, ... ...
Hasil : Intervensi :
1. … … …
2. … … …
DAFTAR PUSTAKA
American College of Surgeons. (1997). Advanced trauma life support for doctors.
instructor course manual book 1 - sixth edition. Chicago.
Curtis, K., Murphy, M., Hoy, S., dan Lewis, M.J. (2009). The emergency nursing
assessment process: a structured framedwork for a systematic approach.
Australasian Emergency Nursing Journal, 12; 130-136
Djumhana, Ali. (2011). Perdarahan Akut Saluran Cerna Bagian Atas. FK.
UNPAD. Diakses dari http://pustaka.unpad.ac.id/ tanggal 28 april 2013.
Gindhi, R.M., Cohen, R.A., dan Kirzinger, W.K. (2012). Emergency room use
among aults aged 18-64: early release of estimates from the national health
interview survey, January-June 2011. Diakses pada tanggal 28 April 2013,
dari
http://www.cdc.gov/nchs/data/nhis/earlyrelease/emergency_room_use_janu
ary-june_2011.pdf
Institute for Health Care Improvement. (2011). Nursing assessment form with
medical emergency team (MET) guidelines. Diakses pada tanggal 28 April
2013, dari
http://www.ihi.org/knowledge/Pages/Tools/NursingAssessmentFormwithME
TGuidelines.aspx.
O’keefe, M.F.,Limmer D., Grand, H.D., Murray, R.H., Bergebon J.D., (1998).
Emergency Care, eighth Ed., New Yersey, Prentice Hall. Inc. A. Simon &
Schuster Co.
The National Institue for Health and Clinical Excellence. (2007). Head injury:
triage, assessment, investigation and early management of head injury in
infant, children and adults. London: The National Institue for Health and
Clinical Excellence
Thygerson, Alton. (2006). First aid 5th edition. Alih bahasa dr. Huriawati
Hartantnto. Ed. Rina Astikawati. Jakarta : PT. Gelora Aksara Pratama.