Anda di halaman 1dari 42

ASUHAN EPERAWATAN GAWAT DARURAT

D
I
S
U
S
U
N
Oleh :
ELIS MELINA BR MANULLANG

PROGRAM STUDI NERS


FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
MEDAN
2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pelayanan gawat darurat merupakan bentuk pelayanan yang bertujuan untuk
menyelamatkan kehidupan penderita, mencegah kerusakan sebelum
tindakan/perawatan selanjutnya dan menyembuhkan penderita pada kondisi yang
berguna bagi kehidupan. Karena sifat pelayanan gawat daruarat yang cepat dan
tepat, maka sering dimanfaatkan untuk memperoleh pelayanan pertolongan
pertama dan bahkan pelayanan rawat jalan bagi penderita dan keluarga yang
menginginkan pelayanan secara cepat. Oleh karena itu diperlukan perawat yang
mempunyai kemampuan yang bagus dalam mengaplikasikan asuhan keperawatan
gawat darurat untuk mengatasi berbagai permasalahan kesehatan baik aktual atau
potensial mengancam kehidupan tanpa atau terjadinya secara mendadak atau tidak
di perkirakan tanpa atau disertai kondisi lingkungan yang tidak dapat
dikendalikan.
Asuhan keperawatan gawat darurat adalah rangkaian kegiatan praktek
keperawatan gawat darurat yang diberikan kepada klien oleh perawat yang
berkompeten di ruang gawat darurat. Asuhan keperawatan yang diberikan
meliputi biologis, psikologis, dan sosial klien baik aktual yang timbul secara
bertahap maupun mendadak, maupun resiko tinggi. Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi asuhan keperawatan gawat darurat, yaitu : kondisi kegawatan
seringkali tidak terprediksi baik kondisi klien maupun jumlah klien yang datang
ke ruang gawat darurat, keterbatasan sumber daya dan waktu, adanya saling
ketergantungan yang sangat tinggi diantara profesi kesehatan yang bekerja di
ruang gawat darurat, keperawatan diberikan untuk semua usia dan sering dengan
data dasar yang sangat mendasar, tindakan yang diberikan harus cepat dan dengan
ketepatan yang tinggi (Maryuani, 2009).
Mengingat sangat pentingnya pengumpulan data atau informasi yang
mendasar pada kasus gawat darurat, maka setiap perawat gawat darurat harus
berkompeten dalam melakukan pengkajian gawat darurat. Keberhasilan
pertolongan terhadap penderita gawat darurat sangat tergantung dari kecepatan
dan ketepatan dalam melakukan pengkajian awal yang akan menentukan bentuk
pertolongan yang akan diberikan kepada pasien. Semakin cepat pasien ditemukan
maka semakin cepat pula dapat dilakukan pengkajian awal sehingga pasien
tersebut dapat segera mendapat pertolongan sehingga terhindar dari kecacatan
atau kematian.
Pengkajian pada kasus gawat darurat dibedakan menjadi dua, yaitu :
pengkajian primer dan pengkajian sekunder. Pertolongan kepada pasien gawat
darurat dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan survei primer untuk
mengidentifikasi masalah-masalah yang mengancam hidup pasien, barulah
selanjutnya dilakukan survei sekunder. Tahapan pengkajian primer meliputi : A:
Airway, mengecek jalan nafas dengan tujuan menjaga jalan nafas disertai kontrol
servikal; B: Breathing, mengecek pernafasan dengan tujuan mengelola pernafasan
agar oksigenasi adekuat; C: Circulation, mengecek sistem sirkulasi disertai
kontrol perdarahan; D: Disability, mengecek status neurologis; E: Exposure,
enviromental control, buka baju penderita tapi cegah hipotermia (Holder, 2002).
Pengkajian primer bertujuan mengetahui dengan segera kondisi yang
mengancam nyawa pasien. Pengkajian primer dilakukan secara sekuensial sesuai
dengan prioritas. Tetapi dalam prakteknya dilakukan secara bersamaan dalam
tempo waktu yang singkat (kurang dari 10 detik) difokuskan pada Airway
Breathing Circulation (ABC). Karena kondisi kekurangan oksigen merupakan
penyebab kematian yang cepat. Kondisi ini dapat diakibatkan karena masalah
sistem pernafasan ataupun bersifat sekunder akibat dari gangguan sistem tubuh
yang lain. Pasien dengan kekurangan oksigen dapat jatuh dengan cepat ke dalam
kondisi gawat darurat sehingga memerlukan pertolongan segera. Apabila terjadi
kekurangan oksigen 6-8 menit akan menyebabkan kerusakan otak permanen, lebih
dari 10 menit akan menyebabkan kematian. Oleh karena itu pengkajian primer
pada penderita gawat darurat penting dilakukan secara efektif dan efisien
(Mancini, 2011).
1.2 Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui tentang konsep pengkajian gawat darurat pada pasien
dewasa
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui tentang konsep pengkajian gawat darurat pada pasien
dewasa yang meliputi : primary assessment, secondary
assessment, focused assesment, diagnostic procedure.
b. Mengetahui tentang konsep diagnosa keperawatan gawat darurat.
c. Mengetahui tentang konsep intervensi keperawatan gawat darurat.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Pengkajian
Perawatan pada pasien yang mengalami injuri oleh tim trauma agak berbeda
dengan pengobatan secara tradisional, di mana penegakan diagnosa, pengkajian
dan manajemen penatalaksanaan sering terjadi secara bersamaan dan dilakukan
oleh dokter yang lebih dari satu. Seorang leader tim harus langsung memberikan
pengarahan secara keseluruhan mengenai penatalaksanaan terhadap pasien yang
mengalami injuri, yang meliputi (Fulde, 2009) :
1. Primary survey
2. Resuscitation
3. History
4. Secondary survey
5. Definitive care

A. Primary Survey
Primary survey menyediakan evaluasi yang sistematis, pendeteksian dan
manajemen segera terhadap komplikasi akibat trauma parah yang
mengancam kehidupan. Tujuan dari Primary survey adalah untuk
mengidentifikasi dan memperbaiki dengan segera masalah yang
mengancam kehidupan. Prioritas yang dilakukan pada primary survey
antara lain (Fulde, 2009) :
 Airway maintenance dengan cervical spine protection
 Breathing dan oxygenation
 Circulation dan kontrol perdarahan eksternal
 Disability-pemeriksaan neurologis singkat
 Exposure dengan kontrol lingkungan
Sangat penting untuk ditekankan pada waktu melakukan primary survey
bahwa setiap langkah harus dilakukan dalam urutan yang benar dan
langkah berikutnya hanya dilakukan jika langkah sebelumnya telah
sepenuhnya dinilai dan berhasil. Setiap anggota tim dapat melaksanakan
tugas sesuai urutan sebagai sebuah tim dan anggota yang telah
dialokasikan peran tertentu seperti airway, circulation, dll, sehingga akan
sepenuhnya menyadari mengenai pembagian waktu dalam keterlibatan
mereka (American College of Surgeons, 1997). Primary survey perlu terus
dilakukan berulang-ulang pada seluruh tahapan awal manajemen. Kunci
untuk perawatan trauma yang baik adalah penilaian yang terarah,
kemudian diikuti oleh pemberian intervensi yang tepat dan sesuai serta
pengkajian ulang melalui pendekatan AIR (assessment, intervention,
reassessment).
Primary survey dilakukan melalui beberapa tahapan, antara lain (Gilbert.,
D’Souza., & Pletz, 2009) :
a) General Impressions
 Memeriksa kondisi yang mengancam nyawa secara umum.
 Menentukan keluhan utama atau mekanisme cedera
 Menentukan status mental dan orientasi (waktu, tempat, orang)

b) Pengkajian Airway
Tindakan pertama kali yang harus dilakukan adalah memeriksa
responsivitas pasien dengan mengajak pasien berbicara untuk
memastikan ada atau tidaknya sumbatan jalan nafas. Seorang pasien
yang dapat berbicara dengan jelas maka jalan nafas pasien terbuka
(Thygerson, 2011). Pasien yang tidak sadar mungkin memerlukan
bantuan airway dan ventilasi. Tulang belakang leher harus dilindungi
selama intubasi endotrakeal jika dicurigai terjadi cedera pada kepala,
leher atau dada. Obstruksi jalan nafas paling sering disebabkan oleh
obstruksi lidah pada kondisi pasien tidak sadar (Wilkinson & Skinner,
2000).
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian airway pada pasien antara
lain :
 Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien dapat berbicara
atau bernafas dengan bebas?
 Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien antara
lain:
 Adanya snoring atau gurgling
 Stridor atau suara napas tidak normal
 Agitasi (hipoksia)
 Penggunaan otot bantu pernafasan / paradoxical chest
movements
 Sianosis
 Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas bagian
atas dan potensial penyebab obstruksi :
 Muntahan
 Perdarahan
 Gigi lepas atau hilang
 Gigi palsu
 Trauma wajah
 Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas pasien
terbuka.
 Lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak perlu pada
pasien yang berisiko untuk mengalami cedera tulang belakang.
 Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas
pasien sesuai indikasi :
 Chin lift/jaw thrust
 Lakukan suction (jika tersedia)
 Oropharyngeal airway/nasopharyngeal airway, Laryngeal
Mask Airway
 Lakukan intubasi

c) Pengkajian Breathing (Pernafasan)


Pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk menilai kepatenan jalan
nafas dan keadekuatan pernafasan pada pasien. Jika pernafasan pada
pasien tidak memadai, maka langkah-langkah yang harus
dipertimbangkan adalah: dekompresi dan drainase tension
pneumothorax/haemothorax, closure of open chest injury dan ventilasi
buatan (Wilkinson & Skinner, 2000).
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian breathing pada pasien antara
lain :
 Look, listen dan feel; lakukan penilaian terhadap ventilasi dan
oksigenasi pasien.
 Inspeksi dari tingkat pernapasan sangat penting. Apakah ada
tanda-tanda sebagai berikut : cyanosis, penetrating injury,
flail chest, sucking chest wounds, dan penggunaan otot bantu
pernafasan.
 Palpasi untuk adanya : pergeseran trakea, fraktur ruling iga,
subcutaneous emphysema, perkusi berguna untuk diagnosis
haemothorax dan pneumotoraks.
 Auskultasi untuk adanya : suara abnormal pada dada.
 Buka dada pasien dan observasi pergerakan dinding dada pasien
jika perlu.
 Tentukan laju dan tingkat kedalaman nafas pasien; kaji lebih lanjut
mengenai karakter dan kualitas pernafasan pasien.
 Penilaian kembali status mental pasien.
 Dapatkan bacaan pulse oksimetri jika diperlukan
 Pemberian intervensi untuk ventilasi yang tidak adekuat dan / atau
oksigenasi:
 Pemberian terapi oksigen
 Bag-Valve Masker
 Intubasi (endotrakeal atau nasal dengan konfirmasi
penempatan yang benar), jika diindikasikan
 Catatan: defibrilasi tidak boleh ditunda untuk advanced airway
procedures
 Kaji adanya masalah pernapasan yang mengancam jiwa lainnya
dan berikan terapi sesuai kebutuhan.
d) Pengkajian Circulation
Shock didefinisikan sebagai tidak adekuatnya perfusi organ dan
oksigenasi jaringan. Hipovolemia adalah penyebab syok paling umum
pada trauma. Diagnosis shock didasarkan pada temuan klinis: hipotensi,
takikardia, takipnea, hipotermia, pucat, ekstremitas dingin, penurunan
capillary refill, dan penurunan produksi urin. Oleh karena itu, dengan
adanya tanda-tanda hipotensi merupakan salah satu alasan yang cukup
aman untuk mengasumsikan telah terjadi perdarahan dan langsung
mengarahkan tim untuk melakukan upaya menghentikan pendarahan.
Penyebab lain yang mungkin membutuhkan perhatian segera adalah:
tension pneumothorax, cardiac tamponade, cardiac, spinal shock dan
anaphylaxis. Semua perdarahan eksternal yang nyata harus
diidentifikasi melalui paparan pada pasien secara memadai dan dikelola
dengan baik (Wilkinson & Skinner, 2000)..
Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status sirkulasi pasien,
antara lain :
 Cek nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan.
 CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi siap untuk digunakan.
 Kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupan dengan
pemberian penekanan secara langsung.
 Palpasi nadi radial jika diperlukan:
 Menentukan ada atau tidaknya
 Menilai kualitas secara umum (kuat/lemah)
 Identifikasi rate (lambat, normal, atau cepat)
 Regularity
 Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi atau
hipoksia (capillary refill).
 Lakukan treatment terhadap hipoperfusi
e) Pengkajian Level of Consciousness dan Disabilities
Pada primary survey, disability dikaji dengan menggunakan skala
AVPU :
 A - alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya mematuhi
perintah yang diberikan
 V - vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara yang
tidak bias dimengerti
 P - responds to pain only (harus dinilai semua keempat tungkai jika
ekstremitas awal yang digunakan untuk mengkaji gagal untuk
merespon)
 U - unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon baik stimulus
nyeri maupun stimulus verbal.
f) Expose, Examine dan Evaluate
Menanggalkan pakaian pasien dan memeriksa cedera pada pasien. Jika
pasien diduga memiliki cedera leher atau tulang belakang, imobilisasi
in-line penting untuk dilakukan. Lakukan log roll ketika melakukan
pemeriksaan pada punggung pasien. Yang perlu diperhatikan dalam
melakukan pemeriksaan pada pasien adalah mengekspos pasien hanya
selama pemeriksaan eksternal. Setelah semua pemeriksaan telah selesai
dilakukan, tutup pasien dengan selimut hangat dan jaga privasi pasien,
kecuali jika diperlukan pemeriksaan ulang (Thygerson, 2011).
Dalam situasi yang diduga telah terjadi mekanisme trauma yang
mengancam jiwa, maka Rapid Trauma Assessment harus segera
dilakukan:
 Lakukan pemeriksaan kepala, leher, dan ekstremitas pada pasien
 Perlakukan setiap temuan luka baru yang dapat mengancam nyawa
pasien luka dan mulai melakukan transportasi pada pasien yang
berpotensi tidak stabil atau kritis (Gilbert., D’Souza., & Pletz,
2009).
Alur Primary Survey pada Pasien Medical Dewasa (Pre-Hospital
Emergency Care Council, 2012) :
Alur Primary Survey pada Pasien Trauma Dewasa (Pre-Hospital
Emergency Care Council, 2012) :
B. Secondary Assessment
Survey sekunder merupakan pemeriksaan secara lengkap yang dilakukan
secara head to toe, dari depan hingga belakang. Secondary survey hanya
dilakukan setelah kondisi pasien mulai stabil, dalam artian tidak mengalami syok
atau tanda-tanda syok telah mulai membaik.
1. Anamnesis
Pemeriksaan data subyektif didapatkan dari anamnesis riwayat pasien yang
merupakan bagian penting dari pengkajian pasien. Riwayat pasien meliputi
keluhan utama, riwayat masalah kesehatan sekarang, riwayat medis,
riwayat keluarga, sosial, dan sistem. (Emergency Nursing Association,
2007). Pengkajian riwayat pasien secara optimal harus diperoleh langsung
dari pasien, jika berkaitan dengan bahasa, budaya, usia, dan cacat atau
kondisi pasien yang terganggu, konsultasikan dengan anggota keluarga,
orang terdekat, atau orang yang pertama kali melihat kejadian. Anamnesis
yang dilakukan harus lengkap karena akan memberikan gambaran
mengenai cedera yang mungkin diderita. Beberapa contoh:
a. Tabrakan frontal seorang pengemudi mobil tanpa sabuk pengaman:
cedera wajah, maksilo-fasial, servikal. Toraks, abdomen dan tungkai
bawah.
b. Jatuh dari pohon setinggi 6 meter perdarahan intra-kranial, fraktur
servikal atau vertebra lain, fraktur ekstremitas.
c. Terbakar dalam ruangan tertutup: cedera inhalasi, keracunan CO.
Anamnesis juga harus meliputi riwayat AMPLE yang bisa didapat dari
pasien dan keluarga (Emergency Nursing Association, 2007):
A : Alergi (adakah alergi pada pasien, seperti obat-obatan, plester,
makanan).
M : Medikasi/obat-obatan (obat-obatan yang diminum seperti sedang
menjalani pengobatan hipertensi, kencing manis, jantung, dosis, atau
penyalahgunaan obat.
P : Pertinent medical history (riwayat medis pasien seperti penyakit
yang pernah diderita, obatnya apa, berapa dosisnya, penggunaan obat-
obatan herbal).
L : Last meal (obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi,
dikonsumsi berapa jam sebelum kejadian, selain itu juga periode
menstruasi termasuk dalam komponen ini).
E : Events, hal-hal yang bersangkutan dengan sebab cedera (kejadian
yang menyebabkan adanya keluhan utama)
Ada beberapa cara lain untuk mengkaji riwayat pasien yang disesuaikan
dengan kondisi pasien. Pada pasien dengan kecenderungan konsumsi alkohol,
dapat digunakan beberapa pertanyaan di bawah ini (Emergency Nursing
Association, 2007):
 C. have you ever felt should Cut down your drinking?
 A. have people Annoyed you by criticizing your drinking?
 G. have you ever felt bad or Guilty about your drinking?
 E. have you ever had a drink first think in the morning to steady your
nerver or get rid of a hangover (Eye-opener)
Jawaban Ya pada beberapa kategori sangat berhubungan dengan
masalah konsumsi alkohol.
Pada kasus kekerasan dalam rumah tangga akronim HITS dapat digunakan
dalam proses pengkajian. Beberapa pertanyaan yang diajukan antara lain :
“dalam setahun terakhir ini seberapa sering pasanganmu” (Emergency
Nursing Association, 2007):
 Hurt you physically?
 Insulted or talked down to you?
 Threathened you with physical harm?
 Screamed or cursed you?

Akronim PQRST ini digunakan untuk mengkaji keluhan nyeri pada pasien
yang meliputi :
 Provokes/palliates : apa yang menyebabkan nyeri? Apa yang membuat
nyerinya lebih baik? apa yang menyebabkan nyerinya lebih buruk? apa
yang anda lakukan saat nyeri? apakah rasa nyeri itu membuat anda
terbangun saat tidur?
 Quality : bisakah anda menggambarkan rasa nyerinya?apakah seperti
diiris, tajam, ditekan, ditusuk tusuk, rasa terbakar, kram, kolik,
diremas? (biarkan pasien mengatakan dengan kata-katanya sendiri.
 Radiates: apakah nyerinya menyebar? Menyebar kemana? Apakah
nyeri terlokalisasi di satu titik atau bergerak?
 Severity : seberapa parah nyerinya? Dari rentang skala 0-10 dengan 0
tidak ada nyeri dan 10 adalah nyeri hebat
 Time : kapan nyeri itu timbul?, apakah onsetnya cepat atau lambat?
Berapa lama nyeri itu timbul? Apakah terus menerus atau hilang
timbul?apakah pernah merasakan nyeri ini sebelumnya?apakah
nyerinya sama dengan nyeri sebelumnya atau berbeda?
Setelah dilakukan anamnesis, maka langkah berikutnya adalah
pemeriksaan tanda-tanda vital. Tanda tanda vital meliputi suhu, nadi,
frekuensi nafas, saturasi oksigen, tekanan darah, berat badan, dan skala nyeri.
Berikut ini adalah ringkasan tanda-tanda vital untuk pasien dewasa
menurut Emergency Nurses Association,(2007).
Komponen Nilai normal Keterangan
Suhu 36,5-37,5 Dapat di ukur melalui oral, aksila, dan
rectal. Untuk mengukur suhu inti
menggunakan kateter arteri pulmonal,
kateter urin, esophageal probe, atau
monitor tekanan intracranial dengan
pengukur suhu. Suhu dipengaruhi oleh
aktivitas, pengaruh lingkungan,
kondisi penyakit, infeksi dan injury.
Nadi 60-100x/menit Dalam pemeriksaan nadi perlu
dievaluais irama jantung, frekuensi,
kualitas dan kesamaan.
Respirasi 12-20x/menit Evaluasi dari repirasi meliputi
frekuensi, auskultasi suara nafas, dan
inspeksi dari usaha bernafas. Tada dari
peningkatan usah abernafas adalah
adanya pernafasan cuping hidung,
retraksi interkostal, tidak mampu
mengucapkan 1 kalimat penuh.
Saturasi oksigen >95% Saturasi oksigen di monitor melalui
oksimetri nadi, dan hal ini penting
bagi pasien dengan gangguan
respirasi, penurunan kesadaran,
penyakit serius dan tanda vital yang
abnormal. Pengukurna dapat dilakukan
di jari tangan atau kaki.
Tekanan darah 120/80mmHg Tekana darah mewakili dari gambaran
kontraktilitas jantung, frekuensi
jantung, volume sirkulasi, dan tahanan
vaskuler perifer. Tekanan sistolik
menunjukkan cardiac output, seberapa
besar dan seberapa kuat darah itu
dipompakan. Tekanan diastolic
menunjukkan fungsi tahanan vaskuler
perifer.
Berat badan Berat badan penting diketahui di UGD
karena berhubungan dengan
keakuratan dosis atau ukuran.
Misalnya dalam pemberian
antikoagulan, vasopressor, dan
medikasi lain yang tergantung dengan
berat badan.

2. Pemeriksaan fisik
a. Kulit kepala
Seluruh kulit kepala diperiksa. Sering terjadi pada penderita yang datang
dengan cedera ringan, tiba-tiba ada darah di lantai yang berasal dari bagian
belakang kepala penderita. Lakukan inspeksi dan palpasi seluruh kepala
dan wajah untuk adanya pigmentasi, laserasi, massa, kontusio, fraktur dan
luka termal, ruam, perdarahan, nyeri tekan serta adanya sakit kepala
(Delp & Manning. 2004).
b. Wajah
Ingat prinsip look-listen-feel. Inspeksi adanya kesimterisan kanan dan kiri.
Apabila terdapat cedera di sekitar mata jangan lalai memeriksa mata,
karena pembengkakan di mata akan menyebabkan pemeriksaan mata
selanjutnya menjadi sulit. Re evaluasi tingkat kesadaran dengan skor GCS.
1) Mata : periksa kornea ada cedera atau tidak, ukuran pupil apakah
isokor atau anisokor serta bagaimana reflex cahayanya,
apakah pupil mengalami miosis atau midriasis, adanya
ikterus, ketajaman mata (macies visus dan acies campus),
apakah konjungtivanya anemis atau adanya kemerahan, rasa
nyeri, gatal-gatal, ptosis, exophthalmos, subconjunctival
perdarahan, serta diplopia
2) Hidung : periksa adanya perdarahan, perasaan nyeri, penyumbatan
penciuman, apabila ada deformitas (pembengkokan)
lakukan palpasi akan kemungkinan krepitasi dari suatu
fraktur.
3) Telinga : periksa adanya nyeri, tinitus, pembengkakan, penurunan atau
hilangnya pendengaran, periksa dengan senter mengenai
keutuhan membrane timpani atau adanya hemotimpanum
4) Rahang atas : periksa stabilitas rahang atas
5) Rahang bawah : periksa akan adanya fraktur
6) Mulut dan faring : inspeksi pada bagian mucosa terhadap tekstur,
warna, kelembaban, dan adanya lesi; amati lidah
tekstur, warna, kelembaban, lesi, apakah tosil
meradang, pegang dan tekan daerah pipi
kemudian rasakan apa ada massa/ tumor,
pembengkakkan dan nyeri, inspeksi amati
adanya tonsil meradang atau tidak
(tonsillitis/amandel). Palpasi adanya respon nyeri

c. Vertebra servikalis dan leher


Pada saat memeriksa leher, periksa adanya deformitas tulang atau
krepitasi, edema, ruam, lesi, dan massa , kaji adanya keluhan disfagia
(kesulitan menelan) dan suara serak harus diperhatikan, cedera tumpul
atau tajam, deviasi trakea, dan pemakaian otot tambahan. Palpasi akan
adanya nyeri, deformitas, pembekakan, emfisema subkutan, deviasi trakea,
kekakuan pada leher dan simetris pulsasi. Tetap jaga imobilisasi segaris
dan proteksi servikal. Jaga airway, pernafasan, dan oksigenasi. Kontrol
perdarahan, cegah kerusakan otak sekunder..

d. Toraks
Inspeksi : Inspeksi dinding dada bagian depan, samping dan belakang
untuk adanya trauma tumpul/tajam,luka, lecet, memar, ruam ,
ekimosiss, bekas luka, frekuensi dan kedalaman pernafsan,
kesimetrisan expansi dinding dada, penggunaan otot
pernafasan tambahan dan ekspansi toraks bilateral, apakah
terpasang pace maker, frekuensi dan irama denyut jantung,
(lombardo, 2005)
Palpasi : Seluruh dinding dada untuk adanya trauma tajam/tumpul,
emfisema subkutan, nyeri tekan dan krepitasi.
Perkusi : Untuk mengetahui kemungkinan hipersonor dan keredupan
Auskultasi : Suara nafas tambahan (apakah ada ronki, wheezing, rales) dan
bunyi jantung (murmur, gallop, friction rub)

e. Abdomen
Cedera intra-abdomen kadang-kadang luput terdiagnosis, misalnya pada
keadaan cedera kepala dengan penurunan kesadaran, fraktur vertebra
dengan kelumpuhan (penderita tidak sadar akan nyeri perutnya dan gejala
defans otot dan nyeri tekan/lepas tidak ada). Inspeksi abdomen bagian
depan dan belakang, untuk adanya trauma tajam, tumpul dan adanya
perdarahan internal, adakah distensi abdomen, asites, luka, lecet, memar,
ruam, massa, denyutan, benda tertusuk, ecchymosis, bekas luka , dan
stoma. Auskultasi bising usus, perkusi abdomen, untuk mendapatkan,
nyeri lepas (ringan). Palpasi abdomen untuk mengetahui adakah kekakuan
atau nyeri tekan, hepatomegali,splenomegali,defans muskuler,, nyeri lepas
yang jelas atau uterus yang hamil. Bila ragu akan adanya perdarahan intra
abdominal, dapat dilakukan pemeriksaan DPL (Diagnostic peritoneal
lavage, ataupun USG (Ultra Sonography). Pada perforasi organ berlumen
misalnya usus halus gejala mungkin tidak akan nampak dengan segera
karena itu memerlukan re-evaluasi berulang kali. Pengelolaannya dengan
transfer penderita ke ruang operasi bila diperlukan (Tim YAGD 118,
2010).

f. Pelvis (perineum/rectum/vagina)
Cedera pada pelvis yang berat akan nampak pada pemeriksaan fisik (pelvis
menjadi stabil), pada cedera berat ini kemungkinan penderita akan masuk
dalam keadaan syok, yang harus segera diatasi. Bila ada indikasi pasang
PASG/ gurita untuk mengontrol perdarahan dari fraktur pelvis (Tim
YAGD 118, 2010).
Pelvis dan perineum diperiksa akan adanya luka, laserasi , ruam, lesi,
edema, atau kontusio, hematoma, dan perdarahan uretra. Colok dubur
harus dilakukan sebelum memasang kateter uretra. Harus diteliti akan
kemungkinan adanya darah dari lumen rectum, prostat letak tinggi, adanya
fraktur pelvis, utuh tidaknya rectum dan tonus musculo sfinkter ani. Pada
wanita, pemeriksaan colok vagina dapat menentukan adanya darah dalam
vagina atau laserasi, jika terdapat perdarahan vagina dicatat, karakter dan
jumlah kehilangan darah harus dilaporkan (pada tampon yang penuh
memegang 20 sampai 30 mL darah). Juga harus dilakuakn tes kehamilan
pada semua wanita usia subur. Permasalahan yang ada adalah ketika
terjadi kerusakan uretra pada wanita, walaupun jarang dapat terjadi pada
fraktur pelvis dan straddle injury. Bila terjadi, kelainan ini sulit dikenali,
jika pasien hamil, denyut jantung janin (pertama kali mendengar dengan
Doppler ultrasonografi pada sekitar 10 sampai 12 kehamilan minggu) yang
dinilai untuk frekuensi, lokasi, dan tempat. Pasien dengan keluhan kemih
harus ditanya tentang rasa sakit atau terbakar dengan buang air kecil,
frekuensi, hematuria, kencing berkurang, Sebuah sampel urin harus
diperoleh untuk analisis.(Diklat RSUP Dr. M.Djamil, 2006).

g. Ektremitas
Pemeriksaan dilakukan dengan look-feel-move. Pada saat inspeksi, jangan
lupa untuk memriksa adanya luka dekat daerah fraktur (fraktur terbuak),
pada saat pelapasi jangan lupa untuk memeriksa denyut nadi distal dari
fraktur pada saat menggerakan, jangan dipaksakan bila jelas fraktur.
Sindroma kompartemen (tekanan intra kompartemen dalam ekstremitas
meninggi sehingga membahayakan aliran darah), mungkin luput
terdiagnosis pada penderita dengan penurunan kesadaran atau kelumpuhan
(Tim YAGD 118, 2010). Inspeksi pula adanya kemerahan, edema, ruam,
lesi, gerakan, dan sensasi harus diperhatikan, paralisis, atropi/hipertropi
otot, kontraktur, sedangkan pada jari-jari periksa adanya clubbing finger
serta catat adanya nyeri tekan, dan hitung berapa detik kapiler refill (pada
pasien hypoxia lambat s/d 5-15 detik.
Penilaian pulsasi dapat menetukan adanya gangguan vaskular. Perlukaan
berat pada ekstremitas dapat terjadi tanpa disertai fraktur.kerusakn
ligament dapat menyebabakan sendi menjadi tidak stabil, keruskan otot-
tendonakan mengganggu pergerakan. Gangguan sensasi dan/atau
hilangnya kemampuan kontraksi otot dapat disebabkan oleh syaraf perifer
atau iskemia. Adanya fraktur torako lumbal dapat dikenal pada
pemeriksaan fisik dan riwayat trauma. Perlukaan bagian lain mungkin
menghilangkan gejala fraktur torako lumbal, dan dalam keadaan ini hanya
dapat didiagnosa dengan foto rongent. Pemeriksaan muskuloskletal tidak
lengkap bila belum dilakukan pemeriksaan punggung penderita.
Permasalahan yang muncul adalah
1) Perdarahan dari fraktur pelvis dapat berat dan sulit dikontrol, sehingga
terjadi syok yang dpat berakibat fatal
2) Fraktur pada tangan dan kaki sering tidak dikenal apa lagi penderita
dalam keadaan tidak sada. Apabila kemudian kesadaran pulih kembali
barulah kelainan ini dikenali.
3) Kerusakan jaringan lunak sekitar sendi seringkali baru dikenal setelah
penderita mulai sadar kembali (Diklat RSUP Dr. M.Djamil, 2006).

h. Bagian punggung
Memeriksa punggung dilakukan dilakukan dengan log roll, memiringkan
penderita dengan tetap menjaga kesegarisan tubuh). Pada saat ini dapat
dilakukan pemeriksaan punggung (Tim YAGD 118, 2010).
Periksa`adanya perdarahan, lecet, luka, hematoma, ecchymosis, ruam, lesi,
dan edema serta nyeri, begitu pula pada kolumna vertebra periksa adanya
deformitas.

i. Neurologis
Pemeriksaan neurologis yang diteliti meliputi pemeriksaan tingkat
kesadaran, ukuran dan reaksi pupil, oemeriksaan motorik dan sendorik.
Peubahan dalam status neirologis dapat dikenal dengan pemakaian GCS.
Adanya paralisis dapat disebabakan oleh kerusakan kolumna vertebralis
atau saraf perifer. Imobilisasi penderita dengan short atau long spine
board, kolar servikal, dan alat imobilisasi dilakukan samapai terbukti tidak
ada fraktur servikal. Kesalahan yang sering dilakukan adalah untuk
melakukan fiksasai terbatas kepada kepala dan leher saja, sehingga
penderita masih dapat bergerak dengan leher sebagai sumbu. Jelsalah
bahwa seluruh tubuh penderita memerlukan imobilisasi. Bila ada trauma
kepala, diperlukan konsultasi neurologis. Harus dipantau tingkat kesadaran
penderita, karena merupakan gambaran perlukaan intra cranial. Bila terjadi
penurunan kesadaran akibat gangguan neurologis, harus diteliti ulang
perfusi oksigenasi, dan ventilasi (ABC). Perlu adanya tindakan bila ada
perdarahan epidural subdural atau fraktur kompresi ditentukan ahli bedah
syaraf (Diklat RSUP Dr. M.Djamil, 2006).
Pada pemeriksaan neurologis, inspeksi adanya kejang, twitching, parese,
hemiplegi atau hemiparese (ganggguan pergerakan), distaksia ( kesukaran
dalam mengkoordinasi otot), rangsangan meningeal dan kaji pula adanya
vertigo dan respon sensori

C. Focused Assessment
Focused assessment atau pengakajian terfokus adalah tahap pengkajian
pada area keperawatan gawat darurat yang dilakukan setelah primary survey,
secondary survey, anamnesis riwayat pasien (pemeriksaan subyektif) dan
pemeriksaan obyektif (Head to toe). Di beberapa negara bagian Australia
mengembangkan focused assessment ini dalam pelayanan di Emergency
Department, tetapi di beberapa Negara seperti USA dan beberapa Negara
Eropa tidak menggunakan istilah Focused Assessment tetapi dengan istilah
Definitive Assessment (O’keefe et.al, 1998).
Focused assessment untuk melengkapi data secondary assessment bisa
dilakukan sesuai masalah yang ditemukan atau tempat dimana injury
ditemukan. Yang paling banyak dilakukan dalam tahap ini adalah beberapa
pemeriksaan penunjang diagnostik atau bahkan dilakukan pemeriksaan
ulangan dengan tujuan segera dapat dilakukan tindakan definitif.

D. Reassessment
Beberapa komponen yang perlu untuk dilakukan pengkajian kembali
(reassessment) yang penting untuk melengkapi primary survey pada pasien di
gawat darurat adalah :
Komponen Pertimbangan
Airway Pastikan bahwa peralatan airway : Oro Pharyngeal
Airway, Laryngeal Mask Airway , maupun
Endotracheal Tube (salah satu dari peralatan airway)
tetap efektif untuk menjamin kelancaran jalan napas.
Pertimbangkan penggunaaan peralatan dengan manfaat
yang optimal dengan risiko yang minimal.

Breathing Pastikan oksigenasi sesuai dengan kebutuhan pasien :


 Pemeriksaan definitive rongga dada dengan
rontgen foto thoraks, untuk meyakinkan ada
tidaknya masalah seperti Tension
pneumothoraks, hematotoraks atau trauma
thoraks yang lain yang bisa mengakibatkan
oksigenasi tidak adekuat
 Penggunaan ventilator mekanik
Circulation Pastikan bahwa dukungan sirkulasi menjamin perfusi
jaringan khususnya organ vital tetap terjaga,
hemodinamik tetap termonitor serta menjamin tidak
terjadi over hidrasi pada saat penanganan
resusitasicairan.
 Pemasangan cateter vena central
 Pemeriksaan analisa gas darah
 Balance cairan
 Pemasangan kateter urin

Disability Setelah pemeriksaan GCS pada primary survey, perlu


didukung dengan :
 Pemeriksaan spesifik neurologic yang lain
seperti reflex patologis, deficit neurologi,
pemeriksaan persepsi sensori dan pemeriksaan
yang lainnya.
 CT scan kepala, atau MRI

Exposure Konfirmasi hasil data primary survey dengan


 Rontgen foto pada daerah yang mungkin
dicurigai trauma atau fraktur
 USG abdomen atau pelvis

E. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan lanjutan hanya dilakukan setelah ventilasi dan hemodinamika
penderita dalam keadaan stabil (Diklat RSUP Dr. M.Djamil, 2006). Dalam
melakukan secondary survey, mungkin akan dilakukan pemeriksaan
diagnostik yang lebih spesifik seperti :
1) Endoskopi
Pemeriksaan penunjang endoskopi bisa dilakukan pada pasien dengan
perdarahan dalam. Dengan melakukan pemeriksaan endoskopi kita bisa
mngethaui perdarahan yang terjadi organ dalam. Pemeriksaan
endoskopi dapat mendeteksi lebih dari 95% pasien dengan
hemetemesis, melena atau hematemesis melena dapat ditentukan lokasi
perdarahan dan penyebab perdarahannya. Lokasi dan sumber
perdarahan yaitu:
a. Esofagus :
Varises,erosi,ulkus,tumor
b. Gaster : Erosi, ulkus,
tumor, polip, angio displasia, Dilafeuy, varises gastropati
kongestif
c. Duodenum : Ulkus, erosi
Untuk kepentingan klinik biasanya dibedakan perdarahan karena ruptur
varises dan perdarahan bukan karena ruptur varises (variceal bleeding
dan non variceal bleeding) (Djumhana, 2011).

2) Bronkoskopi
Bronkoskopi adalah tindakan yang dilakukan untuk melihat keadaan
intra bronkus dengan menggunakan alat bronkoskop. Prosedur
diagnostik dengan bronkoskop ini dapat menilai lebih baik pada
mukosa saluran napas normal, hiperemis atau lesi infiltrat yang
memperlihatkan mukosa yang compang-camping. Teknik ini juga dapat
menilai penyempitan atau obstruksi akibat kompresi dari luar atau
massa intrabronkial, tumor intra bronkus. Prosedur ini juga dapat
menilai ada tidaknya pembesaran kelenjar getah bening, yaitu dengan
menilai karina yang terlihat tumpul akibat pembesaran kelenjar getah
bening subkarina atau intra bronkus (Parhusip, 2004).
3) CT Scan
CT-scan merupakan alat pencitraan yang di pakai pada kasus-kasus
emergensi seperti emboli paru, diseksi aorta, akut abdomen, semua
jenis trauma dan menentukan tingkatan dalam stroke. Pada kasus
stroke, CT-scan dapat menentukan dan memisahkan antara jaringan
otak yang infark dan daerah penumbra. Selain itu, alat ini bagus juga
untuk menilai kalsifikasi jaringan. Berdasarkan beberapa studi terakhir,
CT-scan dapat mendeteksi lebih dari 90 % kasus stroke iskemik, dan
menjadi baku emas dalam diagnosis stroke (Widjaya, 2002).
Pemeriksaaan CT. scan juga dapat mendeteksi kelainan-kelainan seerti
perdarahan diotak, tumor otak, kelainan-kelainan tulang dan kelainan
dirongga dada dan rongga perur dan khususnya kelainan pembuluh
darah, jantung (koroner), dan pembuluh darah umumnya (seperti
penyempitan darah dan ginjal (ishak, 2012).
4) USG
Ultrasonografi (USG) adalah alat diagnostik non invasif menggunakan
gelombang suara dengan frekuensi tinggi diatas 20.000 hertz ( >20
kilohertz) untuk menghasilkan gambaran struktur organ di dalam
tubuh.Manusia dapat mendengar gelombang suara 20-20.000 hertz
.Gelombang suara antara 2,5 sampai dengan 14 kilohertz digunakan
untuk diagnostik. Gelombang suara dikirim melalui suatu alat yang
disebut transducer atau probe. Obyek didalam tubuh akan memantulkan
kembali gelombang suara yang kemudian akan ditangkap oleh suatu
sensor, gelombang pantul tersebut akan direkam, dianalisis dan
ditayangkan di layar. Daerah yang tercakup tergantung dari rancangan
alatnya. Ultrasonografi yang terbaru dapat menayangkan suatu obyek
dengan gambaran tiga dimensi, empat dimensi dan berwarna. USG bisa
dilakukan pada abdomen, thorak (Lyandra, Antariksa, Syaharudin,
2011)
5) Radiologi
Radiologi merupakan salah satu pemeriksaan penunjang yang
dilakukan di ruang gawat darurat. Radiologi merupakan bagian dari
spectrum elektromagnetik yang dipancarkan akibat pengeboman anoda
wolfram oleh electron-elektron bebas dari suatu katoda. Film polos
dihasilkan oleh pergerakan electron-elektron tersebut melintasi pasien
dan menampilkan film radiologi. Tulang dapat menyerap sebagian
besar radiasi menyebabkan pajanan pada film paling sedikit, sehingga
film yang dihasilkan tampak berwarna putih. Udara paling sedikit
menyerap radiasi, meyebabakan pejanan pada film maksimal sehingga
film nampak berwarna hitam. Diantara kedua keadaan ekstrem ini,
penyerapan jaringan sangat berbeda-beda menghasilkan citra dalam
skala abu-abu. Radiologi bermanfaat untuk dada, abdoment, sistem
tulang: trauma, tulang belakang, sendi penyakit degenerative, metabolic
dan metastatik (tumor). Pemeriksaan radiologi penggunaannya dalam
membantu diagnosis meningkat. Sebagian kegiatan seharian di
departemen radiologi adalah pemeriksaan foto toraks. Hal ini
menunjukkan betapa pentingnya pemeriksaan ini. Ini karena
pemeriksaan ini relatif lebih cepat, lebih murah dan mudah dilakukan
berbanding pemeriksaan lain yang lebih canggih dan akurat (Ishak,
2012).
6) MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Secara umum lebih sensitive dibandingkan CT Scan. MRI juga dapat
digunakan pada kompresi spinal. Kelemahan alat ini adalah tidak dapat
mendeteksi adanya emboli paru, udara bebas dalam peritoneum dan
faktor. Kelemahan lainnya adalah prosedur pemeriksaan yang lebih
rumit dan lebih lama, hanya sedikit sekali rumah sakit yang memiliki,
harga pemeriksaan yang sangat mahal serta tidak dapat diapaki pada
pasien yang memakai alat pacemaker jantung dan alat bantu
pendengaran (Widjaya,2002).
FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA
ORANG DEWASA
No. Rekam Medis ... ... ... Diagnosa Medis ... ... ...
IDENTITAS

Nama : Jenis Kelamin : L/P Umur :


Agama : Status Perkawinan : Pendidikan :
Pekerjaan : Sumber informasi : Alamat :

TRIAGE P1 P2 P3 P4
PRIMER SURVEY

GENERAL IMPRESSION
Keluhan Utama :

Mekanisme Cedera :

Orientasi (Tempat, Waktu, dan Orang) :  Baik  Tidak Baik, ... ... ...
Diagnosa Keperawatan:
AIRWAY
Inefektif airway b/d … … …
Jalan Nafas :  Paten  Tidak Paten Kriteria Hasil : … … …
Obstruksi :  Lidah  Cairan  Benda Asing 
N/A Intervensi :
Suara Nafas : Snoring Gurgling 1. Manajemen airway;headtilt-chin
Stridor  N/A lift/jaw thrust
Keluhan Lain: ... ... 2. Pengambilan benda asing dengan
forcep
3. … …
4. … …

Diagnosa Keperawatan:
1. Inefektif pola nafas b/d … … …
BREATHING 2. Kerusakan pertukaran gas b/d …
……

Gerakan dada :  Simetris  Asimetris Kriteria Hasil : … … …


Irama Nafas :  Cepat  Dangkal  Normal
Pola Nafas :  Teratur  Tidak Teratur Intervensi :
Retraksi otot dada :  Ada  N/A 1. Pemberian terapi oksigen … …
Sesak Nafas :  Ada  N/A  RR : ... ... ltr/mnt, via… …
x/mnt 2. Bantuan dengan Bag Valve Mask
Keluhan Lain: … … 3. Persiapan ventilator mekanik
4. … …
5. … …
Diagnosa Keperawatan:
1. Penurunan curah jantung b/d …
……
CIRCULATION
2. Inefektif perfusi jaringan b/d …
……

Nadi :  Teraba  Tidak teraba Kriteria Hasil : … … …


Sianosis :  Ya  Tidak
CRT :  < 2 detik  > 2 detik Intervensi :
Pendarahan :  Ya  Tidak ada 1. Lakukan CPR dan Defibrilasi
Keluhan Lain: ... ... 2. Kontrol perdarahan
3. … …
4. … …

Diagnosa Keperawatan:
1. Inefektif perfusi serebral b/d … …

DISABILITY
2. Intoleransi aktivias b/d … … …
3. … … …

Respon : Alert  Verbal  Pain  Unrespon Kriteria Hasil : … … …


Kesadaran :  CM  Delirium  Somnolen 
... ... ... Intervensi :
GCS :  Eye ...  Verbal ...  1. Berikan posisi head up 30 derajat
Motorik ... 2. Periksa kesadaran dann GCS tiap 5
Pupil :  Isokor  Unisokor  Pinpoint  menit
Medriasis 3. … … …
Refleks Cahaya:  Ada  Tidak Ada 4. … … …
Keluhan Lain : … … 5. … … …

Diagnosa Keperawatan:
1. Kerusakan integritas jaringan b/d
………
EXPOSURE 2. Kerusakan mobilitas fisik b/d …
……
3. … … …

Deformitas :  Ya  Tidak Kriteria Hasil : … … …


Contusio :  Ya  Tidak
Abrasi :  Ya  Tidak Intervensi :
Penetrasi : Ya  Tidak 1. Perawatan luka
Laserasi : Ya  Tidak 2. Heacting
Edema : Ya  Tidak 3. … … …
Keluhan Lain: 4. … … …
……
SECONDARY SURVEY
Diagnosa Keperawatan:
1. Regimen terapiutik inefektif b/d
………
ANAMNESA
2. Nyeri Akut b/d … … …
3. … … …

Riwayat Penyakit Saat Ini : … … … Kriteria Hasil : … … …

Intervensi :
1. … … …
2. … … …
Alergi :

Medikasi :

Riwayat Penyakit Sebelumnya:

Makan Minum Terakhir:

Even/Peristiwa Penyebab:

Tanda Vital :
BP : N: S: RR :
PEMERIKSAAN FISIK Diagnosa Keperawatan:
1. … … …
2. … … …

Kepala dan Leher: Kriteria Hasil : … … …


Inspeksi ... ...
Palpasi ... ... Intervensi :
Dada: 3. … … …
Inspeksi ... ... 4. … … …
Palpasi ... ...
Perkusi ... ...
Auskultasi ... ...
Abdomen:
Inspeksi ... ...
Palpasi ... ...
Perkusi ... ...
Auskultasi ... ...
Pelvis:
Inspeksi ... ...
Palpasi ... ...
Ektremitas Atas/Bawah:
Inspeksi ... ...
Palpasi ... ...
Punggung :
Inspeksi ... ...
Palpasi ... ...
Neurologis :

Diagnosa Keperawatan:
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK 1. … … …
2. … … …
 RONTGEN  CT-SCAN  USG  EKG Kriteria Hasil : … … …
 ENDOSKOPI  Lain-lain, ... ...
Hasil : Intervensi :
1. … … …
2. … … …

Tanggal Pengkajian : TANDA TANGAN PENGKAJI:


Jam :
Keterangan :
NAMA TERANG :

2.2 Diagnosa dan Intervensi Keperwatan Gawat Darurat


1. Diagnose Keperawatan pada
sistem pernafasan
Diagnose Keperawatan pada sistem pernafasan tergantung pada masalah
yang dihadapi pasien. Beberapa diagnose keperawatan yang dapat terjadi
pada pasien dengan masalah pernafasan adalah :
a. Resiko/actual perubahan pertukaran gas berhubungan dengan
perubahan membrane alveoli-paru
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan
secret, bronkospasme.
c. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
supply dan kebutuhan oksigen.
d. Nyeri akut berhubungan dengan peradangan paru, trauma dada
e. Kecemasan/ketakutan berhubungan dengan ancaman kematian,
perubahan kesehatan.
Intervensi dan Tindakan Keperawatan pada sistem pernafasan
Intervensi dan Tindakan Keperawatan pada sistem pernafasan secara
umum meliputi:
a. Pemberian oksigen (nasal kanul, masker sederhana, masker
nonrebreathing/ reabreathing dan ventilator).
b. Memasang oksimetri
c. Melakukan suction melalui mulut/hidung
d. Memberikan bantuan nafas melalui BVM / Pocket mask
e. Memasang OPA (oropharyngeal airway)

Evaluasi Keperawatan Gawat Darurat sistem pernafasan


Evaluasi keperawatan sistem pernafasan secara umum di bagian emergensi
meliputi evaluasi jalan nafas, pernafasan, sirkulasi dan disability (tingkat
kesadaran). Observasi jalan nafas, apakah paten atau tidak. Kaji
pernafasan, apakah mengalami gangguan kebutuhan oksigen atau tidak.
Kaji sirkulasi, apakah tekanan darah normal atau tidak, akrar dingin atau
tidak, capillary refill time ada gangguan atau tidak. Periksa tingkat
kesadaran apakah pasien sadar atau tidak sadar.

2. Diagnose Keperawatan pada


sistem kardiovaskuler
Diagnose Keperawatan pada sistem kardiovaskuler tergantung pada
masalah yang dihadapi pasien. Beberapa diagnose keperawatan yang dapat
terjadi pada pasien dengan masalah kardiovaskuler vaskuler adalah :
a. Nyeri akut berhubungan dengan spasme koronaria , sumbatan arteri
koronaria.
b. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
supply dan kebutuhan oksigen.
c. Penurunan cardiac output berhubungan dengan vasokonstriksi,
penurunan konstraksi jantung.
d. Risiko/actual perubahan pertukaran gas berhubungan dengan
perubahan membrane alveoli-paru.
e. Kecemasan/ketakutan berhubungan dengan ancaman kematian, dan
atau perubahan kesehatan.

Intervensi Dan Tindakan Keperawatan pada Sistem Kardiovaskuler


Intervensi dan tindakan keperawatan pada sistem kardiovaskuler secara
umum meliputi:
a. Pemberian oksigen (nasal kanul, masker sederhana, masker
nonrebreathing/ reabreathing dan ventilator).
b. Memasang EKG
c. Memasang oksimetri
d. Melakukan suction melalui mulut/hidung
e. Melakukan resusitasi jantung pulmonal

Evaluasi Keperawatan Gawat Darurat pada Sistem Kardiovaskuler


Evaluasi keperawatan sistem kardiovaskuler secara umum di bagian
emergensi meliputi evaluasi jalan nafas, pernafasan, sirkulasi dan
disability (tingkat kesadaran). Observasi jalan nafas, apakah paten atau
tidak. Kaji pernafasan, apakah mengalami gangguan kebutuhan oksigen
atau tidak. Kaji sirkulasi, apakah tekanan darah normal atau tidak, akrar
dingin atau tidak, capillary refill time ada gangguan atau tidak. Periksa
tingkat kesadaran apakah pasien sadar atau tidak sadar.

3. Diagnose Keperawatan pada


Sistem Persarafan
Diagnose Keperawatan pada sistem persarafan tergantung pada masalah
yang dihadapi pasien. Beberapa diagnose keperawatan yang dapat terjadi
pada pasien dengan masalah persarafan adalah :
a. Perubahan perfusi jaringan otak berhubungan dengan sumbatan
pembuluh darah otak, dan perdarahan.
b. Nyeri akut berhubungan dengan tekanan intracranial meningkat.
c. Risiko bersihan jalan tidak efektif berhubungan dengan penurunan
kesadaran.
d. Risiko trauma berhubungan dengan kejang
Intervensi dan Tindakan Keperawatan pada Sistem Persarafan
Intervensi dan Tindakan Keperawatan pada sistem pernafasan secara
umum meliputi:
a. Pemberian oksigen (nasal kanul, masker sederhana, masker
nonrebreathing/reabreathing dan ventilator).
b. Memasang oksimetri
c. Melakukan suction melalui mulut/hidung
d. Memberikan bantuan nafas melalui BVM / Pocket mask
e. Pemasangan collar leher

Evaluasi Keperawatan pada Sistem Persarafan


Evaluasi keperawatan sistem persarafan secara umum di bagian emergensi
meliputi evaluasi jalan nafas, pernafasan, sirkulasi dan disability (tingkat
kesadaran). Observasi jalan nafas, apakah paten atau tidak. Kaji
pernafasan, apakah mengalami gangguan kebutuhan oksigen atau tidak.
Kaji sirkulasi, apakah tekanan darah normal atau tidak, akrar dingin atau
tidak, capillary refill time ada gangguan atau tidak. Periksa tingkat
kesadaran apakah pasien sadar atau tidak sadar.

4. Diagnosa Keperawatan pada


Sistem Endokrin
Diagnose Keperawatan pada sistem endokrin tergantung pada masalah
yang dihadapi pasien. Beberapa diagnose keperawatan yang dapat terjadi
pada pasien dengan masalah endokrin adalah :
a. Perubahan perfusi jaringan otak berhubungan dengan penurunan
aliran oksigen
b. Risiko bersihan jalan tidak efektif berhubungan dengan penurunan
kesadaran.
c. Defisit volume cairan berhubungan dengan dieresis osmotik.
Intervensi dan Tindakan Keperawatan pada Sistem Endokrin
Intervensi dan Tindakan Keperawatan pada sistem pernafasan secara
umum meliputi:
a. Pemberian oksigen (nasal kanul, masker sederhana, masker
nonrebreathing/ reabreathing dan ventilator).
b. Memasang oksimetri
c. Melakukan suction melalui mulut/hidung
d. Memberikan bantuan nafas melalui BVM / Pocket mask
e. Pemasangan OPA
f. Memberikan insulin

Evaluasi Keperawatan pada Sistem Edokrin


Evaluasi keperawatan sistem persarafan secara umum di bagian emergensi
meliputi evaluasi jalan nafas, pernafasan, sirkulasi dan disability (tingkat
kesadaran). Observasi jalan nafas, apakah paten atau tidak. Kaji
pernafasan, apakah mengalami gangguan kebutuhan oksigen atau tidak.
Kaji sirkulasi, apakah tekanan darah normal atau tidak, akrar dingin atau
tidak, capillary refill time ada gangguan atau tidak. Periksa tingkat
kesadaran apakah pasien sadar atau tidak sadar.

5. Diagnose Keperawatan pada


Sistem Muskuloskeletal
Diagnose Keperawatan pada sistem musculoskeletal tergantung pada
masalah yang dihadapi pasien. Beberapa diagnose keperawatan yang dapat
terjadi pada pasien dengan masalah musculoskeletal adalah :
a. Nyeri akut berhubungan dengan pergerakan frakmen tulang, spasme
otot, kerusakan jaringan
b. Resiko terjadi trauma tambahan berhubungan dengan pergerakan
frakmen tulang
c. Resiko terjadi disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan
hambatan aliran darah, hipovolemia.
d. Kecemasan/ketakutan berhubungan dengan ancaman kematian,
perubahan kesehatan.

Intervensi dan Tindakan Keperawatan pada Sistem Muskuloskeletal


Intervensi dan Tindakan Keperawatan pada sistem musculoskeletal secara
umum meliputi :
a. Pemberian oksigen (nasal kanul, masker sederhana, masker
nonrebreathing/ reabreathing dan ventilator).
b. Memasang oksimetri
c. Melakukan suction melalui mulut
d. Melakukan Pembidaian
e. Melakukan perawatan luka

Evaluasi Keperawatan Pada Sistem Musculoskeletal


Evaluasi keperawatan sistem musculoskeletal secara umum di bagian
emergensi meliputi evaluasi jalan nafas, pernafasan, sirkulasi dan
disability (tingkat kesadaran). Observasi jalan nafas, apakah paten atau
tidak. Kaji pernafasan, apakah mengalami gangguan kebutuhan oksigen
atau tidak. Kaji sirkulasi, apakah tekanan darah normal atau tidak, akrar
dingin atau tidak, capillary refill time ada gangguan atau tidak. Periksa
tingkat kesadaran apakah pasien sadar atau tidak sadar. Evaluasi
selanjutnya yaitu pada focus terjadinya trauma meliputi rasa nyeri,
perdarahan, kondisi luka, PMS (pulse, motorik dan sensori) dan tanda
tanda kompartemen syndrome.

6. Diagnose Keperawatan pada


Sistem Integument
Diagnose Keperawatan pada luka bakar tergantung pada masalah yang
dihadapi pasien. Beberapa diagnose keperawatan yang dapat terjadi pada
pasien dengan luka bakar adalah :
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan
secret, edema trakea-bronkus.
b. Risiko defisit cairan berhubungan dengan pengeluaran berlebihan
melalui kulit, hipermetabolisme.
c. Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan integritas kulit
d. Risiko infeksi berhubungan dengan hilangnya proteksi primer.
e. Kecemasan/ketakutan berhubungan dengan ancaman kematian,
perubahan kesehatan.

Intervensi dan Tindakan Keperawatan pada Sistem Pernafasan


Intervensi dan Tindakan Keperawatan pada sistem pernafasan secara
umum meliputi:
a. Pemberian oksigen (nasal kanul, masker sederhana, masker
nonrebreathing/reabreathing dan ventilator).
b. Memasang oksimetri
c. Melakukan suction melalui mulut/hidung
d. Memasang OPA (oropharyngeal airway)
e. Perawatan luka bakar

Evaluasi Keperawatan pada Luka Bakar


Evaluasi keperawatan sistem pernafasan secara umum di bagian emergensi
meliputi evaluasi jalan nafas, pernafasan, sirkulasi dan disability (tingkat
kesadaran). Observasi jalan nafas, apakah paten atau tidak. Kaji
pernafasan, apakah mengalami gangguan kebutuhan oksigen atau tidak.
Kaji sirkulasi, apakah tekanan darah normal atau tidak, akral dingin atau
tidak, capillary refill time ada gangguan atau tidak. Periksa tingkat
kesadaran apakah pasien sadar atau tidak sadar.
7. Diagnose Keperawatan pada
Obstetrik dan Ginekologi
Diagnose Keperawatan pada obstetri dan ginekologi tergantung pada
masalah yang dihadapi pasien. Beberapa diagnose keperawatan yang dapat
terjadi pada pasien dengan obstetri dan ginekologi adalah:
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan perdarahan, nyeri akut.
b. Perubahan Perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan
c. Nyeri akut berhubungan dengan tekanan abdomen meningkat,
perdarahan.
d. Kecemasan/ketakutan berhubungan dengan ancaman kematian,
perubahan kesehatan.

Intervensi dan Tindakan Keperawatan pada Obstetrik dan Ginekologi


Intervensi dan Tindakan Keperawatan pada obstetrik dan ginekologi
secara umum meliputi:
a. Pemberian oksigen (nasal kanul, masker sederhana, masker
nonrebreathing/ reabreathing dan ventilator).
b. Memasang oksimetri
c. Melakukan suction melalui mulut/hidung
d. Memasang OPA (oropharyngeal airway)
e. Memasang infus dan resusitasi cairan

Evaluasi Keperawatan pada Obstetri dan Ginekologi


Evaluasi keperawatan sistem pernafasan secara umum di bagian emergensi
meliputi evaluasi jalan nafas, pernafasan, sirkulasi dan disability (tingkat
kesadaran). Observasi jalan nafas, apakah paten atau tidak. Kaji
pernafasan, apakah mengalami gangguan kebutuhan oksigen atau tidak.
Kaji sirkulasi, apakah tekanan darah normal atau tidak, akral dingin atau
tidak, capillary refill time ada gangguan atau tidak. Periksa tingkat
kesadaran apakah pasien sadar atau tidak sadar.
.

DAFTAR PUSTAKA

American College of Surgeons. (1997). Advanced trauma life support for doctors.
instructor course manual book 1 - sixth edition. Chicago.

Curtis, K., Murphy, M., Hoy, S., dan Lewis, M.J. (2009). The emergency nursing
assessment process: a structured framedwork for a systematic approach.
Australasian Emergency Nursing Journal, 12; 130-136

Delp & manning. (2004) . Major diagnosis fisik . Jakarta: EGC.


Diklat Yayasan Ambulance Gawat Darurat 118. (2010). Basic Trauma Life
Support and Basic Cardiac Life Support Edisi Ketiga. Yayasan Ambulance
Gawat Darurat 118.

Diklat RSUP Dr. M. Djamil Padang. (2006). Pelatihan Penanggulangan Penderita


Gawat darurat (PPGD). RSUP. Dr.M.Djamil Padang.

Djumhana, Ali. (2011). Perdarahan Akut Saluran Cerna Bagian Atas. FK.
UNPAD. Diakses dari http://pustaka.unpad.ac.id/ tanggal 28 april 2013.

Emergency Nurses Association (2007). Sheehy`s manual of emergency care 6th


edition. St. Louis Missouri : Elsevier Mosby.

Fulde, Gordian. (2009). Emergency medicine 5th edition. Australia : Elsevier.


Gilbert, Gregory., D’Souza, Peter., Pletz, Barbara. (2009). Patient assessment
routine medical care primary and secondary survey. San Mateo County
EMS Agency.

Gindhi, R.M., Cohen, R.A., dan Kirzinger, W.K. (2012). Emergency room use
among aults aged 18-64: early release of estimates from the national health
interview survey, January-June 2011. Diakses pada tanggal 28 April 2013,
dari
http://www.cdc.gov/nchs/data/nhis/earlyrelease/emergency_room_use_janu
ary-june_2011.pdf

Holder, AR. (2002 ).Emergency room liability. JAMA.

Institute for Health Care Improvement. (2011). Nursing assessment form with
medical emergency team (MET) guidelines. Diakses pada tanggal 28 April
2013, dari
http://www.ihi.org/knowledge/Pages/Tools/NursingAssessmentFormwithME
TGuidelines.aspx.

Ishak, 2012. Pemeriksaan radiologi dan laboratorium untuk fisioterapis. Diakses


dari http://www.slideshare.net/IshakMajid/radiologi-laboratorium-a4 tanggal
5 Mei 2013

Lombardo, D. (2005). Patient asessment.


In: Newbury L., Criddle L.M., ed. Sheehy’s manual of emergency care,  ed
6. Philadelphia: Mosby.  
Lyandra, april, Budhi, Antariksa, Syahrudin. (2011). Ultrasonografi Toraks.
Jurnal Respiratori Inonesia Volume 31 diakses dari
http://jurnalrespirologi.org/ tanggal 28 April 2013.

Lyer, P.W., Camp, N.H.(2005). Dokumentasi Keperawatan, Suatu Pendekatan


Proses Keperawatan, Edisi 3. Jakarta: EGC
Mancini MR, Gale AT.(2011). Emergency care and the law. Maryland: Aspen
Publication.

Maryuani, Anik & Yulianingsih. (2009). Asuhan kegawatdaruratan. Jakarta :


Trans Info Media Medis.

O’keefe, M.F.,Limmer D., Grand, H.D., Murray, R.H., Bergebon J.D., (1998).
Emergency Care, eighth Ed., New Yersey, Prentice Hall. Inc. A. Simon &
Schuster Co.

Parhusip. (2004). Bronkoskopi. Diakses dari http://repository.usu.ac.id tanggal 28


april 2013.

Practitioner Emergency Medical Technician. (2012). Clinical practice guidelines


for pre-hospital emergency care. Ireland : Pre-Hospital Emergency Care
Council. ISBN 978-0-9571028-2-8.

The National Institue for Health and Clinical Excellence. (2007). Head injury:
triage, assessment, investigation and early management of head injury in
infant, children and adults. London: The National Institue for Health and
Clinical Excellence

Thygerson, Alton. (2006). First aid 5th edition. Alih bahasa dr. Huriawati
Hartantnto. Ed. Rina Astikawati. Jakarta : PT. Gelora Aksara Pratama.

Vanderbilt Medical Center. (2011). Viewing and printing adult ED nursing


assessment documentation. Diakses pada tanggal 28 April 2013, dari
http://www.mc.vanderbilt.edu/documents/sss2/files/View_Print_Adult_ED_
Nurs_Assess_Doc_2_10_11.doc
Widjaya, Cristina. (2002). Uji Diagnostik pemeriksaan kadar D-dimer plasma
pada diagnosis stroke iskemik. FK. UNPAD. Diakses dari
http://eprints.undip.ac.id tanggal 28 april 2013.

Wilkinson, Douglas. A., Skinner, Marcus. W. (2000). Primary trauma care


standard edition. Oxford : Primary Trauma Care Foundation. ISBN 0-95-
39411-0-8.

Anda mungkin juga menyukai