Anda di halaman 1dari 15

BAB I

DEFINISI

Pelayanan gawat darurat merupakan pelayanan yang dapat memberikan


tindakan yang cepat dan tepat pada seorang atau kelompok orang agar dapat
meminimalkan angka kematian dan mencegah terjadinya kecacatan yang tidak
perlu. Upaya peningkatan gawat darurat ditujukan untuk menunjang pelayanan
dasar, sehingga dapat menanggulangi pasien gawat darurat baik dalam keadaan
sehari-hari maupun dalam keadaan bencana.
Dengan semakin meningkatnya jumlah penderita gawat darurat, maka
diperlukan peningkatan pelayanan gawat darurat baik yang diselenggarakan
ditempat kejadian, selama perjalanan ke rumah sakit, maupun di rumah sakit.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka di Instalasi gawat Darurat dibuat
standar pelayanan yang merupakan panduan bagi semua pihak dalam tata cara
pelaksanaan pelayanan yang diberikan ke pasien pada umumnya dan pasien IGD
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka di Instalasi gawat Darurat dibuat
standar pelayanan yang merupakan panduan bagi semua pihak dalam tata cara
pelaksanaan pelayanan yang diberikan ke pasien pada umumnya dan pasien IGD
RSU Wijayakusuma Kebumen khususnya.
Berdasarkan dengan hal tersebut diatas maka, dalam melakukan pelayanan
gawat darurat di IGD RSU Wijayakusuma Kebumenh harus berdasarkan standar
pelayanan Gawat darurat RSU Wijayakusuma Kebumen.
Ada beberapa istilah yang digunakan dalam unit gawat darurat berdasarkan
Proiritas Perawatannya, yaitu:
1. Gawat Darurat (P1)
Keadaan yang mengancam nyawa atau adanya gangguan ABC dan perlu
tindakan yang segera, misalnya cardiac arrest, penurunan kesadaran,
trauma mayor dengan perdarahan hebat
2. Gawat Tidak Darurat (P2)
Keadaan mengancam nyawa tetapi tidak memerlukan tindakan darurat.
Setelah dilakukan resusitasi maka ditindak lanjuti oleh dokter spesialis.
Mislanya pasien kanker tahap lanjut, fraktur, sickle cell dan lainnya.
3. Darurat Tidak Gawat (P3)
Keadaan yang tidak mengancam nyawa tetapi memerlukan tindakan
darurat. Pasien sadar, tidak mengalami gangguan ABC dan langsung dapat
diberikan terapi definitive. Untuk tindak lanjut dapat ke poliklinik, misalnya
laserasi, fraktur minor/tertutup, sistitis, otitis media, dan lain-lain.
4. Tidak Gawat Tidak Darurat (P4)

1
Keadaan yang tidak mengancam nyawa tetapi tidak memerlukan tindakan
gawat. Gejala dan tanda klinis ringan/asimptomatis. Misalnya penyakit kulit,
batuk, flu dan sebagainya (ENA, 2001; Iyer, 2004)

2
BAB II

RUANG LINGKUP

Ruang lingkup pelayanan Instalasi Gawat Darurat meliputi:


1. Pasien dengan kasus true emergency
Yaitu pasien yang tiba-tiba berada dalam keadaan gawat darurat atau akan
menjadi gawat dan terancam nyawanya atau anggota badannya (akan menjadi
cacat) bila tidak mendapat pertolongan secepatnya
2. Pasien dengan kasus false emergency
Yaitu pasien dengan:
a. Keadaan gawat tetapi tidak memerlukan tindakan darurat
b. Keadaan gawat tetapi tidak mengancam nyawa dan anggota badannya
c. Keadaan tidak gawat dan tidak darurat

3
BAB III

TATA LAKSANA

A. Triase
Tindakan memilah-milah korban sesuai dengan tingkat kegawatannya
untuk memperoleh prioritas tindakan. Pembagian golongan pada musibah
masal/ bencana :
1. Gawat darurat – merah Kelompok pasien yang tiba-tiba
berada dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan
terancam nyawanya atau anggota badannya (akan menjadi
cacat) bila tidak mendapat pertolongan secepatnya.
2. Gawat tidak darurat – putih Kelompok pasien berada dalam
keadaan gawat tetapi tidak memerlukan tindakan darurat,
misalnya kanker stadium lanjut.
3. Tidak gawat, darurat – kuning Kelompok pasien akibat
musibah yang datang tiba-tiba, tetapi tidak mêngancam nyawa
dan anggota badannya, misanya luka sayat dangkal.
4. Tidak gawat, tidak darurat – hijau, Kelompok pasien yang tidak
luka dan tidak memerlukan intervensi medic.
5. Meninggal – hitam

B. Penanganan Pasien
Melakukan Primary Survey, tanpa dukungan alat bantu diagnostik
kemudian dilanjutkan dengan Secondary Survey.
Primary survey menyediakan evaluasi yang sistematis, pendeteksian
dan manajemen segera terhadap komplikasi akibat trauma parah yang
mengancam kehidupan. Tujuan dari Primary survey adalah untuk
mengidentifikasi dan memperbaiki dengan segera masalah yang
mengancam kehidupan. Prioritas yang dilakukan pada primary survey antara
lain (Fulde, 2009) :
1) Airway maintenance dengan cervical spine protection
2) Breathing dan oxygenation
3) Circulation dan kontrol perdarahan eksternal
4) Disability-pemeriksaan neurologis singkat
5) Exposure dengan kontrol lingkungan

Sangat penting untuk ditekankan pada waktu melakukan primary


survey bahwa setiap langkah harus dilakukan dalam urutan yang benar dan
langkah berikutnya hanya dilakukan jika langkah sebelumnya telah

4
sepenuhnya dinilai dan berhasil. Setiap anggota tim dapat melaksanakan
tugas sesuai urutan sebagai sebuah tim dan anggota yang telah dialokasikan
peran tertentu seperti airway, circulation, dll, sehingga akan sepenuhnya
menyadari mengenai pembagian waktu dalam keterlibatan mereka
(American College of Surgeons, 1997).

Primary survey perlu terus dilakukan berulang-ulang pada seluruh


tahapan awal manajemen. Kunci untuk perawatan trauma yang baik adalah
penilaian yang terarah, kemudian diikuti oleh pemberian intervensi yang tepat
dan sesuai serta pengkajian ulang melalui pendekatan AIR (assessment,
intervention, reassessment). Primary survey dilakukan melalui beberapa
tahapan, antara lain (Gilbert., D’Souza., & Pletz, 2009) :

1. General Impressions
 Memeriksa kondisi yang mengancam nyawa secara umum.
 Menentukan keluhan utama atau mekanisme cedera
 Menentukan status mental dan orientasi (waktu, tempat, orang)
2. Pengkajian Airway
Tindakan pertama kali yang harus dilakukan adalah memeriksa
responsivitas pasien dengan mengajak pasien berbicara untuk
memastikan ada atau tidaknya sumbatan jalan nafas. Seorang pasien
yang dapat berbicara dengan jelas maka jalan nafas pasien terbuka
(Thygerson, 2011). Pasien yang tidak sadar mungkin memerlukan
bantuan airway dan ventilasi. Tulang belakang leher harus dilindungi
selama intubasi endotrakeal jika dicurigai terjadi cedera pada kepala,
leher atau dada. Obstruksi jalan nafas paling sering disebabkan oleh
obstruksi lidah pada kondisi pasien tidak sadar (Wilkinson & Skinner,
2000). Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian airway pada pasien
antara lain:
a) Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien dapat berbicara
atau bernafas dengan bebas?
b) Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien antara lain:
 Adanya snoring atau gurgling
 Stridor atau suara napas tidak normal
 Agitasi (hipoksia)
 Penggunaan otot bantu pernafasan / paradoxical chest
movements
 Sianosis

Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas


bagian atas dan potensial penyebab obstruksi :

5
 Muntahan
 Perdarahan
 Gigi lepas atau hilang
 Gigi palsu
 Trauma wajah
c) Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas pasien
terbuka.
 Lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak perlu pada
pasien yang berisiko untuk mengalami cedera tulang belakang.
 Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas
pasien sesuai indikasi
 Chin lift/jaw thrust
 Lakukan suction (jika tersedia)
 Oropharyngeal airway/nasopharyngeal airway, Laryngeal
Mask Airway
 Lakukan intubasi
3. Pengkajian Breathing (Pernafasan)

Pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk menilai kepatenan


jalan nafas dan keadekuatan pernafasan pada pasien. Jika pernafasan
pada pasien tidak memadai, maka langkah-langkah yang harus
dipertimbangkan adalah: dekompresi dan drainase tension
pneumothorax/haemothorax, closure of open chest injury dan ventilasi
buatan (Wilkinson & Skinner, 2000). Yang perlu diperhatikan dalam
pengkajian breathing pada pasien antara lain :

1) Look, listen dan feel; lakukan penilaian terhadap ventilasi dan


oksigenasi pasien.
 Inspeksi dari tingkat pernapasan sangat penting. Apakah ada
tanda-tanda sebagai berikut : cyanosis, penetrating injury, flail
chest, sucking chest wounds, dan penggunaan otot bantu
pernafasan.
 Palpasi untuk adanya : pergeseran trakea, fraktur ruling iga,
subcutaneous emphysema, perkusi berguna untuk diagnosis
haemothorax dan pneumotoraks.
 Auskultasi untuk adanya : suara abnormal pada dada.
2) Buka dada pasien dan observasi pergerakan dinding dada pasien jika
perlu.
3) Tentukan laju dan tingkat kedalaman nafas pasien; kaji lebih lanjut
mengenai karakter dan kualitas pernafasan pasien.
4) Penilaian kembali status mental pasien

6
5) Dapatkan bacaan pulse oksimetri jika diperlukan
6) Pemberian intervensi untuk ventilasi yang tidak adekuat dan / atau
oksigenasi:
 Pemberian terapi oksigen
 Bag-Valve Masker
 Intubasi (endotrakeal atau nasal dengan konfirmasi penempatan
yang benar), jika diindikasikan
 Catatan: defibrilasi tidak boleh ditunda untuk advanced airway
procedures
7) Kaji adanya masalah pernapasan yang mengancam jiwa lainnya dan
berikan terapi sesuai kebutuhan.
4. Pengkajian Circulation

Shock didefinisikan sebagai tidak adekuatnya perfusi organ dan


oksigenasi jaringan. Hipovolemia adalah penyebab syok paling umum
pada trauma. Diagnosis shock didasarkan pada temuan klinis: hipotensi,
takikardia, takipnea, hipotermia, pucat, ekstremitas dingin, penurunan
capillary refill, dan penurunan produksi urin. Oleh karena itu, dengan
adanya tanda-tanda hipotensi merupakan salah satu alasan yang cukup
aman untuk mengasumsikan telah terjadi perdarahan dan langsung
mengarahkan tim untuk melakukan upaya menghentikan pendarahan.
Penyebab lain yang mungkin membutuhkan perhatian segera adalah:
tension pneumothorax, cardiac tamponade, cardiac, spinal shock dan
anaphylaxis. Semua perdarahan eksternal yang nyata harus diidentifikasi
melalui paparan pada pasien secara memadai dan dikelola dengan baik
(Wilkinson & Skinner, 2000). Langkah-langkah dalam pengkajian
terhadap status sirkulasi pasien, antara lain :
1) Cek nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan.
2) CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi siap
untuk digunakan.
3) Kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupan
dengan pemberian penekanan secara langsung.
4) Palpasi nadi radial jika diperlukan:
 Menentukan ada atau tidaknya
 Menilai kualitas secara umum (kuat/lemah)
 Identifikasi rate (lambat, normal, atau cepat)
 Regularity
5) Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi
atau hipoksia (capillary refill).
6) Lakukan treatment terhadap hipoperfusi

7
5. Pengkajian Level of Consciousness dan Disabilities

Pada primary survey, disability dikaji dengan menggunakan skala


AVPU :
 A - alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya mematuhi
perintah yang diberikan
 V - vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara yang
tidak bisa dimengerti
 P - responds to pain only (harus dinilai semua keempat tungkai jika
ekstremitas awal yang digunakan untuk mengkaji gagal untuk
merespon)
 U - unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon baik stimulus
nyeri maupun stimulus verbal.
6. Expose, Examine dan Evaluate

Menanggalkan pakaian pasien dan memeriksa cedera pada


pasien. Jika pasien diduga memiliki cedera leher atau tulang belakang,
imobilisasi in-line penting untuk dilakukan. Lakukan log roll ketika
melakukan pemeriksaan pada punggung pasien. Yang perlu diperhatikan
dalam melakukan pemeriksaan pada pasien adalah mengekspos pasien
hanya selama pemeriksaan eksternal. Setelah semua pemeriksaan telah
selesai dilakukan, tutup pasien dengan selimut hangat dan jaga privasi
pasien, kecuali jika diperlukan pemeriksaan ulang (Thygerson, 2011).
Dalam situasi yang diduga telah terjadi mekanisme trauma yang
mengancam jiwa, maka Rapid Trauma Assessment harus segera
dilakukan:
 Lakukan pemeriksaan kepala, leher, dan ekstremitas pada pasien
 Perlakukan setiap temuan luka baru yang dapat mengancam nyawa
pasien luka dan mulai melakukan transportasi pada pasien yang
berpotensi tidak stabil atau kritis.

Penatalaksaan
A. Tata Laksana Pendaftaran Pasien
1. Petugas Penangguang Jawab
- Perawat IGD
- Petugas Administrasi
2. Perangkat Kerja
- Status Medis
3. Tata Laksana Pendaftaran Pasien

8
- Pendaftaran pasien yang datang ke IGD dilakukan oleh pasien atau
keluarga dibagian administrasi
- Bila keluarga tidak ada petugas IGD bekerja sama dengan security
untuk mencari identitas pasien
- Sebagai bukti pasien sudah mendaftar di bagian administrasi akan
memberikan status untuk diisi oleh dokter IGD yang bertugas
- Bila pasien dalam keadaan gawat darurat, maka akan langsung
diberikan pertolongan di IGD, sementara keluarga atau penanggung
jawab melakukan pendaftaran dibagian administrasi.

B. Tata Laksana Pelayanan Triase


1. Petugas Penanggung Jawab
- Dokter jaga IGD
2. Perangkat Kerja
- Stetoskop
- Tensimeter
- Status medis
3. Tata Laksana Pelayanan Triase
- Pasien atau keluarga pasien mendaftar ke bagian administrasi
- Dokter jaga IGD melakukan pemeriksaan pada pasien secara lengkap
dan menemukan prioritas penanganan
- Prioritas pertama (I, tertinggi, emergency) yaitu mengancam nyawa
fungsi vital, pasien ditempatkan diruang resusitasi
- Proiritas kedua (II, medium urgent) yaitu potensial mengancam jiwa
atau fungsi vital, bila tidak segera ditangani dalam waktu singkat.
Penanganan dan pemindahan bersifat terakhir. Pasien ditempatkan
diruang tindakan bedah atau non bedah
- Prioritas ketiga (III, rendah, non emergency) yaitu memerlukan
pelayanan biasa, tidak perlu segera. Penanganan dan pemindahan
bersifat terakhir. Pasien ditempatkan diruangan non bedah

C. Tata Laksana Pengisian Informed Consent


1. Petugas Penangguang Jawab
- Dokter jaga IGD
2. Perangkat Kerja
- Formulir Persetujuan Tindakan
3. Tata Laksana Pengisian Informed Consent
- Dokter jaga IGD yang sedang bertugas menjelaskan tujuan dan
pengisian informed consent pada pasien atau kelurga pasien
disaksikan oleh perawat

9
- Pasien menyetujui, informed consent diisi dengan lengkap dengan
disaksikan oleh perawat
- Setalah diisi dimasukan ke dalam status medik pasien.

D. Tata Laksana Transportasi Pasien


1. Petugas Penangguang Jawab
- Perawat IGD
- Sopir Ambulan
2. Perangkat Kerja
- Ambulan
- Alat tulis
3. Tata Laksana Transportasi Pasien
- Bagi pasien yang memerlukan penggunaan ambulan RSU
Wijayakusuma Kebumen sebagai transpotasi, maka perawat unit
terkait menghubungi IGD
- Perawat IGD menuliskan data-data atau penggunaan ambulan (nama
pasien ruang rawat inap, waktu penggunaan dan tujuan penggunaan)
- Perawat IGD segera menghubungi bagian/sopir ambulan untuk
segera menyiapkan kendaraan
- Perawat IGD menyiapkan alat medis sesuai dengan kondisi pasien.
E. Tata Laksana Pelayanan False Emergency
1. Petugas Penangguang Jawab
- Perawat Administarsi
- Dokter jaga IGD
2. Perangkat Kerja
- Stetoskop
- Tensi meter
- Alat tulis
3. Tata Laksana pelayanan False Emergency
- Pasien atau keluarga psien mendaftar dibagian adiministrasi
- Dilakukan triase untuk penempatan pasien diruang non bedah
- Pasien dilakukan pemeriksaan fisik oleh dokter jaga IGD
- Dokter juga menjelaskan kondisi pasien pada keluarga pasien atau
penanggung jawab
- Bila perlu dirawat atau observasi pasien dianjurkan ke bagian
administrasi
- Bila tidak perlu dirawat pasien diberikan resep dan bisa langsung pulang
- Pasien dianjurkan untuk control kembali sesuai dengan saran dokter.

10
F. Tata Laksana Visum Et Repertum
1. Petugas Penangguang Jawab
- Petugas Rekam Medik
- Dokter jaga IGD
2. Perangkat Kerja Visum Et Repertum
- Formulir Visum et Repertum IGD
3. Tata Laksana Visum St Repertum
- Petugas IGD menerima surat perintah Visum Et Repertum dari pihak
kepolisian
- Surat perintah Visum Et Repertum diserahkan kebagian rekam medic
- Petugas rekam medik menyerahkan status medis kepada dokter jaga
yang bertugas menangani pasien terkait
- Setelah Visum Et Repertum diselesaikan oleh rekam medik maka
lembar yang asli diberikan kepihak kepolisian.

G. Tata Laksana Pelayanan Death On Arrival (DOA)


1. Petugas Penangguang Jawab
- Dokter jaga IGD
- Petugas satpam
2. Perangkat Kerja
- Senter
- Stetoskop
- EKG
- Surat Kematian
3. Tata Laksana Death On Arrival
- Pasien dilakukan triase dan pemeriksaan oleh dokter jaga IGD
- Bila dokter sudah menyatakan meninggal, maka dilakukan perawatan
jenazah
- Dokter jaga IGD membuat surat keterangan kematian
- Jenazah dipindahkan atau diserahkan terimakn keruang jenazah
dengan bagian umum atau keamanan.

H. Tata Laksana Sistem Informasi Pelayanan Pra Rumah Sakit


1. Petugas Penangguang Jawab
- Perawat IGD
2. Perangkat Kerja Visum Et Repertum
- Ambulan
- Hand Phone
3. Tata Laksana Sistem Komunikasi Pra Rumah Sakit

11
- Perawat yang mendampingi pasien memberikan informasi mengenai
kondisi pasien yang akan dibawa, kepada perawat IGD RSU
Wijayakusuma Kebumen.
- Isi informasi mencangkup :
a. Keadaan umum (keadaan tanda-tanda vital)
b. Peralatan yang diperlukan di IGD (suction, monitoring, defibrillator)
c. Kemungkinan untuk dirawat di unit intensive
d. Perawat IGD melaporkan pada dokter jaga IGD dan menyiapkan
hal-hal yang diperlukan sesuai dengan laporan yang diterima dari
petugas ambulan.

I. Tata Laksana Sistem Rujukan


1. Petugas Penangguang Jawab
- Dokter jaga IGD
- Perawat IGD
2. Perangkat Kerja
- Ambulan
- Formulir Persetujuan Tindakan
- Formulir Rujukan
3. Tata Laksana Sistem Rujukan
1) Alih Rawat
a) Perawat IGD menghubungi rumah sakit yang akan dituju
b) Dokter jaga IGD memberikan informasi pada dokter jaga rumah
sakit rujukan mengenai keadaan umum pasien
c) Bila tempat telah tersedia dirumah sakit rujukan, perawat IGD
menghubungi RSU Wijayakusuma Kebumen dengan kondisi
pasien.
2) Pemeriksaan Diagnostik
a) Pasien atau keluarga pasien dijelaskan oleh dokter jaga mengenai
tujuan pemeriksaan diagnostik, bila setuju maka kelurga harus
mengisi informed consent
b) Perawat IGD menghubungi rumah sakit rujukan
c) Perawat IGD menghubungi petugas ambulan RSU Wijayakusuma
Kebumen
3) Spesimen
a) Pasien atau kelurga pasien dijelaskan mengenai tujuan
pemeriksaan spesimen
b) Bila keluarga setuju maka harus mengisi informed consent
c) Dokter jaga mengisi formulir pemeriksaan dan disertakan ke
petugas laboratorium

12
d) Petugas laboratorium melakukan rujukan ke laboratorium yang
dituju.

13
BAB IV
DOKUMENTASI

1. Assasemen IGD

14
DAFTAR PUSTAKA

15

Anda mungkin juga menyukai