Oleh Kelompok IV
1. Annisa Salsa Bella NIM : P07124118167
2. Dina Malinda NIM : P07124118181
3. Ely Prasenda Riswandani NIM : P07124118187
4. Fatma Rizki Wijanarko NIM : P07124118191
5. Gina Sofia NIM : P07124118199
6. Indah Rahmatul Jannah NIM : P07124118203
7. Maulanda Febriyanty NIM : P07124118209
8. Mia Tri Rahmaniati NIM: P07124118211
9. Rizky Amelia NIM : P07124118236
10. Sylvie Septianita Kanty NIM : P07124118250
11. Wahdatul Misbah NIM : P07124118254
TAHUN 2020
TINJAUAN TEORI
2. Resuscitation
3. History
4. Secondary survey
5. Definitive care
A. Primary Survey
Primary survey menyediakan evaluasi yang sistematis, pendeteksian dan
manajemen segera terhadap komplikasi akibat trauma parah yang mengancam
kehidupan. Tujuan dari Primary survey adalah untuk mengidentifikasi dan
b) Pengkajian Airway
Tindakan pertama kali yang harus dilakukan adalah memeriksa
responsivitas pasien dengan mengajak pasien berbicara untuk memastikan ada
atau tidaknya sumbatan jalan nafas. Seorang pasien yang dapat berbicara
dengan jelas maka jalan nafas pasien terbuka (Thygerson, 2011). Pasien yang
tidak sadar mungkin memerlukan bantuan airway dan ventilasi. Tulang
belakang leher harus dilindungi selama intubasi endotrakeal jika dicurigai
terjadi cedera pada kepala, leher atau dada. Obstruksi jalan nafas paling sering
disebabkan oleh obstruksi lidah pada kondisi pasien tidak sadar (Wilkinson &
Skinner, 2000).
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian airway pada pasien antara lain :
Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien dapat berbicara atau
bernafas dengan bebas?
Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien antara lain:
Adanya snoring atau gurgling
Stridor atau suara napas tidak normal
Agitasi (hipoksia)
Penggunaan otot bantu pernafasan / paradoxical chest movements
Sianosis
Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas bagian atas dan
potensial penyebab obstruksi :
Muntahan
Perdarahan
Gigi lepas atau hilang
Gigi palsu
Trauma wajah
Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas pasien terbuka.
Lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak perlu pada pasien yang
berisiko untuk mengalami cedera tulang belakang.
Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas pasien sesuai
indikasi :
Chin lift/jaw thrust
Lakukan suction (jika tersedia)
Oropharyngeal airway/nasopharyngeal airway, Laryngeal Mask
Airway
Lakukan intubasi
d) Pengkajian Circulation
Shock didefinisikan sebagai tidak adekuatnya perfusi organ dan oksigenasi
jaringan. Hipovolemia adalah penyebab syok paling umum pada trauma.
Diagnosis shock didasarkan pada temuan klinis: hipotensi, takikardia,
takipnea, hipotermia, pucat, ekstremitas dingin, penurunan capillary refill, dan
penurunan produksi urin. Oleh karena itu, dengan adanya tanda-tanda
hipotensi merupakan salah satu alasan yang cukup aman untuk
mengasumsikan telah terjadi perdarahan dan langsung mengarahkan tim untuk
melakukan upaya menghentikan pendarahan. Penyebab lain yang mungkin
membutuhkan perhatian segera adalah: tension pneumothorax, cardiac
tamponade, cardiac, spinal shock dan anaphylaxis. Semua perdarahan
eksternal yang nyata harus diidentifikasi melalui paparan pada pasien secara
memadai dan dikelola dengan baik (Wilkinson & Skinner, 2000)..
Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status sirkulasi pasien, antara
lain :
Cek nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan.
CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi siap untuk digunakan.
Kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupan dengan pemberian
penekanan secara langsung.
Palpasi nadi radial jika diperlukan:
Menentukan ada atau tidaknya
Menilai kualitas secara umum (kuat/lemah)
Identifikasi rate (lambat, normal, atau cepat)
Regularity
Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi atau hipoksia
(capillary refill).
Lakukan treatment terhadap hipoperfusi
diberikan
V - vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara yang tidak
bisa
dimengerti
P - responds to pain only (harus dinilai semua keempat tungkai jika
ekstremitas
awal yang digunakan untuk mengkaji gagal untuk merespon)
U - unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon baik stimulus
nyeri
maupun stimulus verbal.
B. Secondary Assessment
Survey sekunder merupakan pemeriksaan secara lengkap yang dilakukan
secara head to toe, dari depan hingga belakang. Secondary survey hanya
dilakukan setelah kondisi pasien mulai stabil, dalam artian tidak mengalami syok
atau tanda-tanda syok telah mulai membaik.
1. Anamnesis
Pemeriksaan data subyektif didapatkan dari anamnesis riwayat pasien yang
merupakan bagian penting dari pengkajian pasien. Riwayat pasien meliputi
keluhan utama, riwayat masalah kesehatan sekarang, riwayat medis, riwayat
keluarga, sosial, dan sistem. (Emergency Nursing Association, 2007).
Pengkajian riwayat pasien secara optimal harus diperoleh langsung dari
pasien, jika berkaitan dengan bahasa, budaya, usia, dan cacat atau kondisi
pasien yang terganggu, konsultasikan dengan anggota keluarga, orang
terdekat, atau orang yang pertama kali melihat kejadian. Anamnesis yang
dilakukan harus lengkap karena akan memberikan gambaran mengenai cedera
yang mungkin diderita. Beberapa contoh:
a. Tabrakan frontal seorang pengemudi mobil tanpa sabuk pengaman: cedera
wajah, maksilo-fasial, servikal. Toraks, abdomen dan tungkai bawah.
b. Jatuh dari pohon setinggi 6 meter perdarahan intra-kranial, fraktur servikal
atau vertebra lain, fraktur ekstremitas.
c. Terbakar dalam ruangan tertutup: cedera inhalasi, keracunan CO.
Anamnesis juga harus meliputi riwayat AMPLE yang bisa didapat dari pasien
dan keluarga (Emergency Nursing Association, 2007):
A : Alergi (adakah alergi pada pasien, seperti obat-obatan, plester,
makanan)
M : Medikasi/obat-obatan (obat-obatan yang diminum seperti sedang
menjalani
pengobatan hipertensi, kencing manis, jantung, dosis, atau
penyalahgunaan obat
P : Pertinent medical history (riwayat medis pasien seperti penyakit yang
pernah
diderita, obatnya apa, berapa dosisnya, penggunaan obat-obatan
herbal)
L : Last meal (obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi, dikonsumsi
berapa
Akronim PQRST ini digunakan untuk mengkaji keluhan nyeri pada pasien
yang meliputi :
Provokes/palliates : apa yang menyebabkan nyeri? Apa yang membuat
nyerinya lebih baik? apa yang menyebabkan nyerinya lebih buruk? apa
yang anda lakukan saat nyeri? apakah rasa nyeri itu membuat anda
terbangun saat tidur?
2. Pemeriksaan fisik
a. Kulit kepala
Seluruh kulit kepala diperiksa. Sering terjadi pada penderita yang
datang dengan cedera ringan, tiba-tiba ada darah di lantai yang berasal dari
bagian belakang kepala penderita. Lakukan inspeksi dan palpasi seluruh
kepala dan wajah untuk adanya pigmentasi, laserasi, massa, kontusio,
fraktur dan luka termal, ruam, perdarahan, nyeri tekan serta adanya sakit
kepala (Delp & Manning. 2004).
b. Wajah
Ingat prinsip look-listen-feel. Inspeksi adanya kesimterisan kanan
dan kiri. Apabila terdapat cedera di sekitar mata jangan lalai memeriksa
mata, karena pembengkakan di mata akan menyebabkan pemeriksaan mata
selanjutnya menjadi sulit. Re evaluasi tingkat kesadaran dengan skor GCS.
1) Mata : Periksa kornea ada cedera atau tidak, ukuran
pupil apakah isokor atau anisokor serta bagaimana reflex cahayanya,
apakah pupil mengalami miosis atau midriasis, adanya ikterus,
ketajaman mata (macies visus dan acies campus), apakah
konjungtivanya anemis atau adanya kemerahan, rasa nyeri, gatal-gatal,
ptosis, exophthalmos, subconjunctival perdarahan, serta diplopia.
2) Hidung : Periksa adanya perdarahan, perasaan nyeri,
penyumbatan penciuman, apabila ada deformitas (pembengkokan)
lakukan palpasi akan kemungkinan krepitasi dari suatu fraktur.
3) Telinga : Periksa adanya nyeri, tinitus, pembengkakan,
penurunan atau hilangnya pendengaran, periksa dengan senter
mengenai keutuhan membrane timpani atau adanya hemotimpanum.
4) Rahang atas : Periksa stabilitas rahang atas.
5) Rahang bawah : Periksa akan adanya fraktur.
6) Mulut dan faring : Inspeksi pada bagian mucosa terhadap tekstur,
warna, kelembaban, dan adanya lesi; amati lidah tekstur, warna,
kelembaban, lesi, apakah tosil meradang, pegang dan tekan daerah
pipi kemudian rasakan apa ada massa/ tumor, pembengkakkan dan
nyeri, inspeksi amati adanya tonsil meradang atau tidak
(tonsillitis/amandel). Palpasi adanya respon nyeri.
d. Toraks
Inspeksi : Inspeksi dinding dada bagian depan, samping dan
belakang untuk adanya trauma tumpul/tajam,luka, lecet,
memar, ruam , ekimosiss, bekas luka, frekuensi dan
kedalaman pernafsan, kesimetrisan expansi dinding dada,
penggunaan otot pernafasan tambahan dan ekspansi toraks
bilateral, apakah terpasang pace maker, frekuensi dan
irama denyut jantung, (lombardo, 2005).
Palpasi : Seluruh dinding dada untuk adanya trauma tajam/tumpul,
emfisema subkutan, nyeri tekan dan krepitasi.
Perkusi : Untuk mengetahui kemungkinan hipersonor dan
keredupan.
Auskultasi : Suara nafas tambahan (apakah ada ronki, wheezing,
rales) dan bunyi jantung (murmur, gallop, friction rub)
e. Abdomen
Cedera intra-abdomen kadang-kadang luput terdiagnosis, misalnya
pada keadaan cedera kepala dengan penurunan kesadaran, fraktur vertebra
dengan kelumpuhan (penderita tidak sadar akan nyeri perutnya dan gejala
defans otot dan nyeri tekan/lepas tidak ada). Inspeksi abdomen bagian
depan dan belakang, untuk adanya trauma tajam, tumpul dan adanya
perdarahan internal, adakah distensi abdomen, asites, luka, lecet, memar,
ruam, massa, denyutan, benda tertusuk, ecchymosis, bekas luka , dan
stoma. Auskultasi bising usus, perkusi abdomen, untuk mendapatkan,
nyeri lepas (ringan). Palpasi abdomen untuk mengetahui adakah kekakuan
atau nyeri tekan, hepatomegali,splenomegali,defans muskuler,, nyeri lepas
yang jelas atau uterus yang hamil. Bila ragu akan adanya perdarahan intra
f. Pelvis (perineum/rectum/vagina)
Cedera pada pelvis yang berat akan nampak pada pemeriksaan fisik
(pelvis menjadi stabil), pada cedera berat ini kemungkinan penderita akan
masuk dalam keadaan syok, yang harus segera diatasi. Bila ada indikasi
pasang PASG/ gurita untuk mengontrol perdarahan dari fraktur pelvis
(Tim YAGD 118, 2010).
Pelvis dan perineum diperiksa akan adanya luka, laserasi , ruam,
lesi, edema, atau kontusio, hematoma, dan perdarahan uretra. Colok dubur
harus dilakukan sebelum memasang kateter uretra. Harus diteliti akan
kemungkinan adanya darah dari lumen rectum, prostat letak tinggi, adanya
fraktur pelvis, utuh tidaknya rectum dan tonus musculo sfinkter ani. Pada
wanita, pemeriksaan colok vagina dapat menentukan adanya darah dalam
vagina atau laserasi, jika terdapat perdarahan vagina dicatat, karakter dan
jumlah kehilangan darah harus dilaporkan (pada tampon yang penuh
memegang 20 sampai 30 mL darah). Juga harus dilakuakn tes kehamilan
pada semua wanita usia subur. Permasalahan yang ada adalah ketika
terjadi kerusakan uretra pada wanita, walaupun jarang dapat terjadi pada
fraktur pelvis dan straddle injury. Bila terjadi, kelainan ini sulit dikenali,
jika pasien hamil, denyut jantung janin (pertama kali mendengar dengan
Doppler ultrasonografi pada sekitar 10 sampai 12 kehamilan minggu) yang
dinilai untuk frekuensi, lokasi, dan tempat. Pasien dengan keluhan kemih
harus ditanya tentang rasa sakit atau terbakar dengan buang air kecil,
frekuensi, hematuria, kencing berkurang, Sebuah sampel urin harus
diperoleh untuk analisis.(Diklat RSUP Dr. M.Djamil, 2006).
g. Ektremitas
Pemeriksaan dilakukan dengan look-feel-move. Pada saat inspeksi,
jangan lupa untuk memriksa adanya luka dekat daerah fraktur (fraktur
terbuak), pada saat pelapasi jangan lupa untuk memeriksa denyut nadi
distal dari fraktur pada saat menggerakan, jangan dipaksakan bila jelas
fraktur. Sindroma kompartemen (tekanan intra kompartemen dalam
ekstremitas meninggi sehingga membahayakan aliran darah), mungkin
luput terdiagnosis pada penderita dengan penurunan kesadaran atau
kelumpuhan (Tim YAGD 118, 2010). Inspeksi pula adanya kemerahan,
edema, ruam, lesi, gerakan, dan sensasi harus diperhatikan, paralisis,
atropi/hipertropi otot, kontraktur, sedangkan pada jari-jari periksa adanya
clubbing finger serta catat adanya nyeri tekan, dan hitung berapa detik
kapiler refill (pada pasien hypoxia lambat s/d 5-15 detik.
Penilaian pulsasi dapat menetukan adanya gangguan vaskular.
Perlukaan berat pada ekstremitas dapat terjadi tanpa disertai
fraktur.kerusakn ligament dapat menyebabakan sendi menjadi tidak stabil,
keruskan otot-tendonakan mengganggu pergerakan. Gangguan sensasi
dan/atau hilangnya kemampuan kontraksi otot dapat disebabkan oleh
syaraf perifer atau iskemia. Adanya fraktur torako lumbal dapat dikenal
pada pemeriksaan fisik dan riwayat trauma. Perlukaan bagian lain
mungkin menghilangkan gejala fraktur torako lumbal, dan dalam keadaan
ini hanya dapat didiagnosa dengan foto rongent. Pemeriksaan
muskuloskletal tidak lengkap bila belum dilakukan pemeriksaan punggung
penderita. Permasalahan yang muncul adalah
1) Perdarahan dari fraktur pelvis dapat berat dan sulit dikontrol, sehingga
terjadi syok yang dpat berakibat fatal
2) Fraktur pada tangan dan kaki sering tidak dikenal apa lagi penderita
dalam keadaan tidak sada. Apabila kemudian kesadaran pulih kembali
barulah kelainan ini dikenali.
3) Kerusakan jaringan lunak sekitar sendi seringkali baru dikenal setelah
penderita mulai sadar kembali (Diklat RSUP Dr. M.Djamil, 2006).
h. Bagian punggung
Memeriksa punggung dilakukan dilakukan dengan log roll,
memiringkan penderita dengan tetap menjaga kesegarisan tubuh). Pada
saat ini dapat dilakukan pemeriksaan punggung (Tim YAGD 118, 2010).
Periksa`adanya perdarahan, lecet, luka, hematoma, ecchymosis, ruam, lesi,
dan edema serta nyeri, begitu pula pada kolumna vertebra periksa adanya
deformitas.
i. Neurologis
Pemeriksaan neurologis yang diteliti meliputi pemeriksaan tingkat
kesadaran, ukuran dan reaksi pupil, oemeriksaan motorik dan sendorik.
Peubahan dalam status neirologis dapat dikenal dengan pemakaian GCS.
Adanya paralisis dapat disebabakan oleh kerusakan kolumna vertebralis
atau saraf perifer. Imobilisasi penderita dengan short atau long spine
board, kolar servikal, dan alat imobilisasi dilakukan samapai terbukti tidak
ada fraktur servikal. Kesalahan yang sering dilakukan adalah untuk
melakukan fiksasai terbatas kepada kepala dan leher saja, sehingga
penderita masih dapat bergerak dengan leher sebagai sumbu. Jelsalah
bahwa seluruh tubuh penderita memerlukan imobilisasi. Bila ada trauma
kepala, diperlukan konsultasi neurologis. Harus dipantau tingkat kesadaran
penderita, karena merupakan gambaran perlukaan intra cranial. Bila terjadi
penurunan kesadaran akibat gangguan neurologis, harus diteliti ulang
perfusi oksigenasi, dan ventilasi (ABC). Perlu adanya tindakan bila ada
perdarahan epidural subdural atau fraktur kompresi ditentukan ahli bedah
syaraf (Diklat RSUP Dr. M.Djamil, 2006).
Pada pemeriksaan neurologis, inspeksi adanya kejang, twitching,
parese, hemiplegi atau hemiparese (ganggguan pergerakan), distaksia
( kesukaran dalam mengkoordinasi otot), rangsangan meningeal dan kaji
pula adanya vertigo dan respon sensori
C. Focused Assessment
Focused assessment atau pengakajian terfokus adalah tahap pengkajian
pada area keperawatan gawat darurat yang dilakukan setelah primary survey,
secondary survey, anamnesis riwayat pasien (pemeriksaan subyektif) dan
pemeriksaan obyektif (Head to toe). Di beberapa negara bagian Australia
mengembangkan focused assessment ini dalam pelayanan di Emergency
Department, tetapi di beberapa Negara seperti USA dan beberapa Negara
Eropa tidak menggunakan istilah Focused Assessment tetapi dengan istilah
Definitive Assessment (O’keefe et.al, 1998).
Focused assessment untuk melengkapi data secondary assessment bisa
dilakukan sesuai masalah yang ditemukan atau tempat dimana injury
ditemukan. Yang paling banyak dilakukan dalam tahap ini adalah beberapa
pemeriksaan penunjang diagnostik atau bahkan dilakukan pemeriksaan
ulangan dengan tujuan segera dapat dilakukan tindakan definitif.
D. Reassessment
E. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan lanjutan hanya dilakukan setelah ventilasi dan hemodinamika
penderita dalam keadaan stabil (Diklat RSUP Dr. M.Djamil, 2006). Dalam
melakukan secondary survey, mungkin akan dilakukan pemeriksaan
diagnostik yang lebih spesifik seperti :
1) Endoskopi
Pemeriksaan penunjang endoskopi bisa dilakukan pada pasien dengan
perdarahan dalam. Dengan melakukan pemeriksaan endoskopi kita bisa
mngethaui perdarahan yang terjadi organ dalam. Pemeriksaan endoskopi
dapat mendeteksi lebih dari 95% pasien dengan hemetemesis, melena atau
hematemesis melena dapat ditentukan lokasi perdarahan dan penyebab
perdarahannya. Lokasi dan sumber perdarahan yaitu:
a. Esofagus : Varises, erosi, ulkus,
tumor
2) Bronkoskopi
Bronkoskopi adalah tindakan yang dilakukan untuk melihat keadaan
intra bronkus dengan menggunakan alat bronkoskop. Prosedur diagnostik
dengan bronkoskop ini dapat menilai lebih baik pada mukosa saluran
napas normal, hiperemis atau lesi infiltrat yang memperlihatkan mukosa
yang compang-camping. Teknik ini juga dapat menilai penyempitan atau
obstruksi akibat kompresi dari luar atau massa intrabronkial, tumor intra
bronkus. Prosedur ini juga dapat menilai ada tidaknya pembesaran kelenjar
getah bening, yaitu dengan menilai karina yang terlihat tumpul akibat
pembesaran kelenjar getah bening subkarina atau intra bronkus (Parhusip,
2004).
3) CT Scan
CT-scan merupakan alat pencitraan yang di pakai pada kasus-kasus
emergensi seperti emboli paru, diseksi aorta, akut abdomen, semua jenis
trauma dan menentukan tingkatan dalam stroke. Pada kasus stroke, CT-
scan dapat menentukan dan memisahkan antara jaringan otak yang infark
dan daerah penumbra. Selain itu, alat ini bagus juga untuk menilai
kalsifikasi jaringan. Berdasarkan beberapa studi terakhir, CT-scan dapat
mendeteksi lebih dari 90 % kasus stroke iskemik, dan menjadi baku emas
dalam diagnosis stroke (Widjaya, 2002). Pemeriksaaan CT. scan juga
dapat mendeteksi kelainan-kelainan seerti perdarahan diotak, tumor otak,
kelainan-kelainan tulang dan kelainan dirongga dada dan rongga perur dan
4) USG
Ultrasonografi (USG) adalah alat diagnostik non invasif menggunakan
gelombang suara dengan frekuensi tinggi diatas 20.000 hertz ( >20
kilohertz) untuk menghasilkan gambaran struktur organ di dalam
tubuh.Manusia dapat mendengar gelombang suara 20-20.000 hertz
.Gelombang suara antara 2,5 sampai dengan 14 kilohertz digunakan untuk
diagnostik. Gelombang suara dikirim melalui suatu alat yang disebut
transducer atau probe. Obyek didalam tubuh akan memantulkan kembali
gelombang suara yang kemudian akan ditangkap oleh suatu sensor,
gelombang pantul tersebut akan direkam, dianalisis dan ditayangkan di
layar. Daerah yang tercakup tergantung dari rancangan alatnya.
Ultrasonografi yang terbaru dapat menayangkan suatu obyek dengan
gambaran tiga dimensi, empat dimensi dan berwarna. USG bisa dilakukan
pada abdomen, thorak (Lyandra, Antariksa, Syaharudin, 2011)
5) Radiologi
Radiologi merupakan salah satu pemeriksaan penunjang yang
dilakukan di ruang gawat darurat. Radiologi merupakan bagian dari
spectrum elektromagnetik yang dipancarkan akibat pengeboman anoda
wolfram oleh electron-elektron bebas dari suatu katoda. Film polos
dihasilkan oleh pergerakan electron-elektron tersebut melintasi pasien dan
menampilkan film radiologi. Tulang dapat menyerap sebagian besar
radiasi menyebabkan pajanan pada film paling sedikit, sehingga film yang
dihasilkan tampak berwarna putih. Udara paling sedikit menyerap radiasi,
meyebabakan pejanan pada film maksimal sehingga film nampak
berwarna hitam. Diantara kedua keadaan ekstrem ini, penyerapan jaringan
sangat berbeda-beda menghasilkan citra dalam skala abu-abu. Radiologi
bermanfaat untuk dada, abdoment, sistem tulang: trauma, tulang belakang,
PEMBAHASAN
PENGKAJIAN
1. Proses pengkajian gawat darurat pada pasien dewasa terdiri dari primary
assessment, secondary assessment, focused assessment, dan diagnostic
procedure.
2. Konsep primary assessment merupakan proses evaluasi awal yang
sistematis dan penanganan segera pada pasien dewasa yang mengalami
kondisi gawat darurat, yang meliputi Airway maintenance, Breathing dan
oxygenation, Circulation dan kontrol perdarahan eksternal, Disability-
pemeriksaan neurologis singkat dan Exposure dengan kontrol lingkungan.
3. Konsep secondary assessment yang membahas mengenai proses
anamnesis dan pemeriksaan fisik head to toe untuk menilai perubahan
bentuk, luka dan cedera yang dialami pasien dewasa.
4. Konsep Focused assessment yang membahas mengenai beberapa
komponen apengkajian terfokus yang penting untuk melengkapi primary
survey pada pasien dewasa di gawat darurat.
5. Pemeriksaan diagnostik yang dibutuhkan untuk melengkapi proses
pengkajian gawat darurat pada pasien dewasa, yang meliputi : Endoskopi,
bronkoskopi, CT scan, USG, dll.
6. Perbedaan proses pengkajian gawat darurat pada pasien dewasa dengan
kondisi trauma dan non trauma adalah pada isi pertanyaan yang ditanyakan
(content) pada saat melakukan anamnesis dan pemeriksaan head to toe
yang dilakukan.
No. Rekam Medis ... ... ... Diagnosa Medis ... ... ...
IDENTITAS
GENERAL IMPRESSION
Keluhan Utama :
Mekanisme Cedera :
Orientasi (Tempat, Waktu, dan Orang) : Baik Tidak Baik, ... ... ...
Diagnosa Keperawatan:
AIRWAY
Inefektif airway b/d … … …
Jalan Nafas : Paten Tidak Paten Kriteria Hasil : … … …
Obstruksi : Lidah Cairan Benda Asing
Intervensi :
N/A 1. Manajemen airway;headtilt-chin
lift/jaw thrust
Suara Nafas : Snoring Gurgling
2. Pengambilan benda asing dengan
Stridor N/A forcep
3. … …
Keluhan Lain: ... ...
4. … …
Diagnosa Keperawatan:
1. Inefektif pola nafas b/d … … …
BREATHING 2. Kerusakan pertukaran gas b/d …
……
Diagnosa Keperawatan:
1. Penurunan curah jantung b/d …
……
CIRCULATION
2. Inefektif perfusi jaringan b/d …
……
Diagnosa Keperawatan:
1. Kerusakan integritas jaringan b/d
………
EXPOSURE 2. Kerusakan mobilitas fisik b/d …
……
3. … … …
Diagnosa Keperawatan:
1. Regimen terapiutik inefektif b/d
………
ANAMNESA
2. Nyeri Akut b/d … … …
3. … … …
Intervensi :
1. … … …
2. … … …
Alergi :
Medikasi :
SECONDARY SURVEY
Even/Peristiwa Penyebab:
Tanda Vital :
BP : N: S: RR :
PEMERIKSAAN FISIK Diagnosa Keperawatan:
1. … … …
2. … … …
Diagnosa Keperawatan:
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK 1. … … …
2. … … …
RONTGEN CT-SCAN USG EKG Kriteria Hasil : … … …
ENDOSKOPI Lain-lain, ... ...
Intervensi :
Hasil : 1. … … …
2. … … …
STUDI KASUS
Ny. S 38 tahun datang ke Instalasi Gawat Darurat RSUD Idaman Banjarbaru pada
tanggal 11 Agustus 2017 dengan keluhan keluhan sesak nafas , pusing panas
sejak 3 hari yang lalu, susah menelan dan batuk. Keluarga pasien mengatakan
pasien memiliki Riwayat sesak nafas sejak kecil. Pada pemeriksaan di dapatkan
hasil Kesadaran : composmentis, GCS : E4V5M6, Tekanan darah : 100/70, Nadi :
83 x/menit. Pada inspeksi, gerakan dinding dada simetris, pasien terlihat pucat,
sianosis tidak ada, CRT < 2 detik, jalan nafas tidak paten, nafas spontan, laju
napas 27 kali/menit, pasien muntah muntah 250 cc, SpO 2 95% dalam udara
terbuka. Pada auskultasi di dapatkan bunyi vesikuler pada kedua lapang paru, ada
bunyi napas seperti wheezing atau rhonki. Ekstremitas atas : akral dingin,
Ekstremitas bawah : akral hangat. Pasien didiagnosis dengan
ketidakefektifan pola nafas b/d hiperventilasi yang ditandai
dengan RR : 27x/m dan kekurangan volume cairan b/d
kehilangan cairan yang berlebihan ditandai dengan peningkatan
suhu tubuh 37,90C.
A
S
Kesadaran : composmetis
Keluhan : Px datang dengan keluhan muntah , sesak nafas , pusing, panas sejak 3 hari
, susah menelan , batuk
A Jalan Napas : tidak paten
I Obstruksi : tidak ada
R Suara Nafas :
W Suspeck Cervical Injury :
A Reflek Mual Muntah : ada
Y Keterangan : pasien muntah -muntah , dengan volume 250 cc
C Nadi : teraba
I Frekuensi : 83 x / menit
R Tekanan darah : 100/-70 mmHg
C
U Pucat : Ya
L Sianosis : Tidak
A CRT : <2 detik
T Akral : Hangat
I Pendarahan : tidak ada
O Turgor : Elastis
N Rirawat kehilangan cairan berlebihan: Muntah
Keterangan : pasien muntah, suhu tubuh pasien meningkat , penu
tekanan darah
Masalah Keperawatan : kekurangan volume cairan
D Kesadaran : composmentis
I GCS : E: 4 V:5 M:6
S Pupil : 3/3 miosis Isokor
A Repleks Cahaya : positif
B Repleks Fisiologis :
I Repleks Patologis :
L Kekuatan Otot : 555 555
I 555 555
T
Y Keterangan :
Masalah Keperawatan :
E Deformitas :
X Contusio :
P Abrasi :
O Penetrasi :
S Laserasi :
U Edema :
R Luka Bakar : (-)
E Masalah Keperawatan :
F Interprestasi EKG :
I
V
E
I Saturasi O2 :
N Pemasangan NGT : tidak terpasang NGT
T Hasil laboratorium : terlampir
E
R
V Terapi Medis :
E - IVFD RL 20 tetes
S - PSIDI 2x
I - ONDANCENTRON 2x 1 mg
- MUCOLAX
Keterangan :
Masalah keperawatan :
C
O
M
F
O
R
T
Masalah keperawatan :
Alergi :
Alergi tidak terkaji , keluarga pasien tidak tau pasien memiliki alergi atau tidak
Medication / pengobatan
Inspeksi : - kepala : tidak ada lesi, tidak ada nyeri tekan, tidak ada ketombe, persebaran ra
merata , warna rambut hitam
- Wajah : bentuk wajah simetris , tidak ada acne, mata simetris kanan dan kiri ,
konjungtiva ananemis, sclera anikterik , pupil 3/3 miosis isokor reflek kedip (+
cahaya (+) , mukosa bibir kering.
Leher : tidak ada edema , tidak ada bendungan vena jugularis , arteri karotis teraba
H Dada :
E j. Inspeksi : bentuk dada simetris, tidak ada hyperpigmentasi, tidak ada lesi ,
A k. Palpasi : tactil vokal premitus teraba
D l. Perkusi : tidak terkaji
Auskultasi : Pul : whezzing (+)
T Kard : bj 1 bj 2 tunggal regular
O
Abdomen dan pinggul :
T I : abdomen simetris, bentuk datar , tidak ada lesi ,
O A :peristaltic usus 9 kali permenit
E P : tidak terkaji
P : tidak terkaji
Ekstermitas :
Atas : akral dingin , CRT kembali <2 detik , turgor kulit tidak elastis, nadi 83x/mn
nadi lemah , infuse ditangan kanan
Bawah : warna kulit pucat ,akral hangat , tidak ada varises vena, tidak ada lesi , CR
detik
Masalah keperawatan :
Masalah keperawatan :
P
E
N
G
K
A
J
I
A
N
P
S
I
K
O
S
O
S
I
A
L
Masalah keperawatan :