Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN TUTORIAL

LUKA/ TRAUMA

Oleh Kelompok 6:
Baso Nuzul Maqfir (10542060215)
Risti Indah Nurcha’yanti Anwar (10542060315)
Ahmad Yusuf (10542061415)
A.Husnul Khatimah (10542061515)
Harbiah (10542062115)
Rasdiana FB Matong (10542062415)
Arni Safri (10542063815)
Siti Nastiti Deviyana (10542063915)
Iqbal Pratama S. Idris (10542064615)
A.St. Haniyah Nadhifah Z. (10542065015)
St. Nurchaliza Damayanti Pratiwi (10542065615)

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMMADIYAH MAKASSAR

2018

1
MODUL I
LUKA / TRAUMA

SKENARIO 1.1
Seorang perempuan dewasa muda dibawa ke Puskesmas oleh polisi. Ia
ditemukan tidak sadar di Jalan Tamalanrea Km.10 dengan sebuah sepeda motor
ditemukan sejauh 5 meter dari korban.

KALIMAT KUNCI :

 Perempuan dewasa muda dibawa ke Puskesmas oleh polisi


 Ditemukan di Jalan Tamalanrea Km.10 dengan sebuah sepeda motor 5
meter dari korban
 Kondisi tidak sadar

IDENTIFIKASI MASALAH :
1. Apakah tindakan awal yang dilakukan dokter pada korban?
2. Bagaimana identifikasi dari luka korban?
3. Jelaskan patomekanisme luka berdasarkan anatomi, histologi dan
fisiologi!
4. Apakah agen penyebab yang menyebabkan luka pada korban?

2
5. Bagaimana menentukan derajat luka berdasarkan hukum yang berlaku?
6. Tentukan Cause Of Demage dari korban tersebut?

PEMBAHASAN :
1. Apakah tindakan awal yang dilakukan dokter pada korban?

1) Primary survey
Pengkajian pada kasus gawat darurat dibedakan menjadi dua,
yaitu : pengkajian primer dan pengkajian sekunder. Pertolongan kepada
pasien gawat darurat dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan survei
primer untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang mengancam hidup
pasien, barulah selanjutnya dilakukan survei sekunder. Tahapan
pengkajian primer meliputi :
A. Airway, mengecek jalan nafas dengan tujuan menjaga jalan nafas
disertai kontrol servikal;
B. Breathing, mengecek pernafasan dengan tujuan mengelola pernafasan
agar oksigenasi adekuat;
C. Circulation, mengecek sistem sirkulasi disertai kontrol perdarahan;
D. Disability, mengecek status neurologis;
E. Exposure, enviromental control, buka baju penderita tapi cegah
hipotermia.
Primary survey menyediakan evaluasi yang sistematis,
pendeteksian dan manajemen segera terhadap komplikasi akibat trauma
parah yang mengancam kehidupan. Tujuan dari Primary survey adalah
untuk mengidentifikasi dan memperbaiki dengan segera masalah yang
mengancam kehidupan. Prioritas yang dilakukan pada primary survey
antara lain :
A. Airway maintenance dengan cervical spine protection
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian airway pada pasien
antara lain adalah kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien

3
dapat berbicara atau bernafas dengan bebas? Tanda-tanda terjadinya
obstruksi jalan nafas pada pasien antara lain:
1. Adanya snoring atau gurgling
2. Stridor atau suara napas tidak normal
3. Agitasi (hipoksia)
4. Penggunaan otot bantu pernafasan / paradoxical chest movements
5. Sianosis

Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas


bagian atas dan potensial penyebab obstruksi :
1. Muntahan
2. Perdarahan
3. Gigi lepas atau hilang
4. Gigi palsu
5. Trauma wajah
Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas
pasien terbuka.
B. Breathing dan oxygenation
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian breathing pada pasien
antara lain : Look, listen dan feel; lakukan penilaian terhadap
ventilasi dan oksigenasi pasien.
1. Inspeksi dari tingkat pernapasan sangat penting. Apakah ada
tanda-tanda sebagai berikut : cyanosis, penetrating injury, flail
chest, sucking chest wounds, dan penggunaan otot bantu
pernafasan.
2. Palpasi untuk adanya : pergeseran trakea, fraktur ruling iga,
subcutaneous emphysema, perkusi berguna untuk diagnosis
haemothorax dan pneumotoraks.
3. Auskultasi untuk adanya : suara abnormal pada dada.

4
Buka dada pasien dan observasi pergerakan dinding dada pasien
jika perlu. Tentukan laju dan tingkat kedalaman nafas pasien; kaji
lebih lanjut mengenai karakter dan kualitas pernafasan pasien.
1. Penilaian kembali status mental pasien.
2. Dapatkan bacaan pulse oksimetri jika diperlukan
3. Pemberian intervensi untuk ventilasi yang tidak adekuat dan /
atau oksigenasi maka dilakukan pemberian terapi oksigen, Bag-
Valve Masker atau Intubasi (endotrakeal atau nasal dengan
konfirmasi penempatan yang benar), jika diindikasikan.
Defibrilasi tidak boleh ditunda untuk advanced airway procedures
4. Kaji adanya masalah pernapasan yang mengancam jiwa lainnya
dan berikan terapi sesuai kebutuhan.
C. Circulation dan kontrol perdarahan eksternal
Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status sirkulasi pasien,
antara lain :
1. Cek nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan.
2. CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi siap untuk
digunakan.
3. Kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupan dengan
pemberian penekanan secara langsung.
4. Palpasi nadi radial jika diperlukan :
a. Menentukan ada atau tidaknya
b. Menilai kualitas secara umum (kuat/lemah)
c. Identifikasi rate (lambat, normal, atau cepat)
d. Regularity
5. Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi atau
hipoksia (capillary refill).
6. Lakukan treatment terhadap hipoperfusi
D. Disability-pemeriksaan neurologis singkat
Pada primary survey, disability dikaji dengan menggunakan skala
AVPU :

5
1. A - alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya mematuhi
perintah yang
diberikan
2. V - vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara
yang tidak bisa dimengerti.
3. P - responds to pain only (harus dinilai semua keempat tungkai
jika ekstremitas awal yang digunakan untuk mengkaji gagal
untuk merespon).
4. U - unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon baik
stimulus nyeri maupun stimulus verbal.
E. Exposure dengan kontrol lingkungan
Menanggalkan pakaian pasien dan memeriksa cedera pada
pasien. Jika pasien diduga memiliki cedera leher atau tulang
belakang, imobilisasi in-line penting untuk dilakukan. Lakukan log
roll ketika melakukan pemeriksaan pada punggung pasien. Yang
perlu diperhatikan dalam melakukan pemeriksaan pada pasien adalah
mengekspos pasien hanya selama pemeriksaan eksternal. Setelah
semua pemeriksaan telah selesai dilakukan, tutup pasien dengan
selimut hangat dan jaga privasi pasien, kecuali jika diperlukan
pemeriksaan ulang.
Dalam situasi yang diduga telah terjadi mekanisme trauma yang
mengancam jiwa, maka Rapid Trauma Assessment harus segera
dilakukan:
1. Lakukan pemeriksaan kepala, leher, dan ekstremitas pada pasien
2. Perlakukan setiap temuan luka baru yang dapat mengancam
nyawa pasien luka dan mulai melakukan transportasi pada pasien
yang berpotensi tidak stabil atau kritis.
2) Secondary Survey
Survey sekunder adalah pemeriksaan kepala sampai kaki,
termasuk re evaluasi tanda vital. Peluang untuk membuat kesalahan
dalam penialain pasien yang tidak sadar atau cukup besar, sehingga

6
diperlukan pemeriksaan teliti yang menyeluruh. Pada pemeriksaan
secondary survey ini dilakuka pemeriksaan neurologu lengkap,
termasuk mencatat GCS bila belum dilakukan dalam survey primer.
Pada secondary survey ini juga dikerjakan foto rontgen dan
pemeiksaan laboratorium. Evaluasi lengkap dari pasien memerlukan
pemeriksaan fisis berulang-ulang.
ANAMNESIS
Setiap pemeriksaan yang lengkap memerlukana anamnesis
menenai riwayat perlukaan, seringkali data seperti ini tidak bisa
didapat dari pasien sendiri dan harus didapat dari lapangan atau
keluarga.
Riwayat AMPLE patut diingat
A : Alergi
M : Medikasi (obat yang diminum saat ini)
P : Past Illness (penyakit penyerta / pregnancy)
E : Event / environment (lingkunga) yang berhubungan
dengan kejadian perlukaan.

Mekanisme perlukaan sangat menentukan keadaan pasien.


Petugas lapangan seharusnya melaporkan mekanisme perlukaan.
Jenis perlukaan dapat diramalkan dari mekanisme kejadian
perlukaan. Trauma biasanyan dibagi dalam 2 jenis : tumpul dan
tajam.

Mekansime perlukaan Kemungkinan pola perlukaan


Benturan Kepala  Cedera Cervical
 Luka lecet geser pada pipi  Cedera Kepala
 Luka lecet tekan pada pelipis

PEMERIKSAAN FISIS
Pemeriksaan fisis pada secondary survey dilakukan berurutan
berurutan mulai dari kepala, maksilo fasial, servikal dan leher, dada,

7
abdomen, perineum/rectum/vagina, musculoskeletal sampai
pemeriksaan neurologis.
1. Kepala
Survey sekunder mulai dari evaluasi kepala. Seluruh kulit
kepala dan kepala harus diperiksa akan adanya luka, kontusio
atau fraktur. Karena kemungkinan bengkaknya mata
kemudian, yang akan mempersulit pemeriksaan yang diteliti,
mata harus diperiksa akan adanya ketajaman visus, ukuran
pupil, perdarahan konjungtiva dan fundus, luka tembus pada
mata, lensa kontak, dislokasio lentis dan jepitan bola mata.
Ketajaman visus dengan membaca gambar snellen dan
gerakan bola mata harus diperiksa karena kemungkinan
terjepitnya bola mata oleh fraktur orbita.
2. Maksilo fasial
Trauma maksilo-fasial dapat mengganggu airway atau
perdarahan yang hebat, yang harus ditampon pada primery
survey. Trauma maksilofasial tanpa gangguan airway atau
perdarahan hebat, baru dikerjakan setelah pasien stabil
sepenuhnya dan pengelolaan definitive dilakukan dengan
aman.
3. Vertebra servikalis dan leher
Pemeriksaan leher meliputi inspeksi, palpasi dan
auskultasi. Nyeri daerah vertebra servikalis, emfisema
subkutan, deviasi trachea dan fraktru laring dapat ditemukan
pada pada peeriksaan yang teliti. Dilakukan palpasi dan
auskultasi pada a. karotis. Adanya jejas a. karotis harus dicatat
karena kemungkinanna adanya perlukaan pada a. karotis.
Penyumbatana atau diseksi a, karotis dapat terjadi secara
lambat, tanpa gejala.
Kebanyakan trauma arteri besar di leher disebabkan
karena trauma tajam, namun trauma tumpul leher atau cedera

8
karena sabuk pengaman dapat menyebabkan kerusakan tunika
intima, diseksi dan thrombosis.
4. Toraks
Inspeksi dari depan dan belakang akan menunjukkan flail
chest atau open pneumonothoraks. Palpasi harus dilakukan
pada setiap iga dan klavikula. Penekanan pada sternum dapat
nyeri bila ada fraktur sternum atau ada costochondral
separation.
Evaluasi toraks dapat dilakukan dengan pemeriksaan fisis
termasuk auskultasi dan fpto toraks. Bising napas diperiksa
pada bagian atas toraks untuk menentukan pneumotoraks, dan
pada bagain belakang posterior untuk menentukan adanya
hematotoraks.
Adanya temponade jantung atau tension pneumotoraks
dapat terlihat adanya destensi pada vena di leher, walaupun
adanya hipovolemia akan meniadakan tanda in. melemahnya
suara napas dan hipersonor pada perkusi disertai syok
mungkin satu-satunya tanda akan adanya tension
pneumotoraks, yang menandakan perlunya dekompresi
segera.
5. Abdomen
Pemeriksaan abdomen yang normaltidak menyingkirkan
diagnosis pelukaan abdomen, karena gejala mjngkin timbul
agak lambat. Diperlukan pemeriksaan berulang dan observasi
ketat, kalau bias oleh petugas yang sama. Fraktur iga-iga
terbawah atau fraktur pelvis akan mempersulit pemeriksaan
karena nyeri dari daerah ini pada saat palpasi abdomen.
6. Perineum/rectum/vagina
Perineum diperiksa akan adanya kontusio, hematoma,
laserasi dan perdarahan uretra. Colok dubur harus dilakukan
sebelum memasng kateter uretra. Harus diteliti adanya darah

9
dari lumen rectum, prostat letak tingggi adanya fraktur pelvis,
utuh tidaknya dinding rectum tonus m. spincter ani. Pada
wanita diperlukan pemeriksaan vaginal touchea untuk
menentukan adanya darah dalam vagina akibat laserasi.
7. Musculoskeletal
Ekstrremitas diperiksa akan adanya deformitas. Fraktur
yang kurang jelasdapat ditegakkan dengan memeriksa adanya
nyeri, krepitasi atau gerakan abnormal.
Perlukaan berat pada ekstremitas dapat terjadi tanpa
disertai fraktur baik pada pemeriksaan maupun x-ray.
Kerusakan ligament dapat menyebabkan sendi menjadi tidak
stabil, kerusakan tendo akan mengganggu pergerakan.
Gangguan sensasi dan atau hilang kemampuan kontraksi
otot dapat disebabkan kerusakan saraf perifer.
8. Neurologis
Pemeriksaaan neurologis meliputi pemeriksaan tingkat
kesadaran, ukuran dan reraksi pupil, pemeriksaan motorik dan
sensorik. Penurunan kesadaran harus selalu dipantau karena
merupakan gambaran perkembangan cedera tekanan intra
cranial. Bila terjadi penurunan status neurologi harus teliti
ulang perfusi, oksigenasi dan ventilasi.
2. Bagaimana identifikasi dari luka korban?
Dalam skenario, didapatkan luka berupa luka lecet. Luka lecet
terjadi akibat cedera pada epidermis yang bersentuhan dengan benda
yang memiliki permukaan kasar atau runcing, misalnya pada kejadian
kecelakaan lalu lintas, tubuh terbentur aspal jalan atau sebaliknya benda
tersebut yang bergerak dan bersentuhan dengan kulit. Deskripsi luka
pada kasus scenario adalah jumlah luka sebanyak dua. Luka pertama
adalah luka tertutup di daerah pipi kiri dengan, tipe luka ini adalah luka
lecet geser. Lokasi luka berada didaerah pipi kiri dengan panjang luka 4
cm dan lebar 3 cm. Batas luka tegas dengan tepi tidak rata, ujung tidak

10
beraturan, tebing luka tidak dapat dideskripsikan, dasar luka tampak
kemerahan, tidak ditemukan jembatan jaringan, benda asing serta tidak
ditemukan perdarahan aktif.
Sedangkan luka kedua adalah luka tertutup di daerah pelipis kiri,
tipe luka ini adalah luka lecet tekan. Lokasi luka berada di daerah pelipis
kiri dengan panjang 0,3 cm dan lebar 0,4 cm. Batas luka tegas dengan
tepi tidak rata, ujung tidak beraturan, tebing luka tidak dapat
dideskripsikan, dasar luka tampak kemerahan, tidak ditemukan jembatan
jaringan, benda asing serta tidak ditemukan perdarahan aktif.

3. Jelaskan patomekanisme luka berdasarkan anatomi, histologi dan


fisiologi!
Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasi
dari lingkugan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa 1,5 m2 dengan
berat kira-kira 15 % berat badan. Kulit mempunyai variasi mengenai
lembut, tipis, dan tebalnya : kulit yang longgar dan elastis terdapat pada
palpebra, bibir dan prepitium.

Kulit yang tebal dan tegang terdapat di telapak kaki dan tangan
dewasa. Kulit yang tipis terdapat pada muka, yang lembut dan leher dan
badan, dan yang berambut kasar terdapat pada kepala.

Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas 3 lapisan utama :

1) Lapisan epidermis
2) Lapisan dermis
3) Lapisan subkutis

11
Tidak ada garis tegas yang memisahkan dermis dan subkutis,
subkutis ditandai dengan adanya jaringan ikat longgar dan adanya sel dan
jaringan lemak.

1) Lapisan epidermis

Merupakan lapisan terluar kulit. Dibentuk oleh epitel berlapis


gepeng. Adapun fungsi dari epidermis adalah sebagai pelindung
terhadap pengaruh lingkungan dan terhadap kehilangan cairan.

Adapun morfologi epidermis yaitu avaskuler. Dan sekitar 85 %


mengalami keratinisasi. Terdapat 4 jenis sel yaitu sel keratinosit, sel
langhans, sel merkel, dan sel melanosit. Epidermis terdiri dari 5
lapisan antara lain :

a) Stratum korneum (lapisan tanduk)

12
Lapisan kulit paling luar dan terdiri atas beberapa lapis sel-sel
gepeng yang mati, tidak berinti, dan protoplasmanya telah berubah
menjadi keratin (zat tanduk)
b) Stratum lusidum

Terdapat langsung di bawah lapisan korneum, merupakan lapisan


sel-sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah menjadi
protein yang disebut eleidin.Tampak lebih jelas pada telapak tangan
dan kaki.

c) Stratum granulosum ( lapisan keratohialin)


Merupakan 2 atau 3 lapis sel-sel gepeng dengan sitoplasma
berbutir kasar dan terdapat inti diantaranya. Butir-butir kasar ini
terdiri atas keratohialin. Mukosa biasanya tidak mempunyai lapisan
ini. Stratum granulosum juga tampak jelas di telapak tangan dan kaki
d) Stratum spinosum (stratum malphigi) / prickle cell layer (lapisan
akanta)

Terdiri atas beberapa sel yang berbentuk poligonal yang besarnya


berbeda-beda karena adanya proses mitosis. Protoplasmanya jernih
karena banyak mengandung glikogen, dan inti terletak di tengah
tengah. Sel sel ini makin dekat permukaan makin gepeng bentuknya.

Diantara sel stratum spinosum terdapat jembatan antarsel


(intercellular bridge) yang terdiri atas protoplasma dan tonofibril /
keratin. Perlekatan antar jembatan ini membentuk penebalan kecil
yang disebut Nodulus Bizzozero. Diantara sel - sel stratum spinosum
mengandung banyak glikogen.

e) Stratum basale

Terdiri atas sel – sel berbentuk kubus (kolumnar) yang tersusun


vertical pada perbatasan dermo-epidermal berbaris seperti pagar.
Merupakan lapisan epidermis yang paling bawah. Sel - sel basal ini

13
mengadakan mitosis dan berfungsi reduktif. Lapisan ini terdiri atas 2
jenis sel yaitu :

i. Sel – sel berbentuk kolumnar dengan protoplasma basofilik


inti lonjong dan besar, di hubungkan dengan jembatan
antarsel
ii. Sel pembentuk melanin (melanosit) / clear cell berwarna
muda, dengan sitoplasma basofilik dan inti gelap, dan
mengandung butir pigmen ( melanosomes).
1. Lapisan dermis

Lapisan dibawah epidermis yang jauh lebih tebal daripada


epidermis. Lapisan ini terdiri atas lapisan elastic dan fibrosa padat
dengan elemen-elemen selulaer dan folikel rambut. Di bagi menjadi
2 bagian :

a. Pars papilaris
Bagian yang menonjol ke epidermis, berisi ujung serabut saraf
dan pembuluh darah. Terdiri dari jaringan ikat longgar yaitu : sel
fibroblast, lekosit, sel mast, dan serat kolagen tipis.

b. Pars retikularis
Bagian di bawahnya yang menonjol ke arah subkutan, bagian ini
terdiri atas serabut – serabut penunjang misalnya : serabut kolagen,
elastin, dan retikulin.

14
2. Lapisan subkutis
Kelanjutan dermis, terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel –
sel lemak di dalamnya, sel lemak merupakan sel bulat, besar, dengan
inti terdesak ke pinggir sioplasma lemak yang bertambah.

Sel – sel ini membentuk kelompok yang dipisahkan satu dengan


yang lainya oleh trabekula yang fibrosa. Lapisan sel – sel lemak
disebut panikulus adiposa, berfungsi sebagai cadangan makanan. Di
lapisan – lapisan ini terrdapat ujung – ujung saraf tepi, pembuluh
darah dan getah bening. Tebal tipisnya jaringan lemak tidak sama,
bergantung lokasinya.

Vaskularisasi di kulit di atur oleh 2 pleksus, yaitu pleksus yang


terletak di atas dermis ( pleksus superficialis) dan terletak di subkutis
(pleksus profunda). Pleksus di dermis bagian atas mengadakan
anastomosis di papil dermis, pleksus yang terletak di subkutis dan di
pars retikulare juga mengadakan anastomosis, di bagian ini pembuluh
darah berukuran lebih besar. Bergandengan dengan pembuluh darah
terdapat saluran getah bening.
4. Apakah agen penyebab yang menyebabkan luka pada korban?
Jawab:
Luka lecet terjadi akibat cededa pada epidermis yang bersentuhan dengan
benda yang memiliki permukaan kasar atau runcing, misalnya pada kejadian
kecelakaan lalu lintas, tubuh terbentur aspal, jalan, atau sebaliknya benda
tersebut yang bergerak dan bersentuhan dengan kulit.

Sesuai dengan mekanisme terjadinya, luka lecet dapat diklasifikasikan


sebagai luka lecet gores (scratch), luka lecet serut (graze), luka lecet
tekan(impression), dab luka lecet geser.

Luka lecet gores diakibatkan oleh benda runcing (misalnya kuku jari yang
menggores kulit) yang menggeser lapisan permukaan kulit(epidermis) dan

15
menyebabkan lapisan tersebut terangkat sehingga dapat menunjukkan arah
kekerasan yang terjadi.

Luka lecet serut adalah variasi dari luka lecet gores yang daerah
persentuhannya dengan permukaan kulit lebih lebar. Arah kekerasan ditentukan
dengan melihat letak tumpukan epitel.

Luka lecet tekan disebabkan oleh penjejakan benda tumpul pada kulit. Karena
kulit adalah jaringan yang lentur, maka bentuk luka lecet tekan belum tentu sama
dengan bentuk permukaan benda tumpul tersebut, tetapi masih memungkinkan
identifikasi benda penyebab yang mempunyai bentuk yang khas misalnya kisi-
kisi radiator mobil, jejas gigitan, dan sebagainya.

Luka lecet geser disebabkan oleh tekanan linier pada kulit disertai gerakan
bergeser, misalnya pada kasus gantung atau jerat serta pada korban pecut. Luka
lecet geser yang terjadi semasa hidup mungkin sulit dibedakan dari luka lecet
geser yang terjadi segera pasca mati.

5. Bagaimana menentukan derajat luka berdasarkan hukum yang


berlaku?
Suatu perlukaan dapat menimbulkan dampak pada korban dari
segi fisik, psikis, sosial dan pekerjaan, yang dapat timbul segera, dalam
jangka pendek, ataupun jangka panjang. Dampak perlukaan tersebut
memegang peranan penting bagi hakim dalam menentukan beratnya
sanksi pidana yang harus dijatuhkan sesuai dengan rasa keadilan. Hukum
pidana Indonesia mengenal delik penganiayaan yang terdiri dari tiga
tingkatan dengan hukuman yang berbeda yaitu penganiayaan ringan
(pidana maksimum 3 bulan penjara), penganiayaan (pidana maksimum 2
tahun 8 bulan), dan penganiayaan yang menimbulkan luka berat (pidana
maksimum 5 tahun).

16
Ketiga tingkatan penganiayaan tersebut diatur dalam pasal 352
(1) KUHP untuk penganiayaan ringan, pasal 351 (1) KUHP untuk
penganiayaan, dan pasal 352 (2) KUHP untuk penganiayaan yang
menimbulkan luka berat.Setiap kecederaan harus dikaitkan dengan ketiga
pasal tersebut. Untuk hal tersebut seorang dokter yang memeriksa cedera
harus menyimpulkan dengan menggunakan bahasa awam, termasuk
pasal mana kecederaan korban yang bersangkutan. Rumusan hukum
tentang penganiayaan ringan sebagaimana diatur dalam pasal 352 (1)
KUHP menyatakan bahwa “penganiayaan yang tidak menimbulkan
penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau
pencarian, diancam, sebagai penganiayaan ringan”.
Jadi bila luka pada seorang korban diharapkan dapat sembuh
sempurna dan tidak menimbulkan penyakit atau komplikasinya, maka
luka tersebut dimasukkan ke dalam kategori tersebut. Selanjutnya
rumusan hukum tentang penganiayaan (sedang) sebagaimana diatur
dalam pasal 351 (1) KUHP tidak menyatakan apapun tentang penyakit.
Sehingga bila kita memeriksa seorang korban dan didapati “penyakit”
akibat kekerasan tersebut, maka korban dimasukkan ke dalam kategori
tersebut.
Akhirnya, rumusan hukum tentang penganiayaan yang
menimbulkan luka berat diatur dalam pasal 351 (2) KUHP yang
menyatakan bahwa Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang
bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun”.
Luka berat itu sendiri telah diatur dalam pasal 90 KUHP secara limitatif.
Sehingga bila kita memeriksa seorang korban dan didapati salah satu
luka sebagaimana dicantumkan dalam pasal 90 KUHP, maka
korban tersebut dimasukkan dalam kategori tersebut.4 Luka berat
menurut pasal 90 KUHP adalah :
 Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi
harapan akan sembuh sama sekali, atau yang menimbulkan
bahaya maut;

17
 Tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas
jabatan atau pekerjaan pencarian;
 Kehilangan salah satu panca indera;
 Mendapat cacat berat;
 Menderita sakit lumpuh;
 Terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih;
 Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan.

6. Tentukan Cause Of Demage dari korban tersebut?


Jawab:
A1: Cedera kepala

A2: Benturan di kepala

A3: Kecelakaan lalu lintas

Keterangan:
A1 adalah penyebab langsung jejas atau penyakit, A2 adalah penyebab
antara, A3 adalah penyebab yang mendasari jejas atau penyakit

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Fildes, John, MD, FACS. 2008. ATLS Student Course Manual Eight
Edition. United States : American College Of Surgeon
2. Fulde, Gordian. (2009). Emergency medicine 5th edition. Australia :
Elsevier.
3. Djuanda, Adhi dkk. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin .Edisi
keenam.2011, Jakarta : Balai penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.Hal. 3-5
4. Sloane, E., Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. 2004, Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC. hal. 266-277
5. Herkutanto, Pusponegoro AD, Sudarmo S. Aplikasi trauma-related
injury severity score (TRISS) untuk penetapan derajat lukadalam konteks
mediklegal. J I Bedah Indones. 2005;33(2):37- 43.
6. Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas
Kedokteran Indonesia. Pedoman teknik pemeriksaan dan interpretasi
luka dengan orientasi medikolegal atas kecederaan. Jakarta, 2005
7. Sumber : Ilmu Kedokteran Forensik, Bagian Kedokteran Forensik
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

19

Anda mungkin juga menyukai