Anda di halaman 1dari 16

TUGAS KEGAWATDARURATAN

PENGKAJIAN PRIMER DAN SEKUNDER

Disusun Oleh :

Kelompok VII

Nama : 1. Bella Elvina

: 2. Eva Lestari R

: 3. Habi

: 4. Puji Hidayati

: 5. Ressa Try Marsela

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANTEN


Jln. Rawa Buntu No. 10 BSD-Serpong, Tangerang Selatan
BAB I
PENDAHULUAN

Asuhan keperawatan gawat darurat adalah rangkaian kegiatan praktek


keperawatan kegawatdaruratan yang diberikan pada klien oleh perawat yang
berkompeten untuk memberikan asuhan keperawatan di ruangan gawat darurat.
Asuhan keperawatan diberikan untuk mengatasi masalah biologi, psikologi dan sosial
klien, baik aktual maupun potensial yang timbul secara bertahap maupun mendadak.
Kegiatan asuhan keperawatan dilakukan dengan menggunakan sistematikan proses
keperawatan yang merupakan suatu metode ilmiah dan panduan dalam memberikan
asuhan keperawatan yang berkualitas dalam rangka mengatasi masalah kesehatan
pasien. Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan meliputi : pengkajian,
diagnosa keperawatan, tindakan keperawatan, dan evaluasi. asuhan keperawatan di
ruang gawat darurat seringkali dipengaruhi oleh karakteristik ruang gawat darurat itu
sendiri, sehingga dapat menimbulkan asuhan keperawatan spesifik yang sesuai
dengan keadaan ruangan. Karakteristik uni dari raungan gawat darurat yang dapat
mempengaruhi sistem asuhan keperawatan antara lain :
a. Kondisi kegawatan seringkali tidak terprediksi, baik kondisi klien dan
jumlah klien yang datang ke ruang gawat darurat.
b. Keterbatasan sumber daya dan waktu
c. Pengkajian, diagnosis dan tindakan keperawatan diberikan untuk seluruh
usia, seringkali dengan data dasar yang sangat terbatas.
d. Jenis tindakan yang diberikan merupakan tindakan yang memerlukan
kecepatan dan ketepatan yang tinggi
e. Adanya saling ketergantungan yang tinggi antara profesi kesehatan yang
bekerja di ruang gawat darurat

Berdasarkan kondisi di atas, prinsip umum keperawatan yang diberikan oleh


perawat di ruang gawat darurat meliputi :

a. Penjaminan keamanan diri perawat dan klien terjaga : perawat harus


menerapkan prinsip universal precaution dan men cegah penyebaran
infeksi.
b. Perawat bersikap cepat dan tepat dalam melakukan triase, menetapkan
diagnosa keperawatan, tindakan keperawatan dan evaluasi yang
berkelanjutan.
c. Tindakan keperawatan meliputi : resucitasi dan stabilisasi diberikan untuk
mengatasi masalah biologi dan psikologi klien.
d. Penjelasan dan pendidikan kesehatan untuk klien dan keluarga diberikan
untuk menurunkan kecemasan dan meningkatkan kerjasama klien-
perawat.
e. Sistem monitoring kondisi klien harus dapat dijalankan
f. Sistem dokumentasi yang dipakai dapat digunakan secara mudah, cepat
dan tepat
g. Penjaminan tindakan keperawatan secara etik dan legal keperawatan perlu
dijaga.
1. DEFINISI PENGKAJIAN

Pengkajian atau assesment merupakan tahap awal yang sangat penting untuk
dilakukan seorang tenaga medis sebelum mengambil keputusan klinis atau tindakan.
Dalam melakukan pengkajian dibutuhkan kemampuan kognitif, psikomotor,
interpersonal, etik, dan kemampuan menyelesaikan masalah dengan baik dan benar.
a. Standard : perawat gawat darurat harus melakukan pengkajian fisik dan
psikososial di awal dan secara berkelanjutan untuk mengetahui masalah
keperawatan klien dalam lingkup kegawatdaruratan.
b. Keluaran : adanya pengkajian keperawatan yang terdokumentasi untuk
setiap klien gawat darurat
c. Proses : pengkajian merupakan pendekatan sistematik untuk
mengidentifikasi masalah keperawatan gawat darurat. Proses pengkajian
dalam dua bagian : pengkajian primer dan pengkajian skunder.

Pengkajian pada umumnya meliputi data subjektif dan objektif. Subjektif didapatkan
dari pernyataan atau keluhan pasien atau keluarga, sementara objektif data yang dapat dilihat
atau diukur (pemeriksaan fisik dan hasil pemeriksaan penunjang/lab). Pada pasien emergency
/ gawat darurat dibutuhkan pengkajian yang cepat dan tepat.

Setiap pasien perlu dilakukan pemeriksaan dengan teliti untuk mengetahui ancaman
kesehatan yang dialami terutama ancaman kematian. Dalam gawat darurat seorang tenaga
medis perlu melakukan pengkajian utama atau primer yang berfokus pada airway, breathing,
dan circulation (ABC) setelah dipastikan ABC tertangani, selanjutnya perlu dilakukan
pengkajian sekunder.

A. PENGKAJIAN PRIMER

Penilaian awal untuk pasien yang masuk ke ruang kritis adalah pengkajian
primer (primary survey). Pendekatan ini ditujukan agar perawat secara tepat
memberikan bantuan kepada pasien. Masalah yang bisa mengancam jiwa adalah jalan
nafas, pernafasan sirkulasi dan kesadaran diidentifikasi, dievaluasi dalam hitungan
menit sejak pasien itu datang ke ruang kritis. Komponen pengkajian primer (primary
survey) terdiri dari : ABCDE (Airway-Breathing-Circulation Disability-Exposure)
(Maria, 2021) . Perlu diingat sebelum melakukan pengkajian, perawat harus
memperhatikan proteksi diri (keamanan dan keselamatan diri) dan keadaan
lingkungan sekitar.Proteksi diri sangatlah penting bagi perawat dengan tujuan untuk
melindungi dan mencegah terjadinya penularan dari berbagai penyakit yang dibawa
oleh pasien (Jainurakhma, 2021).

a. Pengkajian Airway (Jalan Nafas)


Terjadinya sumbatan jalan nafas dapat mengakibatkan kematian
kurang dari 4 menit jika tidak segera diberikan pertolongan. Masalah yang
terjadi di jalan nafas/sumbatan jalan nafas dibagi menjadi 3 yaitu:
a. Sumbatan Total
Penyumbatan total dapat muncul dikarenakan makanan atau
sesuatu yang asing dan mengganjal atau menghalangi saluran
pernafasan. Hal ini sering terjadi pada anak-anak dengan mainan atau
orang dewasa yang sedang makan dan tiba-tiba tersumbat. Keadaan
ini lebih sering disebut dengan tersedak/choking
a. Sumbatan Parsial
Sumbatan parsial atau sebagian disebabkan karena lidah jatuh
kebelakang pada korban tidak sadar,perdarahan atau banyaknya sekret
dan edema laring yang masih proses (belum terjadi edema total)
(Jainurakhma, 2021).

Tindakan Membuka Jalan Nafas


1. Tanpa Alat Secara Manual
a. Membuka jalan nafas dengan melakukan pertolongan dengan cara Head Tilt
and Chin Lift. Pada pasien dengan dicurigai cedera leher dan kepala hanya
dilakukan Jow Thrust Maneuver dengan hati-hati dan mencegah supaya
tidak terjadi gerakan leher.
b. Membersihkan jalan nafas dengan metode finger sweep (sapuan jari)
dengan teknik tongue jaw lift. Seorang yang tidak sadar dapat dibuka mulut
dan jalan nafasnya dengan teknik memegang tongue jaw lift. Teknik ini
mengharuskan penolong untuk memegang lidah dan rahang bawah
menggunakan jari-jari serta mengangkatnya (ibu jari memegang lidah,jari
yang lain memegang rahang bawah),untuk memindahkan lidah jauh dari
faring bagian belakang. Gerakan ini juga menggerakkan lidah menjauh dari
benda asing yang mungkin menyumbat tenggorokan bagian belakang.Hal
ini akan melonggarkan obstruksi jalan nafas.
c. Posisi miring stabil/posisi pulih dengan korban non trauma dapat diletakkan
pada sisi kirinya untukmembantu mempertahankan tetap terbukanya jalan
nafas.Leher harus ekstensi sehingga kepala tidak fleksi ke depan ke arah
dada.Ketika korban berada dalam posisi ini,lidah bergerak ke depan
sehingga tidak menyumbat jalan nafas dan saliva,mukus serta muntahan
dapat keluar sehingga dapat membantu terbukanya jalan nafas
(Jainurakhma, 2021).
2. Menggunakan Alat Bila dengan cara-cara tanpa alat tidak berhasil,maka
airway adjuct dapat dilakukan dengan:
a. Suctioning Dilakukan bila sumbatan jalan nafas karena benda cair,
terdengar suara hambatan gurgling.
b. Oropharyngeal Airway (OPA) Tindakan ini dirancang untuk membuka
sumbatan jalan napas dengan menahan lidah pasien dan memasukkan alat
ke dalam mulut (di belakang lidah) untuk membersihkan jalan napas.
c. Naso Pharyngeal Airway (NPA) Prosedur ini dilakukan dengan
memasukkan perangkat ke dalam satu lubang hidung dan dengan lembut
memasukkannya ke dalam orofaring posterior. Untuk pasien yang terus
berespons dipasangkan Naso Pharyngeal Airway (NPA) merupakan
pilihan baik daripada dengan pemasangan Oropharyngeal Airway (OPA),
karena lebih kecil kemungkinan menimbulkan rangsangan muntah
(Jainurakhma, 2021)
3. Sumbatan Anatomis Obstruksi, anatomis karena penyakit saluran napas atau
trauma yang mengakibatkan pembengkakan/edema saluran napas. Mengatasi
obstruksi anatomi biasanya memerlukan perawatan bedah dengan membuat
jalan napas alternatif yang tidak melewati mulut atau hidung pasien
(Jainurakhma, 2021).

b. Pengkajian Breathing (Pernafasan)


Pengkajian breathing (pernafasan) dilakukan setelah penilaian jalan nafas,
pengkajian pernafasan dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi. Bila diperlukan
auskultasi dan perkusi (Jainurakhma, 2021). Setelah menstabilkan airway, maka
tindakan selanjutnya adalah menjamin pernafasan adekuat bagi penderita. Otak,
jantung dan hati sangat sensitif terhadap suplai oksigen yang tidak adekuat. Selsel
otak mulai mengalami kematian hanya beberapa menit tanpa oksigen (Jainurakhma,
2021). Perhatikan usaha penderita untuk bernafas. Lihat naik turun pergerakan dada
penderita. Lihat juga apakah pernafasannya melibatkan otot-otot dada antara tulang
rusuk. Pada penderita sadar (responsive) penting sekali untuk mengecek kemampuan
berbicara pasien, pasien yang mampu berbicara dengan lancar dan jelas menandakan
pernafasan baik. Sebaliknya penderita yang hanya mampu mengeluarkan suara atau
berbicara terputus-putus menandakan bahwa pernafasannya tidak adekuat
(Jainurakhma, 2021). Penilaian gangguan breathing dapat dilakukan dengan
pemeriksaan:
a. Look : melihat gerakan nafas,pengembangan dada dan adanya retraksi sela iga
b. Listen : mendengarkan bunyi nafas
c. Feel : merasakan adanya aliran udara pernafasan. (Janes Jainurakhma, 2021 )

Tanda-tanda pernafasan yang tidak adekuat :


1. Pernafasan yang sangat cepat atau sangat lambat. Frekuensi pernafasan yang
lebih cepat atau lebih lambat dari frekuensi normal, menandakan adanya
gangguan pernafasan
2. Pergerakan dinding dada yang tidak adekuat. Jika tidak ada pergerakan naik
turun dada atau hanya salah satu dinding dada yang bergerak naik turun
menandakan bahwa pernafasan tidak adekuat
3. Cyanosis adalah warna kebiru-biruan pada kulit dan membran mukosa. Hal ini
terlihat jelas pada kuku, bibir, hidung dan telinga penderita. Cyanosis
menandakan bahwa jaringan tubuh mengalami kekurangan oksigen
4. Penurunan kesadaran. Perlu diingat bahwa status mental/kesadaran pasien
sering kali berhubungan dengan status jalan nafas dan pernafasan penderita
5. Usaha bernafas yang berlebihan/sesak Perhatikan adanya retraksi/tarikan otot
di antara tulang rusuk dan otot sekitar leher.Semua menunjukkan pernafasan
yang tidak adekuat (Jainurakhma, 2021).
Oksigenasi dan Ventilasi
Tujuan utama dari oksigenas dan ventilasi adalah tercukupinya kebutuhan sel
dan jaringan dengan cara memberikan oksigen ventilasi yang cukup. Untuk menilai
kebutuhan oksigen sel dan jaringan yang paling akurat adala dengan melakukan
pengukuran saturasi oksigen menggunakan alat yang disebut oximeter. Biasanya alat
ini berfungsi sekaligus untuk mengukur frekuensi denyut jantung (heart rate) oleh
kaena itu aah tersebut sering disbeut pulse oximetry. Nilai normal saturasi oksigen
adalah 95%- 100% (Jainurakhma, 2021).
1. Pemberian Oksigen
1. Nasal Kanul
Kekurangan kanula hidung adalah konsentrasi yang dihasilkan kecil.
Selain itu pemberian oksigen melalui kanul tidak boleh lebih dari 6 liter/menit
karena oksigen akan terbuang dan bisa mengakibatkan iritasi mukosa hidung
2. Rebreathing Mask
Pemakaian face mask dalam pemberian oksigen lebih baik dari pada
nasal kanul, karena konsentrasi oksigen yang dihasilkan lebih tinggi.
Kekurangannya pada pemakaian mask ini udara bersih dengan udara ekspirasi
masih bercampur, sehingga konsentrasi oksigen masih belum maksimal
3. Non Rebreathing Mask
Non rebreathing mask mengalirkan oksigen konsetrasi oksigen sampai
80-100% dengan kecepatan aliran 10-12 liter/menit. Pada prinsipnya, udara
inspirasi tidak bercampur dengan udara ekspirasi karena mempunyai 2 katup,
1 katup yang fungsinya mencegah udara masuk pada saat inspirasi dan akan
membuka pada saat ekspirasi. (Janes Jainurakhma, 2021 ).

2. Pemberian Ventilasi
a. Mouth to Mouth Ventilation
b. Mouth to Mask Ventilation
c. Bag Valve (Bagging). (Janes Jainurakhma, 2021 )

c. Pengkajian Circulation (Jalan Sirkulasi)


Setelah airway, breathing lalu circulation. Hal yang paling sering terjadi
adalah karena perdarahan. Perdarahan yang cukup banyak sering
mengakibatkan syok jika tidak segera ditangani (Janes Jainurakhma, 2021 ).
Pengkajian sirkulasi dengan memeriksa kulit,akral dan nadi khususnya karotis,
bila ada tanda syok maka segera diatasi.
Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status sirkulasi pasien, antara
lain:
1. Cek nadi dan mulai lakukan Cardio Pulmonari Resusitation (CPR) Jika
diperlukan
2. Cardio Pulmonari Resusitation CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi
siap untuk digunakan
3. Kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupan
4. Raba nadi radial ketika merasa itu perlu
a. Tentukan ada ataupun tidak ada
b. Lakukan penilaian kualitas dengan menyeluruh (kuat/lemah)
c. Cari tahu rate (lambat, normal atau cepat)
5. Lakukan pengkajian pada kulit agar dilihat apakah ada pertanda hipoperfusi
atau hipoksia
6. Lakukan treatment terhadap hipoperfusi (Nusdin, 2020).

d. Pengkajian Disability (Kesadaran)


Menilai kesadaran dengan cepat, apakah pasien sadar, hanya respons terhadap
nyeri atau sama sekali tidak sadar (Maria, 2021). Penilaian disability dilakukan
dengan cara menilai tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil.

1. Penilaian Tingkat Kesadaran Penilaian atau pengkajian tingkat kesadaran


dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:
a. GCS (Glasgow Coma Scale)
GCS (Glasgow Coma Scale) adalah salah satu bentuk penilaian
tingkat kesadaran dengan menggunakan skala yang dipakai untuk
menentukan/menilai tingkat kesadaran pasien dengan menggunakan
sistem skoring, mulai dari sadar sepenuhnya sampai keadaan koma.
Teknik penilaian dengan dengan GCS ini terdiri dari tiga penilaian
terhadap respon yang ditunjukkan oleh pasien setelah diberi stimulus
tertentu, yakni respon buka mata, respon motorik terbaik dan respon
verbal. Setiap penilaian mencakup poin-poin, di mana total poin
tertinggi bernilai 15. Interpretasi atau hasil pemneriksaan tingkat
kesadaran berdasarkan GCS disajikan dalam simbol EVM. Selanjutnya
nilai tiap-tiap pemeriksaan dijumlahkan, nilai GCS yang tertinggi
adalah 15 yaitu E4 V5 M6 dan terendah adalah 3 yaitu E1 V1 M1.
b. Penilaian AVPU
A = Alert, yang menjawab suara dengan benar, misalnya mengirimkan
perintah yang disediakan
V = Mengucapkan, mungkin tidak cocok atau mengeluarkan suara
yang tidak terukur
P = Merespon siksaan dengan adil, masing-masing dari empat
pelengkap harus dievaluasi dengan asumsi bahwa batas dasar yang
digunakan untuk survei mengabaikan jawaban
U = Tidak responsif terhadap siksaan, jika pasien tidak menjawab baik
penderitaan maupun perbaikan verbal
2. Pupil
Langkah kedua yang dinilai pada pengkajian disability adalah menilai
pupil, perubahan pada pupil (anisokor) kemungkinan menandakan adanya
suatu lesi intra kranial (perdarahan). Perlu diingat bahwa lesi biasanya tidak
selalu akan terjadi pada sisi pupil yang melebar (Nusdin, 2020).

e. Pengkajian Exposure (Paparan)


Dalam pengkajian ini yang dilakukan yaitu saturasi oksigen diperiksa
memakai pulse oxymetri, foto thoraks, dan foto polos abdomen. Intervensi yang
lain seperti pemasangan monitor EKG, kateter dan NGT (Maria, 2021). Pada
tahap ini, langkah yang dilakukan adalah melepaskan apa yang dipakai pasien
juga melakukan pemeriksaan adanya injuri di tubuh pasien, ini dilakukan secara
cepat dan tepat. Setelah semua pemeriksaan selesai, tutupi pasien dengan selimut
hangat untuk melindungi privasi pasien kecuali pemeriksaan ulang diperlukan
(Nusdin, 2020).

Komponen pemeriksaan tindakan


Periksa apakah jalan nafas Periksa dan atur jalan napas
pate atau tidak untuk memastikan kepatenan
Airway (jalan nafas) Periksa vokalisasi identifikasi dan keluarkan
benda asing (darah,
muntahan, sekret, atau benda
asing) yang menyebabkan
obstruksi jalan napas baik
parsial atau total
Ada tidaknya aliran udara Pasang orofaringeal airway
untuk mempertahankan jalan
nafas
Periksa adanya suara napas Pertahankan dan lindungi
abnormal: stridor, snoring, tulang serfikal
gurgling
Breathing (pernapasan) Periksa ada tidaknya Auskultasi suara napas
pernapasan efektif dengan 3M
(melihat naik turunnya diding
dada, mendengar suara napas,
dan merasakan hembusan
napas)
Warna kulit Atur posisi pasien untuk
memastikan ekspansi dinding
dada
Identifikasi pola pernapasan Berikan oksigen
abnormal
Periksa adanya penggunaan Beri bantuan napas dengan
otot bantu pernapasan,deviasi menggunakan masker/Bage
trakea, gerakan dinding dada Valve Mask
yang asimetris (BVM)/Endotracheal tube
(ETT) jika perlu
Periksa pola napas pasien Tutup luka jika didapatkan
(takipnea/bradipnea/tersengal- luka terbuka di dada
sengal)
Berikan terapi untuk
mengurangi bronkospasme
atau adanya edema pulmonal
Circulation (sirkulasi) Periksa denyut nadi, kualitas Lakukan tindakan
dan karakternya CPR/defibrilasi sesuai
dengan indikasi
Periksa adanya irama Lakukan tindakan
jantung/abnormalitas jantung penanganan pada pasien
yang mengalami disritmia
Periksa pengisian kapiler, Bila ada perdarahan lakukan
warna kulit dan suhu tubuh, tindakan penghentian
serta adanya diaforesis perdarahan
Pasang jalur IV
Ganti volume darah/cairan
yang hilang dengan cairan
kristaloid isotonik atau darah

Pengkajian sekunder

No. Komponen Pertimbangan


1. Observasi umum Observasi penampilan pasien, perhatikan
postur dan posisi tubuh
Periksa apakah pasien menggunakan
pelindung atau tindakan perlindungan diri
Tanyakan keluhan umum yang diderita pasien
Bagaimana tingkat kesedarana pasien
Amati perilaku pasien apakah tampak
tenang/ketakutan/gelisah/kooperatif
Kajian apakah pasien mampu meakukan
tindakan sendiri atau tidak
Kaji komunikasi verbal pasien, apakah bicara
jelas/bingung/bergumam
Apakah terdapat bau seperti bau
keton/etanol/obat kimiawi lainnya
Apakah ada tanda luka lama, luka baru,
atau keduanya
2. Kepala dan Wajah Periksa adanya luka/perdarahan/bentuk
asimetri
Periksa pakah ukuran dan bentuk pupil kanan-
kiri sama, apakah bereaksi terhdap cahaya
Periksa status visual pasien
Palpasi kulit kepala yang mengalami luka
Palpasi adanya benjolan pada tulang wajah,
apakah bentuknya simetris/asimetris
Periksa adanya pembengkakan atau
perdarahan pada hidung
Periksa adanya luka/perdarahan pada telinga
Periksa status hidrasi/warna
mukosa/adanya perdarahan/gigi yang
hilang atau edema laring/faring pada
langit-langit mulut
3. Leher Periksa adanya pembengkokan pada leher,
adanya perdarahan atau luka
Periksa adanya emfisema subkutan/deviasi
trakea
Palpasi adanya luka/jejas atau keluhan nyeri
pada tulang servikal
4. Periksa adanya benjolan/luka/perdarahan
Dada Periksa naik turunya dinding dada, simetris
atau tidak
Periksa adanya penggunaan otot bantu
pernapasan
Palpasi adanya benjolan/emfisema subkutis
pada struktur dinding dada
Auskultasi suara napas kanan-kiri sama atua
tidak adanya suara napas tambahan
Auskultasi suara jantung normal atau tidak
5. Abdomen Periksa adanya luka/distensi
abdomen/memar/benda asing yang menancap
Auskultasi bising usus dan gangguan aortik
abnormal
Palpasi dan bandingkan denyut di kedua sisi
abdomen
Palpasi adanya masa, regiditas, pulasasi pada
abdomen
Lakukan perkusi untuk mengidentifikasi
adanya cairan/udara
Palpasi hepar untuk menentukan ukuran dan
adanya benjolan
Tekan simfisi pubis dan iliaka pelvis, periksa
adanya ketidakstabilan/nyeri
6. Ekstremitas Periksa dan palpasi adanya benjolan/memas,
luka, edema dan perdarahan
Perhatikan adanya bekas luka, nyeri patah
tulang
Palpasi dan bandingkan denyut nadi di kedua
lengan
Catat perbedaan warna, suhu tubuh, cappillary
refil time (CRT), pergerakan dan sensasi
7. Punggung Jika dicurigai terdapat luka pada punggung
psaien, maka balikkan pasien denganc ara log
roll
periksa dan palpasi adanya
benjolan/memas/nyeri luka
Lakukan pemeriksaan rectal touche (RT) untuk
mengidentifikasi darah/pembengkakan
prostat/benjolan dan hilangnya refleks
sphincter internal
Referensi
 Diolah dari buku Dewi Kartikawati N. 2011. Buku Ajar Dasar-Dasar Keperawatan Gawat
Darurat.
A. PENGKAJIAN SEKUNDER

Pengkajian sekunder meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik. Anamnesis


dapat meggunakan format AMPLE (Alergi, Medikasi, Post illnes, Last meal, dan
Event/ Environment yang berhubungan dengan kejadian). Pemeriksaan fisik dimulai
dari kepala hingga kaki dan dapat pula ditambahkan pemeriksaan diagnostik.
Pengkajian sekunder dilakukan dengan menggunakan metode SAMPLE, yaitu
sebagai berikut :
S : Sign and Symptom.
Tanda gejala terjadinya tension pneumothoraks, yaitu Ada jejas pada thorak, Nyeri
pada tempat trauma, bertambah saat inspirasi, Pembengkakan lokal dan krepitasi pada
saat palpasi, Pasien menahan dadanya dan bernafas pendek, Dispnea, hemoptisis,
batuk dan emfisema subkutan, Penurunan tekanan darah
A : Allergies Riwayat alergi yang diderita klien atau keluarga klien. Baik alergi obat-
obatan ataupun kebutuhan akan makan/minum.
M : Medications (Anticoagulants, insulin and cardiovascular medications especially).
Pengobatan yang diberikan pada klien sebaiknya yang sesuai dengan keadaan klien
dan tidak menimbulka reaksi alergi. Pemberian obat dilakukan sesuai dengan riwayat
pengobatan klien.
P :Previous medical/surgical history. Riwayat pembedahan atau masuk rumah sakit
sebelumnya.
L :Last meal (Time) Waktu klien terakhir makan atau minum.
E :Events /Environment surrounding the injury; ie. Exactly what happened Pengkajian
sekunder dapat dilakukan dengan cara mengkaji data dasar klien yang kemudian
digolongkan dalam SAMPLE.

Pengkajian sekunder dilakukan setelah masalah airway, breathing, dan


circulation yang ditemukan pada pengkajian primer diatasi. Pengkajian sekunder
meliputi pengkajian objektif dan subjektif dari riwayat keperawatan (riwayat penyakit
sekarang, riwayat penyakit terdahulu, riwayat pengobatan, riwayat keluarga) dan
pengkajian dari kepala sampai kaki.
Head to assesment (pengkajian dari kepala sampai kaki)
Pengkajian Head to toe meliputi:
a. Riwayat Penyakit
1) Keluhan utama dan alasan klien ke rumah sakit
2) Lamanya waktu kejadian sampai dengan dibawah ke rumah sakit
3) Tipe cedera, posisi saat cedera, lokasi cedera
4) Gambaran mekanisme cedera dan penyakit seperti nyeri pada organ tubuh
yang mana, gunakan : provoked (P), quality (Q), radian (R), severity (S)
dan time (T)
5) Kapan makan terakhir
6) Riwayat penyakit lain yang pernah dialami/operasi pembedahan/kehamilan
7) Riwayat pengobatan yang dilakukan untuk mengatasi sakit sekarang,
imunisasi tetanus yang dilakukan dan riwayat alergi klien.
8) Riwayat keluarga yang mengalami penyakit yang sama dengan klien.

b. Pengkajian kepala, leher dan wajah


1) Periksa wajah, adakah luka dan laserasi, perubahan tulang wajah dan
jaringan lunak, adakah perdarahan serta benda asing.
2) Periksa mata, telinga, hidung, mulut. Adakah tanda-tanda perdarahan,
benda asing, deformitas, laserasi, perlukaan serta adanya keluaran
3) Amati bagian kepala, adakah depresi tulang kepala, tulang wajah,
kontusio/jejas, hematom, serta krepitasi tulang.
4) Kaji adanya kaku leher
5) Nyeri tulang servikal dan tulang belakang, deviasi trachea, distensi vena
leher, perdarahan, edema, kesulitan menelan, emfisema subcutan dan
krepitas pada tulang.

c. Pengkajian dada
1) Pernafasan : irama, kedalaman dan karakter pernafasan
2) Pergerakan dinding dada anterior dan posterior
3) Palpasi krepitas tulang dan emfisema subcutan
4) Amati penggunaan otot bantu nafas
5) Perhatikan tanda-tanda injuri atau cedera : petekiae, perdarahan, sianosis,
abrasi dan laserasi.
d. Abdomen dan pelvis Hal-hal yang dikaji pada abdomen dan pelvis :
1) Struktur tulang dan keadaan dinding abdomen
2) Tanda-tanda cedera eksternal, adanya luka tusuk, laserasi, abrasi, distensi
abdomen, jejas.
3) Masa : besarnya, lokasi dan mobilitas
4) Nadi femoralis
5) Nyeri abdomen, tipe dan lokasi nyeri (gunakan PQRST)
6) Bising usus
7) Distensi abdomen
8) Genitalia dan rectal : perdarahan, cedera, cedera pada meatus, ekimosis,
tonus spinkter ani

e. Ekstremitas Pengkajian di ekstremitas meliputi :


1) Tanda-tanda injuri eksternal
2) Nyeri
3) Pergerakan dan kekuatan otot ekstremitas
4) Sensasi keempat anggota gerak
5) Warna kulit
6) Denyut nadi perifer

f. Tulang belakang Pengkajian tulang belakang meliputi :


1) Jika tidak didapatkan adanya cedera/fraktur tulang belakang, maka pasien
dimiringkan untuk mengamati :
Deformitas tulang belakang
a. Tanda-tanda perdarahan
b. Laserasi
c. Jejas
d. Luka
2) Palpasi deformitas tulang belakang

https://repo.itskesicme.ac.id/4439/3/Keperawatan%20Gawat%20Darurat.pdf

Anda mungkin juga menyukai