Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Pelayanan di unit gawat darurat merupakan pelayanan yang sangat penting untuk
mencegah terjadinya kematian dan kecacatan korban. Untuk dapat mencegah kematian dan
kecacatan korban dibutuhkan kemampuan kognitif, afektif maupun psikomotor Anda untuk
dapat menolong dengan cepat dan tepat. ( menurut kemenkes RI. Maria diah ciptaning tyas.
Keperawatan kegawat daruratan dan manajemen bencana. 2016)
Keparawatan gawat darurat adalah pelayanan profesioanal keperawatan yang
di berikan pada pasien dengan kebutuhan urgen dan kritis. Namun UGD dan klinik
kedaruratan sering digunakan untuk masalah yang tidak urgen. Yang kemudian filosofi
tentang keperawatan gawat darurat menjadi luas, kedaruratan yaitu apapun yang di alami
pasien atau keluarga harus di pertimbangkan sebagai kedaruratan. Dalam melakukan asuhan
keperawatan pada kasus kegawatdaruratan selalu diawali dengan melakukan pengkajian.
Pengkajian kegawatdaruratan pada umumnya menggunakan pendekatan A-B-C (Airway :
JALAN NAFAS, Breathing : PERNAFASAN dan Circulation : SIRKULASI). Perlu diingat
sebelum melakukanpengkajian Anda harus memperhatikan proteksi diri (keamanan dan
keselamatan diri) dan keadaan lingkungan sekitar. ( menurut kemenkes RI. Maria diah
ciptaning tyas. Keperawatan kegawat daruratan dan manajemen bencana. 2016)
Trend adalah hak yanag sangat mendasar dalam berbagai pendekatan analisa,trend juga
dapat didefenisikan salah satu gambaran ataupun informasi yang terjadi pada saat ini yang
biasanya sedang populer dimasyarakat.
Isu adalah suatu peristiwa atau kejadian yang dapat diperkirakan terjadi terjadi atau tidak
terjadi pada masa mendatang. Isu adalah sesuatu yang sedang dibicarakan oleh banyak orang
namun masih belum jelas faktanya atau buktinya
Pembahasan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah trend dan issue didalam
keperawatan gawat darurat. Yaitu simulasi dan pengetahuan perawat dalam melakukan RJP.
Resusitasi jantung paru (RJP) adalah metode untuk mengembalikan fungsi pernapasan
dan sirkulasi pada pasien yang mengalami henti napas dan henti jantung yang tidak
diharapkan mati pada saat itu. Metode ini merupakankombinasi pernapasan buatan dan
bantuan sirkulasi yang bertujuan mencukupikebutuhan oksigen otak dan substrat lain
sementara jantung dan paru tidak berfungsi. Keberhasilan RJP dimungkinkan oleh adanya
interval waktu antaramati klinis dan mati biologis, yaitu sekitar 4 – 6 menit. Dalam waktu
tersebutmulai terjadi kerusakan sel-sel otak rang kemudian diikuti organ-organ tubuh
lain.Dengan demikian pemeliharaan perfusi serebral merupakan tujuan utama padaRJP
(Menurut buku Alkatri J, dkk, Resusitasi Jantung Paru, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit)

1.2 Tujuan
Untuk mengetahui bagaimana penanganan yang akan diberikan oleh perawat dalam kegawat
daruratan.
1.3 Manfaat
Mampu mempraktekan atau melakukan hal-hal yang ada dalam perawatan kegawat daruratan
dirumah sakit.
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Definisi Gawat Darurat


Gawat darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan medis segera
guna menyelamatkan nyawa dan pencegahan kecacatan lebih lanjut ( UU no. 44 tahun 2009).
Kegawatdaruratan ( emergency ) adalah suatu situasi yang mendesak yang berisiko terhadap
kesehatan, kehidupan, kesejahteraan, atau lingkungan. Suatu insiden dikatakan kegawatdaruratan
bila insiden tersebut dapat mengancam nyawa, kesehatan, kesejahteraan, lingkungan atau insiden
yang memiliki probabilitas yang tinggi untuk menyebabkan bahaya langsung ke kehidupan,
kesehatan, kesejahteraan sampai lingkungan.
Kegawatdaruratan medis adalah insiden cedera atau sakit yang akut yang menimbulkan
resiko langsung terhadap kehidupan atau kesehatan jangka panjang seseorang. Keperawatan
gawat darurat adalah pelayanan professional keperawatan yang diberikan pada pasien dengan
kebutuhan urgent dan kritis. Namun UGD dan klinik kedaruratan sering di gunakan untuk
masalah yang tidak urgent. Yang kemudian filosopi tentang keperawatan gawat darurat luas,
kedaruratan yaitu apapun dialami pasien atau keluarga harus di pertimbangkan sebagai
kedaruratan.
Pelayanan gawat darurat tidak hanya memberikan pelayanan untuk mengatasi kondisi
kedaruratan yang dialami pasien tetapi juga memberikan asuhan keperawatan untuk mengatasi
kecemasan pasien dan keluarga. Sistem pelayanan bersifat darurat sehingga perawat dan tenaga
medis lainnya harus memiliki kemampuan, keterampilan, tekhnik serta ilmu pengetahuan yang
tinggi dalam memberikan pertolongan kedaruratan kepada pasien.

2.2 Definisi Keperawatan Kegawadaruratan


Kegawadaruratan merupakan kejadian secara tiba-tiba yang menuntut tindakan segera
yang mungkin disebabkan oleh kejadian alam, bencana teknologi, perselisihan atau kejadian
yang disebabkan oleh manusia (Who Health Organization dalam Dewi, 2015). Pelaksanaan
kegawatdaruratan akan dilaksanakan secara tim pada instalasi gawat darurat, dengan pemahaman
bahwa tindakan gawat darurat berbeda dengan penanganan pada klien yang memiliki masalah
tidak gawat darurat. Penatalaksanaan kegawatdaruratan harus dilaksanakan secara tim dan akan
dipimpin oleh seorang leader tim yang harus langsung memberikan pengarahan secara
keseluruhan mengenai penatalaksanaan terhadap pasien yang mengalami injuri (Fulde, Gordian.
2009).
Tindakan keperawatan gawat darurat merupakan rangkaian kegiatan yang sistematis dan
professional, cepat dan tepat yang diberikan kepada pasien yang dilaksanakan oleh perawat yang
kompeten. Kondisi gawat darurat yang sering muncul pada suatu insiden maupun bencana yang
sering kali tidak terprediksi jumlah korbannya dan tindakan yang harus dilakukan menjadi salah
satu keterbatasan sumber daya. Tindakan gawat darurat yang dimulai dengan pengkajian awal
mengenai status kesehatan klien sangat penting dilakukan untuk meminimalkan jumlah jumlah
korban dan merencanakan tindakan selanjutnya. (Fulde, Gordian, 2009)
Critical ill Patient (Pasien Kritis) dan Emergency Patient (Pasien Darurat) merupakan
istilah dari penderita gawat darurat, jika dilihat lebih mendalam terdapat beberapa istilah yaitu
penderita gawat darurat merupakan penderita yang mendadak berada dalam keadaan gawat dan
terancam nyawanya jika tidak mendapat pertolongan pertama. (Mubarak, 2015).

2.3 Pengkajian Keperawatan Gawat Darurat


1. Primary Survey
Primary Survey menyediakan evaluasi yang sistematis, pendekatan dan manajemen
segera terhadap komplikasi akibat trauma parah yang mengancam kehidupan. Tujuan dari
primary survey adalah untuk mengidentifikasi dan memperbaiki dengan segera masalah
yang mengancam kehidupan. Prioritas yang dilakukan pada primary survey antara lain
(Fulde, Gordian. 2009). Tahapan dari primary survey meliputi airway maintenance dengan
cervical spine protection, Breathing dan oxygenation, Circulation dan kontrol perdarahan
eksternal, Disability pemeriksaan neurologis singkat, Exposure dengan kontrol lingkungan.
Tahapan dari Primary Survey (Gilbert, D’Souza., & Pletz, 2009) meliputi :
a. General Impressions
Tahap primary survey yang pertama yaitu general impression pengkajian ini
meliputi memeriksa kondisi yang mengancam nyawa secara umum,menentukan keluhan
utama atau mekanisme cedera dan menentukan status mental dan orientasi (waktu,
tempat, orang).
b. Pengkajian Airway
Tindakan pertama kali yang harus dilakukan adalah memeriksa responsivitas
pasien dengan mengajak pasien berbicara untuk memastikan ada atau tidaknya sumbatan
jalan nafas. Seorang pasien yang dapat berbicara dengan jelas maka jalan nafas pasien
terbuka (Thygerson, 2011). Pasien yang tidak sadar mungkin memerlukan bantuan
airway dan ventilasi. Tulang belakang leher harus dilindungi selama intubasi endotrakeal
jika dicurigai terjadi cedera pada kepala, leher atau dada. Obstruksi jalan napas paling
sering disebabkan oleh obstruksi lidah pada kondisi pasien tidak sadar (Wilkinson &
Skinner, 2000). Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian airway pada pasien antara
lain kaji kepatenan jalan nafas pasien apakah pasien dapat berbicara atau bernafas
dengan bebas, tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien seperti adanya
snoting atau gurgling, stridor atau suara nafas tidak normal, agitasi, penggunaan otot
bantu pernafasan, sianosis.
c. Pengkajian Breathing (Pernafasan)
Pengkajian pernafasan dilakukan untuk menilai kepatenan jalan nafas dan
keadekuatan pernapasan pada pasien. Jika pernapasan pada pasien tidak memadai, maka
langkah-langkah yang harus dipertimbangkan adalah dekompresi dan drainase tension
pneumothorax/haemothorax, closure of open chest injury dan ventilasi buatan
(Wilkinson & Skinner, 2000). Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian brathing pada
pasien antara lain:
1. Look, listen dan feel. Lakukan penilaian terhadap ventilasi dan oksigenasi pasien.
2. Buka dada pasien dan observasi pergerakan dinding dada pasien jika perlu.
3. Tentukan laju dan tingkat kedalaman nafas pasien, kaji lebih lanjut mengenai
karakter dan kualitas pernafasan pasien.
4. Penilaian kembali status mental pasien.
5. Dapatkan bacaan pulse oksimetri jika diperlukan
6. Pemberian intervensi untuk ventilasi yang tidak adekuat dan oksigenasi jika
diindikasikan.
7. Kaji adanya masalah pernafasan yang menancam jiwa dan berikan terapi sesuai
kebutuhan.
d. Pengkajian Circulation
Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status sirkulasi antara lain cek nadi dan
mulai lakukan CPR jika diperlukan, CPR harus terus dilakukan sampai defibrasi siap
untuk digunakan, kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupan dengan
pemberian penekanan secara langsung, palpasi nadi radial jika diperlukan, menilai
kualitas secara umum, identifikasi rate, regularity, kaji kulit untuk melihat adanya tanda-
tanda hioperfusi atau hiposia dan lakukan treatment terhadap hipoperfusi.
e. Pengkajian level of consciousnees dan disabilitas
Pada primary survey, disability dikaji dengan menggunakan skala AVPU: A (alert), yaitu
merespon suara dengan tepat, misalnya mamatuhi perintah yang diberikan, V (vocalizes)
mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara yang tidak bias dimengerti, P (responds to
pain only) harus dinilai semua keempat tungkai jika ekstermitas awal yang digunakan
untuk mengkaji gagal untuk merespon, U (unresponsive to poin) jika pasien tidak
merespon baik stimulus nyeri maupun stimulasi verbal.
f. Expose, Examine dan Evalute
Menanggalkan pakaian pasien dan memeriksa cedera pada pasien, jika pasien diduga
memiliki cedera leher atau tulang belakang, imobilisasi in-line penting dilakukan,
lakukam log roll ketika melakukan pemeriksaan pada puggung pasien. Yang perlu
dilakukan dalam melakukan pemeriksaan pada pasien adalah mengekspos pasien hanya
selama pemeriksaan eksternal, tutup pasien dengan selimut hngat dan jaga privacy pasien
kecuali jika diperlukan pemeriksaan ulang (Thygerson, 2011).
2. Secondary Survey
Survey sekunder merupakan pemeriksaan secara lengkap yang dilakukan secara head to
toe, dari depan hingga belakang. Secondary survey hanya dilakukan setelah kondisi pasien
mulai stabil, dalam artian tidak mengalami syok atau tanda-tanda syok telah dimulai
menbaik.

2.4 Pengertian Trend dan Isu dalam Keperawatan Kegawatdaruratan


Trend adalah hak yang sangat mendasar dalam berbagai pendekatan analisa, trend juga
dapat didefinisikan salah satu gambaran ataupun informasi yang terjadi pada saat ini biasanya
sedang popular dimasyarakat. Isu adalah suatu peristiwa atau kejadian yang dapat
diperkirakan terjadi atau tidak terjadi pada mendatang. Isu adalah sesuatu yang sedang
dibicarakan oleh banyak orang namun masih belum jelas faktanya atau buktinya. Trend dan
isu keperawatan adalah sesuatu yang sedang dibicarakan banyak orang tentang
praktek/mengenai keperawatan baik itu berdasarkan fakta maupun tidak.
Keperawatan gawat darurat adalah pelayanan professional keperawatan yang diberikan
pada pasien dengan kebutuhan urgen dan kritis. Namun UGD dan klinik kedarurtan sering
digunakan untuk masalah yang tidak urgen. Yang kemudian filosofi tentang keperawatan
gawat darurat menjadi luas, kedaruratan yaitu apapun yang dialami pasien atau keluarga
harus dipertimbangkan sebagai kedaruratan
Pelayanan gawat darurtan tidak hanya memberikan pelayanan untuk mengatasi kondisi
kedaruratan yang dialami pasien tetapi juga memberikan asuhan keperawatan untuk
mengatasi kecemasan pasien dan keluarga. Sistem pelayanan bersifat darurat sehingga
perawat dan tenaga medis lainnya harus memiliki kemampuan, keterampilan, tehnik serta
ilmy pengetahuan yang tinggi dalam memberikan pertolongan kedaruratan kepada pasien.
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Contoh Kasus Jurnal


Out of Health Cardiac Arrest (OHCA) adalah suatu kejadian henti jantung yang terjadi di
luar rumah sakit. OHCA merupakan salah satu focus dari permasalahan kesehatan dunia
dikarenakan angka kejadian yang tinggi. Angka kejadian OHCA secara global adalah 50-60
per 100.000 orang per tahun. Angka kejadian OHCA diperkirakan maencapai 300.000 di
Eropa dan 420.000 kasus di Amerika Serikat. Indonesia sendiri memiliki angka kejadian
OHCA diperkirakan mencapai 10.000 kasus per tahun atau terdapat 30 kejadian OHCA per
hari. Penyebab utama rendahnya survival rate pada pasien OHCA adalah terlambatnya
pelaporan dan pemberian tindakan resusitasi jantung paru (RJP). Dari kasus tersebut AHA
(American Health Asossiation) memberikan solusi yaitu dengan meningkatkan peran setiap
orang di komunitas untuk menjadi seorang by stander RJP. Karena RJP yang dilakukan
dengan cepat dapat meningkatkan survival rate korbam OHCA sebanyak dua sampai tiga
kali lipat. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan jumlah by stander adalah
dengan memberikan pelatihan mengenai pelaksanaan RJP secara tepat. Sedangkan WHO
sendiri merekomendasikan bhawa anak sekolah sudah bisa mendapatkan pelatihan RJP sejak
usia 12 tahun.
3.2 Analisa Jurnal
3.2.1 Identitas Jurnal
1. Judul Jurnal : “Perbandingan Pelatihan RJP Dengan Mobile Application dan Simulasi
Terhadap Pengetahuan dan Keterampilan Melakukan RJP”
2. Penulis Jurnal : Rismawan Adi Yunanto, Titin Andri Wihastuti, Septi Dewi
Rachmawati
3. Departemen Penulis : Program Studi Magister Keperawatan Fakultas Kedokteran,
Universitas Brawijaya
4. Penerbit : NurseLine Journal
5. Tujuan Penelitian : Untuk menganalisis perbandingan pelatihan resusitasi jantung
paru (RJP) berbasis mobile application dan simulasi terhadapa pengetahuan,
keterampilan, dalam melakukan RJP
6. Metode Penelitian : penelitian yang digunakan adalah penelitian quasi eksperimental
dengan rancangan non-equivalent control group dengan dua kelompok perlakuan,
yaitu kelompok mobile application dan kelompok simulasi.
3.2.2 Ringkasan
Out Of Health Cardiac Arrest (OHCA) merupakan salah satu focus utama dari
penanganan kesehatan dunia dikarenakan tingginya angka kematian. Penyebab
utamanya adalah karena terlambartnya pelaporan dan pemberian tindakan resusitasi paru
jantung (RJP). Solusi terbaik yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan pelatihan
RJP di komunitas agar terbentuk by stander RJP yang dapat dengan sukarela
memberikan tindakan RJP.
Proses pelatihan yang dapat dilakukan pada seorang by stander RJP dapat dilakukan
dengan metode tradisional seperti dengan melakukan simulasi dan dapat juga dilakukan
dengan metode non-tradisional dengan memanfaatkan perkembangan tekhnologi.
Metode pelatihan dengan simulasi selama ini dinilai menjadi slaah satu metode yang
cukup efektif dalam pelatihan RJP. Namun, saat ini banyak pendapat yang mengatakan
bahwa simulasi saja tidak cukup untuk pelatiahan RJP dan harus didukung oleh metode
pembelajaran berbasis tekhnologi (mobile application). Pada penelitian ini, aplikasi yang
digunakan dalam penelitian adalah “be a bystander”. Terdapat 2 kelompok dalam
penelitian ini. Kelompok mobile application yang menggunakan aplikasi “be a
bystander” untuk belajar mandiri melakukan RJP dan kelompok simulasi yang
mendengarkan serta melihat instruktur yang professional. Hasil dari penelitian tersebut
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signikn yang terjadi pas responden
sebelum dan setelah mendapatkan perlakuan. Dimana saat ini ketika responden udah
diberikan perlakuan dengan mobli application mengalami peningkatan pengetahuan, dan
keterampilan. Hal ini dikarenakan komponen yang berupa suara, gambar, video yang
mudah dioperasikan sendiri oleh responden. Komponen-komponen tersebut membuat
responden tertarik untuk belajar mandiri. Kombinasi tulisan, gambar, suara, dan video
pada mobile application ternyata mampu memberikan stimulus kognitif yang baik untuk
meningkatkan motivasi belajar sehingga hasil pembelajaran didapatkan lebih baik.

3.2.2 Analisa Jurnal


1. Kelebihan Jurnal : Jurnal ini sangat bagus dan sudah hampir memenuhi semua
komponen yang seharusnya ada dan dibutuhkan mahasiswa atau pembaca lainnya.
Jurnal ini juga telah layak untuk dijadikan salah satu literatur atau sumber informasi
yang akurat dalam proses pembelajaran. Dalam penelitian ini juga hasil yang
dipaparkan sangat jelas dan sesuai dengan teori yang sudah ada. Pembahasan dari
hasil penelitian juga sangat jelas dan mudah dipahami terutama bagi kami
mahasiswa. Menjelaskan secara jelas hasil yang didapatkan dari penelitian.
2. Kekurangan Jurnal : -
3.2.3 Rekomendasi
Jurnal ini patut untuk direkomendasikan sebagai bahan belajar untuk para mahsiswa
keperawatan khususnya. Karena isi didalam jurnal sangat membantu untuk menambah
wawasan kita sebagai mahasiswa keperawatan yang kelak akan terjun langsung
menghadapi pasien. Teknik mobile application ini mungkin nantinya akan sangat
bermanfaat bagi mahasiswa keperawatan ketika terjun didalam dunia kerja.
DAFTAR PUSTAKA

Maria, Insana., dkk. Caring dan Comfort Perawat dalam Kegawatdaruratan. Yogyakarta: Cv
Budi Utama. 2019.

Shinta A. A. Ngirarung, Mulyadi, Reginus T. Malara. Pengaruh Simulasi Tindakan Resusitasi


Jantung Paru (RJP) Terhadap Tingkat Motivasi Siswa Menolong Korban Henti Jantung Di
SMA Negeri 9 Binsus Manado. E- jurnal Keperawatan Volume 5 Nomor 1. Program studi
Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado. 2017.

Kemenkes RI. Maria diah ciptaning tyas. Keperawatan kegawat daruratan dan manajemen
bencana. 2016

Alkatri J, dkk, Resusitasi Jantung Paru. Buku Ajar Ilmu Penyakit.

Anda mungkin juga menyukai