Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN TUTORIAL KASUS I

INITIAL ASSESSMENT

Disusun oleh :

1. Eli Siti Solihah (170100917)


2. Jelita Sinung Rizky (170100929)
3. Lia Puspitasari (170100932)
4. Nadhia El Fauz (170100938)
5. Neni Kurnia Cahyani (170100942)
6. Nopita (170100943)
7. Nur Samsiah (170100944)
8. Nurdila Fajrianti (170100945)
9. Rahayu Purwanti (170100947)
10. Sakinah (170100949)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ALMA ATA YOGYAKARTA

TAHUN 2020/2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan ridho dan
rahmat-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Tujuan dari makalah kami ini,
untuk menyelesaikan tugas perkuliahan yang di berikan oleh dosen pembimbing, selain itu, kami
juga ingin mengetahui lebih jauh tentang management and leadership serta memberikan
informasi kepada pembaca.
Penyelesaian makalah ini tidak lepas dari bantuan teman-teman dan juga para dosen
pembimbing, oleh sebab itu, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang
telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah yang kami buat ini masih banyak kekurangannya.
Akan tetapi, kami beranggapan bahwa lebih baik mencoba dengan segala kekurangan daripada
tidak mencoba sama sekali. Oleh karena itu, masukkan atau saran dari pembaca sangat kami
harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Kami berharap makalah ini dapat mencapai sasaran
dan memberikan manfaat bagi pembaca.

Yogyakarta, 04 Desember 2020

2
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..................................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................4

A. Latar Belakang....................................................................................................................4

B. Tujuan..................................................................................................................................5

C. Manfaat................................................................................................................................5

BAB II SKENARIO KASUS DAN PEMBAHASAN.................................................................6

A. Kasus....................................................................................................................................6

B. Analisis Kasus.....................................................................................................................6

C. Referensi Terkait Topic...................................................................................................12

D. Analisis Jurnal..................................................................................................................16

BAB III PENUTUP......................................................................................................................21

A. Kesimpulan........................................................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................22

3
BAB I

PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penilaian awal korban cedera kritis akibat cedera multipel merupakan tugas yang
menantang, dan tiap menit bisa berarti hidup atau mati. Sistem Pelayanan Tanggap
Darurat ditujukan untuk mencegah kematian dini (early) karena trauma yang bisa terjadi
dalam beberapa menit hingga beberapa jam sejak cedera (kematian segera karena trauma,
immediate, terjadi saat trauma. Perawatan kritis, intensif, ditujukan untuk menghambat
resiko kecacatan dan bahkan kematian. Hal ini bisa saja terjadi karena trauma yang
terjadi dalam beberapa hari hingga beberapa minggu setelah trauma tidak mendapatkan
penanganan yang optimal. Berdasarkan kasus diatas, penilaian awal merupakan salah satu
item kegawatdaruratan yang sangat mutlak harus dilakukan untuk mengurangi resiko
kecacatan, bahkan kematian.
Pada penelitian Canadian selama 5 tahun yang diakui oleh unit trauma, 96,3%
mendukung terjadinya trauma tumpul, sisanya 3,7% cedera dengan mekanisme penetrasi.
Penyebab trauma tumpul berhubungan dengan kecelakaan lalu lintas (70%), bunuh diri
(10%), jatuh (8%), pembunuhan (7%), dan lain-lain (5%). Banyak kejadian tersebut yang
akhirnya menuju kedalam kegawatdaruratan.
Berdasarkan penelitian diatas, seorang tenaga kesehatan harus mampu melakukan
tindakan medis yang tepat dan cepat untuk mengatasinya. Melalui protocol-protokol yang
berlaku, seorang tenaga kesehatan harus mampu melakukan penilaian awal, sehingga
mampu memberikan tindakan yang tepat sesuai dengan tujuan penilaian awal. Tujuan
penilaian awal adalah untuk menstabilkan pasien, mengidentifikasi cedera / kelainan
pengancam jiwa dan untuk memulai tindakan sesuai, serta untuk mengatur kecepatan dan
efisiensi tindakan definitif atau transfer kefasilitas sesuai. Oleh karena itu tenaga medis,
khususnya dalam system pelayanan tanggap darurat harus mengenal konsep penilaian
awal untuk meningkatkan keberhasilan penanganan kasus gawat darurat.

4
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi initial assessment.
2. Untuk mengetahui tujuan initial assessment.
3. Untuk mengetahui manfaat initial assessment.
4. Untuk mengetahui komponen-komponen initial assessment.
5. Untuk mengetahui peran perawat dalam menangani pasien initial assessment.
6. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien initial assessment.

C. Manfaat
1. Mahasiswa mampu mengetahui tentang initial assessment.
2. Mahasiswa dapat menganalisis masalah.
3. Mahasiswa dapat memperoleh pengetahuan.

5
BAB II

SKENARIO KASUS DAN PEMBAHASAN

BAB II SKENARIO KASUS DAN PEMBAHASAN

A. Kasus
Beberapa bulan yang lalu di suatu daerah terjadi gempa bumi, telah ditemukan
korban tertindih reruntuhan bangunan dengan keadaan tidak sadarkan diri dibawa ke
RSU setempat untuk mendapatkan penanganan medis. Saat dilakukan initial assessment
pada tahap Primary survey Airway tidak ada gangguan pernafasan, Breating RR
24x/menit SPO2 85, circulation TD 100/70 MmHg, S 36 ˚C, N 60x/menit. Ketika
dilakukan pemeriksaan GCS, mata membuka ketika diberi rangsang nyeri, terdengar
suara tidak jelas seperti mengerang, dan ketika extermitas diangkat secara spontan jatuh.
Exprosure terdapat fraktur femur 1/3 distal dan terdapat luka robek 12 cm disertai
dengan pendarahan massive.

B. Analisis Kasus
a. Step 1
1. Primary survey
 Primary Survey yang meliputi ABCDE (Airway, Breathing,Circulation,
Disability, dan Exposure/Environmental) adalah bagian awal dari penanganan
suatu kegawatdaruratan. Dalam proses ini, fungsi vital pasien gawat harus
dinilai secara cepat dan segera diberikan perawatan untuk pertolongannya.
2. Exposure
 Exposure adalah paparan atau kontak antar segala benda berbahaya.
3. Pendarahan massive
 Pendarahan massive adalah pendarahan yang terjadi pada kulit yang mengalir
terus-menerus tanpa henti atau pendarahan menetap.
4. Innitial assesment
 Initial assessment merupakan suatu bentuk penilaian awal kondisi
korban/pasien yang dilakukan secara cepat dan tepat, sehingga tim medis baik

6
dokter atau perawat yang melakukan initial assessment harus mempunyai
kecakapan dan ketrampilan khusus dalam menilai kondisi awal pasien
tersebut.
b. Step 2
1. Apa perbedaan dari primary survey dengan secondary survey?
2. Apa yang dimaksud innitial assement?
3. Apa saja tujuan dari initial assessment?
4. Apa saja komponen pada initial assessment?
5. Diagnosa yang mungkin muncul pada kasus tersebut?
6. Apa tindakan prioritas yang tepat pada kasus?
7. Jelaskan bagaimana pemeriksaan tingkat kesadaran?
8. Bagaimana peran perawat dalam menangani kasus tersebut?
9. Bagaimana urutan melakukan initial assesment pada pasien?
10. Apa saja tahap penanganan pada si penderita ? Termasuk triage warna apa ?
c. Step 3
1. Terkait perbedaan primary survey dan secondary survey
 Primary Survey membantu mengidentifikasi keadaan-keadaan yang
mengancam nyawa, yang terdiri dari tahapan-tahapan sebagai berikut :
A : Airway, pemeliharaan airway dengan proteksi servikal
B : Breathing, pernapasan dengan ventilasi
C : Circulation, kontrol perdarahan
D : Disability, status neurologis
E : Exposure/Environmental control, membuka seluruh baju penderita, tetapi
cegah hipotermia.
 Secondary survey pemeriksaan tingkat kesadaran/AVPU, yaitu:
A : Alert
V : Respon to verbal
P : Respon to pain
U : Unrespon
GSC (Glasgow Coma Scale) adalah sistem skoring yang sederhana untuk
menilai tingkat kesadaran pasien.

7
2. Initial assessment merupakan suatu bentuk penilaian awal kondisi korban/pasien
yang dilakukan secara cepat dan tepat, sehingga tim medis baik dokter atau
perawat yang melakukan initial assessment harus mempunyai kecakapan dan
ketrampilan khusus dalam menilai kondisi awal pasien tersebut.
3. Tujuan innitial assessment untuk mencegah semakin parahnya penyakit pasien
dan menghindari kematian pada penanganan pasien yang di kaji yaitu tingkat
kesadaran ABCDE.
4. Penilaian awal meliputi:
 PersiapanTriase
 Primary survey (ABCDE)
 Resusitasi
 Tambahan terhadap primary survey dan resusitasi
 Secondary survey
 Tambahan terhadap secondary survey
 Pemantauan dan re-evaluasi berkesinarnbungan
 Transfer ke pusat rujukan yang lebih baik
5. Diagnosa yang dapat muncul pada kasus tesebut adalah
a) Nyeri akut b.d agen-agen yang menyebabkan cidera fisik (Fraktur femur 1/3
distal)
Interversi :
 Ajarkan dan dorong untuk manajemen stress (relaksasi& na'as dalam&
imajinasi& sentuhan terapeutik)
 Monitor TTV dan observasi KU pasien dan keluhan pasien.
 Atur posisi yang aman dan nyaman
 Pertahankan imobilisasi pada bagian yang sakit
 Kolaborasi dengan dokter dan tim medis lainnya untuk pemberian
analgesik.
b) Hambatan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuskuler dan muskulokeletal
Interversi :

8
 Bantu dan dorong pasien untuk melakukan aktivitas perawatan secara
bertahap
 Beri bantuan dalam menggunakan alat gerak
 Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk melatih pasien
 Meminimalkan nyeri dan mencegah salah posisi
c) Ketidakefektifan pola nafas berhubunag dengan keletihan otot pernafasan
6. Tindakan Prioritas pada kasus adalah memberikan Oksigen (O2) NRM dengan
aliran oksigen 10-12 liter/menit serta melakukan balut tekan dan bidai untuk
menangani fraktur dan mengurangi pendarahan. Selain diberikan terapi oksigen
juga dilakukan transfusi darah karena perdarahan dalam jumlah yang berlebihan
dapat membuat seseorang mengalami hipoksia.
7. Cara mengukur tingkat kesadaran
a) Mata
 Tim medis meminta membuka mata dan merangsang seseorang dengan
nyeri tapi mata orang tersebut tidak bereaksi dan tetap terpejam, maka
poin GCS yang didapat yaitu 1.
 Jika mata terbuka akibat rangsang nyeri saja, poin GCS yang didapat yaitu
2.
 Jika mata seseorang terbuka hanya dengan mendengar suara atau dapat
mengikuti perintah untuk membuka mata, poin GCS yang didapat yaitu 3.
 Jika mata terbuka secara spontan tanpa perintah atau sentuhan, maka poin
yang didapat yaitu 4.
b) Suara
Nilai GCS yang dievaluasi dalam pemeriksaan respons suara:
 Jika seseorang tidak mengeluarkan suara sedikitpun, meski sudah
dipanggil atau dirangsang nyeri, maka orang tersebut mendapat poin 1.
 Jika suara yang keluar seperti rintihan tanpa kata-kata, poin yang didapat
yaitu 2.
 Seseorang dapat berkomunikasi tapi tidak jelas atau hanya mengeluarkan
kata-kata tapi bukan kalimat yang jelas, poin GCS yang didapat yaitu 3.

9
 Jika seseorang dapat menjawab pertanyaan dari tim medis tapi pasien
seperti kebingungan atau percakapan tidak lancar, maka poin yang didapat
adalah 4.
 Seseorang dapat menjawab semua pertanyaan yang diajukan dengan benar
dan sadar penuh terhadap orientasi lokasi, lawan bicara, tempat, dan
waktu, maka poin yang didapat yaitu 5.
c) Gerakan
Nilai GCS yang dievaluasi dalam pemeriksaan respons gerakan:
 Tidak ada respons gerakan tubuh walau sudah diperintahkan atau diberi
rangsangan nyeri, poin GCS yang didapat yaitu 1.
 Seseorang hanya dapat mengepalkan jari tangan dan kaki, atau menekuk
kaki dan tangan saat diberi rangsangan nyeri, poin yang didapatkan adalah
2.
 Seseorang hanya menekuk lengan dan memutar bahu saat diberi
rangsangan nyeri, poin GCS yang didapat yaitu 3.
 Seseorang dapat menggerakkan tubuh menjauhi sumber nyeri ketika
dirangsang nyeri, poin GCS yang diperoleh yaitu 4. Contohnya, seseorang
dapat menjauhkan tangan ketika dicubit.
 Bagian tubuh yang tersakiti dapat bergerak dan orang yang diperiksa dapat
menunjukkan lokasi nyeri, poin GCS yang didapat yaitu 5. Contohnya
ketika tangan diberi rangsangan nyeri, tangan akan mengangkat.
 Seseorang dapat melakukan gerakan ketika diperintahkan, poin GCS yang
didapatkan yaitu 6.
8. Peran perawat memberikan asuhan kepada pasien dengan
 Pemberian terapi oksigen
 Dilakukan penekanan pada luka untuk mengurangi pendarahan setelah itu
dibalut.
9. Initial assessment meliputi:
 Persiapan Triase Primary survey (ABCDE)
 Resusitasi
 Tambahan terhadap primary survey dan resusitasi
10
 Secondary survey
 Tambahan terhadap secondary survey
 Pemantauan dan re-evaluasi berkesinarnbungan
 Transfer ke pusat rujukan yang lebih baik.
10. Penanganan korban/pasien berlangsung dalam dua tahap yaitu tahap pra-
rumah sakit (pre hospital) dan tahap rumah sakit (in hospital). Pada kasus
tersebut tahap penanganan pada penderita, yaitu :
 Pre hospital : ditemukan korban tertindih reruntuhan bangunan dengan
keadaan tidak sadarkan diri.
 In hospital : dilakukan survey rimer dan survey sekunder, dengan hasil
Airway tidak ada gangguan pernafasan, Breating RR 24x/menit SPO2 85,
circulation TD 100/70 MmHg, S 36 ˚C, N 60x/menit. Ketika dilakukan
pemeriksaan GCS, mata membuka ketika diberi rangsang nyeri, terdengar
suara tidak jelas seperti mengerang, dan ketika extermitas diangkat secara
spontan jatuh. Exprosure terdapat fraktur femur 1/3 distal dan terdapat
luka robek 12 cm disertai dengan pendarahan massive.

Pada kasus tersebut masuk dalam triage warna kuning.

d. Step 4

Initial Assessment

Definisi Tujuan Manfaat Tatalaksa Peran Asuhan


na/ Perawat Keperawa
Urutan/ tan
Kompone

a. Step 5
1. Jelaskan pemeriksaan tingkat kesadaran.
2. Warna-warna dalam triage.
3. Tahap penanganan pada kasus.
4. Tindakan prioritas yang tepat pada kasus.

11
12
C. Referensi Terkait Topic
1. Initial assesment adalah proses evaluasi secara cepat pada penderita gawat darurat
yang langsung diikuti dengan tindakkan resusitasi (Suryono dkk, 2008 ).
2. Tujuannya untuk melakukan tidakan dan penilaian yang tepat untuk menghindari
kematian pasien. Pada penanganan pasien yang dikaji yaitu tingkat kesadaran (Level
Of Consciousness) dan pengkajian ABC (Airway, Breathing, Circulation) (Wijaya,
2019).
3. Manfaat penilaian awal adalah untuk menstabilkan pasien, mengidentifikasi cedera /
kelainan pengancam jiwa dan untuk memulai tindakan sesuai, serta untuk mengatur
kecepatan dan efisiensi tindakan definitif atau transfer kefasilitas sesuai (Boswick
2013).
4. Tahapan pada initial assessment
a) Persiapan
1) Fase Pra-Rumah Sakit
 Koordinasi yang baik antara dokter di rumah sakit dan petugas lapangan.
 Sebaiknya terdapat pemberitahuan terhadap rumah sakit sebelum
penderita mulai diangkut dari tempat kejadian.
 Pengumpulan keterangan yang akan dibutuhkan di rumah sakit seperti
waktu kejadian, sebab kejadian, mekanisme kejadian dan riwayat
penderita.
b) Fase Rumah Sakit
 Perencanaan sebelum penderita tiba.
 Perlengkapan airway sudah dipersiapkan, dicoba dan diletakkan di tempat
yang mudah dijangkau.
 Cairan kristaloid yang sudah dihangatkan, disiapkan dan diletakkan pada
tempat yang mudah dijangkau.
 Pemberitahuan terhadap tenaga laboratorium dan radiologi apabila
sewaktu-waktu dibutuhkan.
 Pemakaian alat-alat proteksi diri .
b. Triase

13
Triase adalah cara pemilahan penderita berdasarkan kebutuhan terapi dan sumber
daya yang tersedia. Dua jenis triase :
a) Multiple Casualties
Jumlah penderita dan beratnya trauma tidak melampaui kemampuan rumah
sakit. Penderita dengan masalah yang mengancam jiwa dan multi trauma akan
mendapatkan prioritas penanganan lebih dahulu.
b) Mass Casualties
Jumlah penderita dan beratnya trauma melampaui kemampuan rumah sakit.
Penderita dengan kemungkinan survival yang terbesar dan membutuhkan
waktu, perlengkapan dan tenaga yang paling sedikit akan mendapatkan
prioritas penanganan lebih dahulu.
5. Peran perawat pada initial assessment
a. Peran perawat adalah sebagai educator dengan begitu untuk mengurangi tingkat
kecemasan keluarga. Perawat memberikan informasi pada keluarga menjelaskan
tentang perawatan yang diberikan pada pasien (Annisa, 2014).
b. Peran perawat sebagai care giver merupakan peran yang sangat penting dari
peran-peran yang lain karena baik tidaknya layanan profesi keperawatan
dirasakan langsung oleh pasien. Pemberian pelayanan perawat sebagai care giver
agar bisa memberikan kepuasan pasien khususnya pelayanan gawat darurat yang
dapat dinilai dari kemampuan perawat dalam hal responsiveness (cepat tanggap),
reliability (pelayanan tepat waktu), assurance (sikap dalam memberikan
pelayanan), emphaty (kepedulian dan perhatian dalam memberikan pelayanan)
dan tangible (mutu jasa pelayanan) dari perawat kepada pasien. (Asmadi, 2008).
6. Diagnose yang dapat muncul pada initial assessment
a. Nyeri akut b.d agen-agen yang menyebabkan cidera fisik (Fraktur femur 1/3
distal)
Interversi :
 Ajarkan dan dorong untuk manajemen stress (relaksasi& na'as dalam&
imajinasi& sentuhan terapeutik)
 Monitor TTV dan observasi KU pasien dan keluhan pasien.
 Atur posisi yang aman dan nyaman

14
 Pertahankan imobilisasi pada bagian yang sakit
 Kolaborasi dengan dokter dan tim medis lainnya untuk pemberian analgesik.
b. Hambatan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuskuler dan muskulokeletal
Interversi :
 Bantu dan dorong pasien untuk melakukan aktivitas perawatan secara
bertahap
 Beri bantuan dalam menggunakan alat gerak
 Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk melatih pasien
 Meminimalkan nyeri dan mencegah salah posisi
7. Tingkat Kesadaran (Fakultas Kedokteran Hasanudin , 2015)
Klien diminta berbaring, kemudian pemeriksaan melakukan evaluasi dengan menilai
a. Eye Response
1) Spontan (Skor 4)
2) Terhadap suara (Skor 3)
Meminta klien membuka mata
3) Terhadap rangsang nyeri (Skor 2)
Tekan pada saraf supraorbital atau kuku jari.
4) Tidak ada reaksi (Skor 1)
Dengan rangsang nyeri klien tidak membuka mata
b. Verbal Response
1) Berorientasi baik (Skor 5)
Menanyakan dimana ia berada, tahu waktu, hari,bulan
2) Bingung (confused) (Skor 4)
Menanyakan dimana ia berada (dapat mengucapkan kalimat, namun ada
disorientasi waktu dan tempat).
3) Tidak tepat (Skor 3)
Dapat mengucapkan kata-kata, namun tidak berupa kalimat dan tidak tepat.
4) Mengerang (Skor 2)
Mengeluarkan suara yang tidak punya arti, tidak mengucapkan kata, hanya
suara mengerang.
5) Tidak ada jawaban (Skor 1)

15
Suara tidak ada.
c. Motorik Response
1) Menurut perintah (Skor 6)
Misalnya menyuruh klien mengangkat tangan
2) Mengetahui lokasi nyeri (Skor 5)
Berikan rangsang nyeri dengan menekan jari pada supra orbita. Bila klien
mengangkat tangan sampai melewati dagu untuk menepis rangsang nyeri
tersebut berarti dapat mengetahui lokasi nyeri
3) Reaksi menghindar (Skor 4)
Menolak rangsangan nyeri pada anggota gerak.
4) Reaksi fleksi (dekortikasi) (Skor 3)
Berikan rangsang nyeri misal menekan dengan objek seperti ballpoint pada
jari kuku. Bila terdapat reaksi fleksi berarti ingin menjauhi rangsang nyeri
5) Extensi spontan (decerebrasi) (Skor 2)
Memberikan rangsang nyeri yang cukup adekuat Terjadi ekstensi pada siku
6) Tidak ada gerakan/reaksi (Skor 1)
Rangsang yang diberikan harus cukup adekuat
8. Warna dalam triage ada 4 yaitu HIJAU, KUNING, MERAH dan HITAM. Berikut
penjelasan menurut (Hogan dan Burstein, 2007):
a. Kumpulkan semua penderita yang dapat / mampu berjalan sendiri keareal yang
telah ditentukan, dan beri mereka label HIJAU.
b. Setelah itu alihkan kepada penderita yang tersisa periksa
c. Pernapasan :
1) Bila pernapasan lebih dari 30 kali / menit beri label MERAH.
2) Bila penderita tidak bernapas maka upayakan membuka jalan napas dan
bersihkan jalan napas satu kali, bila pernapasan spontan mulai maka beri label
MERAH, bila tidak beri HITAM.
3) Bila pernapasan kurang dari 30 kali /menit nilai waktu pengisian kapiler.
9. Menurut wijaya 2019 tahapan penanganan sesuai kasus.
a. Resusitasi : apabila pasien henti nafas henti jantung dilakukan resusitasi
b. Tabahan terhadap Primary Survey

16
A : Jalan nafas ( penilaian ini untuk melihat apakah pasien mempunyai gangguan
pada jalan nafas atau tidak tetapi dalam kasus tidak terdapat gangguan pada jalan
nafas)
B : Pernafasa ( pada kasus 24 x/menit, SPO2 85% harus diberikan oksigen )
C : Perdarahan ( Terdapat luka robek 12 cm dan perdarahan massive , di dep pada
area perdarahan lalu balut pada area luka di bidai pada daerah fraktur)
D : Tingkat kesadaran ( saat dilakukan pemeriksaan GCS E: membuka mata saat
diberikan rangsangan (2), V : Suara tidak jelas atau mengerang (2), M : Ketika
ekstremitas diangkat secara spontan jatuh (1) skor : 5 (stupor)
E : Trauma ( terdpat fraktur femur 1/3 distal dan luka robek 12 cm dengan
perdarahan massive)
c. Triase : Warna merah.
d. Berikan cairan NaCL 1000-2000 ml pada pasien dewasa dan 20ml/kg syok
hipovolemik.
e. Rujuk pasien ke pusat pelayanan yang lebih baik dan menangani.
10. Tindakan prioritas pada kasus adalah memberikan Oksigen (O2) NRM dengan aliran
oksigen 10-12 liter/menit serta melakukan balut tekan dan bidai untuk menangani
fraktur dan mengurangi perdarahan. Selain itu ada juga Prioritas resusitasi pada
perdarahan masif: yaitu
a. Penggantian volum darah
Resusitasi cairan dengan kristaloid atau koloid penting untuk menjaga volum
intravaskuler.
b. Menjaga oksigenasi jaringan
Oksigenasi jaringan membutuhkan adekuatnya Hb yang bersirkulasi, kemampuan
meningkatkan cardiac output, dan adekuatnya pengangkutan oksigen.
c. Hemostasis tercapai
Prioritas paling utama adalah kontrol perdarahan. (Diana at.all, 2015)

D. Analisis Jurnal
1. Judul : Peningkatan Kelengkapan Pendokumentasian Keperawatan Melalui
Penerapan Format Asesmen Awal Keperawatan.

17
2. Nama Peneliti : Mariza Elvira, Almahdy, Emil Huriani.
3. Latar belakang terkait dengan topic jurnal : Pelayanan perawatan di rumah sakit
merupakan bagian integral dari pelayanan rumah sakit secara menyeluruh, yang
sekaligus merupakan tolak ukur keberhasilan pencapaian tujuan rumah sakit, bahkan
sering menjadi faktor penentu citra rumah sakit dimata masyarakat. Keperawatan
sebagai suatu profesi di rumah sakit yang cukup potensial dalam menyelenggarakan
upaya mutu, karena selain jumlah perawat yang dominan di rumah sakit juga
pelayanannya menggunakan metode pemecahan masalah secara ilmiah melalui
pendokumentasian proses keperawatan(RI, 2014). Dokumentasi proses asuhan
keperawatan berguna untuk memperkuat pola pencatatan dan sebagai petunjuk atau
pedoman praktik pendokumentasian dalam memberikan tindakan keperawatan.
Tujuan pendokumentasian adalah dokumentasi yang sangat penting bagi perawat
dalam memberikan asuhan keperawatan bukan hanya syarat untuk akreditasi tetapi
juga syarat hukum ditatanan perawatan kesehatan. Masalah yang sering muncul dan
dihadapi di Indonesia dalam pelaksanaan asuhan keperawatan adalah banyak perawat
yang belum melakukan pelayanan keperawatan sesuai standar asuhan keperawatan.
Pelaksanaan asuhan keperawatan juga tidak disertai pendokumentasian yang lengkap.
Fakta menunjukkan bahwa dari 10 dokumentasi asuhan keperawatan, dokumentasi
pengkajian hanya terisi 25%, dokumentasi diagnosa keperawatan 50%, dokumentasi
perencanaan 37,5%, dokumentasi implementasi 35,5% dan dokumentasi evaluasi
25%(Indrajati, 2011). Trend perubahan yang terjadi dalam sistem pelayanan
kesehatan berpengaruh terhadap dokumentasi keperawatan dan masalah kegiatan
pendokumentasian oleh perawat dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari. Beberapa
trend yang terjadi dalam pencatatan adalah penurunan duplikasi pencatatan,
pencatatan di samping tempat tidur, pencatatan multidisiplin, dokumentasi
komputerisasi, mesin fax dan keseragaman dalam dokumentasi. Untuk keseragaman
Standar (JC) mengharuskan memakai standar perawatan yang sama untuk pasien
dengan kebutuhan yang sama atau identik, seperti wanita yang baru pulih dari
anastesi setelah kelahiran cesar harus menerima pemantauan yang sama di ruang
pemulihan pasca anastesi. Seperti yang diterima pasien di kamar bersalin (Iyer,
Patricia, 2005). Kualitas pendokumentasian keperawatan dapat dilihat dari

18
kelengkapan dan keakuratan menuliskan proses asuhan keperawatan yang diberikan
kepada pasien secara bertahap, yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan,
rencana tindakan dan evaluasi(Nursalam, 2007). Tahap proses keperawatan
memerlukan dokumentasi dari awal yang dimulai dari pengkajian sampai seterusnya.
Suatu pengkajian yang komprehensif atau menyeluruh, sistematis dan logis akan
mengarah dan mendukung identifikasi masalah kesehatan klien. Tahap pengkajian
memerlukan kecermatan dan ketelitian untuk mengenal masalah karena keberhasilan
proses keperawatan berikutnya sangat bergantung pada tahap pengkajian awal (Suarli,
2002). Tujuan dari pengkajian awal adalah Memberikan acuan dalam melakukan
asesmen awal keperawatan pada pasien di rawat inap agar didapatkan data yang
cukup untuk memulai asuhan keperawatan sehingga dapat memenuhi kebutuhan
pasien(Faulin, 2015).
4. Tujuan penelitian: Tujuan penelitian ini untuk melihat peningkatan kelengkapan
pendokumentasian keperawatan melalui penerapan format asesmen awal
keperawatan.
5. Hasil penelitian: Hasil penelitian menunjukkan kelengkapan format asesmen
padapengukuran ke-1 adalah 19% perawat yang mengisi format asesmen awal
keperawatan dengan lengkap dan 81% tidak lengkap. Hasil refleksi dengan perawat di
ruangan perlu dilakukan kembali uji coba format asesmen awal keperawatan pada
siklus II yang dijadikan sebagai pengukuran ke 2 karena kelengkapannya masih
kurang (19%). Setelah dilakukan lagi siklus II maka didapatkan hasil hanya 9,5%
perawat yang mengisi format asesmen awal keperawatan dengan lengkap dan 90,5%
tidak lengkap. Peneliti melihat faktor usia dan jenis kelamin sama sekali tidak
mempengaruhi kelengkapan dokumentasi keperawatan di ruangan interne karena jika
ditinjau dari segi usia, dimana rerata usia perawat di ruangan interne berada pada
rentang usia produktif atau dewasa muda yaitu antara 25 tahun sampai dengan 36
tahun. Biasanya seseorang yang berada pada usia produktif lebih progresif terhadap
inovasi baru sehingga cenderung lebih bersemangat, lebih telaten dalam
melaksanakan pekerjaannya dan sumber daya manusia yang dimiliki lebih dapat
dioptimalkan dan dikembangkan dan jika ditinjau dari segi biologis diusia dewasa
muda motivasi untuk meraih sesuatu dan menyelesaikan masalah sangat besar yang

19
didukung oleh kekuatan fisik yang prima dan jika dilihat dari faktor jenis kelamin,
seharusnya perempuan tampak lebih punya komitmen dengan pekerjaannya, lebih
disiplin dan sikap perempuan terhadap pekerjaan dan tanggung jawab lebih baik.
Namun hal ini berbeda dengan fakta yang terjadi di ruangan interne hal ini dibuktikan
dengan banyaknya format asesmen awal keperawatan yang tidak diisi dengan
lengkap.Hasil uji statistik dengan uji friedman menunjukkan nilai mean rank pada
pengukuran ke-1 adalah 1,90, pengukuran ke-2 mean rank 1,76 dan pengukuran ke-3
mean rank 2,33dengan nilai p=0,018 (p=<0,05) disimpulkan bahwa ada peningkatan
kelengkapan pendokumentasian keperawatan melalui penerapan format asesmen awal
keperawatan.
6. Pembahasan singkat: Hasil penelitian menunjukkan kelengkapan format asesmen
padaPeneliti melihat faktor usia dan jenis kelamin sama sekali tidak mempengaruhi
kelengkapan dokumentasi keperawatan di ruangan interne karena jika ditinjau dari
segi usia, dimana rerata usia perawat di ruangan interne berada pada rentang usia
produktif atau dewasa muda yaitu antara 25 tahun sampai dengan 36 tahun. Biasanya
seseorang yang berada pada usia produktif lebih progresif terhadap inovasi baru
sehingga cenderung lebih bersemangat, lebih telaten dalam melaksanakan
pekerjaannya dan sumber daya manusia yang dimiliki lebih dapat dioptimalkan dan
dikembangkan dan jika ditinjau dari segi biologis diusia dewasa muda motivasi untuk
meraih sesuatu dan menyelesaikan masalah sangat besar yang didukung oleh
kekuatan fisik yang prima dan jika dilihat dari faktor jenis kelamin, seharusnya
perempuan tampak lebih punya komitmen dengan pekerjaannya, lebih disiplin dan
sikap perempuan terhadap pekerjaan dan tanggung jawab lebih baik. Namun hal ini
berbeda dengan fakta yang terjadi di ruangan interne hal ini dibuktikan dengan
banyaknya format asesmen awal keperawatan yang tidak diisi dengan lengkap.
7. Kesimpulan penelitian : Setelah dilakukan penelitian di Ruang Interne RSUD Kota
Padang Panjang dengan jumlah responden 21 orang, maka dapat disimpulkan
beberapa hal berikut : 1) Karakteristik responden di ruangan interne berdasarkan
umur berada pada rentang usia produktif atau dewasa muda, jenis kelamin mayoritas
perempuan dengan masa kerja hampir separoh 6sampai 10 tahun dan sebagian besar
tingkat pendidikan D3 Keperawatan, 2) Pengisian format asesmen awal keperawatan

20
pada siklus I dengan pendampingan hanya sebagian kecil yang terisi dengan lengkap,
3) Pengisian format asesmen awal keperawatan pada siklus II dilakukan tanpa
pendampingan dan hasil persentase kelengkapan menurun dibandingkan siklus I yang
dilakukan dengan pendampingan, 4) Kelengkapan Pengisian format asesmen awal
keperawatan pada siklus III yang dilakukan dengan pendampingan terjadi
peningkatan dibandingkan pada siklus I dan II, 5) Adanya perbedaan yang signifikan
antara pengukuran 1, 2 dan 3 sehingga dapat disimpulkan bahwa adanya peningkatan
kelengkapan pendokumentasian keperawatan melalui penerapan format asesmen awal
keperawatan.

21
BAB III

PENUTUP

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
Initial asessment atau pengkajian awal pada kasus kegawat daruratan sangat
penting dilakukan sebelum melakukan tidakan resusitasi atau pertolongan pada
korban/pasien kegawat daruratan. Tujuan dari pengkajian awal adalah untuk mengetahui
atau menilai kondisi korban dengan cepat dan tepat sehingga dapat melakukan resusitasi
sesegera mungkin dengan prosedur yang tepat sehingga dapat mengurangi resiko
kematian dini pada korban gawat darurat. Secara umum tindakan yang dilakukan dalam
pengkajian awal ini ialah primary survey, secondary survey dan penanganan definitive
(menetap) yang meliputi airway, breathing, circulation, disability dan exposure.

22
DAFTAR PUSTAKA

Anggraini Diana, Fitriani RW C, Pratomo BY. Manajemen dan Komplikasi Transfusi Masif.
Komplikasi Anastesi. 2015;3(November):12.

Annisa, D. R. G., Hapsari, M., & Farhanah, N. (2015). Gambaran Peran Perawat Dalam
Penatalaksanaan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Innitial Assessment. Media Medika
Muda, 4(4).

Asmadi. 2008 , Konsep Dasar Keperawatan, Jakarta : EGC.

Boswick, John A. (2013). Perawatan Gawat Darurat. Jakarta: EGC.

Darwis, Allan dkk. 2005. Pedoman Pertolongan Pertama. Ed 2. Jakarta : Kantor Pusat Palang
Merah Indonesia.

Herdman, T.H. (2018). NANDA International Nursing Diagnoses: definitions and classification
2018-2020. Jakarta: EGC.

Hogan, David E. dan Burstein, Jonathan L. 2007. Disaster Medicine Second Edition.
Philadelphia : Wolters Kluwer, Lippincott William & Wilkins.

M.Bulechek, G. (2016). edisi enam Nursing interventions classification ( N I C ).singapore:


elsevier Global rights.

Suryono, Bambang dkk. 2008. Materi Pelatihan Penanggulangan Penderita Gawat Darurat
(PPGD) dan Basic life Support Plus ( BLS ). Yogyakarta: Tim PUSBANKES 118
BAKER-PGDM PERSI DIJ.

Wijaya, Andra S. (2019). KEGAWADARURATAN DASAR.cv. Trans Info Media.

23

Anda mungkin juga menyukai