Disusun oleh :
Kelompok 3
2020
KATA PENGANTAR
Pertama-tama marilah kita panjatkan Puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa
tak lupa sholawat dan salam semoga dapat tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW
karena atas limpahan rahmat dan karunianya kami diberikan kesehatan dan kesempatan
sehingga bisa menyelesaikan makalah tugas yang berjudul “Pengkajian Pasien Gawat
Darurat” ini tepat pada waktunya.
Tak lupa kami mengucapkan banyak terimakasih kepada berbagai pihak yang telah
membantu dalam penulisan makalah ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu sehingga
makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan dapat
menambah ilmu pengetahuan, wawasan mengenai materi ini.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
Pelayanan gawat darurat tidak hanya memberikan pelayanan untuk mengatasi kondisi
kedaruratan yang di alami pasien tetapi juga memberikan asukan keperawatan untuk
mengatasi kecemasan pasien dan keluarga. Sistem pelayana bersifat darurat sehingga perawat
dan tenaga medis lainnya harus memiliki kemampuan, keterampilan, tehnik serta ilmu
pengetahuan yang tinggi dalam memberikan pertolongan kedaruratan kepada pesien.
3
2.1.3 Ruang Lingkup Keperawatan Gawat Darurat
A. Melakukan primary survey, kemudian dilanjutkan dengan secondary survey
B. Menggunakan tahapan ABCDE dalam primary survey
C. Resutasi pada kasus kegawatan
Tujuan dari primary survey adalah untuk segera mengidentifikasikan kondisi yang
berpotensi mengancam nyawa yang memelukan intervensi segera.
4
Primary survey terdiri dari ABCDE (Airway, Breathing, Circulation, Disability, Exposure) :
1. Airway (Jalan Nafas)
Pengkajian jalan nafas bertujuan menilai apakah jalan nafas paten (longgar)
atau mengalami obstruksi total atau partialsambil mempertahankan tulang servikal.
Pada airway kita melihat adanya sumbatan jalan nafas yang dapat terjadi akibat benda
padat, benda cairan, pembengkakan area jalan nafas, perubahan suara pasien,
pergerakan dada Ketika pasien melakukan ventilasi dan suara nafas. Pengkajian pada
jalan nafas dengan cara membuka mulut korban dan lihat: Apakah ada vokalisasi,
muncul suara ngorok; Apakah ada secret, darah, muntahan; Apakah ada benda asing
sepertigigi yang patah; Apakah ada bunyi stridor (obstruksi dari lidah). Apabila
ditemukan jalan nafas tidak efektif maka lakukan tindakan untuk membebaskan jalan
nafas.
2. Breathing (Pernafasan)
Pengkajian pernafasan dilakukan setelah penilaian jalan nafas. Pengkajian
pernafasan dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi. Bila diperlukan auskultasi dan
perkusi. Inspeksidada korban: Jumlah, ritme dan tipepernafasan; Kesimetrisan
pengembangan dada; Jejas/kerusakan kulit; Retraksi intercostalis. Palpasi dada
korban: Adakah nyeri tekan; Adakah penurunan ekspansi paru. Auskultasi:
Bagaimanakah bunyi nafas (normal atau vesikuler menurun); Adakah suara nafas
tambahan seperti ronchi, wheezing, pleural friksionrub. Perkusi, dilakukan di daerah
thorak dengan hati hati, beberapa hasil yang akan diperoleh adalah sebagai berikut:
Sonor (normal); Hipersonor atau timpani bila ada udara di thorak; Pekak atau dullnes
bila ada konsolidasi atau cairan.
Pernafasan yang baik, diberikan setiap 6 detik sekali atau 10 kali dalam satu
menit. Pastikan pasien tidak mengalami dispnea. Pemeriksaan fisik dapat terlihat
dari look-listen and feel.
3. Circulation (Sirkulasi)
Pengkajian sirkulasi bertujuan untuk mengetahui dan menilai kemampuan
jantung dan pembuluh darah dalam memompa darah keseluruh tubuh. Pengkajian
sirkulasi meliputi: Tekanan darah; Jumlah nadi; Keadaan akral: dingin atau hangat;
Sianosis; Bendungan vena jugularis. Pemeriksaan nadi ini tidak lebih dari 10 detik.
Biasanya pada rescuer awam memiliki kesulitan kemampuan untuk menemukan Nadi
5
Karotis ataupun Nadi brachialis, jika dalam 10 detik tidak menemukan tanda denyut
nadi , maka lakukan saja RJP (CPR) . Perlu diperhatikan ketika kita melakukan RJP
pastikan tidak terjadi keterlambatan dalam melakukan komresi dan pastikan tidak ada
interupsi selama melakukan kompresi. Pastikan ketika melakukan RJP recoil
sempurna tetap terjadi. Penyebab terjadinya gangguan circulation adalah adanya syok.
4. Disability
Disalbility melihat tingkat kesadaran dari pasien. Lakukan pemeriksaan GCS
hati-hati apabila terjadi penurunan GCS yang Cepat dimana GCS turun 2 angka atau
lebih. Adanya tanda lateralisasi.
Pada pengkajian cepat kesadaran dapat juga menggunakan skala AVPU
A= alert yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya mematuhi perintah yang
diberikan
V= verbal, vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara yang tidak
bisa
dimengerti
P= pain, responds to pain only (harus dinilai semua keempat tungkai jika
ekstremitas
awal yang digunakan untuk mengkaji gagal untuk merespon)
U= unresponsive, jika pasien tidak merespon baik stimulus nyeri
maupun stimulus verbal.
Dalam hal ini, penurunan kesadaran dapat disebabkan oleh adanya penurunan
oksigenasi atau perfusi ke otak serta trauma langsung.
5. Exposure
Pada exposure merupakan bagian terakhir dari primary survey,pasien harus
dibuka keseluruhan pakaiannya untuk melakukan pemeriksaan thoraks kemudian
diberikan selimut hangat, cairan intravena yeng telah dihangatkan dan ditempatkan
pada ruangan cukup hangat ini dilakukan pada saat dirumah sakit. Apabila di lakukan
pra RS di tunda terlebih dahulu karena kita harus menghargai privasi pasien. Tutup
bagian terbuka apabila takut terjadi hipotermia. Dalam pemeriksaan penunjang ini
dilakukan pada survey primer, yaitu pemeriksaan saturasi oksigen dengan pulse
oxymetri, foto thoraks, dan foto polos abdomen. Tindakan lainnyaseperti pemasangan
monitor EKG, kateter dan NGT.
6
2.2.1.1 Proses Pengkajian Pasien Gawat Darurat
Ada perubahan signifikan dalam proses pengkajian pasien gawawt darurat ini
adalah merekomendasikan memulai kompresi dada sebelumnya ventilasi (CAB daripada
ABC). Perubahan ini mencerminkan bukti yang berkembang tentang pentingnya kompresi
dada dan kenyataan bahwa menyiapkan peralatan jalan napas membutuhkan waktu. Pola pikir
ABC mungkin memperkuat gagasan bahwa kompresi harus menunggu sampai ventilasi
dimulai. Pola pikir ini bisa terjadi bahkan ketika lebih dari 1 penyelamat hadir karena "Jalan
napas dan pernapasan sebelum ventilasi" sudah tertanam di dalamnya banyak penyelamat.
Penekanan baru pada CAB ini membantu memperjelas hal itu manuver jalan nafas harus
dilakukan dengan cepat dan efisien sehingga gangguan dalam kompresi dada diminimalkan
dan kompresi dada harus menjadi prioritas di resusitasi.
C A B D E
2.2.2.1 Anamnesis
Pemeriksaan data subjektif didapatkan dari anamnesis riwayat pasien yang
merupakan bagian dari pengkajian pasien. Riwayat pasien dapat berupa keluhan
utama, masalah kesehatan sekarang, masalah kesehatan terdahulu, riwayat medis,
riwayat keluarga, sosial dan sistem (Emergency Nurses, 2007). Pengkajian riwayat
pasien idealnya dilakukan langsung pada pasien bersangkutan, jika pasien terganggu
dalam bahasa atau terjadi kecacatan dan kondisi pasien terganggu dapat
7
dikonsultasikan dengan anggota keluarga, orang terdekat atau orang yang pertamakali
melihat pasien dalam kejadian tersebut. Anamnesis dilakukan dengan lengkap karena
akan memberikan gambaran mengenai cidera yang mungkin diderita.
Anamnesis juga harus meliputi AMPLE yang bisa didapatkan informasinya
dari pasien atau keluarga pasien (Emergency Nurses, 2007).
A : Alergi (adakah alergi pada pasien, seperti obat-obatan atau makanan)
M : Medikasi/ obat-obatan yang diminum seperti sedang mengalami pengobatan
hipertensi, diabetes mellitus, dll)
P : Partinent medical history (riwayat medis pasien seperti penyakit yang
pernah diderita, pengobatannya, dosisnya atau penggunaan obat herbal)
L : Last meal (obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi, dikonsumsi
berapa jam sebelum kejadian, periode menstruasi termasuk dalam komponen
ini)
E : Events (hal-hal yang bersangkutan dengan sebab cedera/ kejadian yang
menyebabkan keluhan utama).
Ada beberapa cara lain untuk mengkaji riwayat pasien yang disesuaikan dengan
kondisi pasien. Pasien dengan kecenderungan mengkonsumsi alcohol dapat dikaji ke pasien
langsung atau keluarga pasien. Dapat digunakan beberapa pertanyaan di bawah ini:
C. have you ever felt should Cut down your drinking? (apakah anda pernah merasa
harus mengurangi kebiasaan minuman anda?
A. have people Annoyed you by criticizing your drinking? (Apakah orang lain
membuat anda kesal dengan mengkritik kebiasaan minum Anda?
G. have you ever felt bad or Guilty about your drinking? (apakah anda pernah
merasa buruk atau bersalah karena minum?)
E. have you ever had a drink first think in the morning to steady your nerver or get
rid of a hangover? (Eye-opener) (Pernahkan anda berpikir untuk minum di pagi
hari untuk menenangkan saraf atau menghilangkan mabuk?)
Jawaban Ya pada beberapa kategori sangat berhubungan dengan masalah konsumsi
alkohol.
Pada kasus kekerasan dalam rumah tangga akronim HITS dapat digunakan dalam
proses pengkajian. Beberapa pertanyaan yang diajukan antara lain : “dalam setahun terakhir
ini seberapa sering pasanganmu” .(Hammond & Zimmermann, 2012)
8
Hurt you physically? (Menyakiti anda secara fisik?)
Insulted or talked down to you? (Dihina atau direndahkan?)
Threathened you with physical harm? (Mengancam anda dengan kekerasan?)
Screamed or cursed you? (berteriak atau mengutuk anda?)
Untuk mengkaji keluhan nyeri yang dirasakan pasien, bisa menggunakan kajian
PQRST yang meliputi:
Provokes/palliates : apa yang menyebabkan nyeri? Apa yang membuat nyerinya
lebih baik? apa yang menyebabkan nyerinya lebih buruk? apa yang anda lakukan
saat nyeri? apakah rasa nyeri itu membuat anda terbangun saat tidur?
Quality : bisakah anda menggambarkan rasa nyerinya?apakah seperti diiris, tajam,
ditekan, ditusuk tusuk, rasa terbakar, kram, kolik, diremas? (biarkan pasien
mengatakan dengan kata-katanya sendiri.
Radiates: apakah nyerinya menyebar? Menyebar kemana? Apakah nyeri
terlokalisasi di satu titik atau bergerak?
Severity : seberapa parah nyerinya? Dari rentang skala 0-10 dengan 0 tidak ada
nyeri dan 10 adalah nyeri hebat
Time : kapan nyeri itu timbul?, apakah onsetnya cepat atau lambat? Berapa lama
nyeri itu timbul? Apakah terus menerus atau hilang timbul?apakah pernah
merasakan nyeri ini sebelumnya?apakah nyerinya sama dengan nyeri sebelumnya
atau berbeda?
Setelah dilakukan anamnesis maka perawat dapat melanjutkan pada pemeriksaan
tanda-tanda vital pasien. Tanda-tanda vital pasien meliputi suhu, nadi, frekuensi nafas,
saturasi oksigen, dan tekanan darah.
9
perdarahan, nyeri tekan serta adanya sakit kepala (Hammond & Zimmermann,
2012).
b. Wajah
Ingat prinsip look-listen-feel. Inspeksi adanya kesimterisan kanan dan kiri.
Apabila terdapat cedera di sekitar mata jangan lalai memeriksa mata, karena
pembengkakan di mata akan menyebabkan pemeriksaan mata selanjutnya menjadi
sulit. Re evaluasi tingkat kesadaran dengan skor GCS.
1) Mata : periksa kornea ada cedera atau tidak, ukuran pupil apakah
isokor atau anisokor serta bagaimana reflex cahayanya,
apakah pupil mengalami miosis atau midriasis, adanya ikterus,
ketajaman mata (macies visus dan acies campus), apakah
konjungtivanya anemis atau adanya kemerahan, rasa nyeri,
gatal-gatal, ptosis, exophthalmos, subconjunctival perdarahan,
serta diplopia
2) Hidung :periksa adanya perdarahan, perasaan nyeri, penyumbatan
penciuman, apabila ada deformitas (pembengkokan) lakukan
palpasi akan kemungkinan krepitasi dari suatu fraktur.
3) Telinga :periksa adanya nyeri, tinitus, pembengkakan, penurunan
atau hilangnya pendengaran, periksa dengan senter mengenai
keutuhan membrane timpani atau adanya hemotimpanum
4) Rahang atas : periksa stabilitas rahang atas
5) Rahang bawah : periksa akan adanya fraktur
6) Mulut dan faring : inspeksi pada bagian mucosa terhadap tekstur, warna,
kelembaban, dan adanya lesi; amati lidah tekstur, warna,
kelembaban, lesi, apakah tosil meradang, pegang dan tekan
daerah pipi kemudian rasakan apa ada massa/ tumor,
pembengkakkan dan nyeri, inspeksi amati adanya tonsil
meradang atau tidak (tonsillitis/amandel). Palpasi adanya
respon nyeri
10
c. Vertebra servikalis dan leher
Pada saat memeriksa leher, periksa adanya deformitas tulang atau krepitasi,
edema, ruam, lesi, dan massa , kaji adanya keluhan disfagia (kesulitan menelan) dan
suara serak harus diperhatikan, cedera tumpul atau tajam, deviasi trakea, dan
pemakaian otot tambahan. Palpasi akan adanya nyeri, deformitas, pembekakan,
emfisema subkutan, deviasi trakea, kekakuan pada leher dan simetris pulsasi. Tetap
jaga imobilisasi segaris dan proteksi servikal, Jaga airway, pernafasan, dan
oksigenasi.
d. Toraks
Inspeksi : Inspeksi dinding dada bagian depan, samping dan belakang
untuk adanya trauma tumpul/tajam,luka, lecet, memar, ruam ,
ekimosiss, bekas luka, frekuensi dan kedalaman pernafsan,
kesimetrisan expansi dinding dada, penggunaan otot pernafasan
tambahan dan ekspansi toraks bilateral, apakah terpasang pace maker,
frekuensi dan irama denyut jantung, (Newberry & Criddle, 2005).
Palpasi : seluruh dinding dada untuk adanya trauma tajam/tumpul,
emfisema subkutan, nyeri tekan dan krepitasi.
Perkusi : untuk mengetahui kemungkinan hipersonor dan keredupan
Auskultasi : suara nafas tambahan (apakah ada ronki, wheezing, rales) dan bunyi
jantung (murmur, gallop, friction rub)
e. Abdomen
Cedera intra-abdomen kadang-kadang luput terdiagnosis, misalnya pada
keadaan cedera kepala dengan penurunan kesadaran, fraktur vertebra dengan
kelumpuhan (penderita tidak sadar akan nyeri perutnya dan gejala defans otot dan
nyeri tekan/lepas tidak ada). Inspeksi abdomen bagian depan dan belakang, untuk
adanya trauma tajam, tumpul dan adanya perdarahan internal, adakah distensi
abdomen, asites, luka, lecet, memar, ruam, massa, denyutan, benda tertusuk,
ecchymosis, bekas luka , dan stoma. Auskultasi bising usus, perkusi abdomen, untuk
mendapatkan, nyeri lepas (ringan). Palpasi abdomen untuk mengetahui adakah
kekakuan atau nyeri tekan, hepatomegali,splenomegali,defans muskuler,, nyeri lepas
yang jelas atau uterus yang hamil. Bila ragu akan adanya perdarahan intra abdominal,
dapat dilakukan pemeriksaan DPL (Diagnostic peritoneal lavage, ataupun USG
11
(Ultra Sonography). Pada perforasi organ berlumen misalnya usus halus gejala
mungkin tidak akan nampak dengan segera karena itu memerlukan re-evaluasi
berulang kali. Pengelolaannya dengan transfer penderita ke ruang operasi bila
diperlukan.
f. Pelvis (perineum/rectum/vagina)
Cedera pada pelvis yang berat akan nampak pada pemeriksaan fisik (pelvis
menjadi stabil), pada cedera berat ini kemungkinan penderita akan masuk dalam
keadaan syok, yang harus segera diatasi. Bila ada indikasi pasang PASG/ gurita untuk
mengontrol perdarahan dari fraktur pelvis .
Pelvis dan perineum diperiksa akan adanya luka, laserasi , ruam, lesi, edema,
atau kontusio, hematoma, dan perdarahan uretra. Colok dubur harus dilakukan
sebelum memasang kateter uretra. Harus diteliti akan kemungkinan adanya darah dari
lumen rectum, prostat letak tinggi, adanya fraktur pelvis, utuh tidaknya rectum dan
tonus musculo sfinkter ani. Pada wanitam perdarahan vagina dicatat, karakter dan
jumlah kehilangan darah harus dilaporkan (pada tampon yang penuh memegang 20
sampai 30 mL darah). Juga harus dilakuakn tes kehamilan pada semua wanita usia
subur. Permasalahan yang ada adalah ketika terjadi kerusakan uretra pada wanita,
walaupun jarang dapat terjadi pada fraktur pelvis dan straddle injury.
Bila terjadi, kelainan ini sulit dikenali, jika pasien hamil, denyut jantung janin
(pertama kali mendengar dengan Doppler ultrasonografi pada sekitar 10 sampai 12
kehamilan minggu) yang dinilai untuk frekuensi, lokasi, dan tempat. Pasien dengan
keluhan kemih harus ditanya tentang rasa sakit atau terbakar dengan buang air kecil,
frekuensi, hematuria, kencing berkurang, Sebuah sampel urin harus diperoleh untuk
analisis.
g. Ektremitas
Pemeriksaan dilakukan dengan look-feel-move. Pada saat inspeksi, jangan lupa
untuk memriksa adanya luka dekat daerah fraktur (fraktur terbuak), pada saat pelapasi
jangan lupa untuk memeriksa denyut nadi distal dari fraktur pada saat menggerakan,
jangan dipaksakan bila jelas fraktur. Sindroma kompartemen (tekanan intra
kompartemen dalam ekstremitas meninggi sehingga membahayakan aliran darah),
mungkin luput terdiagnosis pada penderita dengan penurunan kesadaran atau
kelumpuhan . Inspeksi pula adanya kemerahan, edema, ruam, lesi, gerakan, dan
12
sensasi harus diperhatikan, paralisis, atropi/hipertropi otot, kontraktur, sedangkan
pada jari-jari periksa adanya clubbing finger serta catat adanya nyeri tekan, dan
hitung berapa detik kapiler refill (pada pasien hypoxia lambat s/d 5-15 detik.
Penilaian palsasi dapat menetukan adanya gangguan vaskular. Perlukaan berat
pada ekstremitas dapat terjadi tanpa disertai fraktur.kerusakn ligament dapat
menyebabakan sendi menjadi tidak stabil, keruskan otot-tendonakan mengganggu
pergerakan. Gangguan sensasi dan/atau hilangnya kemampuan kontraksi otot dapat
disebabkan oleh syaraf perifer atau iskemia. Adanya fraktur torako lumbal dapat
dikenal pada pemeriksaan fisik dan riwayat trauma. Perlukaan bagian lain mungkin
menghilangkan gejala fraktur torako lumbal, dan dalam keadaan ini hanya dapat
didiagnosa dengan foto rongent. Pemeriksaan muskuloskletal tidak lengkap bila
belum dilakukan pemeriksaan punggung penderita. Permasalahan yang muncul adalah
1) Perdarahan dari fraktur pelvis dapat berat dan sulit dikontrol, sehingga terjadi
syok yang dpat berakibat fatal
2) Fraktur pada tangan dan kaki sering tidak dikenal apa lagi penderita dalam
keadaan tidak sada. Apabila kemudian kesadaran pulih kembali barulah kelainan
ini dikenali.
3) Kerusakan jaringan lunak sekitar sendi seringkali baru dikenal setelah penderita
mulai sadar kembali .
h. Bagian punggung
Memeriksa punggung dilakukan dilakukan dengan log roll, memiringkan
penderita dengan tetap menjaga kesegarisan tubuh). Pada saat ini dapat dilakukan
pemeriksaan punggung .Periksa`adanya perdarahan, lecet, luka, hematoma,
ecchymosis, ruam, lesi, dan edema serta nyeri, begitu pula pada kolumna vertebra
periksa adanya deformitas.
i. Neurologis
Pemeriksaan neurologis yang diteliti meliputi pemeriksaan tingkat kesadaran,
ukuran dan reaksi pupil, oemeriksaan motorik dan sendorik. Peubahan dalam status
neirologis dapat dikenal dengan pemakaian GCS. Adanya paralisis dapat disebabakan
oleh kerusakan kolumna vertebralis atau saraf perifer. Imobilisasi penderita dengan
short atau long spine board, kolar servikal, dan alat imobilisasi dilakukan samapai
terbukti tidak ada fraktur servikal.
13
Harus dipantau tingkat kesadaran penderita, karena merupakan gambaran
perlukaan intra cranial. Bila terjadi penurunan kesadaran akibat gangguan neurologis,
harus diteliti ulang perfusi oksigenasi, dan ventilasi (ABC).
1) Endoskopi
Pemeriksaan penunjang endoskopi bisa dilakukan pada pasien dengan perdarahan
dalam. Dengan melakukan pemeriksaan endoskopi kita bisa mngethaui perdarahan yang
terjadi organ dalam. Pemeriksaan endoskopi dapat mendeteksi lebih dari 95% pasien
dengan hemetemesis, melena atau hematemesis melena dapat ditentukan lokasi
perdarahan dan penyebab perdarahannya. Lokasi dan sumber perdarahan yaitu biasanya
pada esofagus, gaster, dan duodenum.
2) Bronkoskopi
Bronkoskopi adalah tindakan yang dilakukan untuk melihat keadaan intra bronkus
dengan menggunakan alat bronkoskop. Prosedur diagnostik dengan bronkoskop ini dapat
menilai lebih baik pada mukosa saluran napas normal, hiperemis atau lesi infiltrat yang
memperlihatkan mukosa .
3) CT Scan
CT-scan merupakan alat pencitraan yang di pakai pada kasus-kasus emergensi seperti
emboli paru, diseksi aorta, akut abdomen, semua jenis trauma dan menentukan
tingkatan dalam stroke. Pemeriksaaan CT. scan juga dapat mendeteksi kelainan-kelainan
seerti perdarahan diotak, tumor otak, kelainan-kelainan tulang dan kelainan dirongga
dada dan rongga perur dan khususnya kelainan pembuluh darah, jantung (koroner), dan
pembuluh darah umumnya (seperti penyempitan darah dan ginjal).
4) USG
14
Ultrasonografi (USG) adalah alat diagnostik non invasif menggunakan gelombang
suara dengan frekuensi tinggi diatas 20.000 hertz ( >20 kilohertz) untuk menghasilkan
gambaran struktur organ di dalam tubuh.Manusia dapat mendengar gelombang suara
20-20.000 hertz . Obyek didalam tubuh akan memantulkan kembali gelombang suara
yang kemudian akan ditangkap oleh suatu sensor, gelombang pantul tersebut akan
direkam, dianalisis dan ditayangkan di layar. Daerah yang tercakup tergantung dari
rancangan alatnya. Ultrasonografi yang terbaru dapat menayangkan suatu obyek dengan
gambaran tiga dimensi, empat dimensi dan berwarna. USG bisa dilakukan pada
abdomen, thorak .
5) Radiologi
Radiologi merupakan salah satu pemeriksaan penunjang yang dilakukan di ruang
gawat darurat. Radiologi merupakan bagian dari spectrum elektromagnetik yang
dipancarkan akibat pengeboman anoda wolfram oleh electron-elektron bebas dari suatu
katoda. Radiologi bermanfaat untuk dada, abdoment, sistem tulang: trauma, tulang
belakang, sendi penyakit degenerative, metabolic dan metastatik (tumor). Pemeriksaan
radiologi penggunaannya dalam membantu diagnosis meningkat. Sebagian kegiatan
seharian di departemen radiologi adalah pemeriksaan foto toraks. Hal ini menunjukkan
betapa pentingnya pemeriksaan ini. Ini karena pemeriksaan ini relatif lebih cepat, lebih
murah dan mudah dilakukan berbanding pemeriksaan lain yang lebih canggih dan akurat
(Ishak, 2012).
15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pengkajian pada kasus gawat darurat dibedakan menjadi dua, yaitu : pengkajian
primer dan pengkajian sekunder. Pengkajian primer bertujuan mengetahui dengan
segera kondisi yang mengancam nyawa pasien. Pengkajian primer dilakukan secara
sekuensial sesuai dengan prioritas. Tetapi dalam prakteknya dilakukan secara bersamaan
dalam tempo waktu yang singkat (kurang dari 10 detik) difokuskan pada Airway
Breathing Circulation (ABC). Karena kondisi kekurangan oksigen merupakan penyebab
kematian yang cepat. Oleh karena itu pengkajian primer pada penderita gawat darurat
penting dilakukan secara efektif dan efisien. Pengkajian kegawatdaruratan pada
umumnya menggunakan pendekatan ABCDEF.Tujuan dari primary survey adalah untuk
segera mengidentifikasikan kondisi yang berpotensi mengancam nyawa yang memelukan
intervensi segera. Primary survey terdiri dari ABCDE (Airway, Breathing, Circulation,
Disability, Exposure) : Airway (Jalan Nafas), Breathing (Pernafasan), Circulation
(Sirkulasi), Disability , Exposure. Perubahan signifikan dalam proses pengkajian pasien
gawat darurat ini adalah merekomendasikan memulai kompresi dada sebelumnya
ventilasi (CAB daripada ABC).
Survey sekunder merupakan pemeriksaan secara lengkap yang dilakukan secara
head to toe, dari depan hingga belakang. Secondary survey hanya dilakukan setelah
kondisi pasien mulai stabil, dalam artian tidak mengalami syok atau tanda-tanda syok
telah mulai membaik. Pemeriksaan data subjektif didapatkan dari anamnesis riwayat
pasien yang merupakan bagian dari pengkajian pasien. Riwayat pasien dapat berupa
keluhan utama, masalah kesehatan sekarang, masalah kesehatan terdahulu, riwayat
medis, riwayat keluarga, sosial dan sistem (Emergency Nurses, 2007). Focused
assessment untuk melengkapi data secondary assessment bisa dilakukan sesuai masalah
yang ditemukan atau tempat dimana injury ditemukan. Yang paling banyak dilakukan
dalam tahap ini adalah beberapa pemeriksaan penunjang diagnostik atau bahkan
dilakukan pemeriksaan ulangan dengan tujuan segera dapat dilakukan tindakan definitif.
16
3.2 Saran
Saran penulis kepada pembaca :
17
LAMPIRAN
No. Rekam Medis ... ... ... Diagnosa Medis ... ... ...
IDENTITAS
TRIAGE
GENERAL IMPRESSION
Keluhan Utama :
Mekanisme Cedera :
Orientasi (Tempat, Waktu, dan Orang) : Baik Tidak Baik, ... ... ...
Diagnosa Keperawatan:
AIRWAY Inefektif airway b/d … … …
Jalan Nafas : Paten Tidak Paten Kriteria Hasil : … … …
Obstruksi : Lidah Cairan Benda Asing N/A
Intervensi :
Suara Nafas : Snoring Gurgling Stridor N/A 1. Manajemen airway;headtilt-chin lift/jaw
thrust
Keluhan Lain: ... ...
2. Pengambilan benda asing dengan forcep
3. … …
PRIMER SURVEY
4. … …
Diagnosa Keperawatan:
1. Inefektif pola nafas b/d … … …
BREATHING 2. Kerusakan pertukaran gas b/d … … …
Diagnosa Keperawatan:
1. Penurunan curah jantung b/d … … …
CIRCULATION 2. Inefektif perfusi jaringan b/d … … …
18
Nadi : Teraba Tidak teraba Kriteria Hasil : … … …
Sianosis : Ya Tidak
Intervensi :
CRT : < 2 detik > 2 detik 1. Lakukan CPR dan Defibrilasi
2. Kontrol perdarahan
Pendarahan : Ya Tidak ada
3. … …
Keluhan Lain: ... ... 4. … …
Diagnosa Keperawatan:
1. Kerusakan integritas jaringan b/d … …
…
EXPOSURE 2. Kerusakan mobilitas fisik b/d … … …
3. … … …
Diagnosa Keperawatan:
SECONDARY
3. … … …
Intervensi :
1. … … …
2. … … …
Alergi :
19
Medikasi :
Even/Peristiwa Penyebab:
Tanda Vital :
BP : N: S: RR :
Diagnosa Keperawatan:
1. … … …
PEMERIKSAAN FISIK 2. … … …
Diagnosa Keperawatan:
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK 1. … … …
2. … … …
20
RONTGEN CT-SCAN USG EKG Kriteria Hasil : … … …
ENDOSKOPI Lain-lain, ... ...
Intervensi :
Hasil : 1. … … …
2. … … …
21
DAFTAR PUSTAKA
Ecc, C. (2005). 2005 American Heart Association guidelines for cardiopulmonary resuscitation
and emergency cardiovascular care. Circulation, 112(24 Suppl), IV1.
Emergency Nurses, A. (2007). Emergency nursing core curriculum: Saunders.
Hammond, B. B., & Zimmermann, P. G. (2012). Sheehy’s Manual of Emergency Care-E-Book:
Elsevier Health Sciences.
Maryuani, A. Yulianingsih.(2009) Asuhan Kegawat daruratan. Jakarta Trans Info Media
Medis.
Newberry, L., & Criddle, L. M. (2005). Sheehy's manual of emergency care: Mosby.
Tyas , Maria DP. 2016. Keperawatan Kegawatdaruratan dan Manajemen Bencana. Jakarta :
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
22