Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH KAJIAN KLINIK KEISLAMAN

PANDANGAN ISLAM CARA BERWUDHU/BERSUCI PADA PASIEN


TERPASANG ELASTIS VERBAN DENGAN MASALAH DISLOKASI
DI IGD RSUD Prof Dr. MARGONO SOEKARJO

Disusun Guna memenuhi Tugas Keperawatan


Gawat Darurat dan Kritis Profesi Ners

Disusun oleh:

Ari Destriani (A32019014)


Dwi Dian Pratama (A32019023)
Dwikoro Prihantini (A32019026)
Esy Dahlia Sari (A32019033)
Febry Miftakhul M (A32019037)
Firman Hidayat (A32019039)

PROGRAM PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESHATAN MUHAMMADIYAH GOMBONG
2019/2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat
menyelesaikan Makalah Ini Sebatas Pengetahuan Dan Kemampuan Yang
Dimiliki.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di
dalam tugas ini terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang kami
harapkan. Untuk itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi
perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna
tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan
saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Purwokerto, 04 Januari 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……………………………………………………… i
KATA PENGANTAR……………………………………………………. ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………… iii
KASUS…………………………………………………………………….. 1
RUMUSAN MASAH…….…..……………………………………………. 1
PEMBAHASAN…………………………………………………………… 1
KESIMPULAN…………………………………………………….............. 6
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 7

iii
KAJIAN KLINIK KEISLAMAN

A. KASUS
Seorang Pasien Laki laki Umur 25 Tahun datang ke RS pada
tanggal 14 Desember 2019 Pukul 14.30 WIB di IGD RSUD Prof Dr.
Margono Soekarjo Purwokerto dengan keluhan terdapat luka dislokasi
pada pergelangan kaki kiri. Telah dilakukan tindakan keperawatan dengan
teknik pemasangan elastis verban. Dalam kondisi tersebut pasien
mengalami hambatan saat aktifitas keseharian seperti berjalan, mandi,
Personal Hygiene dan kebutuhan spiritualnya yaitu wudhu dan sholat
karena luka akibat cedera saat bermain sepak bola yang dialaminya.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimaa Hukum menurut pandangan islam perihal kewajiban
berwudhu pada pasien yang terbalut perban karena dislokasi?
2. Bagaimana pandangan islam dengan orang yang terbalut perban, apa
yang mesti ia lakukan saat berwudhu atau bersuci?
C. PEMBAHASAN
1. Kewajiban Wudhu/Bersuci Pada Pasien Kaki di Perban dan tidak
Boleh terkena Air.
Kewajiban bersuci dan shalat bagi orang-orang yang sakit.
Karena orang sakit mempunyai hukum tersendiri tentang hal ini.
Syariat Islam begitu memperhatikan hal ini karena Allah mengutus
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan aturan yang lurus
dan lapang yang dibangun atas dasar kemudahan. Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman;
“Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu
kesempitan” [Al-Hajj : 78]”
“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki
kesukaran bagimu” [Al-Baqarah : 185]”

1
Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan
dengarlah serta ta’atlah dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk
dirimu” [At-Taghabun]
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda. “Sesungguhnya din ini
mudah”

Beliau juga bersabda.: “Jika saya perintahkan kalian dengan suatu


urusan maka kerjakanlah semampu kalian” ( Al utsaimin, 2010).
Berdasar kaidah dasar ini maka Allah memberi keringana bagi
orang yang mempunyai udzur dalam masalah ibadah mereka sesuai
dengan tingkat udzur yang mereka alami, agar mereka dapat beribadah
kepada Allah tanpa kesulitan, dan segala puji bagi Allah Subhanahu
wa Ta’ala
Seperti kita ketahui bahwa dalam berwudhu, ada bagian yang
dicuci (dibasuh) dan ada bagian yang diusap. Sebagaimana disebutkan
dalam ayat yang mensyari’atkan wudhu, Mengusap Sebagai Ganti
Membasuh

‫ص ََلةِ فَا ْغ ِسلُوا ُو ُجو َه ُك ْم َوأَ ْي ِد َي ُك ْم ِإلَى‬ َّ ‫يَا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َ َمنُوا ِإذَا قُ ْمت ُ ْم ِإلَى ال‬
‫س ُحوا ِب ُر ُءو ِس ُك ْم َوأ َ ْر ُجلَ ُك ْم ِإلَى ْال َك ْع َبي ِْن‬ ِ ِ‫ْال َم َراف‬
َ ‫ق َو ْام‬
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan
shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan
usaplah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki”
(QS. Al Maidah: 6).
Mulai dari wajah, tangan hingga siku, dan kaki dicuci
(dibasuh), yaitu dialirkan air. Sedangkan bagian kepala dan telinga
cukup diusap dengan membasahi tangan dengan air terlebih dahulu.
Berwudhu bagi orang yang terbalut perban sama seperti cara
wudhu orang yang sehat. Para ulama menjelaskan bahwa jika
membasuh atau mencuci tidak mampu dilakukan, maka beralih pada
mengusap, dengan membasahi tangan lantas mengusap bagian yang

2
perlu diusap. Hal ini dilakukan semisal jika seseorang memiliki luka
dan tidak boleh terkena air yang mengalir.
2. Tatacara Berwudhu / Bersuci pada pasien yang di perban
Mengusap Perban atau Gips. Jika ada luka pada salah satu
anggota wudhu, maka luka tersebut bisa jadi terbuka atau bisa jadi
tertutup dengan perban.
a. Keadaan pertama: Luka tertutup dengan perban
Jika luka tertutup perban, maka bagian anggota wudhu yang tidak ada
luka dicuci atau dibasuh seperti biasa. Sedangkan bagian anggota
wudhu yang tertutupi perban cukup diusap. Kali ini tidak langsung
beralih pada tayamum.
b. Keadaan kedua: Luka dalam keadaan terbuka
Untuk keadaan ini, jika luka diizinkan terkena air, maka wajib
menggunakan air. Namun jika membasuh tidak bisa dilakukan karena
berbahaya pada lukanya, maka beralih pada mengusap. Jika
membasuh begitu pula mengusap sama-sama tidak dibolehkan, maka
beralih pada tayamum. (Lihat keterangan Syaikh Muhammad bin
Sholih (Syarhul Mumthi, 2013).
Pensyaratan Telah Bersuci Ketika Mengenakan Perban
Sebagian ulama mensyaratkan bahwa syarat mengusap perban adalah
jika perban tersebut dikenakan setelah sebelumnya dalam keadaan
bersuci terlebih dahulu.Yang tepat, pendapat yang mensyaratkan
adalah pendapat yang lemah dengan dua alasan:
a. Tidak ada dalil yang mensyaratkannya dan tidak tepat diqiyaskan
(dianalogikan) dengan mengusap khuf atau sepatu karena keduanya
berbeda.
b. Penggunaan perban sifatnya adalah tiba-tiba atau emergency. Hal
ini berbeda dengan khuf (sepatu) yang boleh dikenakan setiap saat
semau kita. (Syarhul Mumthi, 2013).

3
Tata Cara Bersuci Bagi Orang Yang Sakit:
1. Orang yang sakit wajib bersuci dengan air. Ia harus berwudhu
jika berhadats kecil dan mandi jika berhadats besar.
2. Jika tidak bisa bersuci dengan air karena ada halangan, atau takut
sakitnya bertambah, atau khawatir memperlama kesembuhan,
maka ia boleh bertayamum.
3. Tata cara tayamum : Hendaknya ia memukulkan dua tangannya
ke tanah yang suci sekali pukulan, kemudian mengusap wajahnya
lalu mengusap telapak tangannya.
4. Bila tidak mampu bersuci sendiri maka ia bisa diwudhukan, atau
ditayamumkan orang lain. Caranya hendaknya seseorang
memukulkan tangannya ke tanah lalu mengusapkannya ke wajah
dan dua telapak tangan orang sakit. Begitu pula bila tidak kuasa
wudhu sendiri maka diwudhukan orang lain.
5. Jika pada sebagian anggota badan yang harus disucikan terluka,
maka ia tetap dibasuh dengan air. Jika hal itu membahayakan
maka diusap sekali, caranya tangannya dibasahi dengan air lalu
diusapkan diatasnya. Jika mengusap luka juga membahayakan
maka ia bisa bertayamum.
6. Jika pada tubuhnya terdapat luka yang digips atau dibalut, maka
mengusap balutan tadi dengan air sebagai ganti dari
membasuhnya.
7. Dibolehkan betayamum pada dinding, atau segala sesuatu yang
suci dan mengandung debu. Jika dindingnya berlapis sesuatu
yang bukan dari bahan tanah seperti cat misalnya,maka ia tidak
boleh bertayamum padanya kecuali jika cat itu mengandung debu.
8. Jika tidak mungkin bertayamum di atas tanah, atau dinding atau
tempat lain yang mengandung debu maka tidak mengapa
menaruh tanah pada bejana atau sapu tangan lalu bertayamum
darinya.

4
9. Jika ia bertayamum untuk shalat lalu ia tetap suci sampai waktu
shalat berikutnya maka ia bisa shalat dengan tayamumnya tadi,
tidak perlu mengulang tayamum, karena ia masih suci dan tidak
ada yang membatalkan kesuciannya.
10. Orang yang sakit harus membersihkan tubuhnya dari najis, jika
tidak mungkin maka ia shalat apa adanya, dan shalatnya sah tidak
perlu mengulang lagi.
11. Orang yang sakit wajib shalat dengan pakaian suci. Jika
pakaiannya terkena najis ia harus mencucinya atau menggantinya
dengan pakaian lain yang suci. Jika hal itu tidak memungkinkan
maka ia shalat seadanya, dan shalatnya sah tidak perlu mengulang
lagi.
12. Orang yang sakit harus shalat di atas tempat yang suci. Jika
tempatnya terkena najis maka harus dibersihkan atau diganti
dengan tempat yang suci, atau menghamparkan sesuatu yang suci
di atas tempat najis tersebut. Namun bila tidak memungkinkan
maka ia shalat apa adanya dan shalatnya sah tidak perlu
mengulang lagi.
13. Orang yang sakit tidak boleh mengakhirkan shalat dari waktunya
karena ketidak mampuannya untuk bersuci. Hendaknya ia bersuci
semampunya kemudian melakukan shalat tepat pada waktunya,
meskipun pada tubuhnya, pakaiannya atau tempatnya ada najis
yang tidak mampu membersihkannya.

5
D. KESIMPULAN
Berwudhu/Bersuci bagi orang sakit yang terbalut perban adalah
kewajiban sama seperti cara wudhu orang yang sehat. jika membasuh atau
mencuci tidak mampu dilakukan, maka beralih pada mengusap, dengan
membasahi tangan lantas mengusap bagian yang perlu diusap. Hal ini
dilakukan semisal jika seseorang memiliki luka dan tidak boleh terkena air
yang mengalir. dan tatacara Berwudhu nya adalah Jika luka tertutup
perban, maka bagian anggota wudhu yang tidak ada luka dicuci atau
dibasuh seperti biasa. Sedangkan bagian anggota wudhu yang tertutupi
perban cukup diusap. sedangkan Untuk keadaan jika luka diizinkan
terkena air, maka wajib menggunakan air. Namun jika membasuh tidak
bisa dilakukan karena berbahaya pada lukanya, maka beralih pada
mengusap. Jika membasuh begitu pula mengusap sama-sama tidak
dibolehkan, maka beralih pada tayamum.

6
DAFTAR PUSTAKA

Syahrul, Mumti.2013 Islam untuk disiplin ilmu kedokteran dan kesehatan.Jakarta

Al utsaimin, dkk.2010.islam untuk disiplin ilmu kesehatan dan kedokteran.Jakarta

Anda mungkin juga menyukai